Npm : 221310072
PRODY : argoteknologi B
STUDY: MEKANISASI
Besarnya HP1 akan ditentukan oleh besarnya gaya pada pengolahan tanah dan
kecepatankerja dari pengolahan, sedang besarnya HP2 akan ditentukan oleh berat traktor,
besar koefisientanahan guling (coefficient rolling resistance) dan kecepatan kerja traktor
tersebut
Kemirngan tanah yang lebih dari 3 persen yang masih bisa dikerjakan traktoradalah 3
sampai 8 persen dimana pengolahan tanahnya dilakukan danganmengikuti garis ketinggian
(contour farming system ). Bagi daerah yangberbukit-burkit diamana bentuk petakan yang
tidak teratur dan luasnya yangkecil, maka cangkul sangat cocok untuk daerah ini. Pola terahir
ini disebutdengan sistem penterasan, dimana sawah-sawah berbentuk teras-teras
yangmengikuti garis ketinggian. Bentuk petakan teratur akan memudahkanpekerjaan
pekerjaan pengolahan tanah sehingga efisiensinya akan lebih tinggidibandingkan dengan
yang tidak teratur.
5. Keadaan tanah: Keadaan tanah meliputi sifat-sifat fisik tanah, yaitu keadaanbasah
(sawah), kering, berlempung, liat atau keras. Keadaan ini menentukanjenis alat dan tenaga
penarik yang digunakan. Disamping itu jugamempengaruhi kapasitas kerja dari pengolahan
tanah. Tanah yang basahmemberikan tahanan tanah terhadap tenaga penarik relatif lebih
rendahdibanding dengan tanah kering. Akan tetapi pada tanah basah (sawah)memungkinkan
terjadi slip yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah kering.
Penggunaan traktor tanah pada tanah sawah dan tanah kering biasanyadigunakan
roda besi tambahan pada kedua rodanya agar dapat memperkecilslip roda yang terjadi. Akhir-
akhir ini IRRI Filipina (International RiceResearch Institute ) telah mengembangkan traktor
dengan kedua rodanyaterbuat dari besi yang terdiri dari lempeng-lempeng besi yang
khususdirancang untuk pengolahan tanah sawah. Demikian juga traktor 4 roda, biladigunakan
pada tanah sawah kedua roda belakangnya dipasang roda besitambahan guna memperkecil
slip rodanya. Bajak piring atau garu piring lebihefektif bekerja pada tanah kering dibanding
pada tanah basah.
Sedangkanbajak singkal lebih efektif bila digunakan pada tanah yang basah, agak
liatdibanding pada tanah kering.
7. Pola pengolahan tanah: Pola pengolahan tanah erat hubungannya denganwaktu yang
hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahanharus dipilih dengan tujuan
untuk memperkecil sebanyak mungkinpengangkatan alat. Karena pada waktu diangkat alat
itu tidak bekerja. Olehkarena itu harus diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama
waktuoperasi dilapangan. Makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok,makin rendah
efisiensi kerjanya. Pola pengolahan tanah yang banyak dikenaldan dilakukan adalah pola
spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa (pada
a. Waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan tanah
diangkat) sesedikit mungkin
b. Lahan yang diolah tidak diolah lagi Sehinggadiharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa
lebihefisien. . Lebih efektiHasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan)bisa merata.
Bagian lahan yang diangkat tanahnyaakan ditimbun kembali dari alur berikutnya
Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok
(head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak 2 atau
3 pembajakan terakhir. Ujung lahan yang tidak terbajak diolah dengan cara manual (di
cangkul)
Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow), yaitu alur bajakan yang saling
berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi penumpukkan lemparan hasil pembajakan
memanjang di tengah jalan. Pada tepi lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh
lemparan hasil pembajakan.
Pola Tepi
Pembajakan dilakukan dari tepi membujur lahan, lemparan hasil pembajakan ke arah luar
lahan. Pembajakan kedua pada sisi seberang pembajakan pertama. Traktor diputar ke kiri dan
membajak dari tepi lahan dengan arah sebaliknya. Pembajakan berikutnya dengan cara
berputar ke kiri sampai ke tengah lahan.
Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk
berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut,
dibajak 2 atau 3 pembajakan terakhir. Ujung lahan yang tidak terbajak diolah dengan cara
manual (di cangkul).
Dengan pola ini akan menghasilkan alur mati (dead furrow), yaitu alur bajakan yang
saling berdampingan satu sama lain, sehingga akan terjadi alur yang tidak tertutup oleh
lemparan tanah hasil pembajakan dan memanjang di tengah lahan. Pada tepi lahan lemparan
hasil pembajakan tidak jatuh pada alur hasil pembajakan
Pengolahan tanah dilakukan dari titik tengah lahan, berputar sejajar sisi lahan sampai ke
tepi lahan. Lemparan pembajakan ke arah dalam lahan. Pada awal pengolahan operator akan
mengalami kesulitan dalam membelokkan traktor.
Pola pengolahan ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangka dan lahan tidak
terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan.lahan yang tidak
terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak,
diolah dengan cara manual dengan cangkul.
Pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan, berputar ke kiri sejajar sisi
lahan sampai ke tepi lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir pengolahan,
operator akan kesulitan dalam membelokkan traktor Pola pengolahan ini cocok untuk lahan
yang berbentuk bujur sangkar dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok
pada kedua diagonal lahan.lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4
pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual dengan
cangkul.
Pengolahan dilakukan dari tepi salah satu sisi lahan dengan arah membujur. Arah
lemparan hasil pembajakan ke luar. Setelah sampai ujung lahan, pembajakan kedua dilakukan
berimpit dengan pembajakan pertama. Arah lemparan hasil pembajakan kedua dibalik,
sehingga akan mengisi alur hasil pembajakan pertama. Pembajakan dilakukan secara bolak
balik sampai sisi lahan.
Pola ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit, diperlukan lahan untuk
berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut,
dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan),
diolah dengan cara manual dengan cangkul.
Pola ini hanya cocok dilakukan untuk bajak yang dapat diubah arah lemparan
pembajakan. Pola ini dapat juga dilakukan untuk pengolahan tanah kedua dengan mesin
rotari, karena hasil dari pengolahannya tidak terlempar ke samping.
Catatan :Pola 1 sampai 4 digunakan untuk jenis bajak yang hasil lemparan tanahnya ke
kanan. Apabila jenis bajak yang digunakan hasil lemparan tanahnya ke kiri, maka arah
putaran pembajakan dibalik.
Pengolahan tanah yang lebih dalam dan lebih teliti diklasifikasikan sebagai
pengolahan primer, dan pengolahan tanah yang lebih dangkal dan kadang-kadang lebih
selektif lokasi adalah pengolahan sekunder. Pengolahan tanah primer seperti pembajakan
cenderung menghasilkan permukaan akhir yang kasar, sedangkan pengolahan sekunder
cenderung menghasilkan permukaan akhir yang lebih halus, seperti yang diperlukan untuk
membuat persemaian yang baik untuk banyak tanaman. Harrowing dan rototilling sering
menggabungkan pengolahan tanah primer dan sekunder menjadi satu proses.
1.Buat batas-batas lahan yang akan diolah dan tempat head land apabila diperlukan
4. Pembajakan dimulai. Kedalaman pembajakan untuk alur pertama (pada saat kedua roda
traktor belum masuk ke alur), tidak perlu terlalu dalam
5. Khusus untuk mesin rotari, kedalaman pengolahan dapat diatur dengan memutar tangkai
pengendali roda belakang. Untuk bajak singkal ada juga yang dilengkapi dengan tuas
pengatur posisi singkal yang berpengaruh terhadap kedalaman pengolahan tanah.
7. Pembajakan berikutnya dilakukan dengan cara memasukkan salah satu roda dimasukkan
ke alur. Kedalaman pembajakan otomatis menjadi lebih dalam.
8. Dua sampai empat alur terakhir (tergantung dari panjang traktor dan lebar kerja alat bajak),
head land mulai dibajak.
- besarnya daya untuk menarik atau menggerakkan alat dan mesin pengolah tanah (HP1)
- besarnya daya untuk menggerakkan traktornyasendiri (HP2), yang berupa daya untuk
mengatasi gaya tahanan guling (rolling resistance)
berikut:
1. Daya yang diperlukan untuk menarik atau menggerakkan alat dan mesin pengolah tanah
a. Untuk bajak singkal, bajak piringan, bajak pahat dan bajak tanah dalam
c. Untuk garu
d. untuk garu
Dimana:
(…/menit)
(kg/bh)
HP
2
3. Dengan memperhitungkan adanya toleransi (tlr) guna mengatasi kelerengan lahan serta
keadaan lain yang tak terduga dalam operasi lapang, besarnya ukuran daya traktor dapat
dihitung dengan rumus dibawah in
e. Keadaan tanah : kering, basah, atau lembap, liat atau berlempung, atau keras
g. Pola pengolahan tanah : pola spiral, pola tepi, pola tengah, dan pola alfd.
Misalnya terdapat suatu unit traktor tangandengan tenaga mesinnya 8 HP dan bajaknyaadalah
bajak rotary. Jika traktor ini mengolahtanah sawah sebanyak 2 kali bajak sampai siaptanam,
maka kapasitas kerja (Ha/jam) adalah :8 Hp x 0,007 Ha/jam Hp = 0,056 Ha/jam