Anda di halaman 1dari 17

POKOK BAHASAN VI

PARADIGMA PSIKOPATOLOGI:
ANALISIS RIWAYAT KASUS
JOHN BUCKLEW

128
PENDAHULUAN
John Bucklew, Jr lahir 26 Mei 1914 di Goshen, Indiana, Amerika Serikat. Bucklew meraih
gelar Ph.D-nya pada tahun 1942 di Indiana University dan sempat bekerja di militer Amerika
Serikat selama dua tahun enam bulan, dalam ranah Psikologi Militer, dan bertugas di berbagai
negara, seperti Afrika dan Eropa. Sejak tahun 1947 hingga wafat di tahun 1974, Bucklew
mengabdikan dirinya di departemen Psikologi pada Lawrence University. Bucklew memiliki
minat pada Psikologi umum dan eksperimental, sejarah Psikologi, Psikologi Sosial, dan
Psikologi Abnormal (Psikopatologi). Kisaran risetnya ada pada ranah kepribadian dan interaksi
keluarga, perbedaan individual dalam proses belajar dan bicara, serta Psikologi perilaku
berbahasa. Hingga akhir hayatnya, Bucklew banyak mempublikasikan artikel, reviu, dan buku-
buku dalam area peminatannya. Bukunya yang hingga kini masih banyak dipergunakan dan
dicetak hingga beberapa kali (terakhir adalah cetakan tahun 2012) adalah Paradigms for
Psychopathology: a Contribution for Case History Analysis, yang isinya merupakan aplikasi teori
Psikoanalisis dalam bentuk model-model visual dalam menjelaskan berbagai kasus
psikopatologis.
Pada Bab ini, kita akan mencoba mentelaah dan memahami konsep-konsep yang diuraikan
Bucklew dalam buku tersebut. Bucklew sendiri meyakini bahwa dengan menggunakan model-
model visual, kita dapat lebih efektif mengungkap penyebab suatu gangguan mental dan suatu
perkembangan gangguan sesuai dengan riwayat kasus yang dimiliki penderita. Tidak jauh
berbeda dengan apa yang diungkapkan Freud dan Jung, mengenai analisis mimpi, ketiganya
mencoba memahami apa yang terjadi dalam masa lalu dan dunia ketidaksadaran seseorang
yang menjadi penyebab problem psikologis yang dideritanya. Harapannya, dengan memahami
penyebabnya maka terapis dapat melakukan rencana psikoterapis bagi penderita.
Sayang sekali, banyak aktivitas dan karya ilmiah yang disusunnya tidak terpublikasi secara
luas saat ini berbeda dengan pendahulunya, Freud. Namun, kita dapat memetik manfaat dari
kerja kerasnya untuk menyusun suatu metode yang praktis dalam menjelaskan penyebab dan
perkembangan kondisi psikopatologis pada individu sebagai alat bantu kita dalam menangani
suatu kasus klinis.

RELEVANSI
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa akan menguasai konsep-konsep
Analisis Riwayat Kasus Psikopatologis menurut John Bucklew, sehingga dapat
mengaplikasikannya ketika menghadapi kasus psikopatologis, sebagai upaya dalam
menjelaskan penyebab dan perkembangan gangguan yang diderita klien/pasien melalui data-

129
data riwayat kasus penderita tersebut. Selain itu, dengan memahami konsep-konsep Bucklew,
maka mahasiswa tanpa kesulitan akan mampu mengaplikasikan metode tersebut dalam
berbagai kasus psikopatologis yang ditemui dan lebih mendalam dibahas pada pokok bahasan
berikutnya.

STANDAR KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep-konsep dalam Paradigma Psikopatologi menurut
John Bucklew
2. Mahasiswa dapat membedakan berbagai konsep-konsep yang ada dalam Analisis
Riwayat Kasus menurut John Bucklew dan memberikan contoh aplikasinya dengan 80%
benar.

KOMPETENSI DASAR

1. Mahasiswa dapat menjelaskan kekhasan konsep-konsep dalam Paradigma


Psikopatologi menurut John Bucklew
2. Mahasiswa dapat menjelaskan alur model dalam Analisis Riwayat Kasus menurut John
Bucklew
3. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep Paradigma Psikopatologi dan model
Analisis Riwayat Kasus dalam contoh-contoh.

KEGIATAN BELAJAR
1. Paradigma Psikopatologi
Paradigma secara umum dijelaskan Bucklew sebagai “a very clear or typical example of
something”. Paradigma Psikopatologi sendiri adalah systematic psychology to the field of
personality functions – from an analysis of case history material (Bucklew, 1960).
Paradigma psikopatologi dalam prakteknya diperlukan dalam penanganan suatu kasus.
Model yang ditawarkan Bucklew adalah sebuah model yang berbentuk sistem yang dapat
menganalisis riwayat kasus berdasarkan datanya sendiri (Lesmana, 1999).
Bagaimana membentuk sebuah model yang sederhana, praktis dan mudah dipahami
oleh banyak pihak (paramedis, psikolog, dan psikiater) secara universal? Bucklew
mengawalinya dengan mengamati formula “Stimulus-Respon” (S-R) yang merupakan
konsepsi paling umum dalam ranah Psikologi saat itu. Tetapi, kenyataannya dalam

130
penanganan kasus psikopatologi penggunaan formula tersebut dapat menjadi terlalu
kompleks dan menjadi kurang efektif dalam analisisnya.
Beranjak dari kondisi di atas, muncul pemikiran untuk menyusun suatu “kerangka
konseptual” yang dibangun dari data kasus itu sendiri. Adapun syaratnya adalah kerangka
tersebut haruslah bersifat pasti dan mengorganisasi, tetapi memungkinkan teori-teori
khusus yang menjelaskan penyebab abnormalitas masuk dalam kerangka tersebut, dan
juga memungkinkan tercakupnya elemen individual dari abnormalitas yang hanya bisa
dipahami bila ditinjau dari riwayat kasusnya sendiri.
Menurut Bucklew, syarat tersebut dapat dipenuhi melalui pembuatan diagram. Diagram
dalam fungsinya dianggap merupakan simbolisasi dari “the higher action unit” dan
hubungan di antara bagian-bagian dalam diagram tersebut dianggap berakibat pada
pembentukan simtom dari tingkah laku abnormal (psikopatologis). Diagram dirancang
sebagai mata rantai antara anamneses dengan kerangka teori.

Selain konsep diagram dalam Paradigma Psikopatologis yang diperkenalkan Bucklew,


dia juga memilih satu teori yang dianggapnya tepat untuk menggunakan model diagram,
sekaligus meredesain gagasan-gagasan dalam teori tersebut sebagai upayanya
menjelaskan suatu gangguan mental atau perilaku abnormal yang dapat digunakan secara
universal. Teori tersebut adalah Psikoanalisis karena menurutnya, “It is impossible to deny
the fundamental character of his clinical insights into abnormal symptom formation”.
Bucklew berpendapat konsep-konsep dalam Psikoanalisis dan Neo-psikoanalisis sangat
sulit dilepaskan dari formasi kumpulan gejala abnormalitas ketika kita hendak menganalisa
penyebab dan perkembangan gejala-gejala tersebut. Namun, Bucklew juga meredesain
Psikoanalisis yang dianggapnya secara eksklusif berusaha menjelaskan variasi-variasi
kepribadian hanya melalui proses dinamis yang mendasari neurosis (intra personal conflict).
Padahal menurutnya, problem psikologis seseorang seringkali muncul karena adanya
konflik yang masih bersifat motivasional (belum tertuang dalam perilaku) dan tidak selalu
bersifat intrapersonal. Secara lebih detil, konsep-konsep Bucklew tersebut akan dirangkum
dalam (1) konsepsi psikologi umum, dan (2) postulat psikopatologi, berikut ini.

1.1. Konsepsi Psikologi Umum


Diagram yang akan disusun dalam rangka menganalisa riwayat sebuah kasus,
memiliki hubungan langsung dengan konstruk-konstruk yang merupakan bagian-bagian
dalam diagram yang terangkai menjadi suatu kesatuan. Konstruk sendiri akan
dibicarakan pada materi 3 pada Bab ini.

131
Konstruk berasal dari postulat umum yang tertentu berkaitan dengan hakekat
Psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan. Seringkali postulat mengenai S-R
dipergunakan untuk mengintepretasi data psikologis karena diyakini bahwa tingkah laku
yang unik, dilakukan organisme dalam kaitannya dengan bermacam-macam
stimulusnya (Supardi, 1982). Menurut Bucklew, Respon (R) seringkali dijelaskan secara
fisiologis, atau dikenali sebagai “fungsi”. Sedangkan Stimulus (S) diterjemahkan dalam
bahasa Ilmu Alam sebagai energi fisik yang mengenai organ sensasi, atau
diterjemahkan sebagai “makna” (sesuatu yang memiliki nilai fungsional), yang dikaitkan
dengan pengalaman dan masa lalu.
Definisi S dan R dalam postulat umum tersebut dapat memiliki manfaat yang besar
dan universal bila kita mau berusaha menghubungkan antara fakta-fakta psikologis dan
fisiologisnya. Kegunaannya menjadi besar dalam mempelajari fungsi-fungsi kepribadian
yang kompleks. Misalnya:
Gejala fobia pada bulu atau permukaan yang lembut, dapat dijelaskan
penyebabnya ketika kita mencoba memahami apa makna stimulus bulu
tersebut bagi penderita gangguan fobia spesifik (pada bulu) dan bagaimana
hubungan makna tersebut dengan responnya. Respon harus dipahami
sebagai suatu simbol atau cara yang tidak disadari penderita dalam
usahanya menyelesaikan konflik dalam dirinya.

Sedangkan konsep-konsep umum dalam Psikologi, seperti ego, ego-alien, dan


peran (role) meskipun jarang dipergunakan dalam formulasi S-R, tetapi sebenarnya
merupakan konsep-konsep yang diperlukan dalam menjelaskan terjadinya perilaku
abnormal.
Ego merupakan suatu kesatuan mendasar yang berperan sebagai penyebab
timbulnya gejala (symptom) abnormal. Ego dapat dianalisa sebagai respon terhadap
stimulus tanpa melupakan hakekatnya yang terintegrasi. Jadi ego bisa saja merespon
stimulus yang bersifat psikologis maupun fisiologis. Karena pada kenyataannya, suatu
tingkah laku abnormal dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, antara lain
hubungan dengan kesehatan fisik (sistem saraf, peredaran darah, pencernaan), juga
fakta sosial dan budaya, serta ekonomi dan politik.
Kejadian-kejadian psikologis yang membentuk suatu kepribadian merupakan
suatu rangkaian dengan kejadian-kejadian lainnya, dimana kesemuanya akan saling
mempengaruhi dan dipengaruhi. Pengaruh penyakit dan kerusakan fisik dapat
mempengaruhi tingkah laku psikologis secara langsung yang mengarah pada
abnormalitas. Sebaliknya, sifat kepribadian seperti : motif, emosi, dan sebagainya

132
dapat mempengaruhi kesehatan. Hal ini terbukti dari kasus-kasus psikosomatik (nb:
sekarang gangguan somatoform).

1.2. Postulat Psikopatologi


Postulat-postulat di bawah ini menurut Bucklew dapat dipergunakan untuk
membuat konstruk tertentu dalam menganalisa suatu riwayat kasus psikopatologis:
a. Psikologi mempelajari tingkah laku manusia yang dapat dianalisa dalam pengertian
S-R. Tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku yang diperoleh individu
tersebut selama kehidupannya sebagai akibat dari pengalaman. Suatu stimulus
mempunyai arti fungsional bagi individu dan responnya menunjukkan fungsi
adaptasi terhadap situasi stimulusnya, karena stimulus bermacam-macam.
b. Postulat Reductionisticmenyatakan bahwa tingkah laku dapat dipahami dan
diterangkan secara ilmiah. Postulat ini memiliki pemahaman akan Psikologi yang
dinamis. Sehingga gejala-gejala abnormal dapat dipahami berdasarkan konsep-
konsep Psikologi pada umumnya, seperti: konflik motivasional, represi, regresi.
c. Anamnesa merupakan dokumen dasar dari Psikopatologi dan isinya tidak dapat
dipisahkan dari ilmu pengetahuan Biologis, sehingga kita dapat mencapai prediksi
yang ilmiah mengenai perkembangan kepribadian seseorang dan tingkah lakunya.
d. Kepribadian sendiri merupakan hasil dari sejarah perkembangan tingkah lakunya
yang panjang. Biografi reaksional merupakan penjumlahan total dari
perkembangan tingkah laku individu. Jadi, kepribadian adalah sebagian dari riwayat
hidup reaksional pada suatu waktu tertentu.
e. Kepribadian adalah unit tingkah laku yang berada dalam berbagai taraf yang
kompleks. Namun, unit dasarnya adalah Stimulus dan Respon. Sebagian besar dari
tingkah laku pada bayi diperoleh melalui proses belajar membuat diferensiasi
respon terhadap berbagai stimulus. Kemudian tingkah laku seorang anak menjadi
terorganisir dan terintegrasi sehingga berbentuk sebuah sistem yang kompleks.
Motif seseorang merupakan hal yang lebih rumit dari sekedar formula S-R. Motif
adalah bagian dari tingkah laku yang tersusun atas beberapa elemen, yaitu:
keterampilan, pengetahuan, respon yang ditunda, perasaan, emosi dan sikap-sikap
yang khusus.
f. Tingkah-laku berhubungan secara timbal balik dengan bermacam-macam kejadian.
Kegiatan psikologis dapat mempengaruhi keadaan fisiologis dan sebaliknya.
Postulat ini membantu kita untuk menyusun dinamika psikologis seseorang agar

133
tidak terlepas dari fakta-fakta lainnya dalam memahami tingkah laku abnormal yang
dialaminya.

2. Analisis Riwayat Kasus sebagai Dokumen


Dalam anamneses perlu dicatat fakta-fakta tentang individu dan lingkungannya. Dalam
menanyakan fakta-fakta tersebut kita harus memiliki konsep teoritik terlebih dahulu.
Contohnya:

Konsep Teoritik Hal-hal yang diperhatikan

Psikoanalisa Masa kanak-kanak


Masa kritis dalam perkembangan
Kejadian traumatik
Penyakit dan kelemahan fisiologis
Relasi dengan orangtua dan sibling
Mekanisme pertahanan

Anamnese merupakan pengganti kejadian yang dialami individu dari dulu hingga saat
ini, yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Agar lebih mudah dalam menyaring data maka
diperlukan Protokol, yaitu daftar pertanyaan yang berbentuk pointer. Untuk menyusun
anamnese diperlukan:
a. Pencatatan data yang detail dan beralasan, namun tidak diperbolehkan
mengembangkan jawaban klien dan diungkapkan dengan konotasi yang tidak memiliki
arti ganda. Misal: cerdas  pandai? Banyak akal?  bukti skor IQ atau contoh peristiwa
b. Konsep teoritik yang cukup eksplisit.

Kelemahan protokol. Protokol memiliki beberapa kelemahan yang perlu diantasipasi


sebelum menjalankannya, yaitu:
 Membatasi dalam perolehan data yang tidak ada dalam protokol (spontanitas yang
terhambat).
 Memerlukan keterampilan lain, yaitu teknik interview dan probing, serta teknik
obervasi yang tepat.

134
 Memerlukan ketepatan dan kecepatan mencatat data, yaitu dengan menuliskan inti
masalahnya.
 Dalam penulisannya kembali memerlukan kemampuan mengingat dan menyusun
data tersebut.
 Memerlukan konfirmasi/ triangulasi dari pihak-pihak yang memahami klien untuk
memperpeka data.
 Anamnese yang bebas dan teori yang bersifat dogmatis, harus dapat saling
melengkapi.

Isi Protokol. Protokol yang lengkap akan memudahkan kita dalam melakukan analisis
riwayat kasus. Sebaiknya protokol mencakup: (1) keluhan, alasan kedatangan klien,
masalah; (2) kondisi kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah; (3) usia dan
riwayat kelahiran, (4) riwayat perkawinan/ pendidikan/ pekerjaan; (5) kondisi fisik; (6)
identitas dan riwayat interaksi dalam keluarga; (5) kondisi terakhir klien; (6) lingkungan
sosial, budaya, keagamaan dan kemasyarakatan klien. Protokol juga dapat dilengkapi
dengan pengetesan (misal: tes IQ, tes kepribadian).

Analisa Ilmiah dari Riwayat Kasus dan Penulisannya. Penyusunan hasil anamnese
dengan panduan protokol akan membangun suatu riwayat kasus klien. Riwayat kasus
melewati beberapa tahap analisa ilmiah, yaitu:
a. pengolahan fakta yang sebenarnya mengenai kehidupan klien
b. merekam memori klien akan fakta-fakta tertentu dan kondisi masa lampaunya
c. melihat hubungan dari berbagai fakta tersebut sehingga dapat tersusun secara
sistematis, dalam hal ini data tidak lepas, tetapi satu kejadian memiliki dinamika dan
interaksi dengan kejadian yang lain.
Misal:
“dipukul”  data tanpa makna
dipukul oleh ibunya karena nakal, lalu klien menangis dan mengingat hal itu terus
menerus  data: ada stimulus, ada respon, ada usaha mengatasi masalah.
d. penyusunannya mengikuti kaidah keteraturan dan berstruktur
e. menggunakan kerangkan teoritis (paradigm) tertentu yang telah baku
f. paradigm tentang psikopatalogi tersebut diungkapkan dalam kata-kata dan melalui
evaluasi tim

135
3. Konstruk dan Elemen Diagram
Konstruk adalah ide-ide yang dibentuk dalam pikiran seseorang dengan
mengembangkan bagian-bagian dari informasi yang ada. Konstruk berbentuk suatu konsep.
Menurut Bucklew, konstruk bergerak dalam kontinum dari yang paling sederhana hingga
yang paling rumit.
3.1. Konflik Motivasional
Konflik motivasional biasanya muncul jika ada pertentangan antara gerakan/
kecenderungan dari elemen-elemen fisiologis yang muncul pada saat bersamaan.
Konflik terdiri dari pertentangan antara kecenderungan elemen-elemen fisiologis dari
respon, baik yang melibatkan lokomosi aktual maupun tidak. Konflik ini dapat bersifat
disposisi yang bertentangan, meskipun secara aktual tidak ada pergerakan/ tingkah laku
nyata yang ditampilkan klien. Contohnya:
o ingin bicara tapi takut
o benci tapi rindu pada objek yg sama
o membayangkan sesuatu yang erotis tapi takut dosa
Asumsinya adalah dua interaksi psikologis tidak dapat terjadi secara simultan bila
implikasi penyesuaian fisiologis yang terkandung di dalamnya bersifat kontradiktif.

Anticipatory conflict. Konflik antisipasi adalah upaya individu menghindari munculnya


kembali konflik-konflik yang pernah dialami sebelumnya dengan cara-cara yang
defensif, sehingga efeknya sama dengan seakan-akan situasi konflik tersebut secara
aktual terjadi.

Emotional conflict. Konflik yang memiliki komponen emosional yang letaknya di


permukaan. Dinamikanya sama dengan konflik motivasional yang lain. Misalnya:
masalah memaafkan, masalah selingkuh, masalah dendam.

Macam-macam Konflik. (a) konflik intrapersonal, merupakan konflik yang terjadi di


dalam struktur kepribadiannya sendiri. Contohnya: A benci pada B, gadis kembang desa
kampung sebelah yang belum dikenalnya tapi terkesan belagu, tapi sebenarnya A
memendam cinta padanya (dalam kondisi konflik intrapersonal bisa jadi objek motif-nya
tidak tahu).(b) konflik interpersonal/ eksternal, merupakan konflik yang terjadi dengan
situasi/ keadaan/ motif dari luar dirinya, biasanya terkait dengan legal action (mencuri,
drug abuse, membunuh atau melukai orang lain).

136
3.2. Kecemasan (anxiety)
Kecemasan merupakan turunan (derivat) dari konflik. Konflik yang berupa
pertentangan motif tersebut tidak dipahami atau tak disadari oleh individu tersebut
karena direpres, sehingga memunculkan kecemasan. Pada tingkat fisiologis, keadaan
cemas merupakan proses fisiologis yang tidak teratur yang dikuasai oleh fungsi sistem
saraf otonom, misalnya: keringat berlebihan, detak jantung tak beraturan, rasa mual,
tremor. Pada tingkat psikologis, kecemasan muncul berupa perasaan ketegangan, sulit
konsentrasi, perasaan yang berubah dan tak menentu, atau perasaan kacau.
Kecemasan biasanya mengarahkan pada reaksi kompensatoris untuk mereduksi
kecemasan. Reaksi kompensatoris seringkali sulit dibedakan dengan reaksi primernya,
apabila terus-menerus muncul setiap waktu. Semua gangguan psikologis memiliki
unsur kecemasan di dalamnya, tapi ada yang jelas/ overt (seperti: gg.cemas, gg.panik)
dan tidak/covert (psikotik). Dalam diagram dibuat terpisah apabila menonjol sebagai
simtomatologi kasus, jika tidak hanya disimpulkan saja atau masuk dalam konflik
motivasional.

3.3. Peran (role)


Peran merupakan sebuah sistem dari motif-motif, aturan-aturan, ciri pembawaan/
sifat, sikap-sikap, dan emosi-emosi yang saling berhubungan serta memiliki penilaian
sosial di dalamnya. Psikologi Sosial menganggap peran sebagai faktor pengorganisasi
utama dalam kepribadian dan merupakan penghubung antara perkembangan individu
dengan proses sosial yang terjadi. Macam peran, yaitu:
a. Peran yang dipaksakan masyarakat (age roles), misal: peran orangtua
b. Peran yang diperoleh karena maturasi (vocational roles), misal: peran profesi
Peran memiliki karakteristik dari suatu unit kepribadian yang kompleks yang berfungsi
sebagai keseluruhan dan dapat berganti-ganti dalam unitary fashion. Peran merupakan
penghubung antara perkembangan individu dan proses-proses sosial yang ada di
sekitarnya. Peran yang dianggap penting adalah peran seksual, karena didalamnya
terdapat dua hal yang diberikan secara mutlak oleh masyarakat (1) kondisi yang harus
diterima, (2) telah diberikan sejak kelahiran seseorang.

137
3.4. Ego
Ego adalah suatu sistem dari perilaku yang bersumber dari fungsi-fungsi fisiologis,
interaksi psikologis primer, dan perlengkapan kepribadian secara umum yang
berhubungan dengan situasi sosial dan kehidupan. Ketiganya secara luas disebut
SELF. Ego berisi respon-respon tingkah-laku yang ditujukan kepada self sebagai
stimulus. Secara tidak langsung dapat dikatakan stimulus ego adalah self-perception,
self-judgement, dan pengejaran sasaran yang sejalan dengan suatu sistem nilai yang
dikembangkan individu.

Self-perception(self-awareness) adalah bagaimana individu mampu menilai


lingkungan dan perilakunya dan sejauhmana efikasi/ efeknya, serta bagaimana
kesesuaian dengan sasaran etis yang dimiliki.

Self-esteem merupakan tujuan utama dari usaha-usaha yang dilakukan individu


memenuhi kriteria nilai yang dimilikinya.

Ego tidak sama dengan kepribadian, karena ada bagian kepribadian yang terletak di
luar Ego, yaitu: tingkah laku netral (exp: pilihan makanan, liburan), dan tingkah laku
motivasional yang ada dalam konflik dengan ego, yang disebut sebagai EGO ALIEN
(penting dalam psikopatologi). Sampai seberapa jauh tugas melibatkan standar-standar
ego, dikenali sebagai EGO INVOLVEMENT.

Ego defens: cara-cara yang dipakai individu untuk menanggulangi ancaman terhadap
self-esteem-nya.

Perkembangan ego berjalan seperti bentuk perkembangan psikologis lainnya dan


strukturnya berbeda pada masing-masing individu, berdasar dimensi: ekstensivitas,
taraf integrasi, taraf emansipasi dari early parental form. Dapat terjadi perkembangan
ego sudah mulai defektif pada tahap inkorporasi dari nilai-nilai parental atau tidak
berkembang jauh dari bentuk dini, ini akan membentuk struktur ego yang sifat dasarnya
childish, tidak cocok untuk tanggung jawab dan pembuatan keputusan dari kehidupan
individu dewasa.
Secara umum pembicaraan mengenai ego, tidak lain adalah mengenai
manajemen diri. Individu dapat belajar memahami dan mengendalikan perilakunya

138
sendiri sesuai dengan sistem nilai yang dipunyainya. Perilaku natural dari fungsi ego
dimulai dari self-perception. Ego dalam menjalankan fungsinya memerlukan: data
primer (motif-motif dan reaksi), cara untuk mengumpulkan data (self-perception), dan
sistem untuk memanipulasi/ menilai data (value systems).

3.5. Represi
Biasanya seseorang tidak menyadari motif-motif atau perasaan-perasaan tertentu
yang mereka miliki atau telah lupa pada peristiwa dalam hidup mereka yang sarat
emosi. Represi adalah ketidaksadaran yang berfungsi melindungi ego seseorang dari
pengenalan / rekognisi terhadap sesuatu yang dapat merusak harga dirinya (self-
esteem). Ada beberapa orang dewasa yang kurang memiliki insight terhadap motif/
perasaan mereka. Biasanya karena tanpa pikir mengambil alih dari orangtua pada awal
kehidupan dan tidak pernah mengevaluasinya dan digunakan untuk menilai tingkah
laku orang lain. Sifat tersebut mengandung unsur ketidaksadaran, tetapi bukan represi
karena tidak berada di ketidaksadaran melalui sebuah konflik motivasional. Tetapi
kondisi tersebut potensial menjadi pencetus konflik apabila ada perubahan milieu sosial
dari individu yang memilikinya.

Proses Represi. Represi bukanlah proses yang sederhana dan bisa jadi berbeda-beda
tahapannya, namun demikian tetap memiliki pola yang sama, yaitu:
1. memiliki efek yang sama, yaitu mengurangi “a painful awareness of something
about the person’s life or personality”
2. Sifatnya tergantung dari apa yang direpresi dan konstitusi psikologis dari individu
3. Represi terdiri dari kontinum, diujung yang satu adalah “almost complete
unwareness” (= repression), diujung lainnya “complete awareness” tetapi ada
inhibisi (= supression/ inhibition), yang satu dengan yang lain tidak bisa dibuat
pembeda yang tajam.
4. Represi tidak dapat dipisahkan dari defense mechanism yang lain, kadang-kadang
tampak sebagai sesuatu rentetan defens-defens yang berhasil dan tidak berdiri
sendiri. Bila defens tersebut dihilangkan, maka represi-nya ikut hilang.

5. Represi seringkali dimasukkan sebagai salah satu defense mechanism. Bucklew


menyatakan bahwa dalam memahami psikopatologi, represi jangan disejajarkan

139
dengan defens tetapi sebagai “major factor in the causation of abnormality”
karena dari represi, muncul defens lain dan formasi simtom gangguan.

3.6. Regresi dan Fiksasi


Regresi juga dianggap sebagai “major factor in the development of many types of
abnormality”. Regresi adalan suatu kondisi (perangkat dari kepribadian) yang
merupakan bentuk awal dari konflik motivasional, dan merupakan penyesuaian yang
diaktifkan kembali dan merupakan bentuk dari bagian kompleks yang muncul saat ini
(Bucklew, 1960). Beda regresi pada obsesi-kompulsi dengan gangguan disosiatif:
pada obsesi-kompulsi : pola masa kanak-kanak yang tidak berkembang ketika sse
dewasa, sedangkan pada disosiatif : ada sebagian dari kepribadian dewasanya yang
tidak berfungsi.
Fiksasi merupakan kondisi dimana motif-motif gagal mengembangkan tahapan
semestinya di luar tahap awal kehidupan. Misal: fiksasi emosional pada ibu yang
sampai pada taraf tertentu berlanjut sampai kepada hubungan emosional dengan
lawan jenis. Regresi dapat merupakan reaktivasi dari fiksasi emosional pada tahap
awal.

3.7. Kompleks
Kompleks merupakan sebuah konflik antara ego dan ego-alien dari motif-motif
tertentu, sebagai sebuah konsekuensi, yang akhirnya mengalami beberapa tahap
represi (Bucklew, 1960). Konfiknya merupakan konflik antar konstelasi ego motif
dengan konstelasi ego alien motif (jadi bukan konflik antar motif-motif tunggal). Selalu
disertai represi, menyebabkan seseorang kurang memiliki insight mengenai keadaan
gangguanya tersebut.

Ego-alien motif = motif-motif yang ditolak dan tidak diakui, sehingga tidak mencapai
integrasi dengan keseluruhan kepribadian. Ego-alien bisa saling berkonflik sendiri, bisa
juga berkonflik dengan ego motif. Motif yang awalnya bagian dari ego-motif apabila
kemudian beroposisi dengan struktur ego, maka dimasukkan juga ke dalam ego-alien
motif. Contoh:
A tertekan karena memiliki rasa bersalah yang berlebihan (unconscious), karena
dulunya ortu sangat pengkritik kepadanya  early ego-attitude yang
diintroyeksikan  ego attitude dewasa: mampu menerima kesalahan diri bahkan
sangat toleran.

140
Maka diagramnya berisi:
self-attitude yang diintroyeksi dimasukkan ego-alien, ego motives sekarang yang
toleran terhadap kesalahan diri. Semua motif yang ditolak oleh standar nilai yang
dimiliki individu saat ini, dimasukkan ke dalam ego-alien motif.

Elemen yang selalu ada dalam kompleks adalah ego-motif dan ego-alien motif. Bila
motif atau emosi yang ada dalam kompleks mengalami fiksasi atau regresi yang kuat,
maka konflik akan tampak sebagai “a fantasy-like conflict” sehingga menghasilkan
simtom yang bersifat simbolis.

3.8. Formasi Simtom (symptom formation)


Formasi simtom merupakan awal untuk menganalisa perilaku abnormal. Konstruk
ini menunjukkan kriteria abnormalitas, tetapi merupakan akhir apabila simtom hilang
(sebagai sasaran terapi). Sebagai kriteria abnormalitas, simtom diklasifikasikan dalam
dua cara:
a. berdasar tingkat keparahan, dimana simtom dinilai secara praktis dan
sejauhmana simtom mengganggu kemampuan individu mempertahankan dirinya
sebagai anggota masyarakat yang diterima. Misalnya: menurunnya kepuasan
hidup, sulit memenuhi tuntutan hidup bekeluarga, dalam perkawinan, dll.
Kontinumnya dari simtom ringan yang ditemui pada masyarakat normal,
maladjusted personality, sampai dengan ekstrim psikosis.
b. berdasar tipe simtom, tipe-tipe simtom dibagi menjadi (1) general neurosis, (2)
psychoneurosis (termasuk histeria), (3) deviasi karakter (karakter = bagian
kepribadian yang berhubungan dengan masalah pilihan dan standar etis), misal:
kepribadian antisocial

Pembagian tipe simtom tidak berdasar Diagnostic Statistical Manual. Simtom yang
berfungsi untuk menyembunyikan sifat individu dari konflik-konfliknya dalam
mempertahankan represi, disebut dengan defense mechanism(mekanisme
pertahanan), yang umum: rasionalisasi, proyeksi, reaksi formasi, displacement,
introyeksi, dan isolasi. Sedangkan simtom yang tidak jelas bersifat defensif: depresi,
kecemasan, disorganisasi, perversi (tdk wajar), gangguan pada fungsi tubuh, hostilitas,
agresif, determinisme berlebihan, dan inadekuasi.

141
3.9. Peristiwa Kehidupan yang Spesifik (specific life events)
Psikopatologi dapat diidentifikasi menurut bagaimana mereka mengintepretasikan
pengaruh dari life events pada perkembangan abnormalitas. Bucklew tidak menyetujui
teori belajar yang terlalu sederhana, dan tidak menyetujui psikonalisa ortodoks yang
mempermasalahkan pengalaman awal bersama keluarga sebagai penyebab
abnormalitas. Keseluruhan life events harus dikenali sebagai sumber munculnya
kepribadian abnormal. Tetapi, struktur ego dalam kepribadian mampu untuk melatih
sebuah seleksi dan interpretasi bagi pengalaman hidup (Bucklew, 1960). Ada bagian
tingkah-laku motivasional yang membuat seseorang mencari pengalaman-pengalaman
tertentu dan menolak lainnya. Interpretasi mengenai apa yang terjadi kepada individu
dibuat dengan melihat struktur ego dan kompleks yang sudah ada. Ego dan kompleks
adalah unit yang berkembang secara dinamis, peristiwa-peristiwa yang terjadi akan
mempengaruhi arah dari perkembangannya.
Tiga macam peristiwa yang berpengaruh penting pada psikopatologi (dibuatkan
diagram tersendiri):

a. Precipitating Events
Disebut sebagai peristiwa pencetus munculnya gangguan karena melatarbelakangi
simtom yang bersifat akut dan muncul tiba-tiba. Faktor pencetus mungkin biasa
bagi orang lain, tetapi mempunyai pengaruh luar biasa pada individu bila kejadian
itu mengenai salah satu dari elemen konflik yang direpresi. Faktor pencetus
terutama berfungsi sebagai pelepas konflik yang membantu menentukan cara
bagaimana konflik itu akan diekspresikan.
Contoh: Pemuda E yang pernah melakukan masturbasi, tiba-tiba mengembangkan
simtom obsesi-kompulsi (mencuci tangannya berpuluh kali dalam sehari) setelah
mendengarkan khotbah pendeta mengenai masturbasi.

b. Traumatic Events
Merupakan suatu kejadian/ peristiwa yang sangat dramatis dimana hidup atau
kesehatan seseorang terancam, atau egonya sangat terganggu oleh suatu situasi
yang tidak dapat dikendalikan
Traumatic events yang tidak merupakan ancaman aktual terhadap hidup tetap
dapat mempengaruhi struktur ego, biasanya berfungsi untuk membuat defens -
defens di sekitar ego menjadi terdisintegrasi dan ego runtuh (ego-decompesation).

142
Pengaruh peristiwa traumatis harus dilihat dari latar belakang struktur kepribadian
seseorang, karena tidak semua orang mendapat akibat yang sama dari suatu
peristiwa yang sama.
Contoh: gadis diperkosa, setelah kejadian itu dia memunculkan simtom psikosis
(halusinasi dengar dan delusi)

c. Condotioning Events
Merupakan peristiwa yang menentukan “the nature of the developing complex or
the nature of the symptoms derived from it”. Merupakan “some sort of behaviour the
person perfoms which is reinforced because it gratifies some frustrated motive,
therefore tending to be repeated” (Bucklew, 1960).

Misal: prajurit yang mengalami simtom hipokondriasis ketika akan diberangkatkan


perang, ternyata memiliki riwayat suka menghindari ujian dengan tiba-tiba sakit saat
sekolah dulu.
Conditioning events bisa juga merupakan peristiwa-peristiwa yang menimbulkan
efek serupa pada seseorang, sehingga memperkuat keadaan/ emosi yang sudah
ada. Misal: gagal sekolah, gagal pacaran, lalu di PHK, ketiganya memperendah
self-esteem seseorang.

3.10. Konstruk Eksternal


Konstruk eksternal seringkali berisi konflik eksternal dan pembatasan eksternal.
Konflik eksternal terjadi bila motif-motif dari kepribadian bertentangan dengan
keinginan-keinginan dan tuntutan kelompok atau institusi dalam lingkungan, sehingga
ada konflik sosial antara individu dengan orang lain. Beda konflik eksternal antara
psikoneurosis dengan psikopat konstitusional (antisosial):

 Pada kasus psikoneurosis, disusun dalam diagram: konflik dalam kompleks


 Pada kasus antisosial, terjadi kecenderungan kepribadian berkonflik dengan
lingkungan sosial, sehingga konflik antara kompleks dengan tuntutan sosial.

143
Gambar 7.1. Elemen Konstruk dan Pembagiannya (sumber Bucklew, 1960)
6. Latihan
Bergabunglah dalam kelompok kecil (2-3 orang), lalu diskusikanlah konstruk-konstruk apa
sajakah yang muncul pada berbagai peristiwa berikut ini:

144

Anda mungkin juga menyukai