Anda di halaman 1dari 358

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

ALIA HOSPITAL JAKARTA TIMUR


PERATURAN DIREKTUR ALIA HOSPITAL JAKARTA
NOMOR : 019/SK-DIR/AH-JT/I/2023
TENTANG

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) DAN ALUR KLINIS ALIA HOSPITAL


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR ALIA HOSPITAL JAKARTA

Menimbang : a. Bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang


bermutu dan sesuai standar;
b. Bahwa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
sesuai standar perlu adanya Panduan Praktik Klinis dan Alur Klinis
di Alia Hospital Jakarta.
c. Bahwa sehubungan dengan butir a dan butir b diatas perlu ditetapkan
kebijakan Panduan Praktik Klinis dan Alur Klinis di Alia Hospital
Jakarta

Mengingat 1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011
Tentang Penyelenggaraan Komite Medik
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2019 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Kesehatan;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/90/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Tata Laksana HIV.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/394/2019 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stroke.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/755/2019 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/603/2020 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/4634/2021 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hipertensi Dewasa.
12. Surat Perizinan Berusaha berbasis Risiko Izin : 02203002111030005
tanggal 12 Januari 2023 tentang Perubahan RSIA. Bunda Aliyah
Jakarta menjadi Rumah Sakit Umum Alia Hospital Kelas C
13. Surat Keputusan President Director Bunda Aliyah Health Care
Nomor 008/DIR/SK/BAHC/XII/2022 tanggal 15 Desember 2022
Tentang Pengangkatan Plt. Direktur RSIA. Bunda Aliyah Jakarta
Timur;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR TENTANG PANDUAN PRAKTIK


KLINIS (PPK) DAN ALUR KLINIS DI LINGKUNGAN ALIA
HOSPITAL JAKARTA.
BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian

1. Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah Panduan Praktik Klinis, dibuat oleh kelompok staf
medis dikoordinasi oleh komite medis disahkan oleh Direktur
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran adalah Panduan Nasional Praktik Kedokteran,
dibuat oleh Kelompok pakar Profesi disahkan oleh Kementerian Kesehatan
3. Clinical Pathway (Alur Klinis) adalah Clinical Pathway, Alur Klinis yang dibuat oleh
multidisiplin terintegrasi pada kondisi klinis tertentu dikoordinasi oleh Komite Medis.
4. DPJP adalah Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
5. PAG : Panduan Asuhan Gizi
6. PAK : Panduan Asuhan Keperawatan
7. PAKf : Panduan Asuhan Kefarmasian PAGT : Proses Asuhan Gizi Terstandar

Pasal 2
Praktik kedokteran
1. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti
standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
2. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata
sarana pelayanan kesehatan
3. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur.

Pasal 3
Standar Pelayanan Kedokteran
1. Standar pelayanan kedokteran di rumah sakit meliputi Panduan Praktik Klinis (PPK) dan
SPO.
2. PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Standar Pelayanan Kedokteran yang
bersifat internal rumah sakit dan dibuat oleh Komite Medis serta disahkan oleh Direktur
Rumah Sakit.
3. SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan ditetapkan oleh Direktur Rumah
Sakit.

BAB II
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Pasal 4
1. Direktur rumah sakit wajib memprakarsai penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan strata
fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya.
2. PPPK harus dijadikan acuan pada penyusunan SPO di rumah sakit.
3. SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
4. SPO disusun dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (Clinical Practice Guidelines) yang
dapat dilengkapi dengan alur klinis (Clinical Pathway), algoritme, protokol, prosedur atau
standing order.
5. Panduan Praktik Klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memuat sekurang-
kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan fisik, kriteria diagnosis,
diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis dan kepustakaan.
6. SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dikoordinasi oleh
Komite Medis dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit..
7. SPO harus selalu ditinjau kembali dan diperbaharui sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
sekali, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau
kedokteran gigi

BAB III
KEPATUHAN KEPADA STANDAR
Pasal 5
1. Dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan harus
mematuhi PNPK dan SPO sesuai dengan keputusan klinis yang diambilnya
2. Kepatuhan kepada PNPK dan SPO menjamin pemberian pelayanan kesehatan dengan
upaya terbaik di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi tidak menjamin keberhasilan upaya
atau kesembuhan pasien;
3. Modifikasi terhadap PPK dan SPO hanya dapat dilakukan atas dasar keadaan yang
memaksa untuk kepentingan pasien, antara lain keadaan khusus pasien, kedaruratan, dan
keterbatasan sumber daya
4. Modifikasi PPK dan SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dicatat di dalam
rekam medis.

BAB IV
PRAKTIK KEPERAWATAN
Pasal 6
Praktik Keperawatan terdiri atas:
1. Praktik Keperawatan mandiri; dan
2. Praktik Keperawatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pasal 7
Pelimpahan Wewenang Kepada Perawat
1. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang hanya dapat diberikan secara
tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan
melakukan evaluasi pelaksanaannya.
2. Pelimpahan wewenang dapat dilakukan secara delegatif atau mandat.
3. Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan
oleh tenaga medis kepada perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
4. Pelimpahan wewenang secara delegatif hanya dapat diberikan kepada perawat profesi atau
Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan.
5. Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
6. Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang
7. Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), perawat berwenang:
a. Melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan
wewenang delegatif tenaga medis;
b. Melakukan tindakan medis di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat;
dan;
c. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program pemerintah.

BAB V
TUJUAN PANDUAN PRAKTIK KLINIK
Pasal 8

Tujuan Panduan Praktik Klinik sebagai berikut :


1. Meningatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu bekerja sama
dengan tim multidisiplin.
2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya.
3. Memberikan pilihan pengobatan dan perawatan terbaik dengan keuntungan maksimal
4. Menghindari terjadinya medication error secara dini
5. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil
6. Memberikan tata laksana asuhan dengan biaya yang memadai

BAB VI
PENYUSUNAN PPK
Pasal 9

Panduan Praktik Klinis, Panduan asuhan Keperawatan, Panduan Asuhan Gizi, Panduan
Asuhan Kefarmasian seharusnya dibuat untuk semua jenis penyakit/kondisi klinis yang
ditemukan dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Namun dalam pelaksanaannya dapat dibuat
secara bertahap, dengan mengedepankan misalnya 10 penyakit tersering yang ada di tiap
bagian. Bila tersedia Panduan Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), maka Panduan Praktik
Klinis (PPK), Panduan Asuhan Keperawatan (PAK), Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf),
Panduan Asuhan Gizi (PAG) dibuat dengan rujukan utama Panduan Nasional Praktik
Kedokteran (PNPK). Namun karena Panduan Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) hanya
dibuat untuk sebagian kecil penyakit/kondisi klinis, maka sebagian besar Panduan Praktik
Klinis (PPK), Panduan Asuhan Keperawatan (PAK), Panduan Asuhan Gizi (PAG), dan

Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf) dengan segala turunannya dibuat dengan


memperhatikan fasilitas setempat dan merujuk pada:
1. Pustaka mutakhir berupa artikel asli
2. Systematic review atau meta-analisis
3. PNPK dari negara lain
4. Nursing Care Plan Guide
5. International Dietetic dan Nutrition Terminology
6. Penuntun Diet Anak dan Penuntun Diet Edisi Baru Dewasa
7. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
8. Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
9. Pedoman Pelayanan Farmasi Klinik
10. Buku ajar
11. Panduan dari organisasi profesi
12. Petunjuk pelaksanaan program dari Kemenkes
13. Kesepakatan para staf medis Di rumah sakit umum
14. Panduan Praktik KliniK
15. Buku ajar
16. Panduan dari organisasi profesi
17. Petunjuk pelaksanaan program dari Kemenkes
18. Kesepakatan para staf medis

Di rumah sakit umum Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan Keperawatan (PAK),
Panduan Asuhan Gizi (PAG), dan Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf) dibuat untuk
penyakit-penyakit terbanyak untuk setiap bagian. Pembuatan Panduan Praktik klinis (PPK)
dikoordinasi oleh Komite Medis, Pembuatan Panduan Asuhan Keperawatan (PAK)
dikoordinasi oleh Komite Keperawatan dan pembuatan Panduan Asuhan Gizi (PAG) dan
Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf) dikoordinasi oleh Komite Tenaga Kesehatan setempat
dan berlaku setelah disahkan oleh Direktur.
BAB V
FORMAT SISTEMATIKA PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
Pasal 10
Format sistematika Panduan Praktik Klinis (PPK) sebagai berikut :
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Prosedur Diagnostik
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi (Hospital Health Promotion)
10. Prognosis
11. Tingkat Evidens*
12. Tingkat Rekomendasi*
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan

BAB VI
PENERAPAN PPK
Pasal 11

1. Panduan Praktik Klinis (termasuk ”turunan-turunannya”: Clinical Pathway, algoritme,


protokol, prosedur, standing orders) merupakan panduan yang harus diterapkan sesuai
dengan keadaan pasien.
2. Oleh karenanya dikatakan bahwa semua Panduan Praktik Klinis (PPK) bersifat
rekomendasi atau advis. Apa yang tertulis dalam Panduan Praktik Klinis (PPK) tidak harus
diterapkan pada semua pasien tanpa kecuali.
3. Berikut alasan mengapa Panduan Praktik Klinis (PPK) harus diterapkan dengan
memperhatikan kondisi pasien secara individual.
a. Panduan Praktik Klinis (PPK) dibuat untuk ’average patients’. Pasien dengan demam
tifoid ada yang masih dapat bekerja seperti biasa, di sisi lain ada yang hampir
meninggal. Panduan Praktik Klinis (PPK) dibuat bukan untuk kedua ekstrem tersebut,
melainkan untuk pasien rata-rata demam tifoid: demam 5 hari atau lebih, lidah kotor,
tidak mau makan minum, mengigau, dan seterusnya.
b. Panduan Praktik Klinis (PPK) dibuat untuk penyakit atau kondisi kesehatan tunggal.
Kembali pada pasien demam tifoid. Pada Panduan Praktik Klinis (PPK) demam tifoid
seolah-olah pasien tersebut hanya menderita demam tifoid, dia tidak menderita
hipertensi, tidak ada asma, tidak obesitas atau malnutrisi, tidak alergi kloramfenikol,
dan seterusnya. Padahal dalam praktik seorang pasien datang dengan keluhan utama
yang sesuai dengan demam tifoid, namun mungkin ia juga menderita diabetes, alergi
kloramfenikol, hipertensi dan sebagainya. Contoh lain, seorang yang menderita
kardiomiopati obstruktif menurut Panduan Praktik Klinis (PPK) harus diberikan
propranolol; namun bila ternyata ia menderita asma berat, maka propranolol tidak boleh
diberikan. Demikian pula pasien gonore yang harusnya diberikan penisilin namun tidak
boleh diberikan karena ia alergi penisilin. Atau seorang anak yang menderita diare
berdarah; menurut Panduan Praktik Klinis (PPK) misalnya harus diberikan ko-
trimoksazol sebagai obat awal; namun bila ia menderita penyakit jantung bawaan biru
dan memperoleh warfarin maka ko-trimoksasol tidak dapat diberikan.
c. Respons pasien terhadap prosedur diagnostik dan terapeutik sangat bervariasi. Ada
pasien yang disuntik penisilin jutaan unit tidak apa -apa, namun ada pasien lain yang
baru disuntik beberapa unit sudah kolaps atau manifestasi anafilaksis lain. Hal yang
sama juga terjadi pada prosedur diagnostik, misal penggunaan zat kontras untuk
pemeriksaan pencitraan.
d. Panduan Praktik Klinis (PPK) dianggap valid pada saat dicetak. Kemajuan teknologi
kesehatan berlangsung amat cepat. Bila suatu obat yang semula dianggap efektif dan
aman, namun setahun kemudian terbukti memiliki efek samping yang jarang namun
fatal, misalnya disritmia berat, maka obat tersebut tidak boleh diberikan. Di lain sisi,
bila ada obat lain yang lebih efektif, tersedia, dapat dijangkau, lebih aman, lebih sedikit
efek sampingnya, maka obat tersebut harus diberikan sebagai pengganti obat yang ada
dalam Panduan Praktik Klinis (PPK)
e. Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan Keperawatan (PAK), Panduan Asuhan
Gizi (PAG), dan Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf) modern mengharuskan kita
mengakomodasi apa yang dikehendaki oleh keluarga dan pasien. Sesuai dengan
paradigma evidence-based practice, yakni dalam tata laksana pasien diperlukan
kompetensi dokter, perawat, nutrisionis/dietisien, Apoteker dan tenaga kesehatan
lainnya, bukti ilmiah mutakhir, serta preferensi pasien (dan keluarga), maka clinical
decision making process harus menyertakan persetujuan pasien. Bila menurut ilmu
kedokteran ada obat atau prosedur yang sebaiknya diberikan, namun pasien atau
keluarganya tidak setuju, maka dokter harus mematuhi kehendak pasien, tentunya
setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap

BAB VII
REVISI PANDUAN PRAKTIK KLINIK
Pasal 12

1. Panduan Praktik Klinis (PPK) merupakan panduan terkini untuk tata laksana pasien,
karenanya harus selalu mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, keperawatan,
gizi, dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Panduan Praktik Klinis (PPK) secara periodik perlu dilakukan revisi, biasanya setiap 2
tahun. Idealnya meskipun tidak ada perbaikan, peninjauan tetap dilakukan setiap 2 tahun.
3. Masukan untuk revisi diperoleh dari Panduan Nasional Praktik Kedokteran (PNPK),
Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf) yang baru (bila ada), pustaka mutakhir, serta
pemantauan rutin apakah Panduan Praktik Klinis (PPK) selama ini dapat dan sudah
dikerjakan dengan baik.
4. Proses formal audit klinis dapat merupakan sumber yang berharga untuk revisi Panduan
Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan Keperawatan (PAK), Panduan Asuhan Gizi (PAG),
dan Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf) namun bila audit klinis belum dilaksanakan,
pemantauan rutin merupakan sumber yang penting pula.
BAB VIII
PENUNJANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS
Pasal 12

1. Penunjang Panduan Praktik Klinis yaitu alur klinis (clinical pathway).


2. Clinical Pathway (alur klinis) memiliki banyak sinonim, di antaranya care pathway, care
map, integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of care,
collaborative care pathways.
3. Clinical Pathway dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada kondisi
klinis tertentu.
4. Clinical Pathway memberikan rencana tata laksana hari demi hari dengan standar
pelayanan yang dianggap sesuai.
5. Pelayanan dalam Clinical Pathway bersifat multidisiplin sehingga semua pihak yang
terlibat dalam pelayanan dokter/dokter gigi, perawat, fisioterapis, nutrisionis/dietisien,
analis 11esehatan, radiographer, Apoteker, dll dapat menggunakan format yang sama.
6. Clinical Pathway paling layak dibuat untuk penyakit atau kondisi klinis yang memerlukan
pendekatan multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi (pada setidaknya 70%
kasus). Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal yang menyimpang, ini harus dicatat
sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut.
7. Perjalanan klinis dan outcome penyakit yang dibuat dalam Clinical Pathway dapat tidak
sesuai dengan harapan karena:
a. Memang sifat penyakit pada individu tertentu
b. Terapi tidak diberikan sesuai dengan ketentuan
c. Pasien tidak mentoleransi obat, atau  terdapat ko-morbiditas.
BAB IX
FORMAT CLINICAL PATHWAY
Pasal 13
Sistematikan atau format clinical pathway sebagai berikut :
I. Judul Clinical Pathway
II. Identitas Pasien
1. Nama Pasien
2. Jenis Kelamin
3. Tanggal Lahir
4. No. Rekam Medik
5. Diagnosa Masuk, Tanggal Masuk & Jam Masuk Rumah Sakit
6. Penyakit Utama
7. Penyakit Penyerta
8. Komplikasi
9. Tindakan
10. Berat Badan
11. Tinggi Badan
12. Tanggal & Jam Keluar Rumah Sakit
13. Lama Rawat
14. Rencana Rawat
15. Ruang Rawat/Kelas
16. Rujukan
III. Isi Clinical Pathway
A. Baris
1. Asesmen awal
a. Asesmen Awal Medis
b. Asesmen Awal Keperawatan
2. Laboratorium
3. Radiologi/imaging
4. Konsultasi
5. Asesmen Lanjutan
a. Asesmen Medis
b. Asesmen Keperawatan
c. Asesmen Gizi
d. Asesmen Farmasi
6. Diagnosis
a. Diagnosis Medis
b. Diagnosis Keperawatan
c. Diagnosis Gizi
7. Discharge Planning
8. Edukasi Terintegrasi
a. Edukasi/Informasi Medis
b. Edukasi Gizi
c. Edukasi Keperawatan
d. Edukasi Farmasi
e. Pengisian Formulir Informasi dan Edukasi Terintegras
9. Terapi/Medikamentosa
a. Injeksi
b. Cairan Infus
c. Obat Oral
d. Obat anestesi.
10. Tata Laksana/Intervensi
a. Tata Laksana/Intervensi Medis
b. Tata Laksana/Intervensi Keperawatan
c. Tata Laksana/Intervensi Gizi
d. Tata Laksana/Intervensi Farmasi
11. Monitoring dan Evaluasi
a. Dokter DPJP
b. Keperawatan
c. Gizi
d. Farmasi
12. Mobilisasi/Rehabilitasi
a. Medis
b. Keperawatan
c. Fisioterapi
13. Outcome/Hasil
a. Medis
b. Keperawatan
c. Gizi
d. Farmasi
14. Kriteria Pulang
15. Rencana Pulang/Edukasi Pelayanan Lanjutan
16. Variant

B. Kolom
1. Kegiatan
2. Uraian Kegiatan
3. Hari Penyakit dan Hari Rawat (Hari/Jam)
4. Keterangan
IV. Penanggung Jawab
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
2. Perawat Penanggung Jawab
3. Pelaksana Verivikasi
V. Keterangan:
Arsir kotak : Wajib dilaksanakan, Arsir lurus : Boleh dilakukan/Boleh tidak dilakukan
(√) : Checklist

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 12 Januari 2023
Direktur Alia Hospital Jakarta

dr. Bina Ratna, KF. MM


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PERATURAN DIREKTUR ALIA HOSPITAL JAKARTA .................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................... iii

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK

1. Kejang Demam Anak ...................................................................................... 1


2. Pnemonia Anak .................................................................................... 5
3. Infeksi Saluran kemih ..................................................................................... 8
4. Diare Akut ................................................................................... 11
5. Demam Dengue .................................................................................... 15
6. Demam Typoid ................................................................................... 23
7. Neonatus Jaundis ................................................................................... 27
8. Sepsis Neonatal ................................................................................... 32
9. Meningistis Bakterial ................................................................................... 38
10. Meningitis Tuberkuloasis ............................................................................... 42
11. Tuberkulosis Anak ................................................................................

PANDUAN PRAKTIK KLINIS OBSETRI GINECOLOG

1. Distosia .................................................................................... 46
2. Abortus .................................................................................... 53
3. Gawat Janin .................................................................................... 59
4. Haemoragik Ante Partum ............................................................................... 64
5. Hiperemis Gravidarum ................................................................................. 67
6. Haemoragic Post Partum .............................................................................. 70
7. Kehamilan Ektopik Terganggu ...................................................................... 74
8. Ketuban Pecah Dini .................................................................................. 77
9. PEB-Eklamsia .................................................................................. 81

PANDUAN PRAKTIK KLINIS PENYAKIT DALAM

1. Demam Dengue .................................................................................... 86


2. Demam Typoid .................................................................................... 90
3. Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................................................... 94
4. Diare .................................................................................... 98
5. Sindrome Dispepsia .................................................................................... 102
6. Hipertensi Emergensi .................................................................................... 106

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BEDAH

1. Appendiksitis ................................................................................... 111

PANDUAN PRAKTIK KLINIS NEUROLOGIS

1. Stroke Hemorragic ................................................................................. 115


2. Stroke Iskemik ................................................................................. 118
3. Vertigo ................................................................................. 122

PANDUAN PRAKTIK KLINIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

1. Congestif Heart Failure ................................................................................. 125


2. Hipertensi Heart Disease ............................................................................... 131

PANDUAN PRAKTIK KLINIS PARU

1. Penyakit Paru Obtruktif Kronik .................................................................... 134


2. Tuberkulosis Paru ........................................................................................ 136
3. Asma Bronkial ............................................................................................. 145
4. Efusi Pleura ................................................................................................. 148
5. Pneumothorax .............................................................................................. 151
6. Pneumonia Covid-19 .................................................................................... 153
7. Asma Eksersebasi Akut ................................................................................ 157

PANDUAN PRAKTIK KLINIS MATA

1. Katarak .......................................................................................................... 160

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANESTESI

1. Anestesi Umum Dengan Intubasi Endotracheal ................................................. 164


2. Prosedur Sedasu Dengan Total Intravenous Anestesi …………………………. 169
3. Prosedur General Anestesi Dengan Face Mask ................................................... 173
4. Prosedur Spinal Anestesi ..................................................................................... 177
PANDUAN DISAHKAN OLEH

PRAKTEK DIREKTUR

KLINIS
TENTANG
KEJANG DEMAM
(ICD 10 :R56.0) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 001/SMF-AN/AH-JT/I/2023 Tanggal : 02/01/2023

KEJANG DEMAM (ICD 10 :R56.0)

Pengertian Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang
disebabkan oleh proses ekstrakranial. Biasanya pada anak usia 6
bulan-5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi < 1 bulan tidak
termasuk kejang demam.

Anamnesis 1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kerjang, suhu


sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang,
penyebab kejang diluar SSP
2. Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam
keluarga, epilepsi dalam keluarga
3. Singkirkan penyebab kejang yang lain

Kejang demam sederhana→Berlangsung singkat, kurang < 15 menit,


umum, tonik dan atau klonik, umumnya berhenti sendiri, tanpa
gerakan fokal, tidak berulang dalam 24 jam

Kejang demam kompleks → Kejang lama >15 menit, kejang fokal


atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului parsial, berulang
lebih dari 1x dalam 24 jam
Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran
2. Suhu tubuh
3. Tanda rangsang meningeal
4. Tanda peningkatan TIK
5. Tanda infeksi di luar SSP
6. Tanda kelainan neurologis lainnya
Kriteria Diagnosis 1. Kejang didahului oleh demam

1
2. Pasca kejang anak sadar kecuali kejang > 15 menit
3. Tidak pernah kejang tanpa demam sebelumnya

Diagnosa Kerja Kejang demam (ICD 10: R56.0)


Diagnosis Banding 1. Epilepsi yang disertai demam
2. Infeksi SSP; meningitis, ensefalitis
Pemeriksaan Penunjang 1. DPL
2. Elektrolit
3. Gula darah
4. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi < 12 bulan, dianjurkan
pada bayi 12-18 bulan, tidak dianjurkan pada >18 bulan. Bila yakin
bukan meningitis secara klinis, tidak perlu dilakukan LP.
5. EEG tidak direkomendasikan, boleh dipertimbangkan pada KDK,
kejang fokal, kesadaran menurun
6. Pemeriksaan pencitraan seperti CT dan MRI hanya dilakukan atas
indikasi ; kelainan neurologik fokal yang menetap, parese,
papiledema,
7. Pemeriksaan untuk mencari sumber infeksi misalnya urinalisis,
biakan tinja, dsb
Tatalaksana 1. Airway-breathing-circulation
2. Atasi kejang

3. Antipiretik saat demam : Asetaminofen 10-15 mg/kg/kali diberikan

2
4 x perhari atau ibuprofen 5-10 mg/kg/kali sebanyak 3-4x/hr
4. Antikonvulsan berupa diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam saat
demam
5. Terapi profilaksis Jangka panjang; hanya jika kejang > 15 menit,
terdapat defisit neurologis yang nyata, kejang fokal, riwayat
epilepsi di keluarga. Dapat diberikan asam valproat 15-40
mg/kg/hr dalam 2-3 dosis atau fenobarbital 3-4mg/kg/hr dalam 1-2
dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
Indikasi rawat:
1. Kejang demam kompleks
2. Hiperpireksia
3. Kejang demam pertama
4. Usia dibawah 6 bulan
5. Dijumpai kelainan neurologis
Edukasi 1. Pakai pakaian sejuk selama demam
2. Kompres air hangat jika demam
3. Cukup intake cairan dan kalori.
4. Setelah demam reda dapat diberikan makanan padat dan cukup
kalori.
5. Jaga kebersihan makanan dan minuman serta lingkungan.
6. Imunisasi untuk mencegah berbagai penyakit infeksi
7. Jika kejang dirumah:
a. Longgarkan pakaian pasien terutama sekitar leher
b. Posisikan kepala anak miring, jangan memasukkan apapun
ke dalam mulut
c. Ukur suhu
d. Berikan diazepam rektal kecuali jika kejang berhenti
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV
Tingkat Rekomendasi A/B/C/
Penelaah Klinis SMF Anak.
Indikator Medis 1. Tidak terjadi kejang berulang
2. Demam turun

3
3. Tidak ada gangguan neurologi
Kepustakaan 1. Konsensus Penanganan Kejang Demam. UKK Neurologi
IDAI. 2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. RSUP Cipto Mangunkusumo. 2007

4
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH
KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PNEUMONIA
(ICD 10 :J18.9 )
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 002/SMF-ANAK/AH-JT/I/2023 Tanggal : 02/01/2023

PNEUMONIA (ICD 10 :J18.9)

Pengertian Inflamasi yang mengenai parenkim paru, baik disebabkan


mikroorganisme (virus, bakteri) maupun hal lain (aspirasi, radiasi)

Anamnesis Pada neonatus dan bayi kecil→gejala tidak khas, mencakup henti napas,
kulit kebiruan, menangis merintih, mengantuk, tidak mau minum, muntah,
hingga suhu badan teraba dingin.
Pada anak yang lebih besar dan remaja→demam, menggigil, batuk, sakit
kepala, hilangnya nafsu makan dan keluhan gastrointestinal seperti mual
dan muntah.
Pemeriksaan Fisik Dapat ditemukan keadaan febris, sianosis, nafas cuping hidung, retraksi
dinding dada, takipnea.
Pada pemeriksaan fisis paru ditemukan perkusi pekak, suara napas
melemah, dan ronkhi. Pada kasus yang berat dapat ditemukan tanda
dehidrasi dan hipotermia.
Kriteria Diagnosis 1. Demam
2. Sesak nafas
3. Retraksi
Diagnosa Kerja Pneumonia (J18.9).

Diagnosis Banding 1. Bronkitis


2. Asma
3. Bronkiolitis
4. Atelektasis
Pemeriksaan 1. DPL : Leukositosis predominan PMN, kadang terdapat anemia ringan
Penunjang dan LED yang meningkat. (ICD).

5
2. CRP
3. Rontgen torak, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang
dirawat, tidak rutin dilakukan
4. AGD untuk menilai derajat beratnya penyakit
Tatalaksana 1. Pengobatan suportif
a. Pemberian oksigen
b. Terapi cairan dan kalori yang cukup
c. Antipiretik
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan β-agonis
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula
darah.

2. Pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai


a. Pneumonia rawat jalan: antibiotic klinis pertama seperti amoksisilin
atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin 25 mg/kgbb, kotrimoksazol
4mg/kg TMP-20 mg/kg sulfametoksazol
b. Pneumonia rawat inap :
1. Antibiotik lini pertama yaitu golongan betalaktam atau
kloramfenikol. Ampisilin dapat diberikan 100 mg//kg/hr dalam
4x pemberian dan kloramfenikol 75 mg/kg/hr dalam 4x
pemberian terutama kasus community based. Untuk kasus
hospital based, diberikan sefotaksim 100mg/kg/hr dalam 2x
pemberian.
2. Pada neonatus dan bayi kecil, antibiotik intravena harus
diberikan sesering mungkin. Yang direkomendasikan adalah
golongan betalaktam/clavulanat dengan aminoglikosid, atau
sefalosporin generasi ketiga.
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan per oral selama 7-10 hr atau sampai 4-5 hr bebas demam.

Indikasi Rawat : Berdasarkan berat-ringannya penyakit; kondisi toksik,


distres pernapasan, tidak mau makan/minum, penyakit penyerta,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien.

Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus

6
dirawat. Anak usia 2 bulan-5 tahun harus dirawat bila ada sesak nafas,
tidak perlu rawat jika tidak ada sesak napas, cukup diberikan antibiotik oral
dan terapi simptomatis.

Komplikasi
1. Empiema
2. Perikarditis purulenta
3. Pneumotorak
4. Meningitis purulenta
Edukasi 1. Cukup intake cairan dan kalori.
2. Makanan lunak dan mudah dicerna.
3. Setelah demam reda dapat diberikan makanan padat dan cukup kalori.
4. Jaga kebersihan makanan dan minuman.
5. Imunisasi
6. ASI ekslusif
7. Hindari kontak dengan orang dewasa/anak yang menderita infeksi
saluran napas
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV
Tingkat Rekomendasi A/B/C/D
Penelaah Klinis SMF Anak.
Indikator Medis 1. Demam turun
2. Tidak sesak
3. Makan/minum membaik
Kepustakaan 1. Mardjanis Said. Pneumonia. dalam Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI.
2008
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUP
Nasional Cipto Mangunkusumo. 2007

7
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
INFEKSI
SALURAN KEMIH
(ICD 10 : N39.0) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 003/SMF-ANAK/AH-JT/I/2023 Tanggal : 02/01/2023

INFEKSI SALURAN KEMIH (ICD 10 : N39.0)

Pengertian Bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran
kemih dalam jumlah bermakna

Anamnesis 1. Demam merupakan keluhan yang sering dan kadang-kadang


merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.
2. Adanya gangguan kemampuan mengontrol kandung kemih, pola
berkemih, dan aliran urin
3. Gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apatis,anoreksia, ikterus
atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau
minum, nafsu makan menurun, oliguria, iritabel, nyeri
perut/berkemih, kembung dan buang air kecil tidak lancar.
Pemeriksaan Fisik a. Berat badan.
b. Tanda-tanda vital seperti suhu tubuh, frekuensi denyut Jantung,
pernapasan serta tekanan darah.
c. Tanda-tanda penyerta lain seperti ikterus, distensi abdomen, nyeri
tekan pada suprapubis, nyeri ketok pinggang, balanitis, vulvitis,
perlekatan labia
Kriteria Diagnosis Berdasarkan Anamnesa. Pemeriksaan Fisik dan penunjang
Diagnosa Kerja Infeksi Saluran Kemih (N39.0)

Diagnosis Banding
Pemeriksaan Penunjang 1. DPL : leukositosis, peningkatan laju endap darah pada
pielonefritis.
2. Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit
esterase, protein, dan darah.
Tatalaksana 1. Eradikasi infeksi akut
a) Umum nya hasil pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam

8
pengobatan. Bila dalam waktu tersebut respon klinik belum
terlihat mungkin antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau
mungkin yang dihadapi adalah ISK kompleks, sehingga
antibiotic dapat diganti.
b) Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
• Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan
antibiotik yang resistensi nya masih rendah
berdasarkan pola resistensi kuman, seperti
sefalosporin atau ko-amoksiklav. Jika antibiotik per
oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotic
parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama
2-4 hari dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga
total lama pemberian 10 hari.
c) Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
• Berikan antibiotik oral selama 3 hari, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
• Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis
harus dinilai kembali, dilakukan pemeriksaan kultur
urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan
kepekaan terhadap obat.
• Pilihan antibiotic parenteral :
Seftriakson 75 mg/kgbb/hari
Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
2. Pemeriksaan USG dan MSU pada kasus yang dicurigai terdapat
kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih.
3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang dengan meningkatkan
keadaan umum pasien termasuk memperbaiki status gizi, edukasi
tentang pola hidup sehat, dan menghilang kan atau mengatasi
factor risiko.
• Asupan cairan yang tinggi dan miksi yang teratur
bermanfaat mencegah ISK berulang.
• Tindakan sirkumsisi pada anak laki laki telah terbukti efektif

9
menurunkan insidens ISK.
4. ISK yang memerlukan tindakan rawat inap antara lain, ISK pada
neonatus, pielonefritis akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal
ginjal, hipertensi, ISK disertai sepsis atau syok, ISK dengan
gejala klinik yang berat seperti rasa sakit yang hebat, toksik,
kesulitan asupan oral, muntah dan dehidrasi.
Edukasi 1. Tirah baring
2. Cukup intake cairan
3. Jaga kebersihan saat dan setelah miksi, serta pakaian yang
digunakan
4. Diit Tinggi Kalori Tinggi Protein
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV


Tingkat Rekomendasi A/B/C/
Penelaah Klinis SMF Anak.
Indikator Medis 1. Bebas demam
2. Nafsu makan membaik
3. Tidak ada komplikasi
Kepustakaan 1. White, brett. American Academy of Pediatrics. Diagnosis and
Treatment of Urinary Tract Infection in Children.2011;83(4):409-
415
2. Miesien, Tambunan T, Munasir.Profil klinis Infeksi Saluran Kemih
pada Anak di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, Vol. 7,
No. 4, Maret 2006: 200 - 206
3. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi. Konsensus Infeksi Saluran
Kemih Pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.
4. hang Steven L, ShortliffeLinda D. Pediatric Urinary Tract
Infection. Pediatric Clinics of North America 53 (2006) 379– 400.

10
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH
KLINIS DIREKTUR
TENTANG
DEMAM BERDARAH
DENGUE
(ICD 10: A91) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 001/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

DEMAM BERDARAH DENGUE (ICD 10: A91)

Pengertian Demam berdarah dengue yaitu penyakit infkesi yang disebabkan virus
dengue diikuti pembesaran plasma. Dan pada beberapa kasus diikuti
oleh DSS (dengue syok syndrome) yaitu DHF yang diikuti suatu syok

Anamnesis 1) Dapat bersifat asymptomatis


2) Demam tidak khas/demam dengue/demam berdarah dengue/ dss
3) Demam selama 2-7 hari
4) Adanya fase kritis yaitu fase penurunan panas selama 2-3 hari, dimana
beresiko terjadi syok
5) Pada masa inkubasi (4-6 hari): nyeri kepala, nyeri tulang belakang,
lelah
Pemeriksaan Fisik 1) Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang berat,
dengan komplikasi perdarahan, syok, kesadaran menurun.
2) Salah satu manifestasi perdarahan : petekie, purpura, perdarahan
mukosa, melena, hematemesis, uji bendun (+)
3) Hepatomegali, efusi pleura, ascites sebagai manisfestasi kebocoran
plasma
Kriteria Diagnosis 1. Demam dengue : demam, nyeri kepala atau nyeri retro-orbital, mialgia,
atralgia, terdapat leukopeni dan trombositopeni tampa kebocoran
plasma
2. DBD I: gejala sama, dan Rumple Leed (+), trombositopeni dan
kebocoran plasma
3. DBD II : gejala sama dan perdarahan spontan, trombositopenia,
kebocoran plasma
4. DBD III : gejala sama dan gagal sirkulasi, trombositopenia, kebocoran
plasma

86
5. DBD IV : Syok berat, tekanan darah juga nadi tidak terkontrol
Diagnosa Kerja Demam Berdarah Dengue
Diagnosis Banding 1. Demam tifoid
2. Campak
3. Chikungunya
4. Influenza
5. leptospirosis
Pemeriksaan A. laboratorium
Penunjang i. Darah perifer lengkap : trombositopenia, peningkatan hematokrit >
20%, leukosit normal/leukopenia
ii. Pada hari ke 3, hapusan darah tepi : limfositosis relative dan
Limfosit Plasma Biru
iii. Faktor Hemostatis : PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, FDP
iv. Hipoproteinemia (akibat kebocoran plasma)
v. SGOT/SGPT meningkat
vi. Deteksi anti body (IgG dan IgM)
IgM terdeteksi pada hari 1-6 hari (fase akut), dan persiten selama
60-90 hari
IgG terdeteksi setelah hari ke 5 pasca infeksi, dan persisten selama
beberapa tahun.
B. Pemeriksaan Radiologi
i. Foto Rontgen hemithorax kanan posisi lateral decubitus kanan >
deteksi efusi pleura akibat kebocoran plasma. Pada kasus lebih
parah kedua hemithorax akan terkena
ii. USG untuk deteksi Ascites dan Efusi pleura akibat kebocoran
plasma
Tatalaksana A. Hanya terapi suportif untuk mengontrol jumlah cairan plasma
B. Penanganan pada pasien yang dicurigai DBD > Cek Kadar Hb, Ht dan
Trombosit. Jika semua normal dengan kadar trombosit sekitar 100.000-
150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran berkunjung kembali
setelah 24 jam
C. Jika demam > 38C, berikan paracetamol 3-4x500mg p.o

Indikasi Rawat :
Demam berdarah dengue dengan trombosit < 100.000, peningkatan
hematokrit > 20%, intake sulit harus dirawat inap di rumah sakit

87
1) Cairan dan Kalori
• Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu
asupan cairan dan kalori diberikan melalui sonde lambung
• Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskuler dan jaringan
• Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik
• Pelihara keadaan nutrisi
2) Penanganan pada pasien DBD tanpa syok cairan infus kristaloid dengan
tetesan maintenance
3) Penanganan pada pasien DBD dengan hematokrit > 20% dari normal
atau pada perdarahan spontan, pemberian cairan infus kristaloid (6-
7cc/kgbb/jam
Jika membaik dalam 3-4 jam, kurangi jadi 5cc/kgbb/jam
Jika membaik lagi dalam 2 jam, kurangi lagi jadi 3cc/kgbb/jam
Jika membaik lagi, cairan dihentikan setelah 24-48 jam
Jika memburuk, tambahkan cairan menjadi 10ml/kgbb/jam
Penanganan pada pasien DSS :
• Pengganti cairanintravaskuler dengan kristaloid sebesar 10-
20cc/kgbb/jam yang di evaluasi setelah 15-30 menit
• Jika membaik, kurangi menjadi 7cc/kgbb/jam
• Jika dalam 1-2 jam mentap stabil, kurangi cairan menjadi
5cc/kgbb/jam
• Jika dalam 1-2 jam berikutnya masih stabil, maka kurangi
cairan menjadi 3ml/kgbb/jam
• Jika dalam 24-48 jam syok teratasi, maka hentikan asupan
cairan
4) Terapi O2 2-4 liter/menit

Pemantauan :
Terapi :
a) Evaluasi demam dengan monitor suhu. Pada hari ke 4-5 demam
menurun, dan kembali demam di hari 6-7
b) Pasien dipulangkan jika tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik,
nafsu makan membaik, klinis perbaikan, kenaikan trombosit > 100.000,
dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan dirumah

Penyulit :

88
a) Syok : Syok berat, tekanan darah juga nadi tidak terkontrol
b) Enselopati : perubahan dan penurunan kesadaran
Edukasi
1. Tirah baring
(Hospital Heath 2. Banyak minum air putih
Promotion) 3. Cukup intake cairan dan kalori

Prognosis Ad vitam : bonam.


Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Penyakit Dalam

1. Demam turun, jika suku aksila < 37.5C


2. Nafsu makan membaik
Indikator Medis
3. Nilai hematokrit normal
4. Trombosit > 100.000
1. Ganiswarna, S. G. 2003. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI
2. Purnamasari, Diah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed, V. Jakarta:
FKUI, 2009
3. Silvia A. Priece, Lorraince M. Wilson. Patologi. Jakarta: EGC. 2003
4. Soegondo, Sidawarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V Jakarta:
Kepustakaan FKUI, 2009
5. Waspadji, Sarwono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jakarta:
FKUI. 2009
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/9845/2020 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Infeksi Dengue Pada Dewasa

89
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

TENTANG
DEMAM TYPHOID
ANAK
(ICD 10 : A01.0) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 006/SMF-ANAK/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 18/12/2022

DEMAM TYPHOID ANAK (ICD 10 : A01.0)

Pengertian Infeksi akut dengan demam yang berlangsung selama 7 hari atau
lebih yang disebabkan oleh Salmonella Typhi

Anamnesis 1. Demam lebih dari 7 hari, naik secara bertahap, mencapai suhu
tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu ke 2 demam terus
dan tinggi.
2. Anak sering mengigau, malaise, letargi,anoreksia, nyeri kepala,
nyeri perut,diare atau konstipasi, muntah perut kembung.
Kesadaran menurun, ikterus pada demam typhoid yang berat
Pemeriksaan Fisik 1. Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
komplikasi kesadaran menurun, delirium.
2. Sebagian bersar anak mempunyai lidah typhoid, yaitu bagian
tengah kotor dan dibagian pinggir hyperemis.
3. Meteorismus dan hepatomegali lebih sering dibanding
splenomegali. Kadang-kadang disertai ronkhi pada pemeriksaan
paru
Kriteria Diagnosis 1. Demam lebih dari 7 hari naik secara bertahap, mencapai suhu
tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus
tinggi.
2. Lidah typhoid
Diagnosa Kerja Demam typhoid (A01.0)

Diagnosis Banding 1. Demam Dengue


2. Malaria
3. Tuberculosis

23
Pemeriksaan 1. Darah tepi : Leukopenia, aneosinofilia, limfositosis relative,
Penunjang
trombositopenia (ICD 9 CM:90.5).
2. Serologi : Widal kenaikan titer S Typhi O 1:200 atau kenaikan
titer 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens.
3. Pemeriksaan Radiologik :
a. Foto thorax jika diduga terjadi komplikasi Pneumonia.
b. Foto abdomen jika diduga terjadi komplikasi intraintestinal
seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.
Pada perforasi usus tampak :
1. Distribusi udara tidak merata.
2. Air fluid level.
3. Bayangan radioluscent didaerah hepar.
4. Udara bebas pada abdomen.
Tatalaksana • Jika demam (> 39 C) berikan paracetamol iv.
• Kloramfenikol (drug of choice) 50 -100 mg/kgbb/hari dibagi
dalam 4 dosis peroral atau IV selama 10 – 14 hari.
Jika tidak dapat diberikan Kloramfenikol diberikan Ampicillin IV
selama 10 hari.
• Bila tidak ada perbaikan digunakan generasi ke 3 Cephalosporin
seperti :
5. Seftriaxon 80 mg/kgBB IV selama5-7 hari.
6. Sefixim oral 10 mg/kgBB dibagi 2 dosis selama 10 hari.
• Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran.
Dexamathason 1-3 mg /kgBB dibagi dalam 3 dosis sampai
kesadaran membaik.
• Tindakan bedah dilakukan bila ada perforasi.
• Suportif :
7. Demam typhoid dapat dirawat dirumah.
8. Tirah baring.
9. Isolasi memadai
10. Kebutuhan cairan dan kalori tercukupi.

24
Indikasi Rawat :
Demam typhoid berat harus dirawat inap di Rumah Sakit.
1. Cairan dan Kalori.
▪ Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila
perlu asupan cairan dan kalori diberikan melalui sonde
lambung.
▪ Pada ensefalopati kebutuhan cairan dikurangi 4/5
kebutuhan dengan kadar natrium rendah.
▪ Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskuler dan
jaringan.
▪ Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik.
▪ Pertahankan oksigenisasi jaringan, bila perlu diberikan
O2.
▪ Pelihara keadaan nutrisi
▪ Pengobatan asam basa dan elektrolit.
2. Antipiretik diberikan jika deman > 37.6 C
3. Diet :
▪ Makanan tidak berserat dan mudah dicerna.
▪ Setelah demam reda dapat diberikan makanan yang
lebih padat dan kalori cukup.
4. Transfusi darah kadang-kadang diperlukan pada perdarahan
saluran cerna dan perforasi usus.

Pemantauan :
Terapi :
1. Evaluasi demam dengan memonitor suhu. Jika Apabila pada hari
ke 4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera
di evaluasi apakah ada komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi
S Typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menentukan
diagnosa.
2. Pasien dipulangkan jika tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak

25
dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.

Penyulit :
3. Intraintestinal : perforasi usus atau perdarahan saluran cerna:
Suhu menurun, nyeri abdomen,muntah, nyeri tekan pada palpasi,
bising usus menurun sampai menghilang, defans muscular
positive dan pekak hati hilang.
4. Ekstraintestinal : ensefalopati, hepatitis typhosa, meningitis,
pneumonia, syok septik, pielonefritis, endocarditis, osteomielitis
dll.

Edukasi 1. Tirah baring.


2. Cukup intake cairan dan kalori.
3. Makanan lunak dan mudah dicerna.
4. Setelah demam reda dapat diberikan makanan padat dan cukup
kalori.
5. Jaga kebersihan makanan dan minuman.

Prognosis Ad vitam : bonam.


Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV


Tingkat A/B/C/D
Rekomendasi
Penelaah Klinis KSM Anak.
Indikator Medis 1. Demam turun, jika suhu aksila < 37,5 C
2. Nafsu makan membaik.

Kepustakaan 1. American Academy of pediatric. Salmonella Infection. Dalam :


Pickering LK, Baker CJ, Long SS, Movilan JA, Penyunting, Red
Book : 2006 report of the committee in infectious diseases Edisi
27. Elk. Grove Village.
2. Cleary TG, Salmonella Spicies. Dalam : Long SS, Pickering LK,
Prober CG, Penyunting. Principles and Practice of Pediatric

26
Infection Diseases. Edisi ke 2. Philadelphia, PA: Elsevier Science
: 2003. H 830-5
3. World Health Organization 2009: Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit: pedoman bagi RS rujukan
tingkat pertama di kabupaten / kota
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Edisi I : 2004, Standar Pelayanan
Medis Anak

27
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

TENTANG
NEONATAL JAUNDICE
(ICD 10 : P59.9)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 007/SMF-ANAK/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 12/12/2022

NEONATAL JAUNDICE (ICD 10 : P59.9)

Keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan naik terus
pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirrubin tak terkonjugasi
Pengertian
yang berlebih.

Anamnesis 1. Onset anak tampak mulai kuning.


2. Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi dan penyakit saat ibu
hamil, usia kehamilan saat dilahirkan dan metode dan proses
persalinan.
3. Adanya tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan
berat badan, apne, takipnue, instablilitas suhu).
4. Pemberian air susu ibu (ASI), frekuensi dan jumlah ASI yang
diberikan.
5. Riwayat saudara kandung dengan ikterus atau anemia.
Pemeriksaan Fisik 1. Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
komplikasi kesadaran menurun, ensefalopati bahkan kejang.
2. Tampilan ikterus dapat diperiksa di ruangan yang
pencahayaannya cukup, dan menekan kulit dengan tekanan ringan
untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan.
3. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, ekstravasasi darah,
memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan
berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.
Kriteria Diagnosis 1. Tampak Ikterik
2. Kadar bilirubin (sesuai diagram jumlah serum bilirubin total)
Diagnosa Kerja Neonatal Jaundice (P59.9).

27
Diagnosis Banding 1. Bacterial Sepsis of Newborn (ICD 10 : P36.9)
2. Anemia Hemolitic (ICD 10 : D59.9)
Pemeriksaan 1. Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk
Penunjang
diperiksa bila ikterus menetap sampai usia >2 minggu atau dicurigai
adanya kolestasis.
2. Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk
melihat morfologi eritrosit dan ada tidaknya hemolisis. Bila fasilitas
tersedia, lengkapi dengan hitung retikulosit.
3. Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi
untuk mencari penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus
negatif harus menjalani pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan
direct Coombs’ test segera setelah lahir.
4. Kadar enzim G6PD pada eritrosit.
5. Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati,
pemeriksaan urin untuk mencari infeksi saluran kemih, serta
pemeriksaan untuk mencari infeksi kongenital, sepsis, defek
metabolik, atau hipotiroid.

Tatalaksana • Pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI:


- Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin.
- Observasi berat badan, BAK dan BAB yang berhubungan
dengan pola menyusui.
- Kadar bilirubin mencapai 15 mg.dL, tingkatkan pemberian
minuman, rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara
memompa, dan menggunakan protokol penggunaan fototerapi
sesuai diagram kadar serum bilirubin.
• Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik
(pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfuse tukar,
merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan
kadar bilirubin.
• Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar
blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan

28
kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 dengan menempat kan bayi
langsung dibawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih
luas).
• Foto terapi harus lakukan saat total kadar serum bilirubin:
- ≥ 15mg/dL(257 umolperL) pada bayi berusia 25sampai 48
jam,
- ≥ 18mg/dL(308 umolperL) pada bayi 49 sampai 72 jam,
- ≥ 20mg/dL (342 umolperL) pada bayi yang berusia lebih
dari 72 jam.
• Perawatan rutin selama fototerapi:
- Cairan: masukan cairan ditingkatkan 30%
- Rawat bayi tanpa pakaian
- Tutup mata bayi + perawatan mata dengan larutan saline
- Turunkan temperature inkubator 1OC di bawah temperatur
yang direkomendasikan jaga agar kulit tetap bersih dan
kering
- Jangan gunakan krim atau lotion karena risiko kulit
terbakar
- Pantau : BB setiap hari, temperatur kulit setiap 2-4 jam,
status hidrasi dan tingkat ikterus
- Selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di
pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar
bilirubin <10 mg/dL (<171 μmol/L). Lamanya penyinaran
biasanya tidak melebihi 100 jam.

Transfusi tukar merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah


kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor
dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai
sebagian besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar harus
dipertimbangkan pada kadar 20 mg/dL.

➢ Transfusi tukar harus dipertimbangkan pada kadar 20

29
mg/dL.
➢ Kriteria melakukan tranfusi tukar melihat kadar bilirubin
o ≥ 20mg/dLpada bayi berusia 25sampai 48 jam
o ≥ 25mg/dL pada bayi 49 sampai 72 jam
o ≥ 20mg/dL pada bayi yang berusia lebih dari 72 jam
➢ Kriteria dengan melihat rasio bilirubin total terhadap albumin
o 8mg/dL pada bayi usia berusia ≥ 38 minggu.
o 7.2mg/dL pada bayi berusia > 35minggu dan sehat atau ≥
38minggu dengan resiko tinggi.
o 6.8mgdL/ pada bayi > 35minggu dengan resiko tinggi
Edukasi 1. Pemberian ASI/PASI semau bayi untuk mencegah dehidrasi saat
dilakukan penyinaran
2. Penyinaran bayi dirumah dengan menjemur bayi dibawah sinar
matahari pada pagi hari

Prognosis Tampa Terjadi Ikterus


Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam :bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV


Tingkat
A/B/C/D
Rekomendasi
Penelaah Klinis SMF Anak.
Indikator Medis 1. Ikterik berkurang.
2. Kadar Bilirubin normal sesuai diagram kadar bilirubin neonatus
Kepustakaan 1. Sukadi, Abdulrahman. “Hiperbilirubinemia: Buku Ajar
Neonatologi. Edisi Pertama”. Cetakan Kedua.Badan Penerbit
IDAI. 2010.p147-169.
2. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson.
Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol. 1: Ikterus dan
Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir.Edisi 15. EGC, Jakarta
1999. p610-616.

30
3. Garna, Herry, Heda Melinda. Ikterus Neonatorum.Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-3. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RSHS Bandung. 2005. p102-
108.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Ikterus Pada Bayi
Lahir. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985. p1101-1115.
5. Etika, Risa, Agus Harianto, dkk. Hiperbilirubinemia Pada
Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNAIR-RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2004 .
6. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on
Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the
newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ;
114 : 294.
7. American Family Physician. Hyperbilirubinemia in the Term
Newborn. AAFP 2002; Volume 65, number 4. p599-606.

31
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
SEPSIS NEONATAL
(ICD 10 :P06.9 )

Dr. Bina Ratna, KF,.MM


No Dokumen : 008/SMF-ANAK/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 12/12/2022

Sepsis Neonatal (ICD 10 : P06.9)

Pengertian Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis penyakit sistemik akibat


infeksi, yang terjadi didalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri,
virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis neotatus.
Tanda awal sepsis neonatal pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga
skrining dan pengelolaan terhadap faktor resiko perlu dilakukan. Terapi
awal pada neonatus yang mengalami sepsis harus segera dilakukan tanpa
menunggu hasil kultur. Sepsis dibedakan menjadi :
o Early onset sepsis (EOS), timbul dalam 3 hari pertama, berupa
gangguan multi sistim dengan gejala pernafasan yang menonjol,
ditandai dengan awitan tiba tiba dan cepat berkembang menjadi
syok dengan mortalitas tinggi.
o Late onset sepsis (LOS), timbul setelah usis 3hari, lebih sering
diatas 1 minggu. Pada sepsis awitan lambat, biasanya ditemukan
fokus infeksi dan sering disertai dengan meningitis.
o Sepsis nosokomial, ditemukan pada bayi resiko tinggi yang dirawat,
berhubungan dengan monitor invasif dan berbagai teknik yang
digunakan diruang rawat intensif.

Anamnesis 1. Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan kecurigaan


infeksi berat atau ketuban pecah dini.
2. Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan
persalinan yang kurang higienis
3. Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah,
riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur meconium.
Riwayat bayi malas minum, penyakit cepat memberat.

32
4. Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk. Aktifitas berkurang atau
iritable. Muntah, perut kembung, tidak sadar, kejang
Pemeriksaan Fisik Keadaan umum :
o Suhu tubuh tidak normal (lebih sering hipotermia), letargi atau lunglai,
mengantuk atau aktifitas berkurang. Malas minum setelah sebelumnya
minum dengan baik, iritable atau rewel.
o Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
Gastrointestinal :
o Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
o Tanda mulai muncul setelah hari ke empat
Kulit :
o Perfusi kulit kurang, sianosis, petekie, ruam, sklerema, ikterik.
Kardiopulmonal :
o Takipnu, distress respirasi (bafas cuping hidung, merintih, retraksi)
takikardi, hipotensi
Neurologis :
o Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun ubun menonjol, kaku
kuduk sesuai dengan meningitis
Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta penunjang
Diagnosa Kerja Sepsis Neonatorum (P06.9)

Diagnosis Banding
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk
Penunjang menilai perubahan akibat infeksi bakteri, adanya leukositosis atau
leukopeni, neutropeni, peningkatan rasio neutrofil immatur/Total (I/T)
lebih dari 0,2
2. Peningkatan protein fase akut (C-Reaktive protein), Peningkatan Ig M.
3. Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur dan pengecatan Gram pada
sample darah, urin dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji
kepekaan kuman
4. Analisis gas darah : hipoxia, asidosis metabolik, asidosis laktat.
5. Pada pemeriksaan cairan serebrospinal, ditemukan peningkatan jumlah
leukosit, terutama jumlah PMN, jumlah leukosit > 20mL (umur kurang
dari 7 hari) atau >10/mL (umur lebih dari 7 hari), peningkatan kadar
protein, penurunan kadar gulucosa serta ditemukan kuman pada
pengecatan Gram. Gambar ini sesuai dengan meningitis yang sering

33
terjadi pada sepsis awitan lambat.
6. Gangguan metabolik hipoglikemi, asidosis metabolik
7. Paningkatan kadar bilirubin
Radiologis
Foto thorax dilakukan jika ada gejala distres pernafasan
Pada foto thorax dapat ditemukan :
▪ Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi
pleura.
▪ Pneumonia karena infeksi intrapartum, berupa infiltrasi dan
destruksi jaringan bronkopulmoner, atelektasis segmentas atau
lobaris, gambaran retikulogranular difus (seperti penyakit
membran hialin) dan efusi pleura.
▪ Pada peneumonia karena infeksi pasca natal, gambarannya sesuai
dengan pola kuman setempat.
▪ Jika ditemukan gejala neurologis, dapat dilakukan CT Scankepala,
dapat ditemukan obstruksi aliran cairanserebrospinal, infark atau
abses pada ultrasonografi dapat ditemukan ventrikulitis.
Pemeriksaan lain sesuai penyakit yang menyertasi
Tatalaksana Antibiotik
▪ Antibiotik awal diberikan ampisilin iv/im 50mg/kgBB setiap 12 jam
dan Gentamisin iv/im 3-5mg/kgBB sekali sehari. Bila organisme
tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukan tanda infeksi
sesudah 48 jam, ganti ampicilin dan beri sefoktaxim iv 50mg/kgBB
setiap 8 jam, sedangkan gentamicin tetap dilanjutkan
▪ Pada sepsis nasokomial, pemberian antibiotik disesuaikan dengan
pola kuman setempat. Jika disertai dengan meningitis, terapi
antibiotik diberikan dengan dosis meningitis selama 14 hari untuk
kuman Gram Positif dan 21 hari untuk kuman Gram Negatif.
▪ Lanjutan terapi dilakukan berdasarkan hasil kultur dan sensitifvtas.
Gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium serial (misalnya CRP)

Respirasi
Menjaga potensi jalan nafas dan pemberian oxigen untuk mencegah
hipoxia. Pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan ventilator mekanik

Kardiovaskuler

34
Pasang jalur i.v dan beri cairan dengan dosis rumatan serta lakukan
pemantauan tekanan darah (bila tersedia fasilitas) dan perfusi jaringan
untuk mendeteksi dini adanya syok. Pada gangguan perfsi dapat
diberkan volume ekspander (NaCl fisiologis, darah atau albumin,
tergantung kebutuhan) sebanyak 10ml/kgBB dalam waktu setenga
jam, dapat diulang 1-2 kali. Jangan lupa untuk melakukan monitor
keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan
obat obatan inotropik spserti dopain atau dobutamin.

Hematologi
Tranfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.

Tunjangan nutrisi adekuat


Manajemen khusus
• Pengobatan terhadap tanda khusus atau penyakit penyerta serta
komplikasi yang terjadi (misal : kejang, gangguan metabolik,
hematologi, respirasi, gastrointestinal, kardiorespirasi, hiperbilirubun)
• Pada kasus tertentu dibutuhkan immunoterapi dengan pemberian
imunoglobulin, antibodi monoklonal atau tranfusi tukar (bila fasilitas
memungkinkan).
• Tranfusi tukar diberikan jka tidak terdapat perbaikan klinis dan
laboratorium setelah pemberian antibiotik adekuat

Bedah
Pada kasus tertentu seperti hidrosefalus dengan akumulasi progresif
dan enterokolitis netrotikan, diperlukan tindakan bedah

Lain lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)


Pengelolaan bersamaan dengan sub bagian Neurologic anak, pediatrik
sosial, bagian Mata, Bedah Syaraf dan Rehabilitasi Anak.

Tumbuh kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis, terutama jika
disertai dengan meningitis, adalah gangguan tumbuh kembang berupa
gejala sisa neurologis seperti retardasi mental, gangguan mental, ganggual
penglihatan, kesukaran belajar dan kelainan tingkah laku.

35
Edukasi Langkah preventif :
o Mencegah dan mengobatai ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat
atau infeksi intrauterin
o Mencegah dan mengobati ibu dengan ketuban pecah dini. Perawatan
antenatal yang baik.
o Mencegah aborsi berulang, cacat bawaan, mencegah salinan prematur
o Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman melakukan
resusitasi dengan benar
o Melakukan resusitasi dengan benar
o Melakukan tindakan pencegahan infeksi : Cuci tangan.
o Melakukan indentifikasi awal terhadap faktor resiko sepsis pengelolaan
yang efektif
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Anak.

Indikator Medis Perbaikan Klinis

Kepustakaan 1. Mohammed FMB. Sepsis. Dalam : Gomella TL, Cuningham MD, Eval
FG, Tuttle D, penyunting, Neonatology, Managemen, Prosedur, on call
problems, disease and drugs, edisi keenam, new york: McGraw Hill;
2004. H 665-72
2. Puopolo KM. Bacterial and Fungal Infections,Dalam: Cloherty JP,
Eichenwaald EC, Stark AR, Penyunting. Manual of Neonatal Care.
Edisi keenam, Philadelpha: lippincott Williams and wilkins; 2008.
H.274-300. Baley AV, Goldfarb J. Neonatal Infekctions. Dalam : kalus
MH. Fanaroff AA, penyunting, Care of the High Risk Neonate. Edisi
kelima. Philadelphia: WB Saunders; 2001. H.363-392
3. Stoll BJ. Infections of the neonatal infant. Dalam: Kliegman RM,
Berrman RE, Jenson HB, stanton BF, penyunting, Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier,2007. H.794-811.

36
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/342/2017 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Sepsis.

37
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
MENINGITIS
BAKTERIAL
(ICD 10 :P06.9) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 009/SMF-ANAK/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 12/12/2022

MENINGITIS BAKTERIALIS (ICD 10 :G03.9)

Meningitis bakterial adalah suatu peradangan selaput jaring otak dan

Pengertian medulla spinalis yang disebabkan oleh bakterial patogen. Peradangan


tersebut mengenal arakhnoid, piamater dan cairan serebrospinal.

Anamnesis 1. Seringkali didahului infeksi pada saluran nafas atas atau saluran cerna
seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah
2. Gejala meningitis adalah demam, nyeri kepala dan meningismus
dengan atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang dan
muntah, merupakan hal yang sangat sugestif meningitis tetapi tidak
ada satu gejala pun yang khas.
3. Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak
kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala
hanya berupa demam, iritanle, letargi, malas minum dan high pitched-
cry.
Pemeriksaan Fisik 1. Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau
iritabilitas.
2. Dapat juga diemukan ubun ubun besar yang menonjol, kaku kuduk
atau tanda rangsang meningeal lain (bruzinski dan kernig), kejang dan
difisit neutologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak
ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun
3. Dapat juga ditemukan tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial.
4. Cari tanda infeksi ditempat lain (Infeksi THT, Sepsis, Pneumonia)
Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang meningitis
Diagnosa Kerja Meningitis (G03.9)
Diagnosis Banding Enchepalitis
Pemeriksaan 1. Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan

38
Penunjang elektrolit bila ada indikasi.
2. Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi :
o Didapatkan cairan keruh dan opalescence dengan Nonne - / + dan
Pandy +/++
o Jumlah sel 100-10.000mm3 dengan hitung jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500mg/dl, glucosa < 40mg/dl,
pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini jumlah
sel dapat normal dengan predominan limfosit.
o Apabila telah dapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat
tidak spesifik

Tatalaksana Medikamentosa
Diawali dengan tereapi empiris, kemudian disesuaikan dengan hasil biakan
dan uji resistensi. ) lihat algoritma)
Terapi empirik antibiotik
o Usia 1 – 3 bulan :
Ampicilin 299-400mg/kgBB/Hari i.v dibagi dalam 4 dosis +
sefotaxim 200mg-300mg/kgBB/hari i.v dibagi menjadi 4 dosis, atau
Cefriaxon 100mg/kgBB/hari i.v dibagi menjadi 2 dosis
o Usia > 3 bulan :
Sefotaxim 200-300mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3-4 dosis, atau
Sefriaxon 100mg/kgBB/hari i.v dibagi 2d osis, atau
Ampicilin 200-400mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis +
Kloramphenikol 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dengan


hasil kultur dan resistensi.
o Dexamethason
Dexamethason 0.6mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 4 dosis selama 4
hari. Injeksi dexamethason diberikan 15-30menit sebelum atau pada
saat pemberian antibiotik.
Lama pengobatan
Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.
o Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada

39
komplikasi seperti empiema subdural, abses otak atau hidrosefalus
o Suportif
• Periode kritis pengobatan meningitis bakterial adalah hari ke 3 dan
hari ke 4. Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan
secara teratur. Guna mencegah muntah dan aspirasi sebaiknya
pasien dipuasakan lebih dahulu pada awal sakit.
• Lingkar kepala harus di monitoring setiap hari pada anak dengan
ubun ubun besar yang masih terbuka.
• Peningkatan tekanan intrakanial, syndrome inappopriate
Antidiuretic Hormone (SIADH), kejang dan demam harus
dikontrol dengan baik. Terstriksi cairanatau posisi kepala lebuh
tinggi tidak selalu dikerjakan pada setiap anak dengan meningitis
bakterial.
• Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH. Diagnosa SIADH
ditegakkan jika terdapat kadar natrium srum yang < 135 mEq/L
(135mmol/L), osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin
> 2 kali osmolaritas serum, natrium urin > 30mEq/L (30mmol/L)
tampa adanya tanda tanda dehidrasi atau hipovolemi. Beberapa
ahli merekomendasikan pembatasan jumlah cairan dapat
dikembalikan ke cairan isotoni, terutama jika natrium serum <
130mEq/L (130mmol/L). Jumlah cairan dapat dikembalikan ke
cairan rumatan jika kadar natrium serum kembali normal.
Edukasi Pemantauan
Terapi :
Untuk pemantauan efek samping penggunaan antibiotik dosis tinggi,
dilakukan pemeriksaan darah perifer secara serial, uji fungsi hati, dan uji
fungsi ginjal bila ada indikasi
Tumbuh kembang :
Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa meningitis baketerialis terjadi
pada 30% pasien, karena itu uji fungsi pendengaran harus segera dikerjakan
setelah pulang. Gejala sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi, kebutaan,
spatisitas dan hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang dan konsultasi ke
departemen terkait disesuaikan dengan temuan klinis pada saat follow up.

Prognosis Ad vitam : bonam.


Ad sanationam : bonam

40
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Anak.

Indikator Medis Perbaikan klinis

1. Bale JF.Viral Infection of the nervous system. Dalam: Swaiman


KF,Ashwal S, Ferriero DM, Penyunting Pediatric neurology principles
and practice. Edisi ke-4. Philadelphia: mosby, 2006 h.1595-1630.
Kepustakaan
2. Chavez-Bueno S. Mc Cracken GH. Bacterial Meningitis in Children.
2003:361:39-48. Mann K, Jackson MA

41
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
MENINGITIS
TUBERKULOSIS
(ICD 10 :A17.0) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 010/SMF-ANAK/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 12/12/2022

MENINGITIS TUBERKULOSIS (ICD 10 :A17.0)

Meningitis Tuberkulosis adalah radang selaput otak yang disebabkan

Pengertian oleh Mycobacterium Tuberculosis. Biasanya jaringan otak ikut terkena


sehingga disebut sebagai meningo-ensepalitis tuberkulosis

Anamnesis 1. Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung akut.


2. Kejang, deskripsi kejang (jebis,lama,frekunsi,interval kesadaran
setelah kejang.
3. Penurunan kesadaran.
4. Penurunan berat badan (BB), anoreksis, muntah, sering batuk dan
pilek.
5. Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa
6. Riwayat imunisasi BCG
Pemeriksaan Fisik Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium :
1. Stadium I (inisial)
Pasien tampak apatis, iritabel, nyeri kepala, demam, malaise,
anoreksia, mual, muntah. Belum tampak manifestasi neurologis
2. Stadium II
Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang
meningeal, kejang, devisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan
gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hamibalismus)
3. Stadium III
Disertai kesadaran semakin menurun sampai koma. Ditemukan tanda
tanda peningkatan tekana intrakranial, pupil terfiksasi, pernafasan
ireguler, disertai peningkatan suhu tubuh dan ekstremitas spastis
Pada funduskopi dapat ditemukan pupil yang pucat, tuberkel pada
retina dan adanya nodul pada koroid. Lakukan pemeriksaan paru tBCG

42
dan tanda tanda infeksi tuberkulosis di tempat lain.
Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan temuan M.Tuberkulosis
pada pemeriksaan apusan LCS
Diagnosa Kerja Meningitis Tuberkulosis (A17.0)
Diagnosis Banding Enchepalitis
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah,dan
Penunjang gula darah. Leukosist darah tepi sering meningkat (10.000-20.000
sel/mm3). Sering ditemukan hiponatremi dan hipokloremia karena
sekresi antidiuretik hormon yang adekuat
2. Pungsi lumba :
o Liquor serebro spinal(LCS) jernih, cloudy atau santokrom,

o Jumlah sel meningkat antara 10–250 sel/mm3 dan jarang melebihi

500 sel/mm3, hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada


stadium awal dapat dominan polimorfonuklear.
o Protein meningkat diatas100mg/dl sedangkan glukosa menurun
dibawah 35mg/ dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal.
o Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap
dilakukan.
o Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi
lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval dua
minggu.
3. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) danlatex particle agglutination dapat
mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila
memungkinkan).
4. Pemeriksaan pencitraan (computedtomography (CTScan)/
magneticresonanceimaging/ (MRI) kepala dengan kontras) dapat
menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark,
tuberkuloma, maupun hidrosefalus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
ada indikasi, terutama jika dicurigai terdapat komplikasi hidrosefalus.
5. Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran
penyakit tuberkulosis. Uji tuberculin dapat mendukung
diagnosis
6. Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat
menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar
Tatalaksana Medikamentosa

43
Pengobatan medikamentosa diberikan sesuai rekomendasi American
Academy of Pediatrics 1994, yakni dengan pemberian 4 macam obat
selama 2 bulan, dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama
10 bulan.
Dosis obat antituberkulosis adalah sebagai berikut :
- Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari.
- Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari.
- Pirazinamid 15-30 mg/kgBB.hari, dosis maksimal 2000 mg/hari.
- Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari atau
streptomisin IM 20 – 30 mg/kg/hari dengan maksimal 1 gram/hari.

Kortikosteroid diberikan untuk menurunkan inflamasi dan edema serebral.


Prednison diberikan dengan dosis 1–2mg/kg/hari selama 6–8 minggu.
Adanya peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat diberikan

deksametason 6 mg/m2 setiap 4–6 jam atau dosis 0,3–0,5 mg/kg/hari. Tata
laksana kejang maupun peningkatan tekanan intracranial dapat dilihat pada
bab terkait.

Perlu dipantau adanya komplikasi Syndrome Inappropriate Antidiuretic


Hormone (SIADH). Diagnosis SIADH ditegakkan jika terdapat kadar
natrium serum yang <135mEq/L(135 mmol/L), osmolaritas serum < 270
mOsm/kg, osmolaritas urin> 2 kali osmolaritas serum, natrium urin> 30
mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda dehidrasi atau hipovolemia.
Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan jumlah cairan dengan
memakai cairan isotonis, terutama jika natrium serum < 130 mEq/L (130
mmol/L). Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar
natrium serum kembali normal.
Bedah
Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit>3 minggu dan dapat
diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Perlu dilakukan pemantauan terhadap asidosis metabolic pada pemberian
asetazolamid. Beberapa ahli hanya merekomendasikan tindakan VP-shunt
jika terdapat hidrosefalus obstruktif dengan gejala ventrikulomegali disertai
peningkatan tekanan intraventrikel atau edema periventrikuler.
Suportif
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke
Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi

44
spastisitas, serta mencegah kontraktur.
Pemantauan pasca rawat
Pemantauan darah tepi dan fungsi hati setiap 3-6 bulan untuk mendeteksi
adanya komplikasi obat tuberkulostatik.
Gejala sisa yang sering ditemukan adalah gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, palsi serebral, epilepsi, retardasi mental, maupun gangguan
perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh-kembang,
jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait
(Rehabilitasi Medik, telinga hidung tenggorokan (THT), Mata dll) sesuai
indikasi.
Edukasi 1. Tirah baring
2. Teratur minum obat
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Anak.

Indikator Medis Perbaikan klinis

1. Bale JF.Viral Infection of the nervous system. Dalam: Swaiman


KF,Ashwal S, Ferriero DM, Penyunting Pediatric neurology
principles and practice. Edisi ke-4. Philadelphia: mosby, 2006
h.1595-1630.
2. Shingadian D, Novelli V. Review: Diagnosis and treatmen of
tuberculosis in children. Lancet Infection Dis. 2003:3-3:624-32.
3. Thwaites GE, Hien TT. Review: Tuberculous meningitis: many
Kepustakaan questions, too few answers. Lancet Neurol. 2005;4:160-70.
4. Woodfield J,Argent A. Clinical review: vidence behind the WHO
guidelines: Hospital care for children: what is the most appropriate
anti-microbakterial treatment for tuberculosis meningiis. J of Trop
Pediatric, 2008: 54:220-4
5. Prasad K, Singh MB. Corticosteroid for managing tuberculous
meningitis (Review). Cochrane database of systematic reviews
2008.

45
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK DIREKTUR
KLINIS
TENTANG
TB ANAK

Dr. Bina Ratna, KF,.MM


No Dokumen: 011/SMF-ANAK/AH-JT/XII/2022 Tanggal: 17/12/2022
TB ANAK (ICD 10: A 15- A 16)
1. Pengertian Infeksi TB pada anak
2. Anamnesis Pasien TB anak dapat ditemukan melalui 2 pendekatan utama, yaitu
investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif
dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan
gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TB.
• Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah
atau sering bertemu dengan pasien TB menular.Pasien TB menular
adalah pasien TB (umumnya pasien TB dewasa dan masih mungkin
pasien anak) yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif.
• Anak yang menunjukkan tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan
TB pada anak

Gejala sistemik / umum TB pada anak


• Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non- remitting
(tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan
penyebab lain batuk telah disingkirkan.
• Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat
malam.
• Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure tothrive).
• Berat badan turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas ATAU berat badan tidak naik dengan adekuat ATAU tidak naik
dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yangbaik.
• Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
• Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila
tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan
merupakan gejala spesifik TB pada anak

TB milier
Gejala dan tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya pada anak,
dapat dimulai dengan demam hilang timbul selama beberapa minggu,
nafsu makan berkurang, mudah letih, dapat disertai batuk dan sesak
nafas. Kadang demam tidak jelas, tetapi orang tua pasien mengeluhkan
penurunan berat badan yang progresif, menyerupai keganasan.

TB perinatal
Transmisi terjadi setelah lahir dari kasus TB BTA (+), yaitu biasanya
-1-
ibu atau kontak dekat lain. Gejala awal seperti letargi, sulit minum,
berat badan lahir rendah dan kesulitan pertambahan berat badan.
3. Pemeriksaan Fisik Gambaran seperti TB paru, TB ekstra paru
TB milier
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki, mengi, limfadenopati dan
hepatosplenomegali.Dalam keadaan lanjut bisa juga terjadi hipoksia,
pneumotoraks, dan atau pneumomediastinum, sampai gangguan fungsi
organ, serta syok.
TB perinatal
Distres pernapasan, pneumonia yang sulit sembuh, hepatosplenomegali,
limfadenopati, distensi abdomen dengan asites, atau gambaran sepsis
neonatal dengan TB diseminata.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis pasti TB adalah dengan menemukan M. tuberculosispada
pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura
ataupun biopsi jaringan. Mengingat kesulitan penegakan diagnosis pasti,
maka anamnesis dan pemeriksaan fisis yang terarah dan cermat sangat
diperlukan.
Rekomendasi pendekatan diagnosis TB pada anak 2:
1. Anamnesis (riwayat kontak erat dengan pasien TB dan gejala klinis
sesuaiTB)
2. Pemeriksaan fisis (termasuk analisis tumbuh- kembang anak)
3. Bila Uji tuberculin: (+) tanpa gejala umum dan atau spesifik serta
radiologi disebut Infeksi TB (TB laten). Bila Uji Tuberkulin (+)
ditambah gejala dan atau spesifik serta radiologi maka disebut Sakit
TB.
4. Konfirmasi bakteriologis, upayakan semaksimal mungkin
5. Pemeriksaan penunjang lain yang relevan (foto toraks, pungsi lumbal,
biopsi dan yang lainnya sesuai lokasi organ yang terkena)
6. Skrining HIV pada kasus dengan kecurigaan HIV
Gejala sistemik TB:
1. batuk persisten,
2. demam lama,
3. berat badan turun,
4. malaise
5. keringat malam
Gejala lokal tergantung pada organ yang terkena
• Konfirmasi diagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis (pulasan
langsung dan biakan) serta histopatologi harus selalu diupayakan
sesuai ketersediaan fasilitas
• Pemeriksaan radiologis dapat membantu dalam menegakkan diagnosis,
namun harus dibaca oleh tenaga yang terlatih
-2-
• Induksi sputum merupakan cara pengambilan spesimen yang paling
baik dan dapat dikerjakan untuk semua anak baik di ruang rawat inap
maupun rawat jalan.
Diagnosis dengan system skoring
Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih.
Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan
uji tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup
diberikan profilaksis INH terutama anak balita.
Parameter Skor

0 1 2 3

Kontak TB Tidak - Laporan BTA(+)


jelas keluarga,
BTA(-)/
BTA
tidak jelas/
tidak tahu
Uji Tuberkulin Negatif - - Positif
(Mantoux) (≥10mm
atau ≥5
mm pada
imunokom
promais)
Berat Badan BB/TB<90 Klinis gizi
% buruk atau
BB/TB<70%
atau
BB/U<60%
Demam - ≥ 2minggu -
yang tidak
diketahui
penyebabny
a
Batuk kronik ≥ 3minggu

Pembesara ≥1 cm,
n kelenjar lebih dari
limfe kolli, 1 KGB,
aksila, tidak
inguinal nyeri
Pembengkak Adape
an m-
tulang/sendi bengka
panggul, kan
lutut, falang
Fototoraks Normal Gambaran
kelainan sugestif
tidak (mendukung)
jelas TB
Skor Total

Catatan:
• Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama
1 bulan.
-3-
• Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik
setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
• Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar
hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi
segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma
• Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan:
1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau
kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:
• Kejang, kaku kuduk
• Penurunan kesadaran
• Kegawatan lain, misalnya sesak napas.

Setelah dinyatakan sebagai pasien TB pada anak dan diberikan


pengobatan OAT harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara
cermat. Apabila respons klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT
dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik
maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

TB milier
Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam waktu 2-3 minggu setelah
penyebaran kuman secara hematogen.Gambarannya sangat khas, yaitu
berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di seluruh lapangan
paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3
mm).

TB perinatal/TB kongenital
Kontak dengan ibu penderita TB

4. Diagnosis Kerja Penulisan Diagnosis TB Anak

• Definisi Kasus : TB konfirmasi bakteriologis / TB terdiagnosis klinis

-4-
• Lokasi Anatomi : Paru / Ekstraparu (sesuai organ)
• Riwayat Pengobatan OAT sebelumnya : baru/ pengobatan ulang
• Pemeriksaan bakteriologis dan Uji kepekaan : positif/negatif/ tidak
dilakukan dan monoresisten/ poliresisten/ multidrug resistan/
ekstensif drug resistan/ resistan rifampisin
• Status HIV : positif/negatif/ tidak diketahui
TB milier
TB perinatal
TB kongenital
TB ekstraparu pada anak
TB-HIV pada anak
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang Sputum BTA dan TCM TB
Biakan M.Tb dan uji kepekaan OAT foto toraks PA
Uji Tuberkulin
Skoring
8.Tata Laksana • Obat TB diberikan dalam panduan obat, tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
• Pemberian gizi yang adekuat.
• Mencari penyakit penyerta, jika ada ditata laksana secara bersamaan.
Mengingat tingginya risiko TB disseminata pada anak kurang dari 5 tahun,
maka terapi TB hendaknya diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Terdapat beberapa perbedaan penting antara anak dengan dewasa, di
antaranya adalah usia muda mempengaruhi kecepatan metabolism obat
sehingga anak terutama usia kurang dari 5 tahun memerlukan dosis yang
lebih tinggi (mg/kgBB) dibandingkan anak besar atau dewasa
Panduan OAT pada anak

Kategori Diagnostik Fase Intensif Fase Prednison


Lanjutan

TB Paru BTA negatif


2HRZ 4HR -
TB Kelenjar

2 mgg -
Efusi pleura TB 2HRZ 4HR
tapp off

TB Paru BTA positif 2HRZE 4HR -

TB paru berat: 2HRZE 7-10 HR

- TB Millier

-5-
- TB Paru dengan kerusakan luas

- TB +destroyed lung

2HRZ(E/S) 10 HR 4 mgg –
tap off
Meningitis TB

2 mgg –
Perikarditis TB
tap off

Peritonitis TB
2 mgg –
tap off
Skeletal TB

Respons terapi dan pemantauan:


• Idealnya setiap anak dipantau setidaknya: tiap 2 minggu pada fase
intensif dan setiap 1 bulan pada fase lanjutan sampai terapi selesai
• Penilaian meliputi: penilaian gejala, kepatuhan minum obat, efek
samping, dan pengukuran berat badan
• Dosis obat mengikuti penambahan berat badan
• Kepatuhan minum obat dicatat menggunakan kartu pemantauan
pengobatan.
• Pemantauan sputum harus dilakukan pada anak dengan BTA (+) pada
diagnosis awal, yaitu pada akhir bulan ke-2, ke-5 dan ke-6.
• Foto toraks tidak rutin dilakukan karena perbaikan radiologis
ditemukan dalam jangka waktu yang lama, kecuali pada TB milier
setelah pengobatan 1 bulandan efusi pleura setelah pengobatan 2 – 4
minggu.
• Anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi TB harus
dirujuk untuk penilaian dan terapi, anak mungkin mengalami resistensi
obat, komplikasi TB yang tidak biasa, penyebab paru lain atau masalah
dengan keteraturan (adherence) minum obat.

Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan untuk TB dengan komplikasi seperti
meningitis TB, sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar, dan perikarditis
TB. Steroid dapat pula diberikan pada TB milier dengan gangguan napas
yang berat, efusi pleura dan TB abdomen dengan asites. Obat yang sering
digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari, sampai 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari
selama 4 minggu, kemudian tappering off bertahap 12 minggu sebelum
dilepas.
TB milier
-6-
OAT yang diberikan pada fase intensif adalah 4 macam yaitu RHZE dan
fase lanjutan 2 macam yaitu RH. Pemberian steroid bertujuan untuk
mencegah perlengketan di jaringan paru, amat bermanfaat jika juga
terdapat TB meningitis. Steroid dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari
(maksimal 60 mg/hari) diberikan selama 4 minggu , kemudian dilakukan
tapering off selama 2 minggu, lalu dihentikan.
TB perinatal
Tatalaksana Neonatus yang lahir dari Ibu TB
ASI tetap diberikan, dengan ibu memakai masker untuk pencegahan, serta
prinsip PPI secara umum Bayi tidak perlu dipisahkan dari ibu, bayi tetap
disusui langsung, tetapi ibu harus memakai masker untuk mencegah
penularan TB pada bayinya. Pada ibu yang sangat infeksius (BTA positif)
dan kondisi klinis yang berat, bayi dipisahkan sampai terjadi konversi
BTA sputum atau ibu tidak infeksius lagi, tetapi tetap diberikan ASI yang
dipompa.

Jika neonatus tersebut tidak memiliki gejala (asimtomatik), dan ibunya


terbukti TB yang sensitif dengan OAT, maka neonatus diberikan terapi
pencegahan dengan isoniazid (10mg/kg) selama
6 bulan. Neonatus harus dipantau secara rutin setiap bulan, dan dievaluasi
kemungkinan adanya gejala TB untuk memastikan TB aktif tidak
berkembang.

Pada akhir bulan ke 6, bila bayi tetap asimptomatik, pengobatan dengan


INH distop dan dilakukan uji tuberkulin. Jika uji tuberkulin negatif dan
tidak terinfeksi HIV, maka dapat diberikan BCG 2 minggu setelahnya,
Akan tetapi jika uji tuberkulin positif, harus dievaluasi untuk
kemungkinan sakit TB.
Jika ibu terbukti tidak terinfeksi dan sakit TB, bayi harus diskrining TB.
Jika tidak ada bukti infeksi TB, maka bayi harus dipantau secara teratur
untuk memastikan penyakit TB aktif tidak berkembang. Jika diagnosis
TB sudah dikonfirmasi atau bayi menunjukkan tanda klinis sugestif TB,
pengobatan harus dimulai oleh dokter spesialis anak. Imunisasi BCG
diberikan 2 minggu setelah terapi jika bayi tidak terinfeksi HIV. Jika
terinfeksi HIV, BCG tidak diberikan. Neonatus yang lahir dari ibu yang
MDR atau XDR-TB harus dirujuk, kontrol infeksi menggunakan masker.

Tatalaksana neonatus dengan sakit TB


Neonatus sakit TB harus dirawat di ruang perinatologi atau NICU di
fasilitas rujukan. Foto toraks dan pengambilan spesimen dari lokasi yang

-7-
memungkinkan harus diambil, untuk membuktikan diagnosis TB pada
neonatus. Pemberian OAT harus dimulai pada bayi yang kita curigai TB
sambil menunggu konfirmasi bakteriologis.
Lakukan pemeriksaan plasenta (PA, makroskopik & mikroskopik), dan
darah v. umbilikalis( Mikrobiologi = BTA & biakanTB), foto toraks dan
bilas lambung. Bila pada evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit
atau ear discharge, lakukan pemeriksaan mikrobiologis dan/atauPA. Bila
selama perjalanan klinis terdapat hepatomegali, lakukan pemeriksaan
USG abdomen, jika ditemukan lesi di hati, lanjutkan dengan biopsi hati.
Imunisasi BCG sebaiknya tidak diberikan dahulu. Setelah ibu dinyatakan
tidak infeksius lagi, maka dilakukan uji tuberkulin. Jika hasilnya negatif,
isoniazid dihentikan dan diberikan BCG pada bayi.

Pencegahan TB
1. Vaksinasi Basillus Calmette et Guerin (BCG)
Vaksin BCG masih sangat penting untuk diberikan, meskipun efek
proteksi sangat bervariasi, terutama untuk mencegah terjadinya TB
berat (TB milier dan meningitis TB).
Sebaliknya pada anak dengan HIV, vaksin BCG tidak boleh diberikan
karena dikhawatirkan dapat menimbulkan BCG-itis diseminata. Hal
ini sering menjadi dilema bila bayi mendapat BCG segera setelah
lahir pada saat status HIV-nya belum diketahui. Bila status HIV ibu
telah diketahui dan Preventing Mother to Child Transmission of HIV
(PMTCT) telah dilakukan maka vaksinasi BCG dapat diberikan pada
bayi yang lahir dari ibu HIV positif, kecuali jika ada konfirmasi bayi
telah terinfeksi HIV.
2. Profilaksis INH
Profilaksis primer diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak
dengan pasien TB dewasa dengan BTA sputum positif (+), namun
pada evaluasi dengan tidak didapatkan indikasi gejala dan tanda
klinis TB. Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis 10
mg/kgBB/hari selama 6 bulan, dengan pemantauan dan evaluasi
minimal satu kali per bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan
profilaksis dengan INH selesai dan anak belum atau tidak terinfeksi
(uji tuberkulin negatif).
Profilaksis INH 10mg/kg BB dengan rentang dosis 7-15mg/kgBB
diberikan pada anak balita dan anak imunokompromais di segala usia
yang kontak erat dengan pasien TB BTA positif.
Profilaksis INH 20 mg/kgBB (dosis tinggi) pada anak balita dan anak

-8-
imunokompromais disegala usia yang kontak erat dengan pasien TB
RO/MDR, ditambah dengan pemberian Vitamin B6 10 mg untuk
dosis INH ≤200 mg/hari, dan 2x10 mg untuk dosis INH >200
mg/hari.
9. Edukasi
10. Prognosis Tergantung pada berat penyakit
11. Indikator Bila keluhan berkurang, kondisi stabil
12. Kepustakaan 1. Permenkes RI no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, Kemenkes RI, 2016
2. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan Tatalaksana
Tuberkulosis. 2013
3. WHO. A guide to monitoring and evaluation for collaborative TB/HIV
activities, 2015- revision. Geneva; 2015.
4. International Standards for Tuberculosis Care – 3rd edition, 2014,
Developed by TB CARE I with funding by the United States Agency
for International Development (USAID) diunduh dari
http://istcweb.org
5. Kemenkes RI, DirJen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Nasional Tata laksana Klinis Infeksi HIV dan
Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta; 2011.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat jenderal
pengendalian penyakit dan Penyehatan lingkungan 2015. Panduan
pelaksanaan Program kolaborasi TB-HIV.Jakarta; 2015
7. World Health Organization. Guidance for national tuberkulosis
programmes on management of tuberkulosis in children. Geneva:
World Health Organization;; 2006. (WHO/HTM/TB/2006.371).
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

-9-
PANDUAN DISAHKAN OLEH

PRAKTEK KLINIS DIREKTUR

TENTANG
DISTOSIA
(ICD 10:O66.9)

Dr. Bina Ratna, KF,.MM


No Dokumen : 001/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

DISTOSIA (ICD 10:O66.9)

Distosis merupakan persalinan yang abnormal/sulit atau disebut juga


persalinan lama. Penyebabnya dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Kelainan tenaga (kelainan his), berupa his yang tidak normal dalam
kekuatan atau sifatnya.

Pengertian 2. Kelainan janin dapat berupa kelainan letak (letak sungsang atau
letak melintang) atau bentuk janian ( hidrosefalus, kembar siam,
prolaps tali pusat
3. Kelainan jalan lahir berupa kelainan dalam ukuran atau bentuk
jalan lahir

Anamnesis Proses persalinan yang lama


Pemeriksaan Fisik Distosia karena kelainan HIS
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri
hipertonik
a. Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Disini kekuatan his lemah dan frekuensi nya jarang. Sering dijumpai
pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala opembukaan serviks, fase laten atau fase
aktif, maupun pada kala pengeluaran. Intersia uteri hipotonik terbagi
dua, yaitu :
o Inersia uteri primer

46
Terjadi permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang
adekuat (kelainan his yang timbul sejak permulaan persalinan),
sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah
memasuki keadaan inpartu atau belum.
o Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I dan kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan/kelainan.

b. Inersia uteri hipertonik


Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai
melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian
bawah, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut sebagai
incoordinate uterin action. Contohnya misalnya “tetania uteri”
karena obat uteronika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung
hampir terus menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin
karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah
rangsangan uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan,
ketuban pecah lama dengan disertai inkesi dan sebagainya.
Penanganan :
Dilakukan pengobatan simptomatis untuk mengurangi tonus otot,
nyeri, mengurangi ketakukan. Denyut jantung janin harus terus di
evaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus
diakhiri

Distosis karena kelainan letak


a. Letak sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri
Macam macang letak sungsang :
1. Letak bokong murni (frank breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas.
2. Letak sungsang sempurna (compleet breech)
Kedua kaki ada yang disamping bokomg dan letak bokong

47
kaki sempurna
3. Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech)
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi letak sungsang :
1. Fiksasi kepala pada PAP yang tidak baik atau tidak ada: pada
pinggul sempit, hidrosepalus, anencepalus, plasenta previa,
tumor.
2. Janin mudah bergerak: pada hidramnion, multipara, janian kecil
(premature)
3. Gemelli
4. Kelainan uterus:mioma uteri
5. Janin sudah lama mati
6. Sebab yang tidak diketahui
Diagnosis letak sungsang :
1. Pemeriksaan luar, janin letak memajang, kepala di daerah fundus
uteri.
2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu
atau dua kali.
Syarat partus pervagina pada letak sungsang :
1. Janin tidak terlalu besar
2. Tidak ada suspek CPD
3. Tidak ada kelainan pada jalan lahir
Jika berat janin 3500gr atau lebih, terutama pada primigravida
atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500gr,
seksio sesaria lebih dianjurkan.
b. Prolaps tali pusat
Yaitu tali pusat berada diamping atau melewati bagian terendah
janin setelah ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah, disebut tali
pusat terdepan. Pada keadaan prolaps tali pusat (tali pusat
menumbung) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada bagian
janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada
janin. Prolap tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban
pecah bagian terdepan janian masih berada diatas PAP dan tidak
seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan:
hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan
panggul, prematur, kelainan letak.

48
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar
dari liang senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali
pusat dalam liang senggama atau teraba tali pusat disamping
bagian terendah janin.
Pencegahan Prolaps Tali Pusat :
➢ Menghindari pecahnya ketuban secara prematur akibat
tindakan kita
Penanganan Tali Pusat Terdepan :
➢ Usahakan agar ketuban tidak pecah
➢ Ibu posisi trendelenberg
➢ Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusar
➢ Reposisi tali pusar
Penanganan Prolaps Tali Pusat :
➢ Apabila janin masih hidup, janian abnormal, janian sangat
kecil harapan hidup
Tunggu Partus Spontan :
➢ Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil,
pembukaan lengkap
Vacum Ekstraksi, Forcef :
➢ Pada letak lintang atau letak sungsang seksio sesaria
Distosis Karena Kelainan Jalan Lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan
pada jaringan keras / tulang panggul, kelainan pada jaringan lunak
panggul.
a. Distosia karena kelaianan panggul/bagian keras
Dapat berupa :
1. Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya
panggul jenis naegele, rachitis, scoliosis, kyposis, robert dan lain
lain
2. Kelainan ukuran panggul
Panggul sempit(pelvic contaction), panggul disebut sempit
apabila ukuran 1-2cm kurang dari yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada :
o Kesempitan pintu atas panggul
Inlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari
10 cm atau diameter tranversa kurang dari 12 cm.

49
Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD
kurang dari 11.5cm
o Kesempitan midpelvis
Diameteter interspinarum 9cm
Bila diameter tranversa ditambah dengan diameter
sagitalis posterior kurang dari 13.5cm
Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan Ro-
pelvimetri
Midpelvis contraction dapat memberi kesulitan swaktu
persalinan sesudah kepala melewati pintu atas panggul
o Kesempitan outlet
Kalau diameter tranversa dan diameter sagitalis posterior
kurang dari 15cm. Kesempitan otlet, meskipun mungkin
tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat
menyebabkan ruptur perineal yang hebat. Karena urkus
pubis sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang
belakang

b. Kelainan jalan lahir lunak


Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan
keadaan lain pada jalan lahir yang menghalangi jalannya
persalinan.

Distosia Servitis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelaianan pada
serviks uteri. Walaupun harus normal dan baik, kadang kadang
permukaan serviks menjadi macet karena ada kelaianan yang
menyebabkan serviks tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada serviks uteri :
❖ Serviks kaku (rigid cervix)
❖ Serviks gantung (hanging cervix)
❖ Serviks konglumer (conglumer cervix)
❖ Edema servikx
Kelainan selaput dara dan vagina
Selaput dara yang kaku dan tebal
Kelainan kelaianan bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus, uterus

50
arkuatus dan sebagainya
Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
Diagnosa Kerja Distosia (ICD 10 : 066.9)
Diagnosis Banding
Pemeriksaan 1. Laboratorium : DPL, CT/BT
Penunjang 2. USG
3. CTG
Tatalaksana Penanganan distosia tergantung dari jenis distosianya, dapat dilakuakan
manuver obsetrik tambahan agar dapat dilahirkan secara pervaginam
melakukan persalinan perabdominam
1. Kelainan Power
Dilakuakn induksi persalinan , apabila tidak ada kemajuan persalianan
maka dilakukan seksio sesaria, namun pada persalinan kala II apabila
ibu mengalami kelelahan maka persalianan dilakukan dengan
menggunakan vakum ekstraksi
2. Kelainan Passage
Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau
kelainan bentuk panggul sebagaiknya dilakukan melalui
perabdominam.
3. Kelainan Passangger
Penaganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM”
(Ask for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder
disimpaction, Rotation of posterior shoulder, Manual remover
posterior arm)
Pada letak sungsang, Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks
prognosis untuk menilai lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan
pervaginam dan perabdominan, sebagai berikut :

0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur Lebih 39 38 minggu Kurang 37
Kehamilan Minggu minggu
Taksiran Lebih dari 3629gr – Kurang
Berat Janin 3630gr 3176gr 3176gr
Pernah letak Tidak 1x lebih 2x
Sungsang

51
Pembukaan Kurang 2cm 3cm Lebih 4cm
serviks
Station Kurang 3 Kurang 2 1 atau lebih
rendah

Arti nilai :
<3 : persalinan perabdomen
4 : Evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila
nilainya tetap, maka dapat dilahirkan pervaginam
>5 : Dilahirkan pervaginam
Edukasi Waspadai kejadian serupa pada kehamilan berikutnya.
Kontrol rutin pada kehamilan berikutnya
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Indikator Medis Ibu dan Anak sehat

1. Richard S, Krause David, M. Janicke. Ectopic Pregnancy. In emergency


medicine:A Comprehensive study guide. Editors Judith E Tintinalli,
Gabor D Kellen, J.Stephan stapczynski. Sixth ED. American College of
Emengency Physichian. 2004. McGraw-hill. New york:658-664
Kepustakaan 2. Cuningham, F.Gary. gant, Norman F, Mac Donald, paul C, 1995.
Obsetry William. Edisi ke-18, Buku Penerbit kedokteran EGC, jakarta:
599-623
3. PrawirodiharjoSarwono. 2005. ilmuKebidanan. Edisi ke-3. Yayasan
Bina Pustaka. Jakarta ; 321-333.

52
PANDUAN DISAHKAN OLEH

PRAKTEK KLINIS DIREKTUR

TENTANG
ABORTUS
(ICD 10:O03.9)

Dr. Bina Ratna, KF,.MM


No Dokumen : 002/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 12/12/2022

ABORTUS (ICD 10:O03.9)

Pengertian Berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan ≤ 20 minggu (berat janin


≤ 500gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara spontan tampa
penyebab yang jelas (miscarriage)
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu
yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan (pengguguran,
aborsi, abortus provokatus)
Klasifikasi :
a. Abortus imminens
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan
lahir, disertai nyeri perut bagian bawah yang ringan, buah
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
b. Abortus insipien
Abortus sedang berlangsung, ditandai dengan perdarahan ringan
atau sedang disertai dengan kontraksi rahim dan akan berakhir
sebagai abortus komplit atau inkomplit.
c. Abortus inkomplit
Sebagai buah kehamilan telah keluar melalui kanalis serviks dan
masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim
d. Abortus komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari jalan lahir melalui kanalis
servikalis secara lengkap
e. Abortus tertunda
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selama 8

53
minggu atau lebih.
f. Abortus habitualis
Abortus spontan yang berlangsung berurutan sebanyak 3 kali atau
lebih

Anamnesis, A. Abortus Immines


Pemeriksaan Fisik, Klinis
Penunjang dan • Anamnesa :
Penatalaksanaan Perdarahan sedikit dari jalan lahir
Nyeri perut ringan atau bahkan tidak ada
• Pemeriksaan dalam :
Fluksus sedikit
Osteum uteri tertutup
• Pemeriksaan penunjang
USG, Hasil dapat ditemukan :
✓ Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin
✓ Meragukan (kantong kehamilan masih utuh, pulsasi
jantung janin belum jelas)
✓ Buah kehamilan tidak baik : janin mati
• Penatalaksanaan
a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin:
Rawat jalan.
Tidak diperlukan tirah baring total.
Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan
atau berhubungan sexual.
Bila perdarahan berhenti, dilanjutkan jadwal
pemeriksaan kehamilan selanjutnya.
Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi
janin (USG) 1 minggu kemudian.
b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2
minggu kemudia.
c. Bila hasil USG tidak baik, evakuasi tergantung umur
kehamilan (lihat prosedur terminasi kehamilan)
B. Abortus Insipiens
Klinis
Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim.
Pemeriksaan dalam :

54
1. Ostium terbuka
2. Buah kehamilan masih dalam rahim
3. Ketuban utuh, dapat menonjol.
Penatalaksanaan :
1. Evakuasi (liat prosedur terminasi kehamilan)
2. Uterotonika pasca evakuasi
3. Antibiotika selama 3 hari
C. Abortus inkomplit
Klinis
Anamnesa : Perdarahan dari jalan lahir, biasanya banyak,
nyeri/kontraksi rahim belum ada, bila perdarahan banyak dapat
terjadi syok.
Abortus inkomplit sering berhubungan dengan aborsi/abortus yang
tidak aman, oleh karena itu, periksa tanda tanda komplikasi yang
mungkin terjadi abortus provokatus seperti perforasi, tanda tanda
infeksi atau sepsis
Pemeriksaan dalam :
✓ Ostium uteri terbuka
✓ Teraba sisa jaringan buah kehamilan
Penatalaksanaan :
✓ Bila ada syok, atasi dulu syok (perbaiki keadaan umum)
✓ Tranfusi bila hb dibawah 8gr%
✓ Evakuasi (lihat prosedur terminasi kehamilan)
✓ Uterotonika (methilergometrin tablet 3x0,125mg)
✓ Beri antibiotika berspektrum luas selama 3 hari
D. Abortus komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar
Klinis
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar buah
kehamilan
Pemeriksaan dalam : Ostium biasanya tertutup, bila ostium terbuka
teraba rongga uterus kosong
Penatalaksaan :
✓ Antibiotika selama 3 hari
✓ Uterotonika
E. Abortus tertunda

55
Kematian janin dan belum dikeluarkan dari dalam lahir selama 8
minggu atau lebih.
Klinis : Perdarahan dapat ada atau tidak
Pemeriksaan :
➢ Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
➢ Bunyi jantung janin tidak ada
Pemeriksaan penunjang :
➢ USG : Terdapat tanda janin mati
➢ Laboratorium : Hb, trombosit, fobrinogen, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, waktu protombin
Penatalaksanaan :
➢ Evakuasi pada umumnya kanalis servikaslis dalam
keadaan tertutup, sehingga perlu tindakan dilatasi (lihat
prosedur terminasi kehamilan); hati hati karena keadaan
ini biasanya plasenta bisa melekat sangat erat sehingga
prosedur kuretase lebih sulit dan dapat beresiko tidak
bersih/perdarahan paska kuretase
➢ Uterotonika pasca evakuasi
➢ Antibiotika selama 3 hari
F. Abrtus febrilis/abortus infeksiosa
Abortus yang disertai infeksi, biasanya ditandai rasa nyeri dan febris.
Klinis
Anamnesa : Waktu masuk Rumah Sakit mungkin disertai syok septik.
Tanyakan kemungkinan Abortus provokatus dan cari kemungkinan
tanda tanda komplikasi yang menyertai (perforasi/peritonitis)
Pemeriksaan dalam : Ostium uteri umumnya terbuka dan teraba sisa
jaringan, baik rahim maupun adneksa terasa nyeri pada perabaan,
fluksus berbau.
Penataksanaan :
➢ Perbaiki keadaan umum (pasang infus, atau tranfusi darah bila
perlu), atasi syok septik, bila ada.
➢ Posisi fowler
➢ Antibiotik yang adekuat (berspektrum luar, aerob dan anaerob)
dilanjutkan dengan tindakan kuretase
➢ Uterotonika (methilergometrin 0.2mg IM)
➢ Kuretase untuk mengevakuasi sisa jaringan dilakukan setelah 6

56
jam pemberian antibiotik dan uterotonika parenteral

Kombinasi antibiotik untuk abortus infeksiosa


Kombinasi Dosis Oral Catatan
Antibiotika
Ampisilin dan 3x1gr Oral Berspektrum
Metronidazol dan 3x500mg luar dan
mencakup untuk
gonorrhoea dan
bekteri anaerob
Tetrasiklin dan 4x500mg Oral Baik untuk
Klindamisin dan 2x300mg Klamidia,
Gonorrhoea dan
Bakteoides
fragilis
Trimethoprim dan 160mg dan Spektrum cukup
Sulfamethakzol 800mg luas dan
harganya relatif
murah

Antibiotika parenteral untuk abortus septik


Antibiotika Cara pemberian Dosis
Sulbenisilin 3x1gr
Gentamisin I.V 2x80mg
Metronidazol 2x1gr
Seftriaksone I.V 1x1gr
Amoksilin + 3x500mg
Asam Klavulanik I.V
Klindamisin 3x600mg

Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


Diagnosa Kerja Abortus (O03.9)
Diagnosis Banding
Edukasi Tirah Baring
Teratur Minum Obat

57
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Indikator Medis Perbaikan Klinis

1. Llewwellyn D, Jones. Abortusdalam dasae dasar obsetry dan


gynecologi. Penelitian hipokrates. Jakarta, 1998: hal 96-103
2. Benner MJ. Abortus. Esensial obsetry dan ginecologi. Jakarta :
Hipokrates, 2001: hal 452-458.
3. Cunningham FG, Et Al. Abortion. In William Obsetry, 21st ed. The Mc
Graw Hill Medical Publishing New York, 2001: hal 855
4. Abdul BA, Adrians Wikjosastro GA, Waspodo J. Aborsi. Buku Acuan
Kepustakaan
Nasional Pelayanan Kesahatan Maternal dan Neonatal. Edisi kedua
Cetakan kedua. JNPKKR-POGI Yayasan bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta, 2001:145-152
5. Prawirohardjo S. Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam
Wiknjosastro H et al (Ed): Ilmu Kebidanan, edisi ketiga cetakan
ketujuh, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2005:
309-310

58
DISAHKAN OLEH
PANDUAN
DIREKTUR
PRAKTEK KLINIS
TENTANG
GAWAT JANIN
(ICD 10:O68.8)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 003/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

GAWAT JANIN (ICD 10:O68.8)

Pengertian 1. Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang
menyebabkan penurunan aliran darah uteroplasenta sehingga
terjadi asfiksia intrauterin karena kegagalan transport oksigen
pada ruang intervilosa yang bila dibiarkan dapat menyebabkan
kematian janin atau kerusakan jaringan yang permanen.
2. Keadaan hipoksia janin.
3. Suatu keadaan tengganggunya kesejahteraan janin.

Anamnesis Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gawat janin :


➢ Faktor Maternal
• Hipotensi sistemik (syok)
• Supine hipotensi
• Penyakit dan pembuluh darah (ateroma)
• Anemia
• Vasospasme akibat hipertensi
• Kontraksi uterus yang berlebihan
➢ Faktor Janin
• Anemia
• Penekanan tali pusat
• Penurunan cardiac output
• Kelahiran kurang bulan
➢ Faktor Plasenta
• Infark plasenta
• Solusio plasenta
• Plasenta previa
Pemeriksaan Fisik 1) Pemantauan denyut jantung (fetal heart rate/FHR) dengan

59
auskultasi menggunakan stetoskop monoaural/doptone secara
berkala. Auskultasi berkala dengan menggunakan stetoskop
monoaural/doptone sebaiknya dilakukan setiap 2 jam pada kala 1
selama 1 menit, setelah kontraksi uterus dengan ketuban masih
intak. Pada ketuban sudah pecah sebaiknya dilakukan setiap 1,5
jam
2) Kardiotokografi.
3) Apabila menggunakan kardiotokografi dapat dilihat adanya
gambaran abnormal yang menggambarkan gawat janin berupa :
Deselerasi Variabel, Deselerasi Lambat, Penurunan Variabilitas,
Gabungan salah satu dari ketiga diatas dengan takikardi atau
bradikardi
4) Meconium staning
5) Analisa gas darah janin

Gambaran Kardiotokografi
Penilaian perubahan FHR adalah berdasarkan
i. Baseline Rate
Normal baseline adalah antara 120-160 kali permenit (bpm). Jika
baseline FHR diatas 160bpm disebut takikardi dan bila dibawah
120bpm disebut bradikadi.
ii. Variabilitas.
Variabilitas merupaka aspek penting pada FHR dan terdiri dari 2
komponen : Long Term dan Short term variability. Short term
variability mencerminakan perbedaan interval yang sesungguhnya
(beat to beat R-R). Long term variability mencerminkan perubahan
FHR seria dengan arah positif dan negatif
iii. Akselerasi.
Akselerasi adalah peningkatan mendadak (didefinisi sebagai awitan
akselerasi yang mencapai puncak dalam waktu < 30 detik)
frekuensi denyut jantung basal janin.
iv. Deselerasi dini
Gambaran deselasi dini ditandai denganbentuk yang sama dan
berbentuk seperti bayangan cermin dengan kontraksi uterus, dari
kontraksi ke kontraksi berikutnya.
v. Deselerasi variabel
Gambaran deselerasi ditandai oleh penurunan tiba tiba dari FHR

60
yang di ikuti peningkatan mendadak dari FHR. Turunnya FHR
dibawah 120bpm dan sering dibawah 60bpm. Bentuk, lama dan
waktu deselerasi variabel yang sama.
vi. Deselerasi lambat
Deselerasi lambat pada FHR adalah penurunan bertahap yang
nampak secara jelas (onset deselerasi sampai ke nadir sedikitnya 30
detik) dan kembali ke baseline FHR berkaitan dengan kontraksi
uterus

Klasifikasi CTG untuk pemantauan janian elektrolit secara kontiniu :


a) Normal > apabila keempat kriteria masuk dalam kategori
reassuring.
b) Suspicious > apabila satu kriteria non-reassuring dan yang lainnya
reassuring
c) Patologis > apabila dua atau lebih kriteria non-reassuring dan satu
atau lebih kriteria masuk dalam kategori abnormal.

Klasifikasi Pola Denyut Jantung Janin


Baseline Variabilitas Akselerasi
(bpm) (bpm) Deselerasi
Reassuring 120-160 5 Tidak ada Ada
Deselerasi
dini,
deselerasi
< 5 menit
variabel,
Non 100-119 >40 mnit Tidak adanya
prolonged
Reassuring 161-180 Tetapi akselerasi
deselerasi
< 90 menit meskipun
sampai
dengan kriteria
dengan 3
lain, CTG
menit
yang normal
<100 Deselerasi
signifikansinya
>180 variabel
diragukan
Pola < 5 selama atipik,
Abnormal
Sinusoid < 90 menit deselerasi
≥ 10 lambat
menit prolonged

61
deselerasi
> 3 menit

Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik


Diagnosa Kerja Gawat Janin ( ICD 10 : O68.8
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Pemeriksaan darah janin
Penunjang Indikasi :
a) Deselerasi lambat berulang
b) Deselerasi variable meanjang
c) Mekonium pada presentasi kepala
d) Hipertensi ibu
e) Variabilitas yang menyempit
Intepretasi hasil pemeriksaan darah janin :
a) Ph : 7,25 : Normal
b) Ph : 7,25-7,10 : Tersangka Asidosis, Ulangi 10 menit lagi
c) Ph : < 7,10 : Asidosis, lahirkan janin segera
Tatalaksana Resusitasi Intra Uterine
i. Meningkatkan arus darah uterus dengan cara :
o Menghindari tidur terlentang
o Mengurangi kontraksi uterus
o Pemberianinfus cairan
ii. Meningkatkan arus darah tali pusat dengan mengubah posisi tidur ibu
miring ke kiri
iii. Meningkatkan pemberian oksigen

Tindakan definitif
i. Perslinan pervaginam
ii. Seksio sesaria
iii. Pananganan bayi baru lahir
Edukasi Waspadai kejadian serupa pada kehamilan berikutnya.
Kontrol rutin pada kehamilan berikutnya
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

62
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Indikator Medis

1. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, levenpo K, Gilstrap L,


Hankins Gea. Intrapartum Assesment. 2002 Williams Obsetrics. ED.
22 Stamford: Appleton and Lange.
2. Hariadi R. Gawat Janin. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomatenal. Ed.1.
Surabaya: Perhimpunan Kedokteran Perkumpulan Obsetri dan
Ginekologi Indonesia
3. Reece EA, Hobbins J.Normal and Abnormal Placentasion. 2007.
Kepustakaan
Clinical Obsetrics : The fetus and Mother. Ed.3 massachusetts:
Blackwell.
4. DeCherney AH, Nathan L. Methods of Assessment for Pregnancy at
Risk, 2003. Curent Obsetrics dan Gynecologic Diagnosis and
Treatment. Ed.9. California : The McGraw-Hill Companies, Inc
5. Datta S, Fetal Distress. 2004. Anasthetic and obstretics management
of high-risk pregnanvy. Ed.3. new York : Spinger

63
PANDUAN DISAHKAN OLEH

PRAKTEK KLINIS DIREKTUR

TENTANG
PERDARAHAN
ANTE PARTUM
(ICD 10:O46) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 004/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

PERDARAHAN ANTE PARTUM (ICD 10:O46)

Pengertian Perdarahan ante partum adalah perdarahan dari jalan lahir pada wanita
hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih, dapat berupa
plasenta previa atau solusio plasenta
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya,
pada plasenta yang implantasinya normal sebelum janin lahir

Anamnesis
a) Perdarahan dari jalan lahir pertama kali atau berulang tanpa disertai
rasa nyeri, dapat sedikit sedikit ataupun banyak
b) Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi rahim
c) Faktor predisposisi : Grande multipara, riwayat kuretase berulang
d) Pemeriksaan spekulum, darah berasal dari osteum uteri eksternum
Pemeriksaan Fisik
1) Tanda tanda syok (ringan sampai berat)
2) Pada pemeriksaan luar, biasanya bagian terendah janin belum masuk
atas panggul atau ada kelaianan letak

Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik


Diagnosa Kerja Perdarahan Ante Partum
Diagnosis Banding
Pemeriksaan 1. Laboratorium : Crossmatch, kadar Hb, L, Tr,Ht, golongan darah,
Penunjang fibrinogen, D-Dimer, BT, CT, PT, APTT
2. Pemeriksaan USG
Bed side clotting test

64
Tujuan : menilai faktor pembekuan darah secara cepat dan sederhana
(metode kualitatif)
Cara : Ambil 5cc darah vena dan masukkan ke dalam tabung kosong
yang telah dimasukkan 1 batang lidi. Setelah 6 menit, 8 menit, dan 10
menit dicoba diangkat batang lidi tersebut dan lihat bekuan darah yang
terbentuk
Bila bekuan darah terbentuk < 10 menit dan tidak mudah hancur/pecah,
berarti faktor pembekuan darah masih baik dan diperkiran kadar
fibrinogen > 200mg/dL
Bila bekuan darah terbentuk > 10 menit dan bekuannya mudah hancur,
berarti telah terdapat gangguan faktor pembekuan darah (kadar
fibrinogen < 200mg/dL)
Tatalaksana Penataksanaan umum :
1) Informed Consent
2) Stabiliasi. ABC (Posisi semi ekstensi, bebaskan jalan nafas, O2 bila
perlu, resusitasi cairan). Tentukan ada syok atau tidak. Jika ada,
berikan tranfusi darah, infus cairan, oksigen dan mengontrol
perdarahan. Jika tidak ada syok atau keadaan umum optimal,
segera laukan pemeriksaan untuk mencari etiologi
3) Hentikan sumber perdarahan
4) Monitor tanda tanda vital
Penatalaksaan spesifik :
a) Ekspektatif
Syarat :
➢ Keadaan umum ibu dan anak baik
➢ Perdarahan sedikit
➢ Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat
janin kurang dari 2500gr
➢ Tidak ada his persalinan
Penatalaksanaan ekspektif :
➢ Pasang infus, tirah baring
➢ Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik
➢ Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan CTG
setiap minggu
b) Aktif
Persalinan pervaginam :

65
▪ Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis atau
plasenta previa lateralis di anterior dengan anak letak kepala)
▪ Diagnosa ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan USG,
perabaan fornises atau pemeriksaan dalam didalam kamar
operasi tergantung indikasi
▪ Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban
Persalinan perabdominam, dilakukan pada keadaan :
▪ Plasenta previa dengan perdarahan banyak
▪ Plasenta previa totalis
▪ Plasenta previa lateralis di posterior
▪ Plasenta letak rendah dengan letak sungsang
Edukasi ANC rutin untuk persalinan selanjutnya
Awasi tanda tanda perdarahan dari jalan lahir
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Penurunan angka kecacatan dan kematian maternal dan perinatal yang


Indikator Medis
disebabkan perdarahan ante partum e.c plasenta previa
1. Saifuddin A.B, Adrinsz G, Wiknjosastro, H,Waspodo D. Perdarahan
kehamilan lanjut dan persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwomo
Kepustakaan Prawirohardjo, Jakarta, 2002;M-18, M-22.
2. Cunningham FG, Gant NF, leveno KJ, et al. Plasenta Previa,
Antepartum Hemorrhagic. In : Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice
Hall International Inc. Aplleton and Lange, Connecticut, 2001; 712-716

66
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

TENTANG
HIPEREMESIS
GRAVIDARUM
(ICD 10:O21.1) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 005/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

HIPEREMESIS GRAVIDARUM (ICD 10:O21.1)

Pengertian Hiperemesi Gravidarum berasal dari kata bahasa asing, Hyper (Yunani)
dan Emesis serta Gravida (latin) yang berati muntah berlebih pada
wanita hamil yang menyebabkan terjadinya ketonuria dan penurunan
berat badan ≥ 5%

Klasifikasi Hiperemis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi


hiperemesis gravidarum tingkat I, II,III :
I. Hiperemesis gravidarum tingkat I, ditandai oleh muntah yang terus
menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum.
Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama isi
muntah adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan
empedu dan dapat keluar darah jika keluhan muntah terus
berlanjut. Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali permenit dan
tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan
mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan
jumlah urin
II. Hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua
yang dimakan dan yang diminum. Berat badan cepat menurun, dan
ada rasa haus hebat. Frekuensi nadi berada rentan 100-140 kali
permenit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80mmhg. Pasien
terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterik, dan ditemukan
aseton serta bilirubin dalam urin
III. Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang sekali. Keadaan
ini merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II,
yang ditandai dengan muntah yang berkurang atau bahkan
berhenti, tetapi kesadaran menurun (delirium bahkan koma).

67
Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan
jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.
Anamnesis Mual, Muntah, penurunan nafsu makan, nyeri epigastrium, berat badan
menurun, lemas
Pemeriksaan Fisik 1. Tanda kehamilan
2. Penurunan berat badan
3. Lemas, apatis
4. Tanda dehidrasi : Mata cekung, Turgor menurun, Bak sedikit dan pekat
5. Lidah kering dan kotor
6. Bau nafas aseton
7. Nadi cepat dan lemah (100-120 kali permenit)
8. Tekanan darah menurun ( sistolok 100-110mmhg atau lebih rendah)
9. Suhu dapat meningkat
10. Jaundice bila sudah sangat berlanjut
11. Tanda tanda manifestasi neurologis seperti perubahan kesadaran,
nistagmus, kejang
Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Diagnosa Kerja Hiperemesis Gravidarum
Diagnosis Banding
Pemeriksaan 1. Panyakit trofoblast (mola hidatidosa)
Penunjang 2. Penyakit gastrointestinal : gastritis, ulkus peptikum, gastroparesis,
kolelithiasis, kolsistitis, pankreatitis, hepatitis, appendiksitis, ileus
Tatalaksana 1) Atasi dehidrasi dan ketosis
Berikan infus D 10% + B Kompleks i.v
Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan
elektrolit yang mamadai seperti: KaEn , Trifuchin dll.
2) Atasi defisit asam amino
3) Atasi defisit elektrolit
4) Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan defisit
elektrolit
5) Berikan obat antimuntah : Metoclopramid, largactil anti KT3, berikan
suport psikologis
6) Jika kehamilan patologis (misal :mola hidatidosa) lakukan evakuasi
7) Nutrisi peroral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa
yang dikehendaki pasien (prinsip utama adalah pasien masih dapat
makan) dengan porsi sesering mungkin dan baru ditingkatkan bila

68
pasien lebih segar/enak
8) Perhatikan pemasangan kateter infus untuk sering diberikan salep
heparin karena cairan infus yang diberkan relatif pekat
9) Infus dilepas bila kondisi pasien benar benar telah segar dan dapat
makan dengan porsi wajar (lebih baik lagi bila telah dibuktikan hasil
laboratorium telah normal) dan obat peroral telah diberikan beberapa
saat sebelum infus dilepas
Edukasi 1. Edukasi pola makan
2. Edukasi tanda dehidrasi
3. Banyak konsumsi cairan untk menghindari dehidrasi
4. Pantau pertumbuhan janin (waspada pertumbuhan janin terganggu)
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Tidak mual dan muntah


Indikator Medis Tanda tanda vital baik
Nafsu makan baik
1. Jueckstock JK, Kaestner R, Mylonas I. Managing Hyperemesis
gravidarum: a multimodal challenge. BMC Medicine. 2010; 8;46
2. Niebyl JR. Nausea and vomituing in pregnancy. N engl J Med. 2010 ;
363: 1544-1550
Kepustakaan 3. Siddik D. Kelainan Gastrointestinal. In: saifuddin AB. Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan. 4th Ed. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.p.814-828
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Blom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spon CY.
Williams Obstetrics. 22nd ed.USA: MacGraw-Hil Companies 2005.

69
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PERDARAHAN POST
PARTUM
(ICD 10:O72) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 006/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

PERDARAHAN POST PARTUM (ICD 10:O72)

Pengertian Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi setelah janin
lahir, yaitu melebihi 500cc pasca persalinan pervaginam atau lebih
dari 100 cc pada persalinan per abdominal
Dibagi menjadi :
a) Perdarahan pascasalin dini yaitu jika terjadi dalam 24 jam pertama
b) Perdarahan pascasalin lambat yaitu jika terjadi lebih dari 24 jam

Anamnesis 1) Perdarahan pervaginam pascasalin atau perdarahan berulang jika


terjadi pada masa nifas
2) Terdapat faktor predisposisi :
➢ Predisposisi antepartum : riwayat perdarahan pascasalin atau
manual plasenta, solisio plasenta, plasenta previa, hipertensi, IUFD,
overdistensi uterus, gangguan darah ibu.
➢ Prodisposisi intrapartum : persalinan seksio sesaria atau buatan,
partus lama, partus presipitatus, induksi atau augmentasi
persalinan, infeksi korion, distosia bahu, grande multi paritas,
gangguan koagulasi
➢ Predisposisi post partum : laserasi jalan lahir (ruptur perineum),
episiotomi luas, robekan portio) retensio plasenta, sisa plasenta,
inversio uteri, Ruptur uteri.

Pemeriksaan Fisik Tanda tanda syok (ringan sampai berat)


Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
Diagnosa Kerja Perdarahan Post Partum
Diagnosis Banding
Pemeriksaan 1. Laboratorium : Crossmatch, kadar Hb, L, Tr,Ht, golongan darah,

70
Penunjang fibrinogen, D-Dimer, BT, CT, PT, APTT
2. Pemeriksaan USG
Bed side clotting test
Tujuan : menilai faktor pembekuan darah secara cepat dan sederhana
(metode kualitatif)
Cara : Ambil 5cc darah vena dan masukkan ke dalam tabung kosong
yang telah dimasukkan 1 batang lidi. Setelah 6 menit, 8 menit, dan 10
menit dicoba diangkat batang lidi tersebut dan lihat bekuan darah yang
terbentuk
Bila bekuan darah terbentuk < 10 menit dan tidak mudah hancur/pecah,
berarti faktor pembekuan darah masih baik dan diperkiran kadar
fibrinogen > 200mg/dL
Bila bekuan darah terbentuk > 10 menit dan bekuannya mudah hancur,
berarti telah terdapat gangguan faktor pembekuan darah (kadar
fibrinogen < 200mg/dL)
Tatalaksana Penataksanaan umum :
1) Informed Consent
2) Stabiliasi. ABC (Posisi semi ekstensi, bebaskan jalan nafas, O2 bila
perlu, resusitasi cairan). Tentukan ada syok atau tidak. Jika ada, berikan
tranfusi darah, infus cairan, oksigen dan mengontrol perdarahan. Jika
tidak ada syok atau keadaan umum optimal, segera laukan pemeriksaan
untuk mencari etiologi
3) Hentikan sumber perdarahan
4) Monitor tanda tanda vital
Penatalaksaan spesifik :
a) Atonia uteri
Masase uterus, pemberian oksitosin 20 ui dalam Nacl 100cc, tetesan
cepat (dapat diberikan sampai 3 liter dengan tetesan 40 tetes permenit)
dan ergometrin i.v/i.m 0,2mg (dapat diulang1 kali setelah 15 menit dan
bila masih diperlukan dapat diberikan tiap 2-4 jam IM/IV sampai
maksimal 1 mg atau 5 dosis) atau misoprostol 400 mikrogram
perektal/peroral (dapat diulang 400mikrogram tiap 2-4 jam sampai
maksimal 1200 mikrogram atau 3 dosis). Nila setelah pemberian dosis
awal ada pebaikan dan perdarahan berhenti, oksitosisn/misoprostol
diterukan, bila tidak ada perbaikan, lakukan kompresi bimanual atau
pemasangan tampon balon. Jika kontraksi tetap buruk, laukan

71
laparotomi. (lakukan ligasi arteri uterina atau hipogastrika atau teknik
B-lynch suture untuk pasien yang belum punya anak, jika tidak
mungkin lakukan histerektomi)
b) Laserasi jalan lahir
Segera lakukan penjahitan laserasi
c) Ruptur uteri
Stabilisasi keadaan umum dan segera lakukan laparotomi. Rencana
histerorafi atau histerektomi
d) Inversio uteri
Reposisi manual setelah syok teratasi. Jika plasenta belum lepas,
sebaiknya jangan dilepaskan dulu sebelum uterus direposisi karena
akan mengakibatkan perdarahan banyak. Setelah reposisi berhasil,
diberi drip oksitosin. Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya
tidak terjadi lagi inversio. Jika reposisi manual tidak berhasil,
dilakukan reposisi operatif.
e) Retensio plasenta
Dilakukan pelepasan plasenta secara manual. Jika plasenta sulit
dilepaskan, pikirkan kemungkinan plasenta akreta. Terapi terbaik pada
plasenta akreta komplit adalah, histerektomi.
f) Sisa plasenta
Dilakukan kuretase dengan pemberian uterotonika dan tranfusi darah
bila diperlukan. Jika terjadi pada masa nifas, berikan uterotonika,
antibiotik spektrum luas dan kuretase. Jika kuretase tidak berhasil,
lakukan histerektomi.
g) Gangguan koagulopati
Rawat bersama dengan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, koreksi
faktor pembekuan dengan darah segar/pemberian FFP, kriopresipitat,
trombosit dan PRC, kontrol DIC dengan Heparin

Edukasi Awasi tanda tanda perdarahan dari jalan lahir untuk persalinan selanjutnya
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

72
Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Penurunan angka kecacatan dan kematian maternal dan perinatal yang


Indikator Medis
disebabkan perdarahan post pasrtum
1. Saifuddin A.B, Adrinsz G, Wiknjosastro, H,Waspodo D. Perdarahan
kehamilan lanjut dan persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwomo
Prawirohardjo, Jakarta, 2002;M-18, M-22.
2. Cunningham FG, Gant NF, leveno KJ, et al. In : Williams Obstetrics,
22st ed, Prentice Hall International Inc. Aplleton and Lange,
Kepustakaan Connecticut, 2001; 712-716
3. Mansjoer, A, et al. Perdarahan paska persalinan. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ketiga jilid pertama. Jakart, Media Aesculapius
FKUI. 2002
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/91/2017 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Komplikasi Kehamilan

73
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

TENTANG
KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU
(ICD 10:O00.1) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 007/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (ICD 10:O00.1)

Pengertian Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan yang hasil


konsepsinya berimplantasi diluar kavum uteri dan berakhir dengan
abortus atau ruptur tuba

Anamnesis 1. Terlambat haid


2. Biasanya terjadi 6-8 minggu setelah haid terakhir
3. Gejala subjektif kehamilan lainnya (mual,pusing,dsb)
4. Nyeri perut yang disertai spotting
5. Gejala yang sering jarang : nyeri yang menjalar ke bahu, perdarahan
pervaginam, pingsan
Pemeriksaan Fisik 1. Tanda tanda syok hipovolemik
2. Nyeri abdomen :
i. Uterus yang membesar
ii. Nyeri goyang serviks
iii. Nyeri perabaan dan dapat teraba massa tumor didaerah adneksa
iv. Kavun douglasi bisa menonjol karena berisi darah, nyeri tekan
(+)
Kriteria Diagnosis ➢ Positif hamil dengan nyeri perut dan perdarahan vagina disertai tanda
syok
➢ Pemeriksaan USG mendukung KET
Diagnosa Kerja Kehamilan Ektopik Terganggu
Diagnosis Banding 1. Kista ovarium pecah dan mengalami perdarahan
2. Torsi kista ovarium
3. Kista terinfeksi
4. Abortus imminens
5. Appendisitis

74
Pemeriksaan 1. Laboratorium :
Penunjang • Hb, leukosit
• Kadar β-hCG dalam serum
• Uji kehamilan
2. USG :
• Uterus yang membesar
• Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri. Adanya kantung
kehamilan diluar kavum uteri
• Terdapat gambaran massa kompleks dan atau darah/cairan bebas
di daerah adneksa dan atau di cavum douglas
3. Kuldosintesis untuk mengetahui adanya darah dalam kavum Douglas
4. Laparoskopi diagnostik
Tatalaksana Konservatif: pada kehamilan ektopik bila fertilitas masih diperlukan,
dapat diberikan terapi medikamentosa dengan methotrexate (MTX)
dengan syarat :
a) Hemodinamik stabil
b) Kehamilan kurang dari 8 minggu
c) Tidak ada cairan bebas pada pemeriksaan USG
d) Kantung kehamilan ektopik < 3 cm
e) Tidak tampak pulsasi jantung janin
f) Kadar KCG < 10.000 IU/Ml
g) Tidak ada kontra indikasi pemberian MTX
h) Pasien bisa di follow up (diberikan 50 mg MTX, dosis tunggal, intra
muskular. Bila berat badan < 50 mg, dosis 1mg/kgbb)
Edukasi Waspadai kejadian serupa pada kehamilan berikutnya
Kontrol rutin pada kehamilan berikutnya
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Nyeri perut menghilang


Indikator Medis
Tanda tanda vital stabil
Kepustakaan 1. Richard S, Krause David, M.Janicke. Ectopic Pregnancy. In Emergency

75
Medicine: A Comprehensive Study Guide. Editors Judith E Tintinalli,
Gabor D Kellen, J.Stephan Stapczynski. Sixth Ed. American Collage of
Emergency Physichian. 2004. McGraw-Hill. Ney York: 658-664.
2. Cunningham. F.Gary, Gant, Norman F, Mac Donald, Paul C, 1995.
Obstetri William. Ed ke 18, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta:
599-623.
3. Prawirodiharjo Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Yayasan
Bina Pustaka, Jakarta: 321-333

76
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

TENTANG
KETUBAN PECAH
DINI
(ICD 10:O42) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 008/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

KETUBAN PECAH DINI (ICD 10:O42)

Pengertian Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis-premature rupture of the membrane


PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses
persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu
hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal perasalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang
disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda tanda awal
persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu, maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = Preterm Premature Rupture
of The Membrane – Preterm Amniorrhexis)

Anamnesis Dari anamnesa dapat ditegakkan 90% dari diagnosa. Kadang kala
cairanseperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.
Penderita merasa basah pada vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak
dari jalan lahir
Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan
makin jelas.
2) Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosa KPD karena
pemeriksaan dalam vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi,
cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : Warna, Bau, dan Ph
nya. Yang dinilai adalah :
a) Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan
dari serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ektremitas janin.

77
Bau dari amnion yang khas juga harus diperhatikan
b) Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diagnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk, memudahkan melihat poolingn
c) Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine
test. Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika Ph 6-6.5,
sekret vagina ibu memiliki Ph 4-5, dengan kertas nitrazin ini tidak
terjadi perubahan warna. Kerta nitrazin ini dapat memberikan
positif palsu tersamarkan dengan darah, segmen atau vaginitis
trichomiasis
Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosa Kerja Ketuban Pecah Dini
Diagnosis Banding
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan lab
Penunjang a) Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP),, konsentrasinya tinggi
didalam cairan amnion tetapi tidak dicairan segmen dan urin
b) Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinanalisa
c) Test pakis
d) Tes lakmus
2. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksutkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
sedikit (oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion
ditambah dengan anamnesis dapat membantu diagnosa tetapi bukan
untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi kepala, berat janin, dan
usia janin
Tatalaksana I. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol
2x500mg selama 7 hari
• Usia kehamilan kurang dari 32-34minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32-37minggu belum
inpartu, observasi tanda tanda infeksi, test busa negatif berikan
dexamethason, observasi tanda tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada usia 37minggu.

78
• Usia kehamilan 32-37minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolotik (salbutamol), dexamethason, dan induksi
setelah 24jam. Jika usia kehamilan 32-37minggu, ada infeksi,
beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi
(suhu, leukositosis, tanda tanda inkesi intrauterin)
• Usia kehamilan 32-37minggu berikan steroid untuk pematangan
paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar esitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis dexamethason 12mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, dexamethason IM 5mg setiap 6jam
selama 4kali
II. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, indukasi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesaria. Bila tanda tanda inkesi, berikan antibiotik dosis tinggi dan
terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan
pelviks, kemudia induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesaria.
Bila skor pelviks > lakukan induksi persalinan.

Edukasi Awasi tanda tanda ketuban pecah dini pada persalinan selanjutnya, dan
segera mencari pertolongan ke RS terdekat
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

Indikator Medis Ibu dan Bayi sehat

1. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu


Kebidanan. Bagian ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan Nifas dan
Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat, cetakan kedua. Jakarta, PT Bima
Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2009. Hal 677-682
Kepustakaan
2. Manuaba. I.B.G. ketuban Pecah Dini dalam kapita selekta
Penatalaksanaan Obsetri dan Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001,
hal:221-225
3. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth, Blom L Steven, Hauth C John,

79
III Gilstrap Larry, Wenstrom D Katharine. Williams Obstetrics edisi
22.2005
4. Saifudin, abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/91/2017 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Komplikasi Kehamilan

80
PANDUAN PRAKTEK
DISAHKAN OLEH
KLINIS
DIREKTUR
TENTANG
PRE EKLAMSIA
BERAT DAN
EKLAMSIA
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
(ICD 10:O14.1)
No Dokumen : 009/SMF-OBSGYN/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

PRE EKLAMSIA BERAT DAN EKLAMSIA (ICD 10:O14.1)

Pengertian ❖ Pre Ekalamsia adalah timbulnya hipertensi yang disertai proteinuria,


setelah umur kehamilan 20minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu pada penyakit
trofoblastik
❖ Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma,
sebelumnyawanita tadi seringkali menunjukan gejala Pre Eklamsia
(kejang-kejang bukan timbul akibat kelainan neurologik)

Anamnesis 1. Kehamilan umumnya pada kehamilan pertama atau kehamilan


berikutnya dengan suami baru
2. Keluhan nyeri kepala
3. Gangguan pandangan
4. Nyeri ulu hati
5. Kehamilan diatas 20minggu
Pemeriksaan Fisik 1. Hipertensi
i. Td sistolik > 140/90 atau Td diastolik > 90 mmhg
ii. Kehamilan > 20 minggu
2. Pre Eklamsia Berat
i. Td sistolik 160 mmhg atau Td diastolik > 110 mmhg
ii. Protein urin (+) 2
iii. Oligouria
iv. Hiperrefleksi
v. Gangguan penglihatan
vi. Nyeri epigastrium
3. Eklamsia

81
i. Hipertensi
ii. Proteinuria dan atau edema patologis disertai kejang atau
penurunan kesadaran
Kriteria Diagnosis A. PEB /Hipertensi
1) Td sistolik 160mmhg atau lebih
Td diatolik 110mmhg atau lebih
Td ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di Rs dan atau
sudah mengalami tirah baring selama 30 menit
2) Proteinuria 5gram/24jam atau > 2+
3) Oligouria, diuresis kurang dari 400cc/24 jam disertai peningkatan
kadar kreatinin plasma
4) Gangguan visual dan serebral
5) Nyeri tekan epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen
6) Edema paru (sianosis)
7) IUGR
8) Hiperefleksia
9) Edema serebri
10) Adanya HELP syndrome (Hemolisis, Elevated, liver enzym, Low
Plettelet count)
B. Eklamsia
1) Hipertensi
2) Proteinuria dan atau edema patologis disertai kejang
Diagnosa Kerja Pre Eklamisia Berat
Diagnosis Banding 1. Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi
2. Hipertensi kronik, adanya hipertensi yang menetap oleh sebab apapun
yang ditemukan pada umur kehamilan < 20minggu atau hipertensi yang
menetap setelah 6minggu setelah persalinan
3. Superimposed Pre Eklamsia atau Eklamsia adalah timbulnya pre
eklamsia atau eklamsia pada hipertensi kronik
4. Transient Hipertension
5. Timbulnya hipertensi pada wanita yang tensi darah nya normal dan
tidak mempunyai gejala hipertensi kronik atau pre eklamsia/eklamsia.
Gejala ini hilang setelah 10 hari pasca persalinan
Pemeriksaan 1. Urin lengkap
Penunjang 2. Darah : hb, leukosit, Ht, Trombosit, Bt, Ct, Asam Urat, Fungsi Hati,

82
Fungsi Ginjal, Astrup, Elektrolit, golongan Darah, ECG, USG, CTG
Tatalaksana Sikap aktif :
Supaya mengakhiri kehamilan pada PEB atau Eklamsia oleh karena ada
indikasi satu atau lebih keadaan dibawah ini :
1) Ibu
i. Kehamilan lebih dari 36 minggu
ii. Tanda dan gejala impending eklamsia
iii. Tindakan/terapi konservatif :
➢ Setelah 6 jam terapi medikamentosa terjadi kenaikan tensi
darah
➢ Setelah 24 jam terapi medikamentosa
2) Janin
i. Fetal distress
ii. IUGR
3) Laboratorium
Help Syndrome
Edukasi 1. Resiko Pre Eklamsia
2. Penanganan Pre Eklamsia
3. Penyulit Pre Eklamsia
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Obstetrik dan Ginekolog

1. Tekanan darah
Indikator Medis
2. Proteinuria selama 3 hari : < 5gr/24jam atau < (+) 2
1. Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, JNPK-
KR-POGI jakarta 2002
2. Alam International, 2nd Edition, SOGC.2003
Kepustakaan
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/91/2017 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Komplikasi Kehamilan

83
Pasien masuk Rs

D Dokter Rs memeriksa, membuat diagnosa dan mengatasi


kegawatdaruratan medis

Ketertersediaan tempat Rujuk ke Rs lain


tidur di VK

Bidan memeriksa pasien dan melaporkan pada PDJP


OBSGYN

Sikap konservatif :
Umur kehamilan 36 Medikamentosa + Sikap Aktif
minggu atau lebih Kecuali, MgSO4 semua diberikan

Sikap aktif : Belum ada perbaikan ?


• Infuse Dextrose 5% : Rl = 2 : 1
• Pasang Douer Catheter
• Injeksi MgSo4 2gr i.v
• Diuretika atas indikasi
• Antihipertensi bila ada indikasi
• Kardiotonika bila ada indikasi MgSO4 Stop
• Antibiotika bila ada indikasi
• Antasida bila ada indikasi
• Antipiretika bila ada indikasi
• Analgetika bila ada indikasi
• Konsultasi dengan SMF lain Terapi Eklamsia Ringan

Inpartu Observasi Partus

Fase Aktif
Induksi Partus

amniotomi
BishopScore 5/lebih ?

Volley Catheter + Infuse


Amniotomi + Infus Syntocinon
Syntocinon

Apakah kala 2 jam ?


Dalam 6 jam Fase Aktif

Ekstraksi Vakum atau Vorcep

84 Akhiri Partus sesuai


keadaan
CARA PEMBERIAN MgSO4
DIKAMAR BERSALIN

LOADING DOSE MAGNESIUM SULPHATE SLOW INTRAVENOUS


INJECTION OVER E PERIOD
(4 GRAM)
NOT LESS THAN 5 MINUTES
INTRAVENOUS PREFERABLY 10-15 MINUTES

MAGNESIUM SULPHATE
6 GRAM (15 ML OF
MAINTENANCE RATE OF INFUSION
MAGNESIUM
THERAPY 1GRAM PER HOUR
SULPHATE 40% IN
500MG RINGER
LACTAT/DEXTROSE 5%

CONTINUE FOR 24
HOURS AFTER LAST
CONVULSION,
ORDELIVERY

85
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH
KLINIS DIREKTUR
TENTANG
DEMAM BERDARAH
DENGUE
(ICD 10: A91) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 001/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

DEMAM BERDARAH DENGUE (ICD 10: A91)

Pengertian Demam berdarah dengue yaitu penyakit infkesi yang disebabkan virus
dengue diikuti pembesaran plasma. Dan pada beberapa kasus diikuti
oleh DSS (dengue syok syndrome) yaitu DHF yang diikuti suatu syok

Anamnesis 1) Dapat bersifat asymptomatis


2) Demam tidak khas/demam dengue/demam berdarah dengue/ dss
3) Demam selama 2-7 hari
4) Adanya fase kritis yaitu fase penurunan panas selama 2-3 hari, dimana
beresiko terjadi syok
5) Pada masa inkubasi (4-6 hari): nyeri kepala, nyeri tulang belakang,
lelah
Pemeriksaan Fisik 1) Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang berat,
dengan komplikasi perdarahan, syok, kesadaran menurun.
2) Salah satu manifestasi perdarahan : petekie, purpura, perdarahan
mukosa, melena, hematemesis, uji bendun (+)
3) Hepatomegali, efusi pleura, ascites sebagai manisfestasi kebocoran
plasma
Kriteria Diagnosis 1. Demam dengue : demam, nyeri kepala atau nyeri retro-orbital, mialgia,
atralgia, terdapat leukopeni dan trombositopeni tampa kebocoran
plasma
2. DBD I: gejala sama, dan Rumple Leed (+), trombositopeni dan
kebocoran plasma
3. DBD II : gejala sama dan perdarahan spontan, trombositopenia,
kebocoran plasma
4. DBD III : gejala sama dan gagal sirkulasi, trombositopenia, kebocoran
plasma

86
5. DBD IV : Syok berat, tekanan darah juga nadi tidak terkontrol
Diagnosa Kerja Demam Berdarah Dengue
Diagnosis Banding 1. Demam tifoid
2. Campak
3. Chikungunya
4. Influenza
5. leptospirosis
Pemeriksaan A. laboratorium
Penunjang i. Darah perifer lengkap : trombositopenia, peningkatan hematokrit >
20%, leukosit normal/leukopenia
ii. Pada hari ke 3, hapusan darah tepi : limfositosis relative dan
Limfosit Plasma Biru
iii. Faktor Hemostatis : PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, FDP
iv. Hipoproteinemia (akibat kebocoran plasma)
v. SGOT/SGPT meningkat
vi. Deteksi anti body (IgG dan IgM)
IgM terdeteksi pada hari 1-6 hari (fase akut), dan persiten selama
60-90 hari
IgG terdeteksi setelah hari ke 5 pasca infeksi, dan persisten selama
beberapa tahun.
B. Pemeriksaan Radiologi
i. Foto Rontgen hemithorax kanan posisi lateral decubitus kanan >
deteksi efusi pleura akibat kebocoran plasma. Pada kasus lebih
parah kedua hemithorax akan terkena
ii. USG untuk deteksi Ascites dan Efusi pleura akibat kebocoran
plasma
Tatalaksana A. Hanya terapi suportif untuk mengontrol jumlah cairan plasma
B. Penanganan pada pasien yang dicurigai DBD > Cek Kadar Hb, Ht dan
Trombosit. Jika semua normal dengan kadar trombosit sekitar 100.000-
150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran berkunjung kembali
setelah 24 jam
C. Jika demam > 38C, berikan paracetamol 3-4x500mg p.o

Indikasi Rawat :
Demam berdarah dengue dengan trombosit < 100.000, peningkatan
hematokrit > 20%, intake sulit harus dirawat inap di rumah sakit

87
1) Cairan dan Kalori
• Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu
asupan cairan dan kalori diberikan melalui sonde lambung
• Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskuler dan jaringan
• Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik
• Pelihara keadaan nutrisi
2) Penanganan pada pasien DBD tanpa syok cairan infus kristaloid dengan
tetesan maintenance
3) Penanganan pada pasien DBD dengan hematokrit > 20% dari normal
atau pada perdarahan spontan, pemberian cairan infus kristaloid (6-
7cc/kgbb/jam
Jika membaik dalam 3-4 jam, kurangi jadi 5cc/kgbb/jam
Jika membaik lagi dalam 2 jam, kurangi lagi jadi 3cc/kgbb/jam
Jika membaik lagi, cairan dihentikan setelah 24-48 jam
Jika memburuk, tambahkan cairan menjadi 10ml/kgbb/jam
Penanganan pada pasien DSS :
• Pengganti cairanintravaskuler dengan kristaloid sebesar 10-
20cc/kgbb/jam yang di evaluasi setelah 15-30 menit
• Jika membaik, kurangi menjadi 7cc/kgbb/jam
• Jika dalam 1-2 jam mentap stabil, kurangi cairan menjadi
5cc/kgbb/jam
• Jika dalam 1-2 jam berikutnya masih stabil, maka kurangi
cairan menjadi 3ml/kgbb/jam
• Jika dalam 24-48 jam syok teratasi, maka hentikan asupan
cairan
4) Terapi O2 2-4 liter/menit

Pemantauan :
Terapi :
a) Evaluasi demam dengan monitor suhu. Pada hari ke 4-5 demam
menurun, dan kembali demam di hari 6-7
b) Pasien dipulangkan jika tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik,
nafsu makan membaik, klinis perbaikan, kenaikan trombosit > 100.000,
dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan dirumah

Penyulit :

88
a) Syok : Syok berat, tekanan darah juga nadi tidak terkontrol
b) Enselopati : perubahan dan penurunan kesadaran
Edukasi
1. Tirah baring
(Hospital Heath 2. Banyak minum air putih
Promotion) 3. Cukup intake cairan dan kalori

Prognosis Ad vitam : bonam.


Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Penyakit Dalam

1. Demam turun, jika suku aksila < 37.5C


2. Nafsu makan membaik
Indikator Medis
3. Nilai hematokrit normal
4. Trombosit > 100.000
1. Ganiswarna, S. G. 2003. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI
2. Purnamasari, Diah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed, V. Jakarta:
FKUI, 2009
3. Silvia A. Priece, Lorraince M. Wilson. Patologi. Jakarta: EGC. 2003
4. Soegondo, Sidawarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V Jakarta:
Kepustakaan FKUI, 2009
5. Waspadji, Sarwono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jakarta:
FKUI. 2009
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/9845/2020 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Infeksi Dengue Pada Dewasa

89
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK
DIREKTUR
KLINIS
TENTANG
DEMAM TYPHOID
(ICD 10: A01.0)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 002/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022
Tanggal : 20/12/2022

DEMAM TYPHOID (ICD 10: A01.0)

Pengertian Demam typhoid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Salmonella
Typhi dan atau Salmonella Paratyphi sangat dipengaruhi oleh sanitasi
lingkungan berupa air dan makanan.

Anamnesis 1) Minggu pertama infeksi : Gejala Infeksi Akut (demam sore sampai
malam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare,
batuk)
2) Minggu kedua infeksi : demam, bradikardi relatif (peningkatan 1C tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah berselaput,
hepato-splenimegali, meteorismus, gangguan mental
(samnolen,stupor,koma,delirium,psikosis), roseolae.
Pemeriksaan Fisik 1) Nadi :
➢ Normal atau meningkat pada minggu pertama infeksi
➢ Bradikardi relatif pada minggu kedua infeksi
2) Respirasi :
➢ Relatif meninngkat atau normal pada minggu awal infeksi
➢ Gangguan nafas atau dyspneu pada komplikasi
3) Suhu :
➢ Demam pada sore dan malam hari
4) Kepala-Leher
Lidah berselaput, kotor ditengah dan tepi, bagian ujung merah.
5) Abdomen
➢ Hepatospenomegali
➢ Peningkatan suara peristaltik

90
Kriteria Diagnosis 1. Demam lebih dari 7 hari, naik secara bertahap. Mencapai suhu tertinggi
pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus tinggi.
2. Lidah typhoid
3. laboratorium
Diagnosa Kerja Demam Typhoid
Diagnosis Banding 1. Demam Dengue
2. Malaria
3. Tuberculosis
Pemeriksaan A. laboratorium
Penunjang i. Darah perifer lengkap :
➢ Leukositosis / leukopenia / leukosit normal, anemia,
trombositopenia, aneosinofilia, limfopenia, LED meningkat.
SGOT dan SGPT meningkat
ii. Uji widal
➢ Agglutinin O (pada badan S.typhi) muncul pada fase akut,
menghilang setelah 4-6 bulan pasca kesembuhan. Agglutinin H
(pada flagel S.typhi) muncul seelah adanya agglutinin O,
menghilang setelah 9-12 bulan pasca-sembuh. Semakin tinggi
titer agglutinin, semakin besar kemungkinan terinfeksi
iii. Pemeriksaan Radiologi
➢ Jika diduga terjadi komplikasi Pneumonia
iv. Foto Abdomen
➢ Jika diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi
usus atau perdarahan saluran cerna
Tatalaksana 1) Thiamphenicol 4x500mg/hari. Tidak boleh untuk ibu hamil trimester
pertama
2) Cotrimoxazol 2x2tablet selama 2 minggu. Tidak boleh untuk ibu hamil
3) Kloramphenikol 4x500mg/hari selama 7 hari (P.O atau I.V). beresiko
anemia aplastik. Tidak boleh untuk ibu hamil trimester ketiga (prematur,
greysyndrome, abortus)
4) Sephalosporin generasi ke 3 (cefriakson) 3-4 gram dalam dextrosa 100cc
selama 30 menit infus/hari dalam 3-5 hari
5) Fluokuinolon (tidak boleh untuk ibu hamil)
➢ Ciprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
➢ Ofloksasin 2x400mg/hari selama 7 hari
➢ Pefloksasin dan fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari

91
➢ Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
6) Ampisilin dan amoksilin 50-150mg/kgbb selama 2 minggu
➢ Kombinasi 2 antibiotik :
Jika ada 2 macam organisme dalam kultur darah
Ditemukan toksik typhoid, peritonitis, perforasi, syok sepsis
7) Kortikosteroid 3x5mg jika ada toksik typhoid dan syok sepsis

Indikasi Rawat Inap :


Demam typhoid berat harus dirawat inap di rumah sakit
1. Cairan dan Kalori
➢ Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu
asupan cairan dan kalori diberikan melalui sonde lambung
➢ Pada enselopati kebutuhan cairan dikurangi 4/5 kebutuhan
dengan kadar natrium rendah
➢ Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskuler dan jaringan
➢ Pertahankan fungsi sirkulasidengan baik
➢ Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu O2
➢ Pelihara keadaan nutrisi
➢ Pengobatan asam basa dan elektrolit
2. Antipiretik diberikan jika suhu demam > 37.6c
3. Diet :
➢ Bubur saring mencegah perforasi usus)
➢ Bubur kasar
➢ Nasi padat dengan lauk rendah selulosa
4. Istirahat di tempat tidur. Menjaga posisi tidur (tidak boleh posisi
dekubitus dan pneumonia ortostatik)
5. Transfusi darah kadang kadang bila diperlukan pada perdarahan saluran
cerna dan perforasi usus

Penyulit :
1. Intraintestinal :
Perforasi usus atau perdarahan saluran cerna :
Suhu meningkat, nyei abdomen, mumntah, nyeri tekan pada palpasi,
bising usus menurun sampai menghilang, defans muskular positif dan
pekak hati menghilang
2. Ekstraintestinal :

92
Enselopati, hepatitis typhosa, meningitis, pneumonia, syok sepsis,
pielonefritis, endokarditis, osteomielitis, dll.

Edukasi 1. Tirah baring


2. Makanan lunan dan mudah dicerna
3. Cukup intake cairan dan kalori
4. Setelah demam reda, dapat diberikan makanan padat dan cukup kalori
5. Jaga kebersihan makanan dan minuman
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat
A/B/C/D
Rekomendasi

Penelaah Klinis SMF Penyakit Dalam

1. Demam turun, jika suku aksila < 37.5C


Indikator Medis
2. Nafsu makan membaik
1. Ganiswarna, S. G. 2003. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI
2. Purnamasari, Diah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed, V. Jakarta:
FKUI, 2009
3. Silvia A. Priece, Lorraince M. Wilson. Patologi. Jakarta: EGC. 2003
Kepustakaan
4. Soegondo, Sidawarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V Jakarta:
FKUI, 2009
5. Waspadji, Sarwono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jakarta:
FKUI. 2009

93
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH
KLINIS DIREKTUR
TENTANG
DIABETES MELITUS
TIPE II
(ICD 10: E11) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 003/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

DIABETES MELITUS TIPE II (ICD 10: E11)

Pengertian Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang


ditandai oleh hiperglikemia (kegagalan meregulasi kadar gula darah)
akibat defek pada sekresi insulin oleh sel beta pankreas, defek kerja
insulin (resistensi insulin) atau keduanya

Anamnesis 1) Keluhan khas DM : Poliuria, Polidipsia, Polifagia


2) Keluhan tidak khas DM : lemas, kesemutan, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi, pruritus vulva.
3) Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi : glukosa darah,
A1c dan hasil pemeriksaan khusus terkait DM
4) Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
5) Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
6) Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh
tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti
dalam bidang terapi kesehatan
7) Pengobatan yang sedang dijalanin, termasuk obat yang sedang
digunakan , perencanaan makan dan program kesehatan jasmani
8) Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar,
hiperglikemia, hipoglikemia)
9) Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenitalis dan kaki
10) Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada
ginjal, mata, saluran cerna, dll)
11) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
12) Faktor resiko : merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,

94
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga)
13) Riwayat penyakit dan pengobatan diluar DM, pola hidup, budaya,
psikososial, pendidikan dan status ekonomi
14) Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan
Pemeriksaan Fisik 1) Kondisi umum : Lemah, letargi
2) Status gizi : dominasi obesitas
3) Tingkat kesadaran : penurunan konsentrasi
4) Tanda vital : tekanan darah bisa normal maupun hipertensi
5) Pemeriksaan neurologis : paresthesia
6) Kepala-leher :
➢ Pemeriksaan mata (visus,lensa,retina)
➢ Pemeriksaan gigi dan mulut (bau mulut)
7) Ekstremitas : penurunan massa otot, tinggi badan, berat badan, lingkar
pinggang
8) Keadaan kaki, kulit dan kuku
Kriteria Diagnosis 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma > 200mg/dL (11,1mmol/L)
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126mg/dL (7,0mmol/L)
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO >mg/dL (11,1mmol/dL)
Diagnosa Kerja Diabetes Melitus Tipe II
Diagnosis Banding 1. Diabetes insipidus
2. Hiperkalsemia
3. Gangguan prostat
4. Hiperglikemia aktif
5. Thyroid disease and adrenal insufficiency
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah (Hb, Leukosit, hitung jenis leukosit, LED,
Penunjang ketonemia)
2. Urinalisis (proteinuria 24jam, kreatinin, ketonuria, glukosuria)
3. Pemeriksaan kadar SGPT, albumin (albumin mikro) dan globulin
4. Pemeriksaan kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan Trigliserida
5. Pemeriksaan HbA1C > pemantauan kadar glukosa dalam hemoglobin
selama 3 bulan
Tatalaksana 1) Obat hipoglikemi oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin : Sulfonilurea, Glinid
Penambahan sensitifitas terhadap insulin : Metformin, Tiazonlidindion
Penghambat absorbsi glukosa : Glukosidasealfa inhibitor
2) Insulin

95
Acetohexamide (250-1500mg)
Chlorpropamide (100-750mg): memiliki aksi panjang, memiliki efek
anti-diuretik
Tolazamide (100-1000mg) dan Tulbotamid (500-3000mg)
Repaglinidine

Indikasi pemberian Insulin :


a) Penurunan BB yang sangat cepat
b) Kondisi diabetik ketoasidosis
c) Kondisi hiperglikemia hiperosmolar non ketotik dan hiperglikemia
dengan asidisosis laktat
d) Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, Acute Myocardial
Infarction, Stroke)
e) DM gestasional yang tidak terkontrol melaui diet
f) Gangguan fungsi ginjal dan hati
g) Kontraindikasi atau alergi terhadap pengobatan hipoglikemia oral
(OHO)
Pemantauan :
a) Terapi :
Evaluasi gula darah dengan sliding scale insulin
< 200 : tidak diberikan
201 – 249 : 4U
250 – 299 : 8U
300 – 349 : 12 U
>> 350 : 16 U
b) Penyulit:
Komplikasi akut : koma hiperosmolaritas non ketotik, koma
ketoasidosis, hipoglkemia
Komplikasi kronik : stroke, kardiomiopati, neuropati DM, nefropati
DM, retinopati DM
Edukasi 1) Olahraga aerobic selama 30 menit dengan frekuensi olahraga 3 sampai
5 kali perminggu
2) Perencanaan makan : waktu yang konsisten
❖ Serat 25 gram/hari
❖ Karbohidrat 60-70%
❖ Protein 10-15%

96
❖ Lemak 20-25% : sumber lemak berasal dari asam lemak tidak
jenuh, membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam
lemak jenuh
❖ Jumlah kalori basal :
laki laki, 30kal/kgbb ideal
Wanita 25kal/kgbb ideal
3) Menjauhi rokok
4) Kontrol gula darah secara teratur
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Penyakit Dalam

1. Gula darah sesuai target


Indikator Medis 2. Kadar lemak darah normal
3. Tekanan darah sesuai target
1. Ganiswarna, S. G. 2003. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI
2. Purnamasari, Diah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed, V. Jakarta:
FKUI, 2009
3. Silvia A. Priece, Lorraince M. Wilson. Patologi. Jakarta: EGC. 2003
4. Soegondo, Sidawarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V Jakarta:
Kepustakaan FKUI, 2009
5. Waspadji, Sarwono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jakarta:
FKUI. 2009
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/603/2020 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa

97
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK
DIREKTUR
KLINIS
TENTANG
DIARE
(ICD 10: A09)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 004/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

DIARE (ICD 10: A09)

Pengertian Diare yaitu defekasi dengan tinja berbentuk cair atau semi solid, dengan
kandungan air >> 200 gram atau 200ml/hari. Atau defekasi dengan tinja
berbentuk cair atau semi solid >> 3 kali per hari

Anamnesis 1) Diare karena makanan dan obat : tanyakan konsumsi makanan selama
6-24 jam terakhir
2) Diare inkesi : mual, nyeri abdomen, demam, malabsorbsi, ada tanda
spesifikasi dari patogen
3) Rotavirus : feses berair dan muntah
4) Shigella dysenteri : feses mengandung darah, kram, nteri abdomen,
demam, muntah dan prolaps rectum
5) Vibrio cholerae : feses berair
6) Giardia lamblia : feses mengandung lemak
7) Entamoeba hystolitica : feses berdarah, demam dan menggigil
8) Diare penyakit usus halus : ada malabrorbsi, dehidrasi, cair
9) Diare kelainan colon : tinja berjumlah kecil tapi sering, ada darah, ada
sensasi dingin saat buang air besar
10) Diare persisten : feses berair dan mukuks, muntah, demam, kehilangan
nafsu makan
11) Diare kronik : ulcerative colitis, Crohn’s disease, microscopic collitis,
irritable bowel syndrome
Pemeriksaan Fisik 1) Kondisi umum : dipengaruhi tanda dehidrasi
2) Tingkat kesadaran : dipengaruhi tanda dehidrasi
3) Tanpa dehidrasi
Tanda gejala (2 atau lebih) : tidak ada
4) Dehidrasi ringan sedang

98
Tanda gejala (2 ata lebih) : gelisah, mata mengantuk, haus, cubitan
halus lambat kembali
5) Dehidrasi berat :
Tanda gejala (2 atau lebih) : tidak sadar / letargi, mata mengantuk,
tidak dapat minum, cubitan kulit kembali lebih dari 2 detik

Abdomen
1) Peningkatan suara peristaltik usus
2) Nyeri tekan
3) Distensi usus
Pemeriksaan rectal :
Fecal occult blood test (pada diare yang mengandung darah)
Kriteria Diagnosis 1. Tinja berbentuk cair atau semi solid, dengan kandungan air >> 200gram
atau 200ml per hari
2. Defekasi dengan tinja berbentuk cair atau semi solid >> 3 kali perhari
Diagnosa Kerja Diare
Diagnosis Banding 1. Infeksi
Ada darah : Shigellosis, Entamoebahystolitica, Campylobacter jejuni
Tidak ada darah : Vibrio Cholerae, Rotavirus, Giardialamblia
2. Hepatitis
3. Ulcerative colitis
4. Obstruksi colon parsial
5. Malabsorbtion (celiac disease, sprue)
6. Diabetic neuropathy, ZE syndrome, hypoalbuminemia
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan mikroskopik tinja : mengetahui ada tidaknya infeksi
Penunjang 2. Darah perifer lengkap : mengetahui ada tidaknya infeksi
• Infeksi virus : leukosit normal dan limfositosis
• Infeksi bakteri : leukositosis
• Salmonellosis : neutropenia
3. Kadar elektrolit, ureum dan kreatinin : mengetahui status cairan dan
mineral tubuh
4. Rectoscopy dan sigmoidoscopy : pada diare dengan darah
5. Colonoscopy dan biopsi mukosa : pada diare dengan inflamansi berat
Tatalaksana 1) Antidiare
• Kaolin : mengikat toksin kolera, dehidrasi tetap terjadi
• Atapulgit : pemadatan feses, dehidrasi tetap terjadi, diare menjadi

99
tidak terdeteksi
• Activated charcoal : penawar racun, membuat inaktif mikronutrisi
dan enzim
• Loperamid : memendekkan durasi diare
2) Cairan
• Dehidrasi ringan sedang : ringer asering / ringer lactat, NaCl 50-
100cc/kgbb selama 3-4 jam dilanjutkan dengan terapi cairan
maintenance
• Dehidrasi berat : ringer asering 20cc/kgbb secepatnya, dilanjutkan
dengan pemantauan urin output sampai status mental membaik
3) Antibiotik
• Patogen invasive : Ciprofloksasin (500mg, 2 kali sehari selama 5
sampai 7 hari), kotrimoksazol (800mg, 2 kalli sehari), erytromisin
(250mg-500mg, 4 kali sehari)
• Giardiasis : Metronidazol (250mg 3 kali sehari selama 7 hari)
• Disentri entamoeba hystolitica : Tinidazole (2gram, 1 kali perhari
selama 3 hari)
• Disentrishigellosis : Ciprofloxasin (10-15mg/kgBB)
4) Indikasi rawat :
Diare dengan dehidrasi dan intake sulit harus dirawat inap di rumah
sakit
5) Terapi :
Evaluasi diare dan tanda serta gejala dehidrasi, demam, muntah
Pasien dipulangkan jika frekuensi diare berkurang atau tidak ada, dan
dehidrasi teratasi
6) Penyulit :
Syok : syok berat, tekanan darah juga nadi tidak terkontrol
Asidosis metabolik
Edukasi 1. Tirah baring
2. Cukup intake cairan dan kalori
3. Diet dianjurkan minum sari buah, teh, makanan yang mudah dicerna
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

100
Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Penyakit Dalam

1. Diare berkurang atau hilang


Indikator Medis
2. Dehidrasi teratasi
1. Ganiswarna, S. G. 2003. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI
2. Purnamasari, Diah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed, V. Jakarta:
FKUI, 2009
3. Silvia A. Priece, Lorraince M. Wilson. Patologi. Jakarta: EGC. 2003
Kepustakaan
4. Soegondo, Sidawarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V Jakarta:
FKUI, 2009
5. Waspadji, Sarwono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jakarta:
FKUI. 2009

101
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK
DIREKTUR
KLINIS
TENTANG
DISPEPSIA
(ICD 10: K30)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 005/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

DISPEPSIA (ICD 10: K30)

Pengertian Dispepsia adalah kumpulan keluhan atau gejala klinis (sindrom) rasa
tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas
yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan
perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang,
sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam
mulut

Anamnesis 1) Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia) dengan


gejala : nyeri epigastrium terlokalisir, nyeri hilang setelah makan atau
pemberian antasid, nyeri saat lapar dan nyeri episodik
2) Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dysepsia)
dengan gejala : mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan,
mual, muntah dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan
3) Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)
Pemeriksaan Fisik Abdomen
1) Palpasi : nyeri tekan epigastrium, hipokondrium kanan/kiri
2) Perkusi : timpani atau hipertimpani
3) Auskultasi : bisisng usu normal
Kriteria Diagnosis 1) Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia) dengan
gejala : nyeri epigastrium terlokalisir, nyeri hilang setelah makan atau
pemberian antasid, nyeri saat lapar dan nyeri episodik
2) Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dysepsia)
dengan gejala : mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan,
mual, muntah dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan
3) Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)
Diagnosa Kerja Dispepsia

102
Diagnosis Banding
Pemeriksaan 1. Laboratorium :
Penunjang • Darah : leukositosis berati ada tanda tanda infeksi
• Tinja : cairan tampak cair berlendir atau banyak mengandung
lemak berarti kemungkinan menderita malabsorbsi
• Urin : adanya perubahan warna normal urin, maka dapat
disimpulkan terjadi gangguan ginjal
• Asam lambung pada seseorang yang diduga menderita dispepsia
tukak
2. Radiologi :
• Foto polos abdomen : pankreatitis akuta, terlihat tanda seperti
terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi
dari intestinal terutama di jejenum yang disebut ‘sentinel loops’
• Endoskopi :
Dispepsia tukak ; tukak, baik di esophagus, lambung maupun
duodenum
Dispepsia bukan tukak ; ditemukan tukak tetapi hanya ada
peradangan
Bakteri Helicobacter Pylori ; antibodi terhadap infeksi Helicobacter
pylori dikerjakan dengan metode Passive Haemaglutination (PHA)
> aglutinasi dan dinyatakan positif terinfeksi Helicobacter pylori
• Ultrasonografi (USG)
Dugaan kearah kelainan di traktus biiaris, pankreas, kelainan di
tiroid, tumor di esophagus dan lambung
Tatalaksana 1. Antasid sirup 3 kali 1 sendok makan, atau tablet kunyah 3 kali sehari,
di anjurkan diminum di antara makan
2. Pompa proton inhibitor
• Omeprazole kapsul 2-3 kali perhari atau inj Omeprazole 2x1
ampul
• Lansoprazole kapsul 2 kali perhari
• Inj pantoprazole 2x1 ampul
3. Antagonis Reseptor Histamin H2
• Ranitidin kapsul 2 kali perhari atau inj Ranitidin 2x1 ampul
4. Agen motalitas
• Metoklopramid 3x10mg
• Domperidon 3x15mg

103
Alarm simptom dispepsia :
a) Dispepsia persisten pada pasien berusia di atas 55 tahun
b) Penurunan berat badan yang tidak disengaja (>3kg)
c) Anemia defisiensi besi yag tidak dapat dijelaskan
d) Perdarahan gastro-intestinal
e) Disfagia dan odynophagia
f) Operasi lambung sebelumnya
g) Muntah terus menerus
h) Massa di epigastrium
i) Barium meal yang mencurigakan
j) Tukak lambung sebelumnya
k) Menggunakan OAINS
l) Nyeri di epigastrium yang memerlukan rawat inap

Cairan dan kalori


➢ Terutama pada pasien dengan muntah dan diare asupan cairan
harus ditingkatkan
➢ Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik
➢ Pelihara keadaan nutrisi
Pemantauan terapi
➢ Evaluasi nyeri, muntah, diare tiap hari
➢ Pasien dipulangkan jika nyeri ulu hati minimal atau hilang, tidak
ada muntah, nafsu makan membaik
Penyulit
➢ Dispepsia persisten
➢ Tukak lambung
➢ Penurunan berat badan signifikan
Edukasi 1. Tirah baring
2. Cukup intake cairan dan kalori
3. Menghindari makanan yang dapat merangsang peningkatan lambung
4. Menghentikan obat yang menginduksi dyspepsia
5. Menghentikan merokok
6. Meminimalisir stress
7. Diet dengan makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak
mengandung susu dalam porsi kecil

104
8. Makanan lunak, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan
dapat menetralisis asam HCL
9. Hindari makan pedas, masam, alkohol
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Penyakit Dalam

1. Nyeri ul hati minimal atau hilang


Indikator Medis 2. Tidak ada muntah
3. Nafsu makan membaik
1. Purnamasari, Diah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed, V. Jakarta:
FKUI, 2009
2. Silvia A. Priece, Lorraince M. Wilson. Patologi. Jakarta: EGC. 2003
3. Soegondo, Sidawarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V Jakarta:
Kepustakaan
FKUI, 2009
4. Waspadji, Sarwono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jakarta:
FKUI. 2009

105
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK
DIREKTUR
KLINIS
TENTANG
HIPERTENSI
(ICD 10: I15.8)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 006/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

HIPERTENSI (ICD 10: I15.8)

Pengertian Hipertensi adalah suatu peningkatan tekana darah di dalam arteri.


Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7),
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2

Anamnesis 1) Tidak begitu jelas, tergantung penyakit dari hipertensi


Karena hipertensi adalah suatu gejala yang mengikuti suatu penyakit
2) Biasanya terdapat pusing dan penderita mudah lelah
Pemeriksaan Fisik 1) Tekanan darah diatas normal
2) Pemeriksaan Thorax : tanda pembesaran ventrikel kiri pada pasien
hipertensi
Kriteria Diagnosis KLASIFIKASI TEKANAN DARAH MENURUT JNC 7

Tekanan
Tekanan
Klasifikasi Darah
Darah Sistol
Tekanan Darah Diastol
(mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre Hipertensi 120-139 atau 80-90
Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Derajat 2 > 160 Atau >100

Diagnosa Kerja Hipertensi


Diagnosis Banding 1. Coarctatio Aorta

106
2. Gangguan katup (stenosis, insufisiensi)
3. Congestive Heart Failure
4. Gangguan Septal
5. Atherosclerosis
Pemeriksaan 1. Laboratorium :
Penunjang ➢ Ureum Kreatinin : melihat fungsi ginjal
2. Elektrokardiografi : melihat komplikasi sindrom koroner
3. Pemeriksaan Radiologik : Ronsen thorax untuk melihat pembesaran
ventrikel kiri
Tatalaksana Manajemen Hipertensi JNC 8
1. Rekomendasi 1
Pada usia ≥ 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan
tekanan darah (TD) pada systolic blood pressure (SBP) ≥ 150 mmHg,
atau diastolic blood pressure (DBP) ≥ 90 mmHg dan diturunkan sampai
SBP ≤ 150 mmHg dan DBP ≤ 90mmHg. (Rekomendasi kuat–Grade A)
2. Corollary Recommendation
Pada populasi umum usia ≥ 60 tahun, jika terapi farmakologi ternyata
menurunkan tekanan darah SBP lebih rendah dari target (SBP ≤ 140
mmHg) dan terapi dapat ditoleransi tanpa ada efek samping yang
mengganggu, maka terapi tidak perlu penyesuaian (Pendapat Ahli-
Grade E)
3. Rekomendasi 2
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP ≥ 140 mmHg dan
diturukan sampai tekanan DBP ≤ 90 mmHg. (untuk usia 30-59 tahun,
Rekomendasi Kuat-Grade A; untuk usia 18-29 tahun, Pendapat Ahli-
Grade E)
4. Rekomendasi 3
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP ≥ 140 mmHg dan
diturunkan sampai SBP < 140 mmHg. (Pendapat Ahli-Grade E)
5. Rekomendasi 4
Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease
(CKD), inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP ≥
140 mmHg atau DBP ≥ 90 mmHg dan target menurunkan sampai SBP
< 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg. (Pendapat Ahli-Grade E)
6. Rekomendasi 5

107
Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP ≥ 140 mmHg atau DBP
≥ 90 mmHg dan target menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan
DBP < 90 mmHg. (Pendapat Ahli-Grade E)
7. Rekomendasi 6
Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk dengan penyakit diabetes,
inisiasi terapi farmakologi harus mencakup : diuretic tipe thiazide,
calcium chanel blocker (CCB), angiotensin-converting enzym inhibitor
(ACEI) atau angiotensi reseptor blocker (ARB). (Rekomendasi Sedang-
Grade B)
8. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, termasuk orang orang diabetes, inisiasi terapi
farmakologi antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide,
calcium chanel blocker (CCB) (untuk orang kulit hitam, rekomendasi
sedang Grade B, umtuk orang kulit hitam dengan diabetes rekomendasi
lemah-Grade C)
9. Rekomendasi 8
Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi
farmakologi antihipertensi harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk
meningkatkan fungsi ginjal (Rekomendasi sedang-Grade B)
10. Rekomendasi 9
Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan tekanan darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah
tidak dapat mencapai target terapi yang di inginkan dalam waktu 1
bulan, dapat dilakukan peningkatan dosis obat atau penambahan
golongan kedua dari salah satu golongan obat pada rekomendasi 6
(diuretik tipe thiazide, CCB, ACEI atau ARB). Dokter harur terus
menilai perkembangan TD dan menyesuaikan regimen obat
antihipertensi sampai TD yang diinginkan dapat tercapai. Jika target
tekanan darah tidak dapat dicapai dengan menggunakan 2 jenis
golongan obat antihipertensi, dapat dilakukan penambahan dan titrasi
obat ke 3 dari daftar yang telah tersedia. Jangan pernah menggunakan
obat ACEI dan ARB secara bersamaan pada 1 orang pasien. Jika target
tekanan darah tetap tidak dapat tercapai menggunakan terapi obat pada
rekomendasi 6 karena ada kontra indikasi obat atau membutuhkan lebih
dari 3 jenis obat, maka obat dari golongan antihipertensi lainnya dapat
digunakan. Rujukan ke spesialis perlu dilakukan jika pasien tidak dapat

108
mencapai target tekanan darah menggunakan strategi yang di atas atau
perlu dilakukan manajemen pada pasien

Dosis Obat Hipertensi JNC 8

Edukasi 1. Diet rendah garam


2. Hindari rokok
3. Konsumsi makanan rendah lemak jenuh / kolesterol
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Penyakit Dalam

Target tekanan darah


Indikator Medis 1. Jika tidak ada komplikasi < 140/90mmHg
2. Jika ada komplikasi (DM,Penyakit renal) < 130/80mmHg
1. Ganiswarna, S. G. 2003. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI
Kepustakaan
2. Purnamasari, Diah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed, V. Jakarta:
FKUI, 2009

109
3. Silvia A. Priece, Lorraince M. Wilson. Patologi. Jakarta: EGC. 2003
4. Soegondo, Sidawarta. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V Jakarta:
FKUI, 2009
5. Waspadji, Sarwono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jakarta:
FKUI. 2009
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/4634/2021 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Hipertensi Dewasa

110
PANDUAN
DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS
DIREKTUR
TENTANG
HIV / AIDS
TAMPA
KOMPLIKASI
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
(ICD 10 : B.20)
No Dokumen : 007/SMF-PENYAKITDALAM/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

HIV / AIDS
TANPA KOMPLIKASI (ICD 10 :B.20)
Pengertian HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistim kekebalan tubuh manusia dan dapat menibulkan
AIDS. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency
Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau syndrome akibat
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV.

Anamnesis Keluhan :
Infeksi HIV tidak langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu.
Pasien dating dapat dengan keluhan :
1. Demam (Suhu > 37,5c) terus menerus atau intermitten lebih dari 1
bulan
2. Diare yang terus menerus atau intermitten lebih dari 1 bulan
3. Keluhan diserta kehilangan berat badan (BB) > 10% dari berat
badan dasar
4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum


1. Berat badan turun
2. Demam
Keadaan Khusus
1. Kulit
a. Tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering,
dermatitis seboroik
b. Tanda tanda herpes simplex dan zoster atau jaringan parut
bekas herpes zoster
2. Pembesaran kelenjar geyah bening
3. Mulut : candidiasis Oral, Oral Hairy Leukoplakia, Keilitis
Angularis
4. Dada : dapat dijumpai Ronkie basah akibat infeksi par
5. Abdomen : hepatosplenomegaly, nyeri atau massa
6. Anogenital : tanda tanda Herpes Simplex, duh Vagina atau uretra
7. Neurilogi : Tanda neuropati dan kelemahan neurologis
Kriteria Diagnosis Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil
test HIV. Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap
kali kunjungan
Diagnosa Kerja HIV / AIDS Tanpa Kompikasi

Diagnosis Banding Penyakit Gangguan Sistem Imun


Pemeriksaan 1. Laboratorium :
Penunjang a. Hitung jenis leukosit :
Leukopenia dan CD 4 hitung < 500 (CD 4 sekitar 30% dari
jumlah total Limfosit)
b. Test HIV menggunakanstrategi III yaitu menggunakan 3
macam test dengan titik tangkap yang berbeda, umumnya
dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot
c. Pemeriksaan DPL
2. Rontgen Thorax
3. Sebelum melakukan test HIV perlu dilakukan konseling
sebelumnya. Pendekatan dua macam pendekatan untuk test HIV
a. Konseling dan test HIV sukarela (KST-VCT = Voluntary
Counseling dan testing)
b. Test HIV dan Konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK
– PITC = Provider – Initiated Testing and Counseling)
Tatalaksana Untuk memulai terapi Anti Retroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah
CD 4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV
1. Dokter melakukan Work Up kemungkinan adanya inkesi
oportunistik, seperti Tuberkulosis dan ensefalitis tolsoplasma,
lakukan terapi untuk infeksi opostunistik tersebut
2. Dilakukan pemeriksaan CD 4 dan Viral Load (bila memungkinkan)
3. Tidak tersedia pemeriksaan CD 4, penentuan mulai terapi ARV
didasarkan pada penilaian klinis
4. Pada pasien dengan CD 4 < 200, pada orang dewasa dan tidak
ditemukan toksoplasma ensefalitis, berikan profilaksis untuk
toksoplasma ensefalitis, yaitu kortimoksazol di atas.
5. Dokter mengidentifikasi apakah terdapat indikasi untuk memulai
ARV
6. Bila terdapat indikasi memulai ARV dilakukan pemeriksaan yang
menunjang sesuai dengan ARV, diberikan untuk mengetaui ada
atau tidaknya kontraindikasi sesuai denga hasil pemeriksaan
laboratorium
7. Identifikasi dan tatalaksana yang dapat mempengaruhi adherens
8. Sebelum memulai ARV, pasien diberikan konseling sebelum
memulai ARV (Konseling pra ARV)
Edukasi 1. Menganjurkan Test HIV pada pasien TB, inkesi menular Sxual
(IMS) dan kelompok resiko tinggi beserta pasangan sexualnya,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Memberikan informasi untuk bergabung dengan kelompok
penanggulangan HIV/AIDS untuk memperkuat dirinya dalam
menghadapi pengobatan penyakitnya
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis KSM Penyakit Dalam


Kepulangan pasien tergantung pada klinis pasien dengan harapan output
Indikator Medis
dapat kembali mengerjakan kegiatan sehari hari
Kepustakaan 1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam : Sudoro AW,
Setiohadi B. Alwi I. Simadibrata M. Setiati S. Buku Ajas Ilmu Penyait
Dalam, 4”ED.Vol II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2006. HAL 1825-30
2. Yunihastuti, E. Karjadi TH. Suroya,Yudianto. B.Nelwan JE, Ujainah
ZN, Kurniati N, Imran D, dkk. Pedoman Layanan HIV RSCM 2014
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/90/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana HIV
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK
DIREKTUR
KLINIS
TENTANG
APPENDISITIS AKUT
(ICD 10 : K35.2 )
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 001/SMF-BEDAH/AH-JT/XII/2022 Tanggal :20/12/2022

APPENDISITIS AKUT (ICD 10 : K35.2)


Pengertian Appendisitis adalah peradangan dari Apendiks Vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki laki berusia 10-30 tahun

Anamnesis 1. Gejala Appendisitis Akut umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai
dengan nyeri perut yang didahului anoreksia.
2. Gejala utama Appendisitis Akut adalah nyeri perut. Awalnya dirasakan
difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang kram yang hilang
timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata rata 4-6 jam.
Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisir di RLQ (Right Low
Quadrant)
3. Demam saat terjadi inflamasi Appendix
4. Umumnya, urutan muncul gejala Appendisitis adalah anoreksia, di
ikuti nyeri perut dan muntah
5. Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan
tingkat inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri lokal
titik Mc Burneys’.Tetapi pasien dengan Appendix Retrocaecal
menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya Psoas sign, obturator
Sign, dan Rovsing’s Sign bersifat konfirmasi dibanding Diagnostik.
Pemeriksaan rectal toucher juga besifat konfirmasi, khususnya pada pasien
dengan pelvis abses karena ruptur Appendix.
Kriteria Diagnosis Alvaro Scale untuk membantu menegakkan diagnosis

111
Gejala Klinis Score
Adanya migrasi nyeri 1
Anorexia 1
Mual/Muntah 1
Tanda
Nyeri RLQ (Right Lower Quadrant) 2
Nyeri Lepas 1
Demam 1
Laboratorium
Leukositosis 2
Shift To The Left 1
Total Poin 10

Bila skor 5-6 di anjurkan untuk di observasi di rumah sakit, bila skor >
6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan
Diagnosa Kerja Appendisitis Akut (K35.2)

Diagnosis Banding 1. Gastroenteritis Akut


2. Limfadenitis Mesenterika
3. Diverticulitis Meckel
4. Kelainan Ginekologi
Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang Kombinasi 3 test yaitu, adanya peningkatan CRP > 8mcg/mL, hitung
leukositosis > 11.000, dan persentase neutrofil > 75% memiliki sensitivitas
86% dan spesifikasi 90.7%
Ultrasonografi
Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior
Appendix 6mm atau lebih. Ditemukan Appendicolith akan mendukung
diagnosa. Pada wanita wanita produktif, organ organ panggul harus dilihat
baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat
menyingkirkan penyakit ginekologi.
Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien Appendisitis akut, kadang dapat terlihat gambaran abnormal
udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik

112
Tatalaksana 1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per Oral.
3. Pemberian obat analgetik harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v pada pasien yag menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada usia subur dan
didapatkan beta-HCG positif secara kualitatif.

Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi: antibiotika


profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut,
digunakan single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri
anaerob
Edukasi KOMPLIKASI POST OPERASI
1. Fistel berfases Appendisitis Gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces,
karena benda asing, tuberkulosis, aktinomikrosis
2. Hernia Cicatricalis
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 24-27 jam
setelah Apendiktomi, kadang kadang setelah 10-14 hari. Sumbernya
adalah echymosis dan erosi kecil pada gaster dan yeyenum, mungkin
karena emboli retrogard dari sistem porta ke dalam vena di
gaster/duodenum
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis KSM Bedah


1. Perbaikan Klinis
Indikator Medis
2. Tidak terjadi komplikasi
Kepustakaan 1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Textbook of
Surgery. 17th Edition. Ed: Townsewnd CM. Beauchamp RD, Evers
BM, Mattox KL. Philadelphia : Elsevier Saunders. 2004:1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of

113
Surgery Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill
Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical diagnosis & Treatment. 11
edition. Ed:way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill.2003:668-72

114
PANDUAN
DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS
DIREKTUR
TENTANG
STROKE
HEMORRHAGIC
(ICD 10: I 61.9)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM

No Dokumen : 001/SMF-NEUROLOGI/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

STROKE HEMORRHAGIC (ICD 10: I 61.9)

Pengertian Stroke Hemoragik adalah gangguan organik otak yang disebabkan


adanya darah di parenkim otak atau ventrikel. Perdarahan ini akibat
adanya nekrosis fibrinoid pada arteri ekcil dan arteriola yang disebabkan
hipertensi. Hipertensi juga menyebabkan aterosklerosis dengan
predileksi arteri preserebral dan serebral besar. Arteri serebral
intrsaparenkim kecil mengalami degenerasi hialin dan nekrosis fibrinoid
yang berhubungan dengan infark lakunar dan perdarahan

Anamnesis a) Gejala prodromal: Gejala peningkatan tekanan intrakranial dapat


berupa nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran
b) Gejala penekanan parenkim otak (perdarahan intraserebral),
memberikan gejala tergantung daerah otak yang tertekan/terdorong
oleh bekuan darah.
c) Pemeriksaan fisik
d) GCS
e) Kelumpuhan saraf kranial
f) Kelemahan motorik
g) Defisit sensorik
h) Gangguan otonom
i) Gangguan neurobehaviour
Pemeriksaan Fisik ➢ Penurunan GCS
➢ Kelumpuhan saraf kranial
➢ Kelemahan motorik
➢ Efisit sensorik
➢ Gangguan otonom
➢ Gangguan neurobehaviour

115
Kriteria Diagnosis Defisit neurologis fokal atau global yang muncul secara tiba-tiba, dapat
disertai tanda peningkatan tekanan intracranial dan dibuktikan dengan
adanya lesi perdarahan padapemeriksaan neuroimaging otak (CT Scan atau
MRI)

Diagnosa Kerja Stroke Hemorrhagic


Diagnosis Banding Stroke Iskemik (bila belum dilakukan CT/MRI Otak)
Pemeriksaan Penujang a) CT scan+CT angiografi/MRI+MRA otak
b) EKG
c) Doppler karotis
d) Transcranial Doppler
e) TCD Bubble contras& VMR
f) Laboratorium: hematologi rutin, GD, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin), PT, APTT, INR, GDP dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid,
CRP, LED, dan pemeriksaan atas indikasi seperti: enzim jantung
(troponin/CKMB), analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit.
g) Foto thoraks
h) Urinalisa
i) Echocardiografi
j) Pemeriksaan neurobehaviour
k) DSA serebral
Penatalaksanaan 1. Tatalaksana umum
➢ Stabilisasi jalan napas dan perapasan
➢ Oksigenasi yang memadai dan pencegahan hiperkapnea
➢ Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
➢ Pengendalian tekanan darah intrakranial
(manitol,furosemide,sedasi, steroid, drainase CSF)
➢ Menaikkan posisi kepala
➢ Pengendalian kejang
➢ Analgetik dan antipiretik
➢ Gastroprotektor
➢ Manajemen nutrisi
➢ Pencegahan DVT dan emboli paru: heparin atau LMWH
➢ Mencegah batuk danketegangan
2. Tatalaksana spesifik
➢ Koreksi koagulopati (Prothrombine Complex Concentrate, jika

116
perdarahan karena antikoagulan)
➢ Neuroprotektor
Manajemen hipertensi (oral: ARB, ACE-inhibitor, Ca
antagonis, Beta bloker, diuretic, intravena: nikardipin 5-15
mg/jam)
➢ Manajemen gula darah
➢ Neuroprotektor
➢ Perawatan di unit stroke
➢ Neurorestorasi/neurorehabilitasi
3. Tindakan operatif
➢ Kraniotomi evakuasi hematom, sesuai indikasi
➢ Kraniotomi dekompresi, sesuai indikasi
➢ VP Shunt/xternal drainase
Edukasi ➢ Penjelasan sebelum masuk RS (rencana rawat, biaya, pengobatan,
(Hospital Heath prosedur, masa dan tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri,
Promotion) risiko dan komplikasi)
➢ Penjelasan mengenai stroke iskemik, risiko dan komplikasi selama
perawatan
➢ Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurensi
➢ Penjelasan program pemulangan pasien (discharge planning)
➢ Penjelasan mengenai gejala stroke, dan apa yang harus dilakukan
sebelum dibawa ke RS

Prognosis Ad vitam : bonam.


Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Neurologi

Indikator Medis Perbaikan Klinis

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


Referensi HK.01.07/MENKES/394/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Stroke

117
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK
DIREKTUR
KLINIS
TENTANG
STROKE ISKEMIK
(ICD 10: I 63.9)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM

No Dokumen : 002/SMF-NEUROLOGI/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

STROKE ISKEMIK (ICD 10: I 63.9)

Pengertian Kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan fungsi otak akut
baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina
atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena, yang dibuktikan dengan
pemeriksaan imaging dan/atau patologi.
Secara umum faktor risiko stroke terbagi menjadi dua: (1) Faktor risiko
yang dapat dimodifikasi atau dilakukan tata laksana, antara lain
hipertensi, diabetes mellitus, merokok, obesitas, asam urat, dan
hiperkolesterol, serta (2) faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
seperti usia,jenis kelamin dan etnis
Proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh adanya sumbatan
pembuluh darah oleh thrombus atau emboli yang megakibatkan sel otak
mengalami gangguan metabolisme karena tidak mendapat suplai darah,
oksigen dan energi. Trombus terbentuk oleh adanya proses
aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis maupun pembuluh darah
serebral. Trombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada
lokasi asal yang menyebabkan oklusi.

Anamnesis ➢ Gangguan global berupa gangguan kesadaran


➢ Gangguan fokal yang muncul mendadak berupa :
i. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas,
kelumpuhan otot otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot otot
menelan dan bicara.
ii. Gangguan fungsi pendengaran
iii. Gangguang fungsi penghidu

118
iv. Gangguan fungsi penglihatan
v. Gangguan fungsi pendengaran
vi. Gangguan fungsi somatic sensoris
vii. Ganggau neurobehaviour (atensi, verbal, memori, mengerti
pembicaraan, pengenalan ruang dan fungsi kognitif lainnya)
Pemeriksaan Fisik ➢ Penurunan GCS
➢ Kelumpuhan saraf kranial
➢ Kelemahan motorik
➢ Efisit sensorik
➢ Gangguan otonom
➢ Gangguan neurobehaviour
Kriteria Diagnosis Terdapat gejala defisit neurologis global atau salah satu/beberapa defisit
neurologis fokal yang mendadak dengan bukti gambaran neuroimaging (CT
Scan atau MRI)
Diagnosa Kerja Stroke Iskemik
Stroke Hemoragik (bila belum dilakukan CT/MRI otak)
Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penujang a) CT scan+CT angiografi/MRI+MRA otak


b) EKG
c) Doppler karotis
d) Transcranial Doppler
e) TCD Bubble contras& VMR
f) Laboratorium: hematologi rutin, GD, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin), PT, APTT, INR, GDP dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid,
CRP, LED, dan pemeriksaan atas indikasi seperti: enzim jantung
(troponin/CKMB), analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit.
g) Foto thoraks
h) Urinalisa
i) Echocardiografi
j) Pemeriksaan neurobehaviour
k) DSA serebral
Penatalaksanaan 1. Tatalaksana umum
• Stabilisasi jalan napas dan perapasan
• Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
• Pengendalian tekanan darah intracranial
• Pengendalian kejang

119
• Analgetik dan antipiretik
• Gastroprotektor
• Manajemen nutrisi
• Pencegahan DVT dan emboli paru: heparin atau LMWH
2. Tatalaksana spesifik
• Trombolisis intravena: alteplase dosis 0,6-0,9 mg/kgBB, pada
stroke iskemik kurang dari 6 jam
• Terapi endovaskuler: trombektomi mekanik, pada oklusi
karotis interna atau pembuluh darah intracranial, onset <8 jam
• Manajemen hipertensi (nikardipin, ARB, ACE-inhibitor, Ca
antagonis, Beta bloker, diuretic)
• Manajemen gula darah
• Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet: aspirin 325 mg
dalam 24 sampai 72 jam, klopidogrel, cilostazolatau
antikoagulan: warfarin, dabigatran, rivaroxaban)
• Neuroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfiline)
• Perawatan di unit stroke
• Neurorestorasi/neurorehabilitasi
3. Tindakan intervensi/operatif
• Carotid endarterectomy (CEA) sesuai indikasi
• Catorid artery stenting (CAS), sesuai indikasi
• Stenting pembuluh darah intracranial

Edukasi ➢ Penjelasan sebelum masuk RS (rencana rawat, biaya, pengobatan,


(Hospital Heath prosedur, masa dan tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri,
Promotion) risiko dan komplikasi)
➢ Penjelasan mengenai stroke iskemik, risiko dan komplikasi selama
perawatan
➢ Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurensi
➢ Penjelasan program pemulangan pasien (discharge planning)
➢ Penjelasan mengenai gejala stroke, dan apa yang harus dilakukan
sebelum dibawa ke RS

Prognosis Ad vitam : bonam.


Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

120
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Neurologi

Indikator Medis Perbaikan Klinis

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


Referensi HK.01.07/MENKES/394/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Stroke

121
DISAHKAN OLEH
PANDUAN
DIREKTUR
PRAKTEK KLINIS
TENTANG
VERTIGO
(ICD 10: H 81.1)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM

No Dokumen : 003/SMF-NEUROLOGI/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

VERTIGO (ICD 10: H 81.1 )

Pengertian Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau
lingkungan sekitarnya. Persepsi gerakan berupa :
• Vertigo Vestibuler. Rasa berputar yang timbul pada gangguan
vestibuler.
• Vertigo Non Vestibuler. Rasa goyang, melayang, mengambang
yang timbul pada gangguan sistem propioseptif atau sistem
visual.
Berdasarkan letak lesi nya dikenal 2 jenis vertigo vestibuler, yaitu:
• Vertigo vestibuler perifer : terjadi pada lesi di labirin dan nervus
vestibularis
• Vertigo vestibuler sentral : timbul pada lesi di nuvleus
vestibularis batang otak, thalamus sampai kortex serebri.

Anamnesis ➢ Menggali deskripsi keluhan pasien seperti pusing berputar, nyeri


kepala, rasa goyang, rasa tidak stabil atau melayang.
➢ Sifat serangan : periodik, kontiniu, ringan dan berat
➢ Faktor pencetus : perubahan gerakan kepala dan posisi, situasi
keramaian dan emosional, suara
➢ Gejala otonom : mual, muntah, keringat dingin
➢ Gangguan pendengaran : tinitus, tuli.
➢ Obat yang menimbulkan vertigo : streptomisin, gentamisin,
kemoterapi
➢ Tindakan tertentu : temporal bone surgery, transtympanal treatment.
➢ Penyakit penyerta : DM, Hipertensi, Kelainan Jantung
➢ Defisit neurologis

122
Pemeriksaan Fisik ➢ Pemeriksaan Umum
➢ Pemeriksaan sistim kardiovaskuler
➢ Pemeriksaan neurologis : kesadaran, nervi kranialis, motorik, sensorik,
keseimbangan
➢ Test nistagmus
➢ Tes Romberg terbuka, tertutup, dan dipertajam
➢ Tes jalan tandem
➢ Tes fukuda
Kriteria Diagnosis Memenuhi kriteria anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
Kriteria diagnostik untuk vertigo vestibular dan BPPV:
a) Vertigo vestibular (salah satu kriteria ini harus ada):
▪ Vertigo rotasional spontan
▪ Vertigo posisional
▪ Recurrent dizziness dengan mual, dan osilopsia atau imbalans
b) Benigna paroxysmal positional vertigo (A-D harus ada):
▪ Vertigo vestibuler rekuren
▪ Durasi serangan selalu <1 menit
▪ Gejala dipicu oleh perubahan posisi kepala berikut:
• Dari duduk ke telentang
• Miring ke kanan atau kiri saat telentang
• Atau minimal 2 manuver verikut: merebahkan kepala, dari
telentang lalu duduk, membungkuk ke depan
• Tidak disebabkan karena penyakit lain
Diagnosa Kerja Vertigo
Diagnosis Banding i.Stroke vertebrobasiler
ii.Penyakit demyelinisasi
iii.Meniere disease
iv.Neuritis vestibularis
v.Labirintitis
vi.Migraine associated dizziness
vii.Gangguan kecemasan
Pemeriksaan • Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan etiologik
Penunjang • Pemeriksaan lain: Darah rutin, elektrolit, kadar gula darah (jika ada
indikasi)
• CT scan atau MRI kepala
Penatalaksanaan 1) Vestibular exercise dengan metode Brand Daroff, dilalukan 3 kali

123
sehari (pagi,siang, malam) selama 2-3 minggu
2) Antihistamin (dimenhidrinat,difenhidramin, meksilin, siklisin)
Dimenhidrinat 25-50 mg, 4 kali sehari,
Difenhidramin HCL 25-50 mg, 4 kali sehari
Senyawa betahistin : betahistin mesilat 12 mg, 3 kali sehari,
betahistin HCL 8-24 mg, 3 kali sehari, maksimum 6 tablet
3) Kalsium antagonis
4) Cinnarizine berfungsi menekan fungsi vestibular dan dapat mengurangi
respon terhadap akselerasi angular dan linear. Dosis 15-30 mg, 3 kali
sehari atau 1x75 mg
5) Komunikasi dan informasi
Vertigo pada BPPV tidak membahayakan meskipun gejalanya
berat, dan bias membaik atau hilang spontan namun dapat
kambuh kembali
6) Terapi BPPV kanal posterior
Manuver Epley, prosedur Semont, metode brand daroff
Edukasi
(Hospital Heath Tirah Baring
Teratur Minum Obat
Promotion)
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Neurologi

Indikator Medis Perbaikan Klinis

124
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH
KLINIS DIREKTUR
TENTANG
CONGESTIVE HEART
FAILURE
(ICD 10: I50) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 001/SMF-JANTUNGPEMBULUHDARAH/AH-JT/XII/2022
Tanggal : 20/12/2022

CONGESTIVE HEART FAILURE (ICD 10: I50)

Pengertian Congestive Heart Failure atau Gagal Jantung Kongestif adalah Sindrom
klinis yang ditandai gejala dan tanda abnormalitas struktur dan fungsi
jantung, yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen metabolisme tubuh

Anamnesis 1) Cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan >300 meter, naik
tangga)
2) Sesak nafas saat berbaring terlentang, malam hari atau saat beraktifitas,
tidur lebih nyaman bila menggunakan bantal yang tinggi (2-3 bantal)
3) Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
4) Riwayat penderita jantung atau dirawat dengan gejala diatas
Pemeriksaan Fisik 1) Sesak nafas, frekuensi nafas >24x/menit saat istirahat
2) Frekuensi nadi >100x/menit, nadi kecil dan cepat
3) Iktus kordis bergeser ke lateral pada palpitasi
4) Peningkatan tekanan vena jugularis
5) Hepatomegali / hepato jugular reflux (+)
6) Edema tungkai biasanya dekat mata kaki
7) Ascites
Kriteria Diagnosis 1. Gejala :
a) Tipikal
o Sesak nafas
o Orthopnoea
o Paroxymal noctulnal dyspnoea
o Toleransi olah raga berkurang
o Lelah, waktu untuk pemulihan setelah olah raga lebih lama

125
o Bengkak pergelangan kaki
b) Kurang atipikal
o Batuk malam hari
o Selera makan menurun
o Kebingungan (terutama usia tua)
o Depresi
o Palpitasi
o Pusing
o Sinkop
o Sesak nafas ketika merunduk ke depan
2. Tanda
a) Spesifik
o Tekanan vena jugularis meningkat
o Refluks hepatojugular
o Suara jantung ketiga (gallop)
o Impuls atipikal yang bergeser ke lateral
b) Kurang spesifik
o Berat badan meningkat (>2kg/minggu)
o Kehilangan berat badan (pada advanced HF)
o Jaringan kelebihan (kaheksia)
o Edema perifer (pergelangan kaki, sakrum, skrotum)
o Prepitasi pulmonal
o Udara masuk berkurang dan perkusi yang tumpul pada basal
paru (efusi pleura)
o Takikardi
o Nadi tidak teratur
o Takipnoe
o Pernafasan Cheyne Stokes
o Hepatomegali
o Ascites
o Ekstremitas dingin
o Oligouria
o Tekanan nadi sempit
Diagnosa Kerja Gagal Jantung Kongestif
Diagnosis Banding 1. Asma bronkial akut
2. PPOK

126
3. Uremia
4. Volume Overload
Pemeriksaan A. Elektrokardiografi
Penunjang B. Laboratorium
➢ Darah rutin (Hb,Ht,Leukosit,Trombosit)
➢ NT pro BNP
➢ Kadar gula darah sewaktu
➢ Elektrolit (Natrium, Kalium, Klorida)
➢ Tes fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
C. Pemeriksaan Radiologi
Foto ronsen dada posisi posterior (PA)
D. Ekokardiografi
Tatalaksana 1) Diuretik
Furosemid intravena bila tanda dan gejala kongestif masih ada,
dengan dosis 1mg/kg BB. Selanjutnya dapat diberikan peroral jika
kondisi stabil dan dapat diberikan hanya jika dibutuhkan saja
2) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-i)
Harus diberikan pada semua pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri <40% dengan atau tampa gejala; atau pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi40% dengan tanda dan gejala gagal
jantung kecuali ada kontraindikasi
Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)
Captopril 6,25 tid 50 − 100 tid
Enalapril 2,5 bid 10 − 20 bid
Lisinopril 2,5 − 5 od 20 − 40 od
Ramipril 2,5 od 5 bid atau 10 od
Perindopril 2 od 8 od

Angitensin Reseptor Blocker (ARB)


ARB direkomdasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
ventrikel <40% yang intoleran terhadap ACE-i.
Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)
Valsartan 40 bid 160 bid
Candesartan 4 atau 8 od 32 od

Angiotensin Reseptor Neprilisin Inhibitor (ARNI)


Sacubitril merupakan penghambat enzim nefrilisin dan berguna
memperbaiki remodeling miocard, diuresis dan natriuresis serta

127
mengurangi vasokontriksi, retensi cairan dan garam
Secubitril-Valsartan 50mg dua kali sehari dan dapat ditingkatkan
hingga 200mg dua kali sehari. Jika sebelumnya pasien mendapatkan
ACE-I, maka harus ditunda minimal 36 jam. Tetapi jika sebelumnya
mendapatkan ARB, maka dapat langsung diberikan sebagai pengganti
ARB
3) Beta Blocker
Penyekat beta harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simptomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% kecuali ada
kontraindikasi

Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)

Biroprolol 1,25 od 10 od
Carvedilol 3,125 bid 25 − 50 bid
Metoprolol 12,5 atau 25 od 200 od
Nebivolol 1,25 od 10 od

4) Meneralocorticoid Reseptor Blocker


Penambahan antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan
pada semua pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri
<35% dan gagal jantung simptomatik berat (kelas fungsional III-IV)
tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat

Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)

Eplerenon 25 od 25 od
Spironolakton 25 od 25 − 50 od

5) Sodium Glucose Transport-2 Inhibitor (SGLT-i)


Diberikan kepada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel
kiri yang menurun baik dengan diabetes melitus atau tanpa diabetes
melitus

128
Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)

Eplerenon 25 od 25 od
Spironolakton 25 od 25 − 50 od

6) Ivabradin
Ivabradin bekerja memperlambat laju jantung melalui kanal If di
nodus sinus, dan hanya diberikan pada pasien dengan irama sinus
dengan nadi istirahat >70 kali permenit, fraksi ejeksi ventrikel kiri
<35%, sudah diberikan beta blocker dengan dosis maksimal yang bisa
ditoleransi
Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)

Ivabradin 5 bid 7,5 bid

7) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun
obat lain (seperti beta blocker) lebih diutamakan
Edukasi 1. Edukasi kepatuhan terhadap pengobatan
2. Edukasi kepatuhan diet rendah garam
3. Edukasi cara mengatasi bila terjadi perburukan sesak nafas
4. Edukasi timbang berat badan dan lingkar perut, ukur jumlah cairan
masuk dan keluar agar seimbang
5. Edukasi pengendalian faktor resiko
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.
Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF Jantung Dan Pembuluh Darah

Delapan puluh persen pasien telah mendapat obat ACE-i/ARB/ARNI, beta


Indikator Medis
bloker

129
1. Panduan Praktik Klinis RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
2014-2015.
2. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Ed 2. PERKI 2020.
3. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure. European Heart Journal (2016) 37, 2129–2200.
4. ACCF/AHA Guideline for the management of heart failure. JACC Vol.
62, No. 16, 2013
5. ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline
Kepustakaan
for the Management of Heart Failure. JACC VOL. 70, NO. 6, 2017.
6. Dapagliflozin in Patients with Heart Failure and Reduced Ejection
Fraction. N Engl J Med 2019; 381:1995-2008
7. Cardiovascular and Renal Outcomes with Empagliflozin in Heart
Failure. DOI: 10.1056/NEJMoa2022190
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/4801/2021 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Gagal Jantung

130
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIS
(ICD 10: 144.1)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen: 001/SMF-PARU/AH-JT/XII/2022 Tanggal: 20/12/2022
PPOK (ICD 10: 144.1)
1.Pengertian Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara yang progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respon inflamasi kronik pada saluran napas dan paru
terhadap gas atau partikel berbahaya lainnya. Eksaserbasi dan komorbid
berkontribusi pada keparahan penyakit pada pasien.
2.Anamnesis Umumnya terjadi pada usia diatas 40 tahun

Gejala pernapasan berupa sesak umumnya terus menerus, progresif


seiring waktu, memburuk terutama selama latihan atau aktivitas.

Gejala batuk kronik dengan produksi sputum, dan disertai dengan suara
mengi, namun mungkin batuk hilang timbul dan tidak produktif.

Riwayat terpapar partikel dan gas beracun (terutama asap rokok dan
biomass fuel)

Riwayat keluarga dengan PPOK, atau kondisi saat masih anak-anak,


seperti berat badan lahir rendah, infeksi saluran napas berulang.
3.Pemeriksaan Fisik 1. Adanya tanda-tanda hiperinflasi
2. Adanya tanda-tanda insufisiensi pernapasan
3. Abnormalitas pada auskultasi (wheezing dan/atau crackle)
4.Kriteria Diagnosis 1. Adanya gejala dan tanda sesuai dengan PPOK
2. Konfirmasi dengan spirometri, dimana keterbatasan aliran udara
menetap dengan rasio FEVl/FVC < 0,70 setelah terapi
bronkodilator.
5.Diagnosis Kerja Berdasarkan Populasi
PPOK Populasi A
PPOK Populasi B
PPOK Populasi C
PPOK Populasi D
6. Diagnosis Banding 1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
5. Bronkiolitis obliteratif
6. Panbronkiolitis difus
7.Pemeriksaan Umum:
Penunjang 1. Foto toraks PA
2. Laboratorium DPL
Khusus (sesuai indikasi)
1. Arus puncak ekspirasi (APE)\
2. Spirometri
3. Bodyplethismograph
4. CT dan ventilation –perfusion scanning
5. Skrining Alpha-1 antitrypsin deficiency
6. Exercise Testing
7. Sleep Studies
8.Tata Laksana A. Medikamentosa
• Bronkodilator inhalasi
Agonis β2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA, LAMA)
• Antiinflamasi
Kortikosteroid inhalasi (ICS), PDE4 inhibitor,
• Antibiotik
Azithromycin dan Erythromycin
• Mukolitik
N-Acetyl Cystein dan Carbocystein

Populasi A: Pemberian bronkodilator berdasarkan efek terhadap gejala sesak.


Dapat diberikan bronkodilator kerja cepat (SABA, SAMA) ataupun
bronkodilator kerja lama (LABA, LAMA)

Populasi B: Terapi awal dengan bronkodilator kerja lama. Untuk pasien


dengan sesak menetap dengan monoterapi, direkomendasikan penggunaan
dua bronkodilator.

Populasi C: Terapi awal dengan satu bronkodilator kerja lama.


Direkomendasikan penggunaan LAMA. Pada eksaserbasi persisten,
direkomendasikan penggunaan kombinasi bronkodilator kerja lama atau
kombinasi LABA dengan ICS.
Populasi D: Direkomendasikan memulai terapi dengan kombinasi LABA dan
LAMA. Apabila masih mengalami eksaserbasi direkomendasikan kombinasi
LAMA, LABA dan ICS. Pertimbangan pemberian Roflumilast untuk pasien
dengan FEV1< 50% prediksi dan bronkitis kronis. Makrolid (Azithromycin)
pada bekas perokok

B. Non medika mentosa


• Vaksinasi influenza untuk semua pasien PPOK, vaksinasi pneumokokal
untuk usia > 65 tahun atau usia lebih muda dengan komorbid penyakit
jantung dan paru kronik.
• Oksigen
Penggunaan Long-term oxygen therapy pada pasien hipoksemia berat.
• Ventilasi mekanis
Penggunaan long-term non-invasive ventilation pada hiperkapnia kronik
berat
• Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari kelelahan otot
pada pasien malnutrisi.
• Rehabilitasi dengan aktivitas fisikdan latihan pernapasan untuk mengurangi
disabilitas
9.Edukasi • Berhenti merokok
• Aktivitas fisik
• Tidur yang cukup
• Diet sehat
• Strategi managemen stres
• Mengenali gejala eksaserbasi
• Penggunaan obat yang tepat
• Kontrol teratur
10.Prognosis Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia
Quo ad sanasionam: Dubia
11.Indikator • Sesak berkurang atau hilang
(Outcome) • Dapat mobilisasi
• Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
• Penyakit penyerta tertangani
• Mengerti pemakaian obat
12.Kepustakaan 1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016.
2. Global Initiative for Chronic obstructive Lung Disease (GOLD), 2018.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/687/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
TUBERKOLOSIS PARU
(ICD 10: A 15)

Dr. Bina Ratna, KF,.MM


No Dokumen: 002/SMF-PARU/AH-JT/XII/2022 Tanggal: 20/12/2022

TUBERKULOSIS PARU (ICD 10: A 15)

1.Pengertian Infeksi pada jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis

Pasien TB dengan konfirmasi bakteriologis

Adalah seorang pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan biologinya


positif dengan pemeriksaan mikroskopis, biakan atau diagnostik cepat
yang diakui oleh dicatat tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah
dimulai ataukah belum.
Termasuk dalam tipe pasien tersebut adalah :

• Pasien TB paru BTA positif


• Pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan dahaknya positif dengan
cara pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik
cepat (misalnya Gene-Xpert)

Pasien TB berdasarkan diagnosis klinis

Adalah seseorang yang memulai pengobatan sebagai pasien TB namun


tidak bakteriologis. Termasuk dalam tipe pasien ini adalah :
- Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil foto toraks sangat
mendukung gambaran TB
- Pasien TB ekstra paru tanpa hasil konfirmasi pemeriksaan
laboratorium
KLASIFIKASI TB
• Berdasarkan lokasi atatomi
• Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
• Berdasarkan Hasil pemeriksaan bakeriologis dan uji resistensi obat
• Berdasarkan status HIV

TB KASUS BARU
adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT kurang dari satu bulan.

TB DENGAN RIWAYAT PENGOBATAN

Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah


pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal selama satu
bulan
A. TB kambuh adalah pasien yang sebelumnya sudah mendapat
pengobatan dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan
didiagnosis kembali dengan BTA positif
B. TB gagal pengobatan
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
C. TB putus obat
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif
2.Anamnesis Gejala respiratori:
• Batuk ≥ 2 minggu
• Batuk darah
• Sesak napas
• Nyeri dada
Gejala sistemik:
• Demam
Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3.Pemeriksaan Fisik Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
4.Kriteria Diagnosis • Anamnesis, Pemeriksaan fisis, radiologi menyokong TB
• Terbukti secara bakteriologik (BTA atau Gene-Xpert atau biakan)
• Pada keadaan tertentu terbukti secara histopatologis
• Riwayat pengobatan TB sebelumnya
• Status HIV bila ada
5.Diagnosis Kerja A. Tuberkulosis paru BTA (+), kasus baru, HIV (-)
B. Tuberkulosis paru BTA (+), kasus baru, HIV (+)
C. Tuberkulosis paru BTA (+), kasus pengobatan ulang, HIV (-)
D. Tuberkulosis paru BTA (+), kasus pengobatan ulang, HIV (+)
E. Tuberkulosis paru biakan (+),kasus baru, HIV (-)
F. Tuberkulosis paru biakan (+),kasus baru, HIV (+)
G. Tuberkulosis klinis, kasus baru, HIV (-)
H. Tuberkulosis klinis, kasus baru, HIV (+)
6. Diagnosis Banding • Pneumonia komunitas
• Bronkiektasis
• Mikosis paru
• Tumor paru
Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk risiko tinggi untuk
kanker paru yakni umur 40 – 50 tahun, laki-laki, perokok berat, BTA sputum
(-) tidak menampakkan respons klinik yang memadai pada awal pengobatan
7.Pemeriksaan Penunjang Umum:
• Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/oblik
• Sediaan apus BTA
• Biakan M.tuberculosis dan uji kepekaan
• Gene-Xpert
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk TB. Laju endap darah (LED) sering meningkat pada proses aktif tetapi
hasil normal tidak menyingkirkan TB
Khusus:
• Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman tuberkulosis (sediaan
langsung, biakan). Pada anak biasanya dipakai bilasan lambung
• Histopatologi jaringan
• PCR TB sputum
• Teknik lain untuk biakan kuman tuberkulosis seperti BACTEC
• Uji tuberkulin untuk menilai infeksi
• IGRA (Interferon Gamma Release Assay) untuk menilai infeksi (TB
laten)
• CT Scan toraks dalam keadaan khusus bila diperlukan
8.Tata Laksana A. Medikamentosa
KATEGORI PENGOBATAN
Pasien baru
Paduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis setiap
hari.

Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari pada
fase intensif dilanjutkan dengan pemberian dosis tiga kali seminggu
dengan DOT 2HRZE/4 H3R3.

Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama seperti kasus


putus obat, kasus kambuh, kasus gagal. Lakukan pemeriksaan Gene-
Xpert sebelum pengobatan. Bila hasil Xpert menunjukkan M.Tb (+)
dan sensitive terhadap Rifampisin maka diberikan regiman
2RHZE/4RH atau bila memakai obat program 2RHZE/4R3H3. Bila
hasil Xpert menunjukkan M.Tb (+) dan resisten terhadap Rifampisin
maka dirujuk untuk pengobatan MDR sambil menunggu hasil biakan
dan uji kepekaan.Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan
secara individual.

Diagnosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap

Fase intensif Fase


lanjutan 2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian
3x/minggu (RHZE)
(RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150

30 – 37 2 2
2

38 – 54 3 3
3

55 – 70 4 4
4

71 5 5
5

• Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik,


analgetik, antiemetik , bronkodilator dll
• Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis,
mengancam jiwa)
• Penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT:
• Penanganan efek samping akibat OAT

Penatalaksaan efek samping akibat OAT


Efek samping Obat Tatalaksana

Mayor Hentikan obat penyebab


dan rujuk secepatnya
Kemerahan kulit Streptomisin,
HentikanOAT dengan atau
Isoniazid,
tanpa gatal
Rifa
mpisi
n,
Piraz
inami
d

Tuli (bukan Streptomisin Hentikan


streptomisin disebabkan oleh kotoran)

Pusing (vertigo Streptomisin Hentikan streptomisin


dan nistagmus)

Kuning (setelah Isoniazid, Hentikan


pengobatan TB penyebab lain

disingkirkan) Pirazinamid,

hepatitis
Rifampisin

Bingung (diduga Sebagian besar Hentikan


pengobatan TB gangguan hepar OAT
Berat bila
bersamaan
dengan
kuning

Gangguan Etambutol Hentikan


etambutol penglihatan
(setelah
gangguan lain
dising-
kirkan)

Syok, purpura, Rifampisin Hentikan


Rifampisin gagal ginjal akut

Penurunan Streptomisin Hentikan


Streptomisin jumlah urin

Tidak napsu Pirazinamid, Berikan obat


bersamaan makan, mual
dengan makanan ringan atau

dan nyeri perut Rifampisin, sebelum tidur dan


anjurkan
pasien untuk
Isoniazid
minum obat
dengan air sedikit demi
sedikit.
Apabila terjadi muntah
yang terus menerus atau
ada tanda perdarahan
segera pikirkan sebagai
efek samping mayor dan
segera rujuk

Nyeri sendi Prirazinamid Aspirin atau NSAID atau


parasetamol
Rasa terbakar, Isoniazid Piridoksin dosis 100-
200mg/hari kebas atau selama 3
minggu. Sebagai
kesemutan pada profilaksis 25-
100mg/ hari tangan atau kaki

Mengantuk Isoniazid Yakinkan kembali, berikan


obat sebelum tidur

Urin berwarna Rifampisin Yakinkan pasien dan


sebaiknya kemerahan atau pasien
diberi tahu sebelum
orange mulai pengobatan

Sindrom flu Dosis Ubah pemberian dari


intermiten Rifampisin ke pemberian
harian
(demam,
inter
miten menggigil,
malaise, sakit
kepala, nyeri tulang)

B. Non medikamentosa
• Pengendalian infeksi
• Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein, bila perlu diberikan
vitamin tambahan
• Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas Kesehatan
9.Edukasi • Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum obat,
tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker, dll
• Etika batuk
• Pola hidup bersih dan sehat
• Asupan gizi yang baik
10.Prognosis Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanasionam : Dubia ad bonam
Ad vitam : Dubia ad bonam
11.Indikator (Outcome) Komplikasi dan efek samping telah teratasi
12.Kepustakaan 1. Permenkes 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

TENTANG
ASMA BRONKIAL
STABIL
(ICD 10 : J.45 ) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 003/SMF-PARU/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

ASMA BRONKIAL STABIL (ICD 10 : J.45 )

Pengertian Asma adalah suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik
saluran nafas. Penyakit ini ditegakkan berdasarkan riwayat gejala
pernafasan seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang
bervariasi dalam waktu dan intensitas, disertai keterbatasan aliran udara
ekspirasi

Anamnesis Gejala gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain :


1) Lebih dari 1 gejala (mengi,sesak,batuk dan dada terasa berat)
terutama pada orang dewasa
2) Gejala umum lebih berat pada malam hari atau awal pagi hari
3) Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktifitas fisik, pajanan
alergen, perubahan cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau
bau yang menyengat
Pemeriksaan Fisik 1) Dapat normal
2) Ekspirasi terlihat memanjang
3) Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar
pada asma berat
Kriteria Diagnosis ➢ Anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke asma
➢ Kriteria asma terkontrol baik harus memenuhi kriteria berikut :
Gejala siang hari >2x/pekan tidak ada, terbangun pada malam hari
karena asma tidak ada. Penggunaan pelega >2x/pekan tidak ada,
keterbatasan aktivitas akibat asma tidak ada
➢ Derajat beratnya asma pada keadaan stabil dapat dibagi menjadi :
a) Asma Intermiten
b) Asma persisten ringan
c) Asma persisten sedang

134
d) Asma persisten berat

Diagnosa Kerja 1) Asma Ringan (asma stabl), asma sedang, asma berat
2) Asma terkontrol, terkontrol sebagian, tidak terkontrol
Diagnosis Banding 1) Penyeakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
2) Pneumotoraks
3) Payah jantung kiri
4) Sindrome obstruksi pasca tuberkulosis
5) Asma kardiale
6) Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
7) Gastroesofageal reflux disease (GERD)
8) Rhinosinusitis
Pemeriksaan 1) Umum
Penunjang Pada saat tidak serangan :
Spirometri, uji brongkodilator, uji provokasi bronkus (Astograf), Peak
Flow Rate (PFR), Analisis gas darah, fototoraks,kadar IgG total atau
spesifik, kadar eosinofil total srum, darah rutin, uji kulit
2) Khusus
Body box, cardiopulmo exercise (CPX), eosinofil sputum, kadar NO
ekspirasi (FeNO), IgE
Tatalaksana Medikamentosa
A. Obat pengontrol
➢ Kortikosteroid sistemik
➢ Kortikosteroid inhalasi
➢ Sodium kromoglikat
➢ Nedokromil sodium
➢ Metilxantin
➢ Agonis β – 2 kerja lama inhaler
➢ Agonis β – 2 kerja lama oral
➢ Leukotrien modifier
➢ Antimuskarinik / antikolinergik kerja lama
➢ Anti IgE
B. Obat pelega nafas
➢ Agonis β – 2 kerja singkat
➢ Kortikosteroid sistemik (bila mengunakan brongkodilator yang lain
optimal tetapi hasil belum tercapai)

135
➢ Antimuskarinik/antikolinergik kerja singkat
➢ Aminofilin
C. Adrenalin
Edukasi 1) Hindari faktor yang diketahui sebagai pencetus
2) Pakai obat pengontrol secara teratur
3) Kontrol rutin
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF PARU


1. Sesak berkurang
Indikator Medis 2. Keadaan umum baik
3. Penyakit penyerta berkurang
Kepustakaan 1. Global strategy for Asthma Management and Prevention
2. Global initiative for Asthma 2017

136
DISAHKAN OLEH
PANDUAN DIREKTUR
PRAKTEK KLINIS
TENTANG
EFUSI PLEURA
( ICD 10: J 90)
Dr. Bina Ratna, KF,.MM

No Dokumen: 004/SMF-PARU/AH-JT/XII/2022 Tanggal: 20/12/2022

EFUSI PLEURA ( ICD 10: J 90)

1.Pengertian Akumulasi cairan pada rongga pleura


2.Anamnesis Gejala klinis yang sering dijumpai adalah sesak napas, batuk-batuk
1. Nyeri dada yang bersifat tajam menusuk yang memberat saat pasien
menarik napas dalam atau batuk.
2. Sering dijumpai batuk yang tidak berdahak, tetapi bisa juga dijumpai
batuk yang berdahak atau berdarah bila disertai lesi pada paru.
3. Dijumpai sesak napas, semakin banyak cairan di rongga pleura akan
semakin sesak. Sesak napas dirasakan seperti rasa berat di dada. Pasien
akan merasa lebih nyaman dengan posisi tidur miring kearah lesi.
4. Demam ringan
3.Pemeriksaan Fisik 1. Pada Inspeksi dapat terlihat gerakan pernapasan yang tertinggal pada
hemitoraks yang sakit, bila cairan banyak di rongga pleura maka dada
tampak cembung dan ruang antar iga melebar.
2. Pada Palpasi dijumpai fremitus suara yang melemah pada sisi yang sakit.
Trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi yang sehat.
3. Pada Perkusi dijumpai redup pada daerah yang sakit.
4. Pada Auskultasi terdengar suara napas yang melemah sampai menghilang
pada sisi yang sakit. Suara gesekan pleura (Pleural Friction Rub) dapat
terdengar bila jumlah cairan minimal.
4.Kriteria Diagnosis Kriteria efusi pleura bila memenuhi salah satu hal berikut:
1. Efusi pleura dengan jumlah berapapun dan penyebab apapun yang terbukti
terdapat cairan dengan tindakan pungsi pleura/torakosintesis
2. Efusi pleura yang terbukti dengan pemeriksaan imaging ( foto toraks dan /
atau usg toraks dan / atau ct scan toraks) dengan jumlah minimal atau lebih
dari minimal yang disertai dengan tindakan punksi pleura (tidak harus keluar
cairan) dan / atau tatalaksana tambahan sesuai penyebabnya diluar
tatalaksana diagnosis primer
Definisi efusi pleura dengan jumlah minimal bila memenuhi salah satu kriteria
berikut:
1. Gambaran efusi pada foto toraks lateral decubitus dan / atau ct scan toraks dg
ketebalan kurang dari 10 mm.
2. Gambaran efusi pada usg thoraks dengan jumlah cairan kurang dari 100 ml
dan / atau jarak antara pleura parietal dan pleura viseral kurang dari 10 mm
5.Diagnosis Kerja Efusi pleura non Tuberkulosis
6. Diagnosis Banding 1. Pleuropneumonia
2. Schwarte (penebalan pleura)
3. Atelektasis
7.Pemeriksaan 1. Foto toraks PA dan atau lateral/lateral dekubitus (sesuai letak cairan)
Penunjang 2. USG toraks
3. CT scan toraks
4. Analisis cairan pleura: kimia, hitung sel
5. Mikrobiologi
6. Sitologi
8.Tata Laksana 1. Punksi pleura (torakosentesis) dan biopsi pleura
2. Torakoskopi (atas indikasi)
3. Bila cairan sedikit, dapat konservatif (pada kasus infeksi)
4. Water Seal Drainage/pemasangan Indwelling Cathether/ Pigtail pada kasus
efusi pleura massif
5. Pleurodesis
9.Edukasi Menjalani rangkaian diagnostik dan terapi sesuai anjuran, fisioterapi dada, terapi
penyakit penyerta, kontrol ke poliklinik paru sesuai jadwal. Rawat bila klinis
sesak dan cairan banyak
10.Prognosis Sesuai penyebab penyakit
11.Indikator Pasien dapat dipulangkan bila tidak terdapat keluhan, tindakan pasca pungsi baik
(Outcome)
12.Kepustakaan 1. Kalokairinou-Motogna M, Maratou K, Paianid I, et al. Application of color
Doppler ultrasound in the study of small pleural effusion. Medical
ultrasonography. 2010;12(1):12–16.
2. Light RW. Pleural diseases, 6 ed. Lippincot William & Williams,
Philadephia, 2013
3. Isa M. Punksi pleura. Dalam: Rasmin M, Jusuf A, Amin M, Taufik, Nawas
MA, Rai IBN, dkk. Buku Ajar Pulmonologi & Kedokteran Respirasi. Buku I.
Kolegium Pulmonologi & Kedokteran Respirasi. UI Press, Jakarta
2017.p.457-63.
4. T Havelock, R. Teoh, D. Laws, and F. Gleeson, “Pleural procedures and
thoracic ultrasound: British Thoracic Society pleural disease guideline 2010,”
Thorax, vol. 65, no. 2, pp. i61– i76, 2010. View at Publisher • View at
Google Scholar • View at Scopus
5. Soni NJ, Franco R, Mayo PH. Ultrasound in the diagnosis and management
of pleural effusion. J Hosp Med 2015; 10(12): 811-6.
PANDUAN DISAHKAN OLEH
PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PNEUMOTORAKS
(ICD 10: J.93)

Dr. Bina Ratna, KF,.MM


No Dokumen: 005/SMF-PARU/AH-JT/XII/2022 Tanggal: 20/12/2022
PNEUMOTORAKS (ICD 10: J.93)
1.Pengertian Udara bebas di dalam rongga pleura yang terletak di antara dinding dada dan
paru yang disebabkan oleh trauma dada, kebocoran parenkim paru yang dapat
terjadi secara spontan atau seunder akibat penyakit yang mendasari. Kadang-
kadang terjadi pada perempuan akibat endometriosis (yang terjadi bersamaan
saat haid) yaitu pneumotoraks katamenial, juga dapat terjadi akibat tindakan
medis (iatrogenik) mis : TTNA, CVP, pungsi pleura, biopsi pleura, bronkoskopi
dll.
2.Anamnesis 1. Sesak nafas
2. Batuk
3. Nyeri dada
3.Pemeriksaan Fisik Inspeksi = Asimetris, statis dan dinamis, sela iga melebar
Palpasi = sela iga melebar, fremitus vokal melemah
Perkusi = hipersonor
Auskultasi = Vesikular melemah, Rh -/- wh -/-
4.Kriteria Diagnosis Gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, berupa gambaran
avaskuler pada foto toraks dan pleural line.
5.Diagnosis Kerja Pneumotoraks

6.Diagnosis Banding 1. PPOK


2. Asma bronkial
3. IMA (infark miokard akut)
4. Emboli paru, kelainan pleura
5. Ruptur bula
7.Pemeriksaan 1. Umum : Foto toraks PA (dan lateral atas indikasi)
Penunjang Kadang-kadang diperlukan foto 2 fase (dalam inspirasi maksimal dan ekspirasi
maksimal) bila dicurigai pneumotoraks ringan atau foto lateral bila diduga
disertai efusi pleura
2. Khusus : CT Scan toraks, analisis gas darah, EKG, Bronkoskopi sesuai indikasi,
torakoskopi sesuai indikasi
8.Tata Laksana 1. Medikamentosa: Tergantung penyebab
2. Non medikamentosa: Terapi Oksigen, fisioterapi, pemasangan WSD jika
pneumotoraks >10% atau klinis didapatkan keluhan sesak, continous suction
atas indikasi, IPPB (intermitent positive pressure breathing), pleurodesis
dengan zat kimia sesuai indikasi atau pleurodesis secara bedah sesuai
indikasi, pleuroskopi untuk pleurodesis talkum atas indikasi, VATS (Video
Assisted Thoracoscopic Surgery), pembedahan atas indikasi
Khusus: Bronkoskopi untuk pemasangan endobronchial valve atau spigot sesuai
indikasi
9.Edukasi Tergantung penyebab. Edukasi pencegahan peningkatan tekanan intratoraks.

10.Prognosis Quo ad vitam: dubia


Quo ad functionam: dubia
Quo ad sanasionam: dubia
Tergantung luas pneumotoraks, penyebab dan penyakit penyerta.
11.Kepustakaan 1. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas
2. Fishman's Pulmonary Diseases and Disorders, 2 Volume Set, 5th edition
3. Harrison's Principles of Internal Medicine 19/E
4. Murray’s Textbook of Respiratory Medicine
PANDUAN DISAHKAN OLEH

PRAKTEK KLINIS DIREKTUR

TENTANG
PNEUMONIA
COVID-19
(ICD 10 : B34.2 ) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 006/SMF-PARU/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

PNEUMONIA COVID-19 (ICD 10 : B34.2 )

Pengertian Pneumonia Covid-19 adalah peradangan pada parenkim paru, yang


diduga disebabkan oleh CoronaVirus (2019-nCov).
Dalam keadaan berat, termasuk ke dalam Severe Acute Respiratory
Infection (SARI) adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut dengan :
• Riwayat demam atau saat pengukuran suhu tubuh > 38˚C dan
batuk
• Onset dalam 10 hari terakhir
• Membutuhkan perawatan Rumah Sakit

Anamnesis 1) Pasien dengan Pneumonia Covid-19, SARI dan Surveilans kasus


Covid-19 dengan gejala yaitu :
• Batuk
• Sesak nafas atau kesulitan bernafas
• Demam
2) Riwayat bepergian ke dan atau dari Daerah Pendemi dalam 14 hari
terakhir.
3) Riwayat kontak erat dengan pasien Terkonfirmasi Covid-19
Pemeriksaan Fisik 1) Kesadaran kompos mentis atau penurunan kesadaran
2) Tanda vital : frekuensi nadi meningkat, frekuensi nafas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun. Suhu tubuh meningkat. Sianosis,
saturasi < 95%
3) Dapat disertai retraksi otot
4) Pemeriksaan fisik paru didapatkan inspeksi, tidak simetris, statis dan
dinamis. Frekuensi fremikus mengeras, redup pada daerah konsolidasi,
suara nafas brongkovesikuler atau bronkial, rongki kasar.
Kriteria Diagnosis Kasus Covid-19 apabila :

153
1. Sesorang dengan SARI, riwayat demam, flu dan batuk yang
membutuhkan perawatan Rumah Sakit tanpa penyebab lainnya dan
gejala klinis pneumonia dan diserta satu di antara dibawah ini :
• Riwayat bepergian ke daerah pendemi dan atau sekitarnya dalam
waktu 14 hari sebelum gejala muncul. Atau
• Muncul penyakit pada seorang petugas kesehatan yang bekerja
dalam lingkungan atau merawat pasien SARI, tanpa riwayat
bepergian ke daerah pandemi. Atau seseorang dengan muncul gejala
klinis tidak seperti biasanya Atau perjalanan klinis tidak terduga
khususnya terjadi perburukan walau sudah mendapatkan
pengobatan adekuat tanpa riwayat bepergian, bahkan dengan
etiologi yang sesuai dengan gejala klinis tersebut.
2. Sesorang dengan penyakit pernafasan akut dengan derajat berapapun,
dalam 14 hari sebelum onset penyakit yang memiliki pajanan sebagai
berikut :
• Kontak fisik erat denngan kasus Covid-19 terkonfirmasi dan pasien
bergejala, atau
• Di negara dengan fasilitas kesehatan dilaporkan terjadi infeksi
Covid-19 yang didapat di RS (Hospital Associated Covid-19)
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Foto torax : Menunjukkan gambaran Pneumonia.
b. CT torax : Menunjukkan gambaran Opasitas Gound-Glass
c. RT-PCR, dari Swab tenggorok ataupun aspirat saluran nafas bawah,
menunjukkan Positif Covid-19
d. Darah perifer lengkap : dapat ditemukan leukopeni / normal,
limfopenia.
e. Kimia darah lainnya : pada pneumonia berat sampai sepsis dapat
menunjukan gangguan fungsi hepar, fungsi ginjal, gula darah da
peningkatan PT, D-Dimer dan Laktat.
Diagnosa Kerja Pneumonia Covid-19

Diagnosis Banding 1) Pneumonia Bakteri


2) Pneumonia Jamur
3) Edema Paru kardiogenik (Gagal Jantung)
Pemeriksaan 1) Pemeriksaan Radiologi : Foto torax, Ct Scan torax, Usg torax
Penunjang 2) Pemeriksaan swab tenggorok dan aspirat saluran nafas bawah seperti
sputum, bilasan bronkus, kurasan brokoalveolar, bila menggunakan

154
pipa endotrakeal dapat berupa aspirat endotrakeal untuk RT-PCR virus,
sequencing bila tersedia.
3) Brongkoskopi
4) Pungsi Pleura sesuai kondisi
5) Pemeriksaan kimia darah
o Darah perifer lengjap
o Analisisi gas darah
o Fusngsi hepar
o Fungsi ginjal
o Gula darah sewaktu
o Elektrolit
o Faal hemostatis (PT/APTT.D-Dimer)
6) Prokalsitonin
7) Laktat
8) Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran nafas
(sputum, bilasan bronkus, cairan plura) dan darah
9) Pemeriksaan fese dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan)
Tatalaksana 1) Isolasi pada semua kasus
2) Implementasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
3) Serial Foto Torax
4) Terapi Oxigen (O2), penggunaan High Flow Oxygen atau NonInvasive
Ventilation hanya pada pasien tertentu apabila terjadi depresi nafas
berat atau hipoxemia.
5) Antibiotik empiris berdasarkan epidemiologi dan pola kuman setempat,
secepat mungkin sampai diagnosa ditegakkan
6) Kortikosteroid tidak dianjurkan
7) Terapi simpotomatik
8) Terapi cairan
9) Ventilasi mekanik (bila gagal nafas)
10) Penggunaan vasopresor apabila mengalami syok sepsis
11) Cegah komplikasi selama perawatan
12) Anti-Covid-19 belum ada
Edukasi 1) Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah sesuai
(Hospital Heath standar WHO
Promotion) 2) Etika batuk dan bersin.
3) Ketika memiliki gejala saluran nafas, gunakan masker dan berobat ke

155
fasilitas pelayan.
4) Hindari bepergian ke daerah outbreak
5) Hindari kontak dekat dengan pasien yang bergejala infeksi saluran
nafas
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF PARU


Ditemukan hasil RT-PCR NEGATIF sebanyak dua kali berturut turut serta
Indikator Medis
perbaikan klinis
Kepustakaan 1. WHO. WHO steatment regarding cluster of Pneumonia Cases in
Wuhan, China. HomePage on Internet. Cited 15 Jan 2020. Available on
https://www/int/china/news/detail/09-01-2020-who-steatment-
regarding-cluster-of-pneumonia-cases-in-wuhan-china. (Jan 9th 2020)
2. Virogical org. Intial genome release of novel coronavirus. HomePage on
Internet. Cited jan 5th 2020. Available on :
https://virological.org/t/initial-genome-release-of-novel-
coronavirus/319. ( Jan 10th 2020)
3. Surat Resmi Direktur Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
tertanggal 5 Januari 2020
4. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian coronavirus Disease (Covid-
19). Kementrian Kesehatan RI, Juli 2020

156
PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

TENTANG
ASMA EKSESERBASI
AKUT
(ICD 10 : J.46 ) Dr. Bina Ratna, KF,.MM
No Dokumen : 007/SMF-PARU/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

ASMA EKSERBASI AKUT (ICD 10 : J.46 )

Pengertian Episode asma yang ditandai dengan peningkatan gejala sesak

Anamnesis Gejala gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain :


1) Lebih dari 1 gejala (mengi,sesak,batuk dan dada terasa berat)
terutama pada orang dewasa
2) Gejala umum lebih berat pada malam hari atau awal pagi hari
3) Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktifitas fisik, pajanan
alergen, perubahan cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau
bau yang menyengat
Pemeriksaan Fisik 1) Dapat normal
2) Ekspirasi terlihat memanjang
3) Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar
pada asma berat
Kriteria Diagnosis ➢ Anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke asma
➢ Kriteria asma terkontrol baik harus memenuhi kriteria berikut :
Gejala siang hari >2x/pekan tidak ada, terbangun pada malam hari
karena asma tidak ada. Penggunaan pelega >2x/pekan tidak ada,
keterbatasan aktivitas akibat asma tidak ada
➢ Derajat beratnya asma pada keadaan stabil dapat dibagi menjadi :
a) Asma Intermiten
b) Asma persisten ringan
c) Asma persisten sedang
d) Asma persisten berat

Diagnosa Kerja 1) Asma Ringan (asma stabl), asma sedang, asma berat
2) Asma terkontrol, terkontrol sebagian, tidak terkontrol

157
Diagnosis Banding 1) Penyeakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
2) Pneumotoraks
3) Payah jantung kiri
4) Sindrome obstruksi pasca tuberkulosis
5) Asma kardiale
6) Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
7) Gastroesofageal reflux disease (GERD)
8) Rhinosinusitis
Pemeriksaan 1) Umum
Penunjang Pada saat tidak serangan :
Spirometri, uji brongkodilator, uji provokasi bronkus (Astograf), Peak
Flow Rate (PFR), Analisis gas darah, fototoraks,kadar IgG total atau
spesifik, kadar eosinofil total srum, darah rutin, uji kulit
2) Khusus
Body box, cardiopulmo exercise (CPX), eosinofil sputum, kadar NO
ekspirasi (FeNO), IgE
Tatalaksana Medikamentosa
A. Obat pengontrol
➢ Kortikosteroid sistemik
➢ Kortikosteroid inhalasi
➢ Sodium kromoglikat
➢ Nedokromil sodium
➢ Metilxantin
➢ Agonis β – 2 kerja lama inhaler
➢ Agonis β – 2 kerja lama oral
➢ Leukotrien modifier
➢ Antimuskarinik / antikolinergik kerja lama
➢ Anti IgE
B. Obat pelega nafas
➢ Agonis β – 2 kerja singkat
➢ Kortikosteroid sistemik (bila mengunakan brongkodilator yang lain
optimal tetapi hasil belum tercapai)
➢ Antimuskarinik/antikolinergik kerja singkat
➢ Aminofilin
C. Adrenalin
Edukasi 1) Hindari faktor yang diketahui sebagai pencetus

158
2) Pakai obat pengontrol secara teratur
3) Kontrol rutin
Prognosis Ad vitam : bonam.
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam.

Tingkat Evidens I / II / III / IV

Tingkat Rekomendasi A/B/C/D

Penelaah Klinis SMF PARU


1. Sesak berkurang
Indikator Medis 2. Keadaan umum baik
3. Penyakit penyerta berkurang
Kepustakaan 1. Global strategy for Asthma Management and Prevention
2. Global initiative for Asthma 2017

159
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
ANESTESI UMUM DENGAN
INTUBASI ENDOTRACHEAL

Dr. Bina Ratna, KF,.MM

No Dokumen : 001/KSM-ANESTESI/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI ENDOTRACHEAL

Pengertian Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya


kesadaran dan bersifat pulih sadar kembali (reversible) dimana
perpanjangan anesthesi di fasilitasi dengan menggunakan
Endotracheal Tube untuk pertukaran gas.

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang
mungkin dapat menjadi penyulit anestesi seperti :
alergi,asma,diabetus mellitus,penyakit paru kronik,penyakit
jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor

1
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun
keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:
o EKG pada anak
o Fungsi hati pada pasien ikterus
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut dicatat
dalam dokumen rekam medis

Indikasi 1. Operasi di daerah kepala leher


2. Operasi abdomen atas dan bawah
3. Operasi ektremitas atas dan bawah
Diagnosis 1. 2.
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Puasa dan pemberian cairan
2. Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.

2
3. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah. Pasien anak-anak mengikuti jadual sebagai
berikut:

Umur Susu/makanan Air putih


padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan

Tata Laksana a. Perawat anastesi mengatur posisi pasien dalam tidur


terlentang dan memposisikan ekstensi kepala
b. Memasang alat monitor dan mengukur tanda-tanda vital pada
pasien
c. Sungkup muka diletakkan didepan muka pasien, dan diberi
oksigen 3-5 liter per menit
d. Perawat anastesi memasukkan obat induksi atas advis dokter
anestesi (Propofol 1,5 - 2,5mg/KgBB), segera setelah pasien
tidur yang diandai dengan hilangnya reflek bulu mata, dokter
anastesi melanjutkan pemberian oksigen lewat sungkup muka
sambil sesekali memberi nafas buatan dengan bagging bila
terdapat hipoventilasi
e. Obat pelumpuh otot dimasukan (0,6mg/KgBB), setelah pasien
mengalami kelumpuhan otot pernafasan dokter anstesi
memberikan nafas buatan lewat sungkup muka sesuai
dengan frekuensi nafas pasien
f. Setelah mencapai waktu puncak (peak) obat pelumpuh otot,
dilakukan intubasi endotrakeal setelah berhasil cuff ETT
dikembangkan kemudian ETT disambungkan dengan
conector mesin anastesi.
g. Di lakukan tes kedalaman ETT dengan cara dokter anastesi
memberikan nafas buatan melalui mesin anastesi dan
perawat anastesi mendengarkan suara nafas pasien pada 4
lapang dengar suara paru dengan stetoskop

3
h. Setelah suara paru terdengar simetris pasien dipasang mayo
supaya pipa endotracheal tidak terganggu kemudian
dilakukan fiksasi pada kedua-duanya
i. Obat anastesi inhalasi mulai dibuka disesuaikan dengan
tanda2 kedalaman anestesi (2-4ml) , bila pembedahan
memerlukan kondisi otot pasien yang sangat rileks maka perlu
ditambahkan obat pelumpuh otot sesuai dengan kebutuhan
dan dosis
j. Berikan obat-obatan lain sesuai indikasi seperti
antiperdarahan dan antiinflamasi
k. Vital Sign pasien didokumentasikan setiap 5 menit, berikan
terapi cairan sesuai indikasi jika teridentifikasi penurunan
TTV.
l. Setelah pembedahan selesai obat anastesi inhalasi ditutup
kembali kemudian dilakukan pembersihan jalan napas
dengan cara suction lendir pada mulut dan sekitar
tenggorokan pasien dan bila perlu dilakukan suction melalui
lubang hidung
m. Setelah bersih dilakukan ektubasi dengan cara
mengempiskan cuff ett kemudian melepasnya,dilakukan
suction ulang lalu conector mesin anestesi disambungkan
sungkup muka lagi
n. Pasien kembali diberi oksigen 100% melalui face mask lagi
o. Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif
p. Alat-alat dirapikan kembali
q. Monitoring hemodinamik pasien bila terjadi penurunan
tekanan darah dan loading cairan elektrolit atau cairan coloid
bila belum cukup cairan.
r. Evaluasi dan monitoring dokumentasi Hemodinamic sampai
operasi selesai,
Paska Prosedur Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi
Tindakan Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah spontan
Gunakan Aldrete score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap

4
adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih sadar guna
dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien sadar
Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi


1. Hilangnya kesadaran
Indikator Medis 2. Reflek bulu mata
3. Suara paru-paru simetris
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/1541/2022 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Anestesiologi Dan Terapi
Intensif

5
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PROSEDUR SEDASI DENGAN
TOTAL INTRAVENOUS
ANESTHESI
Dr. Bina Ratna. KF,.MM
No Dokumen : 002/KSM-ANESTESI/AH-JT/XI/2022 Tanggal : 20/12/2022

PROSEDUR SEDASI DENGAN TOTAL INTRAVENOUS ANESTHESI

Pengertian Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya


kesadaran dan bersifat pulih sadar kembali (reversible) dengan
hanya menggunakan obat anestesi intra vena

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin
dapat menjadi penyulit anestesi seperti : alergi,asma,diabetus
mellitus,penyakit paru kronik,penyakit jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:
o EKG pada anak
o Fungsi hati pada pasien ikterus

1
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut
dicatat dalam dokumen rekam medis

Indikasi 1. Operasi singkat (0,5 - 1 jam) tanpa membuka rongga perut


2. Keadaan umum pasien cukup baik
3. Lambung harus kosong
Diagnosis
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat
yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Puasa dan pemberian cairan
2. Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
3. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah. Pasien anak-anak mengikuti jadual sebagai
berikut:

2
Umur Susu/makanan Air putih
padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan

Tata Laksana
I. Persiapan Pasien
a. Inform Concent
b. Persetujuan Tindakan dan Edukasi pra anesthesi
b. Persiapan Peralatan :
c. Spuit 10cc untuk menggembangkan cuff ETT
d. Stetoskop
e. Nasal Canul
f. Mesin suction dan kanula suction
g. Alat monitor pasien
h. Oropharingeal Airway
i. Persiapan Obat-obatan
j. Obat induksi : Propofol, Ketamine, Pethidin HCL, Fentanyl
k. Obat emergency: sulfas atropine, ephedrine, adrenalin
l. Obat Antiinflamasi : Metylprednisolon, Dexamethasone
m. Obat anti perdarahan : Asam Tranexamad
n. Obat antinyeri pasca operasi : Tramadol, Ketorolac
o. Cairan Koloid dan Elektrolit

II. Prosedur
a. Perawat anastesi mengatur posisi pasien dalam tidur
terlentang dan memposisikan ekstensi kepala
b. Memasang alat monitor dan mengukur tanda-tanda vital
pada pasien
c. Sungkup muka diletakkan didepan muka pasien, dan diberi
oksigen 3-5 liter per menit
d. Perawat anastesi memasukkan obat induksi atas advis
dokter anestesi (Propofol 1,5 - 2,5mg/KgBB), segera setelah

3
pasien tidur yang diandai dengan hilangnya reflek bulu mata,
dokter anastesi melanjutkan pemberian oksigen lewat
sungkup muka sambil sesekali memberi nafas buatan
dengan bagging bila terdapat hipoventilasi
e. Berikan obat-obatan lain sesuai indikasi seperti
antiperdarahan dan antiinflamasi
f. Vital Sign pasien didokumentasikan setiap 5 menit, beikan
terapi cairan sesuai indikasi jika teridentifikasi penurunan
TTV.
g. Untuk pemeliharaan anestesi,obat anestesi dapat diberikan
secara berulang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
klinis pasien selama pembedahan
h. Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah
spontan adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih
sadar guna dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien
sadar
i. Monitoring hemodinamik pasien bila terjadi penurunan
tekanan darah dan loading cairan elektrolit atau cairan coloid
bila belum cukup cairan.
j. Evaluasi dan monitoring dokumentasi Hemodinamic sampai
operasi selesai,

Paska Prosedur Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi


Tindakan Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah spontan
Gunakan Aldrete score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap
adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih sadar guna
dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien sadar
Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi

4
1. Hilangnya kesadaran
Indikator Medis 2. Reflek bulu mata
3. Suara paru-paru simetris
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177

5
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PROSEDUR GENERAL
ANESTESI DENGAN FACE
MASK
Dr. Bina Ratna. KF,.MM
No Dokumen : 003/KSM-ANESTESI/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

PROSEDUR GENERAL ANESTESI DENGAN FACE MASK

Pengertian Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya


kesadaran dan bersifat pulih sadar kembali (reversible) dengan
menggunakan obat anestesi inhalasi yang dilewatkan sungkup
muka

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin
dapat menjadi penyulit anestesi seperti : alergi,asma,diabetus
mellitus,penyakit paru kronik,penyakit jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun
keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:

1
o EKG pada anak
o Fungsi hati pada pasien ikterus
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut dicatat
dalam dokumen rekam medis

Indikasi 1. Operasi singkat (0,5 - 1 jam) tanpa membuka rongga perut


2. Keadaan umum pasien cukup baik
3. Lambung harus kosong
Diagnosis
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat
yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Puasa dan pemberian cairan
2. Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
3. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah. Pasien anak-anak mengikuti jadual sebagai
berikut:

2
Umur Susu/makanan Air putih
padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan
Tata Laksana
I. Persiapan Alat
a. Mesin anastesi yang sudah tersambung dengan oksigen
b. Laringoskop
c. Sungkup muka
d. Pipa endotrakeal ( ETT)
e. Mayo
f. Stilet (mandrin ETT)
g. Spuit 10cc untuk menggembangkan cuff ETT
h. Stetoskop
i. Conector
j. Plester 30 cm
k. Mesin suction dan kanula suction
l. Alat monitor pasien

II. Persiapan Obat


a. Obat induksi :Tiopental 2,5 %,profofol,ketamin
b. Obat anastesi inhalasi : sevofluran, isofluran,halotan, ethran
c. Obat analgetik non opioid : ketorolak tromethamine,tramadol
dll
d. Obat anagetik opioid :petidin,morphin sulfat,fentanyl dll
e. Obat emergency: sulfas atropine, ephedrine, adrenalin

III. Persiapan Pasien


- Inform Concent
- Persetujuan Tindakan dan Edukasi pra anestesi

IV. Prosedur Tindakan


a. Pasien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan serta
dipersilahkan untuk berdoa

3
b. Perawat anastesi mengatur posisi pasien dalam tidur
terlentang
c. Memasang alat monitor dan mengukur tanda-tanda vital
pada pasien
d. Dokter anastesi melakukan cek ada tidaknya kebocoran
mesin anastesi
e. Perawat anastesi memasukkan obat induksi atas advis Sp
An., segera setelah pasien tidur, yang ditandai dengan
hilangnya reflek bulu mata,dokter anastesi memberikan
oksigen lewat sungkup muka dalam posisi kepala pasien
yang ekstensi,sebaiknya dagu ditarik sedikit kebelakang
agar jalan nafas bebas dan pernapasan pasien lancar,
sambil sesekali memberi nafas buatan apabila terdapat
hipoventilasi.
f. Untuk memperkuat efek analgestik obat induksi terkadang
perlu ditambahkan obat analgetik opioid : petidin dll
g. Bersamaan dengan tidurnya pasien obat anestesi inhalasi
dapat mulai dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit
(sesudah setiap 5-10 kali tarikan nafas dinaikkan 1%
sampai 3-4% tergantung reaksi dan besar tubuh penderita)
h. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda2 tanda mata (bola
mata menetap) nadi tidak cepat dan terhadap rangsang
nyeri tidak berubah
i. Kalau stadium anestesi sudah cukup dalam,rahang sudah
lemas,dapat dimasukkan pipa orofaring (guedel)
j. Obat inhalasi dapat dikurangi menjadi 1- 1,5 % tergantung
respon terhadap rangsang operasi.
k. Obat inhalasi dikurangi dan dihentikan beberapa menit
sebelum operasi selesai
l. Pasien kembali diberi oksigen 100% melalui face mask lagi
m. Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah
spontan adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih
sadar guna dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien
sadar
n. Alat-alat dirapikan kembali

4
Paska Prosedur Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi
Tindakan Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah spontan
Gunakan Aldrete score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap
adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih sadar guna
dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien sadar
Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi


1. kesadaran pasien
2. reflek bulu mata
Indikator Medis 3. tonus otot polos
4. diameter pupil
5. tanda –tanda vital
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1541/2022 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Anestesiologi Dan
Terapi Intensif

5
DISAHKAN OLEH
DIREKTUR
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
TENTANG
PROSEDUR SPINAL ANESTESI

Dr. Bina Ratna. KF,.MM


No Dokumen : 004/KSM-ANESTESI/AH-D/XI/2022 Tanggal : 25/11/2022

PROSEDUR SPINAL ANESTESI

Pengertian Merupakan tehnik anestesi dengan memasukan obat


analgetik ke dalam ruang subarackhnoid sesuai blokade syaraf
yang dikehendaki.

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin
dapat menjadi penyulit anestesi seperti : alergi,asma,diabetus
mellitus,penyakit paru kronik,penyakit jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun
keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:
o EKG pada anak

1
o Fungsi hati pada pasien ikterus
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut dicatat
dalam dokumen rekam medis

Indikasi Pembedahan atau operasi pada daerah perut / abdomen ke bawah

Diagnosis
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat
yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Kontra indikasi Prosedur Spinal Anestesi
a. Infeksi pada tempat suntikan
b. Pasien menolak
c. Koagulopati atau bleeding diathesis
d. Severe hypovolemi
e. Meningkatnya tekanan intrakranial
f. Severe aorta stenosis
g. Severe mitral stenosis
2. Kontra indikasi Relatif
Sepsis
a. Pasien tidak kooperatif
b. Preexisting neurologi defisit

2
c. Demyelinating lesions
d. Stenotic katub !antung
e. Severe spinal deformitas
3. Kontroversial
a. Prior back surgery at the site of infection
b. Ketidakmampuan komunikasi dengan pasien
c. Komplikasi operasi
d. Operasi yang lama
e. Kehilangan darah yang banyak
f. Maneuver that compromise respiration
4. Edukasi
Puasa dan pemberian cairan
Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah, pasien anak-anak mengikuti jadwal sebagai
berikut:
Umur Susu/makanan Air putih
padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan
Tata Laksana
I. Persiapan Alkes
a. Monitor pasien
b. Oksigen
c. Buvicain
d. Spuit 3 CC
e. Spuit 5 CC
f. Duk Steril dan kom
g. Betadine dan alkohol
h. Plester antiseptik
i. Kassa
j. Jarum spinal
k. Lidocain

3
l. Obat Emergency
m. Cairan Elektrolit dan Koloid
n. Epinefrine
o. Ephedrine
p. Obat Opioid
q. Granicetron

II. Persiapan Pasien


- Inform Concent
- Persetujuan Tindakan dan Edukasi pra anestesi

III. Prosedur Tindakan


a. Identitas pasien diperiksa
b. Pasien diposisikan di meja operasi dengan posisi lateral
atau fowler dengan punggung membungkuk
c. Pasang monitor , tekanan darah, dan oximetri, serta nasal
canul
d. Pastikan IV line lancar, loading cairan RL 250 cc
e. Identifikasi SIAS sesuai Lumbal L3-4 atau L4-L5
f. Sterilkan tempat tusukan dengan Betadin dan Alkohol
g. Beri anesthesi local di tempat penusukan dengan lidocain
2% 2-3cc
h. Insersikan jarum spinal pada daerah L2 atau sesuai
dermatom yang di ingin kan menembus Ligamentum
Flavum sampai LCS keluar tanpa campuran darah
i. Masukan obat anesthesi dengan menggunakan spuit 5 cc
secara pelan (0.5cc/detik) dengan menggunakan spuit 5
cc sebanyak sesuai dermatom yang di ingin kan diselingi
aspirasi sedikit (barbotase test setiap memasukkan 1 cc)
j. Cabut jarum spinal dan tutup bekas suntikan dengan
plester antiseptik
k. Evaluasi blokade syaraf yang terjadi bila telah sesuai
dermatom yang dikehendaki, tindakan pembedahan boleh
dilakukan

4
l. Monitoring hemodinamik pasien bila terjadi penurunan
tekanan darah dan loading cairan elektrolit atau cairan
coloid bila belum cukup cairan.
m. Evaluasi dan monitoring dokumentasi Hemodinamic
sampai operasi selesai.
Paska Prosedur 1. Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi
Tindakan 2. Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
3. Gunakan Bromage score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi


Terjadinya Blokade syaraf sesuai dermatom (tidak nyeri pada
Indikator Medis
irisan)
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1541/2022 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Anestesiologi Dan
Terapi Intensif

5
ALUR KLINIS /CLINICAL PATHWAY
ALIA HOSPITAL JAKARTA TIMUR
RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Kejang Demam Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : R 56.0

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL (1x) Hb, Ht, Eritrosit, Leukosit, Trombosit,
b. GDS Bila Perlu
c. Elektrolit Bila perlu
2. Radiologi
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Edukasi Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi dan keuangan
Terapi 1. IVFD RL Atau D5 1/2 NS
2. O2
3. Paracetamol Tab/Drip Bila Perlu
4. Diazepam Supp Bila Perlu
5. Diazepam Tab/pulv
6. Diazepam IV Bila Perlu
7. Phenobarbital Bila Perlu
ASUHAN
Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai produksi urin setiap 24 jam
Mengukur Input dan Output Berkoordinasi
1. Perawat Memantau/menilai jika ada keluhan dengan dokter ruangan
a. demam
b. kejang berulang
c. defisit neurologis, dll
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. demam
b. kejang berulang
c. defisit neurologis, dll
3. DPJP Edukasi/penjelasan penyakit
Memeriksa dan monitoring semua
kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. perawatan di rumah
2. Pemberian dan cara minum obat
3. Hasil kontrol
Out come klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan hari
perawatan.
2. Pasien pulih, bebas kejang

Jakarta, ………………............. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.A)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Pneumonia Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : J 18.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,
a. Ht,
DPLEritrosit,
( 1x) Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat
b. AGD Bila Ada Indikasi Medis
2. Radiologi Thorax Foto
Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana Terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. Oksigen Bila Perlu
2. IVFD : RL
3. Paracetamol Tab/Drip Bila demam
4. Salbutamol Tab
5. Inj. Cefotaxime/Cefriaxon
6. Inj. Gentamisin
Maximal 3x Sehari
7. Nebulisasi
Selama 3 hari perawatan
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 8 jam
Saturasi Oxigen
Suction berkala Bila Perlu
Menilai Gejala Distress Pernafasan Setiap 8 Jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi dengan
a. Sesak dokter jaga ruangan
b. Demam
c. Batuk berdahak
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 8 jam
Saturasi Oxigen
Menilai gejala distres nafas
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan DPJP
Bila Ada Keluhan :
a. Sesak
b. Demam
c. Batuk Berdahak
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
Hari Perawatan.
2. Pasien Pulih
3. Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………………….., SpA)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Prime : Infeksi Saluran Kemih Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : N 39.0

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb, Ht, Eritrosit,
a. DPL (1x) Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Ba
b. Urin Lengkap (1x)

2. Radiologi
3. Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan Di Lembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuangan
Terapi 1. IVFD : RL
2. Inj. Cefotaxime Alternatif : Ceftriaxon
3. Paracetamol Drips / Tablet Bila Perlu
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 8jam
Menilai Produksi Urin Setiap 24 jam :
Memantau/Menilai Ada Keluhan
a. Nyeri Perut Bawah Berkoordinasi
b. Diare / Muntah dengan Dokter Ruangan
c. Demam dll
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 8jam
Menilai Produksi Urin Setiap 24 jam :
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi dengan
Memeriksa dan Rekomendasikan DPJP
bila ada keluhan :
a. Diare / Muntah
b. Nyeri Perut Bawah atau Pinggang
c. Demam dll
d. Ikterus, Irritable , Gejala Sepsis,
dan Sianosis (Pada Neonatus)
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih
3. Tidak Ada Komplikasi.

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ……………………………………….., Sp.A)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Diare Akut Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : R 19.7

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb, a.Ht,
DPLEritrosit,
(1x) Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bata
b. Feses Lengkap (1x) Bila Perlu

2. Radiologi
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan di Lembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuangan
1. IVFD : RL
2. L.Bio ( 2x / Hari )
Therapi
3. Zink Tablet 1x / Hari

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai produksi urin Setiap hari
Mengukur input dan ouput (prod urin > 30 cc/jam)
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Penurunan Kesadaran dengan dokter ruangan
b. Mual / Muntah
c. Demam dll
Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai Produksi Urin Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
2. Dokter Umum Bila Ada Keluhan : DPJP
a. Mual / Muntah
b. Penurunan Kesadaran
c. Tanda-Tanda Syok dll
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
3. DPJP Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
1. Perawatan di Rumah
Persiapan pulang (edukasi) 2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
Out come klinis
2. Pasien Pulih , Tidak Ada Tanda
Dehidrasi

Jakarta, …………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………………., SpA)


> 30 cc/jam)
RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Tanggal Keluar :
Diagnosa Primer : Demam Dengue Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Sekunder : Pengirim :
Diagnosa Penyerta : DPJP :
Code ICD : A 91

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,
DPLHt, Eritrosit, Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat
2. Radiologi Thorax Foto Sesuai Indikasi
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan Dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
1. IVFD RL Sesuai kebutuhan
Therapi
2. Paracetamol Drip/Oral Bila perlu
3. Ondancentron i.v
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai Produksi Urin Setiap hari
Mengukur Input /Output (prod urin > 30 cc/jam)
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Tanda Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Mual / Muntah / Nyeri Perut
c. Demam dll
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai Produksi Urin Setiap 24 Jam
Memeriksa dan merekomendasikan Koordinasi dengan DPJP
bila ada keluhan :
b. Mual / Muntah / Nyeri Perut
c. Demam dll
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Biasa
1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
Persiapan pulang (edukasi) 3. Hasil Kontrol
1. Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2. Pasien Pulih , Bebas Demam 2
Out come klinis Hari dan Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

(dr.…………………………………Sp.A)
RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Demam Typoid Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : A 01.0

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. Widal
2. Radiologi 1. Foto Ronsen Apabila Diduga
Terjadi Komplikasi
2. Foto Abdomen Apabila Diduga
Terjadi Komplikasi
3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD ... Cc/Hari
2. Inj. Ceftriakson Alternatif : 2nd Line
3. Paracetamol 3x .. Mg PO
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Nyeri Perut dengan dokter ruangan
b. Mual / Muntah
c. Demam dll
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Nyeri Perut
b. Mual / Muntah
c. Demam dll
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Bebas Demam 2
Hari dan Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.PD)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Sepsis Neonatal Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : P 39.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,
a. Ht,
DPLEritrosit,
(1x) Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat

2. Radiologi a. Foto Thorax Jika distres penafasan (+)

Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana Terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD : ... cc/Hari D 5% / D 10% + N 5
2. Pct tb 3x .. Mg
3. Inj Ampicilin 3x .. Mg Alternatif : Ampicilin Sulbactan + Gen
4. Inj Gentamicin 1x.. Mg

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran, Setiap 8 jam
Memantau Kompikasi Setiap 24 jam
Memantau/Menilai jika ada keluhan Berkoordinasi dengan
a. Demam dokter ruangan
b. Tanda Tanda Syok
c. Distress Pernafasan
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 12 jam
Memantau komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Merekomendasikan Berkoordinasi dgn DPJP
bila ada keluhan :
a. Demam
b. Tanda Tanda Syok
c. Distress Pernafasan

3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit


Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2. Pasien Pulih
3. Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………………….., SpA)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Sepsis Neonatal Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : P 39.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,
a. Ht,
DPLEritrosit,
(1x) Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat

2. Radiologi a. Foto Thorax Jika distres penafasan (+)

Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana Terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD : ... cc/Hari D 5% / D 10% + N 5
2. Pct tb 3x .. Mg
3. Inj Ampicilin 3x .. Mg Alternatif : Ampicilin Sulbactan + Gen
4. Inj Gentamicin 1x.. Mg

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran, Setiap 8 jam
Memantau Kompikasi Setiap 24 jam
Memantau/Menilai jika ada keluhan Berkoordinasi dengan
a. Demam dokter ruangan
b. Tanda Tanda Syok
c. Distress Pernafasan
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 12 jam
Memantau komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Merekomendasikan Berkoordinasi dgn DPJP
bila ada keluhan :
a. Demam
b. Tanda Tanda Syok
c. Distress Pernafasan

3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit


Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2. Pasien Pulih
3. Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………………….., SpA)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Meningitis Bakterial Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : G 00.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,
a. Ht,
DPLEritrosit,
(1x) Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat
2. Radiologi CT Scan atau MRI Bila ada indikasi

Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana Terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD : ... cc/Hari
2. Pct tb 3x .. Mg Alternatif : Cefriaxon
3. Inj Ampicilin Sulbaktan 3x .. Mg Alternatif : Cefriaxon
4. Inj Gentamicin 1x .. Mg
10. Inj Dexamethason Untuk 2hari
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran, Setiap 8 jam
Memantau Lingkar kepala ( anak Setiap 24 jam
dengan ubun ubun terbuka)
Memantau/Menilai jika ada keluhan
a. Demam Berkoordinasi dengan
b. Kejang dokter ruangan
c. Defisit Neurologis
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 8 jam
Memantau Lingkar kepala ( anak Setiap 24 jam
dengan ubun ubun terbuka)
Memantau bila ada komplikasi Setiap 8 jam
Memeriksa dan Merekomendasikan Berkoordinasi dgn DPJP
bila ada keluhan :
a. Demam
b. Kejang
c. Defisit Neurologis
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring komplikasi Peningkatan TIK, SIADH
Kondisi lainnya Hidrocepalus
Gizi / Diet Diet : Makan biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2. Pasien Pulih
3. Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………………….., SpA)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Meningitis Tuberkulosis Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : A 17.0

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,
a. Ht,
DPLEritrosit, Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat
b. Test Mantox
2. Radiologi CT Scan atau MRI Jika dicurigai Komplikasi
Hidrocepalus
Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana Terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD : ... cc/Hari
2. Pct tb 3x .. Mg
3. Isoniazid (INH) 1x.. Mg
4. Rifampisin 1x.. Mg
5. Pirazinamid 1x .. Mg
6. Etambutol 1x.. Mg Alternatif : Streptomicin
7. Prednison 3x.. Mg
8. Diazepam 3x.. Mg Bila Kejang

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran, Setiap 8 jam
Memantau/Menilai jika ada keluhan Berkoordinasi dengan
a. Demam dokter ruangan
b. Kejang
c. Defisit Neurologis
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 12 jam
Memantau bila ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Merekomendasikan Berkoordinasi dgn DPJP
bila ada keluhan :
a. Demam
b. Kejang
c. Defisit Neurologis

3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit


Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring komplikasi Peningkatan TIK, SIADH
Kondisi lainnya Hidrocepalus
Gizi / Diet Diet : Makan biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2. Pasien Pulih
3. Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ……………………………….., SpA)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Distosia Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL

2. Radiologi USG obstetric


Pelvimetri Radiologi
Konsultasi
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis Informed Consent
Prosedur administrasi Administrasi & keuanagan
Tatalaksana Sesuai dengan sebab
1. Akselerasi Persalinan 1. Drip Oxitosin 1-8 ml IU/Menit distosia
2. Misoprostol 25ug/6jam
2. Ekstraksi Vakum/Cunam
3. Tindakan Medis Secsio Secaria
Surat Pengantar Tindakan
1. Identitas Pasien
2. Jenis dan Golongan Operasi
3. Jenis Anastesi dan Biaya
4. Jadwal Rencana tindakan
Prosedur administrasi Administrasi & keuanagan Ditandatangani pasien/
Pendaftaran Ke Kamar Operasi keluarga,dokter,saksi
Persiapan Operasi STANDING ORDER
ASUHAN
Perawat 1. Persiapan Puasa 6-12 Jam
2. Pemasangan IV Line Sesuai SPO
3. Pemberian Cairan D 5% Sesuai SPO
4. Pemasangan Dower Catheter Sesuai SPO
5. Memberi Huknah Cleansing Sesuai SPO
Pemberian Obat Pre Operatif Sesuai SPO
Ceftriaxon 1 Gram (Pre Op) Test Alergi
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN HARI KE KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Mencukur Rambut daerah operasi Sesuai SPO
Memakai baju operasi
Memeriksa kelengkapan surat
1. Edukasi
2. Informed Consent
3. Hasil Penunjang Medis(Ekg,RO)
4. Laboratorium
5. Administrasi dan Keuangan
STANDING ORDER
Therapi 1. Antibiotik Sesuai SPO
Ceftriaxon 1 Gram Disesuaikan dengan
Amoxicilin 3x500mg tb yang tersedia
2. Anangetik Bila Nyeri
Metamizol 1 Amp IV Disesuaikan dengan
Asam Mefenamat 3x500mg tb yang tersedia
3. Anti Mual / Muntah Bila Mual / Muntah
Ranitidin 1 Amp Disesuaikan dengan
Ondancetron 4mg/Amp yang tersedia
ASUHAN
Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Pre Operasi
Menilai Produksi Urin Setiap Jam ( 12 Jam
Pertama)
Memantau menutup luka operasi Pemanantauan /Penilaian
( Saat pindah dari OK dan Selama Pos Op,Selanjutnya tiap
perawatan) 6 Jam
Memantau/Menilai jika ada keluhan Koordinasi dengan
1. Sakit Dokter Ruangan
2. Mual / Muntah
3. Perdarahan Post Operasi
Monitoring Komplikasi Operasi
Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Post Operasi
Memeriksa/Menilai bising Usus 6-12 Jam Post Op
Memeriksa/Menilai Penutup Luka
Operasi
Menilai Produksi Urin
Memeriksa Dan Merekomendasikan Koordinasi dengan DPJP
bila ada keluhan
1. Mual / Muntah
2. Sakit
3. Perdarahan Post Operasi
Monitoring Komplikasi Operasi
DPJP Edukasi / Penjelasan post operasi
Memeriksa dan Memonitoring
semua kondisi dan keluhan
Monitoring Komplikasi
perawatan luka operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diet / Gizi Diet : Makanan Biasa 1. Pemberian Post Op
bila bising usus ada
2. Diet dikondisikan dgn
kondisi dan keluhan
pasien post op
Persiapan Pulang 1. Perawatan Luka di Rumah
(Edukasi) 2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out Come Klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan
hari rawat inap
2. Pasien pulih dan kondisi
post operasi tanpa
mengalami komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Abortus Inkomplit Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium 1. H2TL
2. BT CT

2. Radiologi a. USG
3. Konsultasi Spesialis Anestesi
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana tindakan dan dokter setelah
Tata cara dijelaskan di lembar
Resiko edukasi
Komplikasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medisInformed Consent
Tindakan
1. Oksigen…l/m Misoproston
2. IVFD …… cc/hari Asering, Rl, Ka En 3B
3. Dilatasi dan kuretase
Medikamentosa 1. Sefalosporin / Clindamycin Sesuai SPO
2. Analgetik Bila sakit
Asam Mefenamat 3x500mg Tab
3. Keterolac
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Pre & Post kuretase
Menilai produksi urin (prod urin > 30 cc/jam)
Memantau/menilai jika ada keluhan Berkoordinasi
a. perdarahan aktif dengan dokter ruangan
b. mual / muntah
c. nyeri
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Post operasi selanjutnya
Menilai produksi urin
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan DPJP
bila ada keluhan :
a. perdarahan aktif
b. mual / muntah
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
c. nyeri
3. DPJP Monitoring komplikasi kuretase
Edukasi/penjelasan post kuretase
Memeriksa dan monitoring semua
kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Gizi / Diet Makan biasa
Persiapan pulang (edukasi)1. Konseling KB
2. Pemberian dan cara minum obat
3. Kontrol poli kebidanan
Out come klinis 1. Tanda-tanda vital stabil
3. Fluksus minimal
2. Tidak terjadi komplikasi

Jakarta, ………………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Abortus Imminens Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. BT/CT

2. Radiologi USG obstetric


Konsultasi
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuanagan
Terapi
1. Bricasma 2x1 PO/ Isoxuprin
2. Cefadroxil 2 x 500 mg

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/menilai jika ada keluhan Berkoordinasi
a. Nyeri perut dengan dokter ruangan
b. Perdarahan pervaginam

2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 12 Jam


Menilai jika ada komplikasi Berkoordinasi dengan DPJP
Memeriksa dan merekomendasikan
bila ada keluhan :
a. Nyeri perut
b. Perdarahan pervaginam
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/penjelasan penyakit
Memeriksa dan monitoring semua
kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa TKTP
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan cara minum obat
3. Kontrol poli kebidanan
Out come klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan hari rawat jalan 3 hari
perawatan.
2. Pasien pulih , nyeri perut hilang,
PPV berhenti.

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Gawat Janin Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. Plano Test
c. Ct/Bt
2. Radiologi USG obstetric
3. CTG
Konsultasi Spesialis Anastesi
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Tata Cara dijelaskan di lembar
Resiko edukasi
Komplikasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis Informed Consent
Tatalaksana Tindakan
Secsio Caessarea Surat Pengantar Tindakan
1. Identitas Pasien
2. Jenis dan Golongan Operasi
3. Jenis Anastesi dan Biaya
4. Jadwal Rencana tindakan
Prosedur administrasi Administrasi & keuanagan Ditandatangani pasien/
Pendaftaran Ke Kamar Operasi keluarga,dokter,saksi
Persiapan Operasi STANDING ORDER
ASUHAN
Perawat 1. Persiapan Puasa 6-12 Jam
2. Pemasangan IV Line Sesuai SPO
3. Pemberian Cairan D 5% Sesuai SPO
4. Pemasangan Dower Catheter Sesuai SPO
5. Memberi Huknah Cleansing Sesuai SPO
Pemberian Obat Pre Operatif Sesuai SPO
Ceftriaxon 1 Gram (Pre Op) Test Alergi
Mencukur Rambut daerah operasi Sesuai SPO
Memakai baju operasi

Halaman 28
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Memeriksa kelengkapan surat
1. Edukasi
2. Informed Consent
3. Hasil Penunjang medis
4. Laboratorium
5. Administrasi keuangan
STANDING ORDER
Therapi 1. Antibiotik Sesuai SPO
Ceftriaxon 1 Gram Disesuaikan dengan
Amoxicilin 3x500mg tb yang tersedia
2. Anangetik Bila Nyeri
Metamizol 1 Amp IV Disesuaikan dengan
Asam Mefenamat 3x500mg tb yang tersedia
3. Anti Mual / Muntah Bila Mual / Muntah
Ranitidin 1 Amp Disesuaikan dengan
Ondancetron 4mg/Amp yang tersedia
ASUHAN
Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Pre Operasi
Menilai Produksi Urin Setiap Jam ( 12 Jam
Pertama)
Memantau menutup luka operasi Pemanantauan /Penilaian
( Saat pindah dari OK dan Selama Pos Op,Selanjutnya tiap
perawatan) 6 Jam
Memantau/Menilai jika ada keluhan Koordinasi dengan
1. Sakit Dokter Ruangan
2. Mual / Muntah
3. Perdarahan Post Operasi
Dokter Umum Monitoring Komplikasi Operasi
Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Post Operasi
Memeriksa/Menilai bising Usus 6-12 Jam Post Op
Memeriksa/Menilai Penutup Luka
Operasi
Menilai Produksi Urin
Memeriksa Dan Merekomendasikan Koordinasi dengan DPJP
bila ada keluhan
1. Mual / Muntah
2. Sakit
3. Perdarahan Post Operasi
DPJP Monitoring Komplikasi Operasi
Edukasi / Penjelasan post operasi
Memeriksa dan Memonitoring
semua kondisi dan keluhan
Monitoring Komplikasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
perawatan luka operasi
Diet / Gizi Diet : Makanan Biasa 1. Pemberian Post Op
bila bising usus ada
2. Diet dikondisikan dgn
kondisi dan keluhan
pasien post op
Persiapan Pulang 1. Perawatan Luka di Rumah
(Edukasi) 2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out Come Klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan
hari rawat inap
2. Pasien pulih dan kondisi
post operasi tanpa
mengalami komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Hemoragic Ante Partum Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. BT CT
2. Radiologi USG
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Edukasi Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuanagan
Tatalaksana
1. Ekspektatif (Preterm) 1. Oksigen 4 lpm (jika perlu)
2. IVFD RL ……………cc/hari
3. Bricasma PO/drip sesuai indikasi
4. CTG sesuai indikasi
5. Deksametason 2 x 12 mg IV selama 2 hari
6. Sefalosforin 2 x 1 g iv
2. Aktif ( Aterm) 1. Persalinan pervaginam
2. Persalinan perabdominam
ASUHAN
1. Bidan Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau tanda-tanda inpartu
Memantau DJJ
Memantau/menilai jika ada keluhan Berkordinasi dengan
a. PPV aktif DPJP
b. Nyeri perut
c. Tanda-tanda syok
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 12 Jam
Memantau tanda-tanda inpartu
Memantau DJJ
Menilai jika ada komplikasi Berkoordinasi dengan
Memeriksa dan merekomendasikan DPJP
bila ada keluhan :
a. PPV aktif
b. Nyeri perut
c. Tanda-tanda syok
3. DPJP Edukasi/penjelasan penyakit
Memeriksa dan monitoring semua
kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa TKTP
1. Perawatan di rumah
Persiapan pulang (edukasi) 2. Pemberian cara minum obat
3. Kontrol poli kebidanan
Out come klinis Penurunan angka kecacatan dan
kematian maternal dan perinatal

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan :
Diagnosa Primer : Hiperemesis Gravidarum Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. Keton Urin
c. Elektrolit Sesuai indikasi medis
2. Radiologi USG
Konsultasi
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuangan
Terapi 1. IVFD D10% ……………cc/hari
RL ……..cc/hr
2. Ondancentron 3 x 4 mg
atau Metoclopramid
4. Antasida PO
5. Ranitidin/PPI/PO
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai produksi urin setiap 24 jam
urin output 1 cc/KgBB/jam
Memantau/menilai jika ada keluhan Berkoordinasi
a. Mual dan muntah dengan dokter ruangan
b. Nyeri perut
c. demam, sakit kepala
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai produksi urin setiap 24 jam
Menilai jika ada komplikasi Berkoordinasi dengan
Memeriksa dan merekomendasikan DPJP
bila ada keluhan :
a. Mual dan muntah
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
b. Nyeri perut
c. Demam, sakit kepala
3. DPJP Edukasi/penjelasan penyakit
Memeriksa dan monitoring semua
kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa TKTP
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan cara minum obat
3. Kontrol poli kebidanan
Out come klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan hari
perawatan.
2. Pasien pulih , tidak mual dan
muntah, nafsu makan baik.

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan :
Diagnosa Primer : Ketuban Pecah Dini Pengirim : Ya / Tidak
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. Test Lakmus
2. Radiologi USG
Konsultasi
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuangan
Tindakan medis dan jadwal
Konservatif :
Usia Gestasi 32-37Minggu 1. IVFD ……………cc/hari Belum Inpartu
2. Inj Dexamethason 1x12mg IV
3. Nifedipin 3x.. Mg Po Sudah Inpartu
4. Ceftriaxon 1x..mg IV
5. Metronidazol 3x .. Mg Po
Aktif :
Usia > 37 Minggu 1. IVFD ……………cc/hari
2. Induksi dengan Oxitosin Bila skor Pelvic > 5,
Bila gagal SC
4. Ceftriaxon 1x..mg IV
5. Metronidazol 3x .. Mg Po
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai produksi urin setiap 24 jam
urin output 1 cc/KgBB/jam
Memantau/menilai jika ada keluhan Berkoordinasi
a. Mual dan muntah dengan dokter ruangan
b. Nyeri perut
c. Demam, sakit kepala
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Berkoordinasi dengan
Memeriksa dan merekomendasikan DPJP
bila ada keluhan :
1. Tanda Tanda Inpartu
2. DJJ
3. Tanda Tanda Infeksi
3. DPJP Edukasi/penjelasan penyakit
Memeriksa dan monitoring semua
kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa TKTP
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan cara minum obat
3. Kontrol poli kebidanan
Out come klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan hari
perawatan.
2. Pasien pulih , tidak mual dan
muntah, nafsu makan baik.

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan :
Diagnosa Primer : Kehamilan Ektopik TergangguPengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium 1. H2TL serial bila diperlukan
2. BT CT
3. Test Kehamilan
2. Radiologi a. USG
3. Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana tindakan dan dokter setelah
Tata cara dijelaskan di lembar
Edukasi
Resiko edukasi
Komplikasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis Informed Consent
Tatalaksana
Tindakan
Laparatomi Surat pengantar tindakan
- identitas pasien.
- jenis dan golongan operasi
- jenis anestesi, biaya
- jadwal rencana tindakan
Prosedur administrasi Administrasi & keuangan Ditandatangani pasien /
Pendaftaran ke kamar operasi keluarga, dokter, saksi
Persiapan Operasi STANDING ORDER
Perawat 2. Pemasangan IV 2 line 6-12 jam
3. Pemberian cairan D5 % Sesuai SPO
4. Pemasangan Dower Cateter Sesuai SPO
Pemberian obat pre operatif Sesuai SPO
Ceftriaxone 1 gr (pre op) Sesuai SPO, test alergi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Mencukur rambut daerah operasi. Sesuai SPO
Memakaikan baju operasi
Memeriksa kelengkapan surat
1. Edukasi.
2. Informed consent
3. Hasil penunjang medis (EKG,Ro)
4. Laboratorium
5. Administrasi & keuangan
STANDING ORDER
1. Antibiotik Sesuai SPO
Ceftriaxone 1 gr Disesuaikan dg yg tersedia
Amoksisilin 3 x 500 mg tab
2. Analgetik Bila sakit
Therapi
Asam Mefenamat 3 x 500 mg Tab Disesuaikan dg yg tersedia
3. Anti mual / muntah Bila mual / muntah
Ranitidin 1 amp Disesuaikan dg yg tersedia
Ondansetron 4 mg/amp
ASUHAN
Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran Pre & Post op,selanjutnya
setiap 8 jam
Setiap jam (12 pertama)
Menilai produksi urin
(prod urin > 30 cc/jam)
Memantau penutup luka operasi Pemantauan/penilaian
1. Perawat (saat pindah dari OK dan selama post op, selnjutnya tiap
perawatan) 6 jam
Memantau/menilai jika ada keluhan Berkoordinasi
a. sakit dengan dokter ruangan
b. mual / muntah
c. perdarahan post operasi
Post operasi selanjutnya
Pemeriksaan T/N/S/RR/Kesadaran
setiap hari
6-12 jam post op (sampai
Memeriksa/menilai bising usus
bisisng usus +
Memeriksa/menilai penutup luka op
Menilai produksi urin
2. Dokter Umum
Memeriksa dan merekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. mual / muntah
b. sakit
c. perdarahan.
Monitoring komplikasi operasi
Edukasi/penjelasan post operasi
Memeriksa dan monitoring semua
3. DPJP kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Perawatan luka operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Gizi / Diet Diet : Makan biasa 1. Pemberian post op bila
bising usus + / flatus +
2. Diet disesuaikan dengan
kondisi dan keluhan
pasien post operasi
Persiapan pulang (edukasi) 1. perawatan luka di rumah
2. Pemberian dan cara minum obat
3. Hasil kontrol
Out come klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan hari
perawatan.
2. Pasien pulih dan kondisi post
operasi tanpa mengalami
komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : PEB / Eklamsia Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
Laboratorium a. H2TL
b. Protein urin
c. Ureum/Kreatinin
d. SGOT/SGPT
Konsultasi
Jika ada indikasi
Penyakit Dalam/Neurologi/Mata
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Resiko dijelaskan di lembar
Komplikasi edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuangan
Tindakan 1. O2 4-6 lpm
2. IVFD 2000 cc/hari
3. Pasang catheter
4. USG obstetrik
5. Terminasi kehamilan :
PPN/EV/SC
Medikamentosa Loading dose: MgSO4 40% 4 gr
(10cc) iv,(jika syarat pemberian+)
Bila kejang setelah pemberian
MgSO4 loading dose,maka berikan
MgSO4 40% 2 gr (5cc) IV lambat
Maintenance dose:MgSO4 40% 6
gr (15cc) drip dalam RL 500cc,28
tpm (sampai 24 jam post partum)
Nifedipin 3 x 10 mg
Cefadroxil 2 x 500 mg setelah tindakan SC
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/menilai jika ada keluhan Berkoordinasi
a. Nyeri perut dengan dokter ruangan
b. Perdarahan pervaginam

2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam


Menilai jika ada komplikasi Berkoordinasi dengan DPJP
Memeriksa dan merekomendasikan
bila ada keluhan :
a. Nyeri perut
b. Perdarahan pervaginam

3. DPJP Edukasi/penjelasan penyakit


Memeriksa dan monitoring semua
kondisi dan keluhan
Monitoring komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan biasa TKTP,RG
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di rumah
2. Pemberian dan cara minum obat
3. Kontrol poli kebidanan
Out come klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan hari
perawatan.
2. Pasien pulih , nyeri perut hilang,
PPV berhenti.

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ……………………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Seksio Sesaria Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : O 82.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,a. Ht,
DPLEritrosit, Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat
b. BT/CT
c. GDS
2. Radiologi USG obstetric
EKG
CTG
Konsultasi Spesialis Anastesi
Edukasi Penjelasan diagnosis Ditandatangani pasien
Rencana terapi dan dokter setelah
Tata Cara dijelaskan di lembar
Resiko edukasi
Komplikasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis Informed Consent
Tatalaksana Tindakan
Secsio Caessarea Surat Pengantar Tindakan
1. Identitas Pasien
2. Jenis dan Golongan Operasi
3. Jenis Anastesi dan Biaya
4. Jadwal Rencana tindakan
Prosedur administrasi Administrasi & keuanagan Ditandatangani pasien/
Pendaftaran Ke Kamar Operasi keluarga,dokter,saksi
Persiapan Operasi STANDING ORDER
ASUHAN
Perawat 1. Persiapan Puasa 6-12 Jam
2. Pemasangan IV Line Sesuai SPO
3. Pemberian Cairan RL Sesuai SPO
4. Pemasangan Dauer Catheter Sesuai SPO
5. Klisma Sesuai SPO
Pemberian Obat Pre Operatif Sesuai SPO
Cefazolin/Cefotaxim 1 Gram (Pre Op) Test Alergi
Mencukur Rambut daerah operasi Sesuai SPO
Memakai baju operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Memeriksa kelengkapan surat
1. Edukasi
2. Informed Consent
3. Hasil Penunjang medis
4. Laboratorium
5. Administrasi keuangan
STANDING ORDER
Therapi 1. Antibiotik Sesuai SPO
Cefotaxim/Cefazolin 1 Gram Disesuaikan dengan
Clindamicin/Cefadroxil 3x500mg tb yang tersedia
2. Analgetik Bila Nyeri
Ketorolax inj iv (Option)
Asam Mefenamat 3x500mg tb yang tersedia
3. Anti Mual / Muntah Bila Mual / Muntah
Ranitidin 1 Amp (Option) Disesuaikan dengan
Ondancetron 4mg/Amp (Option) yang tersedia
ASUHAN
Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Pre Operasi
Menilai Produksi Urin Setiap Jam ( 12 Jam
Pertama)
Memantau menutup luka operasi Pemanantauan /Penilaian
( Saat pindah dari OK dan Selama Pos Op,Selanjutnya tiap
perawatan) 6 Jam
Memantau/Menilai jika ada keluhan Koordinasi dengan
1. Sakit Dokter Ruangan
2. Mual / Muntah
3. Perdarahan Post Operasi
Dokter Umum Monitoring Komplikasi Operasi
Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Post Operasi
Memeriksa/Menilai bising Usus 6-12 Jam Post Op
Memeriksa/Menilai Penutup Luka
Operasi
Menilai Produksi Urin
Memeriksa Dan Merekomendasikan Koordinasi dengan DPJP
bila ada keluhan
1. Mual / Muntah
2. Sakit
3. Perdarahan Post Operasi
DPJP Monitoring Komplikasi Operasi
Edukasi / Penjelasan post operasi
Memeriksa dan Memonitoring
semua kondisi dan keluhan
Monitoring Komplikasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
perawatan luka operasi
Diet / Gizi Diet : Makanan Biasa 1. Pemberian Post Op
bila bising usus ada
2. Diet dikondisikan dgn
kondisi dan keluhan
pasien post op
Persiapan Pulang 1. Perawatan Luka di Rumah
(Edukasi) 2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out Come Klinis 1. Tidak terjadi pemanjangan
hari rawat inap
2. Pasien pulih dan kondisi
post operasi tanpa
mengalami komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. ………………………….., Sp.OG)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Tanggal Keluar :
Diagnosa Primer : Demam Dengue Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Sekunder : Pengirim :
Diagnosa Penyerta : DPJP :
Code ICD : A 91

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium Hb,
DPLHt, Eritrosit, Leukosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Hitung Jenis (Basofil, Eosinofil, Bat
2. Radiologi Thorax Foto Sesuai Indikasi
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan Dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
1. IVFD RL Sesuai kebutuhan
Therapi
2. Paracetamol Drip/Oral Bila perlu
3. Ondancentron i.v
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai Produksi Urin Setiap hari
Mengukur Input /Output (prod urin > 30 cc/jam)
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Tanda Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Mual / Muntah / Nyeri Perut
c. Demam dll
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai Produksi Urin Setiap 24 Jam
Memeriksa dan merekomendasikan Koordinasi dengan DPJP
bila ada keluhan :
b. Mual / Muntah / Nyeri Perut
c. Demam dll
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Biasa
1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
Persiapan pulang (edukasi) 3. Hasil Kontrol
1. Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2. Pasien Pulih , Bebas Demam 2
Out come klinis Hari dan Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

(dr.…………………………………Sp.A)
RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Demam Typhoid Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : A 01.0

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis

Hb, Ht, Eritrosit,


Leukosit, Trombosit,
MCV, MCH, MCHC,
1. Laboratorium a. DPL ( 1x) Hitung Jenis (Basofil,
Eosinofil, Batang,
Segmen, Limfosit,
Monosit, NLR, ALC)

b. Widal (1x)
2. Radiologi
3. Konsultasi
Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL
2. Inj. Ceftriakson
3. Paracetamol Drips / Tablet
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Nyeri Perut dengan dokter ruangan
b. Mual / Muntah
c. Demam dll
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Nyeri Perut
b. Mual / Muntah
c. Demam dll

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Bebas Demam 2
Hari dan Tidak Ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………………….., Sp.A)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Diabetes Meliktus Tipe 2 Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : E 11.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. Glukosa Darah Puasa
& 2 Jam PP
c. HbA1C
2. Radiologi 1. Foto Ronsen Jika Ada Indikasi

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD ... Cc/Hari
2. Metformin 3x .. Mg PO
3. Glimepirid 1x .. Mg PO
4. Insulin Sesuai Indikasi
5. Acarbose
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai jika ada komplikasi Berkoordinasi
Memantau/Menilai Ada Keluhan dengan dokter ruangan
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Memantau Gula Darah Setiap 24 jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
Hari Perawatan.
2. Gula Darah Terkontrol,
Tidak ada komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.PD)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Diare Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : R 19.7

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. Elektrolit

2. Radiologi
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan di Lembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & keuangan
Therapi 1. IVFD ... cc/hari
2. Kaolin Pektin 2x/BAB Cair Alternatif :Loperamid
3. Kotrimoxazol 2x ... Mg PO Jika penyebab bakteri

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Menilai produksi urin Setiap hari
Mengukur input dan ouput (prod urin > 30 cc/jam)
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Penurunan Kesadaran dengan dokter ruangan
b. Mual / Muntah
c. Demam dll
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai Produksi Urin Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
Bila Ada Keluhan : DPJP
a. Mual / Muntah
b. Penurunan Kesadaran
c. Tanda-Tanda Syok dll
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
1. Perawatan di Rumah
Persiapan pulang (edukasi) 2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
Out come klinis
2. Pasien Pulih , Tidak Ada Tanda
Dehidrasi

Jakarta, …………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………………., Sp.PD)


> 30 cc/jam)
RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Tanggal Keluar :
Diagnosa Primer : Sindrome Dispepsia Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Sekunder : Pengirim :
Diagnosa Penyerta : DPJP :
Code ICD : K 30

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium H2TL
2. Radiologi
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan Dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Therapi 1. IVFD RL
2. Antasid 3x1 PO
3. Inj. Omeprazole 2x .. Mg IV
4. Inj. Ranitidin 2x .. Mg IV
5. Domperidon 3x .. Mg PO
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Nyeri ulu hati dengan dokter ruangan
b. Mual / Muntah
c. Kembung
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 12 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
a. Nyeri ulu hati DPJP
b. Mual / Muntah
c. Kembung
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1.Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2.Pasien Pulih,Tidak mual dan muntah
Nafsu makan membaik

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

(dr.…………………………Sp.PD)
RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Tanggal Keluar :
Diagnosa Primer : Hipertensi Emergensi Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Sekunder : Pengirim :
Diagnosa Penyerta : DPJP :
Code ICD : I 16.1

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium H2TL
Faal Ginjal
2. Radiologi Foto Thorax
Konsultasi
Penjelasan diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana terapi dan Dokter Setelah
Edukasi Resiko Dijelaskan Dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Therapi 1. IVFD RL Menurunkan MAP tidak
2. Candesartan 1x .. Mg PO boleh > 25%
3. Amlodipin 1x .. Mg PO
4. Bisoprolol 1x .. Mg PO

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau urin Output Setiap 24 Jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Sakit kepala dengan dokter ruangan
b. Nyeri dada
c. Sesak
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 12 jam
Memantau urin Output Setiap 24 Jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
a. Sakit kepala DPJP
b. Nyeri dada
c. Sesak
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Biasa
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1.Tidak Terjadi Pemanjangan Hari
Perawatan.
2.Tensi Darah terkontrol, tidak
ada Komplikasi

Jakarta, ……………………………….20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

(dr.…………………………Sp.PD)
RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Appendiksitis Akut Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : K 35

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi a. USG Abdomen
3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD ... Cc/Hari
2. Puasa
3. Inj. Ketorolac 3x .. Mg IV
3. Inj. Ceftriakson 2x1 gram i.v
4. Apendiktomi
5. Laparotomi Eksplorasi Jika Terjadi Perforasi
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.B)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Stroke Hemorragic Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : I 61.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C
d. Ureum Creatinin
e. Sgot Sgpt
f. Analisa Gas Darah
h. Elektrolit
i. Profil Lipid
j. Hemostatis
2. Radiologi a. CT Scan Otak
b. Rongen Thorax
c. EKG
3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD ... Cc/Hari
2. Puasa
3. Manitol
4. Asam Traneksamat Inj
5. Vit K Inj 3x1 i.v
6. Nicaver Inj
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.N)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Stroke Iskemik Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : I 63.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C
d. Ureum Creatinin
e. Sgot Sgpt
f. Analisa Gas Darah
h. Elektrolit
i. Profil Lipid
j. Hemostatis
2. Radiologi a. CT Scan Otak
b. Rongen Thorax
c. EKG
3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD ... Cc/Hari
2. Puasa
3. Citicholin 2x500mg i.v
4. Aspilet/CPG 4Tb Loading Dose
5. Maintanance Aspilet/CPG 1x1

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.N)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Vertigo Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : H 81.1

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. Profil Lipid (Optional)
d. Asam Urat (Optional)
2. Radiologi a. CT Scan Otak (Optional)
b. Rongen Thorax (Optional)
c. EKG (Optional)
3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD ... Cc/Hari
2. Betahistin 3x12mg Tablet
3. Flunarizin 2x5mg Tablet
4. Dimenhidrinat 3x50mg (Option)
5. Diazepam 1x2mg (Option)

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.N)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Congestive Heart Failure Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : I 50.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C
d. Ureum Creatinin
e. Sgot Sgpt
f. Analisa Gas Darah
h. Elektrolit
i. Profil Lipid
j. Hemostatis
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 250Cc/Hari
2. Puasa
3. Oxigent 2-4 liter per menit
4. Furosemid inj
5. Digoksin
6. Beta Blocker / ARB / ACE
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.JP)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Hypertensive Heart Disease Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : I 11. 9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C
d. Ureum Creatinin
e. Sgot Sgpt
f. Analisa Gas Darah
h. Elektrolit
i. Profil Lipid
j. Hemostatis
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 250Cc/Hari
2. Puasa
3. Oxigent 2-4 liter per menit
4. Furosemid inj
5. Digoksin
6. Beta Blocker / ARB / ACE
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.JP)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C Sesuai Indikasi
d. Ureum Creatinin Sesuai Indikasi
e. Sgot Sgpt Sesuai Indikasi
f. Analisa Gas Darah Sesuai Indikasi
h. Elektrolit Sesuai Indikasi
i. Profil Lipid Sesuai Indikasi
j. Hemostatis Sesuai Indikasi
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG Sesuai Indikasi

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 500cc/8 Jam
2. Oxigent 2-4 liter per menit
3. Inhalasi

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.P)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Tuberkulosis Paru Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. Sediaan Apus BTA
d. TCM
e. Sgot Sgpt Sesuai Indikasi
f. Analisa Gas Darah Sesuai Indikasi
h. Elektrolit Sesuai Indikasi
i. Profil Lipid Sesuai Indikasi
j. Hemostatis Sesuai Indikasi
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 500cc/8 Jam
2. Oxigent 2-4 liter per menit
3. Rifampisin
4. INH
5. Pyrazinamid
6. Etambutol
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.P)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Asma Bronkial Stabil Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C Sesuai Indikasi
d. Ureum Creatinin Sesuai Indikasi
e. Sgot Sgpt Sesuai Indikasi
f. Analisa Gas Darah Sesuai Indikasi
h. Elektrolit Sesuai Indikasi
i. Profil Lipid Sesuai Indikasi
j. Hemostatis Sesuai Indikasi
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG Sesuai Indikasi

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 500cc/8 Jam
2. Oxigent 2-4 liter per menit
3. Inhalasi

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.P)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Efusi Pleura Non TB Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C Sesuai Indikasi
d. Ureum Creatinin Sesuai Indikasi
e. Sgot Sgpt Sesuai Indikasi
f. Analisa Gas Darah Sesuai Indikasi
h. Elektrolit Sesuai Indikasi
i. Profil Lipid Sesuai Indikasi
j. Hemostatis Sesuai Indikasi
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG Sesuai Indikasi

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 250cc/24Jam
2. Oxigent 2-4 liter per menit
Tindakan medis 1. Pungsi Pleura
2. WSD
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.P)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Pneumothorax Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C Sesuai Indikasi
d. Ureum Creatinin Sesuai Indikasi
e. Sgot Sgpt Sesuai Indikasi
f. Analisa Gas Darah Sesuai Indikasi
h. Elektrolit Sesuai Indikasi
i. Profil Lipid Sesuai Indikasi
j. Hemostatis Sesuai Indikasi
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG Sesuai Indikasi

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 250cc/24Jam
2. Oxigent 2-4 liter per menit
Tindakan medis 1. WSD

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.P)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Pneumonia Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C Sesuai Indikasi
d. Ureum Creatinin Sesuai Indikasi
e. Sgot Sgpt Sesuai Indikasi
f. Analisa Gas Darah Sesuai Indikasi
h. Elektrolit Sesuai Indikasi
i. Profil Lipid Sesuai Indikasi
j. Hemostatis Sesuai Indikasi
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG Sesuai Indikasi

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 500cc/8 Jam
2. Oxigent 2-4 liter per menit
3.

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.P)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : Asma Ekseserbasi Akut Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD :

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. DPL
b. GDS
c. HbA1C Sesuai Indikasi
d. Ureum Creatinin Sesuai Indikasi
e. Sgot Sgpt Sesuai Indikasi
f. Analisa Gas Darah Sesuai Indikasi
h. Elektrolit Sesuai Indikasi
i. Profil Lipid Sesuai Indikasi
j. Hemostatis Sesuai Indikasi
2. Radiologi b. Rongen Thorax
c. EKG Sesuai Indikasi

3. Konsultasi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD 500cc/8 Jam
2. Oxigent 2-4 liter per menit
3. Inhalasi

ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Pencegahan Resiko Jatuh dengan dokter ruangan
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 8 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Pencegahan Resiko Jatuh
b. Pembatasan valsava maneuver
c. Posisi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Rendah Lemak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.P)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : KATARAK Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : H 26.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi a. Ro Thorax
b. Elektrokardiografi
c. Clear Chart
d. Tanometer Non Chart
e. Funduskopi Direk/Indirek
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Fakoemulsifikasi + IOL

Tindakan medis dan jadwal Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler

Ekstraksi Katarak Extra Kapsuler

Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan


Terapi
Pra Bedah Asetazolamid 250mg 2 Tablet
Tropikamid 1%
Paska Bedah Antibiotik Topikal + NSAID tetes mata
Antibiotik Topikal + Steroid Tetes Mata
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran
2. Dokter Umum Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah:
Jalan dengan Walker/Crutches
2. Luka jangan basah
3. Kontrol setelah operasi
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.M)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : OSTEOARTHRITIS Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : M19.90

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi a. Ro Sendi Ap/Lateral
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Inj. Intraartikular / intralesi
Operatif
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
2. Paracetamol 3x1gram i.v
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah:
Jalan dengan Walker/Crutches
2. Luka jangan basah
3. Kontrol setelah operasi
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa/Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : FRAKTUR TERBUKA Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : S 02.1

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi a. Ro Tulang Ap/Lateral
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Orif dan Debridemen
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
2. Puasa
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
4. Cefixime 2x200mg p.o
5. As.Mefenamat 3x500mg p.o
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah:
Jalan dengan Walker/Crutches
2. Luka jangan basah
3. Kontrol setelah operasi
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : DISLOKASI BAHU Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : S43.10

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi a. Ro Tulang Bahu Ap/Aksila
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Non Operatif : Reposisi
Operatif : Prosedur Britow
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
2. Puasa
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
4. Cefixime 2x200mg p.o
5. As.Mefenamat 3x500mg p.o
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Anak Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : CTEV Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : Q 66. 0

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
Ro kalkaneus, navikular-
2. Radiologi metatarsalia, tibia dengan talus
Ap/Lateral
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Non Operatif : Konservatif
Operatif
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi Konservatif Koreksi dengan Gips
Cavus,Adductus,Varus,Equinus
Terapi Operatif C.T.E.V recurrence
Late C.T.E.V
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : DIABETIC FOOT Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : E 11.621

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi a. Ro Ankle AP/Lat/Mortise
3. Konsultasi Anastesi
Penyakit Dalam
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Non Operatif : Rawat Luka
Operatif: Debridement /
Amputasi
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
2. Puasa
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
4. Cefixime 2x200mg p.o
5. As.Mefenamat 3x500mg p.o
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tanda vital baik
2. Luka Jahitan, tidak ada rembesan
3. Tidak ada tanda Infeksi
4. Tidak terjadi pemanjangan Rawat

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : DISLOKASI BAHU Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : S 73.0

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi a. Ro Tulang Pinggul Ap/Aksila
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Reposisi Tertutup
Skin Traksi
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
2. Puasa
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
4. Cefixime 2x200mg p.o
5. As.Mefenamat 3x500mg p.o
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah
2. Pemberian Cara Minum Obat
3. Hasil Kontrol
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : DISLOKASI SIKU Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : S 53.1

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi Ro Elbow Ap/Lateral
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Reposisi dan Imobilisasi
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
2. Puasa
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
4. Cefixime 2x200mg p.o
5. As.Mefenamat 3x500mg p.o
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Bed Rest dengan dokter ruangan
b. Duduk dibantu/duduk mandiri

2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam


Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Bed Rest
b. Duduk dibantu/duduk mandiri
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah:
2. Imobilisasi
3. Kontrol setelah operasi
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : HNP LUMBAL Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : M 51.05

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
2. Radiologi Ro Lumbosacral Ap/Lateral
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Operasi Micro Discectomy / PLIF
Tindakan medis dan jadwal
/ TLIF
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
2. Puasa
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
4. Cefixime 2x200mg p.o
5. As.Mefenamat 3x500mg p.o
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Bed Rest dengan dokter ruangan
b. Duduk dibantu/duduk mandiri
c. Berdiri/Jalan dengan alat bantu
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Bed Rest
b. Duduk dibantu/duduk mandiri
c. Berdiri/Jalan dengan alat bantu
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Luka jangan basah
2. Imobilisasi
3. Kontrol setelah operasi
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : OSTEOMYELITIS Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : M 86.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
c. GDS
2. Radiologi a. Ro Angkle Ap/Lateral
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Debridemen
Antibiotic Beads
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah:
Jalan dengan Walker/Crutches
2. Luka jangan basah
3. Kontrol setelah operasi
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


RENCANA ASUHAN TERINTEGRASI
CLINICAL PATHWAY

No Rekam Medis :
Nama Pasien : Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Tanggal Masuk :
Umur : Dewasa Rujukan : Ya / Tidak
Diagnosa Primer : RUPTUR TENDON Pengirim :
Diagnosa Sekunder : DPJP :
Diagnosa Penyerta :
Code ICD : M 66.9

HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan Dokter
Penunjang Diagnosis
1. Laboratorium a. H2TL
b. CT/BT
c. GDS
2. Radiologi a. Ro Tendon Ap/Lateral
3. Konsultasi Anastesi
Edukasi Penjelasan Diagnosis Ditandatangani Pasien
Rencana Terapi dan Dokter Setelah
Resiko Dijelaskan dilembar
Komplikasi Edukasi
Prognosa dll
Persetujuan tindakan medis
Tindakan medis dan jadwal Debridemen
Repair Tendon
Prosedur administrasi Administrasi & Keuangan
Terapi 1. IVFD RL 500cc /Hari
3. Inj. Ketorolac 3x 300Mg i.v
3. Inj. Ceftriakson 2x1gram i.v
ASUHAN
1. Perawat Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran setiap 8 jam
Memantau/Menilai Ada Keluhan Berkoordinasi
a. Perdarahan dengan dokter ruangan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
2. Dokter Umum Pemeriksaan T/N/S/R/Kesadaran Setiap 12 Jam
Menilai jika ada komplikasi Setiap 24 jam
Memeriksa dan Rekomendasikan Berkoordinasi dengan
bila ada keluhan : DPJP
a. Perdarahan
b. Infeksi Luka Operasi
c. Tanda Akut Operasi
HARI KE
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
3. DPJP Edukasi/Penjelasan Penyakit
Memeriksa dan Monitoring Semua
Kondisi dan Keluhan
Monitoring Komplikasi
Kondisi lainnya
Gizi / Diet Diet : Makan Lunak
Persiapan pulang (edukasi) 1. Perawatan di Rumah:
Jalan dengan Walker/Crutches
2. Luka jangan basah
3. Kontrol setelah operasi
Out come klinis 1. Tidak Terjadi Pemanjangan
hari Perawatan.
2. Pasien Pulih , Keadaan umum
Stabil dan tidak ada Komplikasi

Jakarta, …………………………. 20

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

( dr. …………………….., Sp.OT)


DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
ANESTESI UMUM DENGAN
INTUBASI ENDOTRACHEAL

Dr. Bina Ratna, KF,.MM

No Dokumen : 001/KSM-ANESTESI/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI ENDOTRACHEAL

Pengertian Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya


kesadaran dan bersifat pulih sadar kembali (reversible) dimana
perpanjangan anesthesi di fasilitasi dengan menggunakan
Endotracheal Tube untuk pertukaran gas.

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang
mungkin dapat menjadi penyulit anestesi seperti :
alergi,asma,diabetus mellitus,penyakit paru kronik,penyakit
jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor

1
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun
keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:
o EKG pada anak
o Fungsi hati pada pasien ikterus
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut dicatat
dalam dokumen rekam medis

Indikasi 1. Operasi di daerah kepala leher


2. Operasi abdomen atas dan bawah
3. Operasi ektremitas atas dan bawah
Diagnosis 1. 2.
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Puasa dan pemberian cairan
2. Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.

2
3. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah. Pasien anak-anak mengikuti jadual sebagai
berikut:

Umur Susu/makanan Air putih


padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan

Tata Laksana a. Perawat anastesi mengatur posisi pasien dalam tidur


terlentang dan memposisikan ekstensi kepala
b. Memasang alat monitor dan mengukur tanda-tanda vital pada
pasien
c. Sungkup muka diletakkan didepan muka pasien, dan diberi
oksigen 3-5 liter per menit
d. Perawat anastesi memasukkan obat induksi atas advis dokter
anestesi (Propofol 1,5 - 2,5mg/KgBB), segera setelah pasien
tidur yang diandai dengan hilangnya reflek bulu mata, dokter
anastesi melanjutkan pemberian oksigen lewat sungkup muka
sambil sesekali memberi nafas buatan dengan bagging bila
terdapat hipoventilasi
e. Obat pelumpuh otot dimasukan (0,6mg/KgBB), setelah pasien
mengalami kelumpuhan otot pernafasan dokter anstesi
memberikan nafas buatan lewat sungkup muka sesuai
dengan frekuensi nafas pasien
f. Setelah mencapai waktu puncak (peak) obat pelumpuh otot,
dilakukan intubasi endotrakeal setelah berhasil cuff ETT
dikembangkan kemudian ETT disambungkan dengan
conector mesin anastesi.
g. Di lakukan tes kedalaman ETT dengan cara dokter anastesi
memberikan nafas buatan melalui mesin anastesi dan
perawat anastesi mendengarkan suara nafas pasien pada 4
lapang dengar suara paru dengan stetoskop

3
h. Setelah suara paru terdengar simetris pasien dipasang mayo
supaya pipa endotracheal tidak terganggu kemudian
dilakukan fiksasi pada kedua-duanya
i. Obat anastesi inhalasi mulai dibuka disesuaikan dengan
tanda2 kedalaman anestesi (2-4ml) , bila pembedahan
memerlukan kondisi otot pasien yang sangat rileks maka perlu
ditambahkan obat pelumpuh otot sesuai dengan kebutuhan
dan dosis
j. Berikan obat-obatan lain sesuai indikasi seperti
antiperdarahan dan antiinflamasi
k. Vital Sign pasien didokumentasikan setiap 5 menit, berikan
terapi cairan sesuai indikasi jika teridentifikasi penurunan
TTV.
l. Setelah pembedahan selesai obat anastesi inhalasi ditutup
kembali kemudian dilakukan pembersihan jalan napas
dengan cara suction lendir pada mulut dan sekitar
tenggorokan pasien dan bila perlu dilakukan suction melalui
lubang hidung
m. Setelah bersih dilakukan ektubasi dengan cara
mengempiskan cuff ett kemudian melepasnya,dilakukan
suction ulang lalu conector mesin anestesi disambungkan
sungkup muka lagi
n. Pasien kembali diberi oksigen 100% melalui face mask lagi
o. Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif
p. Alat-alat dirapikan kembali
q. Monitoring hemodinamik pasien bila terjadi penurunan
tekanan darah dan loading cairan elektrolit atau cairan coloid
bila belum cukup cairan.
r. Evaluasi dan monitoring dokumentasi Hemodinamic sampai
operasi selesai,
Paska Prosedur Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi
Tindakan Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah spontan
Gunakan Aldrete score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap

4
adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih sadar guna
dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien sadar
Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi


1. Hilangnya kesadaran
Indikator Medis 2. Reflek bulu mata
3. Suara paru-paru simetris
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/MENKES/1541/2022 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Anestesiologi Dan Terapi
Intensif

5
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PROSEDUR SEDASI DENGAN
TOTAL INTRAVENOUS
ANESTHESI
Dr. Bina Ratna. KF,.MM
No Dokumen : 002/KSM-ANESTESI/AH-JT/XI/2022 Tanggal : 20/12/2022

PROSEDUR SEDASI DENGAN TOTAL INTRAVENOUS ANESTHESI

Pengertian Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya


kesadaran dan bersifat pulih sadar kembali (reversible) dengan
hanya menggunakan obat anestesi intra vena

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin
dapat menjadi penyulit anestesi seperti : alergi,asma,diabetus
mellitus,penyakit paru kronik,penyakit jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:
o EKG pada anak
o Fungsi hati pada pasien ikterus

1
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut
dicatat dalam dokumen rekam medis

Indikasi 1. Operasi singkat (0,5 - 1 jam) tanpa membuka rongga perut


2. Keadaan umum pasien cukup baik
3. Lambung harus kosong
Diagnosis
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat
yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Puasa dan pemberian cairan
2. Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
3. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah. Pasien anak-anak mengikuti jadual sebagai
berikut:

2
Umur Susu/makanan Air putih
padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan

Tata Laksana
I. Persiapan Pasien
a. Inform Concent
b. Persetujuan Tindakan dan Edukasi pra anesthesi
b. Persiapan Peralatan :
c. Spuit 10cc untuk menggembangkan cuff ETT
d. Stetoskop
e. Nasal Canul
f. Mesin suction dan kanula suction
g. Alat monitor pasien
h. Oropharingeal Airway
i. Persiapan Obat-obatan
j. Obat induksi : Propofol, Ketamine, Pethidin HCL, Fentanyl
k. Obat emergency: sulfas atropine, ephedrine, adrenalin
l. Obat Antiinflamasi : Metylprednisolon, Dexamethasone
m. Obat anti perdarahan : Asam Tranexamad
n. Obat antinyeri pasca operasi : Tramadol, Ketorolac
o. Cairan Koloid dan Elektrolit

II. Prosedur
a. Perawat anastesi mengatur posisi pasien dalam tidur
terlentang dan memposisikan ekstensi kepala
b. Memasang alat monitor dan mengukur tanda-tanda vital
pada pasien
c. Sungkup muka diletakkan didepan muka pasien, dan diberi
oksigen 3-5 liter per menit
d. Perawat anastesi memasukkan obat induksi atas advis
dokter anestesi (Propofol 1,5 - 2,5mg/KgBB), segera setelah

3
pasien tidur yang diandai dengan hilangnya reflek bulu mata,
dokter anastesi melanjutkan pemberian oksigen lewat
sungkup muka sambil sesekali memberi nafas buatan
dengan bagging bila terdapat hipoventilasi
e. Berikan obat-obatan lain sesuai indikasi seperti
antiperdarahan dan antiinflamasi
f. Vital Sign pasien didokumentasikan setiap 5 menit, beikan
terapi cairan sesuai indikasi jika teridentifikasi penurunan
TTV.
g. Untuk pemeliharaan anestesi,obat anestesi dapat diberikan
secara berulang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
klinis pasien selama pembedahan
h. Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah
spontan adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih
sadar guna dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien
sadar
i. Monitoring hemodinamik pasien bila terjadi penurunan
tekanan darah dan loading cairan elektrolit atau cairan coloid
bila belum cukup cairan.
j. Evaluasi dan monitoring dokumentasi Hemodinamic sampai
operasi selesai,

Paska Prosedur Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi


Tindakan Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah spontan
Gunakan Aldrete score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap
adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih sadar guna
dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien sadar
Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi

4
1. Hilangnya kesadaran
Indikator Medis 2. Reflek bulu mata
3. Suara paru-paru simetris
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177

5
DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTEK KLINIS DIREKTUR
TENTANG
PROSEDUR GENERAL
ANESTESI DENGAN FACE
MASK
Dr. Bina Ratna. KF,.MM
No Dokumen : 003/KSM-ANESTESI/AH-JT/XII/2022 Tanggal : 20/12/2022

PROSEDUR GENERAL ANESTESI DENGAN FACE MASK

Pengertian Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya


kesadaran dan bersifat pulih sadar kembali (reversible) dengan
menggunakan obat anestesi inhalasi yang dilewatkan sungkup
muka

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin
dapat menjadi penyulit anestesi seperti : alergi,asma,diabetus
mellitus,penyakit paru kronik,penyakit jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun
keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:

1
o EKG pada anak
o Fungsi hati pada pasien ikterus
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut dicatat
dalam dokumen rekam medis

Indikasi 1. Operasi singkat (0,5 - 1 jam) tanpa membuka rongga perut


2. Keadaan umum pasien cukup baik
3. Lambung harus kosong
Diagnosis
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat
yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Puasa dan pemberian cairan
2. Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
3. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah. Pasien anak-anak mengikuti jadual sebagai
berikut:

2
Umur Susu/makanan Air putih
padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan
Tata Laksana
I. Persiapan Alat
a. Mesin anastesi yang sudah tersambung dengan oksigen
b. Laringoskop
c. Sungkup muka
d. Pipa endotrakeal ( ETT)
e. Mayo
f. Stilet (mandrin ETT)
g. Spuit 10cc untuk menggembangkan cuff ETT
h. Stetoskop
i. Conector
j. Plester 30 cm
k. Mesin suction dan kanula suction
l. Alat monitor pasien

II. Persiapan Obat


a. Obat induksi :Tiopental 2,5 %,profofol,ketamin
b. Obat anastesi inhalasi : sevofluran, isofluran,halotan, ethran
c. Obat analgetik non opioid : ketorolak tromethamine,tramadol
dll
d. Obat anagetik opioid :petidin,morphin sulfat,fentanyl dll
e. Obat emergency: sulfas atropine, ephedrine, adrenalin

III. Persiapan Pasien


- Inform Concent
- Persetujuan Tindakan dan Edukasi pra anestesi

IV. Prosedur Tindakan


a. Pasien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan serta
dipersilahkan untuk berdoa

3
b. Perawat anastesi mengatur posisi pasien dalam tidur
terlentang
c. Memasang alat monitor dan mengukur tanda-tanda vital
pada pasien
d. Dokter anastesi melakukan cek ada tidaknya kebocoran
mesin anastesi
e. Perawat anastesi memasukkan obat induksi atas advis Sp
An., segera setelah pasien tidur, yang ditandai dengan
hilangnya reflek bulu mata,dokter anastesi memberikan
oksigen lewat sungkup muka dalam posisi kepala pasien
yang ekstensi,sebaiknya dagu ditarik sedikit kebelakang
agar jalan nafas bebas dan pernapasan pasien lancar,
sambil sesekali memberi nafas buatan apabila terdapat
hipoventilasi.
f. Untuk memperkuat efek analgestik obat induksi terkadang
perlu ditambahkan obat analgetik opioid : petidin dll
g. Bersamaan dengan tidurnya pasien obat anestesi inhalasi
dapat mulai dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit
(sesudah setiap 5-10 kali tarikan nafas dinaikkan 1%
sampai 3-4% tergantung reaksi dan besar tubuh penderita)
h. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda2 tanda mata (bola
mata menetap) nadi tidak cepat dan terhadap rangsang
nyeri tidak berubah
i. Kalau stadium anestesi sudah cukup dalam,rahang sudah
lemas,dapat dimasukkan pipa orofaring (guedel)
j. Obat inhalasi dapat dikurangi menjadi 1- 1,5 % tergantung
respon terhadap rangsang operasi.
k. Obat inhalasi dikurangi dan dihentikan beberapa menit
sebelum operasi selesai
l. Pasien kembali diberi oksigen 100% melalui face mask lagi
m. Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah
spontan adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih
sadar guna dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien
sadar
n. Alat-alat dirapikan kembali

4
Paska Prosedur Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi
Tindakan Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah spontan
Gunakan Aldrete score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap
adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih sadar guna
dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien sadar
Berikan obat-obatan antinyeri untuk penanganan nyeri pasca
operatif

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi


1. kesadaran pasien
2. reflek bulu mata
Indikator Medis 3. tonus otot polos
4. diameter pupil
5. tanda –tanda vital
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1541/2022 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Anestesiologi Dan
Terapi Intensif

5
DISAHKAN OLEH
DIREKTUR
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
TENTANG
PROSEDUR SPINAL ANESTESI

Dr. Bina Ratna. KF,.MM


No Dokumen : 004/KSM-ANESTESI/AH-D/XI/2022 Tanggal : 25/11/2022

PROSEDUR SPINAL ANESTESI

Pengertian Merupakan tehnik anestesi dengan memasukan obat


analgetik ke dalam ruang subarackhnoid sesuai blokade syaraf
yang dikehendaki.

Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll


2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin
dapat menjadi penyulit anestesi seperti : alergi,asma,diabetus
mellitus,penyakit paru kronik,penyakit jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti merokok dan
meminum alkohol
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan gizi,system
respirasi,system cardiovascular,kepala leher,mallampati,system
syaraf,kulit,region lumbal
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Penunjang Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan umum dan
khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
o Darah: Hb, leukosit, HBsAg, hitung jenis leukosit, masa
pembekuan dan masa pendarahan
o Foto thorax:terutama untuk bedah mayor
o EKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun
keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:
o EKG pada anak

1
o Fungsi hati pada pasien ikterus
o Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
o Elektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2. Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan meminta
konsultasi spesilalistik lain
3. Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut dicatat
dalam dokumen rekam medis

Indikasi Pembedahan atau operasi pada daerah perut / abdomen ke bawah

Diagnosis
Banding
Klasifikasi ASA Menurut American Sosiety of Anesthesiology (ASA) pasien yang
akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat
yang
diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung
mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun
dioperasi atau tidak
E : Emergency
Edukasi 1. Kontra indikasi Prosedur Spinal Anestesi
a. Infeksi pada tempat suntikan
b. Pasien menolak
c. Koagulopati atau bleeding diathesis
d. Severe hypovolemi
e. Meningkatnya tekanan intrakranial
f. Severe aorta stenosis
g. Severe mitral stenosis
2. Kontra indikasi Relatif
Sepsis
a. Pasien tidak kooperatif
b. Preexisting neurologi defisit

2
c. Demyelinating lesions
d. Stenotic katub !antung
e. Severe spinal deformitas
3. Kontroversial
a. Prior back surgery at the site of infection
b. Ketidakmampuan komunikasi dengan pasien
c. Komplikasi operasi
d. Operasi yang lama
e. Kehilangan darah yang banyak
f. Maneuver that compromise respiration
4. Edukasi
Puasa dan pemberian cairan
Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra
bedah,dari minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih
4 jam pra bedah, pasien anak-anak mengikuti jadwal sebagai
berikut:
Umur Susu/makanan Air putih
padat
< 6 4 jam 2 jam
bulan
6-36 6 jam 3 jam
bulan
> 36 8 jam 3 jam
bulan
Tata Laksana
I. Persiapan Alkes
a. Monitor pasien
b. Oksigen
c. Buvicain
d. Spuit 3 CC
e. Spuit 5 CC
f. Duk Steril dan kom
g. Betadine dan alkohol
h. Plester antiseptik
i. Kassa
j. Jarum spinal
k. Lidocain

3
l. Obat Emergency
m. Cairan Elektrolit dan Koloid
n. Epinefrine
o. Ephedrine
p. Obat Opioid
q. Granicetron

II. Persiapan Pasien


- Inform Concent
- Persetujuan Tindakan dan Edukasi pra anestesi

III. Prosedur Tindakan


a. Identitas pasien diperiksa
b. Pasien diposisikan di meja operasi dengan posisi lateral
atau fowler dengan punggung membungkuk
c. Pasang monitor , tekanan darah, dan oximetri, serta nasal
canul
d. Pastikan IV line lancar, loading cairan RL 250 cc
e. Identifikasi SIAS sesuai Lumbal L3-4 atau L4-L5
f. Sterilkan tempat tusukan dengan Betadin dan Alkohol
g. Beri anesthesi local di tempat penusukan dengan lidocain
2% 2-3cc
h. Insersikan jarum spinal pada daerah L2 atau sesuai
dermatom yang di ingin kan menembus Ligamentum
Flavum sampai LCS keluar tanpa campuran darah
i. Masukan obat anesthesi dengan menggunakan spuit 5 cc
secara pelan (0.5cc/detik) dengan menggunakan spuit 5
cc sebanyak sesuai dermatom yang di ingin kan diselingi
aspirasi sedikit (barbotase test setiap memasukkan 1 cc)
j. Cabut jarum spinal dan tutup bekas suntikan dengan
plester antiseptik
k. Evaluasi blokade syaraf yang terjadi bila telah sesuai
dermatom yang dikehendaki, tindakan pembedahan boleh
dilakukan

4
l. Monitoring hemodinamik pasien bila terjadi penurunan
tekanan darah dan loading cairan elektrolit atau cairan
coloid bila belum cukup cairan.
m. Evaluasi dan monitoring dokumentasi Hemodinamic
sampai operasi selesai.
Paska Prosedur 1. Evaluasi di ruang pemulihan pada pasca operasi
Tindakan 2. Monitor vital sign, tanda Hipotermi.
3. Gunakan Bromage score untuk syarat pasien pindah ke ruang
rawat inap

Tingkat Evidens I
Tingkat
Rekomendasi A

Penelaah Klinis KSM Anestesi


Terjadinya Blokade syaraf sesuai dermatom (tidak nyeri pada
Indikator Medis
irisan)
Kepustakaan 1. Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
2. Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational Anesthetics in
Clinical Anesthesiology; 2001, 127-177
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1541/2022 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Anestesiologi Dan
Terapi Intensif

Anda mungkin juga menyukai