Anda di halaman 1dari 21

Penatalaksanaan Tromboemboli Vena Pada Kanker

PENDAHULUAN

Tromboemboli vena (TEV) merupakan kondisi medis di mana terjadi


bentukan trombus pada sistem vena. Kebanyakan TEV terjadi pada ekstremitas
bawah dibandingkan dengan emboli paru. TEV adalah kejadian di mana
pergerakan trombus terhambat oleh plak aterosklerotik. Sumbatan plak
aterosklerotik ini dapat terjadi pada arteri dan vena. Penyumbatan pada TEV
menyebabkan agregasi trombosit dan bentukan fibrin yang menyebabkan
pembentukan trombus sementara atau permanen di pembuluh darah vena.
Pembentukan trombus bisa terjadi terutama pada katup vena dan pada pasien
pasca operasi. Selain itu, aliran darah juga berpengaruh pada kejadian TEV.
Bekuan darah dapat menyumbat pembuluh darah secara parsial atau total.
(Harrison T, 2022).

Tromboemboli vena terdiri dari thromboemboli vena dalam (TVD) dan


emboli paru (EP) (Harrison T, 2022). TEV merupakan kondisi yang mengancam
jiwa, terutama pada pasien kanker. Penderita kanker sembilan kali lebih rentan
terkena TEV dibandingkan dengan populasi non-kanker. Pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi, angka kejadiannya melonjak lebih tinggi dibandingkan
yang tidak melakukan kemoterapi (Karmel L, 2018).

TEV dan EP adalah permasalahan trombosis yang paling sering pada


pasien kanker (Schmaier et al., 2018). TEV dapat merupakan tanda dari kanker
yang tersembunyi. (Nicholson et al., 2020). Komplikasi TEV pada kanker
biasanya terjadi dan merupakan penyebab kematian kedua pada populasi kanker
(Galioto et al., 2011). Sebanyak 15% pasien TEV mempunyai diagnosis kanker.
TEV sering didapatkan pada pasien kanker akibat tirah baring dan imobilisasi
yang lama. Selain itu, tumor dapat menyumbat dan memperlambat aliran darah
pasien kanker. TEV pasca operasi bedah memiliki peningkatan risiko dua kali
lipat. Kateter intravena kronis juga mempercepat terjadinya trombus. Breakthrouh

1
VTE atau recurrent VTE banyak yang muncul pada kanker stadium tinggi
(Schmaier et al., 2018).

FISIOLOGI KASKADE

Jejas Pembuluh Darah Fase 1

Fase hemostasis normal meliputi beberapa komponen, yaitu trombosit sel


darah merah, monosit, protein plasma (faktor fibrinolitik dan koagulasi), dan
dinding pembuluh darah. Fase ini diawali dari pembentukan platelet plug pada
daerah yang rusak, biasanya pada permukaan intima vaskuler (Harrison T, 2022).

Kerusakan pembuluh darah akan memicu keluarnya kolagen dan trombosit


yang akan beragregasi dan terikat dengan kolagen. Faktor pembekuan lain seperti
fibrin berkumpul berdekatan menjadi apa yang disebut trombus. Pada saat
pembekuan, terdapat dua faktor pembekuan yang terlibat, yaitu faktor intrinsik
dan ekstrinsik.

Pembentukan Bekuan Fibrin

Protein koagulasi plasma biasanya beredar di sirkulasi dalam bentuk


inaktif yang akan diaktifkan melalui rangkaian proses atau yang disebut ‘kaskade
pembekuan darah’. Kaskade ini melibatkan faktor ekstrinsik dan intrinsik.
Proses ekstrinsik dan intrinsik ini terjadi di permukaan trombosit yang teraktivasi
pada permukaan fosfolipidnya.

2
Pemicu cepat dari koagulasi adalah kerusakan pembuluh darah yang
mengarahkan darah pada faktor jaringan/tissue factor (TF) yang terjadi di
komponen seluler subendotelial seperti sel otot halus dan fibroblast. TF ada pada
mikropartikel yang bersirkulasi di pembuluh darah termasuk monosit dan
trombosit. TF mengikat serine protease factor VIIIa. Kompleks ini lalu
mengaktivasi faktor X menjadi Xa. Faktor XIa lebih berfungsi pada penguatan
dan pembentukan bekuan darah.

Faktor intrinsik meliputi faktor XII yang teraktivasi menjadi XIIa. Faktor
XIIa membantu perubahan faktor XIa. XIa membantu perubahan faktor IX
menjadi IXa. Dari jalur lain, faktor VIII teraktivasi menjadi VIIIa, yang kemudian
membantu pembentukan X menjadi Xa. Faktor Xa, dibantu oleh faktor Va dari
faktor V, merubah protrombin menjadi trombin. Trombin akan merubah
fibrinogen menjadi fibrin (Harrison T, 2022).

Jalur ekstrinsik berguna untuk mengawali kaskade koagulasi. TF


dilepaskan dari jaringan yang rusak. Faktor VII diubah menjadi faktor VIIa, dan
bersama dengan TF akan bergabung untuk merubah faktor X menjadi faktor Xa.
Trombin yang menumpuk dapat menjadi umpan balik negatif pada pembentukan
faktor XII, VIII, dan V (Harrison T, 2022).

3
Kompleks Glycoprotein (Gp) IIb/IIIa (α IIbβ3) pada trombosit adalah
reseptor paling banyak yang terdapat pada permukaan trombosit. Perlekatan
trombosit menyebabkan aktivasi dan agregasi selanjutnya. Proses ini melibatkan
mediator humoral di plasma. Trombosit yang berada di dekat daerah kerusakan
dapat dengan cepat membentuk plug dengan bantuan jaringan padat dari
gabungan fibrinogen interseluler (Harrison T, 2022).

TF juga terdapat pada mikropartikel yang bersirkulasi dari sel-sel monosit


dan trombosit. TF mengikat serine protease factor VIIa yang merubah faktor X
menjadi faktor Xa. Kompleks ini akan mengaktivasi faktor X secara tidak
langsung dengan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa yang kemudian
mengaktivasi faktor X. Faktor XI tergantung pada sinyal umpan balik positif dari
trombin. Faktor XIa berfungsi pada penguatan kaskade koagulasi. Trombin
mengaktivasi faktor XIII (faktor stabilisasi fibrin) menjadi faktor XIIIa yang
menstabilkan bekuan fibrin. (Harrison T, 2022)

Sel endotel memiliki berbagai efek antitrombotik karena memproduksi


prostasiklin, nitrogen oksida, dan ectoADPase/CD39 yang menghambat
pengikatan trombosit, sekresi, dan agregasi. Sel endotel juga memproduksi faktor
antikoagulan seperti heparan proteoglikan, inhibitor jalur TF, dan trombomodulin.
Sel endotel mengaktivasi mekanisme fibrinolitik melalui jalur produksi aktivator
plasminogen, urokinase, inhibitor aktivator plasminogen, dan annexin-2. Trombin
yang ada dapat mengubah fibrinogen ke fibrin. Berkumpulnya tiga kompleks yang
terdiri dari fibrin, plasminogen, dan tissue plasminogen activator (tPA)membantu
interaksi antara plasminogen dan tPA serta mempercepat laju aktivasi
plasminogen ke plasmin (Harrison T, 2022).

4
Trombin merupakan kunci dalam koagulasi, sedangkan plasmin adalah
protease utama pada sistem fibrinolitik. Plasmin menghancurkan fibrin menjadi
lebih kecil. Komponen yang terdiri dari aktivator plasminogen, yaitu tPA dan
urokinase-type plasminogen activator (uPA), memotong ikatan Arg560-Val561
untuk membentuk enzim aktif plasmin. Daerah yang berikatan dengan lysine akan
membuat penentuan lokasi spesifik pemecahan fibrin. Plasminogen dan tPA
berikatan dengan bekuan darah. Kumpulan fibrin, plasminogen, dan tPA memicu
hubungan antara plasminogen dan tPA. Proses ini mempercerpat pembentukan
plasminogen menjadi plasmin. Ketika plasmin bereaksi pada ikatan kovalen
fibrin, maka d-dimer akan terbentuk.

PATOFISIOLOGI

Trombosis kanker

Istilah Trousseau’s syndrome telah dikenal sebagai manifestasi klinis


trombosis pada kanker yang menunjukkan manifestasi tromboemboli yang terjadi
pada pasien kanker. Hal ini meliputi trombosis vena dan arteri, endokarditis
trombosis non-bakterial, trombosis mikroangiopati, dan penyakit venooklusif.
TVD pada ekstremitas bawah adalah manifestasi klinis yang paling sering, diikuti

5
oleh TVD pada ekstremitas atas, emboli paru, trombosis sinus serebral, dan
tromboflebitis superfisial yang berpindah (Hindi et al., 2013)

Kejadian trombosis vena lebih banyak ditemukan daripada trombosis pada


arteri. Pada pemeriksaan serial radiologi didapatkan trombosis sebanyak 59%
pada pembuluh vena, 28% pada pembuluh arteri, dan 13% pada keduanya. Trias
Virchow yang terdiri atas stasis, kerusakan pembuluh darah, dan kondisi
hiperkoaguabilitas merupakan faktor risiko terjadinya TEV (Key et al., 2019).

Kanker bersifat protrombotik karena mempunyai banyak faktor yang


menginduksi proses pembekuan darah. Terapi antikanker juga meningkatkan
proses pembekuan darah pada pasien kanker (Dickson et al., 2022). Pada kondisi
statis atau hiperkoagulabilitas, trombosis vena terjadi karena TF memicu
pembentukan trombin dan merangsang pembentukan fibrin. Peningkatan
hematokrit yang mengakibatkan hiperkoaguabilitas, TF, dan molekul yang
bersifat adesif juga berpengaruh pada proses ini (Harrison T, 2022).

Pembekuan darah dapat timbul akibat adanya prokoagulan atau sitokin


dari sel-sel tumor atau sel radang atau perlekatan platelet. Obat-obatan kemoterapi
yang mekanismenya merusak endotel dapat menyebabkan TEV. Pasien kanker
dengan kemoterapi memiliki risiko TEV kurang lebih 11% atau enam kali lebih
banyak dari populasi umum. Bleomycin, L-asparaginase, analog thalidomide,

6
regimen cisplatin, serta busulfan dan carmustine dosis tinggi berhubungan dengan
peningkatan risiko kejadian (Harrison T, 2022).

Sel kanker mengeluarkan prokoagulan yang mengubah faktor X menjadi


faktor Xa dan faktor jaringan yang mana merupakan fator ekstrinsik mengubah
faktor VII menjadi faktor VIIa dan menyebabkan ketidakseimbangan homeostasis
darah. Pada pasien kanker, sel T akan memengaruhi respons tubuh dimana sel T
akan mengeluarkan sitokin tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan interleukin yang
akan memicu pembentukan TEV. TEV akan memicu interaksi reseptor sel endotel
dan mengaktivasi respons prokoagulan dan menekan aktivitas fibrinolitik sel
endotel (Onishi et al., 2016).

Sel kanker dapat melepaskan sitokin proinflamasi dan kemokin, yakni


interleukin (IL)-1β, TNF-α, dan vascular endothelial growth factor (VEGF).
Ketika kontak dengan sel endotel, molekul ini mengekspresikan faktor jaringan
dan menstimulasi produksi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), yaitu
inhibitor sistem fibrinolisis yang menurunkan regulasi trombomodulin dan
meningkatkan regulasi molekul adesi. Inflamasi diinduksi oleh sel kanker yang
menyebabkan peningkatan protein fase akut fibrinogen, faktor VIII, dan faktor
von Willebrand (vWF) (Harrison T, 2022).

PENATALAKSANAAN

Terapi Primer

Terapi awal TEV terdiri dari penghancuran bekuan darah dengan terapi
trombolisis kateter dosis rendah. Namun terdapat beberapa penelitian yang tidak
mengunggulkan metode ini dibandingkan terapi antikoagulan biasa bila dilihat
dari prognosis penyakitnya (Harrison T, 2022).

Pencegahan Sekunder

Antikoagulasi atau penggunaan filter vena cava inferior (VCI) merupakan


pencegahan sekunder TEV. Filter VCI digunakan untuk pasien dengan
kontraindikasi antikoagulan atau pada pasien yang tetap menderita TEV walaupun

7
sudah menggunakan antikoagulan. Filter VCI perlu diganti dalam rentang waktu 3
bulan (Harrison T, 2022).

TATALAKSANA ANTIKOAGULAN

Antikoagulan dibagi menjadi oral dan parenteral. Parenteral antikoagulan


cotohnya adalah heparin tidak terfraksi atau nfractioned heparin (UFH), heparin
berat molekul rendah atau low molecular weight heparin (LMWH), fondaparinux
(pentasakarida sintetik), lepirudin, desirudin, bivalirudin, dan argatroban.
Antikoaulan oral meliputi warfarin (dabigatran etexilate), inhibitor trombin oral
rivaroxaban, apixaban, dan edoxaban, yang merupakan inhibitor oral faktor Xa
(Ay et al., 2019).

TEV dengan kanker awalnya harus diterapi dengan UFH intravena (IV)
atau LMWH setidaknya 5 hari, dan warfarin harus dimulai dalam 1-2 hari. Dosis
warfarin harus disesuaikan agar sesuai INR (international normalized ratio).
Warfarin diberikan selama 3-6 bulan. LMWH diberikan selama 6 bulan.
Antikoagulan oral baru (faktor Xa dan inhibitor thrombin) tidak butuh monitoring
terlalu ketat dan tidak terpengaruh diet. Apixaban oral (10 mg selama 7 hari
diikuti 5 mg selama 6 bulan) tidak lebih buruk dari dalteparin. Pasien kanker yang
akan melakukan operasi dapat memakai heparin. Studi kasus rivaroxaban dan
apixaban sebagai profilaksis bekuan darah menurunkan setengah risiko angka
kejadian dengan tingkat perdarahan sekitar 5% (Harrison T, 2022).

Terdapat tiga titik primer dari penanganan TEV, yaitu: (1) Pertama dengan
UFH, LMWH, atau fondaparinux yang dikombinasikan dengan warfarin; (2)
Kedua adalah dengan mengganti terapi parenteral setelah 5 hari menjadi
kombinasi antikoagulan oral seperti dabigatran (direct thrombin inhibitor) atau
edoxaban (agen anti Xa); (3) Ketiga adalah dengan antikoagulasi oral monoterapi
dengan rivaroxaban atau apixaban (keduanya merupakan agen anti Xa) dengan
dosis awal 3 minggu atau 1 minggu, diikuti dosis pemeliharaan (maintenance)
(Harrison T, 2022).

Heparin dapat mengurangi inflamasi sistemik dan lokal. LMWH lebih sulit
berikatan dengan protein plasma dan sel endotel, sehingga ketersediaannya di

8
darah cukup baik, memiliki respons yang lebih baik, dan memiliki waktu paruh
yang lebih lama. Penyesuaian obat tidak perlu dilakukan, kecuali pada pasien
obesitas dan terdapat penurunan fungsi ginjal. Fondaparinux merupakan ULMWH
(ultra-LMWH), yang berarti memiliki ukuran yang lebih kecil lagi, dan tidak
terbuat dari alam. Fondaparinux tidak menyebabkan trombositopenia yang
disebabkan heparin (Harrison T, 2022).

Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang mencegah aktivasi faktor


koagulasi II, VII, IX, dan X. Efek baru didapatkan minimal 5 hari dan jika
dikombinasikan dengan obat lain dapat menghilangkan efek warfarin. Warfarin
dapat menyebabkan perdarahan besar seperti perdarahan intracranial, juga dapat
menyebabkan kalsifikasi vaskuler arteri. Penggunaan obat ini pada pusat
kesehatan lebih teratur monitornya (Harrison T, 2022).

Penatalaksanaan perdarahan besar yang dikarenakan heparin atau LMWH


dapat dilakukan dengan pemberian protamin sulfat. Idarucizumab adalah
antidotum untuk dabigatran. Andexanet menghambat komplikasi perdarahan dari
antikoagulan anti Xa. Fresh frozen plasma atau vitamin K IV atau oral dapat
digunakan untuk perdarahan minimal. Untuk perdarahan besar yang disebabkan
oleh pemberian warfarin, konsentrat kompleks prothrombin dapat diberikan
(Harrison T, 2022).

Prinsip pemasangan filter VCI adalah perdarahan aktif menghambat


antikoagulan dan pencegahan terjadinya TEV berulang. Filter menghambat laju
EP tapi menaikkan insiden TVD. Sebaiknya, filter yang dipilih adalah filter yang
non-permanen dan bisa ditarik dari lokasi penempatannya, kecuali bekuannya
terperangkap pada filternya (Harrison T, 2022).

Fibrinolisis dapat memecah sumber bekuan darah di pelvis atau vena


ekstremitas dalam. Menurut Food and Drug Administration (FDA), dosis yang
diperbolehkan untuk tPA adalah 100 mg selama 2 jam infus IV. Kontraindikasi
fibrinolisis berupa penyakit intrakranial, pembedahan, dan trauma (Harrison T,
2022).

9
Pencegahan TEV sangat penting karena TEV sulit terdeteksi dan
memakan biaya yang tidak sedikit. UFH dosis rendah atau LMWH adalah yang
paling sering digunakan. Profilaksis dapat mengikuti durasi rawat inap di rumah
sakit. Dalam pengaturan rawat jalan, agen anti Xa rivaroxaban dapat digunakan
(Harrison T, 2022).

Antikoagulan Parenteral

Heparin bekerja dengan mengaktivasi antitrombin (antitrombin III) dan


mempercepat proses enzim pembekuan darah serta menginhibisi trombin dan
faktor Xa. LMWH adalah fraksi heparin yang lebih kecil, beratnya sepertiga berat
molekul heparin. Seperti heparin, LMWH bekerja dengan mengaktivasi
antithrombin. LMWH diberikan secara subkutan (SC) dan IV. Fondaparinux juga
mengikat antitrombin, namun tidak boleh diberikan pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal (Harrison T, 2022).

Obat parenteral inhibitor trombin langsung atau (direct thrombin inhibitor)


berikatan langsung dengan trombin. Beberapa contoh obatnya yaitu argatroban,
yang dimetabolisme di hepar, dan Bivalirudin, yang merupakan analog hirudin
(Harrison T, 2022).

Antikoagulan Oral

Antagonis vitamin K adalah obat yang larut air, contohnya seperti


warfarin. Antagonis vitamin K adalah obat oral antikoagulan awal baru yang
setelah itu sudah dapat diganti dengan antikoagulan oral Langsung seperti
dabigatran, rivaroxaban, apixaban, and edoxaban (Larsen et al., 2022).

Direct oral anticoagulant (DOAC) secara luas menghambat pembekuan


trombin (dabigatran) atau faktor Xa (apixaban, betrixaban, edoxaban, dan
rivaroxaban) (Falanga et al., 2021; Foerster et al., 2020). Obat-obatan ini memiliki
waktu paruh sekitar 12 jam. DOAC dirasakan lebih nyaman oleh pasien karena
dosisnya sudah tetap. DOAC mempunyai molekul yang berikatan secara terbalik

10
pada daerah aktif enzim (Falanga et al., 2021). Adapun antidotumnya, andexanet
alfa dan idarucizumab dapat diberikan (Foerster et al., 2020).

TERAPI DAN PANDUAN

Pada pasien kanker, pedoman International Initiative on Cancer and


Thrombosis (ITAC) tahun 2019 mengatakan bahwa LMWH yang merupakan
standar emas penanganan TEV akut sejak tahun 2003 (CLOT TRIAL)
direkomendasikan untuk penanganan awal TEV pada pasien kanker karena lebih
mudah digunakan daripada UFH. UFH dan fondaparinux dapat digunakan pada
derajat yang lebih ringan. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal lebih baik
menggunakan LMWH. Pada penggunaan DOAC, adanya gangguan saluran
pencernaan, interaksi obat, dan risiko perdarahan gastrointestinal dapat
diwaspadai. Penggunaan DOAC juga harus memperhatikan interaksi obat p-gp
dan cyp3A4 (Raffi H, 2020).

LMWH lebih dipilih daripada antagonis vitamin K pada pasien kanker.


LMWH atau DOAC harus digunakan minimal 6 bulan pada pasien kanker dengan
TEV. Setelah 6 bulan, pasien dievaluasi untuk toleransi, adanya obat, preferensi
pasien, dan aktivitas kanker. Pada penanganan jangka panjang, kebanyakan pasien
lebih nyaman menggunakan DOAC karena lebih aman dan efekif (Rafii et al.,
2020).

Pada saat kekambuhan TEV terjadi, klinisi harus memperhatikan


penatalaksanaan awal pada pasien. Jika pada awalnya pasien ditangani dengan
LMWH, baiknya ditambah dosisnya 20-25% atau diganti dengan DOAC. Jika
DOAC yang pertama digunakan, maka diganti dengan LMWH. Jika awalnya
memakai antagonis vitamin K, maka diganti menjadi LMWH atau DOAC. Semua
preferensi tergantung pilihan masing-masing pasien (Rafii et al., 2020).

Pengobatan oral memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Selain itu, efek
samping seperti mual, muntah, dan diare yang banyak ditemukan dapat
menyebabkan penurunan absorbsinya pada saluran pencernaan, sehingga interaksi
obat juga terpengaruh dan memengaruhi interupsi prosedur operasi. Dengan

11
demikian, TEV baru dapat terjadi. Pengobatan parenteral juga memiliki tingkat
kepatuhan yang rendah. Interupsi prosedur dan trombositopenia karena heparin
atau heparin induced thrombocytopenia (HIT) dapat terjadi (Rafii et al., 2020).

Filter VCI bisa digunakan pada pasien yang dengan kontraindikasi obat
atau kasus pada pasien yang pengobatannya optimal namun masih terjadi
tromboemboli. Kegunaan filter VCI terutama ketika ada perdarahan yang
mengancam jiwa, embolisasi baru pada ekstremitas bawah, dan embolisasi
ekstremitas bawah yang membutuhkan tindakan operasi. Jika pasien direncanakan
untuk menjalani radiasi pada kasus metastasis sistem saraf pusat, klinisi harus
menghentikan semua antikoagulan, titrasi UFH IV diberikan dengan monitor
ketat, dan antikoagulan dosis profilaksis diberikan hinga radiasi selesai (Rafii et
al., 2020).

Pedoman Tatalaksana Pasien Kanker pada Kasus TEV

Salah satu pedoman yang digunakan pada tatalaksana kasus ini adalah
National Comprehensive Cancer Network (NACC), yang meliputi penanganan
pasien rawat jalan, rawat inap, dan pasien dengan keterangan khusus. Terapi akut
TEV pada kanker bertujuan untuk mencegah emboli paru yang fatal dan
mencegah TEV berulang serta mencegah komplikasi TEV jangka panjang (Streiff
et al., 2021).

Penilaian status dan penilaian risiko TEV pada pasien kanker rawat jalan
biasanya menggunakan skor Khorana. Penilaian meliputi banyak faktor yang
dapat dilihat pada Tabel 1 (Streiff et al., 2021).

Tabel 1. Penilaian Risiko TEV pada Pasien Rawat Jalan dengan Kanker
Menggunakan Skor Khorana (Streiff et al., 2021)

Skor
Karakteristik Pasien   Risiko
Lokasi kanker primer    
Risiko sangat tinggi (lambung, pankreas)    
Risiko tinggi (paru, limfoma, ginekologis, buli,
testikel)    

12
Hitung trombosit pre-kemoterapi ≥ 350 x 109/L    
Kadar hemoglobin < 10 g/dl atau penggunaan faktor
pertumbuhan sel darah merah    
Hitung leukosit pre-kemoterapi > 11 x 109/L    
BMI > 35 kg/m2    
Skor Kategori Risiko Risiko Gejala TEV
0
Rendah 0.3-1.5%
1-2 Menengah 2.0-4.8%
≥3 Tinggi 6.7-12.9%

Pencegahan TEV pada Pasien Kanker Rawat Inap


Untuk menentukan penanganan awal perlu dilakukan skrining pada
populasi berisiko yang terbagi atas: (1) pasien bedah atau medis; dan (2) pasien
yang terdiagnosis atau mengarah ke kecurigaan kanker. Setelah itu, perlu
dilakukan edukasi kepada pasien tentang kepatuhan, faktor risiko, dan keuntungan
dari pengobatan. Pemeriksaan awal yang dibutuhkan meliputi anamnesa dan
pemeriksaan fisik, hitung darah lengkap dan jumlah trombosit, PT dan aPTT, tes
fungsi liver dan ginjal, serta penilaian risiko TEV.

Selanjutnya, dicari apakah ada kontraindikasi terhadap antikoagulan. Jika


terdapat kontraindikasi, maka dapat menggunakan profilaksis mekanis dan
intermittent pneumatic compression (IPC). Jika tidak ada kontraindikasi terhadap
antikoagulan, maka dapat menggunakan terapi antikoagulasi profilaksis (kategori
1) (TEV-B). Jika ada rencana pembedahan, maka perlu pertimbangan dosis pre-
operatif dengan UFH atau LMWH pada pembedahan risiko tinggi bisa dengan
atau tanpa alat IPC. Selanjutnya, jika pasien akan dipulangkan, maka profilaksis
TEV dapat diberikan (TEV-2) (Streiff et al., 2021).

Pencegahan TEV pada pasien rawat jalan

Untuk menilai faktor risiko pasien, hal pertama yang harus kita lakukan
adalah membedakan pasien medis dewasa atau pasien bedah, diagnosis kanker,
pasien yang telah menerima profilaksis TEV selama di rumah sakit, pasien rawat
inap kanker yang mau dipulangkan, dan pasien rawat jalan dengan risiko.

13
Selanjutnya, edukasi risiko TEV seperti faktor risiko perdarahan, keuntungan dan
kerugian pencegahan TEV, dan pentingnya kepatuhan pasien perlu diberikan.
Pencegahan TEV dibagi menjadi dua, yaitu bedah dan medis (Streiff et al., 2021).

Pencegahan TEV pada Pasien Bedah

Pada pasien bedah onkologi, diberikan profilaksis TEV primer yang


direkomendasikan hingga 4 minggu pasca operasi untuk pasien bedah abdomen
atau pelvis yang berisiko tinggi, biasanya menggunakan regimen TEV-B (Streiff
et al., 2021).

Pada pasien onkologi medis, penanganan dibagi menjadi dua, yaitu


penanganan TEV pada pasien yang menerima penanganan myeloma multipel,
yang dalam hal ini menggunakan pedoman NCCN myeloma multiple, dan
penanganan TEV pada pasien yang mendapat terapi sistemik untuk kanker dengan
menggunakan TEV-C berdasarkan Skor Khorana. Setelah itu, hasil penilaian skor
Khorana dibagi menjadi dua, yaitu risiko tinggi atau menengah. Pada skor
Khorana ≥ 2, pemberian profilaksis antikoagulan oral dipertimbangkan hingga 6
bulan atau lebih jika risiko menetap (TEV -B). Risiko rendah jika skor Khorana
dibawah 2, maka tidak ada profilaksis rutin TEV (Streiff et al., 2021).

Kontraindikasi terhadap profilaksis TEV meliputi perdarahan aktif,


trombositopenia (< 50000/μL), koagulopati hemoragis (PT dan aPTT tidak
normal), atau gangguan perdarahan (hemofilia dan kekurangan faktor von
willerbrand). Penggunaan kateter yang lama merupakan kontraindikasi apixaban,
dabigatran, edoxaban, fondaparinux, rivaroxaban atau enoxaparin yang melebihi
dosis 40 mg per hari. Pungsi lumbal, anestesi neuro aksial, dan intervensi spinal
juga merupakan kontraindikasi (Streiff et al., 2021).

Kontraindikasi profilaksis mekanis yang mutlak meliputi TEV akut dan


insufisiensi arteri berat. Kontraindikasi relatif meliputi hematoma berat, ulserasi
kulit, insufisiensi arteri ringan, dan neuropati perifer (Dickson et al., 2022).

14
Regimen TEV berdasarkan NCCN

Berdasarkan NCCN, terdapat beberapa panduan pengobatan yang dapat


diikuti bedasarkan algoritma terapi yang sudah dijelaskan (Streiff et al., 2021).

Tabel 2. Pilihan Profilaksis TEV pada Pasien Kanker Medis Rawat Inap (Streiff et
al., 2021)

Dosis Obesitas (IMT


Obat Dosis Standar Dosis Renal
≥ 40 kg/m2)
Pertimbangkan 7500
5000 unit SC Hindari jika unit SC per hari atau
Dalteparin per hari klirens kreatinin 5000 unit SC setiap 12
(kategori 1) < 30 mL/menit jam atau 40–75 unit/kg
SC per hari
30 mg SC perhari
40 mg SC per Pertimbangkan 40 mg
jika klirens
Enoxaparin hari (kategori SC setiap 12 jam atau
kreatinin < 30
1) 0,5 mg/kg SC per hari
mL/menit
2.5 mg SC per Hati-hati pada
hari (kategori klirens kreatinin
1), hindari 30–49 mL/menit, Pertimbangkan 5 mg
Fondaparinux
pada pasien hindari jika SC per hari
yang beratnya klirens kreatinin
< 50 kg < 30 mL/menit
5000 unit SC
Unfractionated setiap 8–12 Sama dengan Pertimbangkan 7500
Heparin (UFH) jam (kategori dosis standar unit SC tiap 8 jam
1)

Tabel 3. Pilihan Profilaksis TEV untuk Pasien Kanker Medis Rawat Jalan (TEV-
2) (Streiff et al., 2021)

Obat Dosis standar Dosis Renal Modifikasi dosis lain


Hindari jika hitung
Hindari jika
2,5 mg PO dua trombosit < 50.000
Apixaban klirens kreatinin
kali per hari Hindari jika berat badan
< 30 mL/menit
< 40 kg
Hindari jika
10 mg PO sekali Hindari jika hitung
Rivaroxaban klirens kreatinin
sehari trombosit < 50,000
< 15 mL/menit
Dalteparin 200 units/kg SC Hindari jika Hindari jika hitung
perhari x 1 bulan, klirens kreatinin trombosit < 50,000
lalu 150 unit/kg < 30 mL/menit Hindari jika berat badan
SC perhari x 2 < 40 kg

15
bulan
Kurangi dosis menjadi
1 mg/kg SC 0,5 mg/berat badan SC
Hindari jika
perhari x 3 bulan, per hari untuk hitung
Enoxaparin klirens kreatinin
lalu 40 mg SC trombosit 50.000-75.000
< 30 mL/menit
perhari Hindari jika hitung
trombosit < 50.000

Tabel 4. Pilihan Profilaksis TEV untuk Pasien Kanker Pembedahan Rawat Jalan
(TEV-1) (Streiff et al., 2021)

Dosis Obesitas
Obat Dosis Standar Dosis Renal
(IMT ≥40 kg/m2)

5000 unit SC malam hari


sebelum dilakukan
pembedahan, lalu 5000
Pertimbangkan
unit SC per hari atau
Hindari jika 7500 unit SC
2500 unit SC 1–2 jam
klirens perhari atau 5000
Dalteparin sebelum pembedahan
kreatinin < 30 unit SC setiap 12
dan 2500 unit SC 12
mL/menit jam atau 40–75
jam selanjutnya, lalu
unit/kg SC per hari
5000 unit SC per hari
atau awal hari pertama
pasca operasi

40 mg SC 10–12 jam
30 mg SC
sebelum pembedahan,
perhari jika Pertimbangkan 40
lalu 40 mg SC per hari
Enoxaparin klirens mg SC setiap 12
atau 40 mg SC per hari
kreatinin < 30 jam
dengan dosis pertama 6-
mL/menit
12 jam pasca operasi

16
Hati hati pada
klirens
2,5 mg SC per hari tidak
kreatinin 30–
lebih awal dari 6-8 jam
49 mL/min Pertimbangkan 5
Fondaparinux pasca operasi, hindari
Hindari jika mg SC per hari
pada pasien yang
klirens
beratnya < 50 kg
kreatinin < 30
mL/menit

5000 unit SC 2–4 jam


sebelum pembedahan, Pertimbangkan
Sama dengan
UFH lalu 5000 unit SC setiap 7500 unit SC tiap 8
dosis standar
8 jam melalui hari jam pasca operasi
pertama pasca operasi

UFH 5000 unit SC 30


menit sebelum
Hindari jika
pembedahan dan setiap 8
klirens Tidak ada
Apixaban jam setelah hari pertama
kreatinin < penentuan dosis
paska operasi lalu
30 mL/menit
apixaban 2,5 mg PO
setiap 12 jam

Tabel 4. Pilihan Profilaksis TEV Tambahan untuk Pasien Kanker Pembedahan


(TEV-2) (Streiff et al., 2021)

Obat Dosis Standar Dosis Renal


Apixaban 2,5 mg PO setiap 12 jam Hindari jika klirens
selama 28 hari kreatinin < 30 mL/menit
Dalteparin 5000 unit SC per hari Hindari jika klirens
selama 28 hari kreatinin < 30 mL/menit
Enoxaparin 40 mg SC per hari Hindari jika klirens
selama 28 hari kreatinin < 30 mL/menit

KESIMPULAN

TEV adalah keadaan yang sering muncul pada pasien dengan keganasan.
Keganasan merupakan satu kondisi yang merangsang kecenderungan faktor
koagulasi untuk saling beragregasi secara masif. Pada pasien kanker, terdapat

17
peninkatan angka kejadian TEV yang lebih banyak dan dipengaruhi oleh faktor
risiko dari pasien, penyakit, dan terapinya.

Pedoman NACC dan Skor Khorana dapat digunakan dalam menentukan


terapi dan tingkat risiko TEV pada pasien kanker. Untuk saat ini, penatalaksanaan
TEV meliputi pemberian terapi obat dan terapi pembedahan intervensi mekanis.
Untuk pemberian terapi obat, LMWH lebih direkomendasikan. Tidak terdapat
perbedaan prognosis yang bermakna antara pemberian pengobatan parenteral
dengan oral, namun pilihan pengobatan dapat terkait dengan kenyamanan masing-
masing pasien kanker. Variasi terapi dapat mengikuti pedoman NACC yang sudah
ada, yang meliputi penanganan pasien rawat inap dan rawat jalan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ay, C., Beyer-Westendorf, J., & Pabinger, I. (2019). Treatment of cancer-associated


venous thromboembolism in the age of direct oral anticoagulants. In Annals of
Oncology (Vol. 30, Issue 6, pp. 897–907). Oxford University Press.
https://doi.org/10.1093/annonc/mdz111
Dickson, K., Koom-Dadzie, K., Brito-Dellan, N., & Escalante, C. (2022). Risks,
diagnosis, and management of recurrent cancer-associated thrombosis (CAT): a
narrative review. Supportive Care in Cancer, 30(10), 8539–8545.
https://doi.org/10.1007/s00520-022-07160-w
Donnellan, E., & Khorana, A. A. (2017). Cancer and Venous Thromboembolic
Disease: A Review. The Oncologist, 22(2), 199–207.
https://doi.org/10.1634/theoncologist.2016-0214
Falanga, A., Gal, G. le, Carrier, M., Abdel-Razeq, H., Ay, C., Martin, A. J. M., Rocha,
A. T. C., Agnelli, G., Elalamy, I., & Brenner, B. (2021). Management of Cancer-
Associated Thrombosis: Unmet Needs and Future Perspectives. TH Open, 05(03),
e376–e386. https://doi.org/10.1055/s-0041-1736037
Foerster, K. I., Hermann, S., Mikus, G., & Haefeli, W. E. (2020). Drug–Drug
Interactions with Direct Oral Anticoagulants. In Clinical Pharmacokinetics (Vol.
59, Issue 8, pp. 967–980). Adis. https://doi.org/10.1007/s40262-020-00879-x
Galioto, N. J., Danley, D. L., & van Maanen, R. J. (2011). Recurrent Venous
Thromboembolism (Vol. 83, Issue 3). www.aafp.org/afp.
Hakeam, H. A., & Al-Sanea, N. (2017). Effect of major gastrointestinal tract surgery
on the absorption and efficacy of direct acting oral anticoagulants (DOACs). In
Journal of Thrombosis and Thrombolysis (Vol. 43, Issue 3, pp. 343–351).
Springer New York LLC. https://doi.org/10.1007/s11239-016-1465-x
Harrison T, 2022, Harrison’s Principles of Internal Medicine 21th Edition, McGraw
Hill, New York. hal 962
Hindi, N., Cordero, N., & Espinosa, E. (2013). Thromboembolic disease in cancer
patients. In Supportive Care in Cancer (Vol. 21, Issue 5, pp. 1481–1486).
https://doi.org/10.1007/s00520-013-1742-6
Karmel L, 2018, Panduan Nasional Tromboemboli Vena Perhimpunan Trombosis Dan
Hemostasis Indonesia (PTHI)
Key, N. S., Chb, M. B., Khorana, A. A., Kuderer, N. M., Bohlke, K., Lee, A. Y. Y.,
Juan, ;, Arcelus, I., Wong, S. L., Balaban, ; Edward P, Christopher, ;, Flowers, R.,
Charles, ;, Francis, W., Leigh, ;, Gates, E., Kakkar, A. K., Levine, M. N.,
Liebman, H. A., … Falanga, A. (2019). Venous Thromboembolism Prophylaxis

19
and Treatment in Patients With Cancer: ASCO Clinical Practice Guideline
Update. J Clin Oncol, 38, 496–520. https://doi.org/10.1200/JCO.19
Kurniawan, A., Kurniawan, D. A., Hospital, G., & Jendral, J. B. (n.d.). Patogenesis,
Diagnosis, dan Penatalaksanaan Tromboemboli Vena pada kanker. In ARTIKEL
KONSEP Indonesian Journal of Cancer (Vol. 7, Issue 3).
Larsen, T. L., Garresori, H., Brekke, J., Enden, T., Frøen, H., Jacobsen, E. M., Quist-
Paulsen, P., Porojnicu, A. C., Ree, A. H., Torfoss, D., Osvik Velle, E., Skuterud
Wik, H., Ghanima, W., Sandset, P. M., & Dahm, A. E. A. (2022). Low dose
apixaban as secondary prophylaxis of venous thromboembolism in cancer patients
– 30 months follow-up. Journal of Thrombosis and Haemostasis, 20(5), 1166–
1181. https://doi.org/10.1111/jth.15666
López-Núñez, J. J., Trujillo-Santos, J., & Monreal, M. (2018). Management of venous
thromboembolism in patients with cancer. In Journal of Thrombosis and
Haemostasis (Vol. 16, Issue 12, pp. 2391–2396). Blackwell Publishing Ltd.
https://doi.org/10.1111/jth.14305
Nicholson, M., Chan, N., Bhagirath, V., & Ginsberg, J. (2020). Prevention of venous
thromboembolism in 2020 and beyond. In Journal of Clinical Medicine (Vol. 9,
Issue 8, pp. 1–27). MDPI. https://doi.org/10.3390/jcm9082467
Onishi, A., St Ange, K., Dordick, J. S., & Linhardt, R. J. (2016). Heparin and
anticoagulation. In Frontiers in Bioscience (Vol. 21).
Rafii, H., Frère, C., Benzidia, I., Crichi, B., Andre, T., Assenat, E., Bournet, B.,
Carpentier, A., Connault, J., Doucet, L., Durant, C., Emmerich, J., Gris, J. C., Hij,
A., le Hello, C., Madelaine, I., Messas, E., Ndour, A., Villiers, S., … Farge, D.
(2020). Management of cancer-related thrombosis in the era of direct oral
anticoagulants: A comprehensive review of the 2019 ITAC-CME clinical practice
guidelines. On behalf of the Groupe Francophone Thrombose et Cancer (GFTC).
In JMV-Journal de Medecine Vasculaire (Vol. 45, Issue 1, pp. 28–40). Elsevier
Masson SAS. https://doi.org/10.1016/j.jdmv.2019.12.004
Rutjes, A. W. S., Porreca, E., Candeloro, M., Valeriani, E., & di Nisio, M. (2020).
Primary prophylaxis for venous thromboembolism in ambulatory cancer patients
receiving chemotherapy. In Cochrane Database of Systematic Reviews (Vol.
2020, Issue 12). John Wiley and Sons Ltd.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD008500.pub5
Setiati S, 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing edisi ke enam jilid
1, Jakarta, hal. 2926
Schmaier, A. A., Ambesh, P., & Campia, U. (2018). Venous Thromboembolism and
Cancer. In Current Cardiology Reports (Vol. 20, Issue 10). Current Medicine
Group LLC 1. https://doi.org/10.1007/s11886-018-1034-3

20
Streiff, M. B., Holmstrom, B., Angelini, D., Ashrani, A., Elshoury, A., Fanikos, J.,
Fertrin, K. Y., Fogerty, A. E., Gao, S., Goldhaber, S. Z., Gundabolu, K., Ibrahim,
I., Kraut, E., Leavitt, A. D., Lee, A., Lee, J. T., Lim, M., Mann, J., Martin, K., …
Nguyen, M. Q. (2021). Cancer-associated venous thromboembolic disease,
version 2.2021. In JNCCN Journal of the National Comprehensive Cancer
Network (Vol. 19, Issue 10, pp. 1181–1201). Harborside Press.
https://doi.org/10.6004/jnccn.2021.0047

21

Anda mungkin juga menyukai