Anda di halaman 1dari 4

06: Berlindung dari 4 Perkara yang

Membawa Sengsara
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memohon perlindungan kepada Allah dari empat
perkara yang membawa sengsara,

ٍ ‫ك ِم ْن ِع ْل ٍم الَ يَ ْنفَ ُع َو ِم ْن قَ ْل‬


ٍ ‫ب الَ يَ ْخ َش ُع َو ِم ْن نَ ْف‬
‫س الَ تَ ْشبَ ُع َو ِم ْن ُدعَا ٍء الَ يُ ْس َم ُع‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنِّي َأعُو ُذ ب‬

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’,
hawa nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim no. 2722)

Mari kita urai satu per satu empat poin dalam hadits di atas.

Empat Perkara yang Membawa Sengsara


Pertama: ilmu yang tidak bermanfaat

Para ulama menjelaskan ada beberapa ilmu yang membawa celaka, tiada manfaat, menjadikan
hidup sengsara, dan mengundang datangnya bahaya.

Contohnya seperti ilmu sihir: dapat merusak hubungan suami istri, menghancurkan kehidupan
orang lain, bahkan merengut nyawa mereka.

Adapun ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membawa pada keimanan; menumbuhkan sifat
khasyah (takut yang mendalam) kepada Allah.

Termasuk ilmu yang tidak bermanfaat adalah ketika suatu pengetahuan atau penemuan yang
canggih, malah disalahgunakan.

Sebagaimana telah maklum adanya, negara-negara besar di dunia ini, berlomba-lomba


memproduksi nuklir sebagai senjata pemusnah masal. Reaksi nuklir yang dihasilkan, mampu
menghancurkan sebuah kota dalam hitungan detik.

Sebagian pengamat menganalisa bahwa, jika perang dunia ketiga terjadi, kemungkinan akan
menjadi akhir peradaban modern. Ketika para pemimpin negara berebut sumber daya, berebut
pengaruh, berambisi menjadi negara adi daya, lalu mereka saling menyerang dengan meledakkan
nuklir yang selama ini dikembangkan, maka hancurlah muka bumi ini akibat perbuatan manusia.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

َ‫ْض الَّ ِذيْ َع ِملُوْ ا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُوْ ن‬ ْ َ‫ظَهَ َر ْالفَ َسا ُد فِى ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬
ِ َّ‫ت اَ ْي ِدى الن‬
َ ‫اس لِيُ ِذ ْيقَهُ ْم بَع‬
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia;
Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Termasuk ilmu yang tidak bermanfaat; ketika ia tidak diamalkan dan tidak diajarkan. Al-’Ilmu
bilaa ‘amalin kasyajarin bila tsamarin. Ilmu yang tidak diamalkan, ibarat pohon tak berbuah.
Tiada bermanfaat bagi kehidupan.

Imam Nawai al-Bantani dalam kitabnya Maraqi al-Ubudiyah menjelaskan bahwa kedudukan
ilmu ibarat pohon. Buahnya adalah ibadah. Tak boleh ibadah dikerjakan tanpa landasan ilmu.
Dan orang yang sudah berilmu, harusnya rajin ibadah. Bukan malah sebaliknya: mencari-cari
dalil untuk membenarkan kesalahan atau kemalasan dalam beragama.

Semoga Allah melindungi kita dari ilmu yang tidak berguna. Tidak diamalkan. Maka, selain
banyak-banyak membaca doa di atas, kita juga dianjurkan untuk memohon agar dikaruniai ilmu
yang berguna di setiap pagi sebelum beraktivitas,

َ ‫ َو ِر ْزقًا‬،‫ك ِع ْل ًما نَافِعًا‬


ً‫ َو َع َمالً ُمتَقَبَّال‬،‫طيِّبًا‬ َ ُ‫اَللَّهُ َّم ِإنِّ ْي َأ ْسَأل‬

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan
amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah no. 925; HR. Ahmad no. 26191)

Kedua: hati yang tidak khusyuk

Dalam al-Quran, lafaz khusyuk disebutkan sebanyak 17 kali dalam bentuk kata yang berbeda.

Meskipun mayoritas lafaz khusyuk dalam al-Quran ditujukan kepada manusia, namun, ada juga
sebagian ayat yang menyatakan bahwa khusyuk berlaku juga untuk benda-benda yang lain
seperti gunung dan bumi. Khusyuk merupakan ciri utama orang beriman yang memperoleh
kemenangan.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

َ ‫قَ ْد اَ ْفلَ َح ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ ۙ الَّ ِذ ْينَ هُ ْم فِ ْي‬


َ‫صاَل تِ ِه ْم ٰخ ِشعُوْ ن‬

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya.”
(QS. Al-Mu`minūn: 1—2)

Di dalam kata khusyuk, terkandung banyak makna, di antaranya: adh-dharra’ah (mengiba), al-
inkhifaadh (merendah), adz-dzull (tunduk), dan as-sukuun (tenang).

Dari empat hal ini, dapat disimpulkan bahwa khusyuk adalah kondisi hati yang tertuju kepada
Allah, merasakan kehadiran-Nya, sehingga membuat seorang hamba ingin mengadu dengan
penuh rasa tunduk, merendah, dan memelas kasih-Nya. Dengan begitu ia akan merasa tenang
karena berhadapan dengan Zat Maha Kuasa yang akan selalu memberi perlindungan dan rasa
aman.
Kedudukan khusyuk dalam ibadah seperti kedudukan ruh dalam tubuh. Maka ibadah yang
dilakukan tanpa rasa khusyuk, ibarat jasad tak bernyawa.

Tetapi makna khusyuk bisa diperluas. Bukan hanya dalam ibadah yang sifatnya ritual. Orang
yang memiliki sifat khusyuk, akan tenang dalam menghadapi kehidupan, tidak khawatir atau
merasa cemas. Mustahil, hidup susah dan sengsara. Orang yang khusyuk terhindar dari maksiat,
karena khusyuk meredam gejolak hawa nafsu.

Maka kita berlindung kepada Allah dari hati yang tidak khusyuk: selalu cemas, khawatir, dan
bergejolak.

Menurut Ibnu al-Qayyim, khusyuknya orang beriman ada di hati: berkonsentrasi memikirkan
keagungan Allah. Sedangkan khusyuknya orang munafik hanya badannya yang tunduk, tapi
hatinya tidak.

Ketiga: hawa nafsu yang tidak pernah merasa puas

Kelanjutan dari dua poin di atas, timbul obsesi untuk mengejar dunia, lupa bersyukur, dan
mengabaikan akhirat. Karena manusia memang mempunyai watak serakah. Selalu merasa
kurang dan tidak merasa puas dengan harta yang mereka punya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ ‫ َويَتُوبُ هَّللا ُ َعلَى َم ْن ت‬، ُ‫ َولَ ْن يَ ْمَأل فَاهُ ِإالَّ التُّ َراب‬،‫ب َأ َحبَّ َأ ْن يَ ُكونَ لَهُ َوا ِديَا ِن‬
‫َاب‬ ٍ َ‫لَوْ َأ َّن ِالب ِْن آ َد َم َوا ِديًا ِم ْن َذه‬

“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah
lainnya, dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu
setelah mati) dan Allah menerima tobat orang-orang yang bertobat.” (HR. Bukhari no. 6439 dan
Muslim no. 1048)

Jika tiga poin di atas terkumpul pada diri seseorang, maka dia akan menghalalkan segala cara
demi mewujudkan ambisinya. Wal ‘iyaadzu billah.

Keempat: doa yang tidak didengar

Perkara yang membawa sengsara terakhir adalah doa yang tidak didengar. Contoh doa yang tidak
diijabahi Allah, tercantum dalam kumpulan hadits al-Arbain Imam an-Nawawi nomor 10.

Disebutkan dalam hadits al-Arbain bahwa seorang hamba berdoa kepada-Nya, dan ia berada
dalam kondisi safar (salah satu waktu mustajab doa). Tetapi Allah tidak mau ‘mendengar’ keluh
kesahnya, lantaran makanan, minuman, serta pakaian yang dikenakan, berasal dari yang haram.

Itulah empat perkara yang membuat hidup menderita, penuh kesengsaraan. Semoga kita
terhindar dari empat perkara yang membawa sengsara tersebut. Wallahul muwaffiq ilaa
aqwamith thariiq.
Penulis: Muhammad Faishal Fadhli
Editor: Ahmad Robith

Anda mungkin juga menyukai