di SD Negeri 03 Medan
ABSTRAK
PKR adalah format pembelajaran di mana guru mengajar secara bersamaan di satu atau lebih
ruang kelas dan berpartisipasi dalam dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. Karena ruang
kelas memiliki dua atau lebih kelas yang berbeda, penggunaan pembelajaran kelas rangkap
tidak menimbulkan minat belajar siswa karena proses pembelajaran terkesan membosankan
dan monoton. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam menciptakan
lingkungan belajar yang nyaman. Tujuan penelitian ini adalah (1) menjelaskan pelaksanaan
pembelajaran kelas rangkap (PKR) di SD Negeri 03 Medan, (2) menjelaskan hambatan guru
dalam pembelajaran kelas rangkap (PKR), dan (3) menjelaskan -nilai. Menjelaskan upaya
guru dalam pembelajaran (PKR) di SD Negeri 03 Medan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap di SD Negeri 03 Medan gagal memotivasi siswa
untuk belajar. Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan dan pengalaman
dalam upaya guru dalam pembelajaran multi level. Selain itu, manfaat jurnal bagi masyarakat
hendaknya dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Selain itu, strategi, urutan pembelajaran, atau sintaks PKR disusun menurut
keterampilan guru, jenis sasaran, dan situasi lainnya (Anwas, 2006). Penggunaan media,
model, dan/atau strategi pembelajaran yang tepat akan menentukan keberhasilan atau
keefektifan pembelajaran multi level ini.
Berdasarkan informasi tersebut, implementasi PCR dapat disesuaikan dengan keterampilan
guru, tujuan pembelajaran, dan kondisi lainnya, terutama penggunaan media pembelajaran
dan strategi pembelajaran, dan jika sesuai, PCR efektif. Akan sukses. NS
struktur kelas ganda dikenal dengan nama yang berbeda di berbagai negara. Ini termasuk
kelas "hasil gabungan" atau "gabungan", kelas "banyak", kelas "terpisah", kelas "usia
campuran", dan kelas "klaster vertikal" (Veenman, 1995). Kelas multi level didefinisikan
sebagai kelas di mana siswa di dua atau lebih kelas yang berdekatan dalam satu kelas
biasanya diajar oleh satu guru setiap hari. Nilai ganda ini dibangun ke dalam sistem evaluasi
kelas tradisional. Siswa mempertahankan penunjukan kelas dan dipromosikan melalui
sekolah sesuai dengan tingkat kelompok tahun (Mason & Burns, 1996; Veenman, 1995).
Berdasarkan definisi Mason, Burns, dan Beanman, kita dapat melihat bahwa tingkat
kurikulum pendidikan dan pemenuhan setiap harapan tetap terjaga. Berdasarkan beberapa
teori di atas, struktur bertingkat memiliki beberapa nama, meskipun maknanya terletak pada
perpaduan vertikal dari beberapa kelas, kelas bawah dan kelas atas yang diajarkan oleh
guru. Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai kurikulum. Performa setiap kelas tetap
terjaga. .
METODE PENELITIAN
Metode Survei Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode survei kualitatif dan
deskriptif. Survey dilakukan di SD Negeri 03 Jalan Pantai Timur Pasar II Sinta Peace
Kecamatan Medan Helvetia Desa Sinta Peace. Lokasi penelitian dipilih oleh peneliti karena
keterjangkauan lokasi penelitian. Selain itu, ada alasan untuk memilih lokasi secara singkat.
Peneliti tertarik untuk menerapkan pembelajaran kelas rangkap (PKR) yang dilakukan di SD
03 Medan. Subjek adalah elemen yang mewakili orang yang melakukan tindakan atau
aktivitas tertentu. Subjek penelitian ini adalah guru kelas tiga yang menyelesaikan
pembelajaran bertingkat (PKR). Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara serta dokumentasi.
a.Metode Observasi Dalam metode ini peneliti mengamati dan mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan respon subjek terhadap pelaksanaan pembelajaran bertingkat (PKR).
Dalam metode observasi ini, peneliti mengkaji upaya guru untuk meningkatkan proses
pembelajaran dan suasana kelas.
b Metode Wawancara Dalam metode ini, peneliti memilih wawancara semi terstruktur
terbuka. Terbuka dalam arti responden bebas mengungkapkan masalah dan berbagai situasi
aktual selama proses pembelajaran. Alasan menggunakan teknik ini adalah untuk
memberikan kesempatan kepada orang yang diwawancarai untuk mewakili situasi nyata dari
proses pembelajaran sehingga peneliti dapat mencapai hasil yang diinginkan.
C. Teknologi Dokumentasi Dengan teknologi ini, peneliti mencari data di jurnal maupun di
buku-buku terkait. Teknik dokumentasi juga digunakan peneliti untuk mengumpulkan data.
Model analisis interaktif Miles dan Huberman (1994:12) digunakan untuk analisis data.
Model ini membagi aktivitas analitis menjadi beberapa bagian. Pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, atau validasi data. Gambar berikut
menunjukkan model analitik interaktif.
Gambar 1. Analisis oleh Miles & Huberman Interactive Model (1994: 12)
Model analisis ini memiliki empat fase utama. 1) Pengumpulan data Kegiatan pengumpulan
data peneliti dilakukan pada saat peneliti memasuki suatu lokasi penelitian. Peneliti kemudian
mengamati dan mendokumentasikan hasil fenomena dan kondisi lapangan. 2) Reduksi data
Pada tahap ini peneliti menegaskan bahwa metode yang digunakan adalah dengan mencatat
hasil wawancara dan observasi. Validasi data sangat penting untuk menghindari kesalahan,
karena peneliti perlu mendapatkan data yang benar-benar akurat. 3) Penyajian data Pada
tahap penyajian data, peneliti mendeskripsikan data setelah direduksi atau diringkas. 4)
Review/Kesimpulan Pada tahap akhir, peneliti melakukan analisis akhir terhadap beberapa
kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
3. Upaya Guru Mengatasi Hambatan Dalam Melakukan Multi Level Learning (PCR)
Mengatasi Hambatan Dalam Melakukan Multi Level Learning (PCR) ke Kelas Master
Ketika Dua Kelas Digabungkan Strategi Guru untuk Melakukan tugas secara individu atau
kelompok, yang lain menerima pembelajaran yang dipimpin guru, dan pembelajaran yang
dipimpin guru juga menerima tugas. Tujuan pembentukan kelompok adalah untuk
menciptakan kelas sebagai kelas yang berpusat pada siswa, ruang belajar yang fleksibel.
Guru memiliki lebih banyak kebebasan untuk bergerak di sekitar ruangan, sehingga
mereka dapat menemani dalam kelompok kapan saja tanpa masalah. Dalam kelas dengan
model pembelajaran multi level, terlihat meja/kursi siswa disusun dalam kelompok-
kelompok kecil. Ruangan bisa kosong di tengah, terkadang di tempat lain (misalnya di
sudut kelas) sehingga siswa/kelompok bisa duduk di lantai dan bekerja di sana. Terdapat
pojok baca dan papan pajangan yang memudahkan siswa untuk mengikuti kegiatan secara
individu maupun kelompok. Tempat-tempat seperti itu dapat berfokus pada matematika,
menulis, bahasa, atau mata pelajaran yang diajarkan. Buku-buku lain, seperti buku bacaan,
buku referensi, dan bahan belajar lainnya, disimpan/diletakkan di rak dinding di dalam
kelas bukan di meja guru. Sediakan peralatan atau rak berlabel agar kelompok dapat
mengidentifikasi kebutuhan siswa. Terdapat kotak atau map untuk menyimpan disertasi
mahasiswa. Hasil karya kelompok atau individu akan dipamerkan/dipamerkan.
Pengaturannya fleksibel dan dapat diatur ulang setiap saat.
KESIMPULAN
Birch, I & Lally, M. 1995. Multygrade Teaching in Primary Schools. Bangkok: Unesco.:
http:/unesdoc.unesco.org/images/-0010/001038/103817e.pdf
Budiningsih, C.A. 2006. Pembelajaran Pasca Gempa. Makalah Diklat PTK dalam
rangka Peningkatan Kinerja Guru di Daerah Pasca Gempa, yang diselenggarakan
oleh Lembaga Penelitian UNY, Oktober 2006.
Poerwadarminto, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.