ANALISIS VEGETASI
Kelompok 4
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hutan alam adalah hutan yang ditumbuhi pohon-pohon secara alami dan sudah
ada sejak dulu kala. Salah satu faktor penyusun hutan alam adalah vegetasi. Vegetasi
merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan yang hidup bersama di
suatu tempat. Vegetasi selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan keadaan
habitatnya. Selain itu struktur dan komposisi vergetasi dalam suatu wilayah biasanya
dipengaruh oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga
vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sebenarnya hasil
pencerminan dari interakasi berbagai faktor dan dapat mengalami perubahan karena
pengaruh anthropogenik. Maka dari itu, kegiatan analisis vegetasi perlu dilakukan.
Analisis vegetasi merupakan salah satu cara untuk mempelajari susunan dan
bentuk vegetasi yang ada. Hutan adalah komponen terpenting dari kehidupan manusia
maupun keseimbangan ekologi, hal yang diselidiki dan diukur dalam ekologi hutan
alam adalah tegakan.
Dalam suatu wilayah hutan alam, dengan jenis penyusunnya yang beragam dan
umur tidak sama tetapi masih memberikan kesan umum yang berbeda dengan wilayah
atau areal atau kelompok vegetasi lain, yang berbeda didekatnya juga merupakan suatu
tegakan hutan. Dalam hal ini tegakan lebih cenderung diartikan sebagai satuan
pepohonan hutan.
Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi dapat
dilakukan dengan sampling, bagian dari metodologi statistika yang berhubungan
dengan pengambilan sebagian dari populasi. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu jumlah petak, cara peletakkan petak dan teknik analis vegetasi yang
digunakan. (Loveless, 1983)
Terdapat berbagai jenis metode yang dapat digunakan dalam analisis vegetasi
hutan alam. Salah satunya adalah metode kuadrat dengan pembuatan plot yang
berukuran tertentu dan cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar. Metode
lain adalah dengan metode kuadran yaitu suatu metode yang tidak menggunakan
plot/petak. Metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon
atau tiang.
B. Tujuan
- Mempelajari struktur vegetasi dan membuat interpretasi fungsi komunitas
tumbuhan pada tegakan yang dipelajari
C. Manfaat
- Dapat mengetahui organisme penyusun komunitas yang diamati
- Dapat menghitung distribusi, frekuensi, nilai penting dan komponen untuk habitat
- Dapat memahami struktur vegetasi hutan yang diamati
- Dapat memahami fungsi komunitas tumbuhan pada tegakan yang dipelajari
BAB III
METODE KEGIATAN
Penjelasan:
1. Cara menentukan luas minimal plot
a. Tentukan lokasi yang paling representatif dari keseluruhan lokasi, sebagai lokasi plot
pertama. Dengan menggunakan pembatas (menggunakan tali rafia), buatlah satu plot
sampling dengan berukuran 2x2 meter persegi.
meter
2
2 meter
b. Setelah plot pertama (2x2 meter persegi) diletakkan di lokasi yang paling representatif,
catat dan hitung jumlah seluruh spesies/jenis tumbuhan yang berada dalam plot
tersebut.
c. Tetap pada lokasi yang sama dan dengan tidak memindahkan plot pertama, plot kedua
didapatkan dengan mengambil luasan plot pertama yang kemudian dikalikan dua.
Luasan plot ke dua adalah 2x4 meter persegi.
2 meter
4 meter
d. Catat dan hitung seluruh jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan pada plot kedua.
Catat bila ada penambahan jenis.
e. Tetap pada lokasi yang sama dan dengan tidak memindahkan plot kedua, plot ketiga
didapatkan dengan mengambil luasan plot ke dua kemudian dikalikan dua. Luasan plot
ke tiga adalah 4x4 meter persegi.
4 meter
4 meter
f. Catat dan hitung seluruh spesies/jenis tumbuhan yang ditemukan pada plot ke tiga.
Catat bila ada penambahan jenis.
g. Tetap pada lokasi yang sama dan dengan tidak memindahkan plot ke tiga, plot ke empat
didapatkan dengan mengambil luasan plot ke tiga kemudian dikalikan dua. Luasan plot
ketiga adalah 4x8 meter persegi.
meter
4
8 meter
h. Catat dan hitung seluruh spesies/jenis tumbuhan yang ditemukan pada plot keempat.
Catat bila ada penambahan jenis.
i. Demikian, lakukan terus langkah seperti di atas dengan plot yang terus diperbesar dua
kali lipat sampai tidak ditemukan lagi penambahan spesies. Jadi, luasan plot selanjutnya
adalah 8x8, 8x16, 16x16 meter persegi, dan seterusnya sampai tidak ada penambahan
spesies baru.
j. Setelah tidak ditemukan lagi spesies baru pada penambahan luasan plot, cukupkan
penambahan luas lalu buatlah grafik penghitungan dari data yang sudah didapat.
k. Buatlah grafik dengan sumbu X sebagai luas kuadrat sesuai penambahan luasan plot
yang dikerjakan, dan sumbu Y sebagai jumlah kumulatif spesies.
l. Sebagai contoh data
Luasan Jumlah Spesies
2 x 2 = 4m2 3
2 x 4 = 8m2 8
4 x 4 = 16m2 11
4 x 8 = 32m2 13
8 x 8 = 64m2 16
Penambahan luas selanjutnya tetap mendapatkan 16 spesies
m. Buatlah kurva sesuai data yang sudah didapatkan dengan titik-titik acuan (X,Y)
menggunakan (luas plot, jumlah kumulatif spesies).
luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8
6
4
2
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63
n. Menentukan titik pada grafik tersebut, dengan titik 10% dari luasan terbesar plot dan
10% jumlah kumulatif spesies. Dalam contoh grafik pada poin (m), luasan plot yang
sudah tidak ada penambahan jenis lagi adalah 64m2 (8 x 8 m2), sehingga 10% dari
luasan terbesar plot adalah pada angka 6,4 pada sumbu X, sedangkan contoh jumlah
kumulatif spesies pada plot 64m2 tersebut adalah 16 sehingga 10% dari jumlah
kumulatif spesies adalah pada angka1,6 pada sumbu Y.
luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8
6
4
2
1,6
0
0 3 6 6,49 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63
o. Membuat garis ordinasi antara titik nol mengarah ke titik 10% lalu dilanjutkan terus
memanjang.
luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8 Ordinat
6
4
1,6 2
0
0 3 66,4 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63
p. Membuat garis sejajar dengan garis ordinat sampai garis sejajar tersebut berhimpitan
dengan kurva di satu lokasi titik singgung.
luas minimal
20
18
16
14
12
Titik singgung
10
kurva
8 Ordinat
6 Garis
singgung
4
Ordinat
1,6
2
0
0 3 66,4 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63
q. Tarik garis lurus menurun dari titik singgung tersebut diproyeksikan ke arah sumbu X,
luas minimal
20
18
16
14
12
10
kurva
8 Ordinat
6 Garis
singgung
4 Ordinat
1,6
2
0
0 3 66,4 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63
Luas plot minimal
r. Titik proyeksi pada sumbu X itulah yang menjadi luas plot minimal. Jika titik proyeksi
tersebut belum tepat pada angka, maka hasil luasan tersebut dapat dibulatkan ke atas.
Tampak pada grafik bahwa proyeksi garis luas plot minimal ada pada sumbu X dengan
nilai 13lebih sedikit. Luasan tersebut dapat dibulatkan menjadi nilai 16, sehingga luas
minimal plot yang dipakai adalah 16m2 atau 4m x 4m. Bagaimana jika misalnya
ditemukan luas minimal plot 23m2? Jika Anda menemukan hal yang seperti ini,maka
gunakan angka di atasnya yang mempunyai akar kuadrat,sehingga luas minimal plotnya
menjadi 25m2 atau 5m x 5 m.
s. Maka telah didapatkan bahwa luas minimal plot untuk area tersebut adalah 16m2
dengan kuadrat 4 m x 4 m.
t. Buatlah plot sesuai luas minimal, lalu hitunglah jumlah individu per jenis dalam setiap
plot
u. Buat plot seterusnya dan hitung jumlah indivitu seperti langkah t, setelah 3-4 plot
dicoba untuk menghitung jumlah plot minimal menggunakan data yang sudah
diperoleh.
v. Jika 4 plot masih terdapat banyak tambahan jenis maka buatlah plot lagi dan hitung
jumlah individu per jenisnya seperti langkah t.
w. Buat plot dan hitung seperti t sampai tidak ditemukan tambahan jenis lagi.
jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
d. Setelah grafik terbentuk, lalu tentukanlah nilai 10% dari setiap sumbu.
jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah
6
4
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6 ordinat
4
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah
6 ordinat
4 garis
singgung
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
g. Tarik garis tepat pada singgungan garis sejajar ordinat dengan kurva ke arah sumbu X
(jumlah plot)
jumlah minimal
18
16
14
12
10
8 jumlah
6 ordinat
4 garis
singgung
1,6
2
0
0,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
h. Proyeksi titik singgung tersebut pada sumbu X adalah hasil jumlah kuadrat minimal.
Tampak pada gambar titik proyeksi sumbu X berada pada 2 lebih dan nyaris mencapai
3. Dari hasil tersebut maka jumlah minimum plot adalah pembulatan keatas yaitu 3 plot.
h. Perbandingan Nilai Penting atau Summed Dominance ratio (SDR) = Indeks Nilai
Penting dibagi dengan besaran yang membentuknya dalam hal ini = INP ∕ 3
Catatan : SDR perlu dihitung karena jumlahnya tidak lebih dari 100 % , sehingga mudah
untuk diinterpretasikan.
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
N = Jumlah individu dari seluruh jenis (total jumlah individu)
ni = Jumlah individu jenis ke i
Keterangan :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = jumlah jenis
c. Indeks kekayaan jenis (R1) sebagai berikut :
S-1
R1 = ---------- …………………………………………………… (3)
Ln(N)
Keterangan :
R1 = Indeks kekayaan jenis Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
Utara
3. Menentukan jarak antar titik (point), sepanjang garis pertama. Jarak antar titik
ditentukan dengan syarat tidak ada pohon yang terhitung ulang pada saat sampling.
Dalam praktikum ini jarak antar titik yang digunakan adalah 5 meter.
4. Membuat garis ke dua yang arahnya tegak lurus dengan garis pertama dan karena
perpotongan kedua garis tersebut masing-masing daerah di sekitar point terbagi
menjadi 4 quarter/ kuadran.
I II
Garis ke dua
III IV
I II
III IV
I II
Jarak pohon terdekat
III IV
pohon
I II
III IV
7. Mencatat nama spesies dan mengukur diameter pohon atau lingkaran pohon
setinggi dada yang dipilih (terdekat dengan point center), serta mengukur luas
penutupan tajuk/kanopinya.
Catatan :
Cara pengukuran luas penutupan tajuk/kanopi sama dengan rumus luas penutupan
kanopi pada halaman sebelumnya.
8. Jangan lupa untuk mengukur parameter faktor edafik dan klimatik untuk setiap titik
(point center)
9. Mencari nilai penting masing-masing spesies pada setiap tegakan. Selanjutnya
menetapkan kedudukan masing-masing spesies untuk menentukan struktur trofik
10. diantara komponen-komponen vegetasi lain (spesies lain) pada level produsen.
Catatan:
Klasifikasi tinggi pohon:
Klasifikasi berdasarkan ukuran, misalnya diameter setinggi dada dan tinggi pohon, seperti
dalam hutan alam produksi pada HPH sebagai berikut :
a. Semai , tinggi sampai 1,5 cm
b. Pancang / sapihan tinggi > 1,5 m sampai diameter < 10 cm
c. Tiang diameter 10 sampai dengan 19 cm
d. Pohon inti, diameter 20 cm sampai 49 cm
e. Pohon besar, diameter > 50 cm
2. Densitas absolut seluruh spesies dalam luas area tertentu. Hal ini berarti jumlah
pohon seluruh spesies dalam luas area tertentu. Bila digunakan luas area = 100
meter persegi, maka :
100
Densitas absolut seluruh spesies tiap 100 m2 = ............... (A)
D²
4. Densitas absolut spesies ybs. (ini berarti jumlah pohon spesies ybs setiap luas area
100 meter persegi).
Atau......................(B)............................x..................(A).........................
Densitas relatif spesies ybs :
7. Indeks Nilai penting (INP) = densitas relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif
8. Perbandingan Nilai Penting (SDR) Summed Dominance ratio = Indeks Nilai
Penting dibagi dengan besaran yang membentuknya, dalam hal ini = INP ∕ 3.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Hasil Pengamatan
1. Quadrat Sampling Techniques
Luas Minimal Plot
Edafik Klimatik
Suhu
Petak Kelembapan pH Suhu Intensitas Kecepatan Kelembapan
tanah
tanah (%) tanah udara(°C) cahaya (lux) angin (m/s) udara (%)
(°C)
1 31 0C 80 % 7 30 27269 2,8 42
Plot Luas
Jumlah Keterangan
ke- No. Spesies Penutupan
Individu (semak/herba/tegakan
(%)
1. Sp A 1 0.36 Herba
Plot Luas
Jumlah Keterangan
ke- No. Spesies Penutupan
Individu (semak/herba/tegakan
(%)
1. Sp A 8 2.88 Herba
PERHITUNGAN DATA
16,49
Jarak rata-rata antar pohon (D) = = 1,3 m
12
100
Densitas absolut seluruh spesies (jumlah pohon seluruh spesies setiap 100 m2= = 16,14
1,3
Basal area
No Mahoni Kayu Putih Spesies X Spesies Y
1 31,84 108,9 140,4 42,11
2 53,82 232,1
3 92,03 81,52
4 267,8 168,5
5 199,0 240,8
Jumlah 644,5 831,8 140,4 42,11
Rata- 128,9 166,4 140,4 42,11
rata
Dominasi absolut tiap spesies tiap area 100 m2(dasar basal area)
Mahoni = 128,9 x 6,77 = 872,65 cm 2 tiap area 100 m2
Kayu Putih = 166,4 x 6,77 = 1,126,5 cm 2 tiap area 100 m2
Spesies X = 140,4 x 1,31 = 183,9 cm 2 tiap area 100 m2
Spesies Y = 42,11 x 1,31 = 55,16 cm 2 tiap area 100 m2
Jumlah 1112,84 cm 2tiap area 100 m2
6,77
Mahoni = 16,14 x 100% = 41,9 %
6,77
Kayu putih = 16,14 x 100% = 41,9 %
1,31
Spesies X = 16,14 x 100% = 8,1 %
1,31
Spesies Y = 16,14 x 100% = 8,1 %
Jumlah 100 %
Dominansi relatif tiap spesies (berdasar basal area )
872,65
Mahoni = 1112,84 x100% = 78,42 %
1,126,5
Kayu Putih = 1112,84 x100% = 0,10 %
183,9
Spesies X = 1112,84 x100% = 16,53 %
55,16
Spesies Y = 1112,84 x100% = 4,95 %
Jumlah 100 %
66,66
Mahoni = 233,32 x100% = 28,56 %
100
Kayu Putih = 233,32 x100% = 42,86 %
33,33
Spesies X = 233,32 x100% = 14,29 %
33,33
Spesies Y = 233,32 x100% = 14,29 %
Jumlah 100 %
Nilai penting tiap spesies (dengan menggunakan harga dominansi, yang didasarkan atas luas
penutupan)
Rank catatan
Mahoni = 41,9 + 78,42 + 28,56 = 148,88 1 pohon
B. PEMBAHASAN
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama
pada satu tempat di mana antara satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya
terdapat interaksi yang erat, baik di individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat,
baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan
lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu
tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling
tergantung satu sama sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan
(Soerianegara dan Indrawan, 1978).
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau
sampel. Dalam praktikum SL Wanagama ini kami mengunakan teknik ploting dengan
menggunakan Quadrat Sampling Techniques. Teknik ini merupakan suatu teknik survey
vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan.
Langkah awal kami menentukan luas minimal plot. Kami mengambil data dimulai dari
plot 2x2 kemudian diperbesar hingga tidak ada tambahan spesies pada pertambahan plot. Kami
tidak mendapatkan penambahan spesies pada plot ke 5 sehingga didapatkan hasil maksimal
dengan jumlah 25 spesies pada luas 8x8 (64 m2). Data tersebut dianalisis didapatkan luas
minimal plot 6x6 m2. Kemudian kami menentukan jumlah minimal plot dengan menghitung
jumlah spesies pada setiap plot dan kami berhenti menghitung jumlah minimal plot jika tidak
mendapatkan tambahan spesies baru. Kami tidak mendapatkan tambahan jenis spesies baru
pada plot ke 4 sehingga hanya didapatkan pada plot 3 dengan jumlah spesies 12. Kemudian
kami analisis didapatkan jumlah minimal 3 plot.
40.00
INP
30.00 27.30
19.86
20.00
14.57 14.57 13.77 13.43 12.18 11.38 10.59
8.48
10.00 5.29
0.00
1 2 3 4 4 5 6 7 8 9 10 11
Discorea sp. ( Sp. H ) ( Sp. A ) ( Sp. D ) ( Sp. E ) ( Sp. I ) ( Sp. J ) ( Sp. C ) ( Sp. F ) ( Sp. G ) ( Sp. X ) ( Sp.. W
( S P B ) ( S P . H ) ( S P . A ) ( S P . D ) ( S P . E ) ( S P . I ) ( S P . J ) ( S P . C ) ( S P . F ) ( S P . G ) ( S P . X ) ( S P W ))
Ranking
Berdasarkan pengamatan yang kami lakuakan untuk mengetahui salah satu parameter
yang dapat memberikan gambaran tentang peranan spesies yang bersangkutan dalam
komunitasnya maka digunakan Indeks Nilai Penting. Dari perolehan nilai penting diperoleh
ranking tumbuhan sesuai banyaknya tumbuhan dalam areal keseluruhan plot yang menjadi
sampel pengamatan kami di Hutan Wanagama. Ranking diperoleh dari hasil penjumlahan
dominansi relatif per spesies, determinan relatif per spesies dan frekuensi per spesies. Dapat
dilihat pada grafik ranking diatas bahwa yang mendominasi vegetasi pada plot yang kami
tentukan adalah tumbuhan Discorea sp. dengan nilai INP sebesar 50.09. Dari perhitungan yang
telah dilakukan Discorea sp. memiliki niai determinan relatif tertinggi sebesar 23.05,
dominansi relatif tertinggi dengan nilai 15.75 dan frekuensi relatif sebesar 11.11.
Di areal pengamatan kami, Discorea sp. merupakan tumbuhan yang dominan.
Discorea sp. dapat menjadi tumbuhan dominan karena factor biotic yang mendukung
pertumbuhan Sp B. Dengan areal pengamatan kami yang bersuhu 30°C, intensitas cahaya
dengan kisaran 27.269 cd, kelembaban udara 42%, dan tekstur tanah yang baik merupakan
habitat yang cocok bagi kehidupan tanaman Discorea sp. sehingga tumbuhan ini dapat tumbuh
optimal.
Dominasi Discorea sp. ini pun mempengaruhi jumlah tumbuhan yang lain. jumlah
Discorea sp. yang banyak memerlukan luas areal yang banyak sehingga tumbuhan yang lain
memperoleh areal yang lebih sempit untuk hidup dan melestarikan jenisnya. Tumbuhan yang
mendapatkan luas areal yang sedikit untuk hidup tentu tidak mampu mengoptimalkan hidupnya
sehingga jumlahnya lebih sedikit dari pada Discorea sp.. Dominasi Discorea sp. ini juga dapat
mempengaruhi serapan hara dari dalam tanah. Disebabkan oleh banyaknya Discorea sp.,
sebagian besar hara diserap oleh Discorea sp. sehingga kemungkinan tumbuhan yang lain
mendapatka unsur hara yang lebih sedikit dibandingkan Discorea sp. . Hal ini menyebabkan
tumbuhan yang lain kurang optimal jumlahnya. Tumbuhan yang mampu bertahan dengan
kompetisi ini mampu mempertahankan jenisnya dengan jumlah yang cukup banyak pula meski
tetap lebih sedikit dari Discorea sp. Kebanyakan tumbuhan yang mampu bertahan itu adalah
jenis tumbuhan yang memiliki akar yang panjang sehingga mampu menjangkau daerah yang
luas untuk mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan.
20
Jumlah data
15
10
0
Sp A Sp B Sp C Sp D Sp E Sp F Sp G Sp H Sp I Sp J Sp W Sp X
Spesies
Menurut teori Sukirman ( 2017 : 17 ) semakin besar H’ suatu komunitas maka semakin
mantap kmunitas tersebut. Nilai H’ maksimal apabila semua jenis mempunyai jumlah individu
yang sama dan memnujukan kelimpahan terdistribusi secara merata atau sempurna. Sebaliknya
semakin kecil nilai indek keanekaragaman ( H’) maka indeks keseragaman ( E ) juga akan
semakin kecil yang menisyaratkan adanya dominansi suatu jenis terhadap jenis yang lain. Kami
mengkategorikan ineks keseragaman E yang didapat sebesar 0.81 maka menurut teori masuk
kedalam kategori E > 0.6 yang berarti bahwa kemerataan jenis vegetasi hutan Wanagama
tergolong tinggi. Kemerataan tinggi diartikan bahwa jumlah individu per spesiesnya banyak
atau hair menutupi vegetasi yang diamati. Hal ini tidak membutikan teori bahwa semakin
kecil nilai indek keanekaragaman ( H’) maka indeks keseragaman ( E ) juga akan semakin
kecil. Sedangkan kami mendapatkan R1 yang didapat sebesar 2.21 maka menurut teori masuk
kedalam kategori R < 3.5 yang berarti bahwa kekayaan jenis vegetasi hutan Wanagama
tergolong rendah. Ini dibuktikan tedikitnya jumlah tumbuhan yang kami dapatkan pada
vegetasi yang kami amati.
Analisis dengan teknik Quadrat Sampling ini memberikan kami gambaran bahwa
dalam lokasi pengamatan yang kami pilih di salah satu bagian Hutan Wanagama memiliki
vegetasi yang didominasi oleh Discorea sp. Berdasarkan analisis dengan teknik kuadrat dapat
diketahui bahwa tanaman Discorea sp. merupakan produsen utama pada vegetasi yang diamati.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Analisis data memerlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai
penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan
(Michael,1994).
Pada pengamatan dengan metode kuadran ini kami memperoleh jumlah minimal
kuadran dengan perhitungan menggunkan grafik garis singgung yang ditentukan oleh jumlah
minimal plot. Dengan analisa tersebut kami mendapatkan 3 titik point .
120
100 84.86
INP
80
60
38.92
40 27.34
20
0
Pohon Mahoni Pohon Kayu Putih Pohon X Pohon Y
Spesies tanaman
Berdasarkan pengamatan yang kami amati dengn metode kuadran ini kami memperoleh
kedudukan komposisi vegetasi pada ekosistem yang kami amati. Dari metode ini didapatkan
ranking pertama pada vegetasi ini dimiliki oleh pohon Mahoni dengan nilai 148.08, ranking ke
2 diduduki oleh pohon Kayu putih dengan nilai sebesar 84.86, ranking ke 3 diduduki oleh
spesies x dengan nilai sebesar 39.92 dan ranking ke 4 diduduki oleh spesies Y dengan nilai
27.34
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari analisis data yang kami lakukan pada pengamatan vegetasi hutan Wanagama,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
H’ ( keanekaragaman jenis ) yang kami dapatkan sebesar 2.01 maka menurut teori
masuk kedalam kategori 1< H < 3 berarti bahwa keanegarakagaman jenis vegetasi
hutan Wanagama tergolong sedang
Kami mengkategorikan ineks keseragaman E yang didapat sebesar 0.81 maka
menurut teori masuk kedalam kategori E > 0.6 yang berarti bahwa kemerataan jenis
vegetasi hutan Wanagama tergolong tinggi.
R1 yang didapat sebesar 2.21 maka menurut teori masuk kedalam kategori R < 3.5
yang berarti bahwa kekayaan jenis vegetasi hutan Wanagama tergolong rendah. Ini
dibuktikan tsedikitnya jumlah tumbuhan yang kami dapatkan pada vegetasi yang kami
amati.