Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Wedana Volume V No 2 Oktober 2019

RESOLUSI KONFLIK MASYARAKAT PINGGIRAN


(Studi Kasus: Kepemilikan Tanah Leluhur Di Desa Leppangeng Kecamatan Pitu Riase
Kabupaten Sidenreng Rappang)
Barisan(1), Sofian B(2)

Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang,


Jalan Angkatan 45 No. 1A Lautang Salo, Kecamatan Panca Rijang, Kabupaten Sidenreng Rappang
9161,Sulawesi Selatan, Indonesia

Email: uchenklppmstisip@yahoo.co.id(1), sofyanyofi@gmail.com(2)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konflik kepemilikan tanah warisan leluhur di Desa Leppangeng
Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidenreng Rappang. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu deskriptif
kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa konflik kepemilikan tanah warisan leluhur di Desa Leppangeng
telah berdampak pada terjadinya kerenggangan hubungan antar kerabat dalam masyarakat. Kesulitan dalam
mencari solusi atas permasalahan tersebut yaitu kurangnya peran aktif dari pemerintah desa serta campur tangan
dari pemimpin adat masyarakat setempat dalam hal ini sando batu dan segenap jajarannya.

Kata Kunci: Resolusi konflik dan Masyarakat Pinggiran

ABSTRACT
This study aims to analyze conflicts over ancestral land ownership in Leppangeng Village, Pitu Riase District,
Sidenreng Rappang Regency. The research approach used is descriptive qualitative. This study concludes that
conflicts over ancestral land ownership in Leppangeng Village have an impact on the estrangement of relations
between relatives in the community. Difficulties in finding solutions to these problems are the lack of an active
role from the village government and the absence of interference from local traditional leaders in this case
sando batu and all of his staff.

Keywords: Conflict Resolution and Marginal Communities

69
Jurnal Wedana
Volume V No 2 Oktober 2019

PENDAHULUAN pulang setelah tidak menemukan orang


A. Latar Belakang buruannya. Mereka ditangkap tanpa surat dengan
Istilah “konflik” secara etimologis berasal tuduhan telah menyerobot kawasan HTP empat
dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama dan bulan silam. Tidak hanya itu, polisi pun mencabut
“fligere” yang berarti benturan atau tabrakan sekitar 20 pohon cengkeh yang sudah berumur
(Elly M & Kolip, 2011). Pada umumnya istilah empat bulan serta beberapa rumpun padi untuk
konflik sosial mengandung suatu rangkaian dijadikan barang bukti. Adapun lokasi yang
fenomena pertentangan dan pertikaian antar dianggap telah diserobot seluas 7 hektar itu
pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada berada di Desa Leppangeng, Kecamatan Pitu
pertentangan dan peperangan internasional. Riase, Kabupaten Sidenreng Rappang.
Sedangkan menurut Coser mendefinisikan Penangkapan ini dipicu oleh konflik hutan
konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap negara (kawasan Hutan Produksi Terbatas–HPT)
nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, yang merupakan wilayah teritorial masyarakat
kemudian kekuasaan dan sumber-sumber adat Sando Batu. Secara sepihak, pada tahun
pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau 1984-1985 pemerintah telah menetapkan bahwa
dieliminir saingannya (Zeitlin, 1998). sebagian dari kawasan adat mereka menjadi hutan
Tercatat pada buku Sidenreng Rappang tanaman produksi dan hutan lindung. Lalu,
dalam angka bahwa desa Lepangeng adalah salah kawasan itu ditanami produk komersil, seperti
satu desa terakhir yang berada pada pinggiran kayu jati putih, yang telah meluas ke sebagian
timur kabupaten Sidenreng Rappang, yang permukiman masyarakat Sando Batu (Andang,
berbatasan langsung dengan dengan kabupaten 2009).
tetangga yaitu Enrekang dan Luwu dengan luas
128,33 Km2 (BPS, 2010). Luasnya desa tersebut B. Rumusan Masalah
menjadi pemicu lahir konflik antar warga, hal ini Berdasarkan dari penjelasan tersebut maka
disebabkan oleh tidak adanya kepimilikan lahan penelitian ini bermaksud untuk mengetahui
yang jelas secara administratib. Hampir bagaimana resolusi konflik kepemilikan tanah
keseluruhan tanah yang terdapat di desa ini belum leluhur di Desa Leppangeng Kecamatan Pitu
memiliki catatan administrasi pertanahan. Riase Kabupaten Sidenreng Rappang. Penelitian
Kepemiliki lahan di desa Leppangeng masih di ini bertujuan untuk mencari bentuk strategi
dasarkan pada prinsip adat yaitu dengan melihat penyelelesaian konflik yang dapat menjadi solusi
silsilah keturunan. Masyarakat dapat memiliki bagi kepemilikan tanah leluhur di Desa
lahan tertentu apabila berdasarkan silsilah Leppangeng Kecamatan Pitu Riase Kabupaten
keturunannya diketahui bahwa nenek/kakeknya Sidenreng Rappang.
mereka yang membuka lahan tersebut dari hutan
belantara menjadi lahan produktif. STUDI KEPUSTAKAAN
Pada tahun 2017-2018 tercatat telah terjadi A. Resolusi Konflik
13 konflik antar masyarakat, yang dikenal oleh Konflik adalah interaksi antar individu,
warga setempat dengan istilah konflik antar kelompok dan organisasi yang membuat tujuan
rumpun keluarga. Satu-satunya sumber konflik atau arti yang berlawanan, dan merasa bahwa
disebabkan oleh klaim atas lahan yang hendak orang lain sebagai pengganggu yang potensial
dikelolah menjadi perkebunan cengke. Dari terhadap pencapaian tujuan mereka. Putman dan
sekian banyak konflik tersebut, diketahui bahwa Pool (Wijono, 2012). Apa yang disangka
tidak satupun kasus yang diselesaikan secara keseimbangan sistem sosial akibat mekanisme-
konplit. Selain ke-13 konflik tersebut, masih mekanisme fungsional mulai dilucuti kedoknya
banyak konflik terkait kepemilikan lahan yang dan ditelanjangi menjadi tidak lain dari
dihadapi masyarakat dalam dimensi yang manipulasi pihak yang sedang berkuasa. Apa
berbedah. Salah satunya adalah adanya ketidak yang tadinya disebut “kestabilan masyarakat”
pahaman masyarakat tentang praturan perundang- (keadaan mantab) ternyata mengandung mesiu
undangan yang berlaku khususnya peraturan yang sewaktu-waktu bisa meledak dan
tentang hutan produksi terbatas (HTP). Waktu itu, menggoyahkan semua.
tanggal 17 Juni 2006. Tanggal yang menjadi Menurut (Hugh, 2002) bahwa penyelesaian
mimpi buruk bagi masyarakat Sando Batu. Dua konflik dapat dibedakan menjadi strategi
warganya dari Desa Leppangeng, yaitu Hasa dan kompetisi, strategi akomodasi, strategi kolaborasi,
Dalle, harus mendekam di jeruji besi Mapolres strategi penghindaran, dan strategi kompromi
Sidrap selama satu minggu. Hasa, sang kepala atau negosiasi.
kampung, ditangkap saat sedang tertidur pulas. Ia 1. Strategi Kompetisi Merupakan penyelesaian
pun digelandang ke kampung lain untuk mencari konflik yang menggambarkan satu pihak
orang-orang yang menjadi target operasi polisi. mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Dalle, ditangkap ketika polisi dalam perjalanan

70
Jurnal Wedana
Volume V No 2 Oktober 2019

2. Strategi Akomodasi Merupakan penyelesaian lanjut tentang masyarakat marginal, kita bisa
konflik yang menggambarkan kompetisi melihat konsep stratafikasi sosial (Djaffar, R., &
bayangan cermin yang memberikan Cangara, 2011). Stratifikasi atau strata sosial
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain adalah struktur sosial yang berlapis-lapis di dalam
tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa
sendiri. masyarakat memiliki strata, mulai dari yang
3. Strategi Kolaborasi Merupakan bentuk terendah sampai yang paling tinggi. Meski
usaha penyelesaian konflik yang demikian, masyarakat marjinal tidak selamanya
memuaskan kedua belah pihak. ada di kota. Keberadaan masyarakat marjinal
4. Strategi Penghindaran yaitu Menghindari selalu mengikuti beberapan dimensi yang
konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah menjadikan mereka terpinggirkan. Masyarakat
yang memicu konflik tidak terlalu penting marjinal kadang-kadang disebut juga sebagai
atau jika potensi konfrontasinya tidak kelompok rentan, merupakan sekelompok orang
seimbang dengan akibat yang akan yang terpinggirkan oleh tatanan masyarakat, baik
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan dalam bidang ekonomi, politik dan budaya, yang
strategi yang memungkinkan pihak-pihak tidak berpihak kepada mereka (Laksmi, 2000).
yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri.
5. Strategi Kompromi atau Negoisasi yaitu METODE PENELITIAN
Masing-masing memberikan dan menawarkan Ditinjau dari jenis datanya pendekatan
sesuatu pada waktu yang bersamaan dan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
saling memberi serta menerima, serta adalah pendekatan kualitatif. Adapun jenis
meminimalkan kekurangan semua pihak yang pendekatan penelitian ini adalah deskriptif.
dapat menguntungkan semua pihak. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
Menurut (Wijono, 2012) ciri-ciri konflik berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah
adalah: yang ada sekarang berdasarkan data-data. Adapun
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara objek penelitian dapat dinyatakan sebagai
perorangan maupun kelompok yang terlibat situasi sosial penelitian yang ingin diketahui
dalam suatu interaki yang saling bertentangan. apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara
pihak secara perorangan maupun kelompok mendalam aktivitas (activity) orang-orang
dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu
ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma (Sugiyono, 2011). Objek penelitian ini yaitu
yang saling berlawanan. resolusi konflik masyarakat pinggiran terkait
3. Munculnya interaksi yang sering ditandai oleh kepemilikan tanah leluhur di desa Leppangeng
gejala-gejala perilaku yang direncanakan Kabupaten Sidenreng Rappang. Subjek
untuk saling meniadakan, mengurangi dan penelitian merupakan sumber data yang
menekan terhadap pihak lain agar dapat dimintai informasinya sesuai dengan masalah
memperoleh keuntungan seperti: status, penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data
jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai dalam penelitian adalah subjek dari mana data
macam kebutuhan fisik: sandang-pangan, diperoleh (Arikunto, 2002). Untuk mendapat data
materi dan keejahteraan atau tunjangan- yang tepat maka perlu ditentukan informan yang
tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonu, memiliki kompetensi dan sesuai dengan
atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis kebutuhan data (purposive). Penelitian ini
seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, bertujuan untuk mengetahui bentuk resolusi
penghargaan dan aktualisasi diri konflik yang cocok untuk menangani masalah
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap- tersebut.
hadapan sebagai akibat pertentangan yang
berlarut-larut. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari A. Strategi Kompetisi
usaha masing-masing pihak yang terkait Kompetisi adalah persaingan antara dua atau
dengan kedudukan, status sosial, pangkat, lebih individu/kelompok untuk menjadi
golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga pemenang. Kompetisi kaitannya dengan upaya
diri, pretise dan sebagainya. resolusi konflik kepemilikan lahan yang bersifat
warisan dari leluhur di Desa Leppangeng
B. Masyarakat Pinggiran merupakan langkah yang ditempu oleh
Masyarakat Marginal adalah masyarakat masyarakat setempat melalui musyawara yang
yang berada diperkotaan yang mempunyai dikenal dengan istilah “Makkara-Kara”. Pada
penghasilan tidak tetap atau mempunyai prakteknya Makkara-Kara biasanya melibatkan
keterbatasan ekonomi. Untuk mengetahui lebih beberapa pihak, khususnya rumpun keluarga yang

71
Jurnal Wedana
Volume V No 2 Oktober 2019

dianggap memiliki kepentingan serta pemahaman konflik yang terjadi antara dua pihak atau lebih
terkait asal-muasal lahan yang berkonflik. sehingga tercapai suatu keadaan yang lebih
Makkara-kara merupakan pilihan kondusif. Penyelesaian konflik dengan langkah
penyelesaian konflik yang penuh dengan resiko. akomodasi di laksanakan dengan cara menerima
Dalam rangka meminimalisir kmungkinan- segala bentuk masukan dan pendapat tanpa
kemungkinan yang dianggap membahayakan, memihak kepada pihak tertentu. Upaya
maka polah yang dilakukan oleh tokoh-tokon akomadasi pada penyelesaian konflik
masyarakat mengundang pihak yang berkonflik kepemilikan tanah di Desa Leppangeng
ke tempat dimana kedua belah pihak jauh dari Kecamatan Pitu Riase hampir tidak terlaksana.
tempat tinggal masing-masing. Tujuan Konflik kepemilikan tanah tersebut
pelaksanaan ditempat salah satunya upaya untuk seharusnya dapat terselesaikan dengan
menjauhkan proses makkara-kara itu dari menghadirkan pemerintah setempat sebagai
keramian demi menghindari adanya povokasi penengah sebelum masalahnya menjadi lebih
dsari luar. besar. Dari beberapa kasus yang terjadi
Penyelesaian konflik melalui proses tersebut pemerintah desa terkesan tidak serius dalam
merupakan suatu kearifan lokal yang patut mencari solusi atas masalah.
diapresiasi keberadaannya. Langka resolusi dari
kegiatan tersebut membangun kedewasaan dan C. Strategi Kolaborasi
lapang dada masyarakat, meskipun tidak Strategi kolaborasi adalah upaya
selamanya kegiatan tersebut berjalan sesuai penyelesaian konflik dengan cara menerima
dengan harapan bersama. Terkadang “makara- setiap pandangan dan masukan dari kedua belah
kara” menemukan jalan buntuh yang memaksa pihak serta berupaya semaksimal mungkin untuk
kepada setiap orang yang dihadirkan menunda mengakomodir tanpa ada yang dirugikan. Upaya
selama beberapa waktu demi untuk mencari ini belum sepenuhnya terlaksana dalam
informasi yang dianggap biasa menguat. Konflik penyelesaian konflik kepemilikan tanah warisan
yang paling ditakutkan justru berada pada waktu leluhur di Desa Leppangen. Salah satu faktor
pencarian tersebut karena ditakutkan terjadinya penghanmbatnya adalah sulitnya mempertemukan
kompetisi terbuka dilapangan yang antara pandangan pemerintahan desa dengan
mengakibatkan konflik tersebut masuk ke ranah pandangan tokoh-tokoh adat.
pidana. Di desa Leppangeng terdapat satu adat yang
Kasus dalam bentuk pidana merupakan dipertahankan masyarakat secara turun-temurun
suatu hal yang sangat dihindari oleh masyarakat yaitu adat Sando Batu. Kelompok masyarakat ini
pada umumnya tetapi kondisi berbedah telah terdaftar dalam Aliansi Masyarakat Adat
dirasaakan oleh warga asli desa leppangan yang Nusantara (AMAN) sejak 19 tahun yang lalu.
kenal dengan masyarakat adat sando batu dengan Pada dasarnya masyarakat Desa Leppangeng
sebutan suku “Lumika”. Lumika dalam secara mayoritas patuh pada setiap pandangan
pandangan setempatnya adalah kelompok pemimpin adat tersebut. Meski demikian, dalam
masyarakat yang membangun peradaban di hal penyelesaian konflik kepemilikan tanah di
pegunungan dengan kehidupan yang tentram, Desa leppangeng tidak pernah melibatkan tokoh-
aman dan damai yang di dasari dengan rasa tokoh adat setempat.
kekeluargaan yang tinggi. Kepala adat adalah adalah bapak
Penyelesaian konflik dengan menggunakan masyarakat, dia mengetuai persekutuan sebagai
pendekan kompetisi dilakukan dengan cara ketua suatu keluarga besar, dia adalah pemimpin
mencari kebenaran berdasarkan pengakuan kedua pergaulan hidup dalam persekutuan (Soepomo,
belah pihak serta didukung oleh informasi dari 1979). Masyarakat sando batu dipimpin oleh
saksi-saksi yang ada. Upaya ini telah ditempuh seorang tokoh adat sebagai sando. Pengangkatan
oleh masyarakat di Desa Leppangeng dengan sando dipilih berdasarkan garis keturunan
melalui kegiatan adat yang bertindak sebagai (monarki). Menurut (Kusumah, 1980) bahwa
fasilitator. Mencari akar masalah serta solusi atas aktivitas Kepala Adat dapat dibagi dalam 3
masalah melalui proses “makkara-kara”. bagian yaitu:
Makkara-kara dilakukan untuk menyelesaikan 1. Tindakan mengenai urusan tanah berhubung
masalah kepemilikan tanah, dimana kedua belah dengan adanya pertalian erat antara tanah
pihak atau rumpun keluarga yang berkonflik persekutuan (golongan manusia) yang
sama-sama tidak mau berbagi atau dalam artian menguasai tanah itu
ingin menguasai sendiri. 2. Penyelesaian hukum sebagai usaha untuk
mencegah adanya pelanggaran hukum
B. Strategi Akomodasi (Preventieve Rechtzorg) supaya hukum dapat
Akomodasi adalah suatu upaya yang berjalan semestinya
dilakukan untuk menyelesaikan masalah atau

72
Jurnal Wedana
Volume V No 2 Oktober 2019

3. Menyelenggarakan hukum sebagai Tanah milik suatu rumpun keluarga yang


pembetulan hukum, setelah hukum itu sudah terlanjur ditanami oleh orang lain akan
dilanggar (Repseive Reshtszorg). tetap mereka pertahankan, jika yang bersangkutan
Berdasrkan atas penjelasan tersebut dapat tidak ingin bekerjasama maka bisa saja ada yang
dipahami bahwa urusan tanah merupakan menempu langkah yang tidak semestinya.
tanggung yang mestinya masuk kedalam Konflik dapat dihindarkan dengan upaya
tanggungjawab sando batu sebagai pemimpin mengurangi adanya ketimpangan yang terjadi
adat setempat. Menurut salah satu tokoh adat tengah masyarakat. Menurut (Ramadhan,
(tidak ingin memunculkan identitasnya) bahwa Budimanta, & Soelarno, 2014) dalam
“selama ini, kami tidak pernah dimintai penelitianny menjelaskan bahwa hal-hal yang
pandangan baik dari masyarakat maupun menjadi sumber konflik karena adanya
pemerintah desa terkait persoalan tanah. ketimpangan dan pendominasian.
Sehingga, ketika terjadi penyerobotan tanah Terjadinya klaim terhadap tanah oleh warga
sangat sulit untuk menempulkan simpulnya, hal yang secara garis keturunan mengelolah tanah
ini dikarekan oleh dua hal yaitu adanya ketidak yang bukan merupakan warisan dari leluhurnya
tahuan oleh orang yang menggarap atau karena cenderung menjadikan adanya ketimpangan antar
memang mereka (penggarap) ingin menjadi masyarakat. Ketimpang yang terjadi bukan hanya
penguasa”. ketimpangan sosial dari sudut pandang ekonomi
tentapi juga dari sudut pandang kebijakan
D. Strategi Penghindaran pemerintah sebagai akibat dari tidak adanya
Konflik kepemilikan tanah warisan leluhur perhatian berarti terhadap masalah tersebut.
di Desa Leppangeng telah terjadi dalam kurun Dengan demikian, maka konflik kepemilikan
waktu yang cukup lama. Tidak adanya upaya lahan tersebut juga telah merusak hubungan
yang jelas dari pihak pemerintah desa untuk silaturahmi antar masyarakat yang notabenenya
mencari jalan tengah sehingga terkesan bahwa masih memiliki ikatan darah (hubungan keluarga)
konflik tersebut selalu di hindari. Strategi yang masih sangat dekat. Hal tersebut sejalan
pembiaran umumnya menjadi langkah pilihan dengan pengakuan dari TP bahwa “bukan berarti
penyelesaian terhadap konflik ketika pihak yang saya tidak ingin mengakui adanya hubungan
diharapkan dapat memberikan solusi tidak ingin darah yang cukup dekat antara saya dengan
mengambil resiko. Hasil penelitian (Barisan & paman BD, akan tetapi beliaulah yang mencoba
Haeruddin, 2018) terhadap konflik pembangunan menghilang hubungan yang ada diantara kami”.
bendungan Boiya Enrekang menyimpulkan Konflik yang terjadi di Desa Leppangeng
bahwa strategi penanganan konflik yang tersebut telah melibatkan banyak rumpun
digunakan pemerintah saat ini adalah dengan keluarga yang memicu lahirnya suatu pendapat
mendiamkan masalah tersebut seakan-akan bahwa “apakah hanya ada seorang nenek saja
pembangunan tidak akan dilaksanakan. Meskipun yang pernah hidup di daerah ini, sebab lahan yang
model konflik pembangunan bendungan Boiya luas seperti ini kok hanya ditanami oleh anak-
berbedah dengan konflik pertanahan di Desa anak dari satu orang saja”.
Leppangeng, tetapi langka yang menjadi pilihan Penyerobotan lahan yang dilakukan oleh
pemerintah cenderung sama. orang tersebut sebetulnya bukan hal yang tidak
beralasan. Adapun alasan yang umum
E. Strategi Kompromi dikemukakan oleh warga yang berstatus
Di desa Leppangeng terdapat hamparan penggarap adalah mereka telah pergi
perkebunan cengke milik masyarakat yang cukup meninggalkan kampung ini berarti mereka juga
luas. Luasnya lahan perkebunan tersebut ternyata tidak berhak atas tanah yang ada disini. Hal ini
diikuti oleh adanya konflik yang cukup besar menjadikan konflik membesar yang bukan hanya
pula. Konflik tersebut muncul sebagai akibat berada pada wilayah kepemilikan lahan tetapi
adanya penanaman cengke yang dilakukan pada lebih bergeser kepada harga diri. Kondisi tersebut
tanah milik orang lain. Konflik tersebut bila mana berimplikasi pada renggang hubungan kekeluarga
dibiarkan, maka akan menjadi sumber percecokan masyarakat dan hilangnya budaya hidup rukun
yang membawah dampak besar, baik bagi yang secara turun-temurun dipelihara oleh
pemerintah Desa setempat maupun masyarakat masyarakat adat sando batu.
secara umum yang melibatkan warga Desa Masyarakat yang mengklaim tanah tersebut
Leppangeng dan Desa Compong serta beberapa sebagai miliknya merasa bahwa mereka diinjak-
masyarakat dari Desa lain. Langkah penghindaran injak harga dirinya oleh keluarga sendiri yang
terhadap permasalahan tersebut dianggap tidak tegah menguasai semuanya, meski pada dasarnya
akan menyelesaikan masalah apapun melainkan mereka memiliki hubungan keluarga yang cukup
akan memperbesar konflik yang terjadi antar dekat, akan tetapi kelakuan tersebut membuat
masyarakat.

73
Jurnal Wedana
Volume V No 2 Oktober 2019

mereka merasa tidak diakui dan tidak dihargai Kontemporer. Jakarta: PT. Raja.
sama sekali. Kusumah, H. H. (1980). Pokok-pokok Pengertian
Hukum Adat. Bandung: Alumni.
KESIMPULAN DAN SARAN Laksmi. (2000). Kemiskinan informasi pada
A. Kesimpulan masyarakat marjinal diindonesia, 93–104.
Dari hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa Ramadhan, D. T., Budimanta, A., & Soelarno, S.
konflik kepemilikan tanah warisan leluhur di W. (2014). RESOLUSI KONFLIK
Desa Leppangeng telah berdampak pada ANTARA MASYARAKAT LOKAL
terjadinya kerenggangan hubungan antar kerabat DENGAN PERUSAHAAN
dan hilang budaya hidup rukun dalam PERTAMBANGAN ( STUDI KASUS :
masyarakat. Kesulitan dalam mencari solusi atas KECAMATAN NAGA JUANG ,
permasalahan tersebut yaitu kurangnya peran KABUPATEN MANDAILING NATAL ,
aktif dari pemerintah desa serta tidak adanya PROVINSI SUMATERA. Jurnal Ilmu
campur tangan dari pemimpin adat masyarakat Lingkungan, 12(2), 92–104.
setempat dalam hal ini sando batu dan segenap Soepomo. (1979). Bab-Bab Tentang Hukum Adat.
jajarannya. Jakarta: Pradnya Paramita.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif
B. Saran Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Adapun saran yang dapat tawarkan disini Wijono, S. (2012). Psikologi Industri dan
sebagai langkah penyelesaian konflik adalah Organisasi. (K. P. M. Group, Ed.). Jakarta.
pemerintah desa bersama pemimpin adat Zeitlin, I. M. (1998). Memahami Kembali
melakukan mediasi kepada kelompok (rumpun Sosiologi. Yogyakarta: Gajah Mada
keluarga) masyarakat untuk duduk bersama University Press.
dalam rangka membicarakan permasalahannya.
Langka yang mestinya ditempuh yaitu
mengupayakan adanya keinginan kerjasama
(kompromi) dari setiap kelompok, serta
menerima setiap pendapat (akomodasi) sebagai
pijakan dalam mengambil tindakan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Andang, B. (2009). Mengintip Persoalan
Masyarakat Adat Sando Batu. Retrieved
August 19, 2018, from
www.kombinasi.net/mengintip-persoalan-
masyarakat-adat-sando- batu/
Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Barisan, & Haeruddin. (2018). KEBIJAKAN
RESOLUSI (Pembangunan Bendungan
Boiya Sidrap-Enrekang). Pemerintahan,
Kajian Manajemen Daerah, Otonomi, 4,
22–34.
BPS. (2010). Sidenreng Rappang Dalam Angka.
Sidenreng Rappang: Badan Pusat Statistik.
Djaffar, R., & Cangara, H. (2011). INTERNET
DAN MASYARAKAT MARGINAL DI
KOTA MAKASSAR ; STUDI KASUS
PEMANFAATAN GALERI INTERNET
BBPPKI Internet and the Marginal People
in Makassar City ; Case Study Utilization
of Gallery Internet BBPPKI Makassar.
Jurnal Komunikasi, 1(4), 361–371.
Elly M, S., & Kolip, U. (2011). Pengantar
Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial:Teori, Aplikasi, dan
Pemecahannya. Jakarta: Jakarta: Prenada
Media Group.
Hugh, M. (2002). Resolusi Damai Konflik

74

Anda mungkin juga menyukai