Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TINDAK PIDANA EKONOMI

DIBIDANG KORPORASI

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya dari TuhanYang
Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah mengenai hukum Pidana Ekonomi dalam bidang
korporasi .Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan
menambah wawasan bagi orang yang membacanya.Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu
dan pengalaman penulis, maka tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkankritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan penulisan ini.Harapan penulis semoga tulisan yang penuh
kesederhanaan ini dapat bermanfaat bagisemua pihak yang membacanya tentang Tindak Pidana
Ekonomi.

                                                                         Makassar,     dessember 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
B.     TUJUAN PENULISAN
C.     MANFAAT PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN TINDAK PIDANA EKONOMI
B.     UNSUR UNSUR TINDAK PIDANA EKONOMI
C.  TIPE-TIPE TINDAK PIDANA EKONOMI
D.    SUBJEK & SANKSI (ANCAMAN HUKUMAN) TINDAK PIDANA EKONOMI
E.     PENGERTIAN KEJAHATAN KORPORASI
F.     KEJAHATAN KORPORASI

G.    KORPORASI SEBAGAI SUBJEK HUKUM PIDANA


H.    SEBAB SEBAB ADANYA KEJAHATAN KORPORASI
BAB III PENUTUP
A.     SIMPULAN
B.     SARAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
A.    LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi (dunia) pada awal pertumbuhannya, bahkan sampai saat ini tidak
terlepas dari perkembangan negara. Sejak masa pemerintahan dilandaskan pada kerajaan sampai
dengan pemerintahan yang berandaskan pada negara-bangsa (nation-state) dan kemudian
dilanjutkan dengan pemerintahan yang dilandaskan pada kesejahteran bangsa (welfare-state)
menunjukkan adanya kaitan erat antara bidang ekonomi di satu pihak dan bidang politik di lain
pihak. Dilihat dari perspektif kaitan antara kedua bidang tersebut atau perspektif ekonomi politik,
telah terjadi perkembangan yang bersifat horizontal dan sama pentingnya yang dimulai dengan
perspektif merkantilisme, liberalisme dan perpektif marxisme (Gilpin dalam Lubis dan
Eauxbaum, 1986 : 17-18). Sasaran kegiatan ekonomi menurut ketiga perspektif tersebut berbeda
satu sama lain. Perspektif bertujuan meningkatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya di
mana politik menentukan ekonomi; sedangkan dalam perspektif liberalisme sasaran kegiatan
ekonomi ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dunia sebesar-besarnya dan dalam
perspektif marxisme, sasaran kegiatan ekonomi bertujuan meningkatkan kepentingan kelas kelas
ekonomi sebesar-besarnya. Ketiga perspektif yang berkembang di dalam ekonomi politik ini
dalam praktiknya tidak selalu memberiikan kemaslahatan bagi umat di dunia oleh karena
kenyataan perkembangan ekonomi internasional menunjukkan terjadinya kesenjangan yang
tajam antara negara kaya dan negara miskin. Kesenjangan ini diperburuk oleh kenyataan dimana
negara-negara kaya telah menguasai baik struktur (ekonomi) internasional maupun mekanisme
(ekonomi) internasional. Struktur internasional khususnya lembaga (ekonomi) intemasional yang
bernaung dibawah PBB. Ketika hal ini terjadi, pada diperlukan sebuah sistem yang diharapkan
dapat menjawab berbagai persoalan yang akan terjadi, selain itu setiap tindakan yang dilakukan
dimana perbuatan itu keluar dari aturan yang telah disepakati, maka akan diajukan dalam bentuk
sanksi. Karena itulah maka dibutuhkan hukum ekonomi dalam aspek pemidanaan.
B. TUJUAN PENULISAN
Dari kajian yang akan dilakukan dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk :
a.  Mengetahui yang di maksud tindak pidana ekonomi dan kejahatan korporasi
b. Mengetahui dan memahami tidak pidana korporasi yang berkaitan dengan perekonomian
secara umum dan merugikan negara 
C. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai media untuk menambah wawasan bagi pembacanya. 
b. Bahan referensi aktual.c. Bahan bacaan dan pengetahuan

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tindak Pidana Ekonomi 

Tindak pidana ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai tindak pidana yang
secara yuridis diatur dalam UU Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan tindak pidana ekonomi. Tindak pidana di bidang ekonomi dapat diartikan perbuatan
pelanggaran terhadap setiap hak, kewajiban / keharusan atau larangan sebagai ketentuan –
ketentuan dari peraturan – peraturan hukum yang memuat kebijaksanaan negara di bidang
ekonomi untuk mencapai tujuan nasional

         Pengertian Tindak Pidana Ekonomi secara sempit

Menurut arti sempit tindak pidana ekonomi, ruang lingkup dari tindak pidana

ekonomi terbatas pada perbuatan – perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh pasal 1

undang - undang  undang No. 1 Tahun 1961 yang dapat terbagi atas 3 macam

1.      Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 1e


Undang – undang yang mengatur beberapa sektor di bidang ekonomi sebagai sumber hukum

pidana ekonomi, menyatakan ketentuan pidana

a)      pelanggaran di bidang devisa

b)      pelanggaran terhadap prosedur impor, ekspor

c)      pelanggaran izin usahapelanggaran pelayaran nahkoda

d)     pelanggaran ketentuan ekspor kapuk,

e)      pelanggaran ketentuan ekspor minyak,

f)       pelanggaran ketentuan ekspor ubi – ubian

2.       tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 2 e.

Ditetapkan beberapa perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana sebagai tindak

pidana ekonomi: 

a.       pasal 26, dengan sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut berdasarkan suatu

ketentuan dalam undang – undang

b.      pasal 32, dengan sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan :

1)      suatu hukuman tambahan sebagai tercantum dalam pasal 7 sub s, b, dan c

2)      suatu tindakan tata tertib sebagai tercantum dalam pasal 8

3)      suatu peraturan termaksud dalam pasal 10

4)      suatu tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan / t indakan tata tertib

sementara seperti tersebut diatas.

c.       pasal 33, dengan sengaja baik sendiri maupun perantara orang lain menarik bagian – bagian

kekayaan untuk dihindarkan dari :

 Tagihan – tagihan
         pelaksanaan suatu hukuman atau tindakan tata tertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan

undang – undang

         tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 3e

3.      Pelanggaran sesuatu ketentuan :

a)      Dalam undang – undang lain

b)      Berdasarkan undang – undang lain.

Perbuatan – perbuatan yang diuraikan sebagai perbuatan tindak pidana dalam arti sempit

penentuannya tergantung dalam arah politik pemerintah. Hal itu berarti bisa berubah – ubah

sesuai dengan perkembangan yang terjadi secara nasional, regional dan internasional sehingga

wajar apabila peraturan – peraturan di bidang ekonomi sering berubah – ubah dan sulit untuk

mengindenfikasikan peraturan – peraturan mana yang masih berlaku atau peraturan mana yang

sudah tidak berlaku.

         Pengertian Tindak Pidana Ekonomi secara luas

Tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan

- ketentuan dari peraturan - perbuatan di bidang ekonomi. pelanggaran diancam dgn hukuman

yang tidak termuat dalam undang - undang darurat No. 7 Tahun 1955[4]. Dalam arti luas, TPE

didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU darurat no 7 tahun 1955 yang bercorak atau

bermotif ekonomi atau yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan

keuangan negara yang sehat.

B.     UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA EKONOMI

a.       Unsur-Unsur tindak pidana ekonomi tidak bebeda dengan unsur-unsur tindak pidana pada

umumnya yakni.

         Unsur subyektif, yang terdiri dari sengaja atau culpa.


         Unsur obyektif, yang terdiri dari perbuatan manusia, akibat perbuatan,melawan hukum, dan

keadaan-keadaan.

b.       Berdasarkan unsur subyektif, tindak pidana ekonomi dibedakan yakni.

         Jika dilakukan dengan sengaja, maka tindak pidana ekonomi tersebutdinyatakan sebagai

kejahatan.

         Jika dilakukan dengan tidak sengaja, maka tindak pidana ekonomitersebut termasuk

pelanggaran.

c.       Membantu dan percobaa.Berdasakan pasal 4 undang- undang nomor 7/Drt/1955,

membantudan percobaan melakkan tindak pidana ekonomi dapat dihukum sedang haltersebut

pada tindak pidana umum tidak dapat dihukum.

d.      Wilayah tindak pidana ekonomi.Tindak pidana ekonomi yang dilakukan di Indonesia

ataudilakukan di luar negeri, di belakukan undang- undang nomor 7/Drt/1955. Penjelasan resmi

pasal 3 dimuat pada penjelasan resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan umum sebagai berikut:

Sebagai perluasan pasal 2 kitab “undang-undang hukum pidana maka perbuatan ikut serta yang

dilakukan diluar negeri dapat dihukum pidana juga.”

C.     TIPE-TIPE TINDAK PIDANA EKONOMI

Berbicara mengenai tipe tindak pidana di bidang ekonorni sama sulitnya dengan

membicarakan masalah definisi tentang tindak pidana di bidang ekonomi. Sebagaimana telah

diuraikan dimuka, penulis telah mengemukakan perbedaan antara tindak pidana ekonomi dan

tindak pidana di bidang ekonomi; sehingga sebagai konsekwensi logis dan perbedaan tersebut

lahirlah tipe-tipe tindak pidana tertentu yang berkaitan dengan ekonomi (dalam arti luas).
Menunut Ensiklopedi, Crime and Justice (1983) dibedakan tiga tipe tindak pidana di bidang

ekonomi (economic crime), yaitu: property crimes; regulatory crimes, dan tax crimes.

Property crimes sebagai salah satu tipe tindak pidana di bidang ekonomi memiliki

pengertian lebih luas dan pada sekedar hanya tindak pidana pencurian vide pasal 362

KUHP. Property crimes ini meliputi objek yang dikuasai individu (peroragan) dan juga yang

dikuasai oleh negara. Perluasan ini telah dianut di dalam Model Penal Code [MPCJ (pasal 233)

Amerika Serikat sebagaimana disarankan oleh the American Law Institute, yang disebut,

‘integraed theft offense’. Integrated theft offense ini kemudian diperkuat oeh pasal 224 MPC

sehingga meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut:

1.       Tindakan pemalsuan (untuk segala objek) [forgery];

2.       Tindakan penipuan yang merusak (the fraudulent destruction);

3.       Tindakan memindahkan atau menyembunyikan instrument yang tercatat atau dokumentasi

(removal or concealment of recordable instwment)

4.       Tindakan mengeluarkan cek kcsong (passing bad checks);

5.       Menggunakan kartu kredit (credit card) yang diperoleh dari pencuran dan kartu kredit yang

ditangguhkan;

6.       Praktik usaha curang (deceptive business practices);

7.       Tindakan penyuapan dalam kegiatan usaha (comensial bribery);

8.       Tindakan perolehan atau pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur atau curang (the rigging of

contest);

9.       Tindakan penipuan terhadap kreditur beritikad baik;

10.   Pernyataan bangkrut dengan tujuan penipuan;

11.   Perolehan deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit;


12.   Penyalahgunaan dari asset yang dikuasakan;

13.   Melindungi dokumen dengan cara curang dan tindakan penyitaan.

Regulatory crimes adalah setiap tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap

peraturan pemerintah yang berkaitan clengan usaha di bidang perdagangan atau pelanggaran atas

ketentuan-ketentuan mengenai standarisasi dalam dunia usaha. Termasuk kedalam regulatory

crimes ini pelanggaran atas larangan perdagangan marjuana ilegal atau penyelenggaraan

pelacuran atau peraturan tentarig lisensi; pemalsuan kewajiban pembuatan laporan dan aktivitas

usaha di bidang perdagangan, dan melanggar ketentuan upah buruh dan larangan monopoli di

dalam dunia usaha senta kegiatan usaha berlatar belakang politik.

Tax crimes adalah tindakan yang melanggar ketentuan mengenai pertanggungjawaban di

bidang pajak dan persyaratan yang telah di atur di dalam undang-undang pajak. Selain ketiga tipe

tindak pidana di bidang ekonomi atau economic crimes sebagaimana telah diberlakukan di dalam

sistem hukum pidana di Amerika Serikat khususnya di dalam model penal code.

D.    SUBJEK & SANKSI (ANCAMAN HUKUMAN) TINDAK PIDANA EKONOMI

  Subyek tindak pidana ekonomi.

a.      Orang/manusia(person).Berdasarkan pasal 3 undang- undang nomor 7/Drt/1955 yang antara

lain berbunyi sebagai berikut :

“Barang siapa turut serta melakukan undang-undang nomor 7/Drt/1955. . . . . . . “

b.        Badan hukum (a legal person).Berdasarkan pasal 15 ayat (1) yang berbunyi antara lain sebagi

berikut :

“Jika . . . . . “

  Sanksi (ancaman hukuman) tindak pidana ekonomi.


a.      Hukuman Pokok “hukuman pokok sama dengan hukuman pokok yang disebut dalam KUHP

(ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum pokok itu adalah lebih berat”.

Bunyi hukuman pokok ini terdapat dalam pasal 6 UUno 7/Drt/1955, hukuman pokok ini terus

mengalami perubahan sesuaidengan perkembangan zaman perubahan ini antara lain adalah pada 

a). berdasarkan pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribudiubah menjadi satu juta dan

pada 

b).  berdasarkan UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30

kali (30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi : hukumanmati atau

20 tahun penjara

Dalam hal ini penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: “menurut UU darurat

nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara hukuman badan ataudenda

atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut peraturan pemerintah pengganti UU ini

hakim harus menjatuhkan kedua-dua sanksitersebut. 

b.      Hukuman Tambahan yang dimuat dalam pasal 7 UU 7/DRT/1955, yaitu :Pencabutan hak-hak

tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undangHukum Pidana untuk waktu sekurang-kurangnya

enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal

dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun;

·        Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si-terhukum, di manatindak-pidana ekonomi

dilakukan, untuk waktu selama-lamanya satutahun.

·        Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak  berwujud, dengan mana atau

mengenai mana tindak-pidana ekonomiitu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian

diperolehnvadengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga lawan barang- barang itu yang
menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau harga lawan itu

kepunyaan si terhukum atau bukan.

·        Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk

perusahaan si terhukum, di mana tindak- pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan

barang-barangitu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barangatau harga

lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan, akan tetapihanya sekadar barang-barang itu sejenis

dan, mengenai tindak-pidananya, bersangkutan dengan barang-barang yang dapat

dirampasmenurut ketentuan tersebut sub c di atas.

·        Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian

keuntungan tertentu, yang telah atau dapatdiberikan kepada si terhukum oleh Pemerintah

berhubung dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun.

E.     Pengertian Kejahatan Korporasi

Kejahatan korporasi(corporate crime) merupakan salah satu wacana yangtimbul dengan semakin


majunya kegiatan perekenomian dan
teknologi. Corporatecrime bukanlah barang baru, melainkan barang lama yang senantiasa bergan
ti kemasan. Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa perkembangan zaman sertakemajuan
peradaban dan teknologi turut disertai dengan perkembangan tindak kejahatan
berserta kompleksitasnya. Mengenai korporasi di kalangan para sarjana berkembang 2 pendapat.
Pendapat pertama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan korporasi adalah suatu kumpulan
dagang yang sudah berbadan hukum. Jadi dibatasi bahwa korporasi yang dapat
diperganggungjawab-kan secara pidana adalah korporasi yang sudah berbadan hukum.
Alasannya adalah bahwa dengan sudah berbadan hukum, telah jelas susunan pengurus serta
sejauh mana hak kewajiban dalam korporasi tersebut. Pendapat lain adalah yang bersifat luas, di
mana dikatakan bahwa korporasi tidak perlu harus berbadan hukum. Setiap kumpulan manusia,
baik dalam hubungan suatu usaha dagang ataupun usaha lainnya dapat dipertanggungjawabkan
secara pidana.

F.      Kejahatan Korporasi

Konsekuensi korporasi menjadi subjek hukum adalah bahwa korporasi dapat


dipertanggungjawabkan secara pidana,  oleh karenanya tentu korporasi dapat melakukan
kejahatan yang bisa dikenai perumusan pasal. Kejahatan korporasi selalu berkaitan dengan usaha
perdagangan, misalnya penyuapan, manipulasi pajak, persaingan tidak sehat, informasi
menyesatkan, penentuan harga, produk yang salah, polusi lingkungan dan lain-lain.

          Oleh karena korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana maka penentuan


pidananya dapat berupa pidana denda, suatu tindakan memulihkan keadaan seperti sebelum
adanya kerusakan oleh suatu usaha, penutupan perusahaan dan ganti kerugian. Mengenai ganti
kerugian ini adalah ganti kerugian yang berbeda dengan ganti kerugian hukum perdata tetapi
merupakan ganti kerugian sebagai salah satu bentuk pidana. Penjatuhan ganti kerugian pada
korporasi dapat berupa ganti kerugian kepada korban dan juga dapat merupakan ganti kerusakan
yang telah ditimbulkan.

G.    Korporasi Sebagai Subjek Hukum Pidana

Berdasarkan hukum yang berlaku sekarang yang dianggap subjek dalam hukum pidana adalah
manusia karena hanya manusia yang dapat dipersalahkan dalam suatu tindak pidana. Namun hal
ini tidak menutup kemungkinan suatu perkumpulan menjadi subjek tindak pidana tetapi dalam
hal ini tetap saja para pengurusnya atau para pemimpin perkumpulan itu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana. Sedangkan badan hukumnya atau perkumpulannya tidak
dikenakan pidana, berbeda dengan negara seperti Belanda, Amerika Serikat, Malaysia dan
Singapura perkumpulan atau korporasinya pun dapat dipertanggungjawabkan secara pidana
karena menurut perundang-undangan mereka korporasi menjadi subjek hukum
pidana. Sesungguhnya mengenai korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana telah
diperkenalkan oleh Undang Undang No. 7/DRT/ 1955 tentang Hukum Pidana Ekonomi,
kalaupun belum ada putusan pengadilan mengenai pidana tentang korporasi sebagai badan
hukum. Dalam perkembangannya di Indonesia korporasi-korporasi sebagai subjek hukum pun
dapat dilihat dalam Undang Undang Pengolahan Lingkungan Hidup. Kebutuhan akan pentingnya
korporasi menjadi subjek hukum pidana kiran terasa akibat dari pergaulan internasional
khususnya dalam bisnis dimana negara-negara lain pun telah memasukkan korporasi secara tegas
sejak lama misalnya di Inggris sejak tahun 1872.

H.    Sebab-sebab Adanya Kejahatan Korporasi

Keinginan korporasi untuk terus meningkatkan keuntungan yang diperolehnya

mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran hukum. Korporasi, sebagai suatu badan hukum,

memiliki kekuasaan yang besar dalam menjalankan aktivitasnya sehingga sering melakukan

aktivitas yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahkan selalu merugikan

berbagai pihak. Walaupun demikian, banyak korporasi yang lolos dari kejaran hokum sehingga

tindakan kejahatan korporasi semakin meluas dan tidak dapat dikendalikan. Dengan mudahnya
korporasi menghilangkan bukti-bukti atas segala kejahatannya terhadap masyarakat. Sementara

itu, tuntutan hukum terhadap perilaku buruk korporasi tersebut selalu terabaikan karena tidak ada

ketegasan dalam menghadapi masalah ini. 

Pemerintah dan aparat hukum harus mengambil tindakan yang tegas mengenai kejahatan

korporasi karena baik disengaja maupun tidak, kejahatan korporasi selalu memberikan dampak

yang luas bagi masyarakat dan lingkungan, bahkan dapat mengacaukan perekonomian

negara. Jika hukuman dan sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi tidak memiliki keberartian,

perilaku buruk korporasi dengan melakukan aktivitas yang illegal tidak akan berubah. Korporasi

diharapkan tidak lagi melarikan diri dari tanggung jawabnya, dalam hal ini tanggung jawab

pidana. Terutama, korporasi akan dibebani oleh lebih banyak tanggung jawab moral dan sosial

untuk memperhatikan keadaan dan keamanan lingkungan kerjanya, termasuk penduduk, budaya,

dan lingkungan hidup. Menurut Gobert dan Punch, hal paling utama untuk mencegah terjadinya

kejahatan korporasi adalah dengan adanya pengendalian diri dan tanggung jawab sosial dan

moral terhadap lingkungan dan masyarakat di mana tanggung jawab tersebut berasal dari

korporasi itu sendiri maupun individu-individu di dalamnya.

Kejahatan korporasi yang lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah putih (white-collar

crime), biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang bergerak dalam

bidang bisnis dengan berbagai tindakan yang melanggar hukum pidana. Berdasarkan

pengalaman dari beberapa negara maju dapat dikemukakan bahwa identifikasi kejahatan-

kejahatan korporasi dapat mencakup tindak pidana seperti pelanggaran undang-undang anti

monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai, pelanggaran ketentuan

harga, produksi barang yang membahayakan kesehatan, korupsi, penyuapan, pelanggaran

administrasi, perburuhan, dan pencemaran lingkungan hidup.


Kejahatan korporasi tidak hanya dilakukan oleh satu korporasi saja, tetapi dapat dilakukan

oelh dua atau lebih korporasi secara bersama-sama. Apabila perbuatan yang dilakukan korporasi,

dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana yang merumuskan

korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka korporasi tersebut jelas dapat dipidana. Bercermin

dari bentuk-bentuk tindak pidana di bidang ekonomi yang dilakukan oleh korporasi dalam

menjalankan aktivitas bisnis, jika dikaitkan dengan proses pembangunan, maka kita dihadapkan

kepada suatu konsekuensi meningkatnya tindak pidana korporasi yang mengancam dan

membahayakan berbagai segi kehidupan di masyarakat. Korporasi, sebagai subjek tindak pidana,

dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindakan pidana, jika tindakan pidana tersebut

dilakukan oleh atau untuk korporasi maka hukuman dan sanksi dapat dijatuhkan kepada

korporasi dan atau individu di dalamnya. Namun demikian perlu diadakan indentifikasi pada

individu korporasi misalnya pada direktur, manajer dan karyawan agar tidak terjadi kesalahan

dalam penjatuhan hukuman secara individual. Tidak bekerjanya hukum dengan efektif untuk

menjerat kejahatan korporasi, selain karena keberadaan suatu korporasi dianggap penting dalam

menunjang pertumbuhan atau stabilitas perekonomian nasional, sering kali juga disebabkan oleh

perbedaan pandangan dalam melihat kejahatan yang dilakukan oleh korporasi.

Kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih dianggap merupakan kesalahan yang hanya

bersifat administratif daripada suatu kejahatan yang serius. Sebagian besar masyarakat belum

dapat memandang kejahatan korporasi sebagai kejahatan yang nyata walaupun akibat dari

kejahatan korporasi lebih merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat dibandingkan

dengan kejahatan jalanan. Akibat dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih

membahayakan dibandingkan dengan kejaharan yang diperbuat seseorang. Dasar kesalahan

perusahaan yang dapat diindikasikan sebagai kejahatan korporasi, terlihat dalam kelalaian,
keserampangan, kelicikan, dan kesengajaan atas segala tindakan korporasi. Setiap suatu

korporasi dimintai pertangungjawabannya oleh aparat penegak hukum, selalu ada berbagai

tekanan baik dari korporasi maupun pemerintah yang akhirnya menghilangkan tuntutan hukum

korporasi. Aparat penegak hukum seringkali gagal dalam mengambil tindakan tegas terhadap

berbagai kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena

dampak kejahatan yang ditimbulkan oleh korporasi sangat besar. Korbannya bisa berjumlah

puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang. Contohnya, terbaliknya kapal the Herald of Free

Enterprise yang memakan korban ratusan orang. Selain itu korporasi, dengan kekuatan finansial

serta para ahli yang dimiliki, dapat menghilangkan bukti-bukti kejahatan yang dilakukan.

Bahkan, dengan dana yang dimiliki, korporasi dapat pula mempengaruhi opini serta wacana di

masyarakat, sehingga seolah-olah mereka tidak melakukan suatu kejahatan. Salah satu penyebab

utama gagalnya penuntutan dalam suatu perkara yang terdakwanya korporasi adalah karena

korporasi tersebut tidak memiliki direktur yang bertanggung jawab atas keselamatan dan tidak

memiliki kebijakan yang jelas yang mengatur mengenai keselamatan. Kurangnya koordinasi

structural dalam sebuah organisasi dianggap sebagai penyebab terjadinya kejahatan korporasi.

Misalnya pada kasus terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise. Penyebab nyata

terbaliknya kapal yang menyebabkan kematian sekitar 200 nyawa ini adalah lemahnya

koordinasi di antara para pekerja sebagai akibat tidak adanya kebijakan-kebijakan tentang

keselamatan. Laporan mengenai investigasi terbaliknya kapal tersebut menyatakan bahwa tidak

ada keraguan kesalahan sebenarnya terletak pada korporasi itu sendiri karena tidak memiliki

kebijakankebijakan mengenai keselamatan dan gagal untuk memberikan petunjuk keselamatan

yang jelas. Kasus ini terutama disebabkan oleh kecerobohan.Hukuman atas segala kejahatan

korporasi adalah sebuah persoalan politis. Yang terjadi dalam peristiwa politis adalah tawar-
menawar yang mencari keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara. Dalam hitungan

hak dan kewajiban, korporasi dibolehkan menikmati hak-hak yang sangat luas dan menciutkan

kewajiban-kewajiban mereka. Kerugian akibat kejahatan korporasi sering sulit dihitung karena

akibat yang ditimbulkannya berlipat-lipat, sementara hukuman atau denda pengadilan acap kali

tidak mencerminkan tingkat kejahatan mereka Perusahaan memiliki kekuatan untuk menentukan

kebijakan melalui direktur dan para eksekutif dan perusahaan seharusnya bertanggung jawab atas

akibat dari kebijakan mereka. Namun perusahaan – tidak seperti manusia – tidak dibebani oleh

berbagai emosi dan perasaan sehingga dengan mudahnya dapat menutupi perilaku buruknya.

Terdapat dua model kejahatan korporasi; pertama, kejahatan yang dilakukan oleh orang yang

bekerja atau yang berhubungan dengan suatu perusahaan yang dipersalahkan; dan kedua,

perusahaan sendiri yang melakukan tindakan kejahatan melalui karyawan-

karyawannya. Kejahatan yang terjadi dalam konteks bisnis dilatar belakangi oleh berbagai sebab.

Human error yang dipadukan dengan kebijakan yang sesat dan kekeliruan dalam pengambilan

keputusan merangsang terjadinya tindakan pelanggaran hukum. Pada pendekatan di Amerika

mengenai vicarious liability menyatakan bahwa bila seorang pegawai korporasi atau agen yang

berhubungan dengan korporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud

untuk menguntungkan korporasi dengan melakukan suatu kejahatan, tanggung jawab pidananya

dapat dibebankan kepada perusahaan. Tidak peduli apakah perusahaan secara nyata memperoleh

keuntungan atau tidak atau apakah perusahaan telah melarang aktivitas tersebut atau tidak.

Sedangkan di Inggris, various liability terbatas pada tanggung jawab perusahaan terhadap

kejahatan korporasi yang dilakukan oleh seorang yang memiliki kekuasaan yang tinggi

(identification).
Teori ini menyatakan bahwa korporasi tidak dapat melakukan sesuatu kecuali melalui

seorang yang dapat mewakilinya. Bila seorang yang cukup berkuasa dalam struktur korporasi,

atau dapat mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan, maka perbuatan dan niat orang itu

dapat dihubungkan dengan korporasi. Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban secara

langsung. Namun, suatu korporasi tidak dapat disalahkan atas suatu kejahatan yang dilakukan

oleh seorang yang berada di level yang rendah dalam hirarki korporasi tersebut. Komisi Hukum

Inggris telah mengusulkan bahwa terdapat satu kejahatan baru, yaitu pembunuhan oleh korporasi

“corporate killing”. Kejahatan ini merupakan suatu species terpisah dari manslaugter yang hanya

dapat dilakukan oleh korporasi. Dalam hal ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan

penegasan tentang kesalahan korporasi, seperti pembuktian dari niat atau kesembronoan, dapat

diatasi dengan membuat definisi khusus yang hanya dapat diterapkan kepada korporasi.

Pada era globalisasi ini, perkembangan perusahaan multinasional sangat pesat, bahkan

perusahaan tersebut mampu menempatkan diri pada posisi yang sangat strategis untuk

memperoleh perlindungan hukum sehingga peradilan dalam negeri sulit untuk mengajukan

tuntutan terhadap tindakan mereka yang merugikan. Agar kelemahan perangkat hukum tidak

terulang lagi, perlu dibuat aturan pertanggung jawaban korporasi yang komprehensif dan

mencakup semua kejahatan. Namun, pada pengadilan atas tindakan kriminalirtas korporasi,

keputusan mengenai hukuman dan sanksi, selalu menjadi hal terakhir untuk diputuskan. Setiap

tuntuan yang terjadi atas kejahatan korporasi selalu dipersulit sehingga sering tidak dapat

direalisasikan. Dengan demikian dapat terlihat bahwa hukum pun masih tidak dapat diandalkan

untuk menindak lanjuti masalah kejahatan korporasi. Suatu tindakan kejahatan, terjadi karena

korporasi tersebut mendapatkan keuntungan dari tindakan kejahatan yang dilakukannya. Oleh

karena itu, agar dapat menghapuskan tindakan kejahatan korporasi, dapat dilakukan dengan
mengambil keuntungan yang diperolehnya atas tindakan kriminalitas tersebut. Misalnya dengan

membebankan korporasi suatu denda yang lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang

diperoleh. Jika tindakan kriminalitas tidak lagi mengutungkan korporasi, maka ia tidak akan

terlibat kembali dalam suatu tindakan kriminal. Namun dalam prakteknya, denda hukum yang

dijatuhkan kepada korporasi sekedar dihitung sebagai biaya produksi tanpa sepeserpun

mengurangi keuntungan korporasi. Walaupun mengurangi keuntungan, praktek illegal korporasi

masih dapat terus berlanjut. Dengan kata lain, denda yang dikenakan kepada korporasi hanya

mengubah tindakan kejahatan korporasi dari kesalahan terhadap masyarakat menjadi biaya

dalam kegiatan bisnis Publisitas atas keburukan korporasi juga dapat dilakukan sebagai sanksi

atas kejahatan korporasi. Namun sayangnya, hal tersebut membawa dampak yang tidak

diinginkan. Jika terjadi pemboikotan dari seluruh konsumen terhadap semua produk korporasi,

maka secara pidana, pengadilan berhasil mengadili korporasi tersebut. Tetapi jika korporasi

mengalami kerugiam yang besar, maka korporasi akan mengurangi jumlah karyawannya

sehingga akan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Beraneka ragam sanksi yang

dikenakan kepada korporasi seperti melalui denda, kompensasi dan ganti rugi, kerja sosial,

pengenaan perbaikan, publisitas keburukan, dan orientasi pengendalian, tidak dapat

menghentikan tindakan kejahatan yang dilakukan korporasi. Korporasi dapat lolos dari sanksi-

sanksi tersebut dengan mengorbankan pegawai mereka. Sebagaimana vicarious liability dan

identification, kejahatan yang dilakukan korporasi juga merupakan tanggung jawab individu-

individu di dalammnya. Demikian juga, korporasi bertanggung jawab atas kejahatan yang

dilakukan oleh individu-individunya.

Jika suatu korporasi dikenai suatu hukuman atas kejahatan, kepada siapa hukuman tersebut

akan dikenakan? Jawaban yang masuk akal adalah direktur perusahaan. Menurut ‘identification’,
tanggung jawab perusahaan sering didasarkan atas kejahatan yang dilakukan direktur atau para

eksekutifnya. Sayangnya, hal itu akan terlihat sangat tidak adil bagi direktur yang selalu

menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu diperlukan adanya

keseimbangan tanggung jawab terhadap kejahatan korporasi dari direktur, eksekutif, manajer,

dan karyawan. Setiap individu harus bertanggung jawab baik secara moral maupun hukum atas

keputusan dan tindakan mereka. Jika seseorang melakukan tindakan kejahatna melalui

perusahaan, maka tuntutan hukum seharusnya dikenakan terhadap orang tersebut, bukan

terhadap perusahaan, terutama jika tindakan kejahatan tersebut tidak memberikan keuntungan

terhadap perusahaan.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

  Ada dua istilah dalam pengertian tindak pidana dalam bidang ekonomi yaitu economic crimes,

dan istilah economic criminality. Istilah pertama menunjuk kepada kejahatan-kejahatan yang

dilakukan dalam kegiatan atau aktivitas ekonomi (dalam arti luas). Istilah kedua menunjuk

kepada kejahatan konvesional yang mencari keuntungan yang bersifat ekonomis misalnya

pencurian, perampokan, pencopetan, pemalsuan atau penipuan.

  Ada tiga karakteristik atau features of economic crime yaitu sebagai berikut:pertama, pelaku

menggunakan modus operandi yang sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi

pada umumnya; kedua, tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses
dalam bidangnya dan ketiga, tindak pidana ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara

khusus dan aparatur penegak hukum pada umumnya

  Sesungguhnya mengenai korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana telah

diperkenalkan oleh Undang Undang No. 7/DRT/ 1955 tentang Hukum Pidana Ekonomi,

kalaupun belum ada putusan pengadilan mengenai pidana tentang korporasi sebagai badan

hukum. Dalam perkembangannya di Indonesia korporasi-korporasi sebagai subjek hukum pun

dapat dilihat dalam Undang Undang Pengolahan Lingkungan Hidup

B.     Saran

Untuk mencegah terjadinya kejahatan korporasi, perlu diadakan aturan yang tegas baik berupa

collective self-regulation maupun individualized selfregulation. Namun penerapan collective

self-regulation tidak efektif karena pemerintah dan pengadilan harus terus memonitoring setiap

aktivitas korporasi, sementara korporasi berusaha untuk mengambil celah agar aktivitas

kejahatannya tidak terpantau oleh mereka.Dengan demikian, cara yang paling baik untuk

melawan kejahatan korporasi adalah dengan mencegahnya sebelum terjadi yang dapat dilakukan

dengan adanya individualized self regulation di mana setiap perusahaan bertangung jawab atas

kebijakan mereka sendiri. Tidak sulit untuk menemukan perusahaan yang mengatakan kepada

masyarakat bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial.Namun banyak perusahaan yang

menggunakan hal itu sebagai suatu cara pemasaran untuk meningkatkan image, bahkan

penjualan mereka. Selain itu, terdapat berbagai macam perlakuan perusahaan atas nama

tanggung jawab sosial yang pada prakteknya sangat bertolak belakang.

DAFTAR PUSTAKA

         http://ardynofian.wordpress.com/2012/06/03/uu-tentang-tindak-pidana-ekonomi/
·         Moch. Anwar. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990),

·         Edi Setiadi dan Rena Yulia. Hukum Pidana Ekonomi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010)

·         http://www.scribd.com/doc/170068262/TINDAK-PIDANA-EKONOMI#scribd

·         http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/11/tindak-pidana-ekonomi-arti-sempit-arti.html

·         Singgih, Kejahatan Korporasi yang Mengerikan, Pusat Studi Hukum Bisnis FakultasHukum

Universitas Pelita Harapan, Tangerang, 2005

·         Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)

·         http://www.academia.edu/6559124/KEJAHATAN_KORPORASI

Anda mungkin juga menyukai