Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM HIDROPONIK DAN GREENHOUSE

ACARA VIII
PENGAMATAN PENYAKIT DAN PENGENDALIANNYA

Mega Safitri
NIM A1D020091
Kelas D

PJ Asisten:
Regina Septiani Zahro
Imarotunnairoh

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
ACARA VIII
PENGAMATAN PENYAKIT DAN PENGENDALIANNYA

A. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan praktikum acara VIII yaitu:


1. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan terhadap gejala penyakit dan
identifikasi patogen yang menginfeksi tanaman hidroponik.
2. Mahasiswa memahami teknik pengendalian penyakit pada budidaya
tanaman secara hidroponik.

B. LANDASAN TEORI

Hidroponik berasal dari kata Yunani hidroponik. Kata hidroponik terbagi


menjadi dua suku kata, yaitu hydro yang berarti air dan ponous yang berarti
kerja. Menurut pengertian tersebut, pertanian hidroponik adalah teknologi
pertanian yang menggunakan air, nutrisi dan oksigen (Fitri et al., 2020 dalam
Ambarwati & Abidin, 2021). Hidroponik adalah metode budidaya yang
menggunakan substrat tanam selain tanah, seperti batu apung, kerikil, pasir,
sabut kelapa, potongan kayu atau busa dan dapat dilakukan di pekarangan
rumah tinggal (Herraprastanti et al., 2021). Keuntungan dari beberapa tanaman
yang menggunakan sistem hidroponik adalah kerapatan tanaman per satuan
luas dapat dilipatgandakan sehingga menghemat penggunaan lahan. Kualitas
produk seperti bentuk, ukuran, rasa, warna, kebersihan dapat terjamin karena
kebutuhan nutrisi tanaman dipasok secara terkendali di dalam rumah kaca.
Tidak tergantung musim/waktu tanam dan panen, sehingga dapat disesuaikan
dengan kebutuhan pasar (Roidah, 2014).
Pertanian dan hama merupakan dua aspek penting yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dalam upaya manusia untuk mempertahankan hidup
dan meningkatkan kesejahteraan. Ketika pertanian berkembang dan
berkembang pesat, biasanya disertai dengan populasi hama yang tumbuh.
Keadaan ini wajar dan tidak dapat dihindari, karena "hama" adalah hewan yang
berbahaya bagi manusia, sehingga metode pengendalian hama sama tuanya
dengan metode pertanian (Sudarsono, 2015).
Hama (pest) secara umum diartikan sebagai organisme pengganggu yang
dapat menyebabkan kerusakan pada kegiatan pertanian secara umum. Kegiatan
pertanian ini dapat berupa budidaya tanaman pangan dan hortikultura,
perkebunan, Hutan Tanaman Industri (HTI), peternakan, perikanan, dan
sebagainya. Bentuk gangguan dan kerugian yang ditimbulkan dapat
disebabkan oleh serangan langsung oleh hama atau sebagai vektor penyakit.
Dalam arti luas, istilah hama tidak hanya berlaku untuk hewan yang
mengganggu kegiatan pertanian, tetapi juga dapat digunakan untuk organisme
yang mengganggu lingkungan dan kenyamanan manusia, seperti kecoa pada
lingkungan rumah tangga atau organisme yang merugikan pada hasil-hasil
ciptaan manusia. Dalam kegiatan pertanian, organisme yang menjadi perhatian
tersebut dapat berupa hama tanaman (hama dalam arti sempit), patogen
tanaman (fitopatogen) dan gulma (weeds). Dalam beberapa tahun terakhir,
istilah yang lebih tepat digunakan untuk menggambarkan ketiga hama tersebut,
yaitu hama tanaman atau disingkat OPT (Sudarsono, 2015).
Organisme pengganggu tanaman (OPT) dalam arti luas mencakup semua
bentuk gangguan bagi manusia, ternak, dan tumbuhan. Organisme yang
mengganggu tanaman antara lain hama, patogen dan gulma. Hama tanaman
adalah semua hewan yang karena aktivitas hidupnya merusak tanaman atau
hasil produksinya sehingga menimbulkan kerugian ekonomi. Hewan yang
dapat menjadi hama antara lain serangga, tungau, tikus, burung dan mamalia
besar. Patogen tanaman adalah semua organisme hidup yang memperoleh
makanan dari tanaman untuk menyebabkan penyakit tanaman dan
menyebabkan kerugian ekonomi. Patogen yang dapat menyebabkan penyakit
tanaman antara lain cendawan (jamur), bakteri, molikut (bakteri tanpa dinding
sel), nematoda, protozoa, virus, dan viroid (partikel mirip virus), serta tanaman
dengan biji tingkat tinggi yang berperan sebagai parasit. Gulma adalah semua
bentuk pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan, seperti rumput, semak,
dll, yang dapat mengganggu tanaman pertanian utama (Hidayat & Hidayat,
2014).
Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah sebuah konsep atau visi,
pendekatan, program, strategi, bahkan dikatakan sebagai filosofi yang harus
didorong dengan menggabungkan berbagai jenis faktor kontrol untuk menekan
populasi hama. Tujuan akhir PHT adalah pendekatan terkait integrasi
manajemen hama yang berkelanjutan dengan memdukan alat biologis, teknis
dan kimia untuk meminimalkan risiko ekonomi, lingkungan dan kesehatan.
Penerapan PHT untuk pengendalian multi hama atau, pemantauan berkala
terhadap hama dan musuh alami, serta menerapkan batasan ambang ekonomi
saat menggunakan insektisida (Dahlan dan Najmah, 2011 dalam Jumadi et al.,
2021).

C. BAHAN DAN ALAT PRAKTIKUM

Bahan dan alat yang diperlukan meliputi objek glass, cover glass, jarum
preparate, mikroskop, kaca pembesar (lup), software identifikasi (plantix), buku
identifikasi (jamur dan bakteri), Bio P dan Bio T, serta alat tulis.

D. TATA LAKSANA PRAKTIKUM

Praktikum acara VII dilakukan dengan menggunakan prosedur, sebagai


berikut:
1. Amati gejala dan tanda adanya patogen pada tanaman yang diamati.
2. Gambarkan gejala dan tanda tersebut, dan berikan penjelasan mengenai bagian
tanaman yang sehat dan sakit. Tambahkan dengan dokumentasi berupa foto
gejala pada tanaman tersebut.
3. Pengamatan mikroskopis dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit dari
gejala penyakit yang dijumpai dengan mengorek bagian tanaman yang
terinfeksi menggunakan jarum preparat, mengamatinya di bawah mikroskop,
kemudian dilakukan identifikasi penyebab penyakit yang ditemukan dengan
bantuan referensi (buku identifikasi).
4. Identifikasi penyebab penyakit dapat menggunakan aplikasi software yang
tersedia di internet (cth: Plantix). Dokumentasikan hasil identifikasi.
5. Hitung kejadian penyakit pada populasi tanaman dengan rumus sebagai
berikut:
∑𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑔𝑒𝑗𝑎𝑙𝑎
𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝐾𝑃) = : 100%
∑tanaman yang diamati
6. Catat keadaan lingkungan tanaman yang diamati.
7. Hitung intensitas penyakit dengan rumus sbb
∑nivi
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝐼𝑃) = 𝑥 100%
NZ
Keterangan:
ni = jumlah daun pada skala ke-i
vi = nilai skala ke-i
N = jumlah daun yang diamati
Z = skala tertinggi dari sampel yang diamati

8. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan campuran


metabolit dari BioP dan BioT. Untuk pencegahan, konsentrasi yg digunakan
sesuai petunjuk di label, umumnya 1 ml per liter diberikan satu minggu sekali.
9. Jika terlihat gejala penyakit maka pengendalian dapat menggunakan Bio P atau
BioT. Konsentrasi sesuai petunjuk. Konsentrasi dapat ditingkatkan menjadi 10
ml metabolit bioP atau 10 ml metabolit bioT per liter larutan nutrisi jika
menggunakan sistem NFT, wick, atau aeroponic. Jika sistem substrat, untuk
prngendalian maka konsentrasi metabolit adalah 10 ml metabolit per 1 liter air.
Diaplikasikan 3 hari sekali dengan cara dikocorkan sebanyak 200 ml per
polybag.
E. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Tabel 1. Gejala Penyakit


Gejala Penjelasan
Jenis
No Perlakuan Sistem Penyakit & gejala & tanda
Tanaman
Tanda penyakit
1 Kangkung Kontrol Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Jenis hama yang
menyerang yaitu
cercospora
bataticola
dengan gejala
terdapat bercak
bulat kecil dan
klorosis dengan
gejala lanjut
Kangkung nekrosis sampai
(Ipomoea terbentuk
aquatica) lobang. Daun
yang terserang
penyakit ini
mula-mula
adalah daun tua
kemudian
menyerang daun
muda yang
terletak pada
pucuk batang
atau tangkai
bagian atas
(Inaya et al.,
2022).
NFT 2 Tidak ada Tidak ada
Bio P Wick Penyakit bercak
daun yang
menyebabkan
gejala
permukaan daun
menjadi hitam
kecoklatan,
sehingga
menyebabkan
struktur daun
rusak. Penyebab
kemungkinan
oleh jamur
Cercospora
bataticola dan
Jamur Fusarium
sp. (Muzuna &
Wardana, 2021)
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Pada bagian
daun kangkung
terinfeksi
penyakit layu
sehingga daun
berubah menjadi
coklat hanya di
sebagian daun
yang mengalami
kerusakan.
Gejala ini
disebabkan oleh
Fusarium
oxysporum
(Keliat & Iftari,
2017).
Bio P Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Karat putih
kangkung
Penyebab:
Jamur Albugo
ipomea
panduratae
Gejala: Muncul
bintik-bintik
berwarna putih
di sisi daun
sebelah bawah
batang,
bersamaan
dengan rusaknya
kondisi daun
(Putra et al.,
2017)
Hawar daun
kangkung
Penyebab:
Bakteri
Xanthomonas
oryzae
Gejala: Dimulai
dari tepi daun
yang berwarna
keabu-abuan
dan daun
menjadi kering.
Bagian yang
kering ini akan
semakin meluas
ke arah tulang
daun hingga
seluruh daun
akan mengering
(Supendi, 2020).

Bercak daun
kangkung
Penyebab:
Jamur
Cercospora
bataciola
Gejala:
Munculnya
bercak
kecoklatan
hingga
kehitaman pada
daun.
Bio T Wick Bercak daun
Kangkung
Penyebab:
Jamur
Cercospora
bataticola
Gejala: Pada
permukaan daun
kangkung
Daun kangkung terdapat bercak
(Ipomoea berwarna
aquatica) kecoklatan
terdapat bercak
hingga
berwarna coklat
kehitaman,
muda. menyebabkan
daun menjadi
tidak abnormal
dan
rusak. (Muzuna
et al., 2021)
NFT 1 Ada jenis
penyakit
kangkung yang
menyebabkan
tanaman
kangkung
menjadi layu
daun kangkung
yakni dari jenis
(Ipomoea
bakteri layu
aquatica)
kangkung
mengalami
(Pseudomonas
kelayuan.
syringae)
(Kalandro et al.,
2016)
NFT 2 Tidak ada Tidak ada
Bio Tmm9 Wick Rebah semai
Penyebab:
Phytium sp.
Gejala: adanya
luka berwarna
coklat yang
terdapat pada
pangkal batang,
yang
menyebabkan
batang menjadi
patah, kemudian
layu hingga
mati.
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Hawar daun
bakteri
Penyebab:
Pantoea
ananatis
Gejala: daun
layu, lunak,
berkerut,
berwarna hijau
pucat, coklat,
atau hampir
putih,
mengering
berwarna putih
atau coklat.
2 Pakcoy Kontrol Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Tidak ada Tidak ada
Bio P Wick Gejala awal
bercak daun
diawali dengan
warna belang
seperti titik dan
meluas hingga
seluruh
permukaan
daun. Penyebab
penyakit
disebabkan
oleh jamur
Alternaria
brassicae
(Triyono, 2015).
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Tidak ada Tidak ada
Bio P Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Bercak daun
pakcoy
Penyebab:
Cercospora sp.
Gejala; Muncul
bercak berwarna
kuning hingga
kecoklatan pada
daun yang
terserang.
Bercak tersebut
dapat
menyebabkan
kelayuan hingga
kematian (Andri
anto & Hindarto,
2019)
Bio T Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Penyakit busuk
hitam
disebabkan oleh
Xanthomonas
campestris.
daun pakcoy Penyakit ini
(Brassica rapa) ditandai dengan
terdapat bercak daun menguning
berbentuk V yang berbentuk
pada ujung/tepi huruf V di sep
daun. anjang tepi daun
yang mengarah
ke tengah
daun dan akhir
nya seluruh da
un menguning
(Pratama et al.,
2016).
NFT 2 Penyakit busuk
hitam
disebabkan oleh
bakteri
Xanthomonas
campestris pv.
campestris.
gejala penyakit
ini, yaitu muncul
bercak
berbentuk V
Daun pakcoy pada tepi daun
(Brassica rapa) dan meluas
terdapat bercak menuju tulang
berbentuk V daun sehingga
pada ujung/tepi tepi daun
daun. mengering
(Lumoly et al.,
2016).
Bio T Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2/ Tidak ada Tidak ada

Tabel 2. Patogen yang Ditemukan


Penjelasan
Jenis Patogen yg
No Perlakuan Sistem terkait patogen
Tanaman ditemukan
yg ditemukan
1 Kangkung Kontrol Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Penyakit bercak
daun disebabkan
oleh jamur
Cercospora
bataticola yang
sumber:
memiliki
https://commons
konidia
.wikimedia.org/
berbentuk
wiki/File:Cercos
seperti tongkat,
pora_beticola_o
bersekat panjang
n_Beet_-
dengan panjang
_Beta_vulgaris_
antara 27,5-90
%28448364928
µm dan lebar
72%29.jpg
antara 2,5-3,75
µm. Sedangkan
konidiofor
jamur ini
berwarna gelap
dan memiliki 3
sekat atau lebih.
Kondisi
lingkungan yang
selalu hujan
akan
mendukung
perkembangan
dan penyebaran
jamur ini. Salah
satu faktor
penyebab
meluasnya
penyebaran
jamur ini adalah
suhu
lingkungan.
Jamur ini akan
tumbuh
optimum pada
suhu 28-32℃,
dan apabila suhu
lingkungan
sesuai akan
membantu
penyebaran
spora dalam
menginfeksi
tanaman (Inaya
et al., 2022).
NFT 2 Tidak ada Tidak ada
Bio P Wick Penyakit bercak
daun disebabkan
oleh jamur
Cercospora
bataticola yang
https://www.goo menyebabkan
gle.com/url?sa=i gejala nekrotik
&url=https%3A berwarna coklat
%2F%2Fmedia. kehitaman
neliti.com%2Fm secara tidak
edia%2Fpublicat beraturan.
ions%2F189749 Umumnya
-ID-identifikasi- bercak diawali
penyakit-yang- dengan ukuran
disebabkan- 1-2 mm dan
ol.pdf&psig=A menyebar pada
OvVaw0UxiNB permukaan
OGWJXnKSrlf daun. Diketahui
Zi1xx&ust=167 serangan
9066506677000 Cercospora
&source=images dapat
&cd=vfe&ved= menurunkan
0CBEQjhxqFwo hasil produksi
TCJCzzqbg4P0 sebanyak 50%.
CFQAAAAAdA Cercospora
AAAABAE dapat tumbuh
dengan kondisi
kelembaban
sekitar 70 -
100% (Sucanto
& Abbas, 2019)
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 penyakit layu
disebabkan oleh
Fusarium
oxysparum
dengan
karakteristik
Fusarium konidia lonjong,
oxysparum mikrokonidia
Sumber: Keliat yang lonjong,
& Iftari, 2017 makrokonidia
berbentuk sabit,
bertangkai kecil
dan bersekat
koloni berwarna
putih sampai
ungu pucat
(Keliat & Iftari,
2017).
Bio P Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Jamur Albugo
ipomoea
pandurtae
merupakan
penyebab
penyakit karat
putih pada
tanaman
kangkung.
Jamur Albugo
Bentuk spora
ipomoea
hialin, silindris
panduratae
hingga persegi
sumber:
panjang
https://www.goo
(Muzuna &
gle.com/ur.sema
Wardana, 2021).
nticscholar.org

Bakteri
Xanthomonas
oryzae pv. Xoo
oryzae (xoo) menginfeksi
Sumber: tanaman dengan
https://www.goo cara masuk ke
gle.com/url?ejou dalam jaringan
rnal2.undip.ac.id tanaman melalui
luka, hidatoda,
stomata, atau
benih yang
terkontaminasi.
Bakteri ini
Cercospora sp menyebabkan
Sumber: ujung daun
https://www.for tanaman
estryimages.org/ kangkung
browse/detail.cf menjadi
m?imgnum menguning yang
akhirnya
mengering.

Jamur
Cercospora sp
merupakan
patogen
penyebab
penyakit bercak
daun pada
tanaman
kangkung.
Jamur ini
berbentuk
memanjang
seperti tongkat
dan tidak
memiliki cabang
(Pasaribu,
2018).
Bio T Wick Karakteristik
makroskopis
jamur
Cercospora
Cercospora sp memiliki
a. Makroskopis miselium yang
b. Mikroskopis berwarna putih
Sumber: kusam, arah
Sulastri et al., pertumbuhan
2014) miselium
kesamping dan
keatas, struktur
miselium agak
kasar.
Sedangkan
secara
mikroskopis,
hifa dari jamur
cercospora sp.
bercabang, tidak
lurus, bersekat,
berwarna agak
gelap.
Mempunyai
konidiofor
berwarna gelap
dan konidia
dihasilkan
berurutan pada
sel ujung yang
sedang
mengalami
pertumbuhan
baru.
Konidia hialin
berwarna gelap
memanjang dan
bersel banyak.
(Sulastri, et al.,
2014)
NFT 1 Pseudomonas
syringae
(disingkat P.
syringae)
merupakan
Pseudomonas bakteri gram
syringae negatif, aerobik,
sumber: berwujud
www.scienceph batang, dan
oto.com memiliki flagela
polar. P.
syringae
menyerang
tanaman
menggunakan
berbagai faktor
virulensi,
termasuk protein
efektor yang
ditranslokasikan
ke dalam sel
tanaman melalui
sistem sekresi
tipe III (T3SS),
toksin molekul
kecil,
eksopolisakarida
, enzim
pendegradasi
dinding sel, dan
hormon tanaman
(atau meniru
hormon).
Sedangkan
semua strain
patogen P.
syringae
memiliki T3SS
dan efektor,
mereka mungkin
atau mungkin
tidak
menghasilkan
faktor virulensi
lainnya (Xin et
al., 2018).
NFT 2 tidak ada tidak ada
Bio T Wick Miselium
Pythium sp.
tidak bersepta
Sumber: dan memiliki
Soekarno et al., sporangium
2013 bulat dan
patogen ini
mempunyai
struktur seksual
dan aseksual
(Soekarno et al.,
2013)
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Karakteristik sel
berbentuk
batang pendek,
lurus dengan
Pantoea ukuran panjang
ananatis 1,2-1,4 μm dan
Sumber: Asrul, lebar 0,6-0,8 μm
2020 (Asrul, 2020).

2 Pakcoy Kontrol Wick tidak ada tidak ada

NFT 1 tidak ada tidak ada

NFT 2 tidak ada tidak ada

Bio P Wick Morfologi jamur


Alternaria sp
menunjukkan
warna koloni
https://fungi.my coklat ke abuan,
species.info/all- dengan diameter
fungi/alternaria- berkisar 6 cm,
brassicae berbentuk
seperti berudu,
dan memiliki
hifa berwarna
coklat. Ciri
serangan
alternaria dapat
membentuk pola
bercak membuat
atau oval (Ata et
al., 2016).
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 tidak ada tidak ada
Bio P Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Tidak ada Tidak ada
NFT 2 Cercospora sp.
memiliki koloni
berwarna hijau
putih, secara
Cercospora sp mikroskopik
Sumber: cendawan ini
https://www.for menunjukan
estryimages.org/ warna hifa
browse/detail.cf keemasan,
m?imgnum memiliki sekat
pada hifa, warna
konidiofor
keemasan,
konidiofor
bercabang,
dinding
konidiofor halus
agak kasar,
memiliki banyak
konidia yang
letaknya sejajar
dekat dengan
hifa (Ata et al.,
2016)
Bio T Wick Tidak ada Tidak ada
NFT 1 Xanthomonas Xanthomonas
campetris pv. campestris
campetris adalah bakteri
Gram negative.
Bakteri ini
berbentuk
batang
sumber: berukuran (0,7-
www.microbewi 3,0) μm x (0,4-
ki.kenyon.edu 0,5) μm,
membentuk
rantai,
berkapsula,
tidak berspora,
dan bergerak
dengan satu
flagel polar
(Fahmi et al,.
2014).
NFT 2 Xanthomonas Bakteri
campetris pv. Xanthomonas
campetris campetris pv.
campetris
merupakan
bakteri gram
negatif. ciri-
sumber: cirinya, yaitu
www.microbewi berbentuk bulat,
ki.kenyon.edu berwarna
kuning, dan
berlendir.
bentuk dan
warna bakteri
ini akan terlihat
jelas setelah
inkubasi selama
72 jam
(Wardahni et
al., 2022).
Bio T Wick tidak ada tidak ada
NFT 1 tidak ada tidak ada
NFT 2 tidak ada tidak ada

Tabel 3. Tingkat Pengamatan IP


No Jenis Perlakuan Sistem Tingkat Kategori serangan/kategori
Tanaman Kerusakan kerusakan
0 1 2 3 4
1 Kangkung Kontrol Wick 0%
NFT 1 3,7%
NFT 2 0%

Bio P Wick 6,8%


NFT 1 5%
NFT 2 13,4%
Bio P Wick 0%
NFT 1 0%
NFT 2 26,66%
Bio T Wick 5%
NFT 1 25%
NFT 2 0%
Bio T Wick 37%
NFT 1 0%
NFT 2 4,16%

2 Pakcoy Kontrol Wick 0%


NFT 1 0%
NFT 2 0%
Bio P Wick 3%
NFT 1 0%
NFT 2 0%
Bio P Wick 0%
NFT 1 0%
NFT 2 12,5%
Bio T Wick 6,25%
NFT 1 5%
NFT 2 0%
Bio T Wick 0%
Bio T NFT 1 0%
NFT 2 0%
Wick 6,25%

2. Pembahasan

Budidaya dengan sistem hidroponik di perkotaan merupakan salah


satu kegiatan pertanian yang menjadi alternatif solusi yang cocok untuk
mengatasi masalah keterbatasan lahan pertanian di perkotaan (Krismawati,
2012). Golongan tanaman yang sering dibudidayakan dengan sistem
hidroponik adalah sayur-sayuran. Dalam penerapannya, hidroponik
mengutamakan hasil produksi yang berkualitas tinggi, bebas dari bahan
kimia sintetik yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga dalam
penerapannya semua bahan berasal dari bahan organik dan tidak
mengandung pestisida (Susila, 2004 dalam Nurlaili et al., 2020).
Permintaan sayuran di Indonesia masih sangat tinggi, termasuk
naiknya kebutuhan masyarakat yang mulai beralih mengonsumsi sayuran
sehat, bebas dari pestisida dan hama. Cara untuk memaksimalkan produksi
sayuran dalam negeri, yaitu bercocok tanam dengan sistem hidroponik.
Dalam pertumbuhan tanaman sayuran hidroponik tidak dapat dipisahkan
sepenuhnya dari OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). OPT yang
menyerang tanaman dapat disebabkan oleh hama dan penyakit, patogen
dapat berasal dari bakteri, virus dan jamur (Puspitasari et al., 2021).
Oleh karena itu, sistem hidroponik dapat memberikan lingkungan
pertumbuhan yang lebih terkontrol dengan menyeimbangkan ekosistem
dan menghargai lingkungan, menggunakan bahan alami yang
mempengaruhi keanekaragaman serangga, termasuk predator (musuh
alami) (Green, 2012 dalam Nurlaili et al., 2020).
Pada praktikum acara 8 ini berjudul “Pengamatan Penyakit dan
Pengendaliannya”. Praktikum dilaksanakan dengan mengamati adanya
gejala atau tanda patogen penyebab penyakit di lingkungan screenhouse
hidroponik. Pengamatan patogen dilakukan pada tanaman kangkung
(Ipomoea aquatica) dan sawi pakcoy (Brassica rapa). Berdasarkan hasil
pengamatan, diketahui bahwa terdapat gejala dari patogen Cercospora sp.
penyebab penyakit bercak daun dan fungi Albugo ipomoea pandurata
penyebab penyebab karat putih pada tanaman kangkung, sedangkan pada
pakcoy tidak ditemukan gejala.
Gejala adalah kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal
yang ditunjukkan oleh tanaman. Penyakit ini dapat menyebabkan gejala
yang berbeda atau bisa sama dengan tanaman yang berbeda. Ketika
beberapa penyakit bersama-sama menyerang tanaman, kemudian muncul
gejala oleh tumbuhan yang akan sangat sulit dipisahkan atau ditentukan
penyebab utama karena gejala yang tumbul merupakan suatu campuran
(Sutarman, 2017).
Berdasarkan sifat gejala yang muncul, gejalanya tanaman sakit
dibagi menjadi gejala lokal (local symptoms) dan gejala sistemik (systemic
symptoms). Gejala lokal hanya terbatas pada bagian tumbuhan tertentu
misalnya penyakit daun, akar atau buah. Sedangkan gejala sistemik adalah
gejala yang terjadi karena penyakit menular pada semua bagian tanaman:
misalnya yang disebabkan oleh virus pada semua bagian tanaman
(Sutarman, 2017).
Berdasarkan pengaruh langsung dan tidak langsung gejala tanaman
sakit terbagi menjadi gejala primer (primary symptoms) dan gejala
sekunder (secondary symptoms). Gejala primer adalah gejala yang
terbentuk langsung di bagian terinfeksi. Sedangkan gejala sekunder
muncul pada jaringan yang tidak diserang yang timbul secara tidak
langsung sebagai akibat adanya patogen (penyebab penyakit) pada
tanaman (Sutarman, 2017).
Penyakit bercak daun diakibatkan oleh jamur Cercospora sp.
Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menurunkan produksi pada
tanaman sehingga menyebabkan layu namun tidak sampai mati (Jusfah,
1985 dalam Korwa et al., 2019). Gejala penyakit bercak daun jarang terjadi
pada buah, lebih terbatas pada bagian daun tanaman. Secara khas penyakit
ini memiliki ciri nekrotik kecil di permukaan daun, kemudian berkembang
menjadi bercak yang tidak rata dan menghasilkan konidia dalam jumlah
besar. Jika bintik-bintik ini terlalu banyak aktivitas dapat menyebabkan
terhentinya fotosintesis dan mengurangi hasil. Penyakit bercak daun
Cercospora dapat menyebabkan kerusakan tanaman hingga 50% jika tidak
dikendalikan (Moekasan & Prabaningrum, 2012 dalam Suwardani et al.,
2014).
Penyakit bercak daun ini dapat mengurangi kapasitas fotosintesis
sehingga terjadi pengguguran daun sebelum waktunya dan mendorong
pembentukan buah tidak merata. Setelah pengguguran daun, diikuti
dengan matinya akar dan ranting dan dapat mengakibatkan penurunan
produksi kacang tanah sampai 50 % (Jusfah, 1985 dalam Korwa et al.,
2019). Pengendalian penyakit bercak daun dapat dilakukan dengan
pengendalian mekanis yaitu mencabut pada bagian tanaman atau tanaman
yang terserang, kemudian pindahkan tanaman yang sehat untuk mencegah
penyebaran jamur dan melakukan penyemprotan pestisida sesuai dosis
yang ditentukan (Muzuna et al., 2021).
Jamur adalah salah satu jenis organisme penyebab penyakit yang
menyerang hamper semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang,
ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Penyebarannya dapat disebabkan
oleh genangan air, angin, serangga, atau sentuhan tangan manusia.
Penyakit ini apabila menyerang pada bagian tumbuhan, misalnya buah,
akan menyebabkan pembusukan. Jika jamur menyerang pada daun dan
ranting akan menyebabkan bercak-bercak kecoklatan. Dari bercak-bercak
tersebut akan muncul jamur putih atau oranye yang dapat meluas ke
seluruh permukaan ranting atau daun sehingga pada akhirnya kering dan
rontok. Jamur yang mengganggu proses fotosintesis, apabila dibiarkan
akan menjadi dampak yang tidak baik bagi tanaman. Bagian tanaman yang
terkena jamur akan membusuk, bahkan apabila jamur sudah mengenai
seluruh bagian tanaman maka tanaman tersebut akan mati (Maulana,
2018).
Penyakit karat putih merupakan penyakit yang disebabkan oleh
cendawan Albugo ipomoea Pandurate). Karat putih merupakan penyakit
yang umum muncul pada tanaman kangkung. Penyakit ini menimbulkan
bitnik-bintik putih berukuran kecil pada permukaan daun (Maulana, 2018).
Gejala penyakit ini biasanya terlihat di bagian bawah daun berupa bintik-
bintik putih kemudian berubah warna menjadi coklat. Perkembangan
penyakit dimulai dengan fiksasi uredospora/teliospora pada permukaan
bawah daun dengan menyemprotkan air, diikuti oleh pembentukan bintik-
bintik putih. Bintik ini kemudian berkembang menjadi pustula putih kecil.
bersama dengan berjalannya waktu pustula akan diperkuat dan dalam
tahap lanjut terjadi perubahan warna menjadi coklat. Di dalam pustul
terakumulasi massa teliospora ini siap untuk menyebar ke tanaman lain
melalui angin, air dan serangga. Pustula akan muncul dalam 5-13 hari
setelah infeksi (Opod et al., 2021).
Penyakit karat putih sangat peka terhadap Dithan M-45 atau Benlate,
namun apabila benih kangkung diberi perlakuan penyiraman dan
pembersihan yang baik, penyakit ini tidak akan menjadi masalah.
Pegendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan mencabut tanaman
yang sakit. Dapat pula dilakukan penyemprotan jika diperlukan (Maulana,
2018).
Penilaian kerusakan tanaman dilakukan atas dasar gejala serangan
OPT yang sangat bervariasi. Kerusakan tanaman oleh serangan hama
dapat menjadi kerusakan mutlak dan tidak mutlak. Kerusakan mutlak
adalah kerusakan tanaman/bagian tanaman oleh serangan hama yang
menyebabkan tanaman tidak menghasilkan. Sedangkan kerusakan yang
tidak mutlak adalah kerusakan tanaman/bagian tanaman oleh serangan
OPT, tetapi tanaman masih bisa menghasilkan. Berdasarkan pengamatan,
gejala serangan hama pada sistem hidroponik kangkung dan pakcoy
termasuk ke dalam kerusakan tidak mutlak. Hal ini dikarenakan kerusakan
hanya terjadi di salah satu daun, sehingga masih ada banyak daun yang
dapat digunakan untuk tanaman berproduksi.
Intensitas serangan OPT dapat dinyatakan secara kuantitatif dan
kualitatif. Intensitas kuantitatif serangan dinyatakan dalam persentase (%)
yang menunjukan tanaman, bagian tanaman, atau kelompok tanaman yang
terserang, sedangkan intensitasnya serangan kualitatif dinyatakan dalam
kategori serangan: ringan, sedang, berat dan puso. Penetapan kategori
serangan OPT dari intensitas serangan kuantitatif (%) intensitas serangan
kualitatif untuk hama yaitu ringan ≤ 25%; sedang > 25% ≤ 50%; berat >
50% ≤ 85%; dan puso > 85%. Sedangan persentase kuantitatif untuk
penyakit yaitu ringan ≤ 11%; sedang > 11 ≤ 25%; berat > 25% ≤ 85%; dan
puso > 85%. Berdasarkan pengamatan, didapatkan persentase kerusakan
pada kangkung adalah 6,5% dan 6,25% yang menandakan bahwa
kerusakan masih ringan.
F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum hidroponik dan


greenhouse acara VIII adalah:
1. Gejala dari serangan penyakit bercak daun, karat putih, rebah semai,
layu bakteri, hawar daun bakteri, busuk hitam
2. Teknik pengendalian dalam budidaya hidroponik yaitu dengan
menerapkan pengendalian mekanis, kimiawi dan kultur teknis.
2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum acara VIII ini adalah
sebelum melakukan praktikum, praktikan harus memahami dan
mengetahui hal yang akan dilakukan. Mengetahui gejala serangan
penyakit secara spesifik pada tanaman dan juga harus memperhatikan
intruksi dari asisten agar praktikum berjalan dengan lancar dan sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, D. & Abidin, Z. 2021. Rancang bangun alat pemberian nutrisi otomatis
pada tanaman hidroponik. Jurnal Teknologi dan Sistem Informasi, 2(1):
29-34.
Herraprastanti, E. H., Korawan, A. D., & Suprawikno, S. 2021. Berkebun
hidroponik untuk ketahanan pangan selama pandemi covid-19 di perum
cepu asri blora. JATI EMAS (Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian
Masyarakat), 5(2): 1-6.
Hidayat, S. H., Hidayat, P., Endang, N., Giyanto, Harahap, I. S., & Guntoro, D.
2014. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. In: Dasar-dasar Perlindungan
Tanaman. Universitas Terbuka, Jakarta, pp. 1-31.
Jumadi, O., Junda, M., Sirajudddin, & Arfandi. 2021. Pengendalian Hama dan
Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura. Makassar: Jurusan Biologi
FMIPA UNM.
Korwa, A., Martanto, E.A., & Pribadi, H.S. 2019. Intensitas penyakit bercak daun
Cercospora pada kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Kampung Aimasi
Prafi. Jurnal Agrotek, 1(5): 8-13.
Maulana, D. 2018. Raih Untung dari Budidaya Kangkung. Sleman: Trans Idea
Publishing. (On-line). E-Pusda Kabupaten Brebes diakses 26 Maret 2023.
Muzuna, Al Zarliani, W.O., Wardana, Purnamasari, W.O.D. 2021. Penyuluhan
pengembangan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman
hortikultura di Desa Lawela Kabupaten Buton Selatan. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 5(1): 288-300.
Nurlaili, R.A., Permatasari, S.C., Ningtyas, L.E., & Ambarwati, R. 2020.
Identifikasi serangga selada hidroponik sebagai lankah awal penyediaan
sayuran sehat. Biotropic The Journal of Tropical Biology, Vol. 4(2): 89-
97.
Opod, G.L., Herny, A.B., & Tairas, R.W. 2021. Insidensi penyakit karat putih
(Puccinia horiana) pada tanaman krisan (Chrysanthemum spp.) di
Kelurahan Kakaskasen II, Kota Tomohon. Cocos, 2(2).
Puspitasari, D.A.D., Sudiarta, I.P., & Sudarma, I.M. 2021. Identifikasi bakteri
penyebab penyakit utama pada tanaman hidroponik. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, 10(3): 294-307.
Roidah, I. S. 2014. Pemanfaatan lahan dengan menggunakan sistem hidroponik.
Jurnal Universitas Tulungagung Bonororo, 1(2): 43-50.
Sudarsono, H. 2015. Pengantar Pengendalian Hama Tanaman. Yogyakarta:
Plantaxia.
Sutarman. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tanaman. Sidoarjo: UMSIDA Press.
Suwardani, N.W., Purnomowati, & Sucianto, E.T. 2014. Kajian penyakit yang
disebabkan oleh cendawan pada tanaman cabai merah (Capsicum annum
L.) di pertanaman rakyat Kabupaten Brebes. Scripta Biologica, 1(3): 223-
226.
LAMPIRAN

Lampiran 1. ACC
Lampiran 2. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai