DIBIDANG KORPORASI
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya dari TuhanYang
Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah mengenai hukum Pidana Ekonomi dalam bidang
korporasi .Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan
menambah wawasan bagi orang yang membacanya.Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu
dan pengalaman penulis, maka tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkankritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan penulisan ini.Harapan penulis semoga tulisan yang penuh
kesederhanaan ini dapat bermanfaat bagisemua pihak yang membacanya tentang Tindak Pidana
Ekonomi.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
C. MANFAAT PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA EKONOMI
B. UNSUR UNSUR TINDAK PIDANA EKONOMI
C. TIPE-TIPE TINDAK PIDANA EKONOMI
D. SUBJEK & SANKSI (ANCAMAN HUKUMAN) TINDAK PIDANA EKONOMI
E. PENGERTIAN KEJAHATAN KORPORASI
F. KEJAHATAN KORPORASI
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi (dunia) pada awal pertumbuhannya, bahkan sampai saat ini tidak
terlepas dari perkembangan negara. Sejak masa pemerintahan dilandaskan pada kerajaan sampai
dengan pemerintahan yang berandaskan pada negara-bangsa (nation-state) dan kemudian
dilanjutkan dengan pemerintahan yang dilandaskan pada kesejahteran bangsa (welfare-state)
menunjukkan adanya kaitan erat antara bidang ekonomi di satu pihak dan bidang politik di lain
pihak. Dilihat dari perspektif kaitan antara kedua bidang tersebut atau perspektif ekonomi politik,
telah terjadi perkembangan yang bersifat horizontal dan sama pentingnya yang dimulai dengan
perspektif merkantilisme, liberalisme dan perpektif marxisme (Gilpin dalam Lubis dan
Eauxbaum, 1986 : 17-18). Sasaran kegiatan ekonomi menurut ketiga perspektif tersebut berbeda
satu sama lain. Perspektif bertujuan meningkatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya di
mana politik menentukan ekonomi; sedangkan dalam perspektif liberalisme sasaran kegiatan
ekonomi ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dunia sebesar-besarnya dan dalam
perspektif marxisme, sasaran kegiatan ekonomi bertujuan meningkatkan kepentingan kelas kelas
ekonomi sebesar-besarnya. Ketiga perspektif yang berkembang di dalam ekonomi politik ini
dalam praktiknya tidak selalu memberiikan kemaslahatan bagi umat di dunia oleh karena
kenyataan perkembangan ekonomi internasional menunjukkan terjadinya kesenjangan yang
tajam antara negara kaya dan negara miskin. Kesenjangan ini diperburuk oleh kenyataan dimana
negara-negara kaya telah menguasai baik struktur (ekonomi) internasional maupun mekanisme
(ekonomi) internasional. Struktur internasional khususnya lembaga (ekonomi) intemasional yang
bernaung dibawah PBB. Ketika hal ini terjadi, pada diperlukan sebuah sistem yang diharapkan
dapat menjawab berbagai persoalan yang akan terjadi, selain itu setiap tindakan yang dilakukan
dimana perbuatan itu keluar dari aturan yang telah disepakati, maka akan diajukan dalam bentuk
sanksi. Karena itulah maka dibutuhkan hukum ekonomi dalam aspek pemidanaan.
B. TUJUAN PENULISAN
Dari kajian yang akan dilakukan dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk :
a. Mengetahui yang di maksud tindak pidana ekonomi dan kejahatan korporasi
b. Mengetahui dan memahami tidak pidana korporasi yang berkaitan dengan perekonomian
secara umum dan merugikan negara
C. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai media untuk menambah wawasan bagi pembacanya.
b. Bahan referensi aktual.c. Bahan bacaan dan pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
Tindak pidana ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai tindak pidana yang
secara yuridis diatur dalam UU Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan tindak pidana ekonomi. Tindak pidana di bidang ekonomi dapat diartikan perbuatan
pelanggaran terhadap setiap hak, kewajiban / keharusan atau larangan sebagai ketentuan –
ketentuan dari peraturan – peraturan hukum yang memuat kebijaksanaan negara di bidang
ekonomi untuk mencapai tujuan nasional
Menurut arti sempit tindak pidana ekonomi, ruang lingkup dari tindak pidana
ekonomi terbatas pada perbuatan – perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh pasal 1
undang - undang undang No. 1 Tahun 1961 yang dapat terbagi atas 3 macam
Ditetapkan beberapa perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana sebagai tindak
pidana ekonomi:
a. pasal 26, dengan sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut berdasarkan suatu
b. pasal 32, dengan sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan :
4) suatu tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan / t indakan tata tertib
c. pasal 33, dengan sengaja baik sendiri maupun perantara orang lain menarik bagian – bagian
Tagihan – tagihan
pelaksanaan suatu hukuman atau tindakan tata tertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan
undang – undang
Perbuatan – perbuatan yang diuraikan sebagai perbuatan tindak pidana dalam arti sempit
penentuannya tergantung dalam arah politik pemerintah. Hal itu berarti bisa berubah – ubah
sesuai dengan perkembangan yang terjadi secara nasional, regional dan internasional sehingga
wajar apabila peraturan – peraturan di bidang ekonomi sering berubah – ubah dan sulit untuk
mengindenfikasikan peraturan – peraturan mana yang masih berlaku atau peraturan mana yang
Tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan
- ketentuan dari peraturan - perbuatan di bidang ekonomi. pelanggaran diancam dgn hukuman
yang tidak termuat dalam undang - undang darurat No. 7 Tahun 1955[4]. Dalam arti luas, TPE
didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU darurat no 7 tahun 1955 yang bercorak atau
bermotif ekonomi atau yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan
a. Unsur-Unsur tindak pidana ekonomi tidak bebeda dengan unsur-unsur tindak pidana pada
umumnya yakni.
keadaan-keadaan.
Jika dilakukan dengan sengaja, maka tindak pidana ekonomi tersebutdinyatakan sebagai
kejahatan.
Jika dilakukan dengan tidak sengaja, maka tindak pidana ekonomitersebut termasuk
pelanggaran.
membantudan percobaan melakkan tindak pidana ekonomi dapat dihukum sedang haltersebut
ataudilakukan di luar negeri, di belakukan undang- undang nomor 7/Drt/1955. Penjelasan resmi
pasal 3 dimuat pada penjelasan resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan umum sebagai berikut:
Sebagai perluasan pasal 2 kitab “undang-undang hukum pidana maka perbuatan ikut serta yang
Berbicara mengenai tipe tindak pidana di bidang ekonorni sama sulitnya dengan
membicarakan masalah definisi tentang tindak pidana di bidang ekonomi. Sebagaimana telah
diuraikan dimuka, penulis telah mengemukakan perbedaan antara tindak pidana ekonomi dan
tindak pidana di bidang ekonomi; sehingga sebagai konsekwensi logis dan perbedaan tersebut
lahirlah tipe-tipe tindak pidana tertentu yang berkaitan dengan ekonomi (dalam arti luas).
Menunut Ensiklopedi, Crime and Justice (1983) dibedakan tiga tipe tindak pidana di bidang
ekonomi (economic crime), yaitu: property crimes; regulatory crimes, dan tax crimes.
Property crimes sebagai salah satu tipe tindak pidana di bidang ekonomi memiliki
pengertian lebih luas dan pada sekedar hanya tindak pidana pencurian vide pasal 362
KUHP. Property crimes ini meliputi objek yang dikuasai individu (peroragan) dan juga yang
dikuasai oleh negara. Perluasan ini telah dianut di dalam Model Penal Code [MPCJ (pasal 233)
Amerika Serikat sebagaimana disarankan oleh the American Law Institute, yang disebut,
‘integraed theft offense’. Integrated theft offense ini kemudian diperkuat oeh pasal 224 MPC
5. Menggunakan kartu kredit (credit card) yang diperoleh dari pencuran dan kartu kredit yang
ditangguhkan;
8. Tindakan perolehan atau pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur atau curang (the rigging of
contest);
peraturan pemerintah yang berkaitan clengan usaha di bidang perdagangan atau pelanggaran atas
pelacuran atau peraturan tentarig lisensi; pemalsuan kewajiban pembuatan laporan dan aktivitas
usaha di bidang perdagangan, dan melanggar ketentuan upah buruh dan larangan monopoli di
bidang pajak dan persyaratan yang telah di atur di dalam undang-undang pajak. Selain ketiga tipe
sistem hukum pidana di Amerika Serikat khususnya di dalam model penal code.
b. Badan hukum (a legal person).Berdasarkan pasal 15 ayat (1) yang berbunyi antara lain sebagi
berikut :
“Jika . . . . . “
(ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum pokok itu adalah lebih berat”.
Bunyi hukuman pokok ini terdapat dalam pasal 6 UUno 7/Drt/1955, hukuman pokok ini terus
mengalami perubahan sesuaidengan perkembangan zaman perubahan ini antara lain adalah pada
a). berdasarkan pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribudiubah menjadi satu juta dan
pada
b). berdasarkan UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30
kali (30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi : hukumanmati atau
20 tahun penjara
Dalam hal ini penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: “menurut UU darurat
nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara hukuman badan ataudenda
atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut peraturan pemerintah pengganti UU ini
b. Hukuman Tambahan yang dimuat dalam pasal 7 UU 7/DRT/1955, yaitu :Pencabutan hak-hak
enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal
dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun;
· Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, dengan mana atau
mengenai mana tindak-pidana ekonomiitu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian
diperolehnvadengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga lawan barang- barang itu yang
menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau harga lawan itu
· Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk
perusahaan si terhukum, di mana tindak- pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan
barang-barangitu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barangatau harga
lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan, akan tetapihanya sekadar barang-barang itu sejenis
· Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian
keuntungan tertentu, yang telah atau dapatdiberikan kepada si terhukum oleh Pemerintah
F. Kejahatan Korporasi
Berdasarkan hukum yang berlaku sekarang yang dianggap subjek dalam hukum pidana adalah
manusia karena hanya manusia yang dapat dipersalahkan dalam suatu tindak pidana. Namun hal
ini tidak menutup kemungkinan suatu perkumpulan menjadi subjek tindak pidana tetapi dalam
hal ini tetap saja para pengurusnya atau para pemimpin perkumpulan itu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana. Sedangkan badan hukumnya atau perkumpulannya tidak
dikenakan pidana, berbeda dengan negara seperti Belanda, Amerika Serikat, Malaysia dan
Singapura perkumpulan atau korporasinya pun dapat dipertanggungjawabkan secara pidana
karena menurut perundang-undangan mereka korporasi menjadi subjek hukum
pidana. Sesungguhnya mengenai korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana telah
diperkenalkan oleh Undang Undang No. 7/DRT/ 1955 tentang Hukum Pidana Ekonomi,
kalaupun belum ada putusan pengadilan mengenai pidana tentang korporasi sebagai badan
hukum. Dalam perkembangannya di Indonesia korporasi-korporasi sebagai subjek hukum pun
dapat dilihat dalam Undang Undang Pengolahan Lingkungan Hidup. Kebutuhan akan pentingnya
korporasi menjadi subjek hukum pidana kiran terasa akibat dari pergaulan internasional
khususnya dalam bisnis dimana negara-negara lain pun telah memasukkan korporasi secara tegas
sejak lama misalnya di Inggris sejak tahun 1872.
mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran hukum. Korporasi, sebagai suatu badan hukum,
memiliki kekuasaan yang besar dalam menjalankan aktivitasnya sehingga sering melakukan
aktivitas yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahkan selalu merugikan
berbagai pihak. Walaupun demikian, banyak korporasi yang lolos dari kejaran hokum sehingga
tindakan kejahatan korporasi semakin meluas dan tidak dapat dikendalikan. Dengan mudahnya
korporasi menghilangkan bukti-bukti atas segala kejahatannya terhadap masyarakat. Sementara
itu, tuntutan hukum terhadap perilaku buruk korporasi tersebut selalu terabaikan karena tidak ada
Pemerintah dan aparat hukum harus mengambil tindakan yang tegas mengenai kejahatan
korporasi karena baik disengaja maupun tidak, kejahatan korporasi selalu memberikan dampak
yang luas bagi masyarakat dan lingkungan, bahkan dapat mengacaukan perekonomian
negara. Jika hukuman dan sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi tidak memiliki keberartian,
perilaku buruk korporasi dengan melakukan aktivitas yang illegal tidak akan berubah. Korporasi
diharapkan tidak lagi melarikan diri dari tanggung jawabnya, dalam hal ini tanggung jawab
pidana. Terutama, korporasi akan dibebani oleh lebih banyak tanggung jawab moral dan sosial
untuk memperhatikan keadaan dan keamanan lingkungan kerjanya, termasuk penduduk, budaya,
dan lingkungan hidup. Menurut Gobert dan Punch, hal paling utama untuk mencegah terjadinya
kejahatan korporasi adalah dengan adanya pengendalian diri dan tanggung jawab sosial dan
moral terhadap lingkungan dan masyarakat di mana tanggung jawab tersebut berasal dari
Kejahatan korporasi yang lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah putih (white-collar
crime), biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang bergerak dalam
pengalaman dari beberapa negara maju dapat dikemukakan bahwa identifikasi kejahatan-
kejahatan korporasi dapat mencakup tindak pidana seperti pelanggaran undang-undang anti
monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai, pelanggaran ketentuan
oelh dua atau lebih korporasi secara bersama-sama. Apabila perbuatan yang dilakukan korporasi,
korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka korporasi tersebut jelas dapat dipidana. Bercermin
dari bentuk-bentuk tindak pidana di bidang ekonomi yang dilakukan oleh korporasi dalam
menjalankan aktivitas bisnis, jika dikaitkan dengan proses pembangunan, maka kita dihadapkan
kepada suatu konsekuensi meningkatnya tindak pidana korporasi yang mengancam dan
dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindakan pidana, jika tindakan pidana tersebut
dilakukan oleh atau untuk korporasi maka hukuman dan sanksi dapat dijatuhkan kepada
korporasi dan atau individu di dalamnya. Namun demikian perlu diadakan indentifikasi pada
individu korporasi misalnya pada direktur, manajer dan karyawan agar tidak terjadi kesalahan
dalam penjatuhan hukuman secara individual. Tidak bekerjanya hukum dengan efektif untuk
menjerat kejahatan korporasi, selain karena keberadaan suatu korporasi dianggap penting dalam
menunjang pertumbuhan atau stabilitas perekonomian nasional, sering kali juga disebabkan oleh
Kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih dianggap merupakan kesalahan yang hanya
bersifat administratif daripada suatu kejahatan yang serius. Sebagian besar masyarakat belum
dapat memandang kejahatan korporasi sebagai kejahatan yang nyata walaupun akibat dari
dengan kejahatan jalanan. Akibat dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih
perusahaan yang dapat diindikasikan sebagai kejahatan korporasi, terlihat dalam kelalaian,
keserampangan, kelicikan, dan kesengajaan atas segala tindakan korporasi. Setiap suatu
korporasi dimintai pertangungjawabannya oleh aparat penegak hukum, selalu ada berbagai
tekanan baik dari korporasi maupun pemerintah yang akhirnya menghilangkan tuntutan hukum
korporasi. Aparat penegak hukum seringkali gagal dalam mengambil tindakan tegas terhadap
berbagai kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena
dampak kejahatan yang ditimbulkan oleh korporasi sangat besar. Korbannya bisa berjumlah
puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang. Contohnya, terbaliknya kapal the Herald of Free
Enterprise yang memakan korban ratusan orang. Selain itu korporasi, dengan kekuatan finansial
serta para ahli yang dimiliki, dapat menghilangkan bukti-bukti kejahatan yang dilakukan.
Bahkan, dengan dana yang dimiliki, korporasi dapat pula mempengaruhi opini serta wacana di
masyarakat, sehingga seolah-olah mereka tidak melakukan suatu kejahatan. Salah satu penyebab
utama gagalnya penuntutan dalam suatu perkara yang terdakwanya korporasi adalah karena
korporasi tersebut tidak memiliki direktur yang bertanggung jawab atas keselamatan dan tidak
memiliki kebijakan yang jelas yang mengatur mengenai keselamatan. Kurangnya koordinasi
structural dalam sebuah organisasi dianggap sebagai penyebab terjadinya kejahatan korporasi.
Misalnya pada kasus terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise. Penyebab nyata
terbaliknya kapal yang menyebabkan kematian sekitar 200 nyawa ini adalah lemahnya
koordinasi di antara para pekerja sebagai akibat tidak adanya kebijakan-kebijakan tentang
keselamatan. Laporan mengenai investigasi terbaliknya kapal tersebut menyatakan bahwa tidak
ada keraguan kesalahan sebenarnya terletak pada korporasi itu sendiri karena tidak memiliki
yang jelas. Kasus ini terutama disebabkan oleh kecerobohan.Hukuman atas segala kejahatan
korporasi adalah sebuah persoalan politis. Yang terjadi dalam peristiwa politis adalah tawar-
menawar yang mencari keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara. Dalam hitungan
hak dan kewajiban, korporasi dibolehkan menikmati hak-hak yang sangat luas dan menciutkan
kewajiban-kewajiban mereka. Kerugian akibat kejahatan korporasi sering sulit dihitung karena
akibat yang ditimbulkannya berlipat-lipat, sementara hukuman atau denda pengadilan acap kali
tidak mencerminkan tingkat kejahatan mereka Perusahaan memiliki kekuatan untuk menentukan
kebijakan melalui direktur dan para eksekutif dan perusahaan seharusnya bertanggung jawab atas
akibat dari kebijakan mereka. Namun perusahaan – tidak seperti manusia – tidak dibebani oleh
berbagai emosi dan perasaan sehingga dengan mudahnya dapat menutupi perilaku buruknya.
Terdapat dua model kejahatan korporasi; pertama, kejahatan yang dilakukan oleh orang yang
bekerja atau yang berhubungan dengan suatu perusahaan yang dipersalahkan; dan kedua,
karyawannya. Kejahatan yang terjadi dalam konteks bisnis dilatar belakangi oleh berbagai sebab.
Human error yang dipadukan dengan kebijakan yang sesat dan kekeliruan dalam pengambilan
mengenai vicarious liability menyatakan bahwa bila seorang pegawai korporasi atau agen yang
berhubungan dengan korporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud
dapat dibebankan kepada perusahaan. Tidak peduli apakah perusahaan secara nyata memperoleh
keuntungan atau tidak atau apakah perusahaan telah melarang aktivitas tersebut atau tidak.
Sedangkan di Inggris, various liability terbatas pada tanggung jawab perusahaan terhadap
kejahatan korporasi yang dilakukan oleh seorang yang memiliki kekuasaan yang tinggi
(identification).
Teori ini menyatakan bahwa korporasi tidak dapat melakukan sesuatu kecuali melalui
seorang yang dapat mewakilinya. Bila seorang yang cukup berkuasa dalam struktur korporasi,
atau dapat mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan, maka perbuatan dan niat orang itu
langsung. Namun, suatu korporasi tidak dapat disalahkan atas suatu kejahatan yang dilakukan
oleh seorang yang berada di level yang rendah dalam hirarki korporasi tersebut. Komisi Hukum
Inggris telah mengusulkan bahwa terdapat satu kejahatan baru, yaitu pembunuhan oleh korporasi
“corporate killing”. Kejahatan ini merupakan suatu species terpisah dari manslaugter yang hanya
dapat dilakukan oleh korporasi. Dalam hal ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan
penegasan tentang kesalahan korporasi, seperti pembuktian dari niat atau kesembronoan, dapat
diatasi dengan membuat definisi khusus yang hanya dapat diterapkan kepada korporasi.
Pada era globalisasi ini, perkembangan perusahaan multinasional sangat pesat, bahkan
perusahaan tersebut mampu menempatkan diri pada posisi yang sangat strategis untuk
memperoleh perlindungan hukum sehingga peradilan dalam negeri sulit untuk mengajukan
tuntutan terhadap tindakan mereka yang merugikan. Agar kelemahan perangkat hukum tidak
terulang lagi, perlu dibuat aturan pertanggung jawaban korporasi yang komprehensif dan
mencakup semua kejahatan. Namun, pada pengadilan atas tindakan kriminalirtas korporasi,
keputusan mengenai hukuman dan sanksi, selalu menjadi hal terakhir untuk diputuskan. Setiap
tuntuan yang terjadi atas kejahatan korporasi selalu dipersulit sehingga sering tidak dapat
direalisasikan. Dengan demikian dapat terlihat bahwa hukum pun masih tidak dapat diandalkan
untuk menindak lanjuti masalah kejahatan korporasi. Suatu tindakan kejahatan, terjadi karena
korporasi tersebut mendapatkan keuntungan dari tindakan kejahatan yang dilakukannya. Oleh
karena itu, agar dapat menghapuskan tindakan kejahatan korporasi, dapat dilakukan dengan
mengambil keuntungan yang diperolehnya atas tindakan kriminalitas tersebut. Misalnya dengan
membebankan korporasi suatu denda yang lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh. Jika tindakan kriminalitas tidak lagi mengutungkan korporasi, maka ia tidak akan
terlibat kembali dalam suatu tindakan kriminal. Namun dalam prakteknya, denda hukum yang
dijatuhkan kepada korporasi sekedar dihitung sebagai biaya produksi tanpa sepeserpun
masih dapat terus berlanjut. Dengan kata lain, denda yang dikenakan kepada korporasi hanya
mengubah tindakan kejahatan korporasi dari kesalahan terhadap masyarakat menjadi biaya
dalam kegiatan bisnis Publisitas atas keburukan korporasi juga dapat dilakukan sebagai sanksi
atas kejahatan korporasi. Namun sayangnya, hal tersebut membawa dampak yang tidak
diinginkan. Jika terjadi pemboikotan dari seluruh konsumen terhadap semua produk korporasi,
maka secara pidana, pengadilan berhasil mengadili korporasi tersebut. Tetapi jika korporasi
mengalami kerugiam yang besar, maka korporasi akan mengurangi jumlah karyawannya
sehingga akan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Beraneka ragam sanksi yang
dikenakan kepada korporasi seperti melalui denda, kompensasi dan ganti rugi, kerja sosial,
menghentikan tindakan kejahatan yang dilakukan korporasi. Korporasi dapat lolos dari sanksi-
sanksi tersebut dengan mengorbankan pegawai mereka. Sebagaimana vicarious liability dan
identification, kejahatan yang dilakukan korporasi juga merupakan tanggung jawab individu-
individu di dalammnya. Demikian juga, korporasi bertanggung jawab atas kejahatan yang
Jika suatu korporasi dikenai suatu hukuman atas kejahatan, kepada siapa hukuman tersebut
akan dikenakan? Jawaban yang masuk akal adalah direktur perusahaan. Menurut ‘identification’,
tanggung jawab perusahaan sering didasarkan atas kejahatan yang dilakukan direktur atau para
eksekutifnya. Sayangnya, hal itu akan terlihat sangat tidak adil bagi direktur yang selalu
menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu diperlukan adanya
keseimbangan tanggung jawab terhadap kejahatan korporasi dari direktur, eksekutif, manajer,
dan karyawan. Setiap individu harus bertanggung jawab baik secara moral maupun hukum atas
keputusan dan tindakan mereka. Jika seseorang melakukan tindakan kejahatna melalui
perusahaan, maka tuntutan hukum seharusnya dikenakan terhadap orang tersebut, bukan
terhadap perusahaan, terutama jika tindakan kejahatan tersebut tidak memberikan keuntungan
terhadap perusahaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada dua istilah dalam pengertian tindak pidana dalam bidang ekonomi yaitu economic crimes,
dilakukan dalam kegiatan atau aktivitas ekonomi (dalam arti luas). Istilah kedua menunjuk
kepada kejahatan konvesional yang mencari keuntungan yang bersifat ekonomis misalnya
menggunakan modus operandi yang sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi
pada umumnya; kedua, tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses
dalam bidangnya dan ketiga, tindak pidana ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara
diperkenalkan oleh Undang Undang No. 7/DRT/ 1955 tentang Hukum Pidana Ekonomi,
kalaupun belum ada putusan pengadilan mengenai pidana tentang korporasi sebagai badan
B. Saran
Untuk mencegah terjadinya kejahatan korporasi, perlu diadakan aturan yang tegas baik berupa
self-regulation tidak efektif karena pemerintah dan pengadilan harus terus memonitoring setiap
aktivitas korporasi, sementara korporasi berusaha untuk mengambil celah agar aktivitas
kejahatannya tidak terpantau oleh mereka.Dengan demikian, cara yang paling baik untuk
melawan kejahatan korporasi adalah dengan mencegahnya sebelum terjadi yang dapat dilakukan
dengan adanya individualized self regulation di mana setiap perusahaan bertangung jawab atas
kebijakan mereka sendiri. Tidak sulit untuk menemukan perusahaan yang mengatakan kepada
masyarakat bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial.Namun banyak perusahaan yang
menggunakan hal itu sebagai suatu cara pemasaran untuk meningkatkan image, bahkan
penjualan mereka. Selain itu, terdapat berbagai macam perlakuan perusahaan atas nama
DAFTAR PUSTAKA
http://ardynofian.wordpress.com/2012/06/03/uu-tentang-tindak-pidana-ekonomi/
· Moch. Anwar. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990),
· Edi Setiadi dan Rena Yulia. Hukum Pidana Ekonomi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010)
· http://www.scribd.com/doc/170068262/TINDAK-PIDANA-EKONOMI#scribd
· http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/11/tindak-pidana-ekonomi-arti-sempit-arti.html
· http://www.academia.edu/6559124/KEJAHATAN_KORPORASI