Paradigma Psikopatologi
Paradigma Psikopatologi
PARADIGMA PSIKOPATOLOGI:
ANALISIS RIWAYAT KASUS
JOHN BUCKLEW
128
PENDAHULUAN
John Bucklew, Jr lahir 26 Mei 1914 di Goshen, Indiana, Amerika Serikat. Bucklew meraih
gelar Ph.D-nya pada tahun 1942 di Indiana University dan sempat bekerja di militer Amerika
Serikat selama dua tahun enam bulan, dalam ranah Psikologi Militer, dan bertugas di berbagai
negara, seperti Afrika dan Eropa. Sejak tahun 1947 hingga wafat di tahun 1974, Bucklew
mengabdikan dirinya di departemen Psikologi pada Lawrence University. Bucklew memiliki
minat pada Psikologi umum dan eksperimental, sejarah Psikologi, Psikologi Sosial, dan
Psikologi Abnormal (Psikopatologi). Kisaran risetnya ada pada ranah kepribadian dan interaksi
keluarga, perbedaan individual dalam proses belajar dan bicara, serta Psikologi perilaku
berbahasa. Hingga akhir hayatnya, Bucklew banyak mempublikasikan artikel, reviu, dan buku-
buku dalam area peminatannya. Bukunya yang hingga kini masih banyak dipergunakan dan
dicetak hingga beberapa kali (terakhir adalah cetakan tahun 2012) adalah Paradigms for
Psychopathology: a Contribution for Case History Analysis, yang isinya merupakan aplikasi teori
Psikoanalisis dalam bentuk model-model visual dalam menjelaskan berbagai kasus
psikopatologis.
Pada Bab ini, kita akan mencoba mentelaah dan memahami konsep-konsep yang diuraikan
Bucklew dalam buku tersebut. Bucklew sendiri meyakini bahwa dengan menggunakan model-
model visual, kita dapat lebih efektif mengungkap penyebab suatu gangguan mental dan suatu
perkembangan gangguan sesuai dengan riwayat kasus yang dimiliki penderita. Tidak jauh
berbeda dengan apa yang diungkapkan Freud dan Jung, mengenai analisis mimpi, ketiganya
mencoba memahami apa yang terjadi dalam masa lalu dan dunia ketidaksadaran seseorang
yang menjadi penyebab problem psikologis yang dideritanya. Harapannya, dengan memahami
penyebabnya maka terapis dapat melakukan rencana psikoterapis bagi penderita.
Sayang sekali, banyak aktivitas dan karya ilmiah yang disusunnya tidak terpublikasi secara
luas saat ini berbeda dengan pendahulunya, Freud. Namun, kita dapat memetik manfaat dari
kerja kerasnya untuk menyusun suatu metode yang praktis dalam menjelaskan penyebab dan
perkembangan kondisi psikopatologis pada individu sebagai alat bantu kita dalam menangani
suatu kasus klinis.
RELEVANSI
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa akan menguasai konsep-konsep
Analisis Riwayat Kasus Psikopatologis menurut John Bucklew, sehingga dapat
mengaplikasikannya ketika menghadapi kasus psikopatologis, sebagai upaya dalam
menjelaskan penyebab dan perkembangan gangguan yang diderita klien/pasien melalui data-
129
data riwayat kasus penderita tersebut. Selain itu, dengan memahami konsep-konsep Bucklew,
maka mahasiswa tanpa kesulitan akan mampu mengaplikasikan metode tersebut dalam
berbagai kasus psikopatologis yang ditemui dan lebih mendalam dibahas pada pokok bahasan
berikutnya.
STANDAR KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep-konsep dalam Paradigma Psikopatologi menurut
John Bucklew
2. Mahasiswa dapat membedakan berbagai konsep-konsep yang ada dalam Analisis
Riwayat Kasus menurut John Bucklew dan memberikan contoh aplikasinya dengan 80%
benar.
KOMPETENSI DASAR
KEGIATAN BELAJAR
1. Paradigma Psikopatologi
Paradigma secara umum dijelaskan Bucklew sebagai “a very clear or typical example of
something”. Paradigma Psikopatologi sendiri adalah systematic psychology to the field of
personality functions – from an analysis of case history material (Bucklew, 1960).
Paradigma psikopatologi dalam prakteknya diperlukan dalam penanganan suatu kasus.
Model yang ditawarkan Bucklew adalah sebuah model yang berbentuk sistem yang dapat
menganalisis riwayat kasus berdasarkan datanya sendiri (Lesmana, 1999).
Bagaimana membentuk sebuah model yang sederhana, praktis dan mudah dipahami
oleh banyak pihak (paramedis, psikolog, dan psikiater) secara universal? Bucklew
mengawalinya dengan mengamati formula “Stimulus-Respon” (S-R) yang merupakan
konsepsi paling umum dalam ranah Psikologi saat itu. Tetapi, kenyataannya dalam
130
penanganan kasus psikopatologi penggunaan formula tersebut dapat menjadi terlalu
kompleks dan menjadi kurang efektif dalam analisisnya.
Beranjak dari kondisi di atas, muncul pemikiran untuk menyusun suatu “kerangka
konseptual” yang dibangun dari data kasus itu sendiri. Adapun syaratnya adalah kerangka
tersebut haruslah bersifat pasti dan mengorganisasi, tetapi memungkinkan teori-teori
khusus yang menjelaskan penyebab abnormalitas masuk dalam kerangka tersebut, dan
juga memungkinkan tercakupnya elemen individual dari abnormalitas yang hanya bisa
dipahami bila ditinjau dari riwayat kasusnya sendiri.
Menurut Bucklew, syarat tersebut dapat dipenuhi melalui pembuatan diagram. Diagram
dalam fungsinya dianggap merupakan simbolisasi dari “the higher action unit” dan
hubungan di antara bagian-bagian dalam diagram tersebut dianggap berakibat pada
pembentukan simtom dari tingkah laku abnormal (psikopatologis). Diagram dirancang
sebagai mata rantai antara anamneses dengan kerangka teori.
131
Konstruk berasal dari postulat umum yang tertentu berkaitan dengan hakekat
Psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan. Seringkali postulat mengenai S-R
dipergunakan untuk mengintepretasi data psikologis karena diyakini bahwa tingkah laku
yang unik, dilakukan organisme dalam kaitannya dengan bermacam-macam
stimulusnya (Supardi, 1982). Menurut Bucklew, Respon (R) seringkali dijelaskan secara
fisiologis, atau dikenali sebagai “fungsi”. Sedangkan Stimulus (S) diterjemahkan dalam
bahasa Ilmu Alam sebagai energi fisik yang mengenai organ sensasi, atau
diterjemahkan sebagai “makna” (sesuatu yang memiliki nilai fungsional), yang dikaitkan
dengan pengalaman dan masa lalu.
Definisi S dan R dalam postulat umum tersebut dapat memiliki manfaat yang besar
dan universal bila kita mau berusaha menghubungkan antara fakta-fakta psikologis dan
fisiologisnya. Kegunaannya menjadi besar dalam mempelajari fungsi-fungsi kepribadian
yang kompleks. Misalnya:
Gejala fobia pada bulu atau permukaan yang lembut, dapat dijelaskan
penyebabnya ketika kita mencoba memahami apa makna stimulus bulu
tersebut bagi penderita gangguan fobia spesifik (pada bulu) dan bagaimana
hubungan makna tersebut dengan responnya. Respon harus dipahami
sebagai suatu simbol atau cara yang tidak disadari penderita dalam
usahanya menyelesaikan konflik dalam dirinya.
132
dapat mempengaruhi kesehatan. Hal ini terbukti dari kasus-kasus psikosomatik (nb:
sekarang gangguan somatoform).
133
tidak terlepas dari fakta-fakta lainnya dalam memahami tingkah laku abnormal yang
dialaminya.
Anamnese merupakan pengganti kejadian yang dialami individu dari dulu hingga saat
ini, yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Agar lebih mudah dalam menyaring data maka
diperlukan Protokol, yaitu daftar pertanyaan yang berbentuk pointer. Untuk menyusun
anamnese diperlukan:
a. Pencatatan data yang detail dan beralasan, namun tidak diperbolehkan
mengembangkan jawaban klien dan diungkapkan dengan konotasi yang tidak memiliki
arti ganda. Misal: cerdas pandai? Banyak akal? bukti skor IQ atau contoh peristiwa
b. Konsep teoritik yang cukup eksplisit.
134
Memerlukan ketepatan dan kecepatan mencatat data, yaitu dengan menuliskan inti
masalahnya.
Dalam penulisannya kembali memerlukan kemampuan mengingat dan menyusun
data tersebut.
Memerlukan konfirmasi/ triangulasi dari pihak-pihak yang memahami klien untuk
memperpeka data.
Anamnese yang bebas dan teori yang bersifat dogmatis, harus dapat saling
melengkapi.
Isi Protokol. Protokol yang lengkap akan memudahkan kita dalam melakukan analisis
riwayat kasus. Sebaiknya protokol mencakup: (1) keluhan, alasan kedatangan klien,
masalah; (2) kondisi kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah; (3) usia dan
riwayat kelahiran, (4) riwayat perkawinan/ pendidikan/ pekerjaan; (5) kondisi fisik; (6)
identitas dan riwayat interaksi dalam keluarga; (5) kondisi terakhir klien; (6) lingkungan
sosial, budaya, keagamaan dan kemasyarakatan klien. Protokol juga dapat dilengkapi
dengan pengetesan (misal: tes IQ, tes kepribadian).
Analisa Ilmiah dari Riwayat Kasus dan Penulisannya. Penyusunan hasil anamnese
dengan panduan protokol akan membangun suatu riwayat kasus klien. Riwayat kasus
melewati beberapa tahap analisa ilmiah, yaitu:
a. pengolahan fakta yang sebenarnya mengenai kehidupan klien
b. merekam memori klien akan fakta-fakta tertentu dan kondisi masa lampaunya
c. melihat hubungan dari berbagai fakta tersebut sehingga dapat tersusun secara
sistematis, dalam hal ini data tidak lepas, tetapi satu kejadian memiliki dinamika dan
interaksi dengan kejadian yang lain.
Misal:
“dipukul” data tanpa makna
dipukul oleh ibunya karena nakal, lalu klien menangis dan mengingat hal itu terus
menerus data: ada stimulus, ada respon, ada usaha mengatasi masalah.
d. penyusunannya mengikuti kaidah keteraturan dan berstruktur
e. menggunakan kerangkan teoritis (paradigm) tertentu yang telah baku
f. paradigm tentang psikopatalogi tersebut diungkapkan dalam kata-kata dan melalui
evaluasi tim
135
3. Konstruk dan Elemen Diagram
Konstruk adalah ide-ide yang dibentuk dalam pikiran seseorang dengan
mengembangkan bagian-bagian dari informasi yang ada. Konstruk berbentuk suatu konsep.
Menurut Bucklew, konstruk bergerak dalam kontinum dari yang paling sederhana hingga
yang paling rumit.
3.1. Konflik Motivasional
Konflik motivasional biasanya muncul jika ada pertentangan antara gerakan/
kecenderungan dari elemen-elemen fisiologis yang muncul pada saat bersamaan.
Konflik terdiri dari pertentangan antara kecenderungan elemen-elemen fisiologis dari
respon, baik yang melibatkan lokomosi aktual maupun tidak. Konflik ini dapat bersifat
disposisi yang bertentangan, meskipun secara aktual tidak ada pergerakan/ tingkah laku
nyata yang ditampilkan klien. Contohnya:
o ingin bicara tapi takut
o benci tapi rindu pada objek yg sama
o membayangkan sesuatu yang erotis tapi takut dosa
Asumsinya adalah dua interaksi psikologis tidak dapat terjadi secara simultan bila
implikasi penyesuaian fisiologis yang terkandung di dalamnya bersifat kontradiktif.
136
3.2. Kecemasan (anxiety)
Kecemasan merupakan turunan (derivat) dari konflik. Konflik yang berupa
pertentangan motif tersebut tidak dipahami atau tak disadari oleh individu tersebut
karena direpres, sehingga memunculkan kecemasan. Pada tingkat fisiologis, keadaan
cemas merupakan proses fisiologis yang tidak teratur yang dikuasai oleh fungsi sistem
saraf otonom, misalnya: keringat berlebihan, detak jantung tak beraturan, rasa mual,
tremor. Pada tingkat psikologis, kecemasan muncul berupa perasaan ketegangan, sulit
konsentrasi, perasaan yang berubah dan tak menentu, atau perasaan kacau.
Kecemasan biasanya mengarahkan pada reaksi kompensatoris untuk mereduksi
kecemasan. Reaksi kompensatoris seringkali sulit dibedakan dengan reaksi primernya,
apabila terus-menerus muncul setiap waktu. Semua gangguan psikologis memiliki
unsur kecemasan di dalamnya, tapi ada yang jelas/ overt (seperti: gg.cemas, gg.panik)
dan tidak/covert (psikotik). Dalam diagram dibuat terpisah apabila menonjol sebagai
simtomatologi kasus, jika tidak hanya disimpulkan saja atau masuk dalam konflik
motivasional.
137
3.4. Ego
Ego adalah suatu sistem dari perilaku yang bersumber dari fungsi-fungsi fisiologis,
interaksi psikologis primer, dan perlengkapan kepribadian secara umum yang
berhubungan dengan situasi sosial dan kehidupan. Ketiganya secara luas disebut
SELF. Ego berisi respon-respon tingkah-laku yang ditujukan kepada self sebagai
stimulus. Secara tidak langsung dapat dikatakan stimulus ego adalah self-perception,
self-judgement, dan pengejaran sasaran yang sejalan dengan suatu sistem nilai yang
dikembangkan individu.
Ego tidak sama dengan kepribadian, karena ada bagian kepribadian yang terletak di
luar Ego, yaitu: tingkah laku netral (exp: pilihan makanan, liburan), dan tingkah laku
motivasional yang ada dalam konflik dengan ego, yang disebut sebagai EGO ALIEN
(penting dalam psikopatologi). Sampai seberapa jauh tugas melibatkan standar-standar
ego, dikenali sebagai EGO INVOLVEMENT.
Ego defens: cara-cara yang dipakai individu untuk menanggulangi ancaman terhadap
self-esteem-nya.
138
sendiri sesuai dengan sistem nilai yang dipunyainya. Perilaku natural dari fungsi ego
dimulai dari self-perception. Ego dalam menjalankan fungsinya memerlukan: data
primer (motif-motif dan reaksi), cara untuk mengumpulkan data (self-perception), dan
sistem untuk memanipulasi/ menilai data (value systems).
3.5. Represi
Biasanya seseorang tidak menyadari motif-motif atau perasaan-perasaan tertentu
yang mereka miliki atau telah lupa pada peristiwa dalam hidup mereka yang sarat
emosi. Represi adalah ketidaksadaran yang berfungsi melindungi ego seseorang dari
pengenalan / rekognisi terhadap sesuatu yang dapat merusak harga dirinya (self-
esteem). Ada beberapa orang dewasa yang kurang memiliki insight terhadap motif/
perasaan mereka. Biasanya karena tanpa pikir mengambil alih dari orangtua pada awal
kehidupan dan tidak pernah mengevaluasinya dan digunakan untuk menilai tingkah
laku orang lain. Sifat tersebut mengandung unsur ketidaksadaran, tetapi bukan represi
karena tidak berada di ketidaksadaran melalui sebuah konflik motivasional. Tetapi
kondisi tersebut potensial menjadi pencetus konflik apabila ada perubahan milieu sosial
dari individu yang memilikinya.
Proses Represi. Represi bukanlah proses yang sederhana dan bisa jadi berbeda-beda
tahapannya, namun demikian tetap memiliki pola yang sama, yaitu:
1. memiliki efek yang sama, yaitu mengurangi “a painful awareness of something
about the person’s life or personality”
2. Sifatnya tergantung dari apa yang direpresi dan konstitusi psikologis dari individu
3. Represi terdiri dari kontinum, diujung yang satu adalah “almost complete
unwareness” (= repression), diujung lainnya “complete awareness” tetapi ada
inhibisi (= supression/ inhibition), yang satu dengan yang lain tidak bisa dibuat
pembeda yang tajam.
4. Represi tidak dapat dipisahkan dari defense mechanism yang lain, kadang-kadang
tampak sebagai sesuatu rentetan defens-defens yang berhasil dan tidak berdiri
sendiri. Bila defens tersebut dihilangkan, maka represi-nya ikut hilang.
139
dengan defens tetapi sebagai “major factor in the causation of abnormality”
karena dari represi, muncul defens lain dan formasi simtom gangguan.
3.7. Kompleks
Kompleks merupakan sebuah konflik antara ego dan ego-alien dari motif-motif
tertentu, sebagai sebuah konsekuensi, yang akhirnya mengalami beberapa tahap
represi (Bucklew, 1960). Konfiknya merupakan konflik antar konstelasi ego motif
dengan konstelasi ego alien motif (jadi bukan konflik antar motif-motif tunggal). Selalu
disertai represi, menyebabkan seseorang kurang memiliki insight mengenai keadaan
gangguanya tersebut.
Ego-alien motif = motif-motif yang ditolak dan tidak diakui, sehingga tidak mencapai
integrasi dengan keseluruhan kepribadian. Ego-alien bisa saling berkonflik sendiri, bisa
juga berkonflik dengan ego motif. Motif yang awalnya bagian dari ego-motif apabila
kemudian beroposisi dengan struktur ego, maka dimasukkan juga ke dalam ego-alien
motif. Contoh:
A tertekan karena memiliki rasa bersalah yang berlebihan (unconscious), karena
dulunya ortu sangat pengkritik kepadanya early ego-attitude yang
diintroyeksikan ego attitude dewasa: mampu menerima kesalahan diri bahkan
sangat toleran.
140
Maka diagramnya berisi:
self-attitude yang diintroyeksi dimasukkan ego-alien, ego motives sekarang yang
toleran terhadap kesalahan diri. Semua motif yang ditolak oleh standar nilai yang
dimiliki individu saat ini, dimasukkan ke dalam ego-alien motif.
Elemen yang selalu ada dalam kompleks adalah ego-motif dan ego-alien motif. Bila
motif atau emosi yang ada dalam kompleks mengalami fiksasi atau regresi yang kuat,
maka konflik akan tampak sebagai “a fantasy-like conflict” sehingga menghasilkan
simtom yang bersifat simbolis.
Pembagian tipe simtom tidak berdasar Diagnostic Statistical Manual. Simtom yang
berfungsi untuk menyembunyikan sifat individu dari konflik-konfliknya dalam
mempertahankan represi, disebut dengan defense mechanism(mekanisme
pertahanan), yang umum: rasionalisasi, proyeksi, reaksi formasi, displacement,
introyeksi, dan isolasi. Sedangkan simtom yang tidak jelas bersifat defensif: depresi,
kecemasan, disorganisasi, perversi (tdk wajar), gangguan pada fungsi tubuh, hostilitas,
agresif, determinisme berlebihan, dan inadekuasi.
141
3.9. Peristiwa Kehidupan yang Spesifik (specific life events)
Psikopatologi dapat diidentifikasi menurut bagaimana mereka mengintepretasikan
pengaruh dari life events pada perkembangan abnormalitas. Bucklew tidak menyetujui
teori belajar yang terlalu sederhana, dan tidak menyetujui psikonalisa ortodoks yang
mempermasalahkan pengalaman awal bersama keluarga sebagai penyebab
abnormalitas. Keseluruhan life events harus dikenali sebagai sumber munculnya
kepribadian abnormal. Tetapi, struktur ego dalam kepribadian mampu untuk melatih
sebuah seleksi dan interpretasi bagi pengalaman hidup (Bucklew, 1960). Ada bagian
tingkah-laku motivasional yang membuat seseorang mencari pengalaman-pengalaman
tertentu dan menolak lainnya. Interpretasi mengenai apa yang terjadi kepada individu
dibuat dengan melihat struktur ego dan kompleks yang sudah ada. Ego dan kompleks
adalah unit yang berkembang secara dinamis, peristiwa-peristiwa yang terjadi akan
mempengaruhi arah dari perkembangannya.
Tiga macam peristiwa yang berpengaruh penting pada psikopatologi (dibuatkan
diagram tersendiri):
a. Precipitating Events
Disebut sebagai peristiwa pencetus munculnya gangguan karena melatarbelakangi
simtom yang bersifat akut dan muncul tiba-tiba. Faktor pencetus mungkin biasa
bagi orang lain, tetapi mempunyai pengaruh luar biasa pada individu bila kejadian
itu mengenai salah satu dari elemen konflik yang direpresi. Faktor pencetus
terutama berfungsi sebagai pelepas konflik yang membantu menentukan cara
bagaimana konflik itu akan diekspresikan.
Contoh: Pemuda E yang pernah melakukan masturbasi, tiba-tiba mengembangkan
simtom obsesi-kompulsi (mencuci tangannya berpuluh kali dalam sehari) setelah
mendengarkan khotbah pendeta mengenai masturbasi.
b. Traumatic Events
Merupakan suatu kejadian/ peristiwa yang sangat dramatis dimana hidup atau
kesehatan seseorang terancam, atau egonya sangat terganggu oleh suatu situasi
yang tidak dapat dikendalikan
Traumatic events yang tidak merupakan ancaman aktual terhadap hidup tetap
dapat mempengaruhi struktur ego, biasanya berfungsi untuk membuat defens -
defens di sekitar ego menjadi terdisintegrasi dan ego runtuh (ego-decompesation).
142
Pengaruh peristiwa traumatis harus dilihat dari latar belakang struktur kepribadian
seseorang, karena tidak semua orang mendapat akibat yang sama dari suatu
peristiwa yang sama.
Contoh: gadis diperkosa, setelah kejadian itu dia memunculkan simtom psikosis
(halusinasi dengar dan delusi)
c. Condotioning Events
Merupakan peristiwa yang menentukan “the nature of the developing complex or
the nature of the symptoms derived from it”. Merupakan “some sort of behaviour the
person perfoms which is reinforced because it gratifies some frustrated motive,
therefore tending to be repeated” (Bucklew, 1960).
143
Gambar 7.1. Elemen Konstruk dan Pembagiannya (sumber Bucklew, 1960)
6. Latihan
Bergabunglah dalam kelompok kecil (2-3 orang), lalu diskusikanlah konstruk-konstruk apa
sajakah yang muncul pada berbagai peristiwa berikut ini:
144