Anda di halaman 1dari 2

Tauhid Mahabbah – Skala Prioritas antara Cinta Allah dan Cinta Anak (Serial Qur’anic

Parenting Vol. 3)
Oleh : Ustadz Hakimuddin Salim
QS. Al Baqarah : 124

‫اس ِا َمامًا ۗ َقا َل‬ َّ


‫ن‬ ‫ِل‬ ‫ل‬ ‫ك‬ ُ ‫ل‬ ِ‫اع‬‫ج‬ ْ‫ي‬ ِّ
‫ن‬ ‫ا‬
ِ ‫ل‬ ‫ا‬‫ق‬َ ۗ ‫ه‬
َّ‫ُن‬ ‫م‬
َّ َ
‫ت‬ َ ‫ا‬‫ف‬َ ٍ
‫ت‬ ٰ
‫ِم‬ ‫ل‬ َ
‫ك‬ ‫ب‬ ٗ
‫ُّه‬‫ب‬‫ر‬ ‫م‬ ٖ‫ه‬ ٰ
‫ْر‬‫ب‬‫ا‬ِ ‫ى‬ ٓ ٰ ‫و ِا ِذ ا ْب َت‬
‫ل‬
ِ َ َ َ ِ َ َ َ
ٰ
ّ ‫َو ِمنْ ُذرِّ َّي ِتيْ ۗ َقا َل اَل َي َنا ُل َع ْهدِى‬
‫الظلِ ِمي َْن‬
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia
melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan
engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak
cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
(Ibnu Qayyim Al Jauziyah : tidak ada sesuatu yg lebih bermanfaat bagi seorang hamba bagi
kehidupannya di dunia dan akhirat, selain membaca qur’an sekaligus merenungi, mentadabburi,
dan memahami maknanya.)
- Kalimaat : perintah-perintah dan larangan Allah
- Kepemimpinan dalam aqidah dan tauhid yang memberikan inspirasi bagi seluruh
manusia sampai hari akhir
Nabi Ibrahim adalah Nabi yang diuji oleh Allah dengan ujian yang sangat berat. Ujian-ujian
tersebut berupa perintah dan larangan yang sangat aneh dan tidak masuk akal, seperti;
- Lama mendapatkan keturunan. Nabi Ibrahim terus berdoa kepada Allah agar
dikaruniai anak yang shalih meskipun usianya sudah lanjut. Hingga akhirnya Allah
memberi Ismail dari rahim Hajar pada usia 86 tahun.
- Diperintahkan untuk membawa dan meninggalkan Hajar dan Ismail ke sebuah
lembah yang tandus. Ketika ditanya Hajar kenapa meninggalkannya dan anaknya
disana, nabi Ibrahim hanya diam. Hal ini menunjukkan betapa sulit kondisinya saat itu
sebagai seorang suami dan ayah. Akan tetapi kemudian Hajar memahami bahwa itu
adalah perintah Allah SWT.
- Menyembelih Ismail. Ketika itu Ismail berusia 7 atau 10 tahun. Ini adalah ujian yang
sangat berat; anak yang ditunggu-tunggu selama berpuluh-puluh tahun, diberi ujian
tauhid oleh Allah untuk melihat skala prioritas cinta Ibrahim.
Dalam QS. Ash-Shaffat: ketika Nabi Ibrahim sudah bersiap untuk menyembelih Ismail,
Allah menyuruh untuk menggantinya dengan domba.
Tauhid mahabbah adalah bagian dari tauhid yang tidak diperhatikan oleh orang-orang. Allah
berfirman bahwa ada orang-orang yang membuat tandingan-tandingan yang lebih mereka cintai
daripada Allah, akan tetapi orang yang beriman, cintanya kepada Allah jauh lebih dahsyat
kepada Allah. Tandingan-tandingan di zaman dulu bisa berupa berhala, sesembahan, atau orang
sholeh, tapi di zaman sekarang, bisa berupa anak cinta. Jika kita mencintainya lebih dari
mencintai Allah SWT.
Dalam ayat yang lain, Allah menegaskan; dan katakanlah jika orang tua-orang tua, anak-
anak, saudara-saudara, istri-istri, harta-harta, perniagaan, tempat tinggal kalian lebih kalian cintai
dari Allah dan Rasulnya dan dari berjuang di jalan Allah SWT, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan azabnya.
Rasulullah pun bersabda, tidak akan sempurna iman kalian sebelum aku lebih kalian cintai
daripada anak-anak kalian, orang tua kalian, dan manusia seluruhnya.
Hadis dan ayat-ayat di atas mengingatkan bahwa se cinta apapun kita kepada keluarga (ayah,
ibu, suami, istri, anak) tetap tidak boleh melebihi cinta kepada Allah dan Rasul Nya. Maka kita
perlu membuat skala prioritas yang tepat terkait hal ini.
Allah menguji cinta kita dengan melanggar atau mematuhi syari’at demi anak-anak kita.
Bahkan ada orang tua yang mencari uang dengan tidak halal demi kesejahteraan dan
kebahagiaan anaknya di dunia, pun dengan orang tua yang bekerja pada perusahaan ribawi.
Adapula orang tua yang tidak tega membangunkan anaknya untuk sholat, juga yang tidak
mewajibkan jilbab kepada anaknya karena menjaga perasaan anak. Inilah ujian orang tua di
zaman kita, kita diminta memilih antara syari’at Allah dan cinta kepada anak.
Sebenarnya antara cinta kepada Allah dan cinta kepada anak tidak perlu dipertentangkan,
seharusnya keduanya saling menguatkan. Karena orang yang benar-benar cinta kepada Allah
maka ia juga akan memiliki cinta sejati kepada anaknya. Sebaliknya, orang yang benar-benar
cinta kepada anaknya, ia tidak akan membiarkan anaknya bergelimang dosa.

Anda mungkin juga menyukai