OLEH :
NAMA : KEVIND.G.HENUK
NIM : 2023736179
POLITEKNIK NEGERI
KUPANG
2023
BUKU PANDUAN PRAKTEK TRAFO TEGANGAN PER FASA DAN SKEMA
SEGITIGA BINTANG Dy
Tabel 1.1 Contoh hasil pengukuran resistansi setiap pasangan terminal masing-masing
kumparan trafo dengan a= 220/220 =1
Pengukuran resistansi transformator adalah salah satu metode untuk memeriksa kondisi
transformator. Transformator yang baik harus memiliki resistansi yang tepat pada
kumparan primer dan sekunder. Untuk mencari setiap trafo dengan a=220/220=1, dapat
dilakukan dengan membandingkan resistansi kumparan primer dan sekunder. Jika
resistansi kumparan primer sama dengan resistansi kumparan sekunder, maka trafo
memiliki rasio a=1.
Kemudian, untuk membagi 2 kelompok terminal untuk STT (A-A, B-B, C-C) dan STR
(a-a, b-b, c-c), dapat dilakukan dengan mengikuti standar warna terminal trafo. Untuk
trafo yang memiliki warna terminal yang sama pada kumparan primer dan sekunder,
maka kelompok terminal akan sama.
Jika hasil pengukuran resistansi transformator mendapatkan hasil yang sama atau
hampir sama, maka trafo tersebut dianggap baik dan sesuai dengan standar. Namun,
jika terdapat perbedaan hasil pengukuran yang cukup signifikan, hal ini dapat
menunjukkan adanya masalah pada trafo tersebut. Masalah ini dapat berupa kumparan
yang putus atau isolasi yang tidak baik.
Untuk memastikan hasil pengukuran yang akurat, perlu dilakukan pengukuran beberapa
kali dan memastikan kondisi pengukuran sama. Selain itu, penting juga untuk
memastikan penggunaan alat pengukur yang tepat dan kalibrasi yang baik.
Dalam hal terdapat hasil pengukuran yang selisih jauh, maka perlu dilakukan analisis
lebih lanjut untuk mengetahui penyebab perbedaan tersebut. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggunakan alat pengukur yang lebih akurat atau melakukan pemeriksaan
visual pada trafo untuk menemukan masalah yang mungkin terjadi. Jika ditemukan
masalah, maka trafo tersebut perlu dilakukan perawatan atau perbaikan untuk
memastikan kinerja yang optimal.
Tujuan utama dari pengukuran ini adalah untuk menentukan posisi dari masing-masing
kumparan pada trafo. Dengan mengetahui posisi kumparan, kita dapat mengidentifikasi
terminal mana yang digunakan sebagai terminal primer dan terminal mana yang
digunakan sebagai terminal sekunder. Hal ini penting karena salah penggunaan terminal
dapat menyebabkan kerusakan pada trafo dan dapat berdampak buruk pada sistem
kelistrikan yang lebih besar.
Dengan mengetahui hubungan antara kumparan di STT dan STR, kita dapat
menentukan posisi dari masing-masing kumparan. Dalam hal ini, ada 5 pasang terminal
kumparan di STT dan STR yang diukur. Dengan mengidentifikasi posisi dari masing-
masing kumparan, kita dapat memastikan bahwa trafo dirancang dan dibangun sesuai
dengan spesifikasi yang diperlukan dan dapat digunakan secara efektif dan aman.
Vsumber = Vp = 100 V
Vs = 60 V
Voutput = 160 V
Gambar 1.3 Diagram rangkaian pengujian polaritas terminal kumparan trafo tegangan
per fasa menurut BS 171
Tujuan utama dari pengujian tanda polaritas pasangan terminal pada trafo adalah
untuk mengetahui arah gulungan dari masing-masing kumparan trafo. Hal ini
penting karena kesalahan dalam menentukan arah gulungan dapat menyebabkan
trafo bekerja tidak sebagaimana mestinya dan bahkan dapat menyebabkan
kerusakan pada sistem kelistrikan yang lebih besar.
Dalam pengujian ini, pasangan terminal dari masing-masing kumparan di STT dan
STR ditandai dengan huruf besar A1 dan A2 untuk STT dan huruf kecil a1 dan a2
untuk STR. Dalam rangkaian pengujian polaritas terminal kumparan trafo menurut
British Standard 171, tegangan diterapkan pada kumparan di STT dan tegangan
yang dihasilkan pada kumparan di STR diukur. Jika polaritas yang diukur cocok
dengan polaritas yang ditandai pada pasangan terminal, maka arah gulungan dari
kumparan tersebut diketahui.
Rumus yang digunakan dalam pengujian ini adalah Voutput = VP + VS, di mana
VP adalah tegangan yang diterapkan pada kumparan di STT, dan VS adalah
tegangan yang dihasilkan pada kumparan di STR. Jika hasil pengukuran tegangan
VS lebih kecil dari VP, maka polaritas pasangan terminal yang diukur dianggap
benar dan arah gulungan dari kumparan tersebut diketahui.
Dalam melakukan pengujian tanda polaritas pasangan terminal pada trafo, perlu
diperhatikan beberapa faktor seperti frekuensi dan amplitudo tegangan, polaritas
tegangan yang digunakan, serta teknik pengukuran yang baik dan benar. Hasil
pengukuran yang akurat dan tepat dapat membantu memastikan bahwa arah
gulungan dari masing-masing kumparan trafo benar dan dapat berfungsi dengan
baik dalam sistem kelistrikan yang lebih besar.
Pengujian urutan fasa sisi sekunder trafo 3 fasa atau urutan fasa sumber L1, L2 dan L3
menggunakan phase sequence meter atau motor induksi 3 fasa rotor sangkar dengan
pola hubungan ditampilkan pada Gambar 1.4 dimana urutan fasa sisi sekunder trafo 3
fasa dianggap benar bila arah putaran rotor melawan arah putaran jarum jam.
Gambar 1.4. Diagram rangkaian pengujian urutan fasa sisi sekunder trafo 3 fasa
atau urutan fasa sumber L1, L2 dan L3 menggunakan phase
sequence meter.
Hasil pengujian urutan fasa sisi sekunder Trafo Tegangan 3 fasa: Pengujian urutan
fasa sisi sekunder trafo 3 fasa atau urutan fasa sumber L1, L2 dan L3 menggunakan
motor 3 fasa ,diketahui bahwa jika urutan fasa sekunder benar maka putaran rotor
motor berlawanan dengan arah jarum jam dan suara/bunyi motor terdengar halus.
Jika arah putaran rotor motor searah jarum jam maka urutan fasa sekunder salah,
dan suara/bunyi motor terdengar kasar.
2.1. Pengujian Tanpa Beban / Rangkaian Terbuka Trafo Tegangan Per Fasa
Pengujian tanpa beban / rangkaian terbuka trafo tegangan per fasa digunakan untuk
memperoleh parameter rangkaian inti magnet trafo.setara per fasa dengan menghitung
besarnya INL, IC, Im, RC dan jXm.
Gambar 2.5. Diagram rangkaian pengujian tanpa beban / rangkaian terbuka trafo
tegangan per fasa
Gambar 2.6. Rangkaian setara trafo tegangan per fasa dari hasil pengujian tanpa
beban / rangkaian terbuka
Hasil pengukuran yang diperoleh dari pengujian trafo kondisi tanpa beban dan
spesifikasi trafo yang digunakan adalah 230/2 x 115 V~, 50 Hz, 300 watt, I nominal
STR = 1,36 A, NSTT = 408 lilitan, dan NSTR = 214 lilitan.
V NL = 45,1 volt
I NL = 0,36 Ampere
P NL = 4 watt
Q NL = 15 VAR
S NL = V NL x I NL = 45,1 x 0,36 = 16,236 VA
P NL 4
Cos θ NL = = = 0,246
S NL 16,236
θ NL = cos−1 ( Cos θ NL ) = cos−1 ( 0,246 ) = 75,75o
S NL = P NL + Q NL j = 4 + 5 j = 15,52¿ 75,06°
I c = I NL x Cos θ NL = 0.36 x 0,246 = 0,08 A
I m = I NL x Sin ( θ NL ) = 0,36 x Sin ( 75,75 ) = 0,36 x 0,9692 = 0,348 A
V NL 45,1
Rc = = = 563,75 Ω
Ic 0,08
V NL 45,1
Jxm= = = 129,59 Ω
Im 0,348
V NL 45,1 45,1
Lm = = = =¿ 0,4125
2π .f .I m 6,28 x 50 x 0,348 109,32
Tujuan utama dari pengujian ini adalah untuk memperoleh parameter rangkaian inti
magnet trafo per fasa, yaitu Induktansi Inti Magnetik (INL), Arus Magnetisasi (Im),
Hambatan Inti Magnetik (RC), dan Reaktansi Inti Magnetik (jXm). Parameter-parameter
ini berguna untuk memperkirakan karakteristik trafo dalam kondisi beban dan untuk
memperhitungkan efisiensi dan kinerja trafo.
Induktansi Inti Magnetik adalah ukuran seberapa mudah arus mengalir melalui inti
magnetik trafo. INL dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Arus Magnetisasi adalah arus yang mengalir pada inti magnetik trafo tanpa adanya
beban di sisi sekunder. Arus ini tergantung pada fluks magnetik maksimum pada
inti dan dapat diukur dari sisi primer. Im dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Im = V1 / (2 * π * f * Lm)
Hambatan Inti Magnetik adalah hambatan yang timbul pada inti magnetik trafo
akibat adanya arus magnetisasi. RC dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Reaktansi Inti Magnetik adalah reaktansi yang dihasilkan oleh inti magnetik trafo
pada frekuensi operasi. Reaktansi ini bergantung pada induktansi dan hambatan inti
magnetik. jXm dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
jXm = (V1^2 * X1) / (2 * π * f * Lm * V1^2 - 2 * Im^2 * RC')
2.2. Pengujian Beban Penuh / Hubung Singkat Trafo Tegangan Per Fasa
Pengujian beban penuh / hubung singkat trafo tegangan per fasa digunakan untuk
memperoleh parameter kumparan primer dan sekunder ekivalen per fasa RTek
XTek.dan ZTek
Gambar 2.7. Diagram rangkaian pengujian beban penuh / hubung singkat trafo
tegangan per fasa
Hasil pengukuran IBP (A), PBP (watt) dan VBP (volt) digunakan untuk menghitung
besarnya RTek (Ω), XTek (Ω) dan ZTek (Ω)
RTek = PBP/IBP2
Hasil pengukuran dari pengujian trafo kondisi beban penuh per fasa dapat digunakan
untuk mengukur besarnya daya rugi di RTek dan XTek (resistansi total ekivalen dari RP
+ RS dan reaktansi total ekivalen dari XP + XS).
Gambar 2.8. Rangkaian setara trafo tegangan per fasa dan diagram fasor tegangan
dari hasil pengujian beban penuh / hubung singkat
Contoh hasil pengukuran dari pengujian trafo kondisi beban penuh dan spesifikasi
trafo yang digunakan adalah 230/2 x 115 V~, 50 Hz, 300 watt, I nominal STR = 1,36
A, NSTT = 408 lilitan, dan NSTR = 214 lilitan.
P Bp 0,72 0,72
R Tek = 2 = 2 = = 200 Ω
I Bp 0,06 0,0036
V Bp 11,59
Z Tek = = = 193,16 Ω
I BP 0,06
Q Bp 0,19 0,19
X Tek = = 2 = 2 = = 52,77 Ω
I Bp 0,06 0,0036
Menentukan efisiensi trafo: Dengan mengukur daya yang masuk dan keluar dari
trafo, pengujian beban penuh dapat digunakan untuk menentukan efisiensi trafo.
Efisiensi trafo adalah rasio antara daya keluaran dan daya masukan trafo.
Menentukan kondisi kerusakan trafo: Pengujian beban penuh dapat digunakan untuk
mendeteksi kondisi kerusakan trafo seperti lilitan yang terbakar atau isolasi yang
rusak. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan
data yang diperoleh dari pengujian sebelumnya atau data yang diperoleh dari trafo
serupa.
3.1. Pengukuran Tegangan Terminal Kawat Fasa dan Kawat Netral pada Skema
Segitiga Bintang Dy
Gambar 3.9. Diagram rangkaian pengukuran tegangan terminal kawat fasa dan kawat
netral pada skema segitiga bintang Dy
Tabel 3.1 Contoh hasil pengukuran tegangan kumparan trafo STT dalam hubungan ∆
Analisa hasil pengukuran :
Tujuan dari diagram rangkaian pengukuran tegangan terminal kawat fasa dan kawat netral
pada skema segitiga bintang Dy untuk hasil pengukuran tegangan kumparan trafo STT
dalam hubungan ∆ adalah untuk mendapatkan nilai tegangan efektif (rms) dari masing-
masing kumparan pada trafo dalam hubungan ∆. Pengukuran ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan voltmeter digital dan dilakukan pada setiap pasangan terminal
kumparan. Dalam pengukuran ini, kawat netral pada trafo dihubungkan ke tanah untuk
memastikan keamanan dalam pengukuran. Setelah nilai tegangan efektif (rms) untuk
masing-masing kumparan diukur, nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk
membandingkan nilai tegangan antar kumparan dan memastikan bahwa trafo telah
dihubungkan dengan benar. Selain itu, pengukuran tegangan juga dapat digunakan untuk
memperkirakan daya yang dapat diberikan oleh trafo dalam hubungan ∆.
Tabel 3.2 Contoh hasil pengukuran tegangan kumparan trafo STR dalam hubungan Y
Pembuktian STR :
1. Van x √ 3 = 50,7 x √ 3 = 87,8 V
2. Vbn x √ 3 = 51,5 x √ 3 = 89,2 V
3. Vcn x √ 3 = 51,2 x √ 3 = 88,6 V
Analisa hasil p;engukuran : Diagram rangkaian pengukuran tegangan terminal kawat fasa
dan kawat netral pada skema segitiga bintang Dy digunakan untuk mengukur tegangan
pada masing-masing kumparan trafo STR yang terhubung dalam hubungan Y.
Dalam skema segitiga bintang Dy, setiap kumparan trafo STR terhubung dengan sebuah
resistor netral yang dinamakan sebagai resistor netral sekunder atau resistor sekunder.
Resistor ini digunakan untuk memastikan bahwa ketika beban dihubungkan ke trafo, arus
netral akan mengalir melalui resistor netral sekunder sehingga dapat diukur.
Pada diagram rangkaian pengukuran tegangan terminal kawat fasa dan kawat netral,
tegangan terminal kawat fasa diukur antara dua kawat fasa dari satu kumparan trafo STR,
sedangkan tegangan kawat netral diukur antara kawat netral dan salah satu kawat fasa.
Dari hasil pengukuran tersebut, dapat dihitung tegangan antar fasa dan tegangan fasa-
netral pada trafo STR.
Dengan mengetahui tegangan fasa-netral dan tegangan antar fasa pada trafo STR, maka
dapat dihitung perbandingan tegangan (turn ratio) trafo STR dalam hubungan Y dan
parameter lain seperti impedansi, arus, dan daya pada trafo STR. Hal ini berguna untuk
memastikan bahwa trafo STR bekerja secara optimal dan memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan.
3.2.1. Pengukuran segitiga daya trafo tegangan per fasa sisi primer
Gambar 3.10. Diagram rangkaian pengukuran segitiga daya trafo tegangan per fasa sisi
primer
3.2.2. Pengukuran segitiga daya trafo tegangan per fasa sisi sekunder
Gambar 3.11. Diagram rangkaian pengukuran segitiga daya trafo tegangan per fasa sisi
sekunder
Pprimer Psekunder
P rated
P rated = P sekunder
P out sekunder
η daya =
P∈ primer
Gambar 3.12. Diagram transformasi daya listrik trafo tegangan per fasa
Hasil pengukuran segitiga daya trafo tegangan per fasa di sisi primer ;
V = 100,6 V
I=1A
P = 90 W
Q = 70 Var
S = V x I = 100,6 x 1 = 100,6 VA
S = P + Q j = 100,6 + 70 j = 114 ∟37,870 VA (untuk koreksi)
∟ = P / S = 90 / 100,6 = 0,890
∟ = cos−1 ( 0,89 ) = 27,12 ( untuk koreksi )
Hasil pengukuran segitiga daya trafo tegangan per fasa di sisi sekunder ;
V = 107,7 V
I = 0,9 A
P = 85 W
Q = 60 Var
S = V x I = 107,7 x 0,9 = 96,93 VA
S = P + Q j = 85 + 60 j = 104,04 ∟35,210 VA (untuk koreksi)
∟ = P / S = 85 / 96,93 = 0,870
∟ = cos−1 ( 0,87 ) = 29,54 ( untuk koreksi )
3.3. Pengukuran Angka Jam Trafo Tegangan 3 fasa Dengan Simbol Hubungan Dy
Rangkaian parallel antara 2 unit trafo tegangan 3 fasa mempunyai rangkaian yang
sama antara 3 kumparan fasa primer dan sumber arus bolak-balik 3 fasa, juga antara 3
kumparan fasa sekunder dan beban 3 fasa.
Syarat hubungan parallel sisi sekunder antara trafo tegangan 3 fasa adalah :
1. Mempunyai simbol hubungan antara kumparan trafo 3 fasa yang sama.
2. Mempunyai sudut antara vektor tegangan STT dan STR atau angka jam trafo 3 fasa
yang sama.
3. Mempunyai polaritas yang sama pada semua terminal kumparan trafo 3 fasa yang
bersesuaian.
4. Mempunyai urutan fasa sumber arus bolak-balik 3 fasa yang sama.
5. Mempunyai perbandingan jumlah lilitan yang sama pada kumparan trafo 3 fasa
yang bersesuaian agar besarnya tegangan fasa R,S,T pada kedua sisi semua unit
juga sama.
Mewujudkan rangkaian parallel antara 2 trafo tegangan 3 fasa membutuhkan beberapa
langkah kerja pengujian
1. Mencari besarnya sudut antara vektor tegangan STT dan STR atau angka jam trafo
tegangan 3 fasa dengan mengukur besarnya tegangan antara terminal VCc, VCb, VBc
dan VBb.
L1 – A1 a1
L2 – B1 b1
L3 – C1 c1
Gambar 3.13. Diagram rangkaian pengukuran Angka Jam Trafo Tegangan 3 fasa
Dengan Simbol Hubungan Dy
Persamaan dan pertidaksamaan dari hasil pengukuran VCc, VCb, VBc dan VBb
digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui sudut antara vektor tegangan STT
dan STR atau angka jam trafo.
Pedoman pengukuran tegangan antara terminal kumparan trafo 3 fasa: Cc<Cb, Cc=Bc,
Bb<Cb, Bb=Bc, Cb>Bc dengan sudut antara vektor tegangan STT dan STR = 300 atau
angka jam trafo 3 fasa = 11 dan simbol hubungan antara kumparan trafo 3 fasa: Dy11,
Yd11, Yz11, Zy11;