Anda di halaman 1dari 13

Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si.

Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

METODOLOGI DASAR PENELITIAN EKOLOGI


oleh
Dr. P. LAPU, S.Si., M.Si.
Jurusan Biologi FMIPA Unpatti

I. METODE SAMPLING BIOTIK (Tumbuhan dan Hewan Sessile)

I.1. Metode Plot (Berpetak)


Metode plot merupakan prosedur yang umum digunakan untuk sampling berbagai
tipe organisme. Plot biasanya berbentuk segi empat atau persegi (kuadrat) ataupun
lingkaran. Metode plot dapat digunakan untuk sampling tumbuhan, hewan-hewan
sessile (diam/menetap) atau bergerak lambat seperti hewan-hewan tanah dan hewan-
hewan meliang.
Luas minimum atau kurva spesies-area merupakan langkah awal yang digunakan
untuk menganalisis suatu komunitas dengan menggunakan petak contoh (plot). Luas
minimum digunakan untuk memperoleh luasan minimum plot yang dianggap dapat
mewakili suatu tipe komunitas pada suatu habitat tertentu. Luasan plot mempunyai
hubungan erat dengan keanekaragaman species yang terdapat pada area tersebut.
Makin beragam species pada area tersebut, makin luas minimumnya.
Suatu syarat untuk daerah pengambilan contoh yaitu haruslah representatif bagi
seluruh komunitas yang hendak dianalisis. Jadi peranan individu suatu species
memegang peranan yang penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan
individu-individu atau populasi dari seluruh species yang ada secara keseluruhan. Ini
berarti, daerah tempat pengambilan contoh itu representatif bila didalamnya terdapat
semua atau sebagian besar species pembentuk komunitas tersebut. Dengan demikian,
suatu area tertentu dapat terwakili dengan hanya menganalisis suatu luasan tertentu
tetapi sudah memperlihatkan kekhususan dari komunitas secara keseluruhan.
Berikut ini, adalah langkah-langkah penentuan luas minimum sbb :
1. pilih satu komunitas atau area yang hendak dianalisisi kemudian tentukan batas-
batasnya.
2. di tengah komunitas tersebut, ditentukan petak contoh (plot) 1. luas petak
contoh 1 (1x1 m = 1 m2) tergantung dari luas area atau keanekaragaman
speciesnya.
3. catat semua species yang terdapat di dalam petak contoh 1. apabila sudah
selesai, maka lanjutkan dengan memperluas petak contoh 1 tadi menjadi dua kali
lipat sebagai petak contoh 2 (1x2 m = 2 m2).
4. catat semua species yang terdapat di dalam petak contoh 2. pekerjaan ini
dilakukan sampai beberapa petak contoh.
5. penambahan petak contoh dihentikan bila tidak ada kenaikan jumlah species atau
penambahan species kurang dari 10 %.
6. Ukuran petak dimana tidak terjadi penambahan jumlah species ditetapkan
sebagai ukuran petak contoh minimum (luas petak minimum) yang dapat
mewakili komunitas tersebut.

Catatan : Ukuran plot yang umumnya digunakan untuk analisis pohon di hutan adalah
100 m2, sapling (anak pohon) dan semak adalah 4 m2, herba dan seedling
serta invertebrata bentos adalah 1 m2, padang rumput adalah lebih kecil
dari 1 m2.

1
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

6
3
4
1 2

Gambar 1. Contoh petak luas minimum

Keterangan : luas petak contoh (pc) 1 = 1 m2


2 = luas pc 1 x 2 = 2 m2
3 = luas pc 2 x 2 = 4 m2
4 = luas pc 3 x 2 = 8 m2
5 = luas pc 4 x 2 = 16 m2
6 = luas pc 5 x 2 = 32 m2

Perbandingan antara petak contoh empat persegi (kuadrat) dengan petak contoh
lingkaran dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Perbandingan luas petak contoh empat persegi (kuadrat) dengan petak contoh lingkaran

Nomor Petak Luas Petak Jari-Jari Petak Jenis Tumbuhan


kuadrat (m2) Contoh Lingkaran (m)
1 1 0,56 14
2 2 0,80 15
3 4 1,13 19
4 8 1,16 22
5 16 2,25 23
6 32 3,30 23
7 64 4,50 23
dst dst dst dst

Dari data pada tabel diatas, terlihat bahwa setiap penambahan luas petak dua
kali, maka akan terjadi penambahan jumlah species. Sampai pada ukuran petak tertentu
tidak lagi terjadi penambahan jumlah species atau penambahan jumlah species kurang
dari 10 %, yaitu pada petak contoh no 5 dengan luas 16 m2 untuk petak kuadrat dan
pada jari-jari 2,25 m untuk petak lingkaran. Ukuran petak dimana tidak terjadi
penambahan jumlah spesies, ditetapkan sebagai ukuran petak contoh minimum (luas
petak minimum) yang dapat mewakili komunitasnya.
Cara meletakkan plot atau distribusi plot pada habitat yang diteliti dapat dilakukan
secara random (acak) dan secara sistematis (gambar 2). Secara Random (acak)
yaitu dengan cara membuat lotre. Pertama-tama buat baseline dengan sumbu x dan
sumbu y, kemudian pada tiap sumbu diberi nomor 1 – 100 (sesuai dengan luas area
yang diteliti). Sediakan guntingan kertas mulai dari nomor 1 – 100 pada kedua sumbu x
dan y, kemudian tariklah lotre sebanyak 20 – 25 kali pada gulungan x dan y. letak plot
disesuaikan dengan koordinat x dan y. Banyaknya tarikan lotre sesuai dengan jumlah
plot yang akan diteliti. Setelah itu, pada setiap plot dapat dilakukan identifikasi
terhadap semua species dan dihitung jumlah individunya dan luas penutupan (khusus
untuk tumbuhan) untuk masing-masing species. Jika sampel species harus dianalisis di
laboratorium, maka perlu dilakukan pemberian label pada setiap sampel, agar tidak
tertukar dengan sampel lainnya.

2
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

Secara Acak Secara Sistematis

Gambar 2. Cara penyusunan Plot dalam areal studi

I.2. Metode Transek (Jalur)

I.2.1. Line Intercept (line transect)

Pada metode ini, terlebih dahulu ditentukan dua titik sebagai pusat garis transek.
Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m (tergantung area yang akan
diteliti). pada garis transek tersebut, dibuat segmen-segmen yang luasnya bisa 1 m2,
5 m2 atau 10 m2 (gambar 3). Pengamatan (mencatat jumlah species dan jumlah
individu tiap-tiap species) dilakukan pada segmen-segmen tersebut.

Segmen

A B

Gambar 3. Metode transek. Ket : A = Line transect, B = Belt transect

I.2.2. Belt Transek

Lebar transek yang umumnya digunakan adalah 10 – 20 meter, dengan jarak antar
transek 200 – 1000 meter tergantung pada intensitas yang dikehendaki. Untuk
kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang digunakan adalah 2 %, dan
hutan yang luasnya 1.000 ha atau kurang, intensitasnya adalah 10 % (Soerianegara dan
Indrawan, 1980).
Untuk mempermudah pengukuran pohon, jalur yang lebarnya 10 m, dibagi menjadi
petak-petak kontinue berukuran 10 m x 10 m, sedang yang lebarnya 20 m, dibagi
menjadi petak-petak kontinue berukuran 20 m x 20 m atau 20 m x 50 m (0,1 ha). Di
dalam jalur yang lebarnya 20 m, dapat dibuat :
a. Jalur untuk semak yang lebarnya 10 m dan dibagi-bagi menjadi petak- petak
kontinue berukuran 10 m x 10 m (0,01 ha).
b. Jalur untuk tumbuhan bawah dan seedling yang lebarnya 2 meter dan dibagi
menjadi petak-petak kontinue berukuran 2 m x 5 m (0,001 ha) atau 2 m x 2 m.

Cara sampling seperti tersebut diatas disebut “Nested Sampling” dengan bagan
seperti digambarkan di bawah ini (gambar 6)

3
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

A
20 m
2m
B
10 m
C

Gambar 6. Bagan Nested Sampling pada Metode Belt Transect

I.2.3. Strip Sensus


Metode strip sensus sebenarnya sama dengan metode line transect, hanya saja
penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata teresterial (daratan). Metode strip
sensus meliputi : berjalan sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang
diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi
(indeks kepadatan). Cara pendugaan populasi hewan ini akan dijelaskan pada bagian
metode sampling biotik (hewan bergerak/mobil).

Cara Analisis Data

Parameter-parameter dalam analisis populasi yang biasanya dihitung adalah ;

1. Kepadatan (Density = D)
Kepadatan adalah rata-rata jumlah individu per satuan luas area (per m2, Ha, km2,
dsb) atau per satuan volume medium (per cc, liter dsb) atau per satuan berat medium
tempat hidup (per g, kg dsb). Nilai kepadatan dapat dihitung dengan rumus :

Di = ni/A dimana : Di = kepadatan untuk species ke-i


ni = jumlah total individu untuk spesies ke-i
A = luas total habitat (plot) yang disampling

2. Kepadatan Relatif (Relative Density = RD)


Kepadatan relatif proporsi antara jumlah total individu suatu species dengan jumlah
total individu semua species dalam suatu komunitas. Nilai kepadatan relatif dapat
dihitung dengan rumus :

RDi = ni/n atau RDi = Di/TD = Di/D

Dimana : RDi = Kepadatan relatif spesies ke-i


ni = Jumlah total individu untuk spesies ke-i
n = Jumlah total individu dari semua spesies
Di = Kepadatan untuk spesies ke-i
TD = Kepadatan untuk semua spesies
D = Jumlah total kepadatan dari semua spesies ke-i

4
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

3. Frekuensi (Frequency = F)
frekuensi adalah persentase kekerapan ditemukannya species tertentu dalam plot-
plot yang disebarkan. Frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara
jumlah plot yang yang didalamnya terdapat suatu species (species tertentu) dengan
jumlah total plot yang digunakan. Nilai frekuensi dapat dihitung dengan rumus :

Fi = Ji/K dimana : Fi = Frekuensi Spesies ke-i


Ji = Jumlah plot dimana spesies i terdapat
K = Jumlah total plot yang digunakan

4. Frekuensi Relatif (Relative Frequency = RF)


Frekuensi relatif adalah frekuensi dari suatu species dibagi dengan jumlah frekuensi
dari semua species dalam komunitas. Nilai frekuensi relatif dapat dihitung dengan
rumus :

RFi = Fi/F dimana : RFi = Frekuensi relatif spesies ke i


Fi = Frekuensi spesies ke-i
F = Jumlah frekuensi untuk semua spesies

5. Luas Penutupan (Coverage = C)


Proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh suatu species tumbuhan dengan luas
total habitat. Nilai luas penutupan dapat dihitung dengan rumus :

Ci = Ai/A dimana : Ci = Luas penutupan spesies ke-i


Ai = Luas penutupan total oleh spesies ke-i
A = Luas total habitat yang disampling

6. Luas Penutupan Relatif (Relative Coverage = RC)


luas penutupan relatif adalah proporsi antara luas penutupan suatu species dengan
luas penutupan semua species dalam komunitas. Nilai luas penutupan relatif dapat
dihitung dengan rumus :

RCi = Ci/TC = Ci/C

Dimana : RCi = Luas penutupan relatif spesies ke-i


Ci = Luas Penutupan spesies ke-i
TC = Luas penutupan total untuk semua spesies
C = Jumlah luas penutupan dari semua spesies

7. Nilai Penting (Importance Value = IV), dengan rumus


Nilai penting merupakan jumlah dari nilai kepadatan relatif, frekuensi relatif dan
luas penutupan relatif. Nilai penting dapat dihitung dengan rumus :

IVi = RDi + RFi + RCi dimana : RDi = Kepadatan relatif spesies ke-i
RFi = Frekuensi relatif spesies ke-i
RCi = Luas penutupan relatif spesies ke-i

Nilai IVi berkisar antara 0 – 3 (atau 300%). Nilai penting ini dapat digunakan untuk
mengetahui dominansi suatu spesies dalam komunitas.

5
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

8. Indeks Ekologis
A. Indeks Keanekaragaman (Diversitas)
Keanekaragaman species adalah suatu karakteristik tingkatan dari komunitas
berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman
species tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak species dengan
kelimpahan yang sama atau hampir sama. Ada dua indeks keanekaragam yang
umum digunakan yaitu :

1. Indeks Diversitas Margalef :

S 1
 dimana :  = Indeks diversitas Margalef
ln N
S = Jumlah species yang hadir
N = Jumlah total individu semua species

2. Indeks Diversitas Shannon – Wiener

H’ = -  (pi) (ln pi) dimana; pi = ni/N


H’ = Indeks Diversitas Shannon - Wiener
ni = Jumlah Individu species ke-i
N = Jumlah total Individu semua species

B. Indeks Keseragaman (Evennes)


Indeks Evennes merupakan indeks yang menunjukkan kemerataan dari setiap
species dalam suatu komunitas melalui perbandingan antara nilai keragaman
species dengan jumlah species dalam suatu komunitas. Nilai Indeks Evennes
dapat diperoleh dengan menggunakan Rumusnya sebagai berikut :

E = H’/Ln S dimana ; E = Indeks Evennes


H’ = Nilai indeks diversitas
S = Jumlah Species yang hadir

Jika nilai indeks Evennes beriksar antara 0,6 – 0,8, maka species yang terdapat
dalam komunitas tersebut tersebar merata, sedangkan jika nilai indeks evennes
>0,8 dan < 0,6, maka species yang terdapat dalam komunitas tersebut tersebar
tidak merata.

C. Indeks Dominansi
Indeks dominansi menunjukkan bahwa species tertentu yang paling banyak
terdapat dalam suatu komunitas. Dominansi species dapat ditentukan dengan
menggunakan Indeks Simpson dengan rumus sebagai berikut :

D =  (pi)2 dimana ; D = Indeks dominansi


Pi = proporsi individu pada species ke-i

Jika nilai Indeks Dominansi (Indeks Simpson) mendekati 1 (satu), maka Species
tertentu yang mendominasi komunitas tersebut, jika nilai indeks simpson
mendekati 0 (nol), maka tidak ada Species yang mendominasi komunitas
tersebut.

6
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

II. METODE SAMPLING BIOTIK (HEWAN BERGERAK/MOBILE)

II. 1. Metode Menangkap-Menandai-Menangkap Kembali


(Capture-Mark-Recapture Method)

Metode ini sangat populer digunakan untuk menduga ukuran populasi dari suatu
spesies hewan yang bergerak cepat (mobile), seperti ikan, burung atau mammalia kecil.
Ada beberapa metode capture-mark-recapture, diantaranya adalah :

1. Metode Lincoln-Peterson
Metode ini pada dasarnya adalah menangkap sejumlah individu dari suatu populasi
hewan yang akan dipelajari. Individu yang tertangkap diberi tanda dengan tanda yang
mudah dibaca atau diidentifikasikan, kemudian dilepas. Setelah beberapa hari (satu atau
dua minggu), dilakukan pengambilan (penangkapan) kembali / penangkapan kedua
terhadap sejumlah individu dari populasi yang sama. Dari penangkapan kedua ini,
diidentifikasi individu bertanda yang berasal dari hasil penangkapan pertama dan
individu yang tidak bertanda dari hasil penangkapan kedua.
Dari dua kali hasil penangkapan itu, dapat diduga ukuran atau besarnya populasi
(N) dengan rumus sebagai berikut (indeks Lincoln-Peterson):

N n

M R

( M )(n)
N
R

Dimana :
N = besarnya populasi total
M = jumlah individu yang tertangkap pada penangkapan pertama dan diberi tanda
n = jumlah individu yang tertangkap pada penangkapan kedua, terdiri dari individu
yang tidak bertanda dan individu yang bertanda hasi penangkapan pertama
R = individu yang bertanda dari penangkapan pertama yang tertangkap kembali pada
penangkapan kedua.

Dalam menerapkan Capture-Mark-Recapture Method, ada beberapa asumsi yang


harus digunakan agar hasil dugaannya valid, yaitu :
a. semua individu dalam populasi harus mempunyai kesempatan yang sama
untuk tertangkap, jadi distribusinya harus acak.
b. tidak ada perubahan ratio antara individu yang bertanda dengan yang tidak
bertanda. Dalam selang waktu antara penangkapan pertama dan kedua tidak
ada penambahan individu (tidak bertanda) melalui kelahiran maupun imigrasi.
Populasi yang hilang karena kematian dan emigrasi proporsinya juga harus
sama antara yang bertanda dan tidak bertanda.
c. individu yang bertanda mempunyai distribusi yang menyebar merata dalam
populasi, sehingga antara individu bertanda dengan yang tidak bertanda
mempunyai kesempatan yang sama untuk tertangkap pada penangkapan
kedua. Pemberian tanda tidak menyebabkan terjadinya perubahan tingkah
laku dan daya tahan tubuh individu yang diberi tanda, sehingga sakit dan
mudah termangsa spesies lain atau mati.

Asumsi-asumsi diatas membutuhkan pengetahuan yang baik tentang daur hidup


hewan yang akan diteliti. Oleh karena itu, jika akan menerapkan metode diatas, maka
perlu diketahui hal-hal berikut ;

7
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

- Aspek reproduksinya. Apakah kegiatan penangkapan tidak mengganggu


tingkah laku dan aktivitas reproduksinya ?
- Pola Mortalitasnya
- Apakah ada pengaruh penandaan terhadap tingkah laku dan fungsi fisiologi
hewan ? Apakah dengan penandaan, pergerakan dan tingkah lakunya
terganggu ?
- Pola pergerakan musiman. Jangan menerapkan metode di atas pada saat
hewan melakukan migrasi ke tempat lain atau pada saat hibernasi (tidur pada
musim es atau pada kondisi lingkungan yang tidak mendukung)
- Teknik penangkapannya. Apakah ada perbedaan cara penangkapan antara
hewan muda dengan tua, antara hewan betina dan jantan.

Pada metode pendugaan populasi yang dilakukan dengan menarik sampel, selalu
ada kesalahan (error). Untuk menghitung kesalahan (error) metode Capture-Mark-
Recapture dapat dilakukan dengan cara menghitung kesalahan baku (Standard Error =
SE)nya dengan rumus :

(M )(n)(M  R)(n  R)
SE 
R3

setelah diketahui SE-nya, kemudian dapat ditentukan selang kepercayaannya,


dengan rumus :

N  (t)(SE)

Dimana : t = (df,), lihat tabel “distribusi t”, dengan df (derajat bebas) = ∞, 


(tingkat signifikansi) = 0,05

Sedangkan untuk menghitung kepadatan (D) populasi hewan pada suatu luasan habitat
tertentu (A), maka dihitung dengan rumus :

D = N/A

dimana : D = Kepadatan populasi


N = jumlah total populasi
A = luas total habitat yang disampling

2. Metode Schnabel
Untuk memperbaiki keakuratan metode Lincoln-Peterson (karena sampel yang
diambil relatif kecil), maka dapat digunakan metode Schnabel.
Metode Schnabel selain membutuhkan asumsi yang sama dengan metode
Lincoln-Peterson, juga ditambah dengan asumsi bahwa ukuran populasi harus konstan
dari satu periode sampling dengan periode sampling berikutnya.
Pada metode ini, penangkapan, penandaan dan pelepasan kembali hewan
dilakukan lebih dari 2 kali. Untuk setiap periode sampling, semua hewan yang belum
bertanda diberi tanda dan dilepaskan kembali. Dengan cara ini, besarnya populasi dapat
diduga dengan rumus :

8
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

N = (ni x Mi) / Ri

Dimana : N = besarnya populasi


ni = jumlah hewan yang tertangkap pada periode ke-i
Mi = jumlah total hewan yang tertangkap pada periode ke-iditambah periode
sebelumnya.
Ri = jumlah hewan yang tertangkap kembali pada periode ke-i

Karena pengambilan sampel dengan metode Schnabel ini dilakukan berulangkali,


maka hal ini akan mengurangi kesalahan sampling. Simpangan baku (kesalahan baku
atau standard error = SE) dapat dihitung dengan rumus :

1
SE 
1 (k  1)  1 
   
( N  Mi) N  ( N  ni ) 

dimana : k = jumlah periode sampling


Mi = jumlah total hewan yang bertanda

setelah diketahui SE-nya, kemudian dapat ditentukan selang kepercayaannya,


dengan rumus :

N  (t)(SE)

Dimana : t = (df,), lihat tabel “distribusi t”, dengan df (derajat bebas) = ∞, 


(tingkat signifikansi) = 0,05

Sedangkan untuk menghitung kepadatan (D) populasi hewan pada suatu luasan
habitat tertentu (A), maka dihitung dengan rumus :

D = N/A

dimana : D = Kepadatan populasi


N = jumlah total populasi
A = luas total habitat yang disampling

II.2. Metode Pengambilan Contoh Tanpa Pengembalian


(Removal Sampling Method)

Metode capture-Mark-Recapture seringkali sulit digunakan untuk menduga


ukuran populasi dari suatu populasi alami. Hal ini disebabkan asumsi-asumsi pada
metode capture-mark-recapture pada kenyataanya sulit dilaksanakan. Untuk itu
digunakan Removal sampling method. Asumsi-asumsi yang digunakan pada metode ini
adalah :
a. Setiap individu (baik jantan atau betina, tua atau muda) mempunyai
kesempatan yang sama untuk tertangkap, oleh karena itu distribusinya harus
acak.

9
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

b. Ukuran populasi tidak bertambah atau berkurang. Pada metode capture-mark-


recapture, kelahiran dan imigrasi tidak terjadi selama periode sampling,
namun kematian dan emigrasi masih mungkin terjadi secara acak. Sedangkan
pada metode removal sampling, suatu populasi masih mungkin untuk
bertambah melalui kelahiran dan imigrasi, tetapi harus diimbangi dengan
kematian dan emigrasi yang sama besarnya dengan kelahiran dan imigrasi
tersebut, sehingga ukuran populasi tetap konstan.
c. Kemungkinan tertangkapnya individu-individu harus sama untuk setiap periode
sampling. Oleh karena itu, usaha penangkapan (“sampling effort”) harus
sama pada setiap periode sampling.

Ada tiga metode removal sampling yaitu :

1. Metode Hayne (Metode Regresi)


Metode ini membutuhkan satu seri pengambilan sampel. Sampling
(penangkapan) hewan dilakukan pada waktu yang berbeda dan hewan yang tertangkap
tidak dilepas kembali. Usaha (effort) yang dipergunakan untuk sampling harus sama
pada setiap periode sampling. Misalnya : bila penangkapan hewan (katakanlah tikus)
dilakukan dengan alat perangkap yang dioperasikan selama 12 jam, maka pada setiap
pengambilan sampel berikutnya harus dilakukan denga “effort’ yang sama yaitu dengan
alat perangkap selama 12 jam.
Cara pendugaan besarnya populasi dilakukan dengan metode grafik dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

Yi = a – bXi

dimana : Yi = jumlah hewan yang tertangkap pada periode ke-i


Xi = jumlah akumulaisi hewan pada periode ke-i
b = slope garis regresi dengan nilai negatif
a = intersept garis regresi pada sumbu Y

Slope garis regresi menunjukkan proporsi populasi yang terambil pada setiap
pengambilan sampel. Jika garis regresi diektrapolasikan ke sumbu X, maka akan
diperoleh total akumulasi hasil tangkapan. Total akumulasi hasil tangkapan
menunjukkan besarnya populasi hewan di lokasi tersebut (N).
Sedangkan untuk menghitung kepadatan (D) populasi hewan pada suatu luasan
habitat tertentu (A), maka dihitung dengan rumus :

D = N/A

dimana : D = Kepadatan populasi


N = jumlah total populasi
A = luas total habitat yang disampling

2. Metode Zippin
Prosedur pendugaan ukuran populasi dengan metode Zippin membutuhkan lebih
sedikit periode sampling daripada metode Hayne. Dasar pendugaan metode Zippin
adalah sebagai berikut : N adalah ukuran populasi, n1 adalah jumlah hewan yang
tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada periode sampling pertama, n2 adalah
jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada periode sampling
kedua.
Peluang tertangkapnya hewan pada periode sampling pertama adalah n1/N.
Sesudah penangkapan pertama ini, populasi yang tersisa adalah N-n1. Sehingga

10
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

peluang tertangkapnya hewan pada periode penangkapan kedua adalah n2/(N-n1).


Jika diasumsikan bahwa kedua penangkapan di atas mempunyai peluang yang sama
yaitu p, maka :

P = n1/N dan p = n2/(N-n1)

Sehingga, n1/N = n2/(N-n1)

Maka, ukuran populasi N adalah

N = (n1)2 / (n1-n2)

Simpangan baku (Standard Error = SE) dari pendugaan besar populasi adalah ;

(n1)(n2) n1  n2
SE 
(n1  n2) 2

Dengan selang kepercayaan pendugaan besarnya populasi adalah

N(t)(SE)

Sedangkan untuk menghitung kepadatan (D) populasi hewan pada


suatu luasan habitat tertentu (A), maka dihitung dengan rumus :

D = N/A

dimana : D = Kepadatan populasi


N = jumlah total populasi
A = luas total habitat yang disampling

3. Metode Garis Transek


Pada metode ini, pertama-tama dibuat garis transek yang diletakkan secara acak
memotong wilayah studi. Penetapan garis transek harus cukup jauh dari bagian pinggir
wilayah studi (wilayah pengamatan).
Pada metode ini, pengamat berjalan sepanjang garis transek yang panjangnya
(L) (gambar 10). Pengamatan hewan (umumnya mammalia besar seperti : kijang,
banteng, dll) dilakukan pada kedua sisi transek. Kemudian jarak (r) antara lokasi hewan
yang terlihat (X) dengan pengamat (Z) diperkirakan panjangnya.
Pada metode ini, diasumsikan bahwa hewan yang dipelajari tersebar secara acak.
Kemungkinan terlihatnya hewan dari lokasi pengamatan (garis transek) sama pada
kedua sisi transek, oleh karena itu garis transek dihindarkan memotong batas tepi
wilayah studi.

11
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

Garis transek (L)

Gambar 9. Diagram cara penggunaan metode garis transek untuk menduga


kepadatan populasi hewan

Kepadatan populasi (N) dalam suatu tempat (A), dapat dihitung dengan rumus :

n(2n  1) A
N
2Lx  r

dimana : n = jumlah individu hewan yang terlihat


r = jarak antara lokasi hewan yang terlihat dengan pengamat
A = luas habitat yang disampling
L = panjang garis transek

Sedangkan untuk menghitung varians (ragam) pendugaan kepadatan populasi


digunakan rumus berikut :

 n  3n  2 
var( N )     1
 (2L / A )   2(n  1)(2L / A ) 

dimana :  diduga dari (2n-1) / r.

Simpangan baku (SE) dapat dihitung dengan rumus :

SE  var(N )

12
Ekologi Umum (Metodologi Dasar Penelitian Ekologi), P. Lapu, S.Si., M.Si. Jurusan Biologi FMIPA Unpatti, 2020

TUGAS

Kerjakan soal-soal berikut ini !

1. Sebuah kolam yang berisi ikan mujair yang tidak diketahui besar populasi totalnya,
tertangkap 100 ekor ikan mujair. Ikan yang tertangkap tsb diberi tanda dengan
tagging dan dilepaskan kembali ke dalam kolam. Setelah itu dilakukan penangkapan
kedua, pada penangkapan ini tertangkap 150 ekor yang terdiri dari 50 ekor bertanda
dan 100 ekor tidak bertanda. Hitunglah :
a. Jumlah total populasi ikan mujair
b. Standard Errornya(SE-nya)
c. Selang kepercayaannya
d. Kesimpulannya (interval besarnya populasi)

2. perhatikan data yang tertera pada tabel berikut ini ;

Hari Jumlah hewan Jumlah hewan yang Jumlah hewan yang Jumlah total hewan (nixMi)
sampel tertangkap kembali diberi tanda bertanda
1 40 - 40 - -
2 44 9 35 40 1760
3 38 14 24 75 2850
4 46 24 22 99 4554
5 35 19 16 121 4235

Dengan menggunakan data pada tabel di atas, hitunglah :


a. Jumlah total populasinya
b. Standard Errornya(SE-nya)
c. Selang kepercayaannya
d. Kesimpulannya (interval besarnya populasi)

3. Pada tabel 2 disajikan data hasil pengkapan tikus dalam 4 kali sampling.

Periode sampling 1 2 3 4
Jumlah tikus yang tertangkap 200 100 50 25
Akumulasi dengan jumlah yang tertangkap 0 200 300 350
sebelumnya

Dengan menggunakan metode Zippin Hitunglah:


a. Besarnya populasi total tikus
b. Standard Errornya (SE-nya)
c. Selang Kepercayaannya
d. Kesimpulannya (interval besarnya populasi)

4. Seorang peneliti rusa berjalan sepanjang 30 meter di dalam suatu area seluas 1.000
m2, menemukan/menangkap sebanyak 100 ekor rusa dengan jarak antara lokasi
semut dengan si peneliti tsb adalah 120 meter.
Hitunglah :
a. Besarnya populasi total rusa
b. Varians (ragam) kepadatan populasi rusa
c. Standard Errornya (SE-nya)

13

Anda mungkin juga menyukai