Anda di halaman 1dari 11

Implementasi Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

di SD Negeri 03 Medan

Rosari Hotma J. Simbolon


Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Email : rosarisimbolon7@gmail.com

ABSTRAK
PKR adalah format pembelajaran di mana guru mengajar secara bersamaan di satu atau lebih
ruang kelas dan berpartisipasi dalam dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. Karena ruang
kelas memiliki dua atau lebih kelas yang berbeda, penggunaan pembelajaran kelas rangkap
tidak menimbulkan minat belajar siswa karena proses pembelajaran terkesan membosankan
dan monoton. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam menciptakan
lingkungan belajar yang nyaman. Tujuan penelitian ini adalah (1) menjelaskan pelaksanaan
pembelajaran kelas rangkap (PKR) di SD Negeri 03 Medan, (2) menjelaskan hambatan guru
dalam pembelajaran kelas rangkap (PKR), dan (3) menjelaskan -nilai. Menjelaskan upaya
guru dalam pembelajaran (PKR) di SD Negeri 03 Medan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap di SD Negeri 03 Medan gagal memotivasi siswa
untuk belajar. Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan dan pengalaman
dalam upaya guru dalam pembelajaran multi level. Selain itu, manfaat jurnal bagi masyarakat
hendaknya dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Kata kunci : Penerapan, Pembelajaran, Kelas Rangkap.


PENDAHULUAN
Indonesia mungkin tertinggal dari negara-negara maju karena masyarakatnya masih
berjuang untuk menggunakan hak mereka atas pendidikan, terutama kesempatan untuk
menerima pendidikan dasar. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal, tetapi
warga negara harus hadir di bawah tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
Di daerah terpencil, program wajib belajar sembilan tahun menghadapi banyak
kendala, termasuk rekrutmen di bawah rata-rata (kurang dari 15 siswa per kelompok).
Situasi ini merupakan fenomena baru dalam pendidikan dasar, fenomena di banyak sekolah
dasar tanpa siswa, dan di beberapa daerah banyak sekolah dasar yang didirikan pada tahun
1980-an akhirnya harus ditutup. Pendidikan merupakan salah satu kewajiban yang harus
dipenuhi oleh negara kepada masyarakatnya, sehingga fenomena ini memerlukan kebijakan
pemerintah yang spesifik, dan pemerintah telah mengembangkan dua strategi untuk
menyikapi fenomena tersebut.
Kebijakan pertama adalah menata kembali sekolah atau membuat satu atau dua
sekolah yang sudah ada kemudian menata kembali kedua sekolah tersebut menjadi sekolah
dengan jumlah siswa yang dibutuhkan. Namun, guru disarankan untuk pindah ke sekolah
terpencil. Kebijakan ini dapat memiliki konsekuensi negatif lainnya, seperti mengeluarkan
siswa dari sekolah terpencil yang ditata ulang. Kebijakan restrukturisasi memberikan
dampak ekonomi yang positif bagi pemerintah, namun di beberapa daerah berdampak
negatif bagi guru dan siswa karena beberapa guru merasa "betah" di lokasi baru, ternyata
tidak. Di daerah yang kurang padat penduduknya, restrukturisasi telah menciptakan
masalah transportasi bagi siswa yang harus pindah sekolah.
Kebijakan pemerintah yang kedua adalah mendirikan sekolah kecil
(PKR)/multigrade teaching. Model ini tidak mengubah jumlah siswa yang tidak mencapai
ambang batas dan menggabungkan dua atau tiga jenjang sekolah yang sama dengan satu
guru. Di sini, dua atau tiga tingkat sekolah dengan satu guru digabungkan. Oleh karena itu,
guru kelas harus memiliki manajemen siswa yang heterogen. Pembelajaran Kelas Rangkap
juga dapat mengatasi masalah personel sekolah karena kekurangan guru saat ini di sebagian
besar daerah. Sekolah dengan jumlah guru yang cukup jarang terjadi karena banyaknya
pensiunan guru, tetapi jarang membutuhkan alokasi tahunan oleh pemerintah pusat untuk
merekrut guru baru.
Kebijakan Pembelajaran Kelas Rangkap juga diterapkan oleh SD Negeri 03 Medan.
Daerah ini memiliki penduduk yang jarang dan memiliki kekurangan (disadvantages).
Penyebab: 1) Perumahan jauh dari sekolah, 2) Terlalu sedikit sekolah, 3) Kekurangan guru,
4) kekurangan ruang kelas, 5) tidak ada guru pengganti.
Penerapan Pembelajarn Kelas Rangkap ini dimaksudkan untuk (1) mengurangi
kesenjangan pendidikan antara anak-anak perkotaan dan pedesaan dan (2) membuatnya
mudah diakses oleh anak-anak usia sekolah sebagai bagian dari pendidikan dasar.
Model PKR terutama digunakan di sekolah dasar (SD). Menurut Oos (Siahaan,
1996), artikel yang berjudul Orientasi Sederhana Pendidikan Bertingkat di SD (Multigrade
Education) memiliki lima model atau pola pembelajaran bertingkat. (1) Siswa diajar di dua
ruangan. (2) Guru menghadapi siswa di tiga kelas berbeda dalam dua ruang kelas, (3) Guru
memiliki dua kelas dalam satu ruangan, (4) Guru memiliki tiga kelas dalam dua ruang kelas
(5) Terdapat tiga tingkat nilai yang berbeda. Dalam proses belajar mengajar model PKR,
siswa dikondisikan untuk selalu terlibat aktif dalam pembelajaran, baik secara individu
maupun kelompok, terutama secara mandiri, tanpa sepenuhnya bergantung pada guru.
Pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap merupakan inovasi pembelajaran yang
memegang peranan sangat penting dalam rangka pemerataan pendidikan dan perwujudan
hak atas pendidikan. Alasan diperkenalkannya model pembelajaran kelas rangkap di
sekolah kecil adalah kekurangan siswa. Reorganisasi menimbulkan berbagai masalah
psikologis, sosial dan ekonomi yang memerlukan penelitian dan pengembangan lebih
lanjut.
Strategi pembelajaran merupakan hal penting dalam melaksanakan pembelajaran
multi level. Dengan strategi yang tepat, belajar bisa menjadi menyenangkan dan
menyenangkan. Siswa belajar dengan baik dan termotivasi dalam kegiatan belajar
mengajar, yang mengarah pada kinerja belajar yang sangat baik. Dalam pembelajaran multi-
level, guru menggabungkan kelas atas dan kelas bawah antara siswa yang lebih tua dan
yang lebih muda. Pembelajaran ini menggunakan semua metode berbasis aktivitas siswa
yang berpusat pada guru, tidak seperti sekolah umum lainnya dengan kualitas yang lebih
umum seperti diskusi, kerja kelompok, permainan, eksperimen, dan tutor sebaya. Hal ini
sangat penting untuk memperkuat kemandirian siswa. Siswa dikondisikan untuk selalu aktif
belajar, baik secara individu maupun kelompok, dan terutama terlibat dalam pembelajaran
mandiri tanpa sepenuhnya bergantung pada guru. Konsep PKR mencakup beberapa kriteria.
Artinya, (a) ada kelompok siswa pada dua tingkatan atau lebih, dan (b) guru diminta untuk
mengajar gabungan siswa Pada tingkat tertentu, (c) guru membimbing pelajaran melalui
tugas. , Dan (d) Siswa tetap aktif belajar secara individu atau kelompok (tingkatan),
meskipun guru mengajar mereka pada tingkat tertentu.
Alasan pembelajaran multi level ditemukan tidak hanya pada kekurangan guru, tetapi
juga di lokasi geografis yang sulit dijangkau, jumlah anak usia sekolah yang relatif sedikit,
dan guru yang harus hadir karena alasan resmi. Atau karena cuaca, kesulitan di lokasi
sekolah, kurangnya ruang untuk proses belajar. Hal ini terjadi di SD Negeri 03 Medan.
Menurut pengamatan penulis sebagai guru di
SD Negeri 03 Medan merupakan sekolah dasar yang jauh dari pusat kota dan
memiliki jumlah siswa yang relatif sedikit. Pada saat melaksanakan pembelajaran multi
level di SD Negeri 03 Medan, hal ini dikarenakan jumlah guru yang terbatas tidak sesuai
dengan jumlah siswa 6 siswa, kelas II sebanyak 5 siswa, dan kelas III sebanyak 6 siswa.
Terjadi pada tahun. IV berjumlah 68 siswa, Kelas V berjumlah 5 siswa, dan Kelas VI
berjumlah 3 siswa.
Meskipun metode yang digunakan adalah model diskusi, namun permasalahan yang
dihadapi ketika menghadapi pembelajaran multi level beragam, mulai dari keterpaduan
bahan ajar, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan sulitnya proses
pembelajaran yang dilakukan. Ada berbagai. evaluasi. Masalah lain dengan mengelola
beberapa kelas adalah strategi yang Anda gunakan untuk mengatasi masalah yang Anda
temui saat mengelola beberapa kelas. Arti pelaksanaan menurut KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia) adalah pelaksanaan. Pengertian umum adalah pelaksanaan atau
pelaksanaan suatu rencana yang rinci dan terperinci (matang). Menurut Miller (1998: 13)
dari Winataputra, adalah sekelompok siswa yang berbeda usia, kemampuan, minat dan
nilai, dipimpin oleh seorang guru yang belajar untuk kemajuan individu siswa.
Birch & Lally (1995) memperkenalkan strategi PKR sebagai pendidikan multi-level
dalam program UNESCO. Selanjutnya, Birch, Ian & Lally, M. Memberikan contoh rinci
tentang teknik PKR. Artinya, guru mengelola pembelajaran secara simultan di beberapa
kelas pada tingkat sekolah dasar yang berbeda.
Namun menurut Wardhani (1998), PKR dapat diartikan sebagai suatu bentuk
pembelajaran dimana seorang guru harus mengajar di satu atau lebih ruang kelas pada
waktu yang bersamaan dan menghadapi dua atau lebih kelas atau kelompok penelitian.
Misalnya, seorang guru mengajar kelas A dan B (untuk dua kelompok penelitian, masing-
masing dengan tujuan pembelajaran tertentu pada waktu yang sama). Kelompok penelitian
ini menempati ruang kelas terpisah yang dihubungkan oleh pintu. Pada titik tertentu, guru
berdiri di pintu penghubung dengan dua kelas yang berbeda dalam pikiran, memberikan
pengantar materi pembelajaran dan bimbingan umum. Pada langkah selanjutnya, guru akan
memasuki setiap kelas secara bergiliran sesuai dengan strategi pembelajaran yang dipilih.
Untuk menjelaskan teori Wardhani di atas, PKR dapat menjadi format pembelajaran
dimana guru mengajar dua kelas atau lebih dalam satu ruangan, atau dua kelas atau
kelompok penelitian. Jika ada dua kelas yang terpisah, kelas-kelas tersebut dihubungkan
oleh sebuah pintu yang berfungsi untuk memungkinkan guru bertemu secara tatap muka.
Dalam dua kelas, pengenalan materi yang akan dipelajari dan orientasi umum, guru
mengembangkan strategi pembelajaran dan memasuki kelas satu demi satu.
Dalam konteks yang hampir sama, Budiningsih (2006:12) menempatkan PKR dalam
dua kelas atau lebih, atau dalam dua atau lebih kelompok siswa yang mengembangkan
keterampilan yang berbeda untuk mengembangkan keterampilan yang berbeda.
Digambarkan sebagai seorang guru (harus) menghadapi kelas dengan. Selama pelajaran
yang sama, Anda akan mempelajari beberapa topik berbeda dalam satu mata pelajaran, satu
atau lebih mata pelajaran, dan satu atau lebih ruang kelas. Dari definisi ini, jelas bahwa ada
duplikasi pekerjaan guru yang harus dilakukan oleh banyak guru. PKR, sambung
Budiningsih (2006: 34),
Ada beberapa jenis PKR :
1) PKR221 (2 kelas, 2 mata pelajaran, 1 ruang kelas). Anda dapat menjelaskan
bahwa dua kelas digabungkan dalam satu ruangan, tetapi setiap kelas diberikan mata
pelajaran yang berbeda, seperti kombinasi kelas 1 dan 2, dan ada siswa di kelas 1 dan kelas
2 dalam satu ruangan, dan masing-masing. Kelas dibagi. Bagi menjadi dua kelompok.
Ambil pelajaran setiap kelas.
2) PKR222 (2 kelas, 2 mata pelajaran, 2 ruang kelas). Ada dua kelas, masing-
masing mengajar sesuai tingkatannya dan terletak di dua ruangan, sehingga guru sekaligus
dapat menjelaskan bahwa mereka perlu berpindah dari satu kelas ke kelas lainnya.
3) PKR333 (3 kelas dengan 3 mata pelajaran, 3 ruang kelas). Model ini mirip
dengan model PKR222, namun perlu dijelaskan bahwa hanya memiliki tiga kelas dan
ruangan.
4) Apa yang dihadapi guru di PKR331 (tiga kelas dari tiga mata pelajaran, satu
kelas) dan disiplin ilmu lainnya. Dalam model PKR ini, tiga kelas dikelompokkan dalam
satu ruangan, namun masing-masing kelas menerima mata kuliah sesuai jenjang kelas.

Selain itu, strategi, urutan pembelajaran, atau sintaks PKR disusun menurut
keterampilan guru, jenis sasaran, dan situasi lainnya (Anwas, 2006). Penggunaan media,
model, dan/atau strategi pembelajaran yang tepat akan menentukan keberhasilan atau
keefektifan pembelajaran multi level ini.
Berdasarkan informasi tersebut, implementasi PCR dapat disesuaikan dengan keterampilan
guru, tujuan pembelajaran, dan kondisi lainnya, terutama penggunaan media pembelajaran
dan strategi pembelajaran, dan jika sesuai, PCR efektif. Akan sukses. NS
struktur kelas ganda dikenal dengan nama yang berbeda di berbagai negara. Ini termasuk
kelas "hasil gabungan" atau "gabungan", kelas "banyak", kelas "terpisah", kelas "usia
campuran", dan kelas "klaster vertikal" (Veenman, 1995). Kelas multi level didefinisikan
sebagai kelas di mana siswa di dua atau lebih kelas yang berdekatan dalam satu kelas
biasanya diajar oleh satu guru setiap hari. Nilai ganda ini dibangun ke dalam sistem evaluasi
kelas tradisional. Siswa mempertahankan penunjukan kelas dan dipromosikan melalui
sekolah sesuai dengan tingkat kelompok tahun (Mason & Burns, 1996; Veenman, 1995).
Berdasarkan definisi Mason, Burns, dan Beanman, kita dapat melihat bahwa tingkat
kurikulum pendidikan dan pemenuhan setiap harapan tetap terjaga. Berdasarkan beberapa
teori di atas, struktur bertingkat memiliki beberapa nama, meskipun maknanya terletak pada
perpaduan vertikal dari beberapa kelas, kelas bawah dan kelas atas yang diajarkan oleh
guru. Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai kurikulum. Performa setiap kelas tetap
terjaga. .

METODE PENELITIAN

Metode Survei Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode survei kualitatif dan
deskriptif. Survey dilakukan di SD Negeri 03 Jalan Pantai Timur Pasar II Sinta Peace
Kecamatan Medan Helvetia Desa Sinta Peace. Lokasi penelitian dipilih oleh peneliti karena
keterjangkauan lokasi penelitian. Selain itu, ada alasan untuk memilih lokasi secara singkat.
Peneliti tertarik untuk menerapkan pembelajaran kelas rangkap (PKR) yang dilakukan di SD
03 Medan. Subjek adalah elemen yang mewakili orang yang melakukan tindakan atau
aktivitas tertentu. Subjek penelitian ini adalah guru kelas tiga yang menyelesaikan
pembelajaran bertingkat (PKR). Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara serta dokumentasi.

a.Metode Observasi Dalam metode ini peneliti mengamati dan mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan respon subjek terhadap pelaksanaan pembelajaran bertingkat (PKR).
Dalam metode observasi ini, peneliti mengkaji upaya guru untuk meningkatkan proses
pembelajaran dan suasana kelas.

b Metode Wawancara Dalam metode ini, peneliti memilih wawancara semi terstruktur
terbuka. Terbuka dalam arti responden bebas mengungkapkan masalah dan berbagai situasi
aktual selama proses pembelajaran. Alasan menggunakan teknik ini adalah untuk
memberikan kesempatan kepada orang yang diwawancarai untuk mewakili situasi nyata dari
proses pembelajaran sehingga peneliti dapat mencapai hasil yang diinginkan.

C. Teknologi Dokumentasi Dengan teknologi ini, peneliti mencari data di jurnal maupun di
buku-buku terkait. Teknik dokumentasi juga digunakan peneliti untuk mengumpulkan data.
Model analisis interaktif Miles dan Huberman (1994:12) digunakan untuk analisis data.
Model ini membagi aktivitas analitis menjadi beberapa bagian. Pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, atau validasi data. Gambar berikut
menunjukkan model analitik interaktif.

Gambar 1. Analisis oleh Miles & Huberman Interactive Model (1994: 12)

Model analisis ini memiliki empat fase utama. 1) Pengumpulan data Kegiatan pengumpulan
data peneliti dilakukan pada saat peneliti memasuki suatu lokasi penelitian. Peneliti kemudian
mengamati dan mendokumentasikan hasil fenomena dan kondisi lapangan. 2) Reduksi data
Pada tahap ini peneliti menegaskan bahwa metode yang digunakan adalah dengan mencatat
hasil wawancara dan observasi. Validasi data sangat penting untuk menghindari kesalahan,
karena peneliti perlu mendapatkan data yang benar-benar akurat. 3) Penyajian data Pada
tahap penyajian data, peneliti mendeskripsikan data setelah direduksi atau diringkas. 4)
Review/Kesimpulan Pada tahap akhir, peneliti melakukan analisis akhir terhadap beberapa
kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

1. Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

SD Negeri 03 Penerapan Pembelajaran kelas rangkap (PKR) di Medan dapat meningkatkan


minat belajar karena lingkungan sekolah tidak terlalu nyaman bagi siswa. Siapa bilang itu
tidak akan berhasil. Menurut teori Slameto (1995), sarana dan prasarana pendidikan yang
tidak mendukung antara lain dapat membangkitkan minat belajar siswa. Keberagaman
memungkinkan guru untuk menciptakan suasana yang nyaman dan demokratis di sekolah.
Upaya SD Negeri 03 Medan untuk memotivasi siswa di kelas step by step didasarkan pada
metode ceramah, diskusi kelompok, dan penerapan demonstrasi. Hal ini sesuai dengan teori
Majid (2013). Siswa yang menggunakan metode diskusi ini sebenarnya dapat memperoleh
pengetahuan langsung. Siswa menerima lebih banyak materi Siswa dan siswa perlu belajar
langsung dari lingkungan dan menggunakan sumber belajar terdekat berupa orang, materi
teknis, dan lingkungan yang membantu mengundang siswa dan guru. Belajarlah untuk siswa
Anda dengan melihat dan mengalaminya secara langsung dan berpartisipasi dalam kegiatan
yang bermakna dan menyenangkan. Kegiatan dapat diselesaikan dengan cepat, dan siswa
yang terlambat dapat mengambil tindakan korektif dengan menggunakan sumber, media, dan
teknik yang tersedia dalam sumber belajar. Hal ini menciptakan keakraban antara siswa dan
guru dan dengan lingkungan. Inisiatif lainnya adalah pembentukan kelompok penelitian
mahasiswa. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan dibagi menurut kelas
masing-masing. Tugas diberikan sesuai dengan tingkatan kelas. Organisasi kelompok ini
dirancang untuk membantu siswa menjadi mandiri dan belajar lebih banyak dari teman
sekelas mereka, termasuk lebih banyak pengetahuan dan keterampilan. Belajar dari teman
sebaya lebih penting karena siswa dapat dengan mudah memahami dan menandatangani
bahasa temannya.

2. Hambatan Guru dalam Pembelajaran Berjenjang (PKR)

SD Negeri 03 Kendala yang terjadi dalam Pembelajaran Berjenjang (PKR) Medan:


kurangnya ruang belajar yang memadai dan memadai, sarana dan prasarana yang kurang
memadai. Untuk memprediksi hambatan yang akan terjadi, pihak sekolah akan menggunakan
sarana dan prasarana yang ada, memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran, dan
memberikan tugas tambahan kepada siswa untuk lebih mengoptimalkan pembelajarannya.

3. Upaya Guru Mengatasi Hambatan Dalam Melakukan Multi Level Learning (PCR)
Mengatasi Hambatan Dalam Melakukan Multi Level Learning (PCR) ke Kelas Master
Ketika Dua Kelas Digabungkan Strategi Guru untuk Melakukan tugas secara individu atau
kelompok, yang lain menerima pembelajaran yang dipimpin guru, dan pembelajaran yang
dipimpin guru juga menerima tugas. Tujuan pembentukan kelompok adalah untuk
menciptakan kelas sebagai kelas yang berpusat pada siswa, ruang belajar yang fleksibel.
Guru memiliki lebih banyak kebebasan untuk bergerak di sekitar ruangan, sehingga
mereka dapat menemani dalam kelompok kapan saja tanpa masalah. Dalam kelas dengan
model pembelajaran multi level, terlihat meja/kursi siswa disusun dalam kelompok-
kelompok kecil. Ruangan bisa kosong di tengah, terkadang di tempat lain (misalnya di
sudut kelas) sehingga siswa/kelompok bisa duduk di lantai dan bekerja di sana. Terdapat
pojok baca dan papan pajangan yang memudahkan siswa untuk mengikuti kegiatan secara
individu maupun kelompok. Tempat-tempat seperti itu dapat berfokus pada matematika,
menulis, bahasa, atau mata pelajaran yang diajarkan. Buku-buku lain, seperti buku bacaan,
buku referensi, dan bahan belajar lainnya, disimpan/diletakkan di rak dinding di dalam
kelas bukan di meja guru. Sediakan peralatan atau rak berlabel agar kelompok dapat
mengidentifikasi kebutuhan siswa. Terdapat kotak atau map untuk menyimpan disertasi
mahasiswa. Hasil karya kelompok atau individu akan dipamerkan/dipamerkan.
Pengaturannya fleksibel dan dapat diatur ulang setiap saat.

2. Hambatan Guru dalam Pembelajaran Langkah-demi-Langkah (PKR)


SD Negeri 03 Kendala dalam Pembelajaran Tahapan (PKR) Medan: Kurangnya
ruang belajar yang memadai dan memadai, sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Untuk memprediksi hambatan yang akan terjadi, pihak sekolah akan menggunakan sarana
dan prasarana yang ada, memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran, dan
memberikan tugas tambahan kepada siswa untuk lebih mengoptimalkan pembelajarannya.
3. Upaya guru mengatasi hambatan multi level learning (PCR). Pembelajaran yang
dipimpin guru juga memiliki tantangan. Tujuan pembentukan kelompok adalah untuk
menciptakan kelas sebagai ruang belajar yang berpusat pada siswa dan fleksibel. Guru
memiliki tingkat kebebasan bergerak yang tinggi di dalam ruangan dan dapat dengan
mudah menemani kelompok setiap saat. Di kelas dengan model pembelajaran multi level,
Anda dapat melihat meja/kursi siswa dalam kelompok kecil. Ruangan dapat dikosongkan
di tengah dan mungkin di tempat lain (seperti di sudut kelas) sehingga siswa/kelompok
dapat duduk di lantai dan bekerja di sana. Terdapat pojok baca dan papan pajangan untuk
memudahkan siswa mengikuti kegiatan secara individu maupun kelompok. Tempat-tempat
seperti itu dapat berfokus pada mata pelajaran matematika, menulis, bahasa, atau
pengajaran. Buku-buku lain, seperti buku bacaan, buku referensi, dan bahan lainnya,
disimpan/diletakkan di rak dinding di dalam kelas, bukan di meja guru. Memiliki peralatan
atau rak berlabel sehingga kelompok dapat mengidentifikasi kebutuhan siswa. Terdapat
kotak atau folder untuk menyimpan disertasi mahasiswa. Kami memamerkan dan
memamerkan karya-karya kelompok dan individu. Pengaturannya fleksibel dan dapat
diatur ulang kapan saja.
Karena minimnya sarana prasarana pembelajaran, sarana prasarana sangat minim
sehingga guru memanfaatkan atau memanfaatkan lingkungan yang mereka gunakan. Cara
lain untuk mengatasi kurangnya kesempatan belajar adalah guru PKR SD Negeri 03
Medan menggunakan wisata pasar sebagai sumber belajar bagi siswanya. Siswa belajar
dari orang lain. Saran yang mungkin Anda terima dari orang lain adalah informasi,
instruksi, saran, contoh, referensi, pertanyaan, pendapat, kritik, pujian, harapan, tuntutan,
tugas, tugas, alasan, dan keterampilan. Kami berharap dengan memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber belajar, Anda dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan
lebih mudah dan menyenangkan. Sekolah terus mengirimkan surat dan saran untuk
menarik perhatian pemerintah terhadap pembelajaran PKR dan masalah peningkatan
sarana dan prasarana sekolah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran kelas


rangkap (PKR) di SD Negeri 03 Medan yakni pada saat memberikan pembelajaran berbeda-
beda cara yang dilakukan atau metode yang dilakukan guru. Guru yang mengajar di kelas I
dan kelas II mempunyai cara-cara tertentu dalam memberikan pembelajaran terhadap
siswanya begitu juga dengan guru-guru yang mengajar di kelas lainnya.
Keterbatasan ruang belajar yang memadai dan layak untuk di gunakan untuk proses
pembelajaran. keterbatasan sarana dan prasarana untuk penunjang proses pembelajaran.
Usaha yang dilakukan guru dalam memotivasi minat belajar siswa yaitu dengan cara
menerapkan metode ceramah, diskusi kelompok dan demonstrasi. memanfaatkan sumber
belajar yang tersedia di sekitar siswa berupa orang, bahan teknik, dan setting. Mengajak
siswa belajar dengan cara melihat dan mengalami secara langsung, dilibatkan dalam
aktivitas yang bermakna dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Media Audio di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. Online. http:/www.
depdiknas.go.id/Editorial Jurjal P dan K Ed. 38. Htm
Anonim. 2015. Sekolah Swasta Terancam Tutup. http://beritasore.com/2015 /06/22/sekolah-
swasta-terancamtutup/

Anwas, O.M. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Kelas Rangkap Berbantuan.


(http://www.edukasi. net/artikel/index.php.id=96)

Birch, I & Lally, M. 1995. Multygrade Teaching in Primary Schools. Bangkok: Unesco.:
http:/unesdoc.unesco.org/images/-0010/001038/103817e.pdf
Budiningsih, C.A. 2006. Pembelajaran Pasca Gempa. Makalah Diklat PTK dalam
rangka Peningkatan Kinerja Guru di Daerah Pasca Gempa, yang diselenggarakan
oleh Lembaga Penelitian UNY, Oktober 2006.

Burnham, J.W. 2007. Educational Leadership and Democracy. Jurnal of Education.


Vol. 1 No. 1 Pg. 1 – 20.

Dick, W and Carey, L. 1990. The System Design of Instruction (3rd.


Eds.).Tallahassee: Harper Collins Publisher

Djamarah, S.B. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta


Mason, D.A., Burns, R.B., 1996. Teachers’ views of combination classes. Journal of
Educational Research 89 (1), 36–45.

Poerwadarminto, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Wardani. I.G.K. 2004. Pemantapan Kemampuan Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan


Universitas Terbuka.

Winataputra, U.S. 1998.Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), Jakarta : Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai