Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI HUTAN

Nama : Charellibra Willy Octavian NIM: H1020017


Kelas: A

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
BAB I

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era globalisasi saat ini, banyak dari generasi bangsa yang acuh tak
acuh mengenai lingkungan sekitarnya, salah satunya mengenai
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati sendiri secara garis besar
merupakan sekumpulan sumber daya alam hayati seperti tumbuhan dan hewan
pada suatu ekosistem yang meliputi jumlah maupun frekuensinya. Menurut
Mardiastuti (1999), keanekaragaman hayati merupakan suatu kelimpahan
tumbuhan dan hewan yang ada di muka bumi.
Banyaknya kenaekaragam tersebut sangatlah menguntungkan bagi
jalannya suatu ekosistem. Namun, disisi lain juga perlu adanya pihak ketiga
yang mampu menjaga keseimbangan keanekaragaman hayati yang ada. Salah
satu cara yang dapat dilakukan dengan melakukan sebuah konservasi hutan.
Namun sebuah tindakan konservasi hutan tidak akan berjalan dengan
maksimal jika tidak dibarengi dengan upaya pengelolaan kawasan yang
optimal dan terarah.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan
analisis vegetasi guna menghindari adanya degradasi keanekaragaman
tumbuhan pada suatu ekosistem. Hal ini dapat terjadi karena banyak ekowisata
yang digunakan sebagai sarana rekreasi keluarga, outbond, dan terkadang
cenderung mengalami pengalihan lahan. Efek yang ditimbulkan nantinya akan
memunculkan vegetasi-vegetasi invasif yang memiliki daya adaptasi lebih
tinggi dan mampu bersaing dengan tumbuhan lainnya sehingga menyebabkan
kepunahan pada spesies lokal dan langka. Oleh karena itu, pentingnya
pengelolaan kawasan yang optimal dan terarah sangatlah dibutuhkan, salah
satunya dengan cara analisis vegetasi.
1.2 Tujuan
1. Menganalisis komposisi dan struktur vegetasi di kawasan hutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian umum vegertasi adalah sekumpulan tumbuhan yang terdiri dari


beberapa jenis serta habitus yang hidup dalam suatu kawasan yang sama.
setiap individu vegetasi memiliki hubungan yang berkesinambungan satu
dengan yang lainnya untuk menunjang kehidupan masing-masing tumbuhan.
Menurut Soekotjo (1978), pengertian dari vegetasi ini jika ditekankan ke
dalam hubungan yang erat antar komponen organisme dan lingkungan bisa
juga disebut sebagai ekosistem.
Menurut Soerianegara (1970), masyarakat tumbuhan terbentuk melalui
beberapa tahap invasi tumbuhan, dimulai dari tahap adaptasi, agregasi,
persaingan, penguasaan, reaksi, hingga stabilitasi. Vegetasi yang mantap tidak
serta merta tercipta dari waktu yang singkat. Perlu adanya suksesi yang
merupakan proses biologi sehingga vegetasi dapat tumbuh dalam keadaan
stabil dan mantap. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
komposisi suatu vegetasi, yaitu flora, habitat, dan juga waktu.
Namun, faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap vegetasi tumbuhan
di suatu wilayah adalah faktor lingkungan dan iklim. Tumbuhan akan
beradaptasi terhadap lingkungan yang ia tempati. Akhirnya, banyak dikenal
adanya hubungan antara bentuk morfologis tumbuhan dengan faktor
lingkungan. Hal ini juga menyebabkan adanya formasi khas untuk daerah
iklim yang bersangkutan.
Banyak dari kita yang mungkin mengenal vegetasi tumbuhan hanya
sebatas istilah-istilah umumnya, seperti padang rumput, savana, hutan, dan
masih banyak lagi. Hal ini dianggap tidak efektif karena tidak begitu memadai
mengenai dekripsi yang lebih spesifik. Oleh karena itu, setelah adanya
ketidakefektifan tersebut, dikembangkanlah deskripsi vegetasi berdasarkan
komposisi floristik dengan cara membuat daftar jenis suatu komunitas yang
kini lebih dikenal dengan analisis vegetasi. Menurut Whittaker (1974), analisi
vegetasi ini merupakan data yang berguna untuk mengetahui kondisi
keseimbangan komunitas hutan, menjelaskan interaksi di dalam dan antar
spesies, dan memprediksi kecenderungan komposisi tegakan dimasa
mendatang.
Namun, metode ini juga pada saat itu mengalami beberapa kekurangan
diantaranya kesulitan yang ditemukan dalam penggunaan petak ukur untuk
mengambil sampe. Lalu dikembangkanlah cara metode kuadran. Beberapa
parameter yang diperoleh dari penggunaan metode ini adalah jenis kerapatan,
diameter, dan kehadiran. Lalu apabila parameter tersebut telah diolah menjadi
sebuah data maka akan diperoleh Indeks Nilai Penting (INP).
INP sendiri merupakan hasil dari penjumlahan kerapatan relatif,
dominansi relatif, dan frekuensi relatif. Frekuensi suatu jenis menunjukkan
penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Semakin besar nilai frekuensinya
maka semakin merata persebarannya, begitupun sebaliknya. Lalu kerapatan
suatu jenis merupakan jumlah suatu jenis dalam suatu areal. Sedangkan
dominansi jenis adalah parameter yang menunjukkan penguasaan suatu jenis
terhadap jenis lain dalam suatu komunitas.
Indeks Nilai Penting ini secara garis besar menerangkan mengenai
penyebaran vegetasi yang ada. INP dengan nilai terbesar merata pada banyak
jenis lebih baik daripada bertumpuk atau menonjol pada sedikit jenis karena
menunjukkan terciptanya relung (niche) yang lebih banyak, tersebar merata,
spesifik, dan bervariasi. Nilai INP yang merata pada banyak jenis juga sebagai
indikator semakin tingginya kenekaragaman hayati pada suatu ekosistem dan
perkembangan ekosistem yang baik untuk mencapai kestabilan pada tahap
klimaks.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

a. Waktu dan Tempat


 Waktu : Tanggal 21 Desember 2020 (09.00 – 11.00 WIB).
 Tempat : Hutan Kampus.
b. Alat dan Bahan
1. Tali.
2. Tabulasidata.
3. Alat tulis.
4. Pita meter.
5. Kompas.
c. Metode
Analisis vegetasi menggunakan metode jalur berpetak dengan petunjuk
sebagai berikut :
a. Membuat petak ukur untuk tingkat semai dengan luasan 2 m x 2 m.
b. Mebuat petak ukur untuk tingkat pancang dengan luasan 5 m x 5 m.
c. Membuat petak ukur tingkat tiang dengan luasan 10 m x 10 m.
d. Membuat petak ukur tingkat pohon dengan luasan 20 m x 20 m.
e. Mencatat data vegetasi untuk tingkat semai meliputi jenis dan jumlah
individu setiap jenis, sedangkan untuk vegetasi tingkat pancang, tiang
dan pohon variabel yang dicatat dan diukur meliputi jenis dan diameter
(130 cm diatas permukaan tanah).
f. Menghitung Kerapatan Jenis (K) = Jumlah individu suatu jenis / luas
plot pengamatan.
g. Menghitung Kerapatan Relatif (KR) = (Kerapatan suatu
jenis / kerapatan seluruh jenis) x 100%.
h. Menghitung Frekuensi Jenis (F) = Jumlah plot ditemukannya
suatu jenis / Jumlah total plot pengamatan.
i. Menghitung Frekuensi Relatif (FR) = (Frekuensi suatu
jenis / Frekuensi seluruh jenis) x 100%.
j. Menghitung Dominansi Jenis (D) = Luas bidang dasar suatu
jenis / Luas plot pengamatan.
k. Menghitung Dominansi Relatif (DR) = (Dominansi suatu jenis /
Dominansi seluruh jenis) x 100%.

Selanjutnya menghitung nilai Indeks Nilai Penting (INP) untuk


mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan dengan rumus
sebagai berikut :

- Semai : INP = KR + FR.


- Pancang, Tiang, Pohon : INP = KR + FR + DR.

d. Analisis Data
1. Semai plot 1
Jumlah
No. Nama Jenis individu Keterangan

1. Manglid 22 Semai

2. Puspa 11 Semai

3. Rasamala 22 Semai

4. Saninten 17 Semai

5. Kayu Afrika 16 Semai


Semai plot 2

No. Nama Jenis Jumlah individu Keterangan

1. Manglid 25 Semai

2. Puspa 12 Semai

3. Rasamala 21 Semai

4. Saninten 24 Semai

5. Kayu Afrika 11 Semai

2. Pancang, tiang, dan pohon plot 1

No. Nama Jenis Diameter Keterangan

1. Puspa 30 Pohon

2. Saninten 40 Pohon

3. Kayu Afrika 50 Pohon

4. Rasamala 19 Tiang

5. Manglid 10 Tiang
6, Puspa 15 Tiang

7. Rasamala 18 Tiang

8. Saninten 19 Tiang

9. Rasamala 7 Pancang

10. Saninten 8 Pancang

11. Kayu Afrika 9 Pancang

12. Manglid 9 Pancang

13. Puspa 7 Pancang

14. Rasamala 8 Pancang

15. Saninten 9 Pancang

16. Puspa 9 Pancang

17. Rasamala 9 Pancang

18. Saninten 9 Pancang


19. Saninten 7 Pancang

20. Puspa 8 Pancang

21. Rasamala 9 Pancang

22. Saninten 6 Pancang

Pancang, tiang, dan pohon plot 2

No. Nama Jenis Diameter Keterangan

1. Saninten 40 Pohon

2. Manglid 35 Pohon

3. Puspa 50 Pohon

4. Kayu Afrika 19 Tiang

5. Rasamala 10 Tiang

6. Puspa 15 Tiang

7. Ki Racun 18 Tiang

8. Kayu Afrika 9 Pancang


9. Manglid 9 Pancang

10. Puspa 9 Pancang

11. Rasamala 8 Pancang

12. Saninten 9 Pancang

13. Puspa 9 Pancang

14. Rasamala 9 Pancang

15. Saninten 9 Pancang

16. Pinus 7 Pancang

17. Puspa 8 Pancang

18. Mahoni 9 Pancang

19. Saninten 6 Pancang

3. Kerapatan Jenis (K)

K = Jumlah individu jenis / Luas plot Pengamatan

 Luas plot = (20 x 20)m + (20 x 20)m


= 800 m2
SEMAI
a. Manglid : 47/800 = 0,05875
b. Puspa : 23/800 = 0,02875
c. Rasamala : 43/800 = 0,05375
d. Saninten : 41/800 = 0,05125
e. Kayu Afrika : 27/800 = 0,03375
 Jumlah kerapatan jenis = 0,05875 + 0,02875 + 0,05375 + 0,05125
+ 0,03375 = 0,22625

POHON, TIANG, PANCANG


a. Manglid : 4/800 = 0,00500
b. Puspa : 10/800 = 0,01250
c. Rasamala : 9/800 = 0,01125
d. Saninten : 11/800 = 0,01375
e. Kayu Afrika : 4/800 = 0,00500
f. Ki Racun : 1/800 = 0,00125
g. Pinus : 1/800 = 0,00125
h. Mahoni : 1/800 = 0,00125
 Jumlah kerapatan jenis = 0,00500 + 0,01250 + 0,01125 + 0,01375
+ 0,00500 + 3 (0,00125) = 0,05125

4. Kerapatan Relatif (KR)

KR = (Kerapatan suatu jenis / Kerapatan seluruh


jenis) x 100%

SEMAI
a. Manglid : (0,05875 / 0,22625) x 100% = 25,96%
b. Puspa : (0,02875 / 0,22625) x 100% = 12,70%
c. Rasamala : (0,05375 / 0,22625) x 100% = 23,75%
d. Saninten : (0,05125 / 0,22625) x 100% = 22,65%
e. Kayu Afrika : (0,03375 / 0,22625) x 100% = 14,91%
POHON, TIANG, PANCANG
a. Manglid : (0,00500 / 0,05125) x 100% = 9,75%
b. Puspa : (0,01250 / 0,05125) x 100% = 24,39%
c. Rasamala : (0,01125 / 0,05125) x 100% = 21,95%
d. Saninten : (0,01375 / 0,05125) x 100% = 26,82%
e. Kayu Afrika : (0,00500 / 0,05125) x 100% = 9,75%
f. Ki Racun : (0,00125 / 0,05125) x 100% = 2,43%
g. Pinus : (0,00125 / 0,05125) x 100% = 2,43%
h. Mahoni : (0,00125 / 0,05125) x 100% = 2,43%

5. Frekuensi Jenis (F)

F = Jumlah plot ditemukannya suatu jenis / Jumlah


total plot pengamatan Pengamatan

SEMAI
a. Manglid :2/2=1
b. Puspa :2/2=1
c. Rasamala :2/2=1
d. Saninten :2/2=1
e. Kayu Afrika :2/2=1
 Jumlah frekuensi seluruh jenis = 5(1) = 5.

POHON, TIANG, PANCANG

a. Manglid :2/2=1
b. Puspa :2/2=1
c. Rasamala :2/2=1
d. Saninten :2/2=1
e. Kayu Afrika :2/2=1
f. Ki Racun : 1 / 2 = 0,5
g. Pinus : 1 / 2 = 0,5
h. Mahoni : 1 / 2 = 0,5
 Jumlah frekuensi seluruh jenis = 5 (1) + 3 (0,5)
= 6,5.

6. Frekuensi Relatif (FR)

K = (Frekuensi suatu jenis / Frekuensi seluruh jenis) x


100%

SEMAI
a. Manglid : (1 / 5) x 100% = 20%
b. Puspa : (1 / 5) x 100% = 20%
c. Rasamala : (1 / 5) x 100% = 20%
d. Saninten : (1 / 5) x 100% = 20%
e. Kayu Afrika : (1 / 5) x 100% = 20%

POHON, TIANG, PANCANG

a. Manglid : (1 / 6,5) x 100% = 15,38%


b. Puspa : (1 / 6,5) x 100% = 15,38%
c. Rasamala : (1 / 6,5) x 100% = 15,38%
d. Saninten : (1 / 6,5) x 100% = 15,38%
e. Kayu Afrika : (1 / 6,5) x 100% = 15,38%
f. Ki Racun : (0,5 / 6,5) x 100% = 7,69%
g. Pinus : (0,5 / 6,5) x 100% = 7,69%
h. Mahoni : (0,5 / 6,5) x 100% = 7,69%

7. Dominansi Jenis (D)

D = Luas bidang dasar suatu jenis / Luas plot


pengamatan

 B = ¼ . π . d2
 Luas plot = Pancang : 2 (5 x 5) = 50 m2.
Tiang : 2 (10 x 10) = 200 m2.
Pohon : 2 (20 x 20) = 800 m2.
o Manglid : 3,14 x 102 / 4 x 200 = 0,3925
o Manglid : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Manglid : 3,14 x 352 / 4 x 800 = 1,2020
o Manglid : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Puspa : 3,14 x 302 / 4 x 800 = 0,8831
o Puspa : 3,14 x 152 / 4 x 200 = 0,8831
o Puspa : 3,14 x 72 / 4 x 50 = 0,7693
o Puspa : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Puspa : 3,14 x 82 / 4 x 50 = 1,0048
o Puspa : 3,14 x 502 / 4 x 800 = 2,4531
o Puspa : 3,14 x 152 / 4 x 200 = 0,8831
o Puspa : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Puspa : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Puspa : 3,14 x 82 / 4 x 50 = 1,0048
o Rasamala : 3,14 x 192 / 4 x 200 = 1,4169
o Rasamala : 3,14 x 182 / 4 x 200 = 1,2717
o Rasamala : 3,14 x 72 / 4 x 50 = 0,7693
o Rasamala : 3,14 x 82 / 4 x 50 = 1,0048
o Rasamala : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Rasamala : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Rasamala : 3,14 x 102 / 4 x 200 = 0,3925
o Rasamala : 3,14 x 82 / 4 x 50 = 1,0048
o Rasamala : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Saninten : 3,14 x 402 / 4 x 800 = 1,5700
o Saninten : 3,14 x 192 / 4 x 200 = 1,4169
o Saninten : 3,14 x 82 / 4 x 50 = 1,0048
o Saninten : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Saninten : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Saninten : 3,14 x 72 / 4 x 50 = 0,7693
o Saninten : 3,14 x 62 / 4 x 50 = 0,5652
o Saninten : 3,14 x 402 / 4 x 800 = 1,5700
o Saninten : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Saninten : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Saninten : 3,14 x 62 / 4 x 50 = 0,5652
o Kayu Afrika : 3,14 x 502 / 4 x 800 = 2,4531
o Kayu Afrika : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Kayu Arfika : 3,14 x 192 / 4 x 200 = 1,4169
o Kayu Afrika : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717
o Ki Racun : 3,14 x 182 / 4 x 200 = 0,1289
o Pinus : 3,14 x 72 / 4 x 50 = 0,7693
o Mahoni : 3,14 x 92 / 4 x 50 = 1,2717

 Dominansi seluruh jenis = 46,6409

8. Dominansi Relatif (DR)

DR = (Dominansi suatu jenis / Dominansi


seluruh jenis) x 100%

o Manglid : (0,3925 / 46,6409) x 100% = 0,84%


o Manglid : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Manglid : (1,2020 / 46,6409) x 100% = 2,57%
o Manglid : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Puspa : (0,8831 / 46,6409) x 100% = 1,89%
o Puspa : (0,8831 / 46,6409) x 100% = 1,89%
o Puspa : (0,7693 / 46,6409) x 100% = 1,64%
o Puspa : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Puspa : (1,0048 / 46,6409) x 100% = 2,15%
o Puspa : (2,4531 / 46,6409) x 100% = 5,25%
o Puspa : (0,8831 / 46,6409) x 100% = 1,89%
o Puspa : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Puspa : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Puspa : (1,0048 / 46,6409) x 100% = 2,15%
o Rasamala : (1,4169 / 46,6409) x 100% = 3,03%
o Rasamala : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Rasamala : (0,7693 / 46,6409) x 100% = 1,64%
o Rasamala : (1,0048 / 46,6409) x 100% = 2,15%
o Rasamala : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Rasamala : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Rasamala : (0,3925 / 46,6409) x 100% = 0,84%
o Rasamala : (1,0048 / 46,6409) x 100% = 2,15%
o Rasamala : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Saninten : (1,5700 / 46,6409) x 100% = 3,36%
o Saninten : (1,4169 / 46,6409) x 100% = 3,03%
o Saninten : (1,0048 / 46,6409) x 100% = 2,15%
o Saninten : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Saninten : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Saninten : (0,7693 / 46,6409) x 100% = 1,64%
o Saninten : (0,5652 / 46,6409) x 100% = 1,21%
o Saninten : (1,5700 / 46,6409) x 100% = 3,36%
o Saninten : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Saninten : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Saninten : (0,5652 / 46,6409) x 100% = 1,21%
o Kayu Afrika : (2,4531 / 46,6409) x 100% = 5,25%
o Kayu Afrika : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Kayu Afrika : (1,4169 / 46,6409) x 100% = 3,03%
o Kayu Afrika : (1,2717 / 46,6409) x 100% = 2,72%
o Ki Racun : (0,1289 / 46,6409) x 100% = 0,27%
o Pinus : (0,7693 / 46,6409) x 100% = 1,64%
o Mahoni : (1,2717 / 46,6409) x 1 00% = 2,72%
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kerapatan Jenis

Kerapatan jenis = (1 ha / luas plot) x jumlah individu

Plot 1

a. Semai : (10.000/4) x 88 = 220.000 ind/ha


b. Pancang : (10.000/25) x 14 = 5.600 ind/ha
c. Tiang : (10.000/100) x 5 = 500 ind/ha
d. Pohon : (10.000/400) x 3 = 75 ind/ha

Plot 2

a. Semai : (10.000/4) x 93 = 232.500 ind/ha


b. Pancang : (10.000/25) x 12 = 4.800 ind/ha
c. Tiang : (10.000/100) x 4 = 400 ind/ha
d. Pohon : (10.000/400) x 3 = 75 ind/ha

Kerapatan ind/ha

250.000

200.000

150.000

100.000

Plot 1
50.000
Plot 2
0
Semai Pancang Tiang Pohon

Grafik 4.1 Kerapatan jenis.


Kerapatan suatu jenis memiliki definisi jumlah jenis vegetasi dalam suatu
areal pengamatan. Pada data praktikum grafikn 4.1 yang telah dituliskan, tertera
bahwa kerapatan jenis tertinggi pada plot pertama diduduki oleh semai yang
kemudian diikuti oleh pancang, tiang, dan pohon. Pada plot pertama tertera
kerapatan jenis semai mencapai 220.000 ind/ha. Hal ini berada jauh diatas
pancang yang hanya tertera sebanyak 5.600 ind/ha saja. Sedangkan pada plot
kedua tampak bahwa semai mencapai 232.500 ind/ha dan berada jauh diatas
pancang yang hanya sebanyak 4.800 ind/ha. Hal ini juga membuktikan bahwa
tumbuhan kecil semacam semai memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan
yang lebih tinggi dibandingkan saat telah menjadi pohon.

4.2 Distribusi jumlah jenis

Jumlah jenis

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Plot 1
Plot 2

Semai Pancang Tiang Pohon

Grafik 4.2 Distribusi Jumlah Jenis

Pola distribusi jenis ini memiliki sangkut paut dengan INP. Adanya nilai
INP nantinya yang memiliki kisaran paling tinggi dibandingkan jenis lainnya,
maka akan berakibat pada perubahan pola distribusi jenis. Sehingga nantinya akan
menurunkan kemerataan jenis lainnya. Pada grafik 4.2 nampak bahwa semai pada
plot 1 maupun 2 memiliki distribusi jumlah jenis yang sangat tinggi jika
dibandingkan dengan yang lainnya. Distribusi jumlah jenis pada plot pertama
nampak bahwa jumlahnya 88, sedangkan pada plot kedua berjumlah 93.
Sementara data pada pancang, tiang dan pohon antara plot 1 dengan plot 2 hanya
memiliki selisih yang terbilang sedikit. Pada pancang di plot 1 memiliki distribusi
jumlah 14 sedangkan pada plot 2 berjumlah 12. Lalu pada vegetasi tiang yang
terdapat pada plot 1 berjumlah 5 dan pada plot 2 berjumlah 4. Dan data yang
terakhir mengenai vegetasi pohon yang pada plot 1 dan 2 sama-sama berjumlah 3.

4.3 Tabel Indeks Nilai Penting (INP)

 Semai

No. Nama Latin Nama KR FR INP


Lokal
(%) (%) (%)

1. Manglieta glauca Manglid 25,96 20 45,96


BI.

2. Schima wallichii Puspa 12,70 20 32,70


(D.C.) Korth.

3. Altingia excelsa Rasamala 23,75 20 43,75

4. Castanopsis Saninten 22,65 20 42,65


argentea Blume
A.D.C.

5. Maesopsis eminii Kayu 14,91 20 34,91


Afrika
 Pohon, pancang, dan tiang

No. Nama latin Nama KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)


lokal

1. Manglieta Manglid 9,75 15,38 8,85 33,98


glauca BI.

2. Schima Puspa 24,39 15,38 25,02 64,79


wallichii
(D.C.)
Korth.

3. Altingi Rasamala 21,95 15,38 20,69 58,02


a
excelsa

4. Castanopsis Saninten 26,82 15,38 26,84 69,04


argentea
Blume
A.D.C.

5. Maesopsi Kayu 9,75 15,38 13,72 38,85


s eminii Afrika

6. Macropna Ki Racun 2,43 7,69 0,27 10,39


x
dispermum
7. Pinus merkusii Pinus 2,43 7,69 1,64 11,76

8. Swietenia Mahoni 2,43 7,69 2,72 12,84


mahagoni (L.)
Jacq.

Indeks Nilai Penting (INP) secara garis besar memiliki arti penguasaan
suatu jenis terhadap spesies lainnya. INP ini merupakan hasil penjumlahan dari
kerapatan relatif dengan frekuensi relatif jika digunakan untuk menghitung
vegetasi semai. Lalu pada pohon, pancang, tiang INP berasal dari penjumlahan
kerapatan relatif, dominansi relatif, dan frekuensi relatif. Hasil yang diperoleh dari
praktikum ini bahwa pada tingkat semai vegetasi yang dominasi vegetasinya
terbilang merata. Hal ini menunjukkan terciptanya sebuah relung yang lebih
banyak, tersebar, dan merata.

Lalu hasil yang diperoleh dari praktikum ini untuk vegetasi pohon
nampak bahwa Pohon Saninten lebih mendominasi dibandingkan pohon lainnya.
Kemudian disusul pada posisi selanjutnya yaitu Pohon Puspa, Rasamala, Kayu
Afrika, Manglid, Mahoni, Pinus, dan diurutan terakhir adalah Ki Racun. Hal ini
sebenarnya membuktikan bahwa vegetasi pohon ini tidak begitu merata karena
angka INP-nya yang terbilang cukup jauh antara satu pohon dengan pohon
lainnya.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan serta praktikum yang telah dilaksanakan kali ini, dapat
disimpilkan bahwa :

1. Vegetasi yang terdapat di sekitar area praktikum serta memiliki kerapatan


paling tinggi berasal dari vegetasi semai. Nampak bahwa jumlah kerapatan
vegetasi semai berjumlah 454.500 ind/ha pada plot 1 dan 2.
2. Pertumbuhan serta perkembangan semia jauh lebih cepat dibandingkan
dengan vegetasi yang telah menjadi pohon.
3. Vegetasi yang mendominasi distribusi jumlah jenis berasal dari vegetasi
semai dengan jumlah 88 jenis pada plot pertama dan 93 jenis pada plot
kedua.
4. Pada vegetasi semai nilai INP-nya hampirf sama dan tidak terpaut jauh
tiap angkanya. Hal ini membuktikan bahwa vegetasi yang ada merata.
5. Pada vegetasi pohon, tiang, pancang nilai INP-nya terbilang cukup jauh
perbedaan angka yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi yang ada
tidaklah begitu merata dan beberapa hanya dikuasai tumbuhan invasif.
DAFTAR PUSTAKA

Ismaini Lily, dkk. 2015. Analisis Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan di


Gunung Dempo, Sumatera Selatan. PROS SEM NAS MASY BIODIV
INDON. 1(6). 1397-1402.

Kainde. R. P, dkk. 2011. Analisis Vegetasi Hutan Lindung Gunung Tumpa.


Eugenia. 17(3). 2-10.

Martono, Djoko Setyo. 2012. Analisis Vegetasi dan Asosiasi Antara Jenis-Jenis
Pohon Utama Penyusun Hutan Tropis Dataran Rendah di Taman
Nasional Gunung Rinjani Nusa Tenggara Barat. Agri-tek. 13(2). 18-27.

Setyawan, Ahmad Dwi. 2000. Tumbuhan Epifit pada Tegakan Pohon Schima
wallichii (D.C.) Korth. di Gunung Lawu. Biodiversitas. 1(1). 14-20.

Solfiyeni, dkk. 2016. Analisis Vegetasi Tumbuhan Invasif di Kawasan Cagar


Alam Lembah Anai, Sumatera Barat. Proceding Biology Education
Conference. 13(1). 743-747.

Slamet Arif Susanto, dkk. 2018. Komposisi Jenis Tumbuhan di Tanah Alluvial
Lahan Bera Diperkaya Womnowi, Distrik Sidey Manokwari.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA UNIPA. 22-32.

Anda mungkin juga menyukai