Tinjauan Konsep Dan Implementasi Sistem Silvikultur Tptii
Tinjauan Konsep Dan Implementasi Sistem Silvikultur Tptii
ABSTRAK
Tinjauan Konsep Dan Implementasi Sistem Silvikultur TPTII. Pengelolaan hutan dunia umumnya
menganut azas kelestarian hutan dalam arti kelestarian hasil hutan dan kelestarian sumber daya hutan.
Pengelolaan Hutan alami di Kalimantan juga mengadopsi konsep prinsip kelestarian hutan dimana azas ini
diterapkan pada saat dimulainya eksploitasi hutan alam tropis sekitar 1960-an oleh Perusahaan pemegang
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).
Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dianggap telah baik secara konsep namun secara
implementasi di lapangan masih menunjukkan kekurangan. Ini disebabkan oleh variabilitas tipe, kondisi dan
potensi hutan sangat beragam sehingga sistem silvikultur yang digeneralisasikan tidak tepat. Oleh Karena itu
diperlukan usaha untuk lebih mengimplementasikan sistem Silvikultur TPTI yang telah dan sedang
diterapkan di lapangan dan mencari bentuk lainnya yang lebih tepat dan berdasarkan perspektif hutan agar
silvikultur yang diterapkan dalam pengelolaan hutan alam produksi lebih tepat aplikasinya.
Kata Kunci: Sistem Silvikultur TPTII, Evaluasi Konsep dan Implementasi, Hutan Alami.
ABSTRACT
Overview the Concept and Implementation of TPTII Silviculture System.. Management of the world's
forests are generally adopted within the meaning of the forest preservation and conservation of forest
sustainability of forest resources. Management of natural forests in Kalimantan also adopted the concept of
forest sustainability principles in which this principle is applied at the time of the commencement of the
exploitation of natural tropical forests around the 1960s by the Company holders of forest concessions (HPH)
or license holder Timber Forest Product Utilization (IUPHHK).
Indonesian Silviculture Selective Logging Systems (TPTI) is considered having good in concept but in
implementation in the field still shows shortcomings. It is caused by the variability of the type, condition and
potential of the forest so diverse that a generalized silvicultural system is not appropriate. Hence it is
necessary efforts to further implement silvicultural systems TPTI that have been and are applied in the field
and look for other forms of more appropriate and based on the perspective that the forest silviculture applied
in the production of natural forest management more precise application.
Key words : TPTII Silviculture Systems, Concepts and Implementation Evaluation, Natural Forests.
27
Tinjauan Konsep… Benteng HS.
yang salah pengelolaan maka atas rasa Tujuan penulisan ini adalah untuk
tanggungjawab yang tinggi kita membuat satu evaluasi tentang konsep
menghendaki agar kita kembali memiliki dan implementasi sistim silvikultur
hutan yang sama produktifitasnya dengan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif
hutan sebelum di eksploitasi (Sukotjo, (TPTII) sebagai pilihan sistem silvikultur
2004). Implementasi pengelolaan hutan yang saat ini aplikasi lapangannya masih
alam tropis khususnya di Indonesia sudah dalam tahap permulaan.
jelas melenceng jauh dari konsep
kelestarian hutan yang benar. Dengan 2. METODA PENELITIAN
kondisi luas hutan yang makin sempit
diharapkan akan diperoleh produktivitas Evaluasi Konsep
yang makin meningkat. Hal ini hanya Konsep sistem silvikultur Tebang
dapat dicapai dengan syarat Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII)
membudidayakan jenis alami yang merupakan penyempurnaan sistem
merupakan hasil pemuliaan pohon silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
dengan tidak mentolerir budidaya (TPTI) yang menekankan aplikasi
tanaman yang tidak terjamin kualitasnya manipulasi silvikultur yang intensif
minimal asal-usulnya (Pohon Induknya) dalam membangun hutan dengan alasan
harus diketahui secara jelas. Bila hal ini utama peningkatan produksi tegakan pada
dilaksanakan maka tidak mustahil rotasi berikutnya khususnya pada areal
mendapatkan produksi kayu sekitar 300- bekas tebangan (Log Over Area)
400 meter kubik setiap hektarnya Diperlukan sistem silvikultur yang
(Maman, S. 2006). memiliki kesederhanaan kegiatan dalam
Pemikiran ini telah melahirkan arti hanya berisi tahapan kegiatan yang
Pedoman yang baru yaitu sistem sesuai dengan realistis lapangan yang
silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia sifatnya site spesifik (kondisi setempat).
Intensif (TPTII). Pedoman ini telah Sistem silvikultur TPTII
dilegalitaskan dengan dikeluarkannya menjanjikan keuntungan ekologis,
Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina ekonomis dan sosial secara seimbang.
Produksi Kehutanan No.226/ VI – Keuntungan ekologis yang dijanjikan
BPHA/ 2006 tertanggal 1 September sistem ini adalah komposisi hutan yang
2006. Melalui Surat Keputusan ini dibangun tetap seperti hutan asli
Departemen Kehutanan Republik (dominasi jenis-jenis dari famili
Indonesia menawarkan pembangunan Dipterocarpaceae). Keuntungan
Perusahaan Model kepada 18 perusahaan ekonomis adalah adanya jaminan
pemegang IUPHHK aktif di Indonesia produksi pada rotasi berikutnya tanpa
dengan potensi kayu hasil pemanenan harus mengalokasikan dana khusus untuk
yang memadai untuk membiayai tanaman pembangunannya karena bisa ditutupi
baru. Perusahaan swasta telah merespons dari tebang penyiapan lahan. Keuntungan
hal ini dengan melaksanakan Pilot Project sosial yang didapatkan dari sistim TPTII
(Proyek Percontohan) TPTII meliputi adalah bisa menyerap jumlah tenaga kerja
PT.Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat, yang lebih besar jumlahnya tanpa harus
PT.Sari Bumi Kusumah, PT.Erna memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
Djuliawati, PT.Sarpatim Kalimantan Smith (1986) dalam Maman, S. (2003)
Tengah, PT.Balikpapan Forest Industries Mengemukakan bahwa perumusan sistem
dan PT.Ikani Kalimantan Timur silvikultur yang baik diawali dengan
(Dephutbun, 2006). analisa faktor-faktor alami (biogeofisik)
28
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885
29
Tinjauan Konsep… Benteng HS.
ilegal. Secara ideal TPTI masih menjamin tidak akan merespon lebih maksimal
adanya struktur hutan yang masih dalam pembukaan tajuk? Kalaupun persoalan ini
keadaan normal bila benar-benar dijawab dengan dilakukannya perawatan
penebangan dilaksanakan hanya satu kali yang intensif, setidaknya keadaan ini
(pure logging). akan memperbesar biaya perawatan
Ada satu realitas yang terjadi di karena intensitasnya pasti tinggi.
lapangan bahwa tegakan tinggal sudah Ada indikasi bahwa struktur hutan
mengalami kemunduran kualitas akibat tidak akan pernah normal karena tiba
penggunaan alat secara mekanis. masanya diameter pohon-pohon
Pengalaman penulis ketika bekerja di penyusun tegakan mencapai 50 cm maka
PT.Keang Nam Development Indonesia ia akan ditebang secara total. Kewajiban
bahwa di areal hutan bekas tebang penebangan pohon pada akhir daur
diketahui hanya tinggal sedikit saja merupakan keharusan karena harapan
pohon-pohon yang masih sehat dan padu utama adalah tegakan yang dibangun.
(tidak gerowong) dan pohon-pohon yang Apabila pada saat akhir daur, jalur antara
ditinggalkanpun sudah merupakan pohon juga turut ditebang maka produksi
jelek. Hal ini terjadi karena penebangan meningkat secara tajam tetapi struktur
yang dilakukan tidak benar-benar hutan paska penebangan justru masih
mengacu pada sistem silvikultur TPTI dipertanyakan bagaimana bentuk dan
secara benar dan dengan berbagai alasan kenormalannya.
seolah-olah dilegalkan untuk dilakukan
penebangan berulang-ulang. Evaluasi Komposisi Tegakan.
Kondisi struktur hutan bekas TPTII menawarkan pilihan/
tebangan yang sudah parah ini bila prioritas pengembangan tanaman dari
dibebani tebangan penyiapan lahan dalam jenis-jenis Dipterocarpaceae yang cepat
porsi benar maka hutan bekas tebangan tumbuh (bongsor). Adanya pemilihan
akan tetap aman secara teoritis tetapi bila jenis yang cepat tumbuh ini
tebangan penyiapan lahan berlebihan menyebabkan biodiversitas menjadi
maka sistem silvikultur TPTII ini akan terabaikan sehingga komposisi hutan
secara prinsip untuk menghabiskan sisa jelas akan lebih miskin dari vegetasi
pohon-pohon baik paska TPTI. alami. Secara prinsip pembatasan jenis
Sementara jumlah pohon yang baik ini yang di kembangkan akan menyebabkan
jumlahnya bervariasi. Ini akan kehilangan eksistensi jenis lain atau
menurunkan struktur hutan pada kelas menghilangkan estetika bahkan
diameter terbesar (panen). Artinya kita biodiversitas berkurang. Kalaupun
membina hutan yang merupakan tegakan sebagai hutan yang memiliki fungsi hutan
yang berisi diameter 50 cm ke bawah. produksi tidak memperhatikan nilai
Konsep TPTII untuk hutan bekas biodiversity dan estetika namun
tebangan memang tampaknya membuka pembatasan jumlah jenis yang akan
dinamika dan aspek persaingan secara dibudidayakan tetap berpengaruh jelek
penuh agar kenormalan struktur hutan terhadap kualitas dan resistensi terhadap
dapat dicapai lebih cepat sehingga penyakit hutan. Dengan demikian TPTII
tanaman yang dibangunpun turut mengurangi dampak ekologis yang
memanfaatkan kompetisi yang bebas positif bagi ekosistem hutan dan
dengan potensi riap yang dimilikinya membuka peluang agent perusak tegakan
yang umumnya diatas rata-rata potensi khususnya penyakit hutan.
riap jenis lainnya. Yang menjadi Bila sejumlah 200 batang per
permasalahan adalah apakah jenis pionir hektar dengan hanya beberapa jenis
30
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885
meranti bongsor saja yang menguasai sekunder bekas tebangan (log over area).
jenis maka komposisi jenis yang terjadi Hal ini disebabkan oleh dinamika pada
relatif tidak banyak. Proses ekologis hutan virgin relatif tidak ada (keadaan
diduga tidak akan berjalan dengan normal homeostatis). Secara ideal bila TPTI
bila keragaman tidak normal karena dilaksanakan sesuai aturan maka struktur
proses ekologis akan menghasilkan dan komposisi hutan bekas tebangan
model komposisi alami dan merupakan (tegakan tinggal) masih mengikuti
hasil proses ekologis terbaik. Komposisi kenormalan dengan sedikit penurunan
hutan yang terbaik adalah terdiri dari kurva kenormalannya saja.
beragam jenis dengan porsi kuantitas dan TPTII diterapkan pada hutan
kualitas tertentu yang merupakan hasil bekas tebangan dengan berbagai realitas
proses ekologis secara alami. Tidak struktur dan komposisi tegakan tinggal
cukup alasan untuk mempertahanakan yang sangat beragam. Hal ini disebabkan
keaslian jenis hanya dengan oleh implementasi TPTI di lapangan
membudidayakan 6 atau 7 jenis alami berbeda dengan aturan yang berlaku.
saja. Barangkali perlu dikoreksi bahwa Data inventarisasi tegakan tinggal secara
jenis alami tidak harus jenis meranti umum memperlihatkan bahwa distribusi
bongsor (cepat tumbuh) saja. pohon secara keseluruhan masih
Martawijaya, dkk (1987) mengikuti keadaan distribusi yang
Mengemukakam bahwa dari 4.000 jenis menyeluruh (bagi kegiatan logging murni
hanya sekitar 10 % saja yang dianggap sekali dilaksanakan) kecuali untuk areal
penting dalam kayu yang kurang dikenal. yang merupakan tempat
Ini berarti 90 % merupakan jenis pohon terkonsentrasinya kegiatan penebangan,
yang sudah dikenal dalam kehidupan dan penyaradan dan pengumpulan kayu
telah memenuhi kebutuhan manusia. (TPK).
Sungguh banyak jenis pohon yang Barangkali penanaman 200
memerlukan kajian yang seksama untuk batang anakan meranti bagi hutan alam
mengetahui keunggulan yang dimilikinya bukanlah merupakan usaha yang
seperti riap pertumbuhannya, menambah kerapatan stadia semai
produktivitas panennya, resistensi lapangan. Tetapi merupakan usaha untuk
terhadap penyakit, kemungkinan menambah kerapatan pionir alami. Pionir
diversifikasi penggunaan dan sifat-sifat alami berusaha memanfaatkan potensi
lainnya. pertumbuhan secara maksimal sehingga
Penggunaan sistem silvikultur yang akan menjadi individu terunggul dalam
sederhana memang baik tetapi jangan hal kecepatan pertumbuhan, bidang dasar
sampai hutan alam yang kaya biodiversiti dan potensi produksi kayunya.
ini digantikan oleh tegakan sederhana Kerapatan tegakan tinggal yang
oleh karena tegakan pengganti itu mudah sedemikian akan diperkaya oleh kegiatan
dimengerti (Simple silviculture has penanaman jenis bongsor pada stadia
important virtues but the forest should semai pada tahap awal penerapan sistem
not be turn down and replace with simple silvikultur TPTII. Kerapatan hutan secara
stand just because they easy tu undestand, keseluruhan akan bertambah sejalan
David M. Smith, 1986 dikutip oleh dengan proses waktu dan dengan
Sagala, AP. 1989). kecepatan tumbuh jenis binaan akan
menyebabkan kerapatan per stadia
Evaluasi Kerapatan Tegakan. pertumbuhan akan berubah-ubah setiap
Kerapatan hutan virgin (perawan) waktu.
akan lebih rendah dibandingkan hutan
31
Tinjauan Konsep… Benteng HS.
32
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885
33
Tinjauan Konsep… Benteng HS.
34
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885
35
Tinjauan Konsep… Benteng HS.
merupakan kayu bernilai tertinggi dari hutan yang dipengaruhi oleh tipe
semua jenis yang dikeluarkan dari hutan tanahnya.
yang dikelola dengan sistem TPTII. Adanya reward sistem atas
Tetapi jenis-jenis bagur (bongsor) penghargaan kepada pengusaha yang
bukanlah jenis meranti terbaik sepanjang melaksanakan aturan dengan baik akan
masa terutama apabila dikaitkan dengan memberikan rangsangan khusus bagi
fungsi penghara kayu konstruksi. pemegang IUPHHA agar lebih
Sehingga penggunaan kayu hasil berprestasi lagi dengan baik.
penanaman ini tidak memenuhi
sepenuhnya peruntukan kebutuhan c. Kelayakan sosial/ Kemasyarakatan
manusia. Lagi pula tidak ada jaminan Alasan akan adanya status hukum yang
kalau perawatan yang diberikan di jelas dengan adanya kegiatan penanaman
lapangan akan memberikan efek positif dalam hutan bekas tebangan oleh
terhadap kualitas kayu. pemegang IUPHHK mungkin dapat
Tetapi kalau kayu dari hasil merubah pandangan sosial/ masyarakat
penanaman ini berasal dari hasil rekayasa tentang besarnya nilai investasi yang
genetik atau hasil pemuliaan pohon dilakukan oleh perusahaan sehingga tidak
minimal dari species trial maka jamin ini begitu mudah lagi untuk tidak perduli
akan bisa dipastikan. Pada pembangunan dengan hutan. Sedikit tidaknya
hutan meranti modern, bahan tanaman masyarakat sudah mengerti bahwa akan
harus berasal dari hasil pemuliaan yang ada sanksi yang jelas bila masyarakat
dapat dipertanggungjawabkan secara mengganggu hutan yang sedang
fenotif maupun genotif. diusahakan.
Sifat-sifat tanah juga bervariasi Ada beban psikologis sosial yang
dalam menopang vegetasi hutan untuk diperbesar oleh pengetahuan masyarakat
tumbuh dan menghasilkan kayu melalui yang minim tentang manfaat dari hutan
riapnya. Tipe tanah di Kalimantan bisa secara menyeluruh baik sebagai
saja berbeda dengan tipe tanah hutan di penyangga kehidupan, sumber air,
Sumatera atau Sulawesi. Dengan jaminan keragaman binatang dan
perbedaan sifat-sifat tanah hutan yang tumbuhan. Semuanya ini mempengaruhi
ada ini maka karakter produksi setiap bahkan menentukan lingkungan hidup
tempat yang berbeda bisa menghasilkan masyarakat di sekitar hutan dan dalam
produk yang berbeda. Kecepatan hutan. Masyarakat tidak boleh dianggap
pertumbuhan bisa berbeda walaupun terpisah dari pengelolaan hutan.
secara geografis berada dalam garis Masyarakat harus dilibatkan sedemikian
lintang yang sama. agar penghargaan terhadap keberadaan
Tanah hutan yang mampu status hutan dan pengusahaan hutan bisa
memberikan daya dukung potensi mendapat pengakuan.
pertumbuhan yang tinggi jangan Pengelolaan hutan hendaknya
disamakan kewajibannya dengan hutan memberikan kontribusi yang nyata bagi
yang mengandung daya dukung potensi anggota masyarakat sehingga
pertumbuahan rendah. Alangkah baiknya menimbulkan rasa penghargaan atas
kejelasan tentang tipe hutan menurut keberadaan perusahaan pengelola hutan
karakter produksinya. Pemegang dengan cara menghargai aset berupa
IUPHHA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil tanaman hutan yang dikelola. Sehingga
Hutan Alam) dibedakan mana yang tidak ada illegal occupation oleh anggota
bertipe A, B dan seterusnya yang masayarakat dan terjalin keharmonisan
menggambarkan potensi pertumbuhan
36
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885
sesama tanpa adanya konflik lahan produksi tidak bisa mencapai keadaan
maupun hasil hutan. lestari adalah :
a. Sebagian besar pemegang IUPHHK
d. Kelayakan keamanan berusaha tidak memiliki motivasi dan
Keamanan berusaha bisa kepercayaan untuk mempertahankan
didukung oleh pemahaman oleh kesinambungan usahanya karena tidak
masyarakat tentang status dan keberadaan adanya kepastian kebijakan politik
hutan yang benar. Sosialisasi akan yang menjamin kelangsungan usaha
memegang peranan penting dalam usaha tersebut.
mengubah persepsi psikologis-sosial b. Adanya konflik kepemilikan hasil
tentang hutan sehingga mengakui status hutan dan lahan antar perusahaan
hukum dan tidak mengganggu hutan yang dengan masyarakat atau dengan
sedang dibangun dan diusahakan. pemerintah pusat/ provinsi/ kabupaten.
Dengan jaminan politik dan c. Adanya perambahan oleh sebagian
kebijakan pemerintah hal ini akan besar oknum anggota masyarakat yang
menjamin keamanan berusaha. Syarat tidak terkendali.
inilah yang menjadi syarat fundamental d. Sebagian areal yang dibebani Hak
untuk menciptakan iklim berusaha yang IUPHHK diubah menjadi areal
segar bagi setiap investor yang mau penggunaan lain (APL/ KBNK).
mengelola hutan bekas tebangan ini e. Instansi Kehutanan tidak mampu
dengan sistim silvikultur TPTII. melaksanakan penegakan hukum.
Keterlibatan lembaga f. Perusahaan dan sebagian besar
Internasional yang bertujuan untuk masyarakat mengganggap hasil hutan
menjaga kelestarian hutan tropis kita kayu sebagai barang tambang yang
sebagai paru-paru dunia hendaknya kita tidak tumbuh kembali setelah dipanen.
respons dengan betul-betul. Adalah benar
jika hutan tropis kita sudah menjadi 4. KESIMPULAN
sumber Oksigen bagi dunia sehingga
tekanan politik akan tetap menerpa kita. Dari berbagai uraian diatas baik
Namun secara sadar karena hanya tinggal yang menyangkut konsep maupun
kita yang memiliki hutan tropis penghasil implementasi sistem silvikultur TPTII
oksigen maka kita boleh memikul maka dapat disimpulkan beberapa hal
tanggungjawab itu dengan meminta sebagai berikut :
kepada dunia untuk membayar royalti Sistem silvikultur di hutan alam
kepada kita sebagai penghasil Oksigen sebaiknya disesuaikan dengan kondisi
dunia. Kalaupun kita tidak mengelola lokal karena mengandung aspek
hutan dalam arti memanen hutan pelestarian keaneka ragaman hayati,
setidaknya kita punya sumber pendapatan berdampak minimal dengan hasil yang
royalti ini untuk menopang kehidupan terukur sesuai dengan Kriteria dan
kita. Hutan kita boleh arahkan sebagai Indikator Pengelolaan hutan lestari
hutan konservasi, hutan lindung, dan sebagaimana di amanahkan dalam
bentuk hutan lainnya yang bertujuan Permenhut no.30/05. Potensi hutan alami
sebagai sumber oksigen asal kita bisa Indonesia selalu berkurang akibat dari
hidup dari royalti penghasil oksigen tidak terjaminnya prakondisi yang
tersebut. mendukung dan kurangnya motivasi
Maman, S (2006) Mengemukakan pengusaha untuk usaha lestari, adanya
bahwa yang menjadi penyebab utama konflik lahan hutan, perambahan kayu,
mengapa pengusahaan Hutan alami konversi fungsi lahan, tidak adanya
37
Tinjauan Konsep… Benteng HS.
38