Lahirnya Sumpah Pemuda bermula dari Kongres Pemuda II yang digagas oleh Persatuan Pelajar-
Pelajar Indonesia (PPPI) dan dihadiri oleh organisasi pemuda.
Di antaranya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong
Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi. Kongres
ini dilaksanakan di tiga gedung serta tiga rapat yang berbeda untuk menghasilkan Sumpah
Pemuda:
Rapat pertama ini diselenggarakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan
Banteng. Dalam sambutannya, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat
persatuan dalam sanubari para pemuda.
Acara kemudian dilanjutkan dengan uraian Mohammad Yamin tentang arti dan hubungan
persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang akan memperkuat persatuan
Indonesia diantaranya sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Rapat kedua diselenggarakan di Gedung Oost-Java Bioscoop dengan bahasan utama seputer
pendidikan. Kedua pembicaranya adalah Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, yang
sependapat bahwa setiap anak harus mendapat pendidikan kebangsaan. Selain itu, setiap anak
juga harus dididik secara demokratis dan ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dengan
di rumah.
Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak dapat dipisahkan dari pergerakan
nasional. Gerakan kepanduan sejak dini akan mendidik anak-anak agar lebih disiplin dan
mandiri, keduanya adalah hal-hal yang dibutuhkan dalam hal perjuangan. Pada rapat ketiga
inilah diumumkan rumusan hasil kongres yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia. Sebelum kongres
ditutup, WR Supratman menampilkan lagu ciptaannya Indonesia Raya yang mendapat sambutan
meriah.
Satu hal yang menarik dari lagu ini, tidak banyak yang mengetahui bahwa lagu tersebut selama
ini dinyanyikan hanya satu bait. WR Supratman menciptakan lagu tersebut dalam tiga bait
(stanza). Dari ketiganya, stanza pertama jauh lebih populer dan dihafal masyarakat Indonesia
daripada kedua dan ketiga. Indonesia Raya kemudian diresmikan menjadi lagu kebangsaan yang
menjadi identitas bangsa Indonesia.
Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah
Indonesia.
Kedua: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Pengertian Bhineka Tunggal Ika
Secara etimologi atau asal-usul bahasa, kata-kata ''Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa
Jawa Kuno. Jika diartikan secara harfiah: Bhinneka = beragam atau bermacam-macam, Tunggal
= satu, Ika = itu.
Kesimpulannya, Bhinneka Tunggal Ika secara harfiah memiliki arti 'beraneka satu itu'.
Maknanya, bisa dikatakan bahwa beraneka ragam, tetapi masih satu jua.
Semoboyan ini diambil dari kitab atau kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular, yang hidup
pada masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 M.
Melalui semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dan semua keberagaman tersebut menjadi
satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini menggambarkan persatuan dan kesatuan yang terjadi di wilayah Indonesia, dengan
keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, bahasa daerah, ras,
agama, dan kepercayaan, tidak membuat Indonesia menjadi terpecah. Atas segala macam
perbedaan inilah kemudian Bhinneka Tunggal Ika dibentuk.
Pengertian Pancasila
Ditulis dalam buku Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara karya Ronto (2012), Pancasila
secara etimologis berasal dari bahasa Sansakerta, "Panca" yang artinya adalah lima, dan "Syla"
yang berarti batu sendi. Pancasila merupakan rumusan dan kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila
Kelima sila dalam Pancasila tentu sebaiknya dimaknai lebih jelas, maka dari itu Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP merangkum nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan
hidup, seperti berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini mengartikan bahwa warga negara Indonesia mempercayai dan
bertakwa pada Tuhan, dan disesuaikan dengan agama serta kepercayaan masing-masing orang.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Warga negara diminta untuk memahami bahwa setiap manusia memiliki derajat yang
sama, saling menjaga, dan bekerja sama untuk kedamaian negara.
3. Persatuan Indonesia
Warga negara harus menempatkan kesatuan, persatuan, dan kepentingan negara dari
kepentingan masing-masing.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Warga negara tidak bisa memaksakan kehendak pada orang lain dan harus
mengutamakan kepentingan orang lain. Perbedaan cara pandang harus diselesaikan dengan cara
bermusyawarah.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Warga negara mengembangkan perbuatan luhur dengan cara kekeluargaan, gotong-
royong, dan bersikap adil. Warga negara harus menyeimbangkan hak dan kewajiban diri, dan
orang lain.
1. Simbol gambar bintang
Simbol gambar bintang berwarna kuning yang bersudut lima dengan latar belakang warna hitam
terletak di bagian tengah perisai dijadikan sebagai dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini mengandung maksud bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius yaitu bangsa
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
Simbol gambar bintang dijadikan sebagai lambang sila pertama dalam Pancasila yang berbunyi
Ketuhanan Yang Maha Esa
Tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak memiliki beberapa arti, yakni benar, milik,
kepunyaan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu, kekuasaan untuk menuntut sesuatu, dan derajat
atau martabat.
Sedangkan kewajiban berarti sesuatu yang harus atau wajib dilaksanakan sehingga menjadi
sebuah keharusan. Kewajiban juga dapat berarti pekerjaan dan tugas.
Kewajiban adalah beban yang dimiliki oleh setiap orang yang memang diberikan secara sengaja
oleh pihak tertentu. Dengan begitu, setiap orang harus menunaikan kewajiban yang dimilikinya
tanpa alasan apapun.
Hak dan Kewajiban Anak sebagai Siswa di Sekolah
Disebutkan dalam buku Kreatif Tematik Tema 6 Panas dan Perpindahannya oleh Tim Tunas
Karya Guru dkk, sebagai seorang siswa, berikut beberapa hak anak di sekolah:
1. Kewajiban untuk hadir di sekolah sebelum bel tanda masuk sekolah berbunyi
2. Kewajiban untuk mengikuti seluruh kegiatan sekolah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Kewajiban untuk mewujudkan dan memelihara ketertiban, keamanan, keindahan, dan
kekeluargaan
4. Kewajiban untuk memelihara seluruh fasilitas sekolah.
5. Kewajiban untuk meninggalkan kawasan sekolah dengan segera setelah kegiatan yang diikuti
telah berakhir
6. Kewajiban untuk memberikan keterangan apabila berhalangan untuk hadir ke sekolah
KERAGAMAN DI INDONESIA
Alasan kita harus menghargai keberagaman adalah karena keberagaman itu merupakan kekayaan
dan keindahan yang dimiliki Indonesia. Keberagaman memiliki dampak positif, antara lain bagi
kemajuan dan perkembangan bangsa. Keberagaman ini juga menjadi daya tarik bagi orang asing
yang berkunjung ke Indonesia selain karena keindahan alam.
Selain itu, mengutip Seri pendidikan Orang Tua: Menumbuhkan Sikap Toleransi pada Anak
dalam situs repositori.kemdikbud.go.id, kita harus menghargai keanekaragaman budaya di
Indonesia karena hal tersebut dapat menjadi kekuatan bangsa kita.
Keberagaman akan menumbuhkan sikap toleran dan salah satu wujud dari toleransi adalah
melakukan kerja sama dengan orang lain. Dengan kata lain, perbedaan akan membuat kita lebih
mudah bekerja sama dengan orang-orang yang latar belakangnya berbeda tersebut.
sikap dan contoh dalam Menerima Keberagaman di Indonesia
Sikap menghargai dan menerima keberagaman atau sikap toleransi ini dapat diwujudkan dalam
bentuk:
Rombongan Soekarno-Hatta sampai di Jakarta pada pukul 23.00 WIB. Soekarno dan Hatta
setelah singgah di rumah masing masing, lalu bersama rombongan lainnya menuju rumah
Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta (tempat Ahmad Soebardjo bekerja). Di
tempat itu, mereka akan merumuskan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Perumusan
sampai dengan penandatanganan teks Proklamasi Kemerdekaan baru selesai pada pukul 04.00
WIB dini hari pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat itu juga, disepakati bahwa teks
Proklamasi akan dibacakan di halaman rumah Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56
Jakarta pada pukul 10.00 WIB