PROPOSAL PENELITIAN
Disusun oleh:
Cellysta Izabella (202007510002)
Edelweiss Hindarto (202007510058)
Fianca Primadita (202007510106)
Jane Mellina Hadeli (202007510125)
Tirza Kristy Margetan (202007510134)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
AGUSTUS 2021
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
masing-masing anggota keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan dan keharmonisan keluarga
sendiri, sehingga lebih mudah untuk menyesuaikan dengan kebijakan pandemi.
Seiring bertambahnya kasus Covid-19 di Indonesia, pemberlakuan kebijakan social and
physical distancing dipererat pada setiap keluarga. Berdasarkan sebuah jurnal penelitian kualitatif
(Nursanti et al., 2021) yang meneliti kualitas komunikasi keluarga tenaga kesehatan pada masa
pandemi Covid-19, terdapat satu partisipan, dengan inisial NF, yang mengatakan bahwa ia
mengalami kesenjangan dalam interaksi bersama keluarga dikarenakan kekhawatirannya dalam
penyebaran virus pada anaknya saat baru kembali dari pergi bekerja di luar rumah. Kekhawatiran
ini akhirnya berujung pada perasaan sedih dan stress karena tidak terbiasa dalam menjaga jarak
dengan anggota keluarganya, misalkan memeluk anaknya. Terkait dengan kasus ini, walau isolasi
mandiri lebih banyak dilakukan di rumah, namun keluarga NF justru mengalami kesenjangan yang
dikarenakan berkurangnya intensitas komunikasi di rumah bersama anggota keluarga. Oleh karena
itu, penurunan kedekatan keluarga juga dapat disebabkan oleh intensitas komunikasi antar anggota
keluarga yang berkurang pada masa pandemi. Maka, kelompok peneliti ingin melihat gambaran
yang lebih luas pada pengaruh keintiman dan intensitas komunikasi yang terjadi pada sampel
penelitian kami dalam masa pandemi Covid-19 ini.
Penelitian juga berangkat dari masalah yang dialami oleh kelompok peneliti terkait dengan
peningkatan intensitas komunikasi bersama anggota keluarga selama pandemi Covid-19. Hal ini
akhirnya menumbuhkan kesadaran dan membuka pikiran kami untuk menggali lebih dalam
mengenai makna keintiman dan kebahagiaan dalam lingkup anggota keluarga di rumah, yang
dikarenakan faktor intensitas komunikasi saat pandemi.
Selain itu, kelompok peneliti juga melakukan sebuah survei penelitian (Gambar 1.1) terkait
hubungan komunikasi dengan kedekatan keluarga selama pandemi. Survei kami sebarkan dengan
tujuan untuk mengetahui faktor apa saja serta faktor apakah yang paling mendominan dalam
mempengaruhi hubungan bersama keluarga. Hasil data didapatkan dari jumlah 31 partisipan yang
menjalankan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau social and physical distancing di rumah bersama
keluarga. Berdasarkan hasil survei, dapat disimpulkan bahwa faktor mempengaruhi yang paling
mendominasi adalah faktor intensitas komunikasi. Didapatkan sebanyak 64.5% responden yang
menyatakan bahwa intensitas komunikasi sangat berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga.
Maka, kelompok peneliti menggunakan data survei ini sebagai alat pendukung serta alasan kami
mengangkat central phenomenon yang akan digali dalam penelitian.
Dari hasil pembahasan jurnal terdahulu dan alat-alat pendukung tersebut, kelompok peneliti
akan lebih memfokuskan penelitian pada gambaran anggota keluarga secara lebih meluas, maka
akan terlebih mengutamakan pada perbedaan jenis keintiman komunikasi dari jumlah karakteristik
keluarga yang berbeda-beda.
3
1.2 Pertanyaan Penelitian
❖ Bagaimana gambaran intensitas komunikasi antar anggota keluarga dibangun selama masa
pandemi?
❖ Apa perbedaannya pada komunikasi antar anggota keluarga sebelum masa pandemi?
❖ Bagaimana adaptasi antar anggota keluarga dalam menghadapi perubahan keintiman
komunikasi setelah pandemi?
❖ Apa saja faktor yang mempengaruhi perubahan dalam keintiman komunikasi antar anggota
keluarga selama pandemi?
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1 Komunikasi
Menurut Perry & Potter (2000), komunikasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses
yang terjadi antara pengirim dan penerima pesan. Dalam definisi ini, penekanan dalam
berkomunikasi antar individu terletak di kebutuhan untuk berkomunikasi dan bekerja sama antara
anggota kelompok untuk menjalankan fungsi kelompok yang saling bergantung membentuk satu
kesatuan. Menurut Potter & Perry (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi proses komunikasi
meliputi beberapa hal. Faktor yang pertama adalah perkembangan kedewasaan dan pengetahuan
seseorang, yaitu pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun proses berpikir orang
tersebut dilihat dari cara berkomunikasi dan penggunaan kata-kata. Selain itu, tingkat pengetahuan
juga mempengaruhi komunikasi dalam hal merespon terhadap topik pembicaraan tertentu. Yang
kedua adalah persepsi, yaitu pandangan seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang
dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya
komunikasi.
Yang ketiga adalah nilai pribadi dan sosial-budaya, faktor tersebut berpengaruh dalam hal
budaya yang dianut oleh seseorang akan membatasi bagaimana ia bertindak dan berkomunikasi.
Yang keempat adalah emosi, yaitu sebuah perasaan subjektif terhadap sebuah kejadian. Emosi
seperti perasaan marah, sedih, atau bahagia akan mempengaruhi bagaimana seseorang
berkomunikasi.
Yang kelima adalah lingkungan dan jarak komunikasi, hal tersebut mempengaruhi
komunikasi dalam hal suasana. Sebagai contoh, lingkungan yang bising akan menimbulkan
ketegangan dan ketidaknyamanan. Sedangkan, jarak tertentu dapat menyediakan rasa aman dan
control pada seseorang. Sebagai contoh, individu akan merasa terancam ketika seseorang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya.
Faktor terakhir yang mempengaruhi komunikasi adalah perbedaan gaya komunikasi jenis
kelamin, setiap jenis kelamin memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Tanned (1990) menjelaskan
bahwa dari usia 3 tahun, wanita akan bermain menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan ,
meminimalkan perbedaan, membangun, dan mendukung keintiman. Sedangkan laki-laki
menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian dari aktivitas dalam group yang lebih besar,
apabila mereka ingin bermain, laki-laki akan melakukannya dengan bermain (Adilla, 2012).
5
II.2 Komunikasi Interpersonal
II.2.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dapat dilakukan dalam bentuk verbal maupun nonverbal.
Komunikasi interpersonal tidak hanya tentang apa yang dikatakan dan apa yang diterima,
namun juga tentang bagaimana hal itu dikatakan, bagaimana bahasa tubuh yang digunakan,
dan apa ekspresi wajah yang diberikan. Menurut Joseph A. DeVito, komunikasi
interpersonal adalah interaksi verbal dan nonverbal antara dua (atau kadang-kadang lebih
dari dua) orang yang saling tergantung satu sama lain (DeVito, 2013). Komunikasi
interpersonal berarti komunikasi yang terdapat penyampaian pesan oleh satu pihak serta
adanya penerimaan pesan oleh pihak lainnya dengan peluang pemberian umpan balik
segera. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal merupakan suatu komunikasi secara
bertatap muka, yang memungkinkan komunikator untuk secara langsung menangkap reaksi
lawan bicaranya.
6
Bersimpati berarti merasakan perasaan ibah terhadap orang lain dan merasa bersedih akan
hal tersebut. Sedangkan berempati adalah perasaan yang lebih mendalam dengan merasakan
perasaan yang sama seperti orang lain akan apa yang menimpanya.
c. Sikap mendukung
Komunikasi interpersonal dapat terjalin dengan efektif jika dihadiri dengan perilaku
mendukung (supportive). Hal ini berarti komunikator dan lawan bicara akan saling
memberikan dukungan terhadap informasi yang disampaikan. Jika seseorang ingin
menunjukan sikap mendukung, ia harus mengurangi sikap defensif dalam berkomunikasi,
yang dapat terjadi karena faktor personal seperti adanya ketakutan, rasa cemas, dan lainnya.
hal-hal tersebut dapat membuat komunikasi interpersonal gagal untuk dilakukan. Karena
dengan sisi defensif seseorang, ia akan cenderung untuk melindungi diri dalam
berkomunikasi dibandingkan memahami orang lain. Aspek keterbukaan dan empati juga
tidak akan berlangsung dengan baik jika seseorang menciptakan suatu suasana yang tidak
supportive.
d. Sikap positif
Sikap positif dalam komunikasi interpersonal merujuk pada 2 aspek, yakni :
1. Komunikasi interpersonal dapat bertumbuh dengan baik apabila terdapat pandangan
positif komunikator terhadap dirinya sendiri
2. Komunikator mempunyai perasaan positif terhadap lawan bicaranya atau pun orang
lain dan terhadap situasi komunikasi tersebut.
Jika seseorang berkomunikasi dengan lawan bicara yang memiliki interaksi yang kurang
menyenangkan, hal tersebut dapat menyebabkan reaksi negatif yang mengganggu serta
dapat membuat komunikasi yang terjalin terputus. Sikap positif dapat dikatakan sebagai
suatu dorongan (stroking). Dorongan positif ini dapat mendukung citra pribadi dan
membuatnya merasa lebih baik.
e. Kesetaraan
Terkadang dalam suatu situasi, ketidaksetaraan dapat muncul. Seseorang dapat
memiliki kepandaian, kekayaan, ketampanan atau kecantikan yang lebih daripada lawan
bicaranya. Hal ini dikarenakan tidak ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala
hal. Kesetaraan berarti kita harus mengakui secara diam-diam bahwa kedua pihak
sama-sama bernilai dan berharga, serta kedua pihak memiliki suatu hal penting untuk bisa
disampaikan. Dalam komunikasi interpersonal yang berlandaskan aspek kesetaraan,
ketidaksetaraan dan konflik dapat dilihat sebagai upaya memahami perbedaan yang ada dan
bukan sebagai kesempatan untuk menjauhkan atau menjatuhkan pihak lain.
7
II.2.3 Faktor Komunikasi Interpersonal
Menurut Rakhmat (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi
interpersonal, yakni :
a. Percaya
Kepercayaan merupakan suatu faktor penting dalam komunikasi
interpersonal. Kata percaya dapat diartikan sebagai suatu keyakinan yang mendasari
mengenai keandalan, kebenaran, kemampuan, atau kekuatan seseorang. Dalam
komunikasi interpersonal, percaya dimaksudkan sebagai suatu keyakinan terhadap
perilaku seseorang yang berguna untuk meraih tujuan yang sudah ditetapkan
bersama. Kepercayaan dapat menjadi salah satu usaha untuk meminimalisir
kesalahpahaman. Dengan adanya kepercayaan, komunikator secara tidak langsung
diberikan akses untuk menjangkau lawan bicaranya. Ada tiga faktor yang
menumbuhkan sikap percaya dalam komunikasi yaitu menerima, empati, dan
kejujuran.
b. Sikap suportif
Sikap suportif merupakan suatu sikap yang mengurangi adanya sikap
defensif dalam berkomunikasi. Dengan memiliki sikap defensif, seseorang akan
menunjukan sikap yang tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis dalam
berkomunikasi. Sedangkan, jika seseorang memiliki sikap suportif, maka ia akan
menunjukan adanya sikap empati, spontanitas, dan profesionalisme
c. Sikap terbuka
Sikap terbuka berarti kita memberikan pengaruh keaktifan kita dalam
berkomunikasi dengan lawan bicara kita. Seseorang yang memiliki sikap terbuka
dalam berkomunikasi biasanya akan menunjukan :
- Memberikan penilaian secara objektif
- Peka akan situasi yang sedang terjadi
- Mencari informasi dari berbagai sumber
- Bersedia untuk mengubah apa yang ia percaya
II.3 Keintiman
II.3.1 Definisi Keintiman
Komunikasi interpersonal memiliki kaitan dengan keintiman, apalagi di masa
pandemi Covid-19, keintiman dalam komunikasi interpersonal harus juga muncul dalam
konteks di lingkungan keluarga, karena keintiman adalah syarat mutlak dalam komunikasi
interpersonal (DeVito, 2008). Menurut Levinger, keintiman adalah proses dari dua orang
8
yang saling memberikan perhatian sebebas mungkin dalam pertukaran perasaan, pikiran dan
tindakan (Masters, W. H., Johnson, V. E., 1992). Secara umum, keintiman dalam hal ini
meliputi perasaan penerimaan, komitmen, dan kedekatan dari kedua belah pihak. Keintiman
ini harus dirasakan dan terjadi pada hubungan suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak,
serta anak dan saudaranya (antar saudara).
Setiap anggota keluarga harus dapat mengekspresikan perasaan dan menyampaikan
gagasan secara bebas dan nyaman. Misalnya, suami dan istri harus dapat saling menerima,
begitu pula orang tua ke anak dan sebaliknya. Kedekatan antar anggota keluarga harus
terbangun untuk membentuk keintiman yang akan menjadi kunci suksesnya komunikasi
interpersonal di lingkungan keluarga. Keintiman dalam keluarga bukan sesuatu yang dapat
diperoleh dengan mudah dan melewati proses yang instan. Melainkan sesuatu yang harus
diusahakan dan diciptakan dengan itikad dari masing-masing anggota keluarga. Dilihat dari
sisi keintiman dalam hubungan interpersonal, maka hubungan sosial yang terjalin harus
memenuhi apa yang dinamakan ―need for intimacy. Batasan pengertian tentang keintiman,
antara lain sebagai berikut. a) Keintiman melibatkan rasa saling memiliki (sense of
belonging), yaitu kebutuhan untuk membuat hubungan kuat, stabil, dan dekat, b) Keintiman
merupakan elemen emosional dalam suatu hubungan yang melibatkan pengungkapan diri
(self disclosure), yang akan menghasilkan suatu keterikatan, kehangatan, dan kepercayaan,
dan c) Keintiman adalah hubungan yang cukup kuat yang berlangsung dengan orang lain,
yaitu ketika individu dapat saling berkorban untuk kesejahteraan satu sama lain tanpa harus
kehilangan identitas masing-masing individu (Johnson, 2016).
9
Keterbukaan mengacu pada keterbukaan dan kesediaan komunikator untuk bereaksi
secara jujur terhadap stimulus yang datang dan keterbukaan peserta komunikasi
interpersonal kepada orang yang mengajak untuk berinteraksi (DeVito, 1997). Seringnya
interaksi juga mempengaruhi perkembangan komunikasi interpersonal yang terjalin antara
anggota keluarga yaitu seperti orang tua dengan anak. Tidak ada kata terlambat untuk
mengembangkan komunikasi interpersonal dan keintiman antar anggota keluarga. Di masa
pandemi Covid-19, justru merupakan waktu yang tepat untuk bisa saling terbuka dan
memperbaiki hubungan komunikasi.
3. Kestabilan
Masing-masing anggota keluarga memiliki kesibukan yang berbeda-beda, orang tua
bekerja, anak bersekolah, dan lain sebagainya. Kesibukan tersebut dapat memicu adanya
permasalahan yang harus cepat diselesaikan. Kalau tidak, akan berdampak pada kestabilan
waktu bersama antar anggota keluarga, karena semua anggota keluarga menghabiskan waktu
yang banyak di rumah. Kestabilan waktu bersama seluruh anggota keluarga, khususnya
orang tua dan anak merupakan kebersamaan intens yang akan mempererat ikatan, terutama
ketika masalah muncul di dalam keluarga (Triwardhani & Chaerowati, 2019). Hal tersebut
penting untuk dimiliki supaya waktu bersama antar seluruh anggota keluarga bertahan lama
dan terjalin dengan baik.
4. Kesejahteraan
Kefungsian keluarga menjadi pengaruh yang sangat kuat dalam mempengaruhi
kesejahteraan psikologis anak dan orang tua dalam menerima kebahagiaan sepanjang waktu
(Hassan, Yusoof, & Alavi, 2012). Dalam keintiman keluarga, kesejahteraan secara
psikologis yang baik akan hadir ketika situasi menyenangkan terjadi dalam masing-masing
anggota keluarga dan juga lingkungan luar anggota tersebut. Kesejahteraan keluarga yang
maksimal dapat dicapai ketika setiap anggota keluarga dapat mengadaptasikan emosi
masing-masing dengan lingkungan sekitar. Dengan kata lain, kesejahteraan akan tercapai
apabila ketika dihadapkan pada suatu permasalahan, individu tidak mengekspresikan
emosinya dengan berlebih-lebihan dan mampu berperan dengan baik dalam hal
mengendalikan diri (Syah, 2008). Keintiman membahas tentang hubungan yang berlangsung
cukup kuat dengan orang lain, dimana ketika individu dapat saling berkorban untuk
kesejahteraan satu sama lain tanpa harus kehilangan identitas masing-masing individu
(Johnson, 2016). Dengan adanya kestabilan emosi antar anggota keluarga, kesejahteraan
keluarga akan semakin meningkat.
10
Keintiman dalam komunikasi interpersonal di ekstraksikan menjadi tiga hal, yaitu
established relationship, dyadic primacy, dan dyadic coalition (DeVito, 2008). Menurut Devito,
established relationship adalah sekumpulan individu yang tanpa alasan terhubung satu dengan
lainnya. Dari penjelasan tersebut, bisa dibilang bahwa keluarga adalah established relationship,
karena komunikasi yang terjadi antara anggota keluarga telah memiliki hubungan yang mapan
(established). Berbeda, jika terdapat dua atau lebih individu yang baru kenal, atau terdapat
komunikasi antara dua orang yang hanya berlangsung sesekali (occasional), tidak dapat
dikategorikan sebagai komunikasi interpersonal.
Secara garis besar, dyadic communication adalah komunikasi antara dua orang, satu pihak
menyampaikan pesan dan pihak lainnya menerima pesan. Contohnya, ketika sang suami
memberikan informasi kepada istrinya, atau sang anak kepada saudaranya. Ciri-ciri dyadic
communication adalah pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak dekat, mengirim dan
menerima pesan secara spontan, baik verbal maupun non verbal, serta dapat mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku (Effendy, 2003:63). Dyadic communication juga memiliki beberapa bentuk
komunikasi interpersonal yaitu dyadic primacy dan dyadic coalition yang bisa diterapkan dalam
menjalin keintiman dalam komunikasi interpersonal.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
12
- Karakteristik keluarga 1: keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari sepasang
suami istri dan seorang anak/anak tunggal (biologis maupun adopsi)
- Karakteristik keluarga 2: keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari sepasang
suami istri dan beberapa anak/memiliki saudara (biologis maupun adopsi)
- Karakteristik keluarga 3: keluarga besar (extended family), terdiri dari nuclear family
ditambah keluarga dengan hubungan darah lainnya
13
hingga khusus dengan cara penyampaian yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
wawancara.
14
anggota keluarga, khususnya orang tua dan anak yang membutuhkan waktu
kebersamaan intens yang dapat mempererat ikatan, terutama ketika masalah muncul
di dalam keluarga (Triwardhani & Chaerowati, 2019). Dalam masa pandemi
sekalipun yang mengharuskan seluruh anggota keluarga tetap di rumah,
masing-masing anggota keluarga memiliki kesibukan yang berbeda-beda. Hal
tersebut penting untuk diperhatikan dan dimiliki agar waktu bersama antar seluruh
anggota keluarga dapat bertahan lama dan terjalin dengan baik. Ketidakpahaman
pada porsi, peran, dan kebutuhan anggota keluarga adalah faktor yang dapat
menyebabkan kurang maksimalnya kestabilan durasi waktu bersama keluarga.
III.4.2.4 Kesejahteraan
Keintiman membahas tentang hubungan yang berlangsung cukup kuat
dengan orang lain, dimana ketika individu dapat saling berkorban untuk
kesejahteraan satu sama lain tanpa harus kehilangan identitas masing-masing
individu (Johnson, 2016). Kesejahteraan secara psikologis yang baik akan hadir
ketika situasi menyenangkan terjadi dalam masing-masing anggota keluarga dan
juga lingkungan luar anggota tersebut. Kesejahteraan keluarga yang maksimal dapat
dicapai ketika individu dihadapkan pada suatu permasalahan, ia tidak
mengekspresikan emosinya dengan berlebih-lebihan dan mampu berperan dengan
baik dalam hal mengendalikan diri (Syah, 2008). Dengan adanya kestabilan emosi
antar anggota keluarga, kesejahteraan keluarga akan semakin meningkat.
15
4. Wawancara akan dilaksanakan secara daring dan direkam dengan
menggunakan media Zoom untuk wawancara sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
5. Setelah seluruh anggota kelompok narasumber memasuki ruang meeting
Zoom, proses wawancara akan dimulai dengan perkenalan diri oleh seluruh
anggota kelompok dan penjelasan ulang tentang penelitian secara umum,
anggota kelompok narasumber akan kembali diingatkan tentang
batasan-batasan dalam informed consent sebagai pengingat kembali.
6. Wawancara akan dilaksanakan dengan pertanyaan-pertanyaan indikator
pengukuran yang sudah dibuat sebelumnya, probing kemungkinan akan
dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih detail dan mendalam dari
kelompok narasumber.
Indikator/Topik Pertanyaan
16
(berlaku juga untuk indikator kestabilan)
Kestabilan (waktu 1. Berapa durasi waktu yang biasanya anda habiskan bersama
bersama setiap anggota keluarga sebelum dan sesudah pandemi?
keluarga) 2. Perbedaan aktivitas yang dilakukan bersama keluarga apa
yang ada sebelum dan sesudah pandemi?
3. Apakah dengan adanya pandemi anda merasa kualitas waktu
yang dihabiskan bersama keluarga semakin membaik?
4. Bagaimana perubahan kestabilan/ketidakstabilan waktu
bersama setelah pandemi berdampak kepada keintiman
keluarga ?
Kesejahteraan (rasa rela 1. Apakah durasi waktu yang bertambah bersama keluarga
berkorban demi mempengaruhi kesejahteraan keluarga? Dalam hal setiap
kesejahteraan keluarga) anggota keluarga memiliki rasa rela berkorban demi
kesejahteraan keluarga
2. Bagaimana kesejahteraan meningkat/menurun selama
pandemi? Apa faktor yang mempengaruhinya?
3. Bagaimana perubahan perasaan rela/tidak rela berkorban
setiap anggota keluarga demi kesejahteraan keluarga setelah
pandemi berdampak kepada keintiman keluarga ?
4. Hal apa saja yang meningkatkan kesejahteraan antara
17
anggota keluarga?
5. Hal apa saja yang menurunkan kesejahteraan antara anggota
keluarga?
6. Ceritakan pengalaman atau kejadian dimana anggota
kelompok narasumber menunjukkan sikap rasa rela
berkorban dan apa penyebabnya
18
penelitian akan lengkap, maksimal, dan komprehensif.
d. Triangulasi peneliti
Triangulasi peneliti merupakan suatu metode triangulasi yang menggunakan lebih
dari satu peneliti dalam melakukan observasi atau wawancara. Setiap peneliti
mempunyai gaya, sikap, dan persepsi yang berbeda dan hasil pengamatan bisa jadi
berbeda walaupun dengan fenomena yang sama. Maka dari itu, diperlukan dua atau
lebih pewawancara agar memperoleh data yang lebih absah dan lengkap. Sebelum
wawancara dilaksanakan pewawancara juga harus melakukan kesepakatan dalam
menentukan acuan wawancara.
e. Triangulasi Metode
Triangulasi metode merupakan suatu metode triangulasi yang memeriksa keabsahan
data atau memeriksa keabsahan temuan penelitian. Peneliti dapat melakukan metode
ini dengan menggunakan teknik lebih dari satu untuk mendapatkan kumpulkan data
yang sama. Selain itu, peneliti juga dapat melakukan pemeriksaan ulang agar lebih
yakin dengan kebenaran data yang ia peroleh.
Sesuai dengan penjelasan kelima teknik sebelumnya, kelompok akan menggunakan metode
triangulasi sumber dan triangulasi peneliti. Metode triangulasi sumber merupakan suatu teknik
triangulasi yang memeriksa kebenaran informasi dengan cara membandingkannya dengan sumber
lain. Dalam penelitian ini, kelompok akan melakukan wawancara sumber lain selain narasumber
utama, yaitu orang yang sangat mengenali keadaan dan situasi narasumber utama selama pandemi
COVID-19. Dalam penelitian ini, cara peneliti memeriksa kebenaran informasi adalah dengan
membandingkannya dengan sumber lain, yaitu salah satu anggota keluarga besar dari narasumber
utama atau tetangga yang mengenali keadaan dan situasi narasumber utama. Selanjutnya, kelompok
akan menggunakan metode triangulasi peneliti. Metode triangulasi peneliti adalah salah satu teknik
triangulasi yang menggunakan lebih dari satu peneliti dalam melakukan wawancara. Kelompok
wawancara akan melibatkan beberapa peneliti untuk dapat melihat hasil dari persepsi yang berbeda.
Hal ini dikarenakan adanya persepsi yang berbeda dari setiap peneliti walaupun dengan fenomena
yang sama. Sebelum penelitian dimulai, peneliti akan melakukan kesepakatan dalam menentukan
acuan wawancara, agar peneliti tetap berada dalam satu dasar dan tujuan yang sama.
19
BAB IV
ISU ETIS YANG PERLU DIPERHATIKAN
20
kesehatan fisik, wawancara akan dilakukan secara online melalui aplikasi zoom atau teams agar
mencegah penyebaran virus covid-19. Untuk menjaga kesehatan mental, peneliti akan bertanya
kepada narasumber pertanyaan yang bersifat etis atau pertanyaan yang membuat narasumber
merasa tidak nyaman seperti, trauma, kesedihan yang mendalam, dan stres. Namun jika dalam
proses wawancara kemudian narasumber merasa tidak nyaman untuk melanjutkannya, maka
narasumber tersebut berhak untuk berhenti memberikan informasi kepada peneliti dan
menghentikan wawancara saat itu juga.
IV.3 Anonymity
Wawancara akan berlangsung melalui platform Zoom atau Teams. Wawancara juga dimulai
dengan memperkenalkan diri dan menyalakan kamera agar peneliti tahu bahwa narasumbernya
benar. Sesuai dengan isu etis, peneliti harus menjaga kerahasiaan atau anonymity semua partisipan.
Dengan ini, semua informasi seperti, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, dan informasi
identitas narasumber lainnya akan dijaga dalam seluruh laporan penelitian yang akan dibuat.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Maulid Pradistya, Reyvan (2021). Teknik Triangulasi dalam Pengolahan Data Kualitatif. Jakarta:
DOLAB
https://www.dqlab.id/teknik-triangulasi-dalam-pengolahan-data-kualitatif#:~:text=Triangula
si%20merupakan%20salah%20satu%20pendekatan,hasil%20wawancara%20terhadap%20o
bjek%penelitian
Murwani. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Aplikasi. Kasus. Jogjakarta: Mitra
Cendikia Press.
Nayana, F. N. (2013). Kefungsian Keluarga dan Subjective Well-being Pada Remaja. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 1(2), 230-244.
Negara, D. J. K. (2019). Memahami Metode Penelitian Kualitatif. KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA. Diambil dari,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-Penelitian-Kualita
tif.html.
Novianti, R. D., Sondakh, M., & Rembang, M. (2017). Komunikasi Antarpribadi Dalam
Menciptakan Harmonisasi (Suami dan Istri) Keluarga di Desa Sagea Kabupaten Halmahera
Tengah. Acta Diurna, 6(2), 1-15.
https://media.neliti.com/media/publications/94222-ID-komunikasi-antarpribadi-dalam-menc
iptaka.pdf
Nursanti, S., et al. (2021). Kualitas Komunikasi Keluarga Tenaga Kesehatan di Masa Pandemic
COVID-19. Jurnal Studi Komunikasi, 5(1), 233-248.
https://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jsk/article/view/2817/1516
Patriana, E. (2014). Komunikasi Interpersonal yang Berlangsung Antara Pembimbing
Kemasyarakatan dan Keluarga Anak Pelaku Pidana di Bapas Surakarta. Journal of Rural
and Development, 5(2), 203-214.
https://jurnal.uns.ac.id/rural-and-development/article/download/852/834
Permatasari, A. N., Inten, D. N., Wiliani, W., & Widiyanto, K. N. (2020, June). Keintiman
Komunikasi Keluarga Saat Social Distancing Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 346.
https://www.researchgate.net/publication/343966355_Keintiman_Komunikasi_Keluarga_sa
at_Social_Distancing_Pandemi_Covid-19
Sari, H. P. (2020). Tanggapi WHO, Pemerintah Nyatakan Wabah Corona Sebagai Bencana
Nasional. Kompas.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/14/21353071/tanggapi-who-pemerintah-nyatakan
-wabah-corona-sebagai-bencana-nasional
Sinaga, E. U., Muhariati, M., & Kenty, K. (2016). Hubungan Intensitas Komunikasi Orang Tua dan
23
Anak Terhadap Hasil Belajar Siswa. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan
Pendidikan). Diambil dari,
https://doi.org/10.21009/jkkp.032.06
Utami, C., & Murti, H. A. S. (2017). Hubungan Antara Kelekatan Dengan Orangtua dan Keintiman
Dalam Berpacaran Pada Dewasa Awal. Psikologika, 22(1), 40-49.
24
LAMPIRAN
Gambar 1.1 Jumlah responden terkait seberapa pengaruh intensitas komunikasi dengan
keharmonisan keluarga
25
Lembar Kesediaan Melakukan Kegiatan Wawancara
Nama : _________________________________________________
Bersedia agar saya diwawancarai oleh para mahasiswa dari kelas Mata Kuliah Metode Penelitian
Penelitian [PDU– 211] di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, yaitu:
Saya (bersedia/tidak bersedia) apabila proses wawancara tersebut direkam oleh para
mahasiswa di atas. Saya juga memahami bahwa:
1. Wawancara dilaksanakan pada saat yang disepakati oleh tim pewawancara dan saya;
2. Lama pelaksanaan wawancara diperkirakan 1 hingga 2 jam;
3. Identitas diri saya dan segala informasi yang diberikan pada kegiatan ini akan dijaga
kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan proses perkuliahan;
4. Wawancara ini tidak memiliki resiko yang membahayakan saya;
5. Saya memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan dan menghentikan proses wawancara
jika merasa kenyamanannya terganggu.
e-sign
26