Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN ILMIAH ARSITEKTUR INDONESIA

IDENTIFIKASI CANDI MUARO JAMBI

OLEH :
I WAYAN BAYU PRAMANA
2105521004

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2023

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah................................................................................................3
- Rumusan Masalah.........................................................................................................3
- Tujuan Penelitian...........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
- Gambaran Umum..........................................................................................................4
- Detail Arsitektural.........................................................................................................5
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan....................................................................................................................7

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Peradaban sungai di Nusantara era klasik berkembang di pulau Sumatera, Jawa,
dan Kalimantan.Pada wilayah Sumatera terdapat dua sungai besar, yakni Batanghari
dan Musi. Sungai Batanghari tergolong sebagai sungai terpanjang di Sumatera dan
menempati urutan ke tiga di Indonesia. Daerah Aliran Sungai Batanghari ber-hulu
dari dua wilayah, yakni di Danau atas-dan Danau Bawah Solok-Sumatera Barat, dan
di wilayah dataran tinggi Kerinci di Provinsi Jambi (Sadzali, 2019).
Daearah Aliran Sungai Batanghari di masa lampau dipandang sangat penting, tidak
hanya sebagai sumber kehidupan, dan perekonomian, juga dalam hal sakralitas.
Ditinjau dari temuan arkeologi telah muncul pengaruh ajaran budha di wilayah hilir
Sungai Batanghari, tepatnya di situs percandian Muara jambi.
Fenomena dan hipotesa awal ini menjadi alasan penelitian Dasar pandangan bahwa
kebudayaan itu sifatnya unik dan lokalitas, atau memiliki ciri masing-masing menjadi
alasan penelitian karakteristik arsitektur percandian di wilayah hulu dan di wilayah
hilir. Fenomona budaya ini memunculkan satu pertanyaan, yakni bagaimana
karakteristik arsitektur percandian masa klasik di DAS Batanghari? Dasar pandangan
tersebut menjadi pertanyaan penelitian yang diajukan dengan menggunakan
metode arkeologi dengan ruang lingkup kajian yakni arsitektur masa klasik di DAS
Batanghari meliputi percanduan di hulu yakni di wilayah Dhamasraya, dan di hilir
yakni di wilayah Muara Jambi.

B. RUMUSAN MASALAH
- Bagaimanakah sejarah kompleks candi muaro jambi?
- Bagaimanakah susunan penempatan candi muaro jambi?
- Bagaimanakah konstruksi candi muaro jambi?
- Apakah yang menjadi ornamen khas candi muaro jambi?

C. TUJUAN PENELITIAN
- Mempelajari persebaran budaya Hindu-Buddha, yang terdapat pada wilayah
candi muaro jambI.
- Mempelajari konsep penataan masa candi muaro jambi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
Kawasan Candi Muaro Jambi merupakan peninggalan dari kerajaan Melayu Kuno,
dan merupakan peninggalan masa Hindu-Buddha terluas di Indonesia bahkan di Asia
Tenggara. Candi Muaro Jambi ini terdiri dari 87 reruntuhan bangunan kuno,
sembilan di antaranya telah dibuka dan dilakukan penanganan pelestarian secara
intensif. Candi-candi yang telah dilakukan pemugaran adalah Candi Gumpung, Candi
Tinggi I, Candi Tinggi II, Candi Kembar Batu, Candi Astano, Candi Gedong I, Candi
Gedong II, Candi Kedaton, dan Candi Kotomahligai.

Menurut Soebadayo (1998:77) Muara Jambi bertanggal abad ke-11 hingga ke-13,
satu-satunya situs bangunan batu bata masa Klasik di sumatera yang relatif sangat
terpelihara, dapat dikaitkan dengan data kesejarahan Melayu yang telah ada pada
awal abad ke-7, mempunyai pusat politik dan kebudayaan di sepanjang Sungai
Batanghari, sekitar tahun 1080. Melayu
menggantikan Sriwijaya sebagai kerajaan yang menguasai Sumatera. Situs Muara
Jambi terdiri atas 12 bangunan yang masih berdiri, kira-kira 21 gundukan batu bata
dan tanah tak tergali, seluruh bangunan merupakan tempat suci Agama Budha.

B. Detail Arsitektural
Pada kompleks Candi Muaro Jambi terkesan tata letak candinya tidak dirancang
dalam satu masa yang sama, karena polanya berbeda- beda antara kompleks satu
dengan lainnya, termasuk tata letak orientasinya tidak sama.
teknik susunan struktur bata berupa susun silang teknik gosong dan pada bagian
tengah struktur terdapat isian berupa campuran pasir, tanah, dan kerikil putih dalam
jumlah besar. Hal tersebut dapat diamati dari bagian reruntuhan candi yang belum
mengalami pemugaran.

1. Bentuk Global Candi


Candi yang bentuk globalnya sangat terlihat pada kompleks candi muaro
jambu adalah bangunan dari candi tinggi yang telah mengalami pemugaran,
dimana candi ini terbuat dari material batu bata dan dibangun menggunakan
pola mandapa garuda yang terlihat dari adanya tiga buah sudut yang membentuk
mandapa. Secara fungsi ataupun peruntukan, mandapa umumnya dijadikan
untuk penempatan arca, sebagai tempat untuk meditasi, tempat untuk
beraktifitas religi atau ritual (Gray, 2016).

4
Sketsa Candi Tinggi
sumber: dokumen pribadi

2. Ornamen Khas pada Candi Muaro Jambi

Sketsa makara gajah mina pada candi gumpung, dan candi kedaton
Sumber: dokumen pribadi

Ornamen yang menjadi ciri khas dari candi ini adalah Makara yang terbuat dari
batu andesit dan hanya ditemukan satu jenis ornamen yang berwujud Gajah
Mina. Kata “makara” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “naga laut”
atau “monster air”. Dalam mitologi Hindu/Buddha, makara merupakan gabungan
dua makhluk (hewan), bagian depan biasanya berwujud gajah/rusa dan bagian
belakangnya digambarkan sebagai hewan air yang berwujud ikan atau ular.

5
Makara biasa dijumpai sebagai salah satu unsur/komponen pada bangunan suci
(candi). Komponen pada bangunan suci dibuat selain untuk memperindah
bangunan, umumnya juga memiliki filosofi yang berkaitan dengan makna
simbolik. Makara pada candi digambarkan berwujud makhluk mitologi berupa
kombinasi dua ekor binatang yaitu gajah dengan ikan yang dikenal sebagai gaja-
mina dengan variasi tertentu yang digambarkan dengan mulut terbuka lebar. Ada
dua candi di Muara jambi yang dilengkapi dengan makara, yaitu Candi Gumpung
dan Candi Kedaton.

• Makara pada Candi Gumpung


Candi Gumpung merupakan salah satu candi di Kawasan Cagar Budaya
Muarajambi. Candi ini memiliki halaman luas yang dibatasi pagar keliling
berukuran 150 meter x 155 meter. Halaman candi ini terbagi menjadi
delapan bagian yang disusun secara simetris dan masing-masing bagian
dibatasi pagar bata. Sedangkan bangunan induk menghadap ke timur
berukuran 17,9 meter x 17,3 meter.
Makara di Candi Gumpung hanya satu yang ditemukan. Letak makara
berada di candi induk, pada bagian depan tangga. Makara diwujudkan
dalam berbentuk kepala binatang dengan mulut membuka lebar.

• Makara Candi Kedaton


Candi Kedaton merupakan salah satu candi di Kawasan Cagar Budaya
Muarajambi. Di dalam kompleks terdapat candi induk yang menghadap
ke utara, berdenah bujursangkar berukuran 26 m x 26 m. Tinggalan
arkeologis lain yang ditemukan di situs Candi Kedaton adalah pagar
keliling, padmāsana batu, umpak-umpak batu, sumur dan gapura
Sedangkan makara Candi Kedaton ditemukan di gapura utama,
tepatnya pada ujung pipi tangga. Satu makara berada di tangga luar, dan
dua makara ada di bagian tangga dalam. Yang cukup unik dari makara di
Candi Kedaton ini adalah adanya tulisan pada bagian samping makara.

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Candi Muaro Jambi Merupakan kompleks candi peninggalan Budha pada abad ke 11
sampai 13 M yang dibangun dari batu bata dengan teknik gosong dan susun silang, serta
memiliki fungsi sebagai tempat pemujaan, dan pendidikan sebagai upaya dalam
menyebarkan agama Budha di wilayah Jambi. Hal tersebut terlihat dari adanya bangunan
candi tinggi yang merupakan sebuah mandapa berpola garuda, dimana menapa merupakan
sebuah bangunan yang digunakan dalam kegiatan religi agama buddha.

7
Daftar Pustaka
https://www.researchgate.net/publication/289175645_The_Architecture_of_Si_Pamutung_
between_local_traditions_and_Javanese_influences
https://online-journal.unja.ac.id/titian/article/view/19163
https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/Kalpa/article/view/1616
https://stabnalanda.e-journal.id/dv/article/view/35/10

Anda mungkin juga menyukai