Anda di halaman 1dari 8

A.

DEFINISI
Suatu keadaan patologis sebagai akibat dari refluks kandungan lambung
ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang melibatkan esofagus, laring,
faring dan saluran nafas ( Makmun, 2009).
Refluks gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke dalam
esofagus yang terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama setelah
makan. Refluks yang terjadi tanpa menimbulkan gejala dan perubahan
histologik mukosa esofagus, disebut refluks gastroesofagus fisiologik. Bila
refluks terjadi berulang-ulang, sehingga timbul gejala dan komplikasi, disebut
refluks gastroesofagus patologik atau penyakit refluks gastroesofagus, suatu
istilah yang meliputi refluks esofagitis dan refluks simtomatis ( Mariyana,
2001).

B. ETIOLOGI
Penyakit gastroesofageal bersifat multifaktorial. Keadaan yang harus
dijumpai agar episode refluks terjadi adalah isi lambung harus siap untuk
refluks dan mekanisme anti refluks pada sphincter gastroesophagus harus
menurun ( Goyal, 2000). Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus sphincter
gastroesophagus adalah ( Makmun, 2009) :
1. Adanya hiatus hernia
2. Panjang sphincter gastroesophagus ( makin pendek, makin rendah tonusnya)
3. Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, dll
4. Faktor hormonal ( kehamilan).
5. Makanan yang berlemak, merokok dan minuman dengan kandungan xantin
yang tinggi (teh, kopi).
Sebagia besar pasien GERD, ternyata mempunyai tonus sphincter
gastroesophagus yang normal. Pada kasus ini, yang berperan dalam terjadinya
proses refluks ini adalah transient LES relaxation, yaitu relaksasi sphincter
gastroesophagus yang bersifat spontan (Makmun, 2009).
C. EPIDEMIOLOGI
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara
Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa
menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu
keluhan klasik GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak
ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter
karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati
sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai
kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat
ke dokter. Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi
yang begitu jelas, kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan
kemungkinan non-erosive reflux disease lebih terlihat pada wanita
(Djajapranata, 2001).

D. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Faktor risiko:
Penyakit hiatus hernia, konsumsi obat-obatan seperti antikolinergik, beta
adrenergik, dll, kehamilan, obesitas, rokok, alkohol dan minum dengan
kandungan xantin yang tinggi ( Makmun, 2009).
b. Tanda dan Gejala
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri atau rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah, kadang-kadang bercampur
dengan disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Odinofagia
bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat. GERD juga
dapat menimbulkan manifestasi gejala esktra esophageal yang atipik dan
sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non cardiac, suara serak,
laringitis, dan batuk. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan
( Makmun, 2009).
2. Pemeriksaan Penunjang (Makmun, 2009) :
a. Endoskopi saluran cerna atas
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus.
Dengan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik
dari mukosa esofagus. Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas pada pasien dengan gejala
khas GERD, keadaan ini disebut non erosive reflux disease ( NERD)
b. Esofagografi dengan barium
Pemeriksaan kurang oeka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan.
c. Radiologi
Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan
dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen.
d. Pemantauan pH 24 jam
Episode refluks menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus. PH di
bawah 4 pada jarak 5 cm di atas sphincter gastroesophageal dianggap
diagnostik untuk GERD.
e. Tes Bernstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan menggunakan larutan 0, 1
M dan NaCL. Bila larutan HCL menimbulkan nyeri sepeti yang biasanya
dialami pasien, sedangkan larutan NaCL tidak menimbulkan rasa nyeri,
maka test ini dianggap positif.
f. Manometri esofagus
Tes manometri akan memberikan manfaat yang berarti jika pada pasien-
pasien dengan gejala nyeri epigstrium dan regurgitasi yang nyata
didapatkan esofagografi barium dan endoskopi yang normal.
g. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD.
PBL 1.1
A. Anamnesis
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Onset
b. Lokasi
c. Durasi
d. Kualitas
e. Kuantitas
f. Progresivitas
g. Faktor yang memperberat
h. Faktor yang memperingan
i. Keluhan penyerta
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Keluhan yang sama sebelumnya
b. Riwayat operasi, mondok di rumah sakit
c. Riwayat trauma dada dan sekitarnya
d. Riwayat alergi obat-obatan, makanan, dll
e. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
f. Riwayat penyakit degeneratif, seperti diabetes militus, hipertensi,
penyakit jantung, dll
g. Riwayat penyakit infeksi pada paru, seperti asma, tuberculosis dll
4. Riwayat penyakit keluarga
a. Anggota keluarga dengan keluhan yang sama
b. Riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga
c. Riwayat penyakit infeksi dalam keluarga
5. Riwayat sosial ekonomi
a. Pekerjaan pasien
b. Lingkungan tempat tinggal
c. Aktivitas fisik atau olahraga
d. Hobbi
e. Strees psikis
f. Pola makan sehari-hari
g. Konsumsi rokok, alkohol, kopi, dll

B. Penyebab nyeri dada


Beberapa penyebab nyeri dada ( Goldman, 2000) :
1. Kardial
a. Penyakit jantung koroner
b. Stenosis Aorta
c. Kardiomiopati hipertrofi
d. perikarditis
2. Vaskular
a. Diseksi aorta
b. Emboli paru
c. Hipertensi pulmoner
d. Ketegangan ventrikel kanan
3. Pulmoner
a. Pleuritis atau pneumonia
b. Trakeobronkitis
c. Pneumothorax
d. Tumor
e. Emfisema mediastinum atau mediastinitis
4. Gastrointestinal
a. Refluks esofagus
b. Kekakuan esofagus
c. Robekan Mallory Weiss
d. Penyakit ulkus peptikum
e. Penyakit kandung empedu
f. Pankreatitis
5. Muskuloskeletal
a. Penyakit diskus servikalis
b. Artritis bahu atau punggung
c. Kostokondirits
d. Kekakuan otot intercostalis
e. Sindroma interskalenus
f. Bursitis subakromial
6. Lainnya
a. Kelainan payudara
b. Tumor dinding dada
c. Herpes zoster

Tambahan
1. Nyeri Kardial
Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal ( Anwar, 2004).
2. Nyeri perikardial
Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi
dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya
seperti ditusuk dan timbul pada waktu menarik nafas dalam, menelan,
miring atau bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan bersandar ke
depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang
membedakannya dengan rasa nyeri angina (Anwar, 2004).
3. Nyeri Vaskular ( aorta )
Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba-
tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah
interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan
4. Nyeri gastrointestinal
Refluks esofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan
nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah, ke bagian dalam lengan
sehingga sangat menyerupai nyeri angina. Nyeri seperti terbakar yang
sering bersama–sama dengan disfagia dan regurgitasi bertambah bila
pada posisi berbaring dan berkurang dengan antasid adalah khas untuk
kelainan esofagus ( Anwar, 2004).
5. Nyeri muskuloskeletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah
aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercise.
Seperti halnya nyeri pleuritik, nyeri dada dapat bertambah waktu
bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berputar
sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian ( Anwar, 2004).
C. Esofagitis
Esofagitis adalah komplikasi refluks dan esofagitis berkembang jika
pertahanan mukosa yang normalnya mengimbangi efek perlukaan oleh obat
pada mukosa esofagus mengalahkan serangan gencar pepsin asam atau empedu
yang direflukskan. Esofagitis ringan dimanifestasikan oleh perubahan
mikroskopik infiltrasi mukosa dengan granulosit atau eosinofil, hiperplasia sel
basal, dan elongasi dermal peg. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa kelainan
endoskopi. Esofagitis erosif memperlihatkan adanya kerusakan mukosa dalam
bentuk kemerahan yang nyata, kerapuhan, perdarahan, ulkus linera
superfisialis, dan eksudat secara endoskopi (Goyal, 2000).
Esofagitis dapat terjadi akibat dari refluks apabila terjadi kontak dalam
waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus,
terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun kontak antara
bahan refluksat dengan esofagus tidka cukup lama ( Makmun, 2009).
Daftar Pustaka
Anwar T B. 2004. Nyeri Dada. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3548/1/gizi-bahri7.pdf

Goldman L. 2000. Nyeri Dada dan Palpitasi. Dalam: Isselbarcher KJ et al.


Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta: EGC

Goyal R K. 2000. Penyakit Esofagus. Dalam : Isselbacher KJ et al. Harrison


Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta: EGC

Mariana Y. 2001. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti


I. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, Leher
Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Makmun D. 2009. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam : Sudoyo AW,


Setiohadi B. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai