Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL RANCANGAN ASESMEN & INTERVENSI KLINIS

“Coping Keluarga dalam menghadapi Kedukaan atas Anggota Keluarga karena

COVID-19”

Dosen Pengampu: Kartika Sari Dewi, S.Psi., M.Psi.

Proposal ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Asesmen dan Intervensi

Klinis Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Disusun Oleh:

Kelompok 11, Kelas 1

Meyliza Anisa 15000118120010

Dewi Asih Cahyaning A 15000118130090

Diory Singgya Zefanya 15000118130117

Humaira Alifah 15000118130126

Levyna Alexandra Sekar 15000118130129

Theresia Steffany 15000118130137

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat segala
karunia nikmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan proposal Intervensi Kelompok
mengenai Coping keluarga dalam menghadapi kedukaan atas anggota keluarga karena
COVID-19. Penyusun berterima kasih kepada dosen pengampu Ibu Kartika Sari Dewi
S.Psi., M.Psi. atas segala bimbingan.

Dalam penyusunannya, penyusun menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan


pemahaman penyusun menyebabkan proposal ini belum dapat dikatakan sempurna. Oleh
sebab itu, penyusun menerima kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata, penyusun
berharap bahwa apa yang penyusun tuliskan dalam laporan ini dapat diterima dan
bermanfaat bagi pembaca.

Penyusun

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
I. Latar Belakang .............................................................................................. 1
II. Tujuan ............................................................................................................ 2
III. Manfaat ........................................................................................................... 2
ASESMEN .................................................................................................................. 3
I. Tujuan Asesmen ............................................................................................ 3
II. Rancangan Asesmen ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 6
I. Teori terkait dengan Permasalahan ............................................................ 6
II. Teori terkait dengan Metode dan Strategi yang akan digunakan
dalam membuat Program ............................................................................. 12
RENCANA INTERVENSI ....................................................................................... 15
I. Nama dan tema program .............................................................................. 15
II. Tujuan umum program ................................................................................ 15
III. Tujuan khusus program ............................................................................... 15
IV. Timeline dan breakdown kegiatan (dari pembukaan – penutup) .............. 16
V. Materi/ kelengkapan intervensi (bentuk, desain, isi/ materi yang
dimuat) ............................................................................................................ 18
RANCANGAN EVALUASI ..................................................................................... 24
I. Tujuan evaluasi .............................................................................................. 24
II. Metode evaluasi .............................................................................................. 24
III. Indikator dan pengukuran evaluasi ............................................................. 24
IV. Desain dan rencana evaluasi ......................................................................... 25
PENUTUP .................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 30
LAMPIRAN ............................................................................................................... 31

ii
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pada awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan mewabahnya pneumonia baru
yang bermula dari Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat ke
lebih dari 190 negara dan teritori. Wabah ini diberi nama sebagai coronavirus disease
2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). COVID-19 muncul sebagai ancaman baru bagi
kehidupan manusia di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sejak dimulainya
pandemi COVID-19 pada tahun 2020 di Indonesia, sudah lebih dari 49.000 orang
yang meninggal dunia karena terpapar COVID-19 (covid19.go.id, 2020).
Seorang pensiunan PNS Polri dengan inisial NW (62) belum lama ini
kehilangan suaminya dan dua anaknya karena COVID-19 pada tanggal 28 Juni 2020.
Tidak lama setelah suami meninggal dunia, E meninggal dunia karena COVID-19.
Beberapa hari kemudian, setelah kematian E, adiknya dengan inisial SA (32)
meninggal karena COVID-19 pada tanggal 6 Juli 2020. Tanggapan NW (62) terhadap
kematian anaknya adalah NW sangat sedih, akan tetapi NW berpendapat bahwa anak-
anaknya adalah pahlawan yang suka menolong kalau ada orang yang sakit. Sedangkan
tanggapan terhadap kematian suaminya adalah NW merasa sangat kehilangan karena
suaminya adalah sosok yang baik untuk keluarga dan seorang dokter yang peduli
(Jatengprov.go.id, 2020).
Keluarga korban pasien yang terpapar COVID-19, terkhusus bagi keluarga
pasien positif COVID-19 yang meninggal dunia, perlu banyak diberikan pemahaman
secara intensif agar tidak berdampak pada kondisi psikologisnya. Hal ini seperti yang
dialami oleh seorang perempuan asal Surabaya, yaitu Dea (28), yang juga merupakan
salah satu yang kehilangan anggota keluarga karena COVID-19. Ibu, ayah, kakak, dan
calon keponakannya, secara berurutan meninggal karena terpapar COVID-19 pada
bulan Mei 2020. Dea menyatakan bahwa dirinya merasakan kesedihan yang
mendalam karena hal tersebut. Sampai saat ini, Dea terkadang masih terpancing rasa
sedihnya karena mempertanyakan ketidakadilan dalam dirinya. Dia merasa jika saja
penanganan pasien COVID-19 bisa sebaik saat ini, mungkin ibu, ayah, kakak, dan
calon keponakannya masih berada di sisinya hingga saat ini (IDN Times Kaltim,
2020).

1
Individu atau keluarga yang mengalami pengalaman kehilangan akan
berproses dengan duka. Respon setiap individu dan keluarga dalam menghadapi
proses kehilangan dan masa berduka tersebut berbeda-beda, hal ini sangat dipengaruhi
oleh kemampuan adaptasi dan coping mechanism mereka (Mujahidah, Hamid, &
Susanti, 2015). Dengan banyaknya kasus terkait dampak psikologis negatif sebagai
hasil dari kehilangan anggota keluarga akibat COVID-19 yang telah peneliti bahas di
atas, adanya intervensi mengenai cara terbaik mengatasi dampak tersebut menjadi
penting untuk peneliti bahas di dalam rancangan ini sebagai suatu solusi alternatif
bagi mereka yang menghadapi kematian anggota keluarganya dan sedang berproses
dengan duka.

II. Tujuan
- Menemukan coping mechanism terbaik untuk anggota keluarga dalam
menghadapi kematian anggota keluarga karena COVID-19.
- Meningkatkan resiliensi anggota keluarga dalam menghadapi kematian
anggota keluarga karena COVID-19.
- Membantu keluarga beradaptasi dengan situasi baru tanpa anggota keluarga
yang telah meninggal karena COVID-19.

III. Manfaat
- Memberikan edukasi terkait coping mechanism kepada anggota keluarga
dalam menghadapi kematian anggota keluarga akibat COVID-19.

2
ASESMEN

I. Tujuan Asesmen
Asesmen dilakukan guna mengumpulkan data yang berfungsi untuk
mengetahui informasi mengenai keadaan sesungguhnya dari keluarga yang
kehilangan anggota keluarganya karena COVID-19. Informasi yang diperoleh dari
asesmen akan digunakan sebagai dasar dalam menyusun intervensi yang tepat bagi
anggota keluarga.
Adanya kehilangan yang dialami anggota keluarga, menimbulkan kedukaan
serta kecemasan yang dirasakan anggota keluarga, sehingga sangat diperlukannya
asesmen bagi anggota keluarga yang kehilangan anggota keluarganya karena COVID-
19 agar dapat mengetahui keadaan yang sesungguhnya, sehingga dapat diketahui
langkah-langkah intervensi yang tepat untuk mengatasi kecemasan dan kedukaan
yang dialami.

II. Rancangan Asesmen


a. Survei Kedukaan Anggota Keluarga karena Pandemi COVID-19
Survei Kedukaan Anggota Keluarga karena Pandemi COVID-19 digunakan untuk
mendapatkan responden sesuai dengan kriteria yang ditentukan, yaitu pernah
kehilangan anggota keluarga karena COVID-19. Pertanyaan dari survei ini
menyangkut informasi pribadi dari responden, seperti: Nama, Usia, Domisili dan
Nomor Whatsapp/Hp aktif dan kesediaan responden jika dihubungi dalam waktu
dekat. Survei ini disebarkan secara online melalui google form. Responden yang
sudah mengisi diberikan insentif sebesar Rp20.000-, melalui go-pay pribadi sebagai
bentuk terima kasih penyusun kepada responden yang telah bersedia mengikuti
rangkaian asesmen.
b. Skala Grief
Grief Intensity Scale ini menilai pikiran, perasaan, dan perilaku umum orang-
orang yang kehilangan seseorang yang penting bagi mereka. Skala ini dimaksudkan
untuk menangkap intensitas responden yang berduka atas reaksinya terhadap
kehilangan tersebut.
c. DASS-21
Asesmen lain yang dilakukan yaitu dengan menggunakan Depression Anxiety
Stress Scales (DASS-21). Lovibond & Lovibond (1995) menjelaskan, Depression

3
Anxiety Stress Scales dikembangkan sebagian besar sebagai tanggapan atas
terbatasnya skala yang mengukur tingkat depresi dan kecemasan yang ada
sebelumnya, selain itu Depression Anxiety Stress Scales juga dikembangkan sebagai
alat ukur tingkat depresi dan kecemasan dengan tingkat diskriminan tinggi. DASS
merupakan self-report measure, yang dirancang untuk menilai aspek unik dan tidak
terkait dari kecemasan dan depresi, serta konstruk ketiga yaitu stres, yang dinilai
sebagai ciri-ciri umum dari kecemasan dan depresi. Skala ini memiliki dua versi, yaitu
skala dengan 42 item dan 21 item, yang terbagi atas tiga aspek yaitu depresi,
kecemasan, dan stres. Masing-masing aspek terdiri atas 14 item (untuk DASS-42)
atau 7 item (untuk DASS-21). Lovibond & Lovibond (1995), menjelaskan: (1) Skala
Depresi menilai keadaan dysphoric mood, yang meliputi depresiasi diri atau self-
depreciation, kurangnya minat/keterlibatan, keputusasaan, dan anhedonia; (2) Skala
Kecemasan menilai keadaan gairah, yang meliputi gairah otonom, ketegangan otot,
dan pengaruh cemas; (3) Skala Stres dilaporkan untuk menilai labialitas emosi negatif
terhadap stressor serta ketegangan umum.
DASS yang digunakan dalam asesmen ini adalah DASS dengan 21 item.
DASS-21 diberikan untuk mengukur tingkat depresi, kecemasan, serta stres dari
subjek. DASS-21 merupakan skala yang berbentuk self-report rating inventory, di
mana subjek menilai frekuensi dan tingkat keparahan dari emosi negatif yang
dialaminya selama minggu sebelumnya. Peringkat frekuensi atau tingkat keparahan
dinilai dengan rangkaian skala 4 poin (0 = sangat tidak sesuai, 3 = sangat sesuai, atau
sebagian besar sesuai). Skala DASS-21 yang digunakan telah diadaptasi ke dalam
Bahasa Indonesia sehingga skala ini umum digunakan di Indonesia.
d. HSCL 25
HSCL 25 awalnya dikembangkan di Johns Hopkins University pada tahun
1954 untuk digunakan dalam ranah perawatan primer. Ada beberapa versi HSCL yang
mencakup 25 hingga 58 item. HSCL-25 adalah salah satu instrumen pengukuran yang
digunakan untuk mendeteksi mengenai kecemasan dan gejala depresi yang terdiri dari
25 aitem dengan 15 aitem untuk mengukur depresi dan 10 lainnya untuk mengukur
kecemasan (Derogatis, Lipman, Rickels, Uhlenhut, & Covi, 1974). Versi ini
merupakan versi yang lebih singkat dibandingkan HSCL asli itu sendiri dengan 58
aitem. HSCL-25 terdiri dari dua bagian: Bagian I memiliki 10 item untuk gejala
kecemasan sedangkan bagian II memiliki 15 item untuk gejala depresi. Skala untuk
setiap pertanyaan mencakup empat kategori respons ("Sama sekali tidak pernah",

4
"Sekali-sekali", "Agak sering", dan "Sering", masing-masing diberi peringkat 1
hingga 4).
HSCL-25 secara konsisten menunjukkan, dalam populasi yang beragam,
bahwa skor total (Bagian I dan II) sangat berkorelasi dengan tekanan emosional yang
parah dari diagnosis yang tidak ditentukan, dan skor depresi (Bagian II) berkorelasi
dengan depresi mayor seperti yang didefinisikan oleh Manual Diagnostik dan Statistik
(DSM-IV-R) dari American Psychiatric Association (American Psychiatric
Association (APA), 2000). Selain itu, HSCL-25 sensitif terhadap perubahan gejala
dari waktu ke waktu, memberikan perkiraan kuantitatif perbaikan dengan intervensi
(Mollica et al., 2004). HSCL-25 diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa dan
HSCL telah terbukti dapat diandalkan dan valid dalam berbagai kelompok budaya
(Kleijn, Hovens, & Rodenburg, 2001).

5
TINJAUAN PUSTAKA

I. Teori terkait dengan Permasalahan


a. Kedukaan
Pada satu titik dalam hidupnya, setiap individu akan mengalami pengalaman
kehilangan. Bentuk kehilangan yang dapat dialami individu adalah kehilangan
anggota keluarga akibat kematian. Individu atau kelompok yang mengalami
pengalaman kehilangan akan berproses dengan masa berduka atau kedukaan. Menurut
Wiryasaputra (2003), kedukaan (grief) adalah proses yang menyangkut seluruh aspek
kehidupan manusia seperti fisik, mental, kognitif (pikiran), emotif (perasaan),
spiritual, dan sosial dalam menghadapi kehilangan sesuatu yang berharga. Dapat
diartikan bahwa kedukaan merupakan upaya mempertahankan diri secara holistik
dalam menghadapi kehilangan sesuatu yang berharga atau penting. Pengalaman
berduka bersifat universal, tanpa membedakan pekerjaan, kedudukan, bangsa, warna
kulit, asal-usul, agama, dan tempat tinggal (Wiryasaputra, 2003). Walaupun begitu,
respon setiap orang dalam menghadapi proses kehilangan dan masa berduka berbeda-
beda, hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi dan mekanisme koping
seseorang (Mujahidah, Hamid, & Susanti, 2015).
Webster's Ninth New Collegiate Dictionary mengartikan kedukaan sebagai
penderitaan batin yang sangat dalam karena suatu peristiwa kehilangan. Kehilangan
dapat terjadi karena berbagai macam kejadian, seperti perceraian, matinya binatang
peliharaan, kehilangan pekerjaan, akan tetapi tidak ada kehilangan yang lebih besar
dari kehilangan orang yang dicintai (Santrock, 2012). Salah satu bentuk dari
kehilangan adalah kematian. Dari semua kehilangan, kematian menjadi penyebab
terbesar karena membutuhkan waktu cukup lama bagi seseorang untuk sembuh dari
situasi berduka (Wulandari, 2019).
Lima tahapan berduka menurut Kubler-Ross (1969) yaitu:
a. Denial and Isolation
Penyangkalan mengindikasikan guncangan dalam diri seseorang. Fungsi
penyangkalan adalah sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap berita yang
mengguncangkan dan tidak diharapkan.
b. Anger

6
Pada tahap ini seseorang akan mengalami rasa marah, geram, iri hati dan
kebencian. Dia bisa marah terhadap orang di sekitarnya, bahkan terhadap Tuhan.
c. Bargaining
Tawar-menawar merupakan usaha menunda peristiwa yang sudah pasti terjadi.
Biasanya seseorang akan menyatakan janji-janjinya kepada Tuhan seandainya
tawaran yang dia ajukan itu dikabulkan. “The bargaining is really an attempt to
postpone; it has to include a prize offered “for good behavior”, it also sets a self-
imposed “deadline” (e.g., one more performance, the son’s wedding), and it
includes an implicit promise...”
d. Depression
Setelah seseorang merasa tidak berhasil dengan melakukan penyangkalan,
kemarahan, dan tawar-menawar, depresi mulai menyerangnya. Ada dua macam
depresi, yaitu depresi reaktif (memikirkan kenangan-kenangan masa lalu) dan
depresi persiapan (memikirkan kehilangan-kehilangan yang akan datang). Ini
adalah saat di mana seseorang mengungkapkan kesedihannya yaitu dengan cara
mengeluarkannya.
e. Acceptance
Pada tahap ini seseorang mulai menerima kenyataan yang berat tersebut.
Individu bisa mengalami suatu keadaan kurang suka berbicara karena kehilangan
minat terhadap hal-hal di sekitarnya. Dalam tahapan ini, komunikasi non-verbal
lebih berarti daripada komunikasi verbal.
Menurut Wiryasaputra (2003), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kedalaman kedukaan, yaitu:
a. Objek yang hilang: maujud atau mujarad
Benda maujud merupakan sesuatu yang memiliki wujud, dapat dilihat, diraba,
atau disentuh, seperti orang yang dikasihi, mobil, sepeda motor, perhiasan, dan
sebagainya. Sedangkan benda mujarad adalah benda abstrak yang sebenarnya
nyatan riil, atau konkret, namun tidak dapat disentuh atau diraba, seperti
kesempatan untuk merealisasikan diri, angan-angan, impian, cita-cita, nilai, arti,
pikiran, ide, atau makna tertentu.
b. Cara kehilangan
Semakin tragis cara kehilangan sesuatu, semakin kompleks duka terhadap
seseorang. Jika tidak ditangani dengan baik, masalah kedukaan dapat menimbulkan
persoalan psikologis yang kronis dan laten dalam jangka waktu yang panjang.

7
Dalam kasus kedukaan karena kehilangan orang yang dikasihi, cara dan penyebab
kematian seseorang tersebut akan mempengaruhi dangkal atau dalamnya kedukaan.
c. Jangka waktu kehilangan
Kedalaman kedukaan dapat dipengaruhi oleh jangka waktu kehilangan,
apakah jangka waktu tersebut sementara atau selamanya. Kehilangan sesuatu atau
seseorang secara permanen pada umumnya dapat menimbulkan berbagai persoalan
kedukaan yang lebih kompleks daripada kehilangan secara sementara. Reaksi
terhadap kehilangan yang lebih kompleks tersebut akan berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan kedukaan normal.
d. Lapisan Kehilangan
Lapisan kehilangan seseorang dapat bersifat tunggal atau bertumpuk,
mempengaruhi kedalaman kedukaan seseorang.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kedukaan atau grief menurut
Aiken (1994), yaitu:
a. Hubungan individu dengan almarhum
Yaitu reaksi-reaksi dan rentang waktu masa berduka yang dialami setiap
individu akan berbeda tergantung dari hubungan individu dengan almarhum, dari
beberapa kasus dapat dilihat hubungan yang sangat baik dengan orang yang telah
meninggal diasosiasikan dengan proses kedukaan yang sangat sulit.
b. Kepribadian, usia, dan jenis kelamin orang yang ditinggalkan.
Beberapa hal tersebut merupakan perbedaan yang mencolok ialah jenis
kelamin dan usia orang yang ditinggalkan. Secara umum kedukaan lebih
menimbulkan stress pada orang yang usianya lebih muda.
c. Proses kematian
Cara dari seseorang meninggal juga dapat menimbulkan perbedaan reaksi
yang dialami orang yang ditinggalkannya. Pada kematian yang mendadak
kemampuan orang yang ditinggalkan akan lebih sulit untuk menghadapi
kenyataan. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar
akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan, hal
tersebut dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengatasi grief.
Dimensi Berduka
Schneider (dalam Sari, 2015) mengklasifikasikan dimensi proses berduka
menjadi lima bagian:
a. Respon kognitif

8
Berduka sering kali menyebabkan keyakinan individu tentang dirinya
dan dunia berubah, misalnya persepsi individu tentang hal-hal yang baik di
dunia, makna hidup ketika berhubungan dengan keadilan, dan makna takdir
atau garis kehidupan. Individu yang berduka perlu menemukan makna
kehilangan agar mampu menyadari bahwa kehilangan dan kematian
merupakan realitas kehidupan yang kita semua harus hadapi suatu hari.
b. Respon emosional
Perasaan marah, sedih, dan cemas adalah pengalaman emosional yang
dominan pada kehilangan. Respons awal yang umum terhadap kabar
kehilangan adalah perasaan syok, seolah-olah tidak dapat menyadari realitas
kehilangan. Pada fase kerinduan dan pencarian, realitas mulai muncul dan
individu yang berduka memperlihatkan kemarahan, penderitaan yang besar
dan menangis. Untuk bisa memahami dan menerima kehilangan, maka
individu harus merubah pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang terkait
kehidupan dengan orang yang telah meninggal.
c. Respon spiritual
Ketika kehilangan terjadi, individu mungkin paling terhibur,
tertantang, atau hancur dalam dimensi spiritual pengalaman manusia. Individu
yang berduka dapat kecewa dan marah kepada Tuhan atau tokoh agama yang
lain. Penderitaan karena ditinggalkan, kehilangan harapan, atau kehilangan
makna merupakan penyebab penderitaan spiritual yang dalam.
d. Respon perilaku
Respons perilaku seringkali merupakan respons yang paling mudah
diobservasi. Dengan mengamati individu yang berduka, dapat menunjukkan
bahwa individu tersebut berada dalam fase belum menerima terjadinya
kehilangan tersebut. Menangis tidak terkontrol, sangat gelisah, dan perilaku
mencari adalah tanda kerinduan dan pencarian figur yang hilang. Individu
tersebut bahkan dapat berteriak memanggil orang yang meninggal,
mencermati ruangan untuk mencari orang yang meninggal, Iritabilitas sikap
bermusuhan terhadap orang lain, memperlihatkan perasaan marah dan frustasi
dalam proses tersebut. Bahkan bisa terjadinya upaya bunuh diri jika individu
yang berduka tidak dapat menjalani proses berduka.
e. Respon fisiologis

9
Individu yang berduka dapat mengeluh insomnia, sakit kepala,
gangguan nafsu makan, berat badan turun, tidak bertenaga, palpitasi dan
gangguan pencernaan, serta perubahan sistem imun dan endokrin.
Saat mengalami kehilangan, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan
bersama-sama, sebagai sebuah keluarga, agar merasa lebih baik. Kegiatan tersebut
yaitu:
1. Bicarakan tentang anggota keluarga yang meninggal. Gunakan namanya.
2. Ceritakan kisah-kisahnya dan ekspresikan makna orang tersebut bagi masing-
masing anggota keluarga.
3. Cobalah untuk menunggu minimal 1 tahun untuk membuat keputusan besar.
4. Berkenalan dengan teman baru dan habiskan waktu bersama teman lama.
5. Terima perubahan dalam tradisi keluarga, peran keluarga bisa saja berubah.
6. Rencanakan liburan.
Untuk anak-anak, lakukan hal-hal berikut:
1. Pastikan mereka mengetahui bahwa mereka tidak merasakan hal ini sendirian.
Jadilah contoh bagi anak-anak dalam menghadapi kedukaan. Bagikan
dengannya kesedihan yang dirasakan orang dewasa, sehingga mereka tidak
merasa terisolasi.
2. Bantu mereka memahami makna dari kematian. Cara ini adalah satu-satunya
cara mereka dapat memahami apa yang terjadi.
3. Jelaskan pada mereka apa yang terjadi pada badan orang yang meninggal.
Waktu ini juga dapat menjadi waktunya untuk membicarakan tentang
kepercayaan spiritual keluarga.
4. Tenangkan anak-anak dengan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.
Anak-anak sering mengkhawatirkan keamanan mereka setelah orang yang
dicintainya meninggal. Mereka juga bisa saja merasakan ketakutan akan
kematian orangtua mereka. Ingatkan anak-anak tentang orang-orang yang
mencintai mereka dan ada untuk merawat mereka.
b. Anxiety (kecemasan)
Anxiety adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-
respon psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata atau
khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari secara
langsung (Dorland, 2010). Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman,
tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan

10
proporsi ancaman, atau sepertinya datang tanpa ada penyebabnya – yaitu bila bukan
merupakan respon terhadap perubahan lingkungan (Nevid, dkk 2005).
Berikut ciri-ciri individu yang mengalami kecemasan (Nevid, dkk, 2005):
a. Fisik:
Kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh bergetar, banyak
berkeringat, telapak tangan berkeringat, pusing, mulut atau kerongkongan
terasa kering, sulit berbicara, sulit bernapas, bernapas pendek, jantung
berdebar keras atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau
anggota tubuh menjadi dingin, leher atau punggung terasa kaku, sensasi
seperti tercekik atau tertahan, sakit perut atau mual, sering buang air kecil,
wajah terasa memerah dan diare.
b. Perilaku:
- Perilaku menghindar
- perilaku melekat dan dependen
- perilaku terguncang
c. Kognitif:
Khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau
aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa
sesuatu yang buruk atau mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan
yang jelas, terpaku pada sensasi tubuh, sangat sensitif terhadap sensasi tubuh,
merasa terancam oleh orang atau peristiwa, ketakutan akan kehilangan
kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah,
berpikir bahwa dunia akan runtuh, berpikir bahwa semuanya sudah tidak bisa
dikendalikan, berpikir bahwa semuanya sangat membingungkan tanpa bisa
diatasi, khawatir terhadap hal sepele, berpikir tentang hal yang mengganggu
yang sama secara berulang ulang, pikiran terasa campur aduk, tidak mampu
menghilangkan pikiran-pikiran negatif, berpikir akan segera mati, khawatir
akan ditinggalkan sendiri, serta sulit berkonsentrasi atau memusatkan
perhatian.
c. Post-loss anxiety
Pengalaman kehilangan orang yang dicintai adalah pengalaman yang
menyakitkan, dengan kecemasan akan perpisahan sebagai salah satu komponennya.
Rasa cemas yang berhubungan dengan kematian dan kehilangan adalah bagian yang
wajar dari pengalaman kehilangan dan juga reaksi alami untuk bekerja dengan orang-

11
orang yang berduka. Selain itu, konsekuensi stres dari berkabung dapat memicu rasa
cemas terkait dengan segudang tuntutan baru yang menantang. Ketika rasa cemas
bertambah parah, itu bisa menjadi masalah tersendiri dan mengganggu proses
berkabung.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di San Diego (Zisook, dkk., 1990
dalam Shear dan Skritskaya, 2012), 20% dari keseluruhan orang yang mengalami
kehilangan pasangannya menunjukkan tanda-tanda adanya kecemasan. Studi
berdasarkan populasi orangtua yang kehilangan anaknya karena penyakit ganas
menunjukkan peningkatan resiko timbulnya kecemasan dibandingkan dengan
orangtua yang tidak mengalami kehilangan (Prigerson, 1996 dalam Shear dan
Skritskaya, 2012). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, terlihat bukti yang jelas
bahwa, pada populasi yang mengalami kehilangan, terindikasi peningkatan resiko
kecemasan yang signifikan secara klinis.

II. Teori terkait dengan Metode dan Strategi yang akan digunakan dalam membuat
Program
a. Pendekatan Humanistik
Aliran Humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang
muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan
eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan (Graham, 2005).
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan
adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku
manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia.
Aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia
melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap
insan.
Aliran humanistik meyakini bahwa manusia mempunyai sifat dasar yang
baik. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan untuk terus berkembang, mengarahkan diri, kreatif dan memenuhi
kebutuhannya sendiri. Menurut aliran ini, manusia mempunyai kemampuan untuk
menentukan arah hidupnya sendiri dengan penuh kesadaran dan kebebasan
(Hartono & Sudarmaji, 2012).
b. Psikoedukasi

12
Pengertian psikoedukasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman atau keterampilan sebagai usaha pencegahan dari
munculnya gangguan psikologis dan untuk meningkatkan pemahaman bagi
masyarakat terutama keluarga tentang gangguan psikologis (HIMPSI, 2010).
Psikoedukasi adalah intervensi yang sistematik, terstruktur untuk
menyampaikan pengetahuan tentang penyakit dan penanganannya dengan
mengintegrasikan aspek emosional dan motivasi untuk memungkinkan pasien
mengatasi penyakitnya. Psikoedukasi pada dasarnya terbuka bagi siapa pun baik
anak, remaja, dan orang dewasa, secara perorangan atau kelompok.
Penyelenggaraan psikoedukasi dibagi menjadi 3 wilayah layanan agar
memudahkan sasaran yang dituju, yaitu psikoedukasi di lingkungan sekolah
dengan sasaran para pelajar, psikoedukasi di lingkungan industri dan organisasi
bagi para pegawai, psikoedukasi di lingkungan komunitas bagi masyarakat luas
(Supratikya, 2011).
c. Breathing Technique
Relaksasi pernafasan merupakan salah satu metode dalam mengurangi
ketegangan fisik maupun psikis. Handoyo (2002) menjelaskan bahwa nafas
merupakan proses penarikan unsur oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
yang digunakan untuk proses pembakaran zat dalam tubuh sehingga
menghasilkan tenaga dan zat arang yang dikeluarkan melalui rongga hidung
sebagai bagian dari proses pernafasan itu sendiri. Sedangkan ia menyebutkan olah
nafas adalah melatih dan mengatur irama pernafasan secara baik dan benar, juga
melatih alat-alat bagian dalam tubuh atau organ tubuh agar berfungsi dengan
baik.
Menurut Handoyo (2002) bentuk nafas untuk relaksasi yaitu melatih
pernafasan dengan mengatur irama secara baik dan benar, sehingga pemusatan
pikiran dan penghayatan akan lebih mempercepat proses penyembuhan atau
menghilangkan stress dan kecemasan serta memelihara dan meningkatkan
kesehatan fisik dan mental. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa teknik relaksasi pernafasan adalah sebuah teknik untuk
mengurangi keadaan cemas dan tegang seseorang dengan mengatur irama
pernafasan dan memusatkan perhatian pada sugesti positif agar dapat
mempercepat proses kesembuhan fisik dan mental.

13
Selanjutnya, terdapat 4-7-8 Breathing Technique atau yang biasa dikenal
relaxing breathe yang merupakan teknik mengatur nafas oleh Dr. Andrew Weil
yang bertujuan untuk menurunkan tingkat rasa cemas. Dengan melakukan 4-7-8
Breathing Technique ini, tubuh dapat mengambil dan mempertahankan lebih
banyak oksigen dari udara. Hal tersebut dapat membuat sistem saraf menjadi
lebih rileks dan merasa lebih tenang. Sensasi rileks yang dihasilkan dari 4-7-8
Breathing Technique ini, bisa membantu dalam menurunkan tingkat kecemasan
dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom dan
meningkatkan aktivitas komponen saraf parasimpatik vegetatif secara stimulan
sehingga dapat mengurangi stres/cemas (Ghofur, 2007). Selain itu 4-7-8
Breathing Technique juga dapat meningkatkan kebersamaan keluarga dengan
meluangkan waktu untuk sharing dan melakukan breathing exercise bersama
dengan anggota keluarga lainnya.

14
RENCANA INTERVENSI

I. Nama dan tema program


“Humanistic Approach to Reduce Post-Loss Anxiety in Grieving Family due to
COVID-19”

II. Tujuan umum program


Tujuan umum program intervensi ini adalah untuk meningkatkan kebersamaan
keluarga dalam melalui masa sulit akibat dari kedukaan atas anggota keluarga karena
COVID-19.

III. Tujuan khusus program


Tujuan khusus program intervensi ini adalah untuk:
1. Menurunkan tingkat post-loss anxiety pada keluarga yang kehilangan anggota
keluarganya akibat dari COVID-19.
2. Meningkatkan pemahaman keluarga terkait dampak dan ciri-ciri dari individu
yang mengalami post-loss anxiety.
3. Memberikan pemahaman pada keluarga mengenai alternatif kegiatan yang
dapat dilakukan bersama untuk mengatasi rasa cemas akibat kehilangan
anggota keluarganya karena COVID-19.

15
IV. Timeline dan breakdown kegiatan

No Waktu Durasi Acara Keterangan Fasilitas yang Dibutuhkan PIC

1. 09.00- 09.05 5’ Pembukaan Bertemu dengan subjek dan mulai - Meja Meyliza
membangun rapport. Psikolog - Kursi
Humaira
memancing pembicaraan, keterbukaan,
perasaan lebih baik, dan sikap positif.

2. 09.05- 10.25 80’ Pelaksanaan Sesi 1 - Meja Dewi


Program - Kursi
Minggu 1 : Relationship Building Levyna
- Handbook
and Engagement

Minggu 2 : Psychoeducation

Minggu 3 : Review & Evaluation

Sesi 2

Minggu 4 : Breathing Technique 4-7-

16
8 Training (1)

Minggu 5 : Breathing Technique 4-7-


8 Training (2)

Minggu 6 : Breathing Technique 4-7-


8 Training (3) & Evaluation

3. 10.25-10.30 5’ Penutup Mengakhiri program dengan keluarga - Meja Diory


dan menjelaskan bahwa keluarga akan di - Kursi
Theresia
follow up selama dan setelah intervensi
berjalan.

V. Materi/ kelengkapan intervensi

17
Sesi Durasi Pertemuan Nama Sesi Tujuan Sesi Kegiatan

1 3x 1 (90 menit) Relationship Building - Mengembangkan - Building rapport dengan


Pertemuan and Engagement hubungan positif antara keluarga.
pengembang program - Masing-masing anggota keluarga
dengan keluarga. sharing atau mencurahkan apa
- Memperoleh trust atau pun yang ingin mereka curahkan
kepercayaan keluarga. terkait dengan kondisi mereka
- Mengambil data lengkap saat ini.
tentang kondisi masing- - Pengembang program
masing anggota keluarga mendengarkan secara aktif dan
saat ini. berempati pada keluarga,
- Meningkatkan pemahaman menghargai dan menunjukkan
mengenai grief. bahwa terapis memahami
perasaan masing-masing anggota
keluarga.
- Hubungan terapeutik diperkuat
dengan sikap terbuka dan bersih
dari prasangka, kesulitan masing-
masing anggota keluarga

18
divalidasi dan diakui.

2 (90 menit) Psychoeducation Psikoedukasi melibatkan - Psikoedukasi terkait rasa cemas


pemberian informasi kepada setelah kehilangan anggota
keluarga yang berfokus pada: keluarga.
- Peningkatan pemahaman - Sesi tanya jawab dan diskusi.
umum mengenai rasa
cemas setelah kehilangan
anggota keluarga.
- Peningkatan pemahaman
mengenai dampak dan ciri-
ciri dari individu yang
mengalami rasa cemas
setelah kehilangan anggota
keluarga.
- Peningkatan pemahaman
mengenai alternatif
kegiatan yang dapat
dilakukan bersama untuk

19
mengatasi rasa cemas
akibat kehilangan anggota
keluarga karena COVID-
19.

3 (90 menit) - Review & - Diskusi.


- Mengetahui sejauh mana
Evaluation - Pengembang program
pemahaman keluarga tentang
menjelaskan kesimpulan sesi ini.
materi psikoedukasi.
- Keluarga mengisi lembar
- Mengakhiri sesi dan
evaluasi psikoedukasi.
mendapatkan feedback.

2 3x 1 (90 menit) Breathing Technique - Memberikan pemahaman - Melakukan pelatihan Breathing


Pertemuan 4-7-8 Training (1) kepada keluarga terkait Technique 4-7-8 Training dengan
Breathing Technique 4-7-8 materi “Learn how to ‘breathe’
dan manfaatnya dalam with your family”
mengatasi rasa cemas. - Praktik Breathing Technique 4-
- Masing-masing anggota 7-8 (4 kali).
keluarga memahami cara
melakukan Breathing
Technique 4-7-8 secara

20
individu dan bersama.
- Keluarga dapat
meningkatkan
kebersamaan dengan
meluangkan waktu 15
menit setiap harinya
melakukan sharing dan
breathing exercise
bersama.
- Masing-masing anggota
keluarga mampu saling
mengingatkan anggota
lainnya yang sedang
merasa cemas untuk
melakukan Breathing
Technique 4-7-8.

21
2 (90 menit) Breathing Technique - Follow up implementasi - Diskusi.
4-7-8 Training (2) Breathing Technique 4-7-8 - Melakukan pelatihan Breathing
Training Technique 4-7-8 Training (6
kali).

3 (90 menit) Breathing Technique - Follow up implementasi - Diskusi.


4-7-8 Training (3) & Breathing Technique 4-7-8 - Melakukan pelatihan Breathing
Evaluation Training Technique 4-7-8 Training (8
- Mengakhiri sesi dan kali).
mendapatkan feedback. - Pengembang program
menjelaskan kesimpulan sesi ini.
- Keluarga mengisi lembar
evaluasi pelatihan.

22
RANCANGAN EVALUASI

I. Tujuan evaluasi
a. Memastikan topik yang diberikan sudah sesuai dengan perencanaan yang sudah
dilakukan sebelumnya untuk menurunkan rasa cemas setelah kehilangan anggota
keluarga.
b. Memastikan program dapat diterapkan kepada anggota keluarga dalam kondisi
yang mereka sedang alami.

II. Metode evaluasi


Metode evaluasi yang digunakan adalah menggunakan kuesioner yang dibagikan
melalui platform Google Form. Isi dalam kuesioner tersebut meliputi beberapa
pertanyaan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat dalam intervensi yang akan
dilakukan.

III. Indikator dan pengukuran evaluasi


Evaluasi yang diberikan di akhir sesi kepada keluarga berfokus pada pertanyaan
tentang kepuasan program yang diberikan. Kepuasan ini mencakup materi yang
diberikan oleh psikolog, kemampuan psikolog dalam memberikan materi, dan
kesesuaian materi dengan kebutuhan keluarga. Pertanyaan evaluasi terdiri dari dua
macam jenis pertanyaan yaitu:
a. Pilihan ganda untuk mendapatkan reaksi anggota keluarga selama sesi
berlangsung.
b. Isian singkat untuk memberikan kesempatan bagi keluarga untuk memberikan
komentar dan pendapat dari sesi yang sudah dijalani.
Hasil dari evaluasi ini diukur dengan mengumpulkan hasil lembar evaluasi dan
melakukan menganalisa data sehingga terbentuk suatu data deskriptif yang
menjelaskan kepuasan keluarga mengenai intervensi yang diberikan kepada mereka.
Selain itu, relevansi dan keberhasilan program tidak hanya dilihat dari hasil data
deskriptif, tetapi bisa dilihat dari jumlah partisipan yang mengikuti intervensi secara
keseluruhan dan lengkap ≥50% dari total seluruh partisipan dan tercapainya tujuan
intervensi yaitu tingkat kecemasan menurun dan kualitas hubungan keluarga yang
meningkat (komunikasi keluarga).

23
IV. Desain dan rencana evaluasi
a. Evaluasi Intervensi Psikoedukasi
Evaluasi diberikan psikolog kepada seluruh anggota keluarga setelah sesi
implementasi program psikoedukasi berakhir berupa lembar evaluasi. Evaluasi ini
bertujuan untuk mengukur efektivitas psikoedukasi yang telah diberikan.

Lembar Evaluasi
Terima kasih telah berpartisipasi dalam program intervensi. Silahkan tuliskan reaksi
dan komentar anda secara jujur terhadap psikoedukasi yang telah kami berikan. Hal
ini akan membantu kami mengevaluasi program ini dan meningkatkan program di
masa yang akan datang.

Nama Anda :

Nama Psikolog :

Hari Pelaksanaan :

1. Bagaimana penilaian Anda mengenai materi psikoedukasi yang diberikan?


A. Baik Sekali
B. Baik
C. Cukup
D. Kurang
E. Sangat Kurang
2. Bagaimana pendapat Anda mengenai media psikoedukasi yang ditampilkan?
A. Baik Sekali
B. Baik
C. Cukup
D. Kurang
E. Kurang Sekali
3. Bagaimana penyampaian psikolog terhadap materi yang diberikan?
A. Baik Sekali
B. Baik
C. Cukup
D. Kurang
E. Sangat Kurang

24
4. Bagaimana penilaian Anda mengenai kesesuaian kebutuhan informasi dari masalah
yang terjadi?
A. Baik Sekali
B. Baik
C. Cukup
D. Kurang
E. Sangat Kurang
Isilah sesuai dengan apa yang Anda rasakan selama program berlangsung
1. Menurut Anda, hal apa yang didapatkan dari psikoedukasi hari
ini?................................................................................................... ................................
................................................................... ......................................................................
.............................
2. Apa kesan yang Anda rasakan selama psikoedukasi ini
berlangsung? ................................................................................................... ................
................................................................................... ......................................................
.............................................
3. Menurut Anda, hal apa yang paling menarik pada sesi hari
ini? ................................................................................................... ...............................
.................................................................... .....................................................................
..............................
4. Menurut Anda, hal apa yang perlu diperbaiki dan dilakukan untuk meningkatkan
program psikoedukasi kedepannya?

................................................................................................... ......................................
............................................................. ............................................................................
.......................

b. Evaluasi Intervensi Breathing Technique 4-7-8


Evaluasi mengenai pelatihan Breathing Technique 4-7-8 ini akan diberikan
oleh psikolog kepada keluarga berupa lembar evaluasi. Evaluasi ini bertujuan
untuk mengukur efektivitas pelatihan Breathing Technique 4-7-8 yang telah
diberikan.

25
Lembar Evaluasi

Terima kasih telah berpartisipasi dalam program intervensi. Silahkan tuliskan reaksi
dan komentar anda secara jujur terhadap pelatihan Breathing Technique 4-7-8 yang
telah kami berikan. Hal ini akan membantu kami mengevaluasi program ini dan
meningkatkan program di masa yang akan datang.
Nama Anda :
Nama Psikolog :
Hari Pelaksanaan :
1. Bagaimana penilaian Anda mengenai materi pelatihan Breathing Technique 4-7-8
yang telah diberikan?
A. Baik Sekali
B. Baik
C. Cukup
D. Kurang
E. Sangat Kurang
2. Bagaimana penyampaian psikolog terhadap materi yang diberikan?
A. Baik Sekali
B. Baik
C. Cukup
D. Kurang
E. Sangat Kurang
3. Bagaimana pendapat Anda mengenai media training yang ditampilkan?
A. Baik Sekali
B. Baik
C. Cukup
D. Kurang
E. Sangat Kurang
4. Bagaimana penilaian Anda mengenai kesesuaian kebutuhan informasi dari
masalah yang terjadi?
A. Baik Sekali
B. Baik

26
C. Cukup
D. Kurang
E. Sangat Kurang
Isilah sesuai dengan apa yang Anda rasakan selama pelatihan berlangsung
1. Menurut Anda, hal apa yang didapatkan dari pelatihan BT478 hari ini?
................................................................................................... ......................................
............................................................. ............................................................................
........................
2. Apa kesan yang Anda rasakan selama pelatihan BT478 ini berlangsung?
................................................................................................... ......................................
............................................................. ............................................................................
.......................
3. Menurut Anda, hal apa yang paling menarik pada training hari ini?
.................................................................................................. .......................................
............................................................ .............................................................................
......................
4. Menurut Anda, hal apa yang perlu diperbaiki dan dilakukan untuk meningkatkan
pelatihan BT478 ini kedepannya?
...................................................................................................
................................................................................................... ......................................
.............................................................

27
PENUTUP

Berdasarkan data, kasus positif dan kematian akibat COVID-19 semakin meningkat
tiap harinya di Indonesia. Seakan-akan peningkatan kasus dan kematian tersebut tidak bisa
diprediksi kapan akan berhenti. Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh pihak pemerintah
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah atau kota. Dimulai dari pemberian
himbauan untuk melaksanakan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci
tangan, hingga pemberlakuan pembatasan sosial (social distancing) dan pembatasan fisik
(physical distancing).
Dengan banyaknya kasus terkait dampak psikologis negatif sebagai hasil dari
kehilangan anggota keluarga akibat COVID-19 yang telah peneliti bahas di atas, adanya
intervensi mengenai cara terbaik mengatasi dampak tersebut menjadi penting untuk peneliti
bahas di dalam rancangan ini sebagai suatu solusi alternatif bagi mereka yang menghadapi
kematian anggota keluarganya dan sedang berproses dengan duka.
Oleh karena itu peneliti melakukan asesmen terhadap keluarga yang kehilangan
anggota keluarganya akibat COVID-19 dengan menggunakan skala Grief, DSS 21, dan
HSCL 25 yang diisi oleh 11 orang responden yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Dari dilakukannya asesmen tersebut, diketahui bahwa keluarga yang kehilangan
anggota keluarganya karena pandemi COVID-19 banyak yang mengalami kecemasan pasca
kematian (post-loss anxiety).
Berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan, peneliti telah melakukan rencana
program intervensi dengan tema “Humanistic Approach to Reduce Post-Loss Anxiety in
Grieving Family due to COVID-19”. Dengan rencana intervensi yang akan diberikan yaitu
berupa psikoedukasi mengenai kecemasan serta pelatihan breathing technique 478. Rencana
intervensi ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan tingkat post-loss anxiety pada
keluarga yang kehilangan anggota keluarganya akibat dari COVID-19, meningkatkan
pemahaman keluarga terkait dampak dan ciri-ciri dari individu yang mengalami post-loss
anxiety, serta memberikan pemahaman pada keluarga mengenai alternatif kegiatan yang
dapat dilakukan bersama untuk mengatasi rasa cemas akibat kehilangan anggota keluarganya
karena COVID-19.

28
DAFTAR PUSTAKA

Covid19.go.id. (2020). Peta sebaran. Diakses dari: https://covid19.go.id/peta-sebaran


Dorland, N. (2010). Kamus kedokteran dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Graham,H. (2005). Psikologi humanistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Handoyo, A. (2002). Aplikasi olah napas. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.
Hartono & Sudarmaji. (2012). Psikologi konseling. Jakarta: Kencana.
Himpsi. (2010). Kode etik psikologi indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi
Indonesia
IDN Times Kaltim. (2020). Kisah Dea, berjuang atasi trauma kehilangan keluarga akibat
COVID-19. Diakses melalui:
https://kaltim.idntimes.com/news/indonesia/lia-hutasoit-1/kehilangan-keluarga-akibat-
covid-19-ini-perjuangan-dea-lewati-trauma-regional-kaltim/5
Jatengprov.go.id. (2020, November 10). Dokter kakak-adik meninggal karena Covid-19,
keluarga dan rekan: Mereka pahlawan!. Diakses melalui:
https://jatengprov.go.id/beritaopd/dokter-kakak-adik-meninggal-karena-covid-19-
keluarga-dan-rekan-mereka-pahlawan/
Mujahidah, Z., Hamid, A. Y., & Susanti, Y. (2015). Pengalaman Kehilangan dan Berduka
pada Ibu yang Mengalami Kematian Bayi di Depok. Jurnal keperawatan jiwa, 3(2), 124-
136.
Nevid, J.S, Rathus, S.A., & Greene B. (2005). Psikologi abnormal. Jakarta: Erlangga.
Shear & Natalia. (2012). Bereavement and anxiety. Curr psychiatry, 169–175.
Supratiknya. (2011). Merancang program dan modul psikoedukasi edisi revisi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.

29
LAMPIRAN

1. Link skala asesmen:


https://cutt.ly/9bSTu9k
2. Link modul / handbook:
https://www.canva.com/design/DAEgJhP-fAI/sy33EdidCFMSdyBu9OZn1A/edit
3. Informed consent

INFORMED CONSENT

Kami adalah sekelompok mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro yang


beranggotakan:
1. Meyliza Anisa
2. Dewi Asih Cahyaning A
3. Diory Singgya Zefanya
4. Humaira Alifah Wardana
5. Levyna Alexandra Sekar
6. Theresia Steffany
Saat ini, kami sedang melakukan asesmen sebagai tugas dari mata kuliah Asesmen
dan Intervensi Klinis.
Tujuan dari asesmen ini adalah untuk mengetahui dan memahami kondisi psikologis
subjek saat ini, sehingga datanya dapat digunakan dalam pengerjaan tugas. Proses
pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pengisian skala.
Tidak ada risiko dalam asesmen ini. Anda tidak akan dipermalukan selama proses
asesmen berjalan. Anda berhak mengajukan pertanyaan kepada kami selama asesmen
berlangsung dan Anda berhak untuk berhenti mengisi kapanpun.
Identitas dan data yang ditunjukkan oleh Anda selama pengisian skala akan
dijaga kerahasiaannya. Informasi pribadi mengenai Anda hanya akan diketahui oleh kami
dan dosen pengampu. Jika hasil asesmen ini dipublikasikan atau digunakan untuk keperluan
ilmiah, maka identitas Anda akan dirahasiakan atau diubah. Keseluruhan informasi dalam

30
data ini akan diolah hanya untuk kepentingan pembuatan tugas dan akan dijamin
kerahasiaannya.
Partisipasi Anda dalam penelitian ini sifatnya sukarela. Anda bebas untuk menarik
diri dari proses asesmen ini dan bila Anda telah memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas
untuk mengundurkan diri setiap saat.
Data asesmen akan digunakan untuk merancang intervensi yang sesuai.
Rancangan intervensi akan dipaparkan melalui web seminar (webinar). Kami akan
memberikan kejelasan waktu dan pelaksanaan pada Anda beberapa hari sebelum pelaksanaan
webinar. Anda dapat berpartisipasi apabila berkenan.
Anda diberikan kesempatan untuk menanyakan mengenai semua hal yang
belum jelas sehubungan dengan asesmen ini. Bila sewaktu-waktu Anda membutuhkan
keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi kami melalui:
Humaira Alifah Wardana (082227751831) / humaira.alifah02@gmail.com
atau dapat menemui kami di Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang.

INFORMED CONSENT

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ........................................................................

Usia : ........................................................................

Jenis kelamin : ........................................................................

Alamat : ........................................................................

Pendidikan : ........................................................................

Saya telah memahami asesmen yang dilakukan oleh:

Humaira Alifah Wardana (15000118130126)

Fakultas : Psikologi

31
Institusi pendidikan : Universitas Diponegoro

Saya yang tersebut di atas menyatakan SETUJU dan BERSEDIA untuk terlibat dan
berpartisipasi aktif dalam asesmen ini:
Dalam kegiatan ini, saya telah menyadari, memahami, dan menerima bahwa:
1. Saya bersedia terlibat penuh dan aktif selama asesmen berlangsung.
2. Saya diminta untuk memberikan informasi yang sejujur-jujurnya berkaitan dengan
masalah yang saya hadapi.
3. Identitas dan informasi yang saya berikan akan DIRAHASIAKAN dan tidak akan
disampaikan secara terbuka kepada umum.
4. Saya menyetujui adanya perekaman data asesmen, dan rekaman percakapan selama
proses asesmen berlangsung dengan jaminan informasi pribadi saya dirahasiakan.
5. Guna menunjang kelancaran proses yang akan dilaksanakan, maka segala hal yang
terkait dengan waktu dan tempat akan disepakati bersama.

Dalam menandatangani lembar ini, Saya TIDAK ADA PAKSAAN dari pihak manapun
sehingga Saya bersedia untuk mengikuti proses asesmen ini dari awal hingga selesai serta
menerima segala hal terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini.

Semarang, ...........................................

Mengetahui

Penanggung Jawab Partisipan

(Humaira Alifah Wardana) (...........................................................)

Dosen Pengampu,

32
(Kartika Sari Dewi, S.Psi., M.Psi)

33

Anda mungkin juga menyukai