Disusun Oleh :
1. LINDA ARUM SARI (16308144015)
2. SUMIYATI (16308141046)
3. ADINDA YUSLIA RUKMANANDITA (16308144001)
4. DIAH AYURETNANI HANDAYANI (16308144016)
5. SYARAH SABILA RUSDA (16308144035)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan antara komponen penyusun ekosistem d hutan Turgo?
2. Bagaimana struktus vegetasi yang ada di hutan Turgo?
3. Bgaimana perubahan ekosistem atau suksesi yang terjadi di hutan Turgo?
C. Tujuan
1. Mengenal komponen penyusun ekosistem baik biotik maupun abiotik.
2. Mengklasifikasi komponen ekosistem yang teridentifikasi
3. Mencari hubungan ntara komonen-komponen penyusun ekosistem
4. Mengevaluasi ekosistem yang di pelajari, bedasarkan kelengkapan komponen
penyusunya.
5. Mempelajari struktur vegetasi dan membuat intepretasi fungsi komunitas
tumbuhan yang dipelajari
6. Mempelajari suksesi (perubahan komunitas) di hutan Turgo.
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Cara kerja :
1. Menentukan Lokasi studi yaitu di hutan pinus dan mengamati tumbuhan
semak.
2. Menentukan luas minimal plot
3. Menentukan jumlah minimal plot
4. Menentukan luas penutupan plot
5. Mengukur factor abiotik
6. Pembuatan plot dengan luas minimal dan jumlah minimal plot
7. Menghitung densitas, frekuensi, dominansi, nilai penting dan index shanon.
4
Jumlah spesies
3 jumlah spesies
0
0 10 20 30 40 50 60 70
luas plot
Sehingga luas minimum plot yang didapatkan adalah seluas 4x4 m.
a. Membuat plot
1. Buatlah plot dengan luas minimal dan jumlah minimal plot yang telah
ditentukan
2. Identifikasi dan hitung spesies tumbuhan pada setiap plot
3. Lakukan pembuatan plot hingga spesies tumbuhan pada saat pembuatan luas
minimal ditemukan semua.
4. Buatlah tabel nama spesies dan jumlah spesies yang ditemukan pada setiap
plot.
5. Hitunglah densitas, dominansi, frekuensi, nilai penting, index keragaman.
Luas minimum plot
No. Ukuran plot Jumlah spesies
1 1x1 m 1
2 1x2 m 2
3 2x2 m 2
4 2x4 m 3
5 4x4 m 3
6 4x6 m 5
7 6x6 m 5
8 6x8 m 5
8
7
6
Jumlah spesies
5
4 jumlah spesies
Log. (jumlah spesies)
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6
Jumlah plot
Sehingga jumlah minimum plot yang didapatkan adalah 2 plot. Namun,
pada studi lapangan ini kelompok 5 menggunakan jumlah plot sebanyak 3 plot.
Seperti yang kita ketahui sutau kawasan terdampak dari bencana alam akan
mengalami kerusakan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem karena
terjadi nya seleksi alam, oleh karena itu perlu dilakukannya restorasi. Restorasi
ekosistem merupakan proses pemulihan suatu ekosistem yang telah terdegradasi,
rusak atau musnah ke kondisi awal atau menyerupai kondisi semula Ekosistem
dikatakan pulih kembali ketika memiliki cukup sumberdaya biotik dan abiotik
untuk terus berkembang tanpa bantuan atau campur tangan manusia serta dapat
melestarikan fungsi dan strukturnya sendiri dan memiliki resiliensi terhadap
tekanan dan gangguan lingkungan (SER Primer, 2004).
Dalam pendekatan restorasi ekosistem hutan, masyarakat dilibatkan untuk
mengidentifikasi dan menetapkan secara tepatpraktek - praktek penggunaan lahan
yang akan membantu pemulihan fungsi ekosistem hutan secara keseluruhan. Dalam
hal ini difokuskan pada pemulihan fungsifungsi hutan pada level lanskap untuk
optimalisasi fungsi ekosistem hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
sekitarnya.
Jika dilihat dari letak lintang, hutan turgo merupakan hutan hujan tropika
yang merupakan komunitas tumbuhan yang bersifat selalu hijau, selalu basah
dengan tinggi tajuk sekurang-kurangnya 30 m serta mengandung spesies-spesies
efipit berkayu dan herba yang bersifat efipit. Hal serupa juga diutarakan oleh
Richard (1966) yang menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari hutan hujan
tropika adalah adanya tumbuhan berkayu, tumbuhan pemanjat dan efipit berkayu
dalam berbagai ukuran.
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon
den mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan
(Soerianegara & Indrawan 2002). Menurut Departemen Kehutanan (1992), hutan
ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau
ekosistem.
Keanekaragaman (Indeks Diversitas) Keragaman jenis adalah sifat
komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada
didalamnya. Untuk memperoleh keanekaragaman jenis cukup diperlukan
kemampuan mengenal atau membedakan jenis meskipun tidak dapat
mengidentifikasi jenis hama (Krebs, 1978).
Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan
spesies dalam komunitas. Keanekaragaman spesies terdiri dari jumlah spesies
dalam komunitas (kekayaan spesies) dan kesamaan spesies. Kesamaan
menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu (jumlah individu, biomassa,
penutup tanah, dsb) tersebar antara banyak spesies itu. Contohnya, pada suatu
komunitas terdiri dari 10% spesies, jika 90% adalah 1 spesies dan 10% adalah 9
jenis yang tersebar, kesamaan disebut rendah. Sebaliknya jika masingmasing
spesies jumlahnya 10%, kesamaannya maksimum. Beberapa tahun kemudian
muncul penggolongan indeks atas indeks kekayaan dan indeks kesamaan. Setelah
itu digabungkan menjadi Indeks Keanekaragaman dengan variabel yang
menggolongkan struktur komunitas seperti jumlah spesies, kelimpahan relarif
spesies (kesamaan), homogenitas dan ukuran dari area sampel.
1) Bentuk Hidup
Klasifikasi dunia tumbuhan yang didasarkan atas letak kuncup pertumbuhan
terhadap permukaan tanah. Raunkiaer dalam Suwasono (2012) membagi dunia
tumbuhan ke dalam 5 golongan yaitu :
1. Phanerophyte (P)
Merupakan kelompok tumbuhan yang mempunyai letak titik kuncup
pertumbuhan (kuncup perenating) minima l25 cm di atas permukaan tanah. Ke
dalam kelompok tumbuhan ini termasuk semua tumbuhan berkayu, baik pohon,
perdu, semak yang tinggi, tumbuhan yang merambat berkayu, epifit dan batang
succulen yang tinggi.
2. Chamaeophyte (Ch)
Kelompok tumbuhan ini juga merupakan tumbuhan berkayu, tetapi letak
kuncup pertumbuhannya kurang dari 25 cm di atas permukaan tanah. Ke dalam
kelompok tumbuhan ini termasuk tumbuhan setengah perdu atau suffruticosa
(perdu rendah kecil, bagian pangkal berkayu dengan tunas berbatang basah),
stoloniferus, sukulen rendah dna tumbuhan berbentuk bantalan. Chamaeophyte
juga digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu :
3. Hemycryptophyte (H) Tumbuhan kelompok ini mempunyai titik kuncup
pertumbuhan tepat di atas permukaan tanah. Tumbuhan herba berdaun lebar
musiman, rerumputan dan tumbuhanroset termasuk dalam kelompok
Hemycryptophyte. Tumbuhan ini hidup di permukaan tanah, rumput-rumput,
begitu pula tunas dan batang terlindung oleh tanah dan bahan-bahan mati
4. Cryptophyte (Cr)
Titik kuncup pertumbuhan berada di bawah tanah atau di dalam air. Dalam
kelompok ini termasuk tumbuhan umbi,rimpang, tumbuhan perairan emergent,
mengapung dan berakar pada air. Kelompok tumbuhan ini kebanyakan
memiliki cadangan makanan yang tertanam dalam tanah atau substrat
tumbuhnya.
5. Therophyte (Th)
Therophyte meliputi semua tumbuhan satu musim yang pada kondisi
lingkungan tidak menguntungkan titik pertumbuhan berupa embrio dalam biji.
Meliputi tumbuhan semusim dan organ reproduksinya berupa biji,
keabadiannya terbesar lewat embrio dalam biji. Biasanya dalam pengungkapan
vegetasi berdasarkan klasifikasi Raunkiaer, vegetasi dijabarkan dalam bentuk
spektrum yang menggambarkan jumlah setiap tumbuhan untuk setiap bentuk
tadi. Hasilnya akan memperlihatkan perbedaan struktur tumbuhan untuk
daerah-daerah dengan kondisi regional tertentu. Dengan demikian sifat klimati
habitat yang berbeda tercermin oleh karakteristik fisiognomi anggota
komunitas dan karakteristik akan diturunkan pada bentuk struktur yang dikenal
dengan life form suatu jenis. Perbandingan bentuk kehidupan (lifeform dua
atau lebih komunitas akan mengindikasikan sifat klimatik penting yang
mengendalikan komposisi komunitas. Sifat komunitas terhadap berbagai faktor
lingkungan yang mengendalikan ruang (yang mengendalikan nilai penutupan)
dan hubungan kompetitif komunitas tersebut.
Dalam ekosistem alami semua makhluk hidup berada dalam keadaan
seimbang dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama. Di ekosistem
alamiah keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang
terdapat flora dan fauna tanah yang beragam. Sistem pertanaman yang
beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Oka, 1995).
Menurut Krebs (1978), ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan
derajat naik turunnya keragaman, jenis yaitu :
a. Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti
komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat
organisme dari pada komunitas muda yang belum berkembang.
Waktu dapat berjalan dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai
puluhan generasi.
b. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik
semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar
dan semakin tinggi keragaman jenisnya.
c. Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber
yang sama yang ketersediannya kurang, atau walaupun
ketersediannya cukup, namun persaingan tetap terjadi juga bila
organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu
menyerang yang lain atau sebaliknya.
d. Pemangsaan, untuk mempertahankan komunitas populasi dari jenis
persaingan yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu
memperbesar kemunginan hidup berdampingan sehingga
mempertinggi keragaman. Apabila intensitas dari pemangsaan terlalu
tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman jenis.
e. Kestabilan iklim, makin stabil, suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam
suatu lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih
memungkinkan keberlangsungan evolusi.
f. Produktifitas, juga dapat menjadi syarat mutlak untuk
keanekaragaman yang tinggi. Keenam faktor ini saling berinteraksi
untuk menetapkan keanekaragaman jenis dalam komunitas yang
berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam
menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam
akibat turut campur tangan manusia.
Keanekaragaman tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi
tingginya keanekaragaman individu-individu yang ada didalamnya,
semakin tinggi keragaman ekosistem dan semakin lama keragaman ini
tidak diganggu oleh manusia, semakin banyak pula interaksi internal yang
dapat dikembangkan untuk meningkatkan stabilitas serangga. Hasil studi
interaksi tanaman-gulma serangga diperoleh bahwa gulma mempengaruhi
keragaman dan keberadaan serangga herbivora dan musuh-musuh
alaminya dalam system pertanian. Bunga gulma tertentu memegang
peranan penting sebagai sumber pakan parasitoid dewasa yang dapat
menekan populasi serangga hama (Altieri, 1999).
2) Faktor Biotik dan Abiotik
Faktor biotik dapat berupa pengaruh tumbuhan lain, organisme
mikrobia, binatang dan dan juga budaya yang biasanya menjadi faktor
penting dalam terjaganya atau rusaknya kawasan hutan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kasus kerusahakan hutan yang terjadi sampai sekarang
ini sebagian besar bersumber pada perilaku manusia yang tidak
bertanggung jawab dan tidak perduli terhadap lingkungan sekitar (Keraf,
2006) Faktor abiotik berpengaruh terhadap ketidak hadiran atau
kehadiran, kesuburan atau kelemahan dan keberhasilan atau kegagalan,
sehingga lingkungan di sekitar naungan pohon dapat mempengaruhi
kehidupan organisme yang ada di bawahnya (Polunin, 1990).
Faktor abiotik yang mempengaruhi tumbuhan diantaranya adalah
cahaya, derajat keasaman (pH) tanah, suhu atau temperatur kelembaban
tanah dan curah hujan. Cahaya merupakan faktor esensial untuk
fotosintetis dan beberapa proses reproduksi, banyaknya cahaya pada suatu
tempat bergantung pada lamanya penyinaran, agihan waktu, intensitas
cahaya dan kualitas cahaya yang diterima (Polunin, 1990). Tumbuhan
tanggap akan berbagai panjang gelombang sinar, dimana laju fotosintetis
bervareasi dengan panjang gelombang yang berbeda (Odum, 1998).
Cahaya merupakan faktor pembatas, jumlah cahaya yang menembus
melalui sudut hutan akan menentukan lapisan atau tingkatan hutan yang
terbentuk oleh pepohonannya, keadaan ini mencerminkan kebutuhan 2
tumbuhan terhadap cahaya yang berbeda-beda. Cahaya mempunyai
pengaruh baik lansung maupun tidak langsung, pengaruh pada
metabolisme secara langsung melalui fotosintetis serta secara tidak
langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan. Cahaya juga memiliki
peranan penting dalam penyebaran dan pembungaan tumbuhan,
kebutuhan cahaya untuk masing-masing jenis tumbuhan berbeda-beda
tergantung pada jenisnya (Fitter, 1992) Pertumbuhan tumbuhan juga
dipengaruhi pH tanah, tanah yang berada di daerah beriklim basah
memliki pH yang rendah, dengan berjalannya waktu tingkat keasaman
tanah tersebut semakin meningkat. Sebaliknya, tanah yang berada di
daerah yang beriklim kering memiliki pH yang tinggi, dikarenakan
penyerapan unsur-unsur basa oleh tanah tersebut. pH tanah hanya
merupakan ukuran intensitas keasaman, bukan kapasitas dan jumlah
unsur hara (Darmawijaya, 1990 dalam Wijayanto 2012).
Menurut Krebs (1978), pH tanah merupakan faktor utama yang
mempengaruhi distribusi tumbuhan, untuk menciptakan pertumbuhan dan
reproduksi optimal dari tumbuhan diperlukan pH tertentu. pH yang
dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan bereproduksi secara
optimal adalah 6,5, dikarenakan pada pH ini dapat memberikan
ketersediaan unsur hara yang besar untuk pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan. Nilai pH tanah mempengaruhi ketersediaan N, P, K, Ca dan
unsur-unsur lainnya. Tanah disebut asam apabila pHnya kurang dari 7,
netral bila sama dengan 7 dan basa bila lebih dari 7 (Buckman, dan
Brady, 1982 dalam Wijayanto, 2012) Suhu atau temperatur sangat
penting, karena suhu menentukan kecepatan reaksi-reaksi dan kegiatan-
kegiatan kimiawi yang mencakup kehidupan. Tumbuhan yang
beranekaragam teradaptasi secara berbeda-beda terhadap keadaan suhu
berdasarkan faktor pembatas masing-masing spesies terhadap suhu,
demikian pula untuk komponen-komponen fungsi fisiologinya, walaupun
suhu dapat berubah dengan variasi pada kondisi yang berbeda menurut
keadaan tumbuhan (Polunin, 1990). Suhu merupakan faktor pembatas
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan dan
tumbuhan di suatu tempat.
3) Parameter Kuantitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan
Untuk kepentingan deskripsi suatu vegetasi diperlukan
minimal tiga macam parameter kuantitatif anatara lain densitas
(kerapatan), frekuensi, dan kerimbunan. Kerimbunan yang
dimaksudkan oleh Kusamana (1977) adalah sebagian dari
parameter dominansi.Kerimbunan adalah daerah yang ditempati
oleh tetumbuhan dan dapat dinyatakan dengan salah satu atau
kedua-duanya dari penutupan dasar (basal cover) dan penutupan
tajuk (canopy cover) (Indriyanto, 2006).
Kusmana (1997) mengemukakan bahwa dalam penelitian
ekologi hutan pada umumnya para peneliti ingin mengetahui
spesies tetumbuhan yang dominan yang memberi ciri utama
terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan.Berbagai jenis
tumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan
mengukur dominansi tersebut.Ukuran dominansi dapat dinyatakan
dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan
tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan perbandingan nilai
penting (summed dominance ratio).
Di sisi lain, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan komunitas tumbuhan, baik dari
segi struktir komunitas maupun tingkat kesamaannya dengan
komunitas lain. Parameter yang dimaksud meliputi indeks
keanekaragaman spesies dan indeks kesamaan komunitas
(Indriyanto, 2006).
a. Densitas (kerapatan)
Menurut Fachrul (2007) densitas adalah jumlah individu per satuan luas
atau per unit volume. Dengan kata lain densitas merupakan jumlah individu
organisme per satuan ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan
istilah yang sering digunakan adalah kerapatan dengan notasi K. Dengan
demikian, densitas spesies ke-i dapat dihitung sebagai K-i dan densitas relatif
setiap spesies ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung sebagai KR-i:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (𝑖)
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎𝑙
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
b. Frekuensi
c. Dominansi (Dominance)
Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang
mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara
banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang
dominan. Parameter vegetasi dominan dapat diketahui dengan kerimbunan
(Fachrul, 2007):
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎𝑙
Faktor Abiotik :
Tegakan Klp 7 Klp 8 Klp 9
Suhu (oC) 22 20 21
kelembaban (%) 80 85 82
kecepatan angin
(m/s) 1.1 0.8 <0.1
intensitas cahaya
(lux) 355 1765 5.3
Pasir Liat
tekstur tanah Liat berlempung Berpasir
pH tanah 6.5 6.1 7
kelembaban Tanah
(%) 40 30 10
B. ANALISIS DATA
pengambilan data.
HERBA klmpk
PLOT LPP (m) DENSITAS DOMINAS FREKUENSI
1
Kelompok 1 JML FREKUE JML Luas
NILAI Indeks
(Hutan INDIVI NSI Penutupan Rank
PENTING Shannon
Cendani) 1 2 3 DU PLOT 1 2 3 Plot ABSOLUT RELATIF ABSOLUT RELATIF ABSOLUT RELATIF
LM(2x2) JM
(1)
Spathoglotis sp. 13 15 6 34 3 0.4 0.8 0.2 1.4 2.83 28.57 0.12 31.96 1.00 16.67 77.20 2 -0.36
2. B 38 7 8 63 3 1.4 0.2 0.2 1.8 5.25 52.94 0.15 41.10 1.00 16.67 110.70 1 -0.34
Piper sp. 2 0 1 3 2 0.4 0 0.2 0.6 0.25 2.52 0.05 13.70 0.67 11.11 27.33 3 -0.09
4. D 6 1 0 7 2 0.04 0.04 0 0.08 0.58 5.88 0.01 1.83 0.67 11.11 18.82 4 -0.17
5. E 1 0 0 1 1 0.08 0 0 0.08 0.08 0.84 0.01 1.83 0.33 5.56 8.22 7 -0.04
6. F 1 0 0 1 1 0.04 0 0 0.04 0.08 0.84 0.00 0.91 0.33 5.56 7.31 9 -0.04
7.G 1 0 0 1 1 0.08 0 0 0.08 0.08 0.84 0.01 1.83 0.33 5.56 8.22 7 -0.04
8.H 3 1 0 4 2 0.08 0.04 0 0.12 0.33 3.36 0.01 2.74 0.67 11.11 17.21 6 -0.11
9.I 1 3 0 4 2 0.08 0.08 0 0.16 0.33 3.36 0.01 3.65 0.67 11.11 18.13 5 -0.11
Zingberaceae
sp. 0 1 0 1 1 0 0.02 0 0.02 0.08 0.84 0.00 0.46 0.33 5.56 6.85 10 -0.04
Jumlah 66 28 15 119 18 6 1.18 0.6 4.38 9.92 100.00 0.37 100.00 6.00 100.00 300.00 -1.34
kelompok 2 Herba(
pinus ) Plot Jumlah LPP
Frek LPS
Ind densitas densitas dominan dominan frekuensi frekuensi nilai Index
LM 4x4, JM 4 1 2 3 4 1 2 3 4 absolut relatif absolut relatif absolut relatif penting pi SW
1. spesies A 167 125 32 78 402 4 24.56 9.6 9.2 1.28 4.48 6.3 10.3 0.4 19.8 1 8 38.14 0.10 -0.23
2. spesies B 600 400 288 672 1960 4 43.6 12.8 9.6 6.9 14.3 30.6 50.3 0.7 35.2 1 8 93.49 0.50 -0.35
3. spesies C 57 76 53 186 3 7.44 2.28 3.04 2.12 2.9 4.8 0.1 6.0 0.75 6 16.78 0.05 -0.15
4. spesies D 1 1 80 82 3 1.64 0.02 0.02 1.6 1.3 2.1 0.0 1.3 0.75 6 9.43 0.02 -0.08
5. spesies E 1 19 3 7 30 4 1.2 0.04 0.76 0.12 0.28 0.5 0.8 0.0 1.0 1 8 9.74 0.01 -0.04
6. spesies F 545 400 28 36 1009 4 21.33 11.2 8 1.4 0.73 15.8 25.9 0.3 17.2 1 8 51.11 0.26 -0.35
7. spesies G 8 6 14 2 0.56 0.32 0.24 0.2 0.4 0.0 0.5 0.5 4 4.81 0.00 -0.02
8. spesies H 2 4 2 8 3 0.64 0.16 0.32 0.16 0.1 0.2 0.0 0.5 0.75 6 6.72 0.00 -0.01
9. spesies I 0.0 0.0 0.0 0.0 0 0 0.00 0.00
10. spesies J 7 1 8 2 2.74 2.4 0.34 0.1 0.2 0.0 2.2 0.5 4 6.42 0.00 -0.01
11. spesies K 26 4 3 33 3 2.02 1.6 0.24 0.18 0.5 0.8 0.0 1.6 0.75 6 8.48 0.01 -0.04
12. spesies L 10 1 11 2 2.64 2.4 0.24 0.2 0.3 0.0 2.1 0.5 4 6.41 0.00 -0.02
13. spesies M 6 112 118 2 9.44 0.48 8.96 1.8 3.0 0.1 7.6 0.5 4 14.65 0.03 -0.11
14. spesies N 1 1 1 0.04 0.04 0.0 0.0 0.0 0.0 0.25 2 2.06 0.00 0.00
15. spesies O 1 1 1 0.04 0.04 0.0 0.0 0.0 0.0 0.25 2 2.06 0.00 0.00
16. spesies P 4 1 4 9 3 2.52 1.12 0.28 1.12 0.1 0.2 0.0 2.0 0.75 6 8.27 0.00 -0.01
17. spesies Q 1 7 8 2 0.64 0.08 0.56 0.1 0.2 0.0 0.5 0.5 4 4.72 0.00 -0.01
18. spesies R 2 2 1 0.08 0.08 0.0 0.1 0.0 0.1 0.25 2 2.12 0.00 0.00
19. spesies S 1 1 1 0.08 0.08 0.0 0.0 0.0 0.1 0.25 2 2.09 0.00 0.00
20. spesies T 3 3 1 0.24 0.24 0.0 0.1 0.0 0.2 0.25 2 2.27 0.00 -0.01
21. spesies U 0.0 0.0 0.0 0.0 0 0 0.00 0.00
22. spesies V 6 6 1 1.6 1.6 0.1 0.0 1.3 0.25 2 3.29 0.00 -0.01
23. spesies W 0.0 0.0 0.0 0 0 0.00 0.00
24. spesies X 0.0 0.0 0.0 0 0 0.00 0.00
25. spesies Y 3 3 1 0.48 0.48 0.0 0.0 0.4 0.25 2 2.39 0.00 -0.01
26. spesies Z 2 2 1 0.16 0.16 0.0 0.0 0.1 0.25 2 2.13 0.00 0.00
27. spesies AA 1 1 1 0.16 0.16 0.0 0.0 0.1 0.25 2 2.13 0.00 0.00
3898 60.9 1.9 12.5 -1.47
Plot LPP
LM; 3x3 JM; 3 jumlah densitas
Frek. Plot LPS (total) densitas relatif dominansi absolut dominan
1 2 3 individu 1 2 3 absolut
kelompok 3 (hutan campuran) Herba
1.Davalliadenticulata 11 105 15 131 3 7.2 1.8 3.6 1.8 4.9 66% 0.27 59
2. spesies B 3 3 6 2 0.36 0.09 0.27 0.2 3% 0.01 2.9
3. spesies C 1 1 1 0.09 0.09 0.0 1% 0.00 0.7
4. spesies D 3 1 3 7 3 0.405 0.27 0.045 0.09 0.3 4% 0.02 3.3
5. spesies E 13 1 14 2 1.39 1.35 0.04 0.5 7% 0.05 11.3
6. spesies F 2 2 1 0.09 0.09 0.1 1% 0.00 0.7
7.Euphatoriumriparium 1 1 1 0.045 0.045 0.0 1% 0.00 0.3
8. spesies H 1 1 1 0.045 0.045 0.0 1% 0.00 0.3
9.Impatientplatypetalla 2 1 3 2 0.135 0.09 0.045 0.1 2% 0.01 1.1
10. spesies J 6 6 1 0.25 2.25 0.2 3% 0.01 2.0
11. spesies K 2 2 1 0.36 0.36 0.1 1% 0.01 2.9
12. spesies M 3 3 1 0.9 0.9 0.1 2% 0.03 7.3
13. spesies O 5 5 1 0.45 0.45 0.2 3% 0.02 3.6
14. spesies P 3 1 4 2 0.09 0.45 0.045 0.1 2% 0.00 0.7
15. spesies Q 2 2 1 0.09 0.09 0.1 1% 0.00 0.7
16. spesies R 1 1 1 0.09 0.09 0.0 1% 0.00 0.7
17. spesies S 4 1 5 2 0.046 0.045 0.01 0.2 3% 0.00 0.3
18. spesies T 2 2 1 0.045 0.045 0.1 1% 0.00 0.3
19.Selaginellakraussiana 2 2 1 0.108 0.108 0.1 1% 0.00 0.8
20. spesies W 1 1 1 0.045 0.045 0.0 1% 0.00 0.3
Total 199 29 12.234 7.56 3.928 3.16 7.37 100% 0.4531 100
Kel 5 Semak Pinus (4x4 ; 2) Plot Jumlah LPP Densitas Densitas Dominasi Dominasi Frekuensi Frekuensi nilai Indeks
FP LPS (Total)
Spesies 1 2 3 Individu 1 2 3 Absolut relatif(%) Absolut Relatif absolut Relatif penting SW
A. Clidemia hirta 6 9 5 20 3 1.750 1 0.5 0.25 0.088 5.08 0.04 35.2 1.0 27.27 67.51 -0.34
B. Caliandra partoricensis 1 4 1 6 3 0.725 0.063 0.0375 0.625 0.12 7.02 0.02 14.6 1.0 27.27 48.85 -0.29
C. Melastoma candidum - - 5 5 1 1 1 0.20 11.61 0.02 20.1 0.3 9.09 40.79 -0.26
D. - - 4 4 1 0.25 0.25 0.06 3.63 0.01 5.0 0.3 9.09 17.74 -0.23
F. Phyllostachys aurea 1 - - 1 1 1 1 1.00 58.06 0.02 20.1 0.3 9.09 87.24 -0.09
H. 2 - - 2 1 0.003 0.003 0.00 0.09 0.00 0.1 0.3 9.09 9.24 -0.15
I. Phymosia sp. - 1 - 1 1 0.25 0.25 0.25 14.52 0.01 5.0 0.3 9.09 28.63 -0.09
39 1.722 100.00 0.10 100.0 3.7 100.00 300 1.4676
3x3 ; 2 733
Spesies F 1 1 2 0, 95 0, 95
Spesies G 1 2 3 3 0, 95 1, 77 2, 72
Spesies H 3 3 2 1, 65 1, 65
Spesies K 6 6 2 3, 8 3, 8
Spesies L 1 1 2 3 0, 95 1, 13 2, 08
132
5694.51
Dominasi DOMINANSI DENSITAS DENSITAS FREKUENSI FREKUENSI NILAI
Absolut RELATIF ABSOLUT RELATIF ABSOLUT RELATIF PENTING
Klp 7, Hutan
Petung LM 16x16; PLOT LPP densitas dominansi frekuensi
JM 1 JUMLAH FREKUENSI LPS nilai indeks
rank
INDIVIDU PLOT (TOTAL) penting sw
Tegakan 1 2 1 2 absolut relatif absolut relatif absolut relatif
1. BAMBU
PETUNG 1 3 4 2 83.32 20.42 62.9 0.01 16.67 0.16 23.81 1 14.29 54.76 1 -0.30
(Dendrocalamus
asper)
2. JAMBU BIJI
3 - 3 1 2.35 2.35 - 0.01 12.50 0.00 0.67 0.5 7.14 20.31 7 -0.26
(Psidium guajava)
3. PUSPA (Schima
2 3 5 2 58.76 28.26 30.5 0.01 20.83 0.11 16.79 1 14.29 51.91 2 -0.33
wallichii)
4. KAYU PUTIH
(Melaleuca 1 - 1 1 50.24 50.24 - 0.00 4.17 0.10 14.36 0.5 7.14 25.67 4 -0.13
leucadendra)
5. SENGGANI
(Melastoma 2 - 2 1 32.19 32.19 - 0.00 8.33 0.06 9.20 0.5 7.14 24.68 5 -0.21
malabathricum)
6. POHON U 1 - 1 1 19.64 19.64 - 0.00 4.17 0.04 5.61 0.5 7.14 16.92 9 -0.13
7. POHON V 1 - 1 1 50.28 50.28 - 0.00 4.17 0.10 14.37 0.5 7.14 25.68 3 -0.13
8. POHON I 1 - 1 1 7.07 7.07 - 0.00 4.17 0.01 2.02 0.5 7.14 13.33 11 -0.13
9. POHON W 1 - 1 1 0.78 0.78 - 0.00 4.17 0.00 0.22 0.5 7.14 11.53 12 -0.13
10. BAMBU APUS
- 2 2 1 26.68 - 26.68 0.00 8.33 0.05 7.62 0.5 7.14 23.10 6 -0.21
(Gigantochloa apus)
11. POHON mirip
- 2 2 1 7.6 - 7.6 0.00 8.33 0.01 2.17 0.5 7.14 17.65 8 -0.21
sengon
12. BAMBU
- 1 1 1 11 - 11 0.00 4.17 0.02 3.14 0.5 7.14 14.45 10 -0.13
BONGGOL
Jumlah 24 349.9 211.23 138.7 -2.30