Anda di halaman 1dari 12

Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885

TINJAUAN KONSEP DAN IMPLEMENTASI SISTEM


SILVIKULTUR TPTII

Benteng Haposan Sihombing1


1
Staff Pengajar Program Studi Ilmu Kehutanan FP USI, Indonesia.
E-Mail:

ABSTRAK

Tinjauan Konsep Dan Implementasi Sistem Silvikultur TPTII. Pengelolaan hutan dunia umumnya
menganut azas kelestarian hutan dalam arti kelestarian hasil hutan dan kelestarian sumber daya hutan.
Pengelolaan Hutan alami di Kalimantan juga mengadopsi konsep prinsip kelestarian hutan dimana azas ini
diterapkan pada saat dimulainya eksploitasi hutan alam tropis sekitar 1960-an oleh Perusahaan pemegang
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).
Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dianggap telah baik secara konsep namun secara
implementasi di lapangan masih menunjukkan kekurangan. Ini disebabkan oleh variabilitas tipe, kondisi dan
potensi hutan sangat beragam sehingga sistem silvikultur yang digeneralisasikan tidak tepat. Oleh Karena itu
diperlukan usaha untuk lebih mengimplementasikan sistem Silvikultur TPTI yang telah dan sedang
diterapkan di lapangan dan mencari bentuk lainnya yang lebih tepat dan berdasarkan perspektif hutan agar
silvikultur yang diterapkan dalam pengelolaan hutan alam produksi lebih tepat aplikasinya.
Kata Kunci: Sistem Silvikultur TPTII, Evaluasi Konsep dan Implementasi, Hutan Alami.

ABSTRACT
Overview the Concept and Implementation of TPTII Silviculture System.. Management of the world's
forests are generally adopted within the meaning of the forest preservation and conservation of forest
sustainability of forest resources. Management of natural forests in Kalimantan also adopted the concept of
forest sustainability principles in which this principle is applied at the time of the commencement of the
exploitation of natural tropical forests around the 1960s by the Company holders of forest concessions (HPH)
or license holder Timber Forest Product Utilization (IUPHHK).
Indonesian Silviculture Selective Logging Systems (TPTI) is considered having good in concept but in
implementation in the field still shows shortcomings. It is caused by the variability of the type, condition and
potential of the forest so diverse that a generalized silvicultural system is not appropriate. Hence it is
necessary efforts to further implement silvicultural systems TPTI that have been and are applied in the field
and look for other forms of more appropriate and based on the perspective that the forest silviculture applied
in the production of natural forest management more precise application.
Key words : TPTII Silviculture Systems, Concepts and Implementation Evaluation, Natural Forests.

1. PENDAHULUAN mengalami penyempurnaan menjadi


Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif
Pada awalnya, pengusahaan hutan
(TPTII).
tropis alami menerapkan sistem
Hutan alam primer yang dikelola
silvikultur yang berdasarkan tebang pilih
dulunya merupakan hutan alam tropis
yaitu Tebang Pilih Indonesia (TPI).
terbaik dalam jajaran hutan tropis di
Tebang Pilih Indonesia (TPI) ini
dunia. Hutan alam tropis merupakan tipe
kemudian mengalami penyempurnaan
hutan dengan produktivitas tertinggi
dan berubah nama menjadi Tebang Pilih
diantara hutan lainnya (Kartawinata,
Tanam Indonesia (TPTI). TPTI inipun
1975). Dengan adanya eksploitasi hutan

27
Tinjauan Konsep… Benteng HS.

yang salah pengelolaan maka atas rasa Tujuan penulisan ini adalah untuk
tanggungjawab yang tinggi kita membuat satu evaluasi tentang konsep
menghendaki agar kita kembali memiliki dan implementasi sistim silvikultur
hutan yang sama produktifitasnya dengan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif
hutan sebelum di eksploitasi (Sukotjo, (TPTII) sebagai pilihan sistem silvikultur
2004). Implementasi pengelolaan hutan yang saat ini aplikasi lapangannya masih
alam tropis khususnya di Indonesia sudah dalam tahap permulaan.
jelas melenceng jauh dari konsep
kelestarian hutan yang benar. Dengan 2. METODA PENELITIAN
kondisi luas hutan yang makin sempit
diharapkan akan diperoleh produktivitas Evaluasi Konsep
yang makin meningkat. Hal ini hanya Konsep sistem silvikultur Tebang
dapat dicapai dengan syarat Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII)
membudidayakan jenis alami yang merupakan penyempurnaan sistem
merupakan hasil pemuliaan pohon silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
dengan tidak mentolerir budidaya (TPTI) yang menekankan aplikasi
tanaman yang tidak terjamin kualitasnya manipulasi silvikultur yang intensif
minimal asal-usulnya (Pohon Induknya) dalam membangun hutan dengan alasan
harus diketahui secara jelas. Bila hal ini utama peningkatan produksi tegakan pada
dilaksanakan maka tidak mustahil rotasi berikutnya khususnya pada areal
mendapatkan produksi kayu sekitar 300- bekas tebangan (Log Over Area)
400 meter kubik setiap hektarnya Diperlukan sistem silvikultur yang
(Maman, S. 2006). memiliki kesederhanaan kegiatan dalam
Pemikiran ini telah melahirkan arti hanya berisi tahapan kegiatan yang
Pedoman yang baru yaitu sistem sesuai dengan realistis lapangan yang
silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia sifatnya site spesifik (kondisi setempat).
Intensif (TPTII). Pedoman ini telah Sistem silvikultur TPTII
dilegalitaskan dengan dikeluarkannya menjanjikan keuntungan ekologis,
Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina ekonomis dan sosial secara seimbang.
Produksi Kehutanan No.226/ VI – Keuntungan ekologis yang dijanjikan
BPHA/ 2006 tertanggal 1 September sistem ini adalah komposisi hutan yang
2006. Melalui Surat Keputusan ini dibangun tetap seperti hutan asli
Departemen Kehutanan Republik (dominasi jenis-jenis dari famili
Indonesia menawarkan pembangunan Dipterocarpaceae). Keuntungan
Perusahaan Model kepada 18 perusahaan ekonomis adalah adanya jaminan
pemegang IUPHHK aktif di Indonesia produksi pada rotasi berikutnya tanpa
dengan potensi kayu hasil pemanenan harus mengalokasikan dana khusus untuk
yang memadai untuk membiayai tanaman pembangunannya karena bisa ditutupi
baru. Perusahaan swasta telah merespons dari tebang penyiapan lahan. Keuntungan
hal ini dengan melaksanakan Pilot Project sosial yang didapatkan dari sistim TPTII
(Proyek Percontohan) TPTII meliputi adalah bisa menyerap jumlah tenaga kerja
PT.Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat, yang lebih besar jumlahnya tanpa harus
PT.Sari Bumi Kusumah, PT.Erna memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
Djuliawati, PT.Sarpatim Kalimantan Smith (1986) dalam Maman, S. (2003)
Tengah, PT.Balikpapan Forest Industries Mengemukakan bahwa perumusan sistem
dan PT.Ikani Kalimantan Timur silvikultur yang baik diawali dengan
(Dephutbun, 2006). analisa faktor-faktor alami (biogeofisik)

28
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885

dan sosial ekonomi. Sistem yang dibuat silvikultur menginginkan adanya


harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: dinamika hutan yang lebih nyata dengan
a. Memiliki kesesuaian dengan tujuan melaksanakan pemanenan pohon-pohon
pengelolaan dan karakteristik dewasa dalam jumlah dan volume yang
kepemilikan hutan. tidak berlebihan (cukup untuk
b. Memiliki kesesuaian dengan menstimulir dinamika yang proporsional)
peremajaan hutan. dan memperlakukan tegakan tinggal
c. Memiliki sistem yang efisiensi dalam sedemikian agar produktivitas pada
penggunaan lahan hutan. periode tebangan berikutnya minimal
d. Memiliki sistem yang mampu sama dengan produktivitas hutan kondisi
menjamin kelestarian hasil. primer.
e. Memiliki sistem yang mampu Melaksanakan penanaman pada
menggunakan modal dan potensi prinsipnya menambah strata semai
tegakan seoptimal mungkin. (bawah). Namun dengan adanya strata
f. Memiliki kemampuan mengatur lokasi binaan ini yang merupakan harapan pada
kegiatan sedemikian sehingga terpusat akhir rotasi maka dengan kecepatan
dan efisien. pertumbuhan yang diprediksi diatas
Maman, S. (2006). Sistem kecepatan rata-rata pertumbuhan jenis
silvikultur TPTII yang diterapkan harus meranti akan menyebabkan jenis yang di
memenuhi beberapa prinsip yang utuh bina ini akan lebih cepat memasuki strata
yaitu adanya kesesuaian sistem yang lebih tinggi. Bila kecepatan
silvikultur dengan karakteristik sumber pertumbuhan jenis binaan ini diidealkan
daya hutan dan lingkungannya, sekitar 2 x pertumbuhan rata-rata jenis
pertimbangan yang menyeluruh tentang meranti saja maka akan menyebabkan
nilai-nilai sumber daya hutan, tekanan kepada jenis pohon lainnya (non
pertimbangan biaya/ manfaat ekonomi binaan) sehingga akan mengalami
dan kesesuaian sistem silvikultur dengan pertumbuhan yang lebih lambat.
tujuan pengelolaan. TPTII menyempurnakan TPTI
Menilain konsep sistem dengan cara bersama-sama membina dan
silvikultur hendaknya memperhatikan memanfaatkan keuntungan yang berasal
secara konprehensif aspek rasionalitas di dari dinamika hutan yaitu berupa
lapangan. Sistem silvikultur yang baik pertumbuhan hutan. TPTII dilaksanakan
haruslah berdasarkan data perspektif pada hutan bekas tebangan, dimana hutan
hutan. Sistem silvikultur yang baik harus yang sedang mengalami proses suksesi
memperhatikan dampak aplikasi terhadap ini dikayakan jumlah individu jenis
sasaran dasar silvikultur itu sendiri yaitu komersil aslinya dengan adanya
struktur hutan yang terjadi, komposisi penanaman dan dirawat intensif sampai
jenis paska aplikasi, kerapatan dan akhir daur agar diperoleh hasil yang
lingkungan edafik ekosistem hutannya. meningkat melebihi kapasitas produksi
Evaluasi Struktur Tegakan. hutan yang secara gamblang akan jauh
Hutan alam diketahui adalah lebih tinggi daripada hutan tersebut
berstruktur normal (kurva J terbalik) diserahkan kepada permudaan alam
dalam arti terdapat keseimbangan antara bahkan dengan perawatan versi sistem
jumlah tingkat pertumbuhan dengan silvikultur TPTI.
pohon dewasa yang berkesinambungan. Sebenarnya struktur hutan yang terjadi
Gambaran ini memperlihatkan kondisi paska TPTI sudah bermacam bentuk
lingkungan ekosistem hutan yang sesuai dengan intensitas penebangan yang
homeostatis (hutan primer). Sementara dilakukan baik secara legal maupun

29
Tinjauan Konsep… Benteng HS.

ilegal. Secara ideal TPTI masih menjamin tidak akan merespon lebih maksimal
adanya struktur hutan yang masih dalam pembukaan tajuk? Kalaupun persoalan ini
keadaan normal bila benar-benar dijawab dengan dilakukannya perawatan
penebangan dilaksanakan hanya satu kali yang intensif, setidaknya keadaan ini
(pure logging). akan memperbesar biaya perawatan
Ada satu realitas yang terjadi di karena intensitasnya pasti tinggi.
lapangan bahwa tegakan tinggal sudah Ada indikasi bahwa struktur hutan
mengalami kemunduran kualitas akibat tidak akan pernah normal karena tiba
penggunaan alat secara mekanis. masanya diameter pohon-pohon
Pengalaman penulis ketika bekerja di penyusun tegakan mencapai 50 cm maka
PT.Keang Nam Development Indonesia ia akan ditebang secara total. Kewajiban
bahwa di areal hutan bekas tebang penebangan pohon pada akhir daur
diketahui hanya tinggal sedikit saja merupakan keharusan karena harapan
pohon-pohon yang masih sehat dan padu utama adalah tegakan yang dibangun.
(tidak gerowong) dan pohon-pohon yang Apabila pada saat akhir daur, jalur antara
ditinggalkanpun sudah merupakan pohon juga turut ditebang maka produksi
jelek. Hal ini terjadi karena penebangan meningkat secara tajam tetapi struktur
yang dilakukan tidak benar-benar hutan paska penebangan justru masih
mengacu pada sistem silvikultur TPTI dipertanyakan bagaimana bentuk dan
secara benar dan dengan berbagai alasan kenormalannya.
seolah-olah dilegalkan untuk dilakukan
penebangan berulang-ulang. Evaluasi Komposisi Tegakan.
Kondisi struktur hutan bekas TPTII menawarkan pilihan/
tebangan yang sudah parah ini bila prioritas pengembangan tanaman dari
dibebani tebangan penyiapan lahan dalam jenis-jenis Dipterocarpaceae yang cepat
porsi benar maka hutan bekas tebangan tumbuh (bongsor). Adanya pemilihan
akan tetap aman secara teoritis tetapi bila jenis yang cepat tumbuh ini
tebangan penyiapan lahan berlebihan menyebabkan biodiversitas menjadi
maka sistem silvikultur TPTII ini akan terabaikan sehingga komposisi hutan
secara prinsip untuk menghabiskan sisa jelas akan lebih miskin dari vegetasi
pohon-pohon baik paska TPTI. alami. Secara prinsip pembatasan jenis
Sementara jumlah pohon yang baik ini yang di kembangkan akan menyebabkan
jumlahnya bervariasi. Ini akan kehilangan eksistensi jenis lain atau
menurunkan struktur hutan pada kelas menghilangkan estetika bahkan
diameter terbesar (panen). Artinya kita biodiversitas berkurang. Kalaupun
membina hutan yang merupakan tegakan sebagai hutan yang memiliki fungsi hutan
yang berisi diameter 50 cm ke bawah. produksi tidak memperhatikan nilai
Konsep TPTII untuk hutan bekas biodiversity dan estetika namun
tebangan memang tampaknya membuka pembatasan jumlah jenis yang akan
dinamika dan aspek persaingan secara dibudidayakan tetap berpengaruh jelek
penuh agar kenormalan struktur hutan terhadap kualitas dan resistensi terhadap
dapat dicapai lebih cepat sehingga penyakit hutan. Dengan demikian TPTII
tanaman yang dibangunpun turut mengurangi dampak ekologis yang
memanfaatkan kompetisi yang bebas positif bagi ekosistem hutan dan
dengan potensi riap yang dimilikinya membuka peluang agent perusak tegakan
yang umumnya diatas rata-rata potensi khususnya penyakit hutan.
riap jenis lainnya. Yang menjadi Bila sejumlah 200 batang per
permasalahan adalah apakah jenis pionir hektar dengan hanya beberapa jenis

30
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885

meranti bongsor saja yang menguasai sekunder bekas tebangan (log over area).
jenis maka komposisi jenis yang terjadi Hal ini disebabkan oleh dinamika pada
relatif tidak banyak. Proses ekologis hutan virgin relatif tidak ada (keadaan
diduga tidak akan berjalan dengan normal homeostatis). Secara ideal bila TPTI
bila keragaman tidak normal karena dilaksanakan sesuai aturan maka struktur
proses ekologis akan menghasilkan dan komposisi hutan bekas tebangan
model komposisi alami dan merupakan (tegakan tinggal) masih mengikuti
hasil proses ekologis terbaik. Komposisi kenormalan dengan sedikit penurunan
hutan yang terbaik adalah terdiri dari kurva kenormalannya saja.
beragam jenis dengan porsi kuantitas dan TPTII diterapkan pada hutan
kualitas tertentu yang merupakan hasil bekas tebangan dengan berbagai realitas
proses ekologis secara alami. Tidak struktur dan komposisi tegakan tinggal
cukup alasan untuk mempertahanakan yang sangat beragam. Hal ini disebabkan
keaslian jenis hanya dengan oleh implementasi TPTI di lapangan
membudidayakan 6 atau 7 jenis alami berbeda dengan aturan yang berlaku.
saja. Barangkali perlu dikoreksi bahwa Data inventarisasi tegakan tinggal secara
jenis alami tidak harus jenis meranti umum memperlihatkan bahwa distribusi
bongsor (cepat tumbuh) saja. pohon secara keseluruhan masih
Martawijaya, dkk (1987) mengikuti keadaan distribusi yang
Mengemukakam bahwa dari 4.000 jenis menyeluruh (bagi kegiatan logging murni
hanya sekitar 10 % saja yang dianggap sekali dilaksanakan) kecuali untuk areal
penting dalam kayu yang kurang dikenal. yang merupakan tempat
Ini berarti 90 % merupakan jenis pohon terkonsentrasinya kegiatan penebangan,
yang sudah dikenal dalam kehidupan dan penyaradan dan pengumpulan kayu
telah memenuhi kebutuhan manusia. (TPK).
Sungguh banyak jenis pohon yang Barangkali penanaman 200
memerlukan kajian yang seksama untuk batang anakan meranti bagi hutan alam
mengetahui keunggulan yang dimilikinya bukanlah merupakan usaha yang
seperti riap pertumbuhannya, menambah kerapatan stadia semai
produktivitas panennya, resistensi lapangan. Tetapi merupakan usaha untuk
terhadap penyakit, kemungkinan menambah kerapatan pionir alami. Pionir
diversifikasi penggunaan dan sifat-sifat alami berusaha memanfaatkan potensi
lainnya. pertumbuhan secara maksimal sehingga
Penggunaan sistem silvikultur yang akan menjadi individu terunggul dalam
sederhana memang baik tetapi jangan hal kecepatan pertumbuhan, bidang dasar
sampai hutan alam yang kaya biodiversiti dan potensi produksi kayunya.
ini digantikan oleh tegakan sederhana Kerapatan tegakan tinggal yang
oleh karena tegakan pengganti itu mudah sedemikian akan diperkaya oleh kegiatan
dimengerti (Simple silviculture has penanaman jenis bongsor pada stadia
important virtues but the forest should semai pada tahap awal penerapan sistem
not be turn down and replace with simple silvikultur TPTII. Kerapatan hutan secara
stand just because they easy tu undestand, keseluruhan akan bertambah sejalan
David M. Smith, 1986 dikutip oleh dengan proses waktu dan dengan
Sagala, AP. 1989). kecepatan tumbuh jenis binaan akan
menyebabkan kerapatan per stadia
Evaluasi Kerapatan Tegakan. pertumbuhan akan berubah-ubah setiap
Kerapatan hutan virgin (perawan) waktu.
akan lebih rendah dibandingkan hutan

31
Tinjauan Konsep… Benteng HS.

Menanam berarti menambah tingkat hutan akan mengalami degradasi bila


stock hutan untuk menghasilkan produksi intensitas penebangan berlangsung secara
akhir yang lebih tinggi dari kondisi asal. berlebihan.
Menanam 200 batang semai meranti dan Yang menjadi pertanyaan adalah
memanen 200 batang (300 m³) pada akhir apakah dengan hanya beberapa jenis
daur sama dengan sistem tebang habis pilihan/ prioritas pengembangan jenis ini
seperti yang dilaksanakan pada kebun maka neraca hara tanah hutan tidak
kayu. Pemanenan meranti pada tahun ke terganggu ? Atau, apakah tanah hutan
35 berati sama dengan mendapatkan akan mampu menghara unsur yang
hasil sebesar 1,5 m³ dari satu batang diperlukan untuk pertumbuhan jenis-jenis
meranti atau 0,04 m³ per tahun. terpilih secara optimal bagi pertumbuhan
Dalam TPTII ini akan tampak yang normal. Adakah unsur tanah
bahwa manipulasi silvikultur bagi dijadikan sebagai dasar dari penetapan
tanaman buatan terbatas hanya maksimal sistem silvikultur TPTII ini? Kenyataan
pada pembebasan. Tidak ada penjarangan bahwa dari sekian sistem silvikultur yang
bagi tanaman buatan. Sepenuhnya hanya pernah diterapkan tidak pernah satu
mengusahakan dan menyiapkan satu sistem silvikulturpun yang menjadikan
kondisi yang kondusif bagi tanaman tanah hutan menjadi satu dasar
buatan untuk mendapatkan faktor-faktor pertimbangan dilaksanakannya sistem
yang mempengaruhi pertumbuhan secara silvikultur tersebut. Persoalan terbesar
optimal. Perhatian utama adalah untuk letaknya justru pada tanah hutan yang
memaksimalkan riap agar produktivitas bervariasi jenis dan kepekaannya
akhir bisa maksimal. Pertanyaan yang terhadap setiap perubahan.
timbul kemudian adalah sebesar apakah Kegiatan penanaman akan sedikit
perhatian yang akan diberikan perusahaan memperbaiki sistem Hidroorologis dan
terhadap tegakan binaan pada hutan yang setelah tanaman dewasa maka
begitu luas. Praduga penulis bahwa dampaknya akan lebih nyata
perawatan akan terlaksana pada areal- menguntungkan pada stabilitas tanah
areal hutan yang terakses saja dan pada hutan. Keamanan ekologis hutan hanya
tahap-tahap awal saja karena kalau dapat dijamin apabila memanen sebesar
meranti sudah mapan (establish) di riap hutan saja. Bila melebihi maka akan
lapangan maka kemampuan untuk berakibat fatal. Sampai saat ini,
mengalahkan penyaing lainnya sudah penebangan yang dianggap aman secara
kuat. Hanya liana dan perambat saja yang ekologis adalah sekitar 40 – 50 batang
dapat mengalahkan phon meranti per hektar. Penebangan 100 batang
tersebut. per hektar sudah cukup mengganggu
ekosistem dan proses ekologis yang
Evaluasi Tanah Hutan. berlangsung dalam hutan. Bahkan hutan
Tanah hutan bekas tebangan virgin sekalipun bila dilakukan
dengan intensitas penebangan kecil penebangan dengan jumlah 100 batang
sampai sedang masih akan dapat per hektar pohon terbesar tetap akan
menjamin proses ekologi secara baik memberikan dampak negatif yang tinggi
karena efek konservatif masih terjamin. karena pemanenan umumnya
Hal yang menjadi masalah adalah bila menggunakan alat berat. Kalau demikian
tofografi lapangan curam akan halnya sama saja dengan pengurasan.
menyebabkan pemindahan humus Artinya pasti lebih buruk dari sistem
berlangsung dengan cepat terutama bila silvikultur lainnya. Jadi kesannya TPTII
dekat dengan alur atau sungai. Tanah ini adalah sistem silvikutur terakhir yang

32
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885

dipaksakan bagi pengelolaan hutan bekas Merubah penutupan lahan akan


tebangan sebelum jadi padang alang- membuka peluang bagi perubahan
alang atau dirubah fungsi hutan menjadi kondisi tanah hutan ke arah yang makin
fungsi lainnya. dinamis. Tanah dibawah tegakan hutan
Pengelolaan hutan yang baik yang stabil merupakan kondisi tanah
hanyalah memanen kayu sama dengan terbaik bagi pertumbuhan vegetasi hutan
riap pertumbuhan (termasuk kerusakan secara berkesinambungan. Merusak
akibat pemanenan) karena bila melebihi tegakan hutan berarti merusak tanah
akan menyebabkan degradasi kuantitas hutan. Bila tanah hutan sudah rusak jelas
maupun kualitas. Pemanenan yang baik jenis vegetasi hutan tidak akan dapat
memperhitungkan faktor bentuk dan tumbuh. Walaupun suksesi hutan bisa
faktor keamanan penebangan namun ini menjawab hal ini namun
sering disalahartikan oleh pengelola pengembaliannya akan memakan waktu
sehingga pemanenan yang dilakukan yang sangat lama. Pemulihan hutan hanya
harus mencapai produksi bersih bukan akan dapat tercapai bila kondisi tanah
lagi berdasarkan target tebangan yang hutannya sudah pulih dan siap untuk
ditetapkan oleh pemerintah secara legal. memberikan dukungan bagi kehadiran
Pemanenan dibawah riap sama dan pertubuhan jenis-jenis vegetasi alami.
dengan penyehatan hutan dan konsep ini
tidak dianut oleh sistem silvikultur Evaluasi Implementasi
sehingga memanen riap juga dianggap Pada kenyataannya sejalan
tidak menguntungkan. Barangkali perlu dengan perjalanan waktu implementasi
kajian yang lebih konprehensif tentang sistem silvikultur selalu terjadi kesalahan
pemanenan agar lebih sedikit pengelolaan (missmanagement) sehingga
menyebabkan kerusakan. Memang sudah perlu diadakan penyempurnaan sistem
ada konsep pembalakan berdampak silvikultur yang akan diterapkan di
rendah/ ramah lingkungan (Reduced lapangan dengan mengadakan perubahan
Impact Logging) yang oleh Dr. Elias metoda yang disesuaikan lebih mengacu
(Dosen pemanenan hasil hutan IPB) data lapangan. Pada prinsipnya yang
menjanjikan keamanan tanah hutan dan menjadi alasan utama dari
kelayakan untuk dikelola pada rotasi penyempurnaan/ penggantian sistem
berikutnya. Namun Perusahaan silvikultur ini adalah adanya
pengusahaan hutan enggan untuk didapatkannya satu kenyataan bahwa
melaksanakan metode pemanenan ini. generalisasi sistim silvikultur untuk
Pemanenan yang baik adalah semua wilayah ternyata tidaklah tepat.
pemanenan yang benar-benar Artinya perlu sistem silvikultur yang
berdasarkan pertimbangan yang disesuaikan dengan kondisi tempat
berimbang antara keuntungan ekonomis tumbuh setempat karena sifat ekosistem
dan dampak ekologis ekosistem hutan hutan yang site spesifik.
yang diusahakan. Perencanaan yang baik
adalah mengukur data lapangan secara 3. PEMBAHASAN
benar dan tindakan yang diambil
berdasarkan hasil pengukuran lapangan Ada beberapa aspek yang menjadi
yang berperspektif ekologi hutan. Bila hal titik perhatian utama yang belum
ini dilaksanakan maka hutan akan aman mendapatkan porsi yang sebenarnya
secara ekologis dan memberikan untuk dikritisi dan menjadi dasar dalam
keuntungan yang berarti bagi pengelola mengevaluasi implementasi sistem
hutannya. silvikultur TPTII agar mengenai sasaran

33
Tinjauan Konsep… Benteng HS.

dan tujuan aplikasi sistem silvikultur hutan yang diidam-idamkan. Sistem


secara tepat. Aspek-aspek tersebut silvikultur apa saja yang diterapkan akan
meliputi: gagal (menambah kehancuran ekosistem
hutan) bila tidak dilaksanakan atas dasar
Kesesuaian Sistem Silvikultur data yang benar. Hal ini mendukung
a. Data perspektif hutan pegetahuan yang benar dengan karakter
Data yang digunakan untuk produktivitas hutan yang sedang dikelola
aplikasi sistem silvikultur TPTII, sampai sehingga kita mampu memprediksi hasil
saat ini berasal dari data lapangan oleh yang didapatkan dari setiap kegiatan
HPH yang ditunjuk untuk melaksanakan silvikultur yang dilakukan.
pilot project (proyek uji coba). Validitas Melihat kondisi hutan bekas
data akan ditentukan oleh akurasi tebangan dewasa ini yang cukup banyak
pengukuran lapangan yang dilakukan variasi kehancurannya, mulai dari hutan
oleh perusahaan contoh. Kondisi data bekas tebangan, belukar tua, belukar dan
yang diidealkan akan menyebabkan alang-alang maka tidak semua lagi areal
penafsiran dan pengambilan keputusan hutan bekas tebangan bisa menerima
yang keliru. Ini sering dilakukan oleh aplikasi sistem silvikultur TPTII ini.
HPH (paska TPTI, contoh pada Untuk hutan bekas tebangan yang
pengukuran riap petak ukur permanent) memiliki potensi diatas 20 m³/ ha maka
dan bahkan HPH tidak mau mengirimkan sistem ini mungkin masih memungkinkan
laporan hasil pengukurannya kepada diterapkan. Namun menurut pengalaman
Departemen Kehutanan. lapangan jika pengusaha tak perduli
Menejemen hutan tidak dapat dengan aturan dan pihak yang berwenang
diterapkan dengan benar jika tidak mengurus hutan dengan tidak benar maka
mengetahui dan mengerti aspek ekologi pelaksanaan lapangan akan bisa hanya
hutan yang akan dikelola. Data dasar sebatas asal ada bukti.
seperti identifikasi jenis, struktur hutan, Menurut hemat penulis, sistem
komposisi hutan, kerapatan, permudaan silvikultur TPTII ini tidak mengcover
dan riap pertumbuhan harus dengan benar seluruh tipe-tipe hutan bekas tebangan
diketahui agar tidak mengalami kesalahan termasuk hutan yang sudah menjadi
pengelolaan hutan (Efendi, R. 1997). belukar. Sementara masih banyak yang
Data yang benar adalah data yang berasal dilakukan untuk hutan bekas tebangan
dari pengukuran lapangan. Aspek apa yang sudah ditumbuhi oleh alang-alang.
saja yang akan dikaji hendaknya diukur Peluang untuk kembali ke keadaan
secara benar dan dilaporkan sesuai semula (pemulihan) bahkan sampai ke
dengan keadaan yang sebenarnya. keadaan klimaks masih sangat
Sampai saat ini, laporan dari HPH memungkinkan bila benar-benar
pencoba masih sekitar data dalam tahap diadakan kegiatan silvikultur
pengukuran awal. (penanaman, perawatan dan
Namun dapat dikatakan bahwa pengamanan). Riskan, E. 2000.
bila formulasi sistem silvikultur yang Melaporkan berdasarkan hasil
berdasarkan data perspektif hutan penelitiannya bahwa jenis Shorea
dilaksanakan maka sistem silvikultur parvifolia adalah satu diantara jenis dari
yang diterapakan akan berbeda pada famili Dipterocarpaceae yang dapat
setiap kondisi dan tempat. TPTII yang tumbuh di areal terbuka dan memiliki
sedang digalakkan inipun kalau bukan kecepatan pertumbuhan yang tinggi.
berdasarkan data perspektif hutan tidak Kalau memang ada jenis meranti yang
akan dapat memenuhi harapan kelestarian bisa tumbuh ditempat terbuka dengan

34
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885

sukses, kenapa kita tidak mengarahkan Kelayakan sistem silvikultur


sasaran silvikultur itu terhadap areal a. Kelayakan secara ekologis
hutan yang sudah terbuka secara serius Sistem silvikultur TPTII secara
khususnya di areal hutan alang-alang, ekologis layak dilaksanakan hanya bila
belukar muda dan belukar. pada pemanenan pada periode akhir daur
Sistem silvikultur harus tepat penebangan dilakukan atas sejumlah 50
sasaran. Jangan sampai sistem silvikultur batang/ ha atau dengan volume produksi
yang diterapkan ini merupakan sistem dibawah 150 m³/ ha. Sebenarnya di
silvikultur terakhir yang bisa dipaksakan Kalimantan Timur khususnya pada Hutan
sebelum hutan tersebut menjadi Dipterocarpaceae hanya menebang
hamparan belukar atau alang-alang. sekitar 14 batang/ hektar kayu produksi.
Kalau demikian halnya maka sistem HPH PT. ITCI sekitar 8 – 12 batang/
silvikultur ini justru tidak lebih baik dari hektar (Mackinnon, 1994). Bagaiman
sistem silvikultur sebelumnya. sekalipun bila penebangan masih
menganut metode mekanisasi maka
b. Sistem silvikultur site spesifik kerusakan tegakan dan lahan hutan akibat
Sistem silvikultur TPTII pemanenan tida bisa dihindari.
dibenarkan oleh Permenhut no.35/ 2002 Disarankan bila menerapkan sistem
yang memungkinkan penerapan lebih dari silvikultur TPTII maka kegiatan logging
satu sistem silvikultur karena dihendaki hendaknya menerapakan konsep dan
adanya terapan sistem silvikultur yang metode pemanenan yang ramah
berdasarkan data perspektif hutan lingkungan seperti Reduced Impact
sehingga sifatnya site spesifik (sesuai logging (RIL) yang memungkinkan
keadaan tapak). Artinya sistem silvikultur terjaminnya keamanan ekologis hutan
TPTII ini mendukung adanya perubahan bekas tebangan.
sistem silvikultur yang selama ini berlaku Hutan bekas tebangan yang
general menjadi site spesifik. dibangun dengan sistem silvikultur TPTII
Disadari bahwa generalisasi hanya dapat dijamin keamanan
sistem silvikultur yang diberlakukan ekologisnya jika tidak ada kegiatan
selama ini telah membuat aplikasi yang lapangan selain memberikan efek yang
kacau dan tidak tepat pengelolaan. Sistem positif terhadap pertumbuhan dan
silvikultur yang diperlukan tidaklah pemaksimalan produksi hutan. Bila ada
serumit yang dibeberkan oleh aturan yang kegiatan lainnya maka hutan tidak akan
ditetapkan oleh Pemerintah melalui dapat dijamin akan memberikan hasil
Departemen Kehutanan. Sistem yang sesuai dengan harapan.
silvikultur sebenarnya memiliki
kesederhanaan acuan dan karena datanya b. Kelayakan secara ekonomis
berasal dari sitenya maka dapat Dengan semakin berkurangnya
dipastikan akan lebih sederhana dan lebih pasokan kayu dari hutan alam maka pada
mudah dilaksanakan. Namun janganlah masa yang akan datang akan lebih sulit
memformulasikan sistem silvikultur yang mendapatkan kayu jenis Meranti yang
mudah tetapi berakibat fatal dengan berharga murah dengan kualitas terbaik.
kehilangan jenis-jenis asli. Artinya Namun bila kayu tersebut berasal dari
karena pemahaman terhadap sifat-sifat budidaya yang jelas-jelas dibangun
beberapa jenis sudah diketahui secara dengan investasi dana yang jelas maka
baik maka sistem silvikultur diarahkan prospek nilai kayu akan layak secara
hanya kepada pengembangan ekonomis. Bahkan bukan tidak mungkin
sekelompok jenis itu saja. kalau kalau hasil dari budidaya ini

35
Tinjauan Konsep… Benteng HS.

merupakan kayu bernilai tertinggi dari hutan yang dipengaruhi oleh tipe
semua jenis yang dikeluarkan dari hutan tanahnya.
yang dikelola dengan sistem TPTII. Adanya reward sistem atas
Tetapi jenis-jenis bagur (bongsor) penghargaan kepada pengusaha yang
bukanlah jenis meranti terbaik sepanjang melaksanakan aturan dengan baik akan
masa terutama apabila dikaitkan dengan memberikan rangsangan khusus bagi
fungsi penghara kayu konstruksi. pemegang IUPHHA agar lebih
Sehingga penggunaan kayu hasil berprestasi lagi dengan baik.
penanaman ini tidak memenuhi
sepenuhnya peruntukan kebutuhan c. Kelayakan sosial/ Kemasyarakatan
manusia. Lagi pula tidak ada jaminan Alasan akan adanya status hukum yang
kalau perawatan yang diberikan di jelas dengan adanya kegiatan penanaman
lapangan akan memberikan efek positif dalam hutan bekas tebangan oleh
terhadap kualitas kayu. pemegang IUPHHK mungkin dapat
Tetapi kalau kayu dari hasil merubah pandangan sosial/ masyarakat
penanaman ini berasal dari hasil rekayasa tentang besarnya nilai investasi yang
genetik atau hasil pemuliaan pohon dilakukan oleh perusahaan sehingga tidak
minimal dari species trial maka jamin ini begitu mudah lagi untuk tidak perduli
akan bisa dipastikan. Pada pembangunan dengan hutan. Sedikit tidaknya
hutan meranti modern, bahan tanaman masyarakat sudah mengerti bahwa akan
harus berasal dari hasil pemuliaan yang ada sanksi yang jelas bila masyarakat
dapat dipertanggungjawabkan secara mengganggu hutan yang sedang
fenotif maupun genotif. diusahakan.
Sifat-sifat tanah juga bervariasi Ada beban psikologis sosial yang
dalam menopang vegetasi hutan untuk diperbesar oleh pengetahuan masyarakat
tumbuh dan menghasilkan kayu melalui yang minim tentang manfaat dari hutan
riapnya. Tipe tanah di Kalimantan bisa secara menyeluruh baik sebagai
saja berbeda dengan tipe tanah hutan di penyangga kehidupan, sumber air,
Sumatera atau Sulawesi. Dengan jaminan keragaman binatang dan
perbedaan sifat-sifat tanah hutan yang tumbuhan. Semuanya ini mempengaruhi
ada ini maka karakter produksi setiap bahkan menentukan lingkungan hidup
tempat yang berbeda bisa menghasilkan masyarakat di sekitar hutan dan dalam
produk yang berbeda. Kecepatan hutan. Masyarakat tidak boleh dianggap
pertumbuhan bisa berbeda walaupun terpisah dari pengelolaan hutan.
secara geografis berada dalam garis Masyarakat harus dilibatkan sedemikian
lintang yang sama. agar penghargaan terhadap keberadaan
Tanah hutan yang mampu status hutan dan pengusahaan hutan bisa
memberikan daya dukung potensi mendapat pengakuan.
pertumbuhan yang tinggi jangan Pengelolaan hutan hendaknya
disamakan kewajibannya dengan hutan memberikan kontribusi yang nyata bagi
yang mengandung daya dukung potensi anggota masyarakat sehingga
pertumbuahan rendah. Alangkah baiknya menimbulkan rasa penghargaan atas
kejelasan tentang tipe hutan menurut keberadaan perusahaan pengelola hutan
karakter produksinya. Pemegang dengan cara menghargai aset berupa
IUPHHA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil tanaman hutan yang dikelola. Sehingga
Hutan Alam) dibedakan mana yang tidak ada illegal occupation oleh anggota
bertipe A, B dan seterusnya yang masayarakat dan terjalin keharmonisan
menggambarkan potensi pertumbuhan

36
Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 1, Maret 2015 ISSN : 1412 – 6885

sesama tanpa adanya konflik lahan produksi tidak bisa mencapai keadaan
maupun hasil hutan. lestari adalah :
a. Sebagian besar pemegang IUPHHK
d. Kelayakan keamanan berusaha tidak memiliki motivasi dan
Keamanan berusaha bisa kepercayaan untuk mempertahankan
didukung oleh pemahaman oleh kesinambungan usahanya karena tidak
masyarakat tentang status dan keberadaan adanya kepastian kebijakan politik
hutan yang benar. Sosialisasi akan yang menjamin kelangsungan usaha
memegang peranan penting dalam usaha tersebut.
mengubah persepsi psikologis-sosial b. Adanya konflik kepemilikan hasil
tentang hutan sehingga mengakui status hutan dan lahan antar perusahaan
hukum dan tidak mengganggu hutan yang dengan masyarakat atau dengan
sedang dibangun dan diusahakan. pemerintah pusat/ provinsi/ kabupaten.
Dengan jaminan politik dan c. Adanya perambahan oleh sebagian
kebijakan pemerintah hal ini akan besar oknum anggota masyarakat yang
menjamin keamanan berusaha. Syarat tidak terkendali.
inilah yang menjadi syarat fundamental d. Sebagian areal yang dibebani Hak
untuk menciptakan iklim berusaha yang IUPHHK diubah menjadi areal
segar bagi setiap investor yang mau penggunaan lain (APL/ KBNK).
mengelola hutan bekas tebangan ini e. Instansi Kehutanan tidak mampu
dengan sistim silvikultur TPTII. melaksanakan penegakan hukum.
Keterlibatan lembaga f. Perusahaan dan sebagian besar
Internasional yang bertujuan untuk masyarakat mengganggap hasil hutan
menjaga kelestarian hutan tropis kita kayu sebagai barang tambang yang
sebagai paru-paru dunia hendaknya kita tidak tumbuh kembali setelah dipanen.
respons dengan betul-betul. Adalah benar
jika hutan tropis kita sudah menjadi 4. KESIMPULAN
sumber Oksigen bagi dunia sehingga
tekanan politik akan tetap menerpa kita. Dari berbagai uraian diatas baik
Namun secara sadar karena hanya tinggal yang menyangkut konsep maupun
kita yang memiliki hutan tropis penghasil implementasi sistem silvikultur TPTII
oksigen maka kita boleh memikul maka dapat disimpulkan beberapa hal
tanggungjawab itu dengan meminta sebagai berikut :
kepada dunia untuk membayar royalti Sistem silvikultur di hutan alam
kepada kita sebagai penghasil Oksigen sebaiknya disesuaikan dengan kondisi
dunia. Kalaupun kita tidak mengelola lokal karena mengandung aspek
hutan dalam arti memanen hutan pelestarian keaneka ragaman hayati,
setidaknya kita punya sumber pendapatan berdampak minimal dengan hasil yang
royalti ini untuk menopang kehidupan terukur sesuai dengan Kriteria dan
kita. Hutan kita boleh arahkan sebagai Indikator Pengelolaan hutan lestari
hutan konservasi, hutan lindung, dan sebagaimana di amanahkan dalam
bentuk hutan lainnya yang bertujuan Permenhut no.30/05. Potensi hutan alami
sebagai sumber oksigen asal kita bisa Indonesia selalu berkurang akibat dari
hidup dari royalti penghasil oksigen tidak terjaminnya prakondisi yang
tersebut. mendukung dan kurangnya motivasi
Maman, S (2006) Mengemukakan pengusaha untuk usaha lestari, adanya
bahwa yang menjadi penyebab utama konflik lahan hutan, perambahan kayu,
mengapa pengusahaan Hutan alami konversi fungsi lahan, tidak adanya

37
Tinjauan Konsep… Benteng HS.

penegakan hukum dan usaha kehutanan Atlas Kayu Indonesia. Balai


dianggap usaha penambangan. Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Penanaman yang terbatas pada beberapa
jenis meranti unggulan di hutan alam [4] Riskan, E . 1997. Pertumbuhan
produksi perlu dilakukan secara hati-hati Shorea parvifolia pada Areal
karena tegakan terbaik adalah tegakan terbuka di Hutan Penelitian
dengan komposisi jenis yang beragam Wanariset Sangai, Kaliamantan
sehingga tidak ada celah untuk tengah. Buletin Penelitian
mengarahkan hutan alam ke hutan Kehutanan, Samarinda. Visi
tanaman (Monokultur). Pembangunan dan Misi Teknis BPK
hutan alam tidak sama dengan Samarinda. Vol, 5 No. 1. ISSN
pembangunan hutan tanaman sehingga 1410 – 1025.
sistem silvikultur TPTIIpun kalau tidak
berdasarkan data perspektif hutan lokal [5] Sagala, AP. 1989. Memanfaatkan &
tetap akan menghasilkan kondisi Melestarikan Hutan Produksi
pengelolaan yang tidak tepat guna. Indonesia. Balai Teknologi
Pembangunan hutan tanaman meranti di Reboisasi Banjarbaru. Ditjen
hutan alami produksi menghasilkan Reboisasi dan Rehabilitasi
optimisme terhadap pelestarian hutan lahan.
alami hanya jika memperhatikan potensi
pada rotasi tebang berikutnya dengan [6] Sukotjo, 2004. Regime Silvikultur
pengaturan porsi pemanenan yang hati- upaya merehab dan
hati. Menanam sejumlah semai meranti meningkatkan potensi hutan
tidak harus memanen pohon meranti Indonesia. Pidato Purna Tugas.
dengan dengan jumlah yang sama.
Artinya menanam hendaknya lebih [7] Sutisna, M. 2003. Teknik budidaya
banyak dari memanen. Jika memanen Kehutanan Kayu dan Nirkayu.
sama dengan menanam maka hutan tetap Fakultas Kehutanan
akan rusak. Universitas Mulawarman
Samarinda.
DAFTAR PUSTAKA
[8] Sutisna, M. 2006. Kondisi Hutan
[1] Dephutbun, 2006. Penyelenggaraan Alam di Kalimantan Timur dan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Upaya peningkatan
melalui Gerakan Nasional produktivitas melalui
Rehabilitasi Hutan Dan Lahan pembuatan Hutan Tanaman.
(GN-RHL/ GERHAN) di Disampaikan pada Kegiatan
Provinsi Kalimantan Timur Pelatihan Alih Teknologi
tahun 2004 dan 2005. Pembuatan Bibit Tanaman
Sistem Fog-Cooling
[2] Kartawinata, 1975. The Tropical (KOFFCO). Balai Penelitian
Rain forest. Biotrop training dan Pengembangan Kehutanan
course in forest entomology, Kalimantan dengan
may 19 june 1975. Bogor. KOMATSU – JICA.

[3] Martawijaya, A., I. Kartasujana, K.


Kadir & S.A. Prawira. 1981.

38

Anda mungkin juga menyukai