Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN STUDY LAPANGAN EKOLOGI

ANALISIS VEGETASI

Kelompok 4

- Heny Widyawati ( 17308141010 )


- Crisstiana Evi ( 17308141017 )
- Halida Zavira ( 17308141021 )
- Shabrina Warda A ( 17308141074 )
- Ika Nur Atamimi ( 17308141076 )
- Ilham Rustandi ( 17308141001 )

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARATA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hutan alam adalah hutan yang ditumbuhi pohon-pohon secara alami dan sudah
ada sejak dulu kala. Salah satu faktor penyusun hutan alam adalah vegetasi. Vegetasi
merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan yang hidup bersama di
suatu tempat. Vegetasi selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan keadaan
habitatnya. Selain itu struktur dan komposisi vergetasi dalam suatu wilayah biasanya
dipengaruh oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga
vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sebenarnya hasil
pencerminan dari interakasi berbagai faktor dan dapat mengalami perubahan karena
pengaruh anthropogenik. Maka dari itu, kegiatan analisis vegetasi perlu dilakukan.
Analisis vegetasi merupakan salah satu cara untuk mempelajari susunan dan
bentuk vegetasi yang ada. Hutan adalah komponen terpenting dari kehidupan manusia
maupun keseimbangan ekologi, hal yang diselidiki dan diukur dalam ekologi hutan
alam adalah tegakan.
Dalam suatu wilayah hutan alam, dengan jenis penyusunnya yang beragam dan
umur tidak sama tetapi masih memberikan kesan umum yang berbeda dengan wilayah
atau areal atau kelompok vegetasi lain, yang berbeda didekatnya juga merupakan suatu
tegakan hutan. Dalam hal ini tegakan lebih cenderung diartikan sebagai satuan
pepohonan hutan.
Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi dapat
dilakukan dengan sampling, bagian dari metodologi statistika yang berhubungan
dengan pengambilan sebagian dari populasi. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu jumlah petak, cara peletakkan petak dan teknik analis vegetasi yang
digunakan. (Loveless, 1983)
Terdapat berbagai jenis metode yang dapat digunakan dalam analisis vegetasi
hutan alam. Salah satunya adalah metode kuadrat dengan pembuatan plot yang
berukuran tertentu dan cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar. Metode
lain adalah dengan metode kuadran yaitu suatu metode yang tidak menggunakan
plot/petak. Metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon
atau tiang.

B. Tujuan
- Mempelajari struktur vegetasi dan membuat interpretasi fungsi komunitas
tumbuhan pada tegakan yang dipelajari
C. Manfaat
- Dapat mengetahui organisme penyusun komunitas yang diamati
- Dapat menghitung distribusi, frekuensi, nilai penting dan komponen untuk habitat
- Dapat memahami struktur vegetasi hutan yang diamati
- Dapat memahami fungsi komunitas tumbuhan pada tegakan yang dipelajari
BAB III

METODE KEGIATAN

A. WAKTU dan TEMPAT


Hari, tannggal : Sabtu, 24 November 2018
Waktu : 09.00 – selesai
Tempat : Hutan Wanagama , Kabupaten Gunungkidul, DIY

B. ALAT dan BAHAN


a. Alat pengukur klimatik
1) Thermometer
2) Luxmeter
3) Anemometer
4) Hygrometer
b. Alat pengukur edafik
1) Soil tester
2) Termometer suhu tanah
c. Rafia (± 512 m)
d. Pathok (per kelompok 12)
e. Gunting
f. Streples
g. Plastik bening 2 kg
h. Kantong plastik (plastik kresek)
i. Kertas label
j. Kertas millimeter block
k. Pensil dan penghapus (alat tulis)
l. Penggaris panjang dan penggaris siku-siku
m. Kamera atau alat dokumentasi lain
n. Kompas
o. Tongkat pramuka min 2
p. Meteran
C. LANGKAH KEGIATAN
1. QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES
Cara kerja:
1. Menentukan lokasi studi lalu menentukan batas batas lokasi tersebut.
2. Menentukan luas minimal plot dan jumlah minimal plot.
3. Mengamati setiap plot dan mencatat data spesies.
4. Mencatat semua data yang diperlukan untuk melakukan penghitungan nilai penting
spesies, yaitu:
a. Jenis-jenis tumbuhan per plot
b. Jumlah individu setiap jenis tumbuhan dalam setiap plot,
c. Luas penutupan (coverage) setiap jenis tumbuhan dalam setiap plot.
5. Jangan lupa untuk mengukur parameter edafik (kelembaban tanah, pH tanah) dan
klimatik (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas cahaya) di setiap
plot pengamatan

Penjelasan:
1. Cara menentukan luas minimal plot
a. Tentukan lokasi yang paling representatif dari keseluruhan lokasi, sebagai lokasi plot
pertama. Dengan menggunakan pembatas (menggunakan tali rafia), buatlah satu plot
sampling dengan berukuran 2x2 meter persegi.
meter
2

2 meter

b. Setelah plot pertama (2x2 meter persegi) diletakkan di lokasi yang paling representatif,
catat dan hitung jumlah seluruh spesies/jenis tumbuhan yang berada dalam plot
tersebut.
c. Tetap pada lokasi yang sama dan dengan tidak memindahkan plot pertama, plot kedua
didapatkan dengan mengambil luasan plot pertama yang kemudian dikalikan dua.
Luasan plot ke dua adalah 2x4 meter persegi.
2 meter

4 meter
d. Catat dan hitung seluruh jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan pada plot kedua.
Catat bila ada penambahan jenis.
e. Tetap pada lokasi yang sama dan dengan tidak memindahkan plot kedua, plot ketiga
didapatkan dengan mengambil luasan plot ke dua kemudian dikalikan dua. Luasan plot
ke tiga adalah 4x4 meter persegi.
4 meter

4 meter

f. Catat dan hitung seluruh spesies/jenis tumbuhan yang ditemukan pada plot ke tiga.
Catat bila ada penambahan jenis.
g. Tetap pada lokasi yang sama dan dengan tidak memindahkan plot ke tiga, plot ke empat
didapatkan dengan mengambil luasan plot ke tiga kemudian dikalikan dua. Luasan plot
ketiga adalah 4x8 meter persegi.
meter
4

8 meter

h. Catat dan hitung seluruh spesies/jenis tumbuhan yang ditemukan pada plot keempat.
Catat bila ada penambahan jenis.
i. Demikian, lakukan terus langkah seperti di atas dengan plot yang terus diperbesar dua
kali lipat sampai tidak ditemukan lagi penambahan spesies. Jadi, luasan plot selanjutnya
adalah 8x8, 8x16, 16x16 meter persegi, dan seterusnya sampai tidak ada penambahan
spesies baru.
j. Setelah tidak ditemukan lagi spesies baru pada penambahan luasan plot, cukupkan
penambahan luas lalu buatlah grafik penghitungan dari data yang sudah didapat.
k. Buatlah grafik dengan sumbu X sebagai luas kuadrat sesuai penambahan luasan plot
yang dikerjakan, dan sumbu Y sebagai jumlah kumulatif spesies.
l. Sebagai contoh data
Luasan Jumlah Spesies
2 x 2 = 4m2 3
2 x 4 = 8m2 8
4 x 4 = 16m2 11
4 x 8 = 32m2 13
8 x 8 = 64m2 16
Penambahan luas selanjutnya tetap mendapatkan 16 spesies

m. Buatlah kurva sesuai data yang sudah didapatkan dengan titik-titik acuan (X,Y)
menggunakan (luas plot, jumlah kumulatif spesies).

luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8
6
4
2
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63

n. Menentukan titik pada grafik tersebut, dengan titik 10% dari luasan terbesar plot dan
10% jumlah kumulatif spesies. Dalam contoh grafik pada poin (m), luasan plot yang
sudah tidak ada penambahan jenis lagi adalah 64m2 (8 x 8 m2), sehingga 10% dari
luasan terbesar plot adalah pada angka 6,4 pada sumbu X, sedangkan contoh jumlah
kumulatif spesies pada plot 64m2 tersebut adalah 16 sehingga 10% dari jumlah
kumulatif spesies adalah pada angka1,6 pada sumbu Y.
luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8
6
4
2
1,6

0
0 3 6 6,49 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63

o. Membuat garis ordinasi antara titik nol mengarah ke titik 10% lalu dilanjutkan terus
memanjang.

luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8 Ordinat
6
4
1,6 2
0
0 3 66,4 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63

p. Membuat garis sejajar dengan garis ordinat sampai garis sejajar tersebut berhimpitan
dengan kurva di satu lokasi titik singgung.
luas minimal
20
18
16
14
12
Titik singgung
10
kurva
8 Ordinat
6 Garis
singgung
4
Ordinat
1,6
2
0
0 3 66,4 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63

q. Tarik garis lurus menurun dari titik singgung tersebut diproyeksikan ke arah sumbu X,

luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8 Ordinat
6 Garis
singgung
4 Ordinat
1,6
2
0
0 3 66,4 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63
Luas plot minimal

r. Titik proyeksi pada sumbu X itulah yang menjadi luas plot minimal. Jika titik proyeksi
tersebut belum tepat pada angka, maka hasil luasan tersebut dapat dibulatkan ke atas.
Tampak pada grafik bahwa proyeksi garis luas plot minimal ada pada sumbu X dengan
nilai 13lebih sedikit. Luasan tersebut dapat dibulatkan menjadi nilai 16, sehingga luas
minimal plot yang dipakai adalah 16m2 atau 4m x 4m. Bagaimana jika misalnya
ditemukan luas minimal plot 23m2? Jika Anda menemukan hal yang seperti ini,maka
gunakan angka di atasnya yang mempunyai akar kuadrat,sehingga luas minimal plotnya
menjadi 25m2 atau 5m x 5 m.
s. Maka telah didapatkan bahwa luas minimal plot untuk area tersebut adalah 16m2
dengan kuadrat 4 m x 4 m.
t. Buatlah plot sesuai luas minimal, lalu hitunglah jumlah individu per jenis dalam setiap
plot
u. Buat plot seterusnya dan hitung jumlah indivitu seperti langkah t, setelah 3-4 plot
dicoba untuk menghitung jumlah plot minimal menggunakan data yang sudah
diperoleh.
v. Jika 4 plot masih terdapat banyak tambahan jenis maka buatlah plot lagi dan hitung
jumlah individu per jenisnya seperti langkah t.
w. Buat plot dan hitung seperti t sampai tidak ditemukan tambahan jenis lagi.

2. Cara menentukan jumlah minimal plot


Setelah menemukan luas plot minimum, maka berikutnya kita menentukan jumlah plot
minimum untuk area tersebut.
a. Buatlah atau hitunglah jumlah minimal plot berdasarkan data yang diperoleh pada point
t – w.

b. Sebagai contoh data


Plot JumlahSpesies
1 2
2 8
3 12
4 13
5 14
6 15
7 15
8 16
Penambahan luas selanjutnya tetap mendapatkan 16 spesies
c. Membuat grafik atas dasar jumlah plot sebagai sumbu X dan jumlah kumulatif spesies
sebagai sumbu Y.

jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah

6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

d. Setelah grafik terbentuk, lalu tentukanlah nilai 10% dari setiap sumbu.

jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah

6
4
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

e. Lalu buat garis ordinat melewati titik 10 %.


jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah

6 ordinat

4
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

f. membuat garis sejajar dengan garis ordinat.

jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah

6 ordinat

4 garis
singgung
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

g. Tarik garis tepat pada singgungan garis sejajar ordinat dengan kurva ke arah sumbu X
(jumlah plot)
jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah

6 ordinat

4 garis
singgung
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

h. Proyeksi titik singgung tersebut pada sumbu X adalah hasil jumlah kuadrat minimal.
Tampak pada gambar titik proyeksi sumbu X berada pada 2 lebih dan nyaris mencapai
3. Dari hasil tersebut maka jumlah minimum plot adalah pembulatan keatas yaitu 3 plot.

3. Cara menghitung nilai penting spesies

Jumlah individu spesies ke−n


a. Densitas absolut spesies ke-n = Total Luasan Area plot

densitas absolut spesies ke−n


b. Densitas relatif spesies ke-n = Jumlah total densitas semua spesiesx 100%

luas area tertutup oleh spesies ke−n


c. Dominansi absolut spesies ke-n = Total Luasan Area plot

dominansi absolut spesies ke−n


d. Dominansi relatif spesies ke-n = jumlah dominansi seluruh spesies 100%

jumlah plot yang ditempati oleh spesies ke−n


e. Frekuensi absolut spesies ke-n = jumlah seluruh plot

frekuensi absolut spesies ke−n


f. Frekuensi relatif spesies ke-n = jumlah frekuensi seluruh spesies X 100%
g. Indeks Nilai penting = Densitas relatif + Dominansi relatif + Frekuensi relative

h. Perbandingan Nilai Penting atau Summed Dominance ratio (SDR) = Indeks Nilai
Penting dibagi dengan besaran yang membentuknya dalam hal ini = INP ∕ 3
Catatan : SDR perlu dihitung karena jumlahnya tidak lebih dari 100 % , sehingga mudah
untuk diinterpretasikan.

4. Cara Menghitung Indeks Keanekaraaman Jenis

a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) :


n ni ni

H’ = ∑ ----- Ln ----- …………………………….………… (1)


i=1 N N

Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
N = Jumlah individu dari seluruh jenis (total jumlah individu)
ni = Jumlah individu jenis ke i

b. Indeks kemerataan atau Evenness (E) sebagai berikut :


H’
E = -------- ………………………………………………………… (2)
Ln (S)

Keterangan :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = jumlah jenis
c. Indeks kekayaan jenis (R1) sebagai berikut :
S-1
R1 = ---------- …………………………………………………… (3)
Ln(N)

Keterangan :
R1 = Indeks kekayaan jenis Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu

Kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam 3 kategori yaitu


H’<1 : Keanekaragaman jenis rendah,
1 < H’ < 3 : Keanekaraaman jenis sedang dan
H’ > 3 Keanekaragaman jenis tinggi.
Semakin besar H’ suatu komunitas maka semakin mantap komunitas tersebut.
Nilai H’ maksimal apabila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama dan
menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara merata atau sempurna. Sebaliknya
semakin kecil nilai indeks keanekaragaman (H’) maka indeks keseragaman (E) juga
akan semakin kecil, yang mengisyaratkan adanya dominansi suatu jenis terhadap jenis
yang lain. Kriteria indeks keseragaman (E) adalah:
E < 0,3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah,
E = 0,3 – 0,6 kemerataan jenis tergolong sedang dan
E > 0,6 menunjukkan kemerataan jenis tergolong tinggi.
Adapun kriteria indeks kekayaan jenis Margallef (R1) adalah:
R1 < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah,
3,5 ≤ R1 ≤ 5.0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan
R1 ≥ 5,0 maka kekayaan jenis tergolong tinggi
5. Cara menghitung luas tutupan/ tajuk – kanopi.
a. Untuk menghitung luas tutupan, jika yang dihitung adalah jenis lumut atau herba, maka
pengukuran bisa dilakukan secara langsung. Berapa bagian luasan yang ditutupi oleh
satu spesies tertentu dapat langsung diukur dan dihitung secara langsung.
b. Jika yang dihitung adalah semak dan pohon, maka yang terhitung luas tutupan adalah
refleksi daun/ dahan terluar dari semak atau pohon tersebut.
i. Cara menghitung kanopi dengan refleksi berbentuk bulat.
Jika kanopi berbentuk bulat maka menghitungnya adalah dengan mencari jari-jari
lingkaran kanopi pohon yang kemudian diimplementasikan pada
22
Rumus luas lingkaran : x r2
7

ii. Cara menghitung kanopi yang tidak berbentuk bulat


Dari kanopi pohon yang tidak berbentuk bulat, tentukan terlebih dahulu diameter
kanopi terpanjang (D1) dan juga diameter terpendeknya (D2).
Setelah mendapatkan D1 dan D2nya kemudian luas penutupannya dapat ditentukan
dengan rumus berikut:
22
Rumus penutupan kanopi = X {(D1 + D2) /4}2
7

2. POINT-CENTERED QUARTER TECHNIQUES


CARA KERJA :
1. Menentukan lokasi studi dan menentukan batas-batasnya.
2. Membuat arah garis pertama yang arahnya disesuaikan dengan arah kompas (garis
ini yang sering disebut sebagai compass line)

Utara

Compass line (garis pertama)

3. Menentukan jarak antar titik (point), sepanjang garis pertama. Jarak antar titik
ditentukan dengan syarat tidak ada pohon yang terhitung ulang pada saat sampling.
Dalam praktikum ini jarak antar titik yang digunakan adalah 5 meter.
4. Membuat garis ke dua yang arahnya tegak lurus dengan garis pertama dan karena
perpotongan kedua garis tersebut masing-masing daerah di sekitar point terbagi
menjadi 4 quarter/ kuadran.

I II
Garis ke dua

III IV

I II

III IV

5. Menentukan / memilih point / titik yang diprioritaskan untuk diamati terlebih


dahulu. Ingat jumlah point yang dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah minimal
plot yang dibutuhkan dalam teknik kuadrat. Jumlah minimal plot yang dibutuhkan
belum diketahui karena sedang dicari prioritas pada titik-titik tertentu, alasannya
apabila tidak perlu penambahan titik lagi (sesuai dengan kebutuhan titik minimal),
titik-titik yang diprioritaskan yang telah diamati, sudah dapat mewakili keseluruhan
tegakan.
6. Mengukur jarak pohon yang memiliki diameter 1 cm atau lebih, yang terdekat
dengan point center pada setiap kuadran. Ingat, hanya satu pohon yang diukur
jaraknya untuk setiap kuadran, yaitu yang terdekat dari point center!

I II
Jarak pohon terdekat

III IV
pohon
I II

III IV

7. Mencatat nama spesies dan mengukur diameter pohon atau lingkaran pohon
setinggi dada yang dipilih (terdekat dengan point center), serta mengukur luas
penutupan tajuk/kanopinya.
Catatan :
Cara pengukuran luas penutupan tajuk/kanopi sama dengan rumus luas penutupan
kanopi pada halaman sebelumnya.
8. Jangan lupa untuk mengukur parameter faktor edafik dan klimatik untuk setiap titik
(point center)
9. Mencari nilai penting masing-masing spesies pada setiap tegakan. Selanjutnya
menetapkan kedudukan masing-masing spesies untuk menentukan struktur trofik
10. diantara komponen-komponen vegetasi lain (spesies lain) pada level produsen.
Catatan:
Klasifikasi tinggi pohon:

Klasifikasi berdasarkan ukuran, misalnya diameter setinggi dada dan tinggi pohon, seperti
dalam hutan alam produksi pada HPH sebagai berikut :
a. Semai , tinggi sampai 1,5 cm
b. Pancang / sapihan tinggi > 1,5 m sampai diameter < 10 cm
c. Tiang diameter 10 sampai dengan 19 cm
d. Pohon inti, diameter 20 cm sampai 49 cm
e. Pohon besar, diameter > 50 cm

Cara menentukan nilai penting dalam point-centered quarter techniques:


1. Tetapkan jarak rata-rata antar pohon (dalam hal ini digunakan jarak antara pohon
dan point), yang selanjutnya dikenal D = Mean Distance.

TOTAL JARAK POHON DARI SELURUH PENGUKURAN


𝐷= JUMLAH SELURUH 𝑄𝑈𝐴𝑅𝑇𝐸𝑅

2. Densitas absolut seluruh spesies dalam luas area tertentu. Hal ini berarti jumlah
pohon seluruh spesies dalam luas area tertentu. Bila digunakan luas area = 100
meter persegi, maka :

100
Densitas absolut seluruh spesies tiap 100 m2 = ............... (A)

3. Tetapkan jumlah pohon masing-masing spesies setiap quarter.

JUMLAH POHON SPESIES YBS PADA SELURUH 𝑄𝑈𝐴𝑅𝑇𝐸𝑅


= ................ (B)
JUMLAH SELURUH 𝑄𝑈𝐴𝑅𝑇𝐸𝑅

4. Densitas absolut spesies ybs. (ini berarti jumlah pohon spesies ybs setiap luas area
100 meter persegi).

JUMLAH POHON SPESIES ybs PADA SELURUH 𝑄𝑈𝐴𝑅𝑇𝐸𝑅 Densitas


= x seluruh spesies
JUMLAH SELURUH 𝑄𝑈𝐴𝑅𝑇𝐸𝑅
tiap 100 m2

Atau......................(B)............................x..................(A).........................
Densitas relatif spesies ybs :

DENSITAS ABSOLUT SPESIES ybs


= TOTAL DENSITAS ABSOLUT SELURUH SPESIES x 100 %

5. Dominansi absolut spesies ybs


a : rata-rata basal area spesies ybs x densitas absolut spesies ybs
b : rata-rata luas penutupan spesies ybs x densitas absolut spesies ybs
Catatan: Basal area diperoleh dengan menghitung ukuran luas pohon (╥ r 2) dari
hasil pengukuran diameter pohon atau lingkaran pohon setinggi dada
Dominansi relatif spesies ybs :

DOMINASI ABSOLUT SPESIES ybs


= TOTAL DOMINASI ABSOLUT SELURUH SPESIES x 100 %
6. Frekuensi absolut spesies ybs :

JUMLAH POINT YANG ADA SPESIES ybs


= x 100 %
SELURUH POINT

7. Indeks Nilai penting (INP) = densitas relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif
8. Perbandingan Nilai Penting (SDR) Summed Dominance ratio = Indeks Nilai
Penting dibagi dengan besaran yang membentuknya, dalam hal ini = INP ∕ 3.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Hasil Pengamatan
1. Quadrat Sampling Techniques
 Luas Minimal Plot

No Luas Petak ( m2 ) Jumlah Jenis Tumbuhan Keterangan


Tambahan Kumulatif
1 2x2=4 10 10
2 2x4=8 9 19
3 4 x 4 = 16 1 20
4 4 x 8 = 32 3 23
5 8 x 8 = 64 1 24
 Jumlah Minimal Plot

No Petak ke Jumlah Jenis Tumbuhan Keterangan


Tambahan Kumulatif
1 1 10 10
2 2 1 11
3 3 1 12
 Data Klimatik dan Edafik

Edafik Klimatik
Suhu
Petak Kelembapan pH Suhu Intensitas Kecepatan Kelembapan
tanah
tanah (%) tanah udara(°C) cahaya (lux) angin (m/s) udara (%)
(°C)
1 31 0C 80 % 7 30 27269 2,8 42

Data Lapangan Metode Kuadrat

Plot Luas
Jumlah Keterangan
ke- No. Spesies Penutupan
Individu (semak/herba/tegakan
(%)
1. Sp A 1 0.36 Herba

2. Dioscorea sp. 9 3.24 Semak


3. Sp C 1 0.36 Semak
4. Sp D 2 0.72 Semak
5. Sp E 1 0.36 Semak
I
6. Sp F 1 0.36 Semak
7. Sp G 1 0.36 Semak
8. Sp H 10 3.6 Semak
9. Sp I 1 3.24 Semak
10. Sp J 2 0.72 Semak
Plot Luas
Jumlah Keterangan
ke- No. Spesies Penutupan
Individu (semak/herba/tegakan
(%)
1. Sp A 2 0.72 Herba

2. Diroscorea sp. 30 10.8 Semak


3. Sp C 5 1.8 Semak
4. Sp D 7 2.52 Semak
5 Sp E 8 2.88 Semak
II 6 Sp F 4 1.44 Semak
7 Sp G 3 1.08 Semak
8 Sp H 15 5.4 Semak
9 Sp I 7 2.52 Semak
10 Sp J 2 0.72 Semak
11 Sp W 2 0.72 Herba

Plot Luas
Jumlah Keterangan
ke- No. Spesies Penutupan
Individu (semak/herba/tegakan
(%)
1. Sp A 8 2.88 Herba

2. Diroscorea sp. 10 3.6 Semak


III
3. Sp J 6 2.16 Semak
4. Sp X 6 2.16 Semak
2. DATA POIN QUARTER TECNIQUES

Jarak Diameter Basal Densitas


No Poin Quarter Spesies pohon batang area abs
31,84 1.37
1 I 1 Mahoni 1,9
Mahoni 53,82 1.37
2 2 1,6
Mahoni 92,03 1.37
3 3 1,3
Kayu Putih 108,9 1.37
4 4 0,8
Kayu Putih 232,1 1.37
5 III 1 1,36
Mahoni 267,8 1.37
6 2 1,48
Mahoni 199,0 1.37
7 3 1,59
SpesiesX 140,4 1.37
8 4 2,1
Kayu Putih 81,52 1.37
9 III 1 1,2
Kayu Putih 168,5 1.37
10 2 1,1
Spesies Y 42,11 1.37
11 3 0,94
Kayu Putih 240,8 1.37
12 4 1,29
Jumlah 12 16,49 1658.11 16.14

PERHITUNGAN DATA
16,49
Jarak rata-rata antar pohon (D) = = 1,3 m
12
100
Densitas absolut seluruh spesies (jumlah pohon seluruh spesies setiap 100 m2= = 16,14
1,3

Densitas absolut tiap spesies


Spesies Jumlah pohon tiap Densitas absolut spesies ybs = jumlah
quarter pohon spesies ybs tiap 100 m2
Mahoni 5/12 = 0,41 0,41 x 16,49 = 6,77
Kayu Putih 5/12 = 0,41 0,41 x 16,49 = 6,77
Spesies X 1/12 = 0,08 0,08 x 16,49 = 1,31
Spesies Y 1/12 = 0,08 0,08 x 16,49 = 1,31
Jumlah 16,14

Basal area
No Mahoni Kayu Putih Spesies X Spesies Y
1 31,84 108,9 140,4 42,11
2 53,82 232,1
3 92,03 81,52
4 267,8 168,5
5 199,0 240,8
Jumlah 644,5 831,8 140,4 42,11
Rata- 128,9 166,4 140,4 42,11
rata

Dominasi absolut tiap spesies tiap area 100 m2(dasar basal area)
Mahoni = 128,9 x 6,77 = 872,65 cm 2 tiap area 100 m2
Kayu Putih = 166,4 x 6,77 = 1,126,5 cm 2 tiap area 100 m2
Spesies X = 140,4 x 1,31 = 183,9 cm 2 tiap area 100 m2
Spesies Y = 42,11 x 1,31 = 55,16 cm 2 tiap area 100 m2
Jumlah 1112,84 cm 2tiap area 100 m2

Frekuensi absolut tiap spesies


2
Mahoni = 3 x 100 % = 66,66 % tiap area 100 m2
3
Kayu Putih = 3 x 100 % = 100 % tiap area 100 m2
1
Spesies X = 3 x 100 % = 33,33 % tiap area 100 m2
1
Spesies Y = 3 x 100 % = 33,33 % tiap area 100 m2

Jumlah 233,32 % tiap area 100 m2

Densitas relatif tiap spesies

6,77
Mahoni = 16,14 x 100% = 41,9 %

6,77
Kayu putih = 16,14 x 100% = 41,9 %

1,31
Spesies X = 16,14 x 100% = 8,1 %

1,31
Spesies Y = 16,14 x 100% = 8,1 %

Jumlah 100 %
Dominansi relatif tiap spesies (berdasar basal area )

872,65
Mahoni = 1112,84 x100% = 78,42 %

1,126,5
Kayu Putih = 1112,84 x100% = 0,10 %

183,9
Spesies X = 1112,84 x100% = 16,53 %

55,16
Spesies Y = 1112,84 x100% = 4,95 %
Jumlah 100 %

Frekuensi relatif tiap spesies

66,66
Mahoni = 233,32 x100% = 28,56 %

100
Kayu Putih = 233,32 x100% = 42,86 %

33,33
Spesies X = 233,32 x100% = 14,29 %

33,33
Spesies Y = 233,32 x100% = 14,29 %

Jumlah 100 %

Nilai penting tiap spesies (dengan menggunakan harga dominansi, yang didasarkan atas luas
penutupan)
Rank catatan
Mahoni = 41,9 + 78,42 + 28,56 = 148,88 1 pohon

Kayu Putih = 41,9 + 0,10 + 42,86 = 84,86 2 pohon

Spesies X = 8,1 + 16,53 + 14,29 = 39.92 3 pohon

Spesies Y = 8,1 + 4,95 + 14,29 = 27,34 4 pohon

B. PEMBAHASAN

1. Quadrat Sampling Techniques

Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama
pada satu tempat di mana antara satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya
terdapat interaksi yang erat, baik di individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat,
baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan
lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu
tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling
tergantung satu sama sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan
(Soerianegara dan Indrawan, 1978).

Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau
sampel. Dalam praktikum SL Wanagama ini kami mengunakan teknik ploting dengan
menggunakan Quadrat Sampling Techniques. Teknik ini merupakan suatu teknik survey
vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan.

Langkah awal kami menentukan luas minimal plot. Kami mengambil data dimulai dari
plot 2x2 kemudian diperbesar hingga tidak ada tambahan spesies pada pertambahan plot. Kami
tidak mendapatkan penambahan spesies pada plot ke 5 sehingga didapatkan hasil maksimal
dengan jumlah 25 spesies pada luas 8x8 (64 m2). Data tersebut dianalisis didapatkan luas
minimal plot 6x6 m2. Kemudian kami menentukan jumlah minimal plot dengan menghitung
jumlah spesies pada setiap plot dan kami berhenti menghitung jumlah minimal plot jika tidak
mendapatkan tambahan spesies baru. Kami tidak mendapatkan tambahan jenis spesies baru
pada plot ke 4 sehingga hanya didapatkan pada plot 3 dengan jumlah spesies 12. Kemudian
kami analisis didapatkan jumlah minimal 3 plot.

Gambar 1.1 grafik penentuan luas


minimla plot ( 6 x 6 m2 )
RANKING TUMBUHAN
60.00
50.09
50.00

40.00
INP

30.00 27.30

19.86
20.00
14.57 14.57 13.77 13.43 12.18 11.38 10.59
8.48
10.00 5.29

0.00
1 2 3 4 4 5 6 7 8 9 10 11
Discorea sp. ( Sp. H ) ( Sp. A ) ( Sp. D ) ( Sp. E ) ( Sp. I ) ( Sp. J ) ( Sp. C ) ( Sp. F ) ( Sp. G ) ( Sp. X ) ( Sp.. W
( S P B ) ( S P . H ) ( S P . A ) ( S P . D ) ( S P . E ) ( S P . I ) ( S P . J ) ( S P . C ) ( S P . F ) ( S P . G ) ( S P . X ) ( S P W ))

Ranking

Berdasarkan pengamatan yang kami lakuakan untuk mengetahui salah satu parameter
yang dapat memberikan gambaran tentang peranan spesies yang bersangkutan dalam
komunitasnya maka digunakan Indeks Nilai Penting. Dari perolehan nilai penting diperoleh
ranking tumbuhan sesuai banyaknya tumbuhan dalam areal keseluruhan plot yang menjadi
sampel pengamatan kami di Hutan Wanagama. Ranking diperoleh dari hasil penjumlahan
dominansi relatif per spesies, determinan relatif per spesies dan frekuensi per spesies. Dapat
dilihat pada grafik ranking diatas bahwa yang mendominasi vegetasi pada plot yang kami
tentukan adalah tumbuhan Discorea sp. dengan nilai INP sebesar 50.09. Dari perhitungan yang
telah dilakukan Discorea sp. memiliki niai determinan relatif tertinggi sebesar 23.05,
dominansi relatif tertinggi dengan nilai 15.75 dan frekuensi relatif sebesar 11.11.
Di areal pengamatan kami, Discorea sp. merupakan tumbuhan yang dominan.
Discorea sp. dapat menjadi tumbuhan dominan karena factor biotic yang mendukung
pertumbuhan Sp B. Dengan areal pengamatan kami yang bersuhu 30°C, intensitas cahaya
dengan kisaran 27.269 cd, kelembaban udara 42%, dan tekstur tanah yang baik merupakan
habitat yang cocok bagi kehidupan tanaman Discorea sp. sehingga tumbuhan ini dapat tumbuh
optimal.
Dominasi Discorea sp. ini pun mempengaruhi jumlah tumbuhan yang lain. jumlah
Discorea sp. yang banyak memerlukan luas areal yang banyak sehingga tumbuhan yang lain
memperoleh areal yang lebih sempit untuk hidup dan melestarikan jenisnya. Tumbuhan yang
mendapatkan luas areal yang sedikit untuk hidup tentu tidak mampu mengoptimalkan hidupnya
sehingga jumlahnya lebih sedikit dari pada Discorea sp.. Dominasi Discorea sp. ini juga dapat
mempengaruhi serapan hara dari dalam tanah. Disebabkan oleh banyaknya Discorea sp.,
sebagian besar hara diserap oleh Discorea sp. sehingga kemungkinan tumbuhan yang lain
mendapatka unsur hara yang lebih sedikit dibandingkan Discorea sp. . Hal ini menyebabkan
tumbuhan yang lain kurang optimal jumlahnya. Tumbuhan yang mampu bertahan dengan
kompetisi ini mampu mempertahankan jenisnya dengan jumlah yang cukup banyak pula meski
tetap lebih sedikit dari Discorea sp. Kebanyakan tumbuhan yang mampu bertahan itu adalah
jenis tumbuhan yang memiliki akar yang panjang sehingga mampu menjangkau daerah yang
luas untuk mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan.

Tanaman Sp W merupakan tumbuhan yang menempati ranking terakhir. Hal ini


dimungkinkan karena lingkungan abiotik yang kurang mendukung untuk optimalisasi
hidupnya. Selain itu juga dipengaruhi kompetisi dari tanaman Discorea sp. Dan tubuhan
lainya.

Grarik Perbandingan Densitas relatif, Dominitas relatif dan


Frekuensi relatif
25

20
Jumlah data

15

10

0
Sp A Sp B Sp C Sp D Sp E Sp F Sp G Sp H Sp I Sp J Sp W Sp X
Spesies

Densitas relatif Dominansi relatif Frekuensi relatif

Berdasarkan perhitungan yang kami lakukan , kami dapat mengkategorikan indeks


keanekaragaman dalam vegetasi yang kami amati yaitu nilai H’ ( keanekaragaman jenis ) yang
kami dapatkan sebesar 2.01 maka menurut teori masuk kedalam kategori 1< H < 3 berarti
bahwa keanegarakagaman jenis vegetasi hutan Wanagama tergolong sedang. Keanekargaman
sedang pada ekosistem yang kami amatai diartikan jumlah spesies per individu relatif sama (
dalam artian tidak ada yang mendominasi lebih dari 50 % vegetasi yang ada).

Menurut teori Sukirman ( 2017 : 17 ) semakin besar H’ suatu komunitas maka semakin
mantap kmunitas tersebut. Nilai H’ maksimal apabila semua jenis mempunyai jumlah individu
yang sama dan memnujukan kelimpahan terdistribusi secara merata atau sempurna. Sebaliknya
semakin kecil nilai indek keanekaragaman ( H’) maka indeks keseragaman ( E ) juga akan
semakin kecil yang menisyaratkan adanya dominansi suatu jenis terhadap jenis yang lain. Kami
mengkategorikan ineks keseragaman E yang didapat sebesar 0.81 maka menurut teori masuk
kedalam kategori E > 0.6 yang berarti bahwa kemerataan jenis vegetasi hutan Wanagama
tergolong tinggi. Kemerataan tinggi diartikan bahwa jumlah individu per spesiesnya banyak
atau hair menutupi vegetasi yang diamati. Hal ini tidak membutikan teori bahwa semakin
kecil nilai indek keanekaragaman ( H’) maka indeks keseragaman ( E ) juga akan semakin
kecil. Sedangkan kami mendapatkan R1 yang didapat sebesar 2.21 maka menurut teori masuk
kedalam kategori R < 3.5 yang berarti bahwa kekayaan jenis vegetasi hutan Wanagama
tergolong rendah. Ini dibuktikan tedikitnya jumlah tumbuhan yang kami dapatkan pada
vegetasi yang kami amati.

Analisis dengan teknik Quadrat Sampling ini memberikan kami gambaran bahwa
dalam lokasi pengamatan yang kami pilih di salah satu bagian Hutan Wanagama memiliki
vegetasi yang didominasi oleh Discorea sp. Berdasarkan analisis dengan teknik kuadrat dapat
diketahui bahwa tanaman Discorea sp. merupakan produsen utama pada vegetasi yang diamati.

2. Teknik Poin Quarter

Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Analisis data memerlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai
penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan
(Michael,1994).
Pada pengamatan dengan metode kuadran ini kami memperoleh jumlah minimal
kuadran dengan perhitungan menggunkan grafik garis singgung yang ditentukan oleh jumlah
minimal plot. Dengan analisa tersebut kami mendapatkan 3 titik point .

Gambar 2.1 Grafik penentuan jumlah minimal plot

Ranking Vegetasi Hutan Wanagama Metode Kuadran


160 148.88
140

120

100 84.86
INP

80

60
38.92
40 27.34
20

0
Pohon Mahoni Pohon Kayu Putih Pohon X Pohon Y
Spesies tanaman

Berdasarkan pengamatan yang kami amati dengn metode kuadran ini kami memperoleh
kedudukan komposisi vegetasi pada ekosistem yang kami amati. Dari metode ini didapatkan
ranking pertama pada vegetasi ini dimiliki oleh pohon Mahoni dengan nilai 148.08, ranking ke
2 diduduki oleh pohon Kayu putih dengan nilai sebesar 84.86, ranking ke 3 diduduki oleh
spesies x dengan nilai sebesar 39.92 dan ranking ke 4 diduduki oleh spesies Y dengan nilai
27.34

Dengan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa pohon Mahoni mendominasi


vegetasi yang terdapat pada Huta Wangama. Pohon mahoni dapat mendominasi area vegetasi
tersebut dikarenakan adanya pengaruh intensitas cahaya terhadap keragaman dan banyaknya
jenis spesies yaitu apabila semakin tinggi intensitas cahaya maka spesies tersebut mudah untuk
berfotosintesis sehingga spesies tersebut mudah untuk bertumbuh dan menyebar. Hal ini
dikarenakan daerah tanpa naungan tidak terdapat naungan pohon besar sehingga cahaya
matahari tidak terhalang untuk menyinari dan memberikan energi untuk tumbuhnya suatu
vegetasi yang terletak di tanah sedangkan daerah dengan naungan terdapat naungan pohon
besar sehingga cahaya matahari terhalang untuk menyinari dan memberikan energi untuk
berfotosintesis yang membutuhkan cahaya matahari dan tumbuhnya suatu vegetasi yang
terletak di tanah bawah naungan pohon tersebut.
Adanya dominasi dan luasan tajuk yang besar dapat menimbulkan persaingan unsur –
unsur abiotik yang terdapat dalam ekosistem tersebut. Dengan Teknik Point Quarter ini,
vegetasi yang bertindak sebagai produsen berdasarkan data hasil peringkat adalah Pohon
Mahoni yangmenduduki peringkat pertama. Sehingga dapat diketahui Pohon Mahoni
merupakan produsen pertama dalam ekosistem tersebut
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari analisis data yang kami lakukan pada pengamatan vegetasi hutan Wanagama,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Quadrat Sampling Techniques


Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati dengan
Quadrat Sampling, vegetasi yang mendominasi yaitu tumbuhan Discorea sp., sehingga
dapat diketahui melalui teknik pengamatan ini produsen utama yaitu Discorea sp.

Dan kami dapat mengkategorikan indeks keanekaragaman dalam vegetasi yang


kami amati yaitu :

 H’ ( keanekaragaman jenis ) yang kami dapatkan sebesar 2.01 maka menurut teori
masuk kedalam kategori 1< H < 3 berarti bahwa keanegarakagaman jenis vegetasi
hutan Wanagama tergolong sedang
 Kami mengkategorikan ineks keseragaman E yang didapat sebesar 0.81 maka
menurut teori masuk kedalam kategori E > 0.6 yang berarti bahwa kemerataan jenis
vegetasi hutan Wanagama tergolong tinggi.
 R1 yang didapat sebesar 2.21 maka menurut teori masuk kedalam kategori R < 3.5
yang berarti bahwa kekayaan jenis vegetasi hutan Wanagama tergolong rendah. Ini
dibuktikan tsedikitnya jumlah tumbuhan yang kami dapatkan pada vegetasi yang kami
amati.

2. Point Quarter Techniques


Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati dengan
Teknik Point Quarter, vegetasi yang bertindak sebagai produsen berdasarkan data hasil
peringkat adalah Pohon Mahoni yang menduduki peringkat pertama, sehingga dapat
diketahui Pohon Mahoni merupakan produsen pertama dalam ekosistem tersebut.
B. SARAN
1. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam melaksanakan kegiatan praktikum.
2. Praktikan diharapkan lebih berhati-hati dalam memakai alat yang digunakan
untuk kegiatan praktikum.

Anda mungkin juga menyukai