Anda di halaman 1dari 27

GAMBARAN KEINTIMAN KOMUNIKASI ANTAR

ANGGOTA KELUARGA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun oleh:
Cellysta Izabella (202007510002)
Edelweiss Hindarto (202007510058)
Fianca Primadita (202007510106)
Jane Mellina Hadeli (202007510125)
Tirza Kristy Margetan (202007510134)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
AGUSTUS 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………...…...…………………………………………………………….1


BAB I ……………………………….....…………………………………………………………….2
I.1 Latar Belakang Penelitian ….…...…………………………………………………………….2
I.2 Pertanyaan Penelitian ……....…...…………………………………………………………….4
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .…...………………………………………………………....4
I.3.1 Tujuan Penelitian …………………...……………………...…...………………………4
I.3.2 Manfaat Penelitian …..…...…………………………………………………………….4
I.3.2.1 Manfaat Teoritis ..…...………………………………………………………….4
I.3.2.2 Manfaat Praktis ...…...………………………………………………………….4
BAB II ………………………...……….…...……………..................................................................5
II.1 Komunikasi…….………....………………………………………………………………….5
II.2 Komunikasi Interpersonal…………..……………....……………………...…...……………5
II.2.1 Definisi Komunikasi Interpersonal .…..………………………………………………..5
II.2.2 Aspek Komunikasi Interpersonal…………………..…………………………………..6
II.2.3 Faktor Komunikasi Interpersonal.……………………………...……………………...7
II.3 Keintiman…………………………………………………………………………………….8
II.3.1 Definisi Keintiman.…………………………………………...………………………..8
II.3.2 Aspek Keintiman …………………………………………..…………………………9
II.3.3 Dimensi Keintiman dalam Komunikasi Interpersonal ………………….…………...10
II.3.4 Hubungan Keintiman dalam Komunikasi Interpersonal .…..…………...……………11
BAB III ..…...……………………....…………………………….…...………………....……….....12
III.1 Jenis dan Desain Penelitian ……….……………………………………………………….12
III.2 Central Phenomenon Penelitian…...………………...…………………………………….12
III.2.1 Keintiman dalam komunikasi interpersonal .…...………………………………….12
III.3 Partisipan Penelitian ………….…...……………………………………………………….12
III.3.1 Karakteristik Partisipan ……….......……………………………………..………….12
III.3.2 Pemilihan dan Jumlah Partisipan.....…………………….………………..………….13
III.4 Metode Pengumpulan Data ……......…………………………………………..………….13
III.4.1 Metode ………………...……….......……………………………………..………….13
III.4.2 Indikator Pengukuran………………...…………………………………..………….14
III.4.3 Prosedur Penelitian ………....……...……….......…………………………………...15
III.4.4 Instrumen Penelitian ………………...…………………………………..……….….16
BAB IV ………………………………….…...………………….....................................................20
IV.1 Voluntary participation …………………………………………………………………….20
IV.2 No harm to the participant ……………………………………………………………….20
IV.3 Confidential ……………………………………………………………………………...21
IV.4 Analysis and reporting ……………………………………………………………………..21
DAFTAR PUSTAKA ….……………………..……………………………………………………22
LAMPIRAN …………….……………………..…………………………………………………..24

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Pada bulan Maret 2020, Achmad Yurianto, sebagai juru pembicara menanggapi surat dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meminta Presiden Jokowi mendeklarasikan darurat
nasional virus corona. Pasca Presiden Joko Widodo akhirnya memperoleh surat tertulis dari WHO,
Pemerintah Republik Indonesia mulai menyatakan situasi darurat Pandemi Covid-19 (Haryanti
Puspa Sari, 2020). Pada masa pandemi ini, diterapkannya social and physical distancing yang
mewajibkan semua orang untuk berisolasi mandiri di tempat tinggal atau rumahnya masing-masing,
dengan tujuan agar kondisi kesehatan setiap orang tetap terjaga dan tidak saling menular satu sama
lain. Hal ini akhirnya memunculkan kebiasaan baru bagi sebagian besar orang dalam hal bertemu
ataupun berkumpul dengan sesama anggota keluarga selama pandemi. Maka dari itu, anggota
keluarga di rumah akan lebih sering menjalin komunikasi antar sesama dan membentuk interaksi
yang relatif baru. Dengan kata lain, intensitas dalam berkomunikasi satu sama lain dan interaksi
antar anggota keluarga cenderung lebih meningkat dibandingkan sebelum masa pandemi. Bagi
sebagian keluarga mungkin mereka mampu beradaptasi secara langsung dengan perubahan pola ini.
Namun, terdapat juga keluarga yang kurang memiliki interaksi yang kuat ataupun komunikasi yang
intens pada saat sebelum pandemi, sehingga perubahan intensitas komunikasi ini kemungkinan
dapat menghambat kesehatan mental dan kepribadian beberapa anggota keluarga. Hal ini pun dapat
mengakibatkan kesenjangan dalam hubungan keluarga di rumah.
Terjalinnya hubungan yang intim dan positif dalam kehidupan keluarga sangatlah penting
untuk dijalankan. Menurut Departemen Kesehatan RI (Asta, 2018), keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Maka, secara tidak
langsung berinteraksi dengan anggota keluarga sendiri merupakan hal yang mutlak dan harus
dipertahankan karena keluarga menjadi tempat utama bagi seseorang dalam membentuk karakter,
memperoleh pendidikan, dan bersosialisasi. Karena dalam keluarga perlu ditumbuhkannya
komunikasi yang efektif antara satu sama lain guna menumbuhkan rasa keterikatan yang mendalam
dan saling membutuhkan (Sinaga et al., 2016).
Berdasarkan sebuah penelitian kualitatif (Permatasari, 2020), dengan metode studi kasus
yang membahas keintiman keluarga dibangun dari kemampuan memahami peran, dapat
disimpulkan bahwa keintiman yang terlihat dari komunikasi antar anggota keluarga merupakan hal
yang harus dimiliki setiap keluarga. Pentingnya keintiman komunikasi yang dibangun dalam

2
masing-masing anggota keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan dan keharmonisan keluarga
sendiri, sehingga lebih mudah untuk menyesuaikan dengan kebijakan pandemi.
Seiring bertambahnya kasus Covid-19 di Indonesia, pemberlakuan kebijakan social and
physical distancing dipererat pada setiap keluarga. Berdasarkan sebuah jurnal penelitian kualitatif
(Nursanti et al., 2021) yang meneliti kualitas komunikasi keluarga tenaga kesehatan pada masa
pandemi Covid-19, terdapat satu partisipan, dengan inisial NF, yang mengatakan bahwa ia
mengalami kesenjangan dalam interaksi bersama keluarga dikarenakan kekhawatirannya dalam
penyebaran virus pada anaknya saat baru kembali dari pergi bekerja di luar rumah. Kekhawatiran
ini akhirnya berujung pada perasaan sedih dan stress karena tidak terbiasa dalam menjaga jarak
dengan anggota keluarganya, misalkan memeluk anaknya. Terkait dengan kasus ini, walau isolasi
mandiri lebih banyak dilakukan di rumah, namun keluarga NF justru mengalami kesenjangan yang
dikarenakan berkurangnya intensitas komunikasi di rumah bersama anggota keluarga. Oleh karena
itu, penurunan kedekatan keluarga juga dapat disebabkan oleh intensitas komunikasi antar anggota
keluarga yang berkurang pada masa pandemi. Maka, kelompok peneliti ingin melihat gambaran
yang lebih luas pada pengaruh keintiman dan intensitas komunikasi yang terjadi pada sampel
penelitian kami dalam masa pandemi Covid-19 ini.
Penelitian juga berangkat dari masalah yang dialami oleh kelompok peneliti terkait dengan
peningkatan intensitas komunikasi bersama anggota keluarga selama pandemi Covid-19. Hal ini
akhirnya menumbuhkan kesadaran dan membuka pikiran kami untuk menggali lebih dalam
mengenai makna keintiman dan kebahagiaan dalam lingkup anggota keluarga di rumah, yang
dikarenakan faktor intensitas komunikasi saat pandemi.
Selain itu, kelompok peneliti juga melakukan sebuah survei penelitian (Gambar 1.1) terkait
hubungan komunikasi dengan kedekatan keluarga selama pandemi. Survei kami sebarkan dengan
tujuan untuk mengetahui faktor apa saja serta faktor apakah yang paling mendominan dalam
mempengaruhi hubungan bersama keluarga. Hasil data didapatkan dari jumlah 31 partisipan yang
menjalankan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau social and physical distancing di rumah bersama
keluarga. Berdasarkan hasil survei, dapat disimpulkan bahwa faktor mempengaruhi yang paling
mendominasi adalah faktor intensitas komunikasi. Didapatkan sebanyak 64.5% responden yang
menyatakan bahwa intensitas komunikasi sangat berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga.
Maka, kelompok peneliti menggunakan data survei ini sebagai alat pendukung serta alasan kami
mengangkat central phenomenon yang akan digali dalam penelitian.
Dari hasil pembahasan jurnal terdahulu dan alat-alat pendukung tersebut, kelompok peneliti
akan lebih memfokuskan penelitian pada gambaran anggota keluarga secara lebih meluas, maka
akan terlebih mengutamakan pada perbedaan jenis keintiman komunikasi dari jumlah karakteristik
keluarga yang berbeda-beda.

3
1.2 Pertanyaan Penelitian
❖ Bagaimana gambaran intensitas komunikasi antar anggota keluarga dibangun selama masa
pandemi?
❖ Apa perbedaannya pada komunikasi antar anggota keluarga sebelum masa pandemi?
❖ Bagaimana adaptasi antar anggota keluarga dalam menghadapi perubahan keintiman
komunikasi setelah pandemi?
❖ Apa saja faktor yang mempengaruhi perubahan dalam keintiman komunikasi antar anggota
keluarga selama pandemi?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari pemberlakuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaaan
keintiman komunikasi dari karakteristik keluarga yang berbeda, mengetahui gambaran
perubahan intensitas komunikasi antar anggota keluarga pada saat sebelum dan sesudah
pandemi, mengetahui dampak dari perubahan intensitas komunikasi antar anggota keluarga
pada masa pandemi, memaparkan keintiman keluarga yang dibangun pada masa social
and physical distancing akibat pandemi Covid-19.

1.3.2 Manfaat Penelitian


1.3.2.1 Manfaat Praktis
Penelitian ini mengandung manfaat praktis, antara lain adalah hasil penelitian
dapat membantu anggota keluarga di Indonesia dalam menjalin komunikasi yang
intim dan baik dengan anggota anggota lainnya selama dan sesudah pandemi Covid
-19. Hasil dari penelitian juga dapat membantu para psikolog, konselor, dan lainnya
agar dapat membantu klien yang mengalami masalah komunikasi antar anggota
keluarga selama dan sesudah pandemi Covid-19.
1.3.2.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini juga memiliki manfaat teoritis, yaitu membantu dalam memberi
pemahaman tentang arti dari keintiman hubungan sebuah keluarga. Selain itu,
dengan penelitian mengambil sampel yang lebih spesifik pada keluarga di Indonesia,
hal ini diharapkan dapat membantu kekurangan yang terdapat dari penelitian yang
ada sebelumnya. Terakhir, agar dapat membentuk gambaran salah satu faktor yang
mempengaruhi perubahan dalam keintiman komunikasi antar anggota keluarga.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1 Komunikasi
Menurut Perry & Potter (2000), komunikasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses
yang terjadi antara pengirim dan penerima pesan. Dalam definisi ini, penekanan dalam
berkomunikasi antar individu terletak di kebutuhan untuk berkomunikasi dan bekerja sama antara
anggota kelompok untuk menjalankan fungsi kelompok yang saling bergantung membentuk satu
kesatuan. Menurut Potter & Perry (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi proses komunikasi
meliputi beberapa hal. Faktor yang pertama adalah perkembangan kedewasaan dan pengetahuan
seseorang, yaitu pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun proses berpikir orang
tersebut dilihat dari cara berkomunikasi dan penggunaan kata-kata. Selain itu, tingkat pengetahuan
juga mempengaruhi komunikasi dalam hal merespon terhadap topik pembicaraan tertentu. Yang
kedua adalah persepsi, yaitu pandangan seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang
dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya
komunikasi.
Yang ketiga adalah nilai pribadi dan sosial-budaya, faktor tersebut berpengaruh dalam hal
budaya yang dianut oleh seseorang akan membatasi bagaimana ia bertindak dan berkomunikasi.
Yang keempat adalah emosi, yaitu sebuah perasaan subjektif terhadap sebuah kejadian. Emosi
seperti perasaan marah, sedih, atau bahagia akan mempengaruhi bagaimana seseorang
berkomunikasi.
Yang kelima adalah lingkungan dan jarak komunikasi, hal tersebut mempengaruhi
komunikasi dalam hal suasana. Sebagai contoh, lingkungan yang bising akan menimbulkan
ketegangan dan ketidaknyamanan. Sedangkan, jarak tertentu dapat menyediakan rasa aman dan
control pada seseorang. Sebagai contoh, individu akan merasa terancam ketika seseorang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya.
Faktor terakhir yang mempengaruhi komunikasi adalah perbedaan gaya komunikasi jenis
kelamin, setiap jenis kelamin memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Tanned (1990) menjelaskan
bahwa dari usia 3 tahun, wanita akan bermain menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan ,
meminimalkan perbedaan, membangun, dan mendukung keintiman. Sedangkan laki-laki
menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian dari aktivitas dalam group yang lebih besar,
apabila mereka ingin bermain, laki-laki akan melakukannya dengan bermain (Adilla, 2012).

5
II.2 Komunikasi Interpersonal
II.2.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dapat dilakukan dalam bentuk verbal maupun nonverbal.
Komunikasi interpersonal tidak hanya tentang apa yang dikatakan dan apa yang diterima,
namun juga tentang bagaimana hal itu dikatakan, bagaimana bahasa tubuh yang digunakan,
dan apa ekspresi wajah yang diberikan. Menurut Joseph A. DeVito, komunikasi
interpersonal adalah interaksi verbal dan nonverbal antara dua (atau kadang-kadang lebih
dari dua) orang yang saling tergantung satu sama lain (DeVito, 2013). Komunikasi
interpersonal berarti komunikasi yang terdapat penyampaian pesan oleh satu pihak serta
adanya penerimaan pesan oleh pihak lainnya dengan peluang pemberian umpan balik
segera. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal merupakan suatu komunikasi secara
bertatap muka, yang memungkinkan komunikator untuk secara langsung menangkap reaksi
lawan bicaranya.

II.2.2 Aspek Komunikasi Interpersonal


Terdapat lima aspek dari komunikasi interpersonal menurut DeVito (2011), yakni :
a. Keterbukaan
Kualitas dari aspek keterbukaan mengacu pada tiga hal:
- Komunikasi interpersonal yang efektif akan terwujud apabila komunikator terbuka
dengan lawan bicaranya. Hal ini berarti seseorang memiliki kemauan untuk membuka
riwayat hidupnya tanpa adanya paksaan dari lawan bicaranya. Contohnya, komunikator
bersedia untuk mengungkapkan masalah yang sedang ia alami sehingga lawan bicaranya
dapat mengerti dengan situasi yang sedang dialami olehnya.
- Kesediaan komunikator untuk memberikan reaksi secara jujur terhadap lawan bicara.
Seseorang menginginkan adanya keterbukaan lawan bicara dengan ekspresi yang
ditunjukan. Dengan adanya tanggapan jujur secara langsung dari lawan bicara, maka
komunikasi dapat terjalin lebih baik.
- Adanya kepemilikan perasaan dan pikiran. Hal ini berarti Adanya kepemilikan akan
perasaan dan pikiran. Hal ini berarti seseorang mengakui bahwa perasaan dan pikiran
yang dilontarkan adalah dari dirinya sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
b. Empati
Menurut Henry Bachrach (dalam DeVito, 2011), empati didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu
saat tertentu, dari sudut pandang orang tersebut, serta melalui kacamata orang tersebut.

6
Bersimpati berarti merasakan perasaan ibah terhadap orang lain dan merasa bersedih akan
hal tersebut. Sedangkan berempati adalah perasaan yang lebih mendalam dengan merasakan
perasaan yang sama seperti orang lain akan apa yang menimpanya.
c. Sikap mendukung
Komunikasi interpersonal dapat terjalin dengan efektif jika dihadiri dengan perilaku
mendukung (supportive). Hal ini berarti komunikator dan lawan bicara akan saling
memberikan dukungan terhadap informasi yang disampaikan. Jika seseorang ingin
menunjukan sikap mendukung, ia harus mengurangi sikap defensif dalam berkomunikasi,
yang dapat terjadi karena faktor personal seperti adanya ketakutan, rasa cemas, dan lainnya.
hal-hal tersebut dapat membuat komunikasi interpersonal gagal untuk dilakukan. Karena
dengan sisi defensif seseorang, ia akan cenderung untuk melindungi diri dalam
berkomunikasi dibandingkan memahami orang lain. Aspek keterbukaan dan empati juga
tidak akan berlangsung dengan baik jika seseorang menciptakan suatu suasana yang tidak
supportive.
d. Sikap positif
Sikap positif dalam komunikasi interpersonal merujuk pada 2 aspek, yakni :
1. Komunikasi interpersonal dapat bertumbuh dengan baik apabila terdapat pandangan
positif komunikator terhadap dirinya sendiri
2. Komunikator mempunyai perasaan positif terhadap lawan bicaranya atau pun orang
lain dan terhadap situasi komunikasi tersebut.
Jika seseorang berkomunikasi dengan lawan bicara yang memiliki interaksi yang kurang
menyenangkan, hal tersebut dapat menyebabkan reaksi negatif yang mengganggu serta
dapat membuat komunikasi yang terjalin terputus. Sikap positif dapat dikatakan sebagai
suatu dorongan (stroking). Dorongan positif ini dapat mendukung citra pribadi dan
membuatnya merasa lebih baik.
e. Kesetaraan
Terkadang dalam suatu situasi, ketidaksetaraan dapat muncul. Seseorang dapat
memiliki kepandaian, kekayaan, ketampanan atau kecantikan yang lebih daripada lawan
bicaranya. Hal ini dikarenakan tidak ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala
hal. Kesetaraan berarti kita harus mengakui secara diam-diam bahwa kedua pihak
sama-sama bernilai dan berharga, serta kedua pihak memiliki suatu hal penting untuk bisa
disampaikan. Dalam komunikasi interpersonal yang berlandaskan aspek kesetaraan,
ketidaksetaraan dan konflik dapat dilihat sebagai upaya memahami perbedaan yang ada dan
bukan sebagai kesempatan untuk menjauhkan atau menjatuhkan pihak lain.

7
II.2.3 Faktor Komunikasi Interpersonal
Menurut Rakhmat (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi
interpersonal, yakni :
a. Percaya
Kepercayaan merupakan suatu faktor penting dalam komunikasi
interpersonal. Kata percaya dapat diartikan sebagai suatu keyakinan yang mendasari
mengenai keandalan, kebenaran, kemampuan, atau kekuatan seseorang. Dalam
komunikasi interpersonal, percaya dimaksudkan sebagai suatu keyakinan terhadap
perilaku seseorang yang berguna untuk meraih tujuan yang sudah ditetapkan
bersama. Kepercayaan dapat menjadi salah satu usaha untuk meminimalisir
kesalahpahaman. Dengan adanya kepercayaan, komunikator secara tidak langsung
diberikan akses untuk menjangkau lawan bicaranya. Ada tiga faktor yang
menumbuhkan sikap percaya dalam komunikasi yaitu menerima, empati, dan
kejujuran.
b. Sikap suportif
Sikap suportif merupakan suatu sikap yang mengurangi adanya sikap
defensif dalam berkomunikasi. Dengan memiliki sikap defensif, seseorang akan
menunjukan sikap yang tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis dalam
berkomunikasi. Sedangkan, jika seseorang memiliki sikap suportif, maka ia akan
menunjukan adanya sikap empati, spontanitas, dan profesionalisme
c. Sikap terbuka
Sikap terbuka berarti kita memberikan pengaruh keaktifan kita dalam
berkomunikasi dengan lawan bicara kita. Seseorang yang memiliki sikap terbuka
dalam berkomunikasi biasanya akan menunjukan :
- Memberikan penilaian secara objektif
- Peka akan situasi yang sedang terjadi
- Mencari informasi dari berbagai sumber
- Bersedia untuk mengubah apa yang ia percaya

II.3 Keintiman
II.3.1 Definisi Keintiman
Komunikasi interpersonal memiliki kaitan dengan keintiman, apalagi di masa
pandemi Covid-19, keintiman dalam komunikasi interpersonal harus juga muncul dalam
konteks di lingkungan keluarga, karena keintiman adalah syarat mutlak dalam komunikasi
interpersonal (DeVito, 2008). Menurut Levinger, keintiman adalah proses dari dua orang

8
yang saling memberikan perhatian sebebas mungkin dalam pertukaran perasaan, pikiran dan
tindakan (Masters, W. H., Johnson, V. E., 1992). Secara umum, keintiman dalam hal ini
meliputi perasaan penerimaan, komitmen, dan kedekatan dari kedua belah pihak. Keintiman
ini harus dirasakan dan terjadi pada hubungan suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak,
serta anak dan saudaranya (antar saudara).
Setiap anggota keluarga harus dapat mengekspresikan perasaan dan menyampaikan
gagasan secara bebas dan nyaman. Misalnya, suami dan istri harus dapat saling menerima,
begitu pula orang tua ke anak dan sebaliknya. Kedekatan antar anggota keluarga harus
terbangun untuk membentuk keintiman yang akan menjadi kunci suksesnya komunikasi
interpersonal di lingkungan keluarga. Keintiman dalam keluarga bukan sesuatu yang dapat
diperoleh dengan mudah dan melewati proses yang instan. Melainkan sesuatu yang harus
diusahakan dan diciptakan dengan itikad dari masing-masing anggota keluarga. Dilihat dari
sisi keintiman dalam hubungan interpersonal, maka hubungan sosial yang terjalin harus
memenuhi apa yang dinamakan ―need for intimacy. Batasan pengertian tentang keintiman,
antara lain sebagai berikut. a) Keintiman melibatkan rasa saling memiliki (sense of
belonging), yaitu kebutuhan untuk membuat hubungan kuat, stabil, dan dekat, b) Keintiman
merupakan elemen emosional dalam suatu hubungan yang melibatkan pengungkapan diri
(self disclosure), yang akan menghasilkan suatu keterikatan, kehangatan, dan kepercayaan,
dan c) Keintiman adalah hubungan yang cukup kuat yang berlangsung dengan orang lain,
yaitu ketika individu dapat saling berkorban untuk kesejahteraan satu sama lain tanpa harus
kehilangan identitas masing-masing individu (Johnson, 2016).

II.3.2 Aspek Keintiman


Dari beberapa pengertian keintiman yang sudah dipaparkan dan aspek keintiman
dalam komunikasi interpersonal yang dibahas oleh Johnson (2016), dapat kita tarik empat
konsep kunci keintiman yaitu:
1. Kedekatan
Aspek-aspek proses keintiman adalah dengan membedakan antara pengalaman intim
dan hubungan intim. Secara garis besar, pengalaman intim adalah kedekatan perasaan atau
berbagi dengan pihak lain dan hubungan intim adalah seorang individu yang berbagi
pengalaman intim, dan terdapat harapan bahwa pengalaman dan hubungan akan bertahan
dari waktu ke waktu. Dalam konteks keintiman antar anggota keluarga, penting untuk
membangun keintiman yang didasarkan oleh kedekatan dan perasaan hangat yang dimiliki
oleh orang-orang tertentu (Olson & Defrain, 2006).
2. Keterbukaan

9
Keterbukaan mengacu pada keterbukaan dan kesediaan komunikator untuk bereaksi
secara jujur terhadap stimulus yang datang dan keterbukaan peserta komunikasi
interpersonal kepada orang yang mengajak untuk berinteraksi (DeVito, 1997). Seringnya
interaksi juga mempengaruhi perkembangan komunikasi interpersonal yang terjalin antara
anggota keluarga yaitu seperti orang tua dengan anak. Tidak ada kata terlambat untuk
mengembangkan komunikasi interpersonal dan keintiman antar anggota keluarga. Di masa
pandemi Covid-19, justru merupakan waktu yang tepat untuk bisa saling terbuka dan
memperbaiki hubungan komunikasi.
3. Kestabilan
Masing-masing anggota keluarga memiliki kesibukan yang berbeda-beda, orang tua
bekerja, anak bersekolah, dan lain sebagainya. Kesibukan tersebut dapat memicu adanya
permasalahan yang harus cepat diselesaikan. Kalau tidak, akan berdampak pada kestabilan
waktu bersama antar anggota keluarga, karena semua anggota keluarga menghabiskan waktu
yang banyak di rumah. Kestabilan waktu bersama seluruh anggota keluarga, khususnya
orang tua dan anak merupakan kebersamaan intens yang akan mempererat ikatan, terutama
ketika masalah muncul di dalam keluarga (Triwardhani & Chaerowati, 2019). Hal tersebut
penting untuk dimiliki supaya waktu bersama antar seluruh anggota keluarga bertahan lama
dan terjalin dengan baik.
4. Kesejahteraan
Kefungsian keluarga menjadi pengaruh yang sangat kuat dalam mempengaruhi
kesejahteraan psikologis anak dan orang tua dalam menerima kebahagiaan sepanjang waktu
(Hassan, Yusoof, & Alavi, 2012). Dalam keintiman keluarga, kesejahteraan secara
psikologis yang baik akan hadir ketika situasi menyenangkan terjadi dalam masing-masing
anggota keluarga dan juga lingkungan luar anggota tersebut. Kesejahteraan keluarga yang
maksimal dapat dicapai ketika setiap anggota keluarga dapat mengadaptasikan emosi
masing-masing dengan lingkungan sekitar. Dengan kata lain, kesejahteraan akan tercapai
apabila ketika dihadapkan pada suatu permasalahan, individu tidak mengekspresikan
emosinya dengan berlebih-lebihan dan mampu berperan dengan baik dalam hal
mengendalikan diri (Syah, 2008). Keintiman membahas tentang hubungan yang berlangsung
cukup kuat dengan orang lain, dimana ketika individu dapat saling berkorban untuk
kesejahteraan satu sama lain tanpa harus kehilangan identitas masing-masing individu
(Johnson, 2016). Dengan adanya kestabilan emosi antar anggota keluarga, kesejahteraan
keluarga akan semakin meningkat.

II.3.3 Dimensi Keintiman dalam Komunikasi Interpersonal

10
Keintiman dalam komunikasi interpersonal di ekstraksikan menjadi tiga hal, yaitu
established relationship, dyadic primacy, dan dyadic coalition (DeVito, 2008). Menurut Devito,
established relationship adalah sekumpulan individu yang tanpa alasan terhubung satu dengan
lainnya. Dari penjelasan tersebut, bisa dibilang bahwa keluarga adalah established relationship,
karena komunikasi yang terjadi antara anggota keluarga telah memiliki hubungan yang mapan
(established). Berbeda, jika terdapat dua atau lebih individu yang baru kenal, atau terdapat
komunikasi antara dua orang yang hanya berlangsung sesekali (occasional), tidak dapat
dikategorikan sebagai komunikasi interpersonal.
Secara garis besar, dyadic communication adalah komunikasi antara dua orang, satu pihak
menyampaikan pesan dan pihak lainnya menerima pesan. Contohnya, ketika sang suami
memberikan informasi kepada istrinya, atau sang anak kepada saudaranya. Ciri-ciri dyadic
communication adalah pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak dekat, mengirim dan
menerima pesan secara spontan, baik verbal maupun non verbal, serta dapat mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku (Effendy, 2003:63). Dyadic communication juga memiliki beberapa bentuk
komunikasi interpersonal yaitu dyadic primacy dan dyadic coalition yang bisa diterapkan dalam
menjalin keintiman dalam komunikasi interpersonal.

II.3.4 Hubungan Keintiman dalam Komunikasi Interpersonal


Komunikasi interpersonal terdiri dari banyak proses yang tersusun dan saling berkaitan,
seperti produksi pesan, pengolahan pesan, dan koordinasi interaksi. Pertama, produksi pesan adalah
proses menghasilkan perilaku verbal dan nonverbal yang dimaksudkan untuk menyampaikan
sesuatu keadaan. Kedua, pengelolah pesan meliputi menginterpretasi perilaku komunikatif orang
lain dalam upaya untuk memahami makna perilaku dan mempraktekkan perilaku mereka. Ketiga,
koordinasi interaksi adalah proses menyelaraskan aktivitas produksi pesan dan pengelolaan pesan
sehingga menghasilkan pertukaran pesan yang lancar dan koheren (Novianti et al., 2017, 6). Ketiga
proses komunikasi interpersonal tersebut membutuhkan keintiman di dalamnya, seperti yang
dikatakan Devito bahwa keintiman adalah syarat mutlak dalam komunikasi interpersonal (DeVito,
2008). Misalnya, ketika memproduksi pesan, harus ada kedekatan dan keterbukaan (yang
merupakan aspek keintiman) antar anggota keluarga, supaya bisa lanjut ke proses selanjutnya. Tidak
berhenti disitu saja, sampai proses terakhir yaitu koordinasi interaksi membutuhkan kesejahteraan
supaya semua anggota keluarga memahami dan menerima kebahagiaan. Dapat disimpulkan bahwa
keintiman dalam komunikasi interpersonal harus muncul dalam lingkungan keluarga. Jika tidak,
kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian dan menyebabkan
keterpecahbelahan (Rakhmat, 1999), yang berujung terjadinya penurunan keintiman dalam
keluarga.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1. Jenis dan Desain Penelitian


Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan alat-alat statistik
(Ali & Yusof, 2011). Metode kualitatif menekankan pada pengamatan fenomena dan makna
dari fenomena tersebut, analisis dan keakuratan hasil penelitian kualitatif sangat dipengaruhi
oleh pemilihan kata dan kalimat yang digunakan. Basri (2014) menyimpulkan bahwa fokus
dari penelitian kualitatif adalah pada prosesnya dan pemaknaan hasilnya. Perhatian
penelitian kualitatif lebih tertuju pada elemen manusia, objek, dan institusi, serta hubungan
atau interaksi di antara elemen-elemen tersebut, dalam upaya memahami suatu peristiwa,
perilaku, atau fenomena (Mohamed, Abdul Majid & Ahmad, 2010). Penelitian ini akan
dilakukan menggunakan desain penelitian grounded theory design, yaitu desain yang
merupakan gabungan dari beberapa metode sistematik induktif dalam melakukan penelitian
kualitatif yang mengarah kepada pengembangan teori. Strategi metodologi dari grounded
theory bertujuan untuk membangun middle-level theories langsung dari analisis data.
Dorongan teori induktif dalam metode ini ditekankan kepada logika peneliti, dan hasil
analisis data membangun fondasi empiris yang kuat. Analisis tersebut menyediakan fokus,
abstrak, dan teori konseptual yang menjelaskan fenomena empiris yang dipelajari
(Lewis-Beck et al., 2004).

III.2. Central Phenomenon


III.2.1 Keintiman Dalam Komunikasi Interpersonal (dalam masa pandemi Covid-19)
Central phenomenon yang difokuskan peneliti adalah pada dimensi keintiman dalam
komunikasi interpersonal pada masa pandemi Covid-19. Dimensi keintiman dalam
komunikasi interpersonal yang dipakai adalah kedekatan, keterbukaan, kestabilan, dan
kesejahteraan. Setiap dimensi akan ditanyakan menggunakan metode focus group interview,
dengan pertanyaan open-ended question dimana data yang terkumpul merupakan jawaban
yang elaboratif sehingga peneliti dapat menggabungkan ide dari pemahaman para
narasumber.

III.3. Partisipan Penelitian


III.3.1. Karakteristik Partisipan

12
- Karakteristik keluarga 1: keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari sepasang
suami istri dan seorang anak/anak tunggal (biologis maupun adopsi)
- Karakteristik keluarga 2: keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari sepasang
suami istri dan beberapa anak/memiliki saudara (biologis maupun adopsi)
- Karakteristik keluarga 3: keluarga besar (extended family), terdiri dari nuclear family
ditambah keluarga dengan hubungan darah lainnya

III.3.2. Pemilihan dan Jumlah Partisipan


Sampel partisipan dalam penelitian ini akan diambil dengan metode
purposeful sampling (before data collection) dengan maximal variation sampling, di
mana peneliti memilih kasus atau individu yang berbeda pada beberapa karakteristik
atau trait-nya. Dalam metode sampling ini, pertama-tama peneliti mengidentifikasi
karakteristik terlebih dahulu, kemudian mencari individu atau lokasi yang sesuai
menyediakan dimensi yang berbeda-beda dari karakteristik tersebut (Creswell,
2012). Unit penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluarga, karena
penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana keintiman komunikasi yang terjadi
antara anggota keluarga secara keseluruhan berlangsung dalam masa pandemi. Oleh
karena itu, kami akan melakukan penelitian terhadap 3 keluarga (yang tinggal dalam
satu rumah) dengan variasi karakteristik yang dibedakan dari jumlah anggota dan
bentuk keluarga yang tinggal dalam sebuah rumah.

III.4 Metode Pengumpulan Data


III.4.1 Metode
Dalam proses pengumpulan data penelitian, kami akan menggunakan metode
pengumpulan data focus group interview, yaitu wawancara yang dilakukan dengan
sekelompok peserta untuk mengumpulkan berbagai informasi, pada umumnya 4-6 orang.
Metode focus group interview dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang merupakan
gabungan ide dari pemahaman beberapa narasumber tersebut. Dalam metode ini, peneliti
bertanya beberapa pertanyaan umum dan memacu respon individu-individu dalam
kelompok tersebut. Jenis focus group interview yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah focus group discussion dimana interview akan dipimpin oleh moderator yang
bertanya dan peserta menjawab (Creswell, 2012).
Selama proses wawancara berlangsung, peneliti akan merekam proses wawancara
dan mencatat jawaban narasumber. Peneliti akan menanyakan pertanyaan yang sudah
terlebih dahulu. Daftar pertanyaan akan diurutkan dari pertanyaan yang bersifat umum

13
hingga khusus dengan cara penyampaian yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
wawancara.

III.4.2 Indikator Pengukuran


Terdapat 4 indikator pengukuran keintiman komunikasi antar anggota keluarga
selama masa pandemi Covid-19, yaitu kedekatan, keterbukaan, kestabilan, dan
kesejahteraan. Indikator pengukuran ini merupakan konsep kunci keintiman yang sudah
peneliti simpulkan dari definisi dan aspek keintiman dalam komunikasi interpersonal yang
sudah dibahas sebelumnya dalam bab kajian pustaka. Berikut ini, peneliti akan memberikan
penjelasan yang lebih dalam tentang setiap indikator pengukuran dan kaitannya dengan
bagaimana indikator dapat digunakan sebagai pengukuran dalam penelitian ini.
III.4.2.1 Kedekatan
Dalam konteks keintiman antar anggota keluarga, penting untuk membangun
keintiman yang didasarkan oleh kedekatan dan perasaan hangat yang dimiliki oleh
orang-orang tertentu (Olson & Defrain, 2006). Untuk membangun keintiman yang
adalah kunci sukses komunikasi interpersonal (termasuk di lingkungan keluarga),
kedekatan menjadi salah satu aspek penting yang harus dibangun. Durasi waktu
bersama secara langsung maupun tidak langsung akan sangat mempengaruhi
kedekatan antara anggota keluarga dan juga aspek lain dalam indikator pengukuran
yaitu keterbukaan diri seseorang. Tetapi, apabila waktu yang dimiliki memang tidak
banyak, itu tidak berarti sebuah keluarga tidak dapat membangun kualitas waktu
yang baik dan ideal antar anggota keluarganya.
III.4.2.2 Keterbukaan
Keterbukaan mengacu pada kesediaan individu untuk bereaksi secara jujur
terhadap stimulus yang datang dari sebuah situasi dan keterbukaan kepada orang lain
yang mengajak individu untuk berinteraksi (DeVito, 1997). Durasi waktu tiap
anggota keluarga bersama juga mempengaruhi keterbukaan setiap anggota keluarga
dalam mengungkapkan perasaanya. Untuk membangun keintiman antar anggota
keluarga, setiap anggota keluarga harus dapat mengekspresikan perasaan dan
menyampaikan gagasan pribadi secara bebas dan nyaman, dan upaya yang dapat
dilakukan agar hal tersebut terwujud adalah pasangan suami dan istri harus dapat
saling menerima, begitu pula orang tua ke anak dan sebaliknya.
III.4.2.3 Kestabilan
Keintiman berkaitan erat dengan kestabilan. Dalam hal ini, hal yang dapat
dikaitkan dengan kestabilan salah satunya adalah kestabilan waktu bersama seluruh

14
anggota keluarga, khususnya orang tua dan anak yang membutuhkan waktu
kebersamaan intens yang dapat mempererat ikatan, terutama ketika masalah muncul
di dalam keluarga (Triwardhani & Chaerowati, 2019). Dalam masa pandemi
sekalipun yang mengharuskan seluruh anggota keluarga tetap di rumah,
masing-masing anggota keluarga memiliki kesibukan yang berbeda-beda. Hal
tersebut penting untuk diperhatikan dan dimiliki agar waktu bersama antar seluruh
anggota keluarga dapat bertahan lama dan terjalin dengan baik. Ketidakpahaman
pada porsi, peran, dan kebutuhan anggota keluarga adalah faktor yang dapat
menyebabkan kurang maksimalnya kestabilan durasi waktu bersama keluarga.
III.4.2.4 Kesejahteraan
Keintiman membahas tentang hubungan yang berlangsung cukup kuat
dengan orang lain, dimana ketika individu dapat saling berkorban untuk
kesejahteraan satu sama lain tanpa harus kehilangan identitas masing-masing
individu (Johnson, 2016). Kesejahteraan secara psikologis yang baik akan hadir
ketika situasi menyenangkan terjadi dalam masing-masing anggota keluarga dan
juga lingkungan luar anggota tersebut. Kesejahteraan keluarga yang maksimal dapat
dicapai ketika individu dihadapkan pada suatu permasalahan, ia tidak
mengekspresikan emosinya dengan berlebih-lebihan dan mampu berperan dengan
baik dalam hal mengendalikan diri (Syah, 2008). Dengan adanya kestabilan emosi
antar anggota keluarga, kesejahteraan keluarga akan semakin meningkat.

III.4.3 Prosedur Penelitian


Pengumpulan data dengan metode wawancara akan dilaksanakan dengan melalui
beberapa tahapan, yaitu:
1. Menginformasikan anggota kelompok narasumber mengenai jadwal
wawancara dan menjelaskan informed consent kepada setiap anggota
kelompok yang berisi pernyataan bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
2. Apabila anggota kelompok narasumber mengerti dan menyetujui informed
consent, peneliti meminta anggota kelompok narasumber untuk e-sign dalam
form informed consent sebagai tanda persetujuan untuk dijadikan partisipan
penelitian.
3. Pada hari H peneliti memberikan link Zoom yang akan digunakan untuk
wawancara secara daring 15 menit sebelum wawancara dimulai.

15
4. Wawancara akan dilaksanakan secara daring dan direkam dengan
menggunakan media Zoom untuk wawancara sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
5. Setelah seluruh anggota kelompok narasumber memasuki ruang meeting
Zoom, proses wawancara akan dimulai dengan perkenalan diri oleh seluruh
anggota kelompok dan penjelasan ulang tentang penelitian secara umum,
anggota kelompok narasumber akan kembali diingatkan tentang
batasan-batasan dalam informed consent sebagai pengingat kembali.
6. Wawancara akan dilaksanakan dengan pertanyaan-pertanyaan indikator
pengukuran yang sudah dibuat sebelumnya, probing kemungkinan akan
dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih detail dan mendalam dari
kelompok narasumber.

III.4.4 Instrumen Penelitian

Indikator/Topik Pertanyaan

Kedekatan 1. Berapa durasi waktu yang biasanya anda habiskan bersama


(waktu bersama keluarga) keluarga sebelum dan sesudah pandemi? (berlaku juga
untuk indikator kestabilan)
2. Apakah durasi waktu yang bertambah meningkatkan
kedekatan antar anggota keluarga?
3. Apakah kedekatan yang dirasakan berbeda sebelum masa
pandemi?
4. Jika iya, apa perbedaan kedekatan yang anda rasakan
dengan anggota keluarga berubah sebelum dan sesudah
pandemi?
5. Bagaimana perubahan kedekatan/kerenggangan setelah
pandemi berdampak kepada keintiman keluarga ?
6. Apa aktivitas yang dilakukan bersama sebelum dan sesudah
pandemi? (berlaku juga untuk indikator kestabilan)
7. Setelah meningkatnya durasi waktu dan kedekatan antara
anggota keluarga, apakah waktu yang dihabiskan bersama
berkualitas? (berlaku juga untuk indikator kestabilan)
8. Bagaimana kualitas waktu yang dihabiskan bersama
berdampak terhadap keintiman antara anggota keluarga?

16
(berlaku juga untuk indikator kestabilan)

Keterbukaan (dalam 1. Bagaimana keterbukaan dalam mengungkapkan perasaan


mengungkapkan seluruh anggota keluarga yang sesungguhnya berubah
perasaan) sebelum dan sesudah pandemi?
2. Apakah meningkatnya durasi waktu bersama anggota
keluarga di rumah mempengaruhi sikap terbuka dalam
mengungkapkan perasaaan anggota keluarga?
3. Apakah faktor kedekatan antara anggota keluarga yang
meningkat berpengaruh terhadap keterbukaan dalam
mengungkapkan perasaan anggota keluarga?
4. Bagaimana perubahan keterbukaan/ketertutupan setelah
pandemi berdampak kepada keintiman keluarga ?

Kestabilan (waktu 1. Berapa durasi waktu yang biasanya anda habiskan bersama
bersama setiap anggota keluarga sebelum dan sesudah pandemi?
keluarga) 2. Perbedaan aktivitas yang dilakukan bersama keluarga apa
yang ada sebelum dan sesudah pandemi?
3. Apakah dengan adanya pandemi anda merasa kualitas waktu
yang dihabiskan bersama keluarga semakin membaik?
4. Bagaimana perubahan kestabilan/ketidakstabilan waktu
bersama setelah pandemi berdampak kepada keintiman
keluarga ?

Kesejahteraan (rasa rela 1. Apakah durasi waktu yang bertambah bersama keluarga
berkorban demi mempengaruhi kesejahteraan keluarga? Dalam hal setiap
kesejahteraan keluarga) anggota keluarga memiliki rasa rela berkorban demi
kesejahteraan keluarga
2. Bagaimana kesejahteraan meningkat/menurun selama
pandemi? Apa faktor yang mempengaruhinya?
3. Bagaimana perubahan perasaan rela/tidak rela berkorban
setiap anggota keluarga demi kesejahteraan keluarga setelah
pandemi berdampak kepada keintiman keluarga ?
4. Hal apa saja yang meningkatkan kesejahteraan antara

17
anggota keluarga?
5. Hal apa saja yang menurunkan kesejahteraan antara anggota
keluarga?
6. Ceritakan pengalaman atau kejadian dimana anggota
kelompok narasumber menunjukkan sikap rasa rela
berkorban dan apa penyebabnya

III.4.4.1 Metode Triangulasi


Metode Triangulasi merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan peneliti agar dapat
melakukan teknik pengolahan data kualitatif. Triangulasi diartikan sebagai suatu teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan beberapa teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada (Sugiyono, 2012). Triangulasi merupakan metode sintesa data terhadap
kebenarannya dengan menggunakan metode pengumpulan data yang lain atau berbagai paradigma
triangulasi. Data yang dinyatakan valid melalui triangulasi akan memberikan keyakinan terhadap
peneliti tentang keabsahan datanya, sehingga tidak ragu dalam pengambilan kesimpulan terhadap
penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian metode kualitatif, terdapat lima teknik untuk
melakukan triangulasi :
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber merupakan metode triangulasi yang membandingkan dan
memeriksa ulang derajat kepercayaan informasi yang didapat melalui sumber yang
berbeda. Peneliti dapat membandingkan hasil observasi dengan wawancara,
membandingkan suatu pernyataan umum dengan pernyataan pribadi, atau
membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan dengan hal
tersebut.
b. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu merupakan metode triangulasi yang bertujuan untuk memvalidasi
data yang berkaitan dengan perubahan suatu proses dan perilaku individu. Hal ini
dikarenakan perilaku individu yang akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Maka, dalam menjalani metode ini peneliti perlu melakukan beberapa kali
pengamatan untuk bisa melakukan metode ini.
c. Triangulasi teori
Triangulasi teori merupakan metode triangulasi yang memanfaatkan dua teori atau
lebih untuk diadu dan dipadu. Akan tetapi, rancangan penelitian pengumpulan data
dan analisis data yang lengkap sangat dibutuhkan. Dengan demikian, hasil dari

18
penelitian akan lengkap, maksimal, dan komprehensif.
d. Triangulasi peneliti
Triangulasi peneliti merupakan suatu metode triangulasi yang menggunakan lebih
dari satu peneliti dalam melakukan observasi atau wawancara. Setiap peneliti
mempunyai gaya, sikap, dan persepsi yang berbeda dan hasil pengamatan bisa jadi
berbeda walaupun dengan fenomena yang sama. Maka dari itu, diperlukan dua atau
lebih pewawancara agar memperoleh data yang lebih absah dan lengkap. Sebelum
wawancara dilaksanakan pewawancara juga harus melakukan kesepakatan dalam
menentukan acuan wawancara.
e. Triangulasi Metode
Triangulasi metode merupakan suatu metode triangulasi yang memeriksa keabsahan
data atau memeriksa keabsahan temuan penelitian. Peneliti dapat melakukan metode
ini dengan menggunakan teknik lebih dari satu untuk mendapatkan kumpulkan data
yang sama. Selain itu, peneliti juga dapat melakukan pemeriksaan ulang agar lebih
yakin dengan kebenaran data yang ia peroleh.

Sesuai dengan penjelasan kelima teknik sebelumnya, kelompok akan menggunakan metode
triangulasi sumber dan triangulasi peneliti. Metode triangulasi sumber merupakan suatu teknik
triangulasi yang memeriksa kebenaran informasi dengan cara membandingkannya dengan sumber
lain. Dalam penelitian ini, kelompok akan melakukan wawancara sumber lain selain narasumber
utama, yaitu orang yang sangat mengenali keadaan dan situasi narasumber utama selama pandemi
COVID-19. Dalam penelitian ini, cara peneliti memeriksa kebenaran informasi adalah dengan
membandingkannya dengan sumber lain, yaitu salah satu anggota keluarga besar dari narasumber
utama atau tetangga yang mengenali keadaan dan situasi narasumber utama. Selanjutnya, kelompok
akan menggunakan metode triangulasi peneliti. Metode triangulasi peneliti adalah salah satu teknik
triangulasi yang menggunakan lebih dari satu peneliti dalam melakukan wawancara. Kelompok
wawancara akan melibatkan beberapa peneliti untuk dapat melihat hasil dari persepsi yang berbeda.
Hal ini dikarenakan adanya persepsi yang berbeda dari setiap peneliti walaupun dengan fenomena
yang sama. Sebelum penelitian dimulai, peneliti akan melakukan kesepakatan dalam menentukan
acuan wawancara, agar peneliti tetap berada dalam satu dasar dan tujuan yang sama.

19
BAB IV
ISU ETIS YANG PERLU DIPERHATIKAN

IV.1 Voluntary Participation


Selama proses pengumpulan data, banyak informasi personal yang akan narasumber bagikan
seperti pengalaman atau situasi keadaan keluarga yang berkaitan dengan topik penelitian. Maka dari
itu, penting untuk peneliti mendapatkan ketersediaan narasumber yang bersifat tidak memaksa dan
sukarela. Narasumber harus dengan sadar saat menyetujui dan saat melakukan wawancara tanpa
merasa adanya paksaan secara fisik maupun mental.
Narasumber utama dalam penelitian ini adalah partisipan penelitian yaitu tiga keluarga
dengan karakteristik yang berbeda. Peneliti akan membuat sebuah informed consent yang nantinya
akan diberikan kepada keluarga tersebut sebelum proses wawancara dilaksanakan. Informed
consent merupakan sebuah lembar persetujuan yang akan diberikan kepada partisipan sebagai
bentuk persetujuan atas kesediaan dalam mengikuti proses penelitian. Informed consent dinyatakan
secara tertulis oleh peneliti dan harus ditanda tangani oleh partisipan sebelum proses penelitian
berlangsung.
Informed consent ini akan berisi mengenai penjelasan secara singkat mengenai tujuan serta
rincian dari penelitian tersebut, resiko yang dapat terjadi selama penelitian berlangsung, manfaat
yang didapatkan ketika mengikuti penelitian, prosedur yang akan digunakan oleh peneliti,
kerahasiaan data akan dijaga, serta pernyataan bahwa partisipan mengikuti proses penelitian secara
sukarela tanpa adanya paksaan. Setelah informed consent diberikan, partisipan harus
menandatangani informed consent tersebut sebagai tanda persetujuan, lalu barulah partisipan dapat
mengikuti penelitian tersebut. Setiap keluarga yang akan diwawancara akan mendapatkan informed
consent yang harus ditandatangani. Setelah seluruh anggota keluarga menyetujui informed consent
ini maka partisipan setuju untuk memberikan segala informasi yang dibutuhkan oleh peneliti selama
proses penelitian ini berlangsung. Partisipan juga diharapkan dapat memberikan jawaban atas
pertanyaan yang diberikan secara jujur, akan tetapi partisipan tetap memiliki hak untuk menolak
pertanyaan tersebut jika partisipan merasa tidak nyaman. Selain itu juga partisipan juga telah
menyetujui bahwa selama proses wawancara berlangsung peneliti diijinkan untuk merekam proses
wawancara berlangsung.

IV.2 No harm to the participant


Setelah persetujuan kedua pihak melalui isi informed consent. Dalam penelitian ini terdapat
etika yang harus ditaati selama proses wawancara berlangsung. Peneliti juga wajib untuk
memastikan narasumber ada keadaan yang baik dan kesehatan fisik dan mental. Dengan menjaga

20
kesehatan fisik, wawancara akan dilakukan secara online melalui aplikasi zoom atau teams agar
mencegah penyebaran virus covid-19. Untuk menjaga kesehatan mental, peneliti akan bertanya
kepada narasumber pertanyaan yang bersifat etis atau pertanyaan yang membuat narasumber
merasa tidak nyaman seperti, trauma, kesedihan yang mendalam, dan stres. Namun jika dalam
proses wawancara kemudian narasumber merasa tidak nyaman untuk melanjutkannya, maka
narasumber tersebut berhak untuk berhenti memberikan informasi kepada peneliti dan
menghentikan wawancara saat itu juga.

IV.3 Anonymity
Wawancara akan berlangsung melalui platform Zoom atau Teams. Wawancara juga dimulai
dengan memperkenalkan diri dan menyalakan kamera agar peneliti tahu bahwa narasumbernya
benar. Sesuai dengan isu etis, peneliti harus menjaga kerahasiaan atau anonymity semua partisipan.
Dengan ini, semua informasi seperti, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, dan informasi
identitas narasumber lainnya akan dijaga dalam seluruh laporan penelitian yang akan dibuat.

IV.4 Analysis and reporting


Hasil dari wawancara yang peneliti dapat akan digunakan sesuai dengan informasi yang
disampaikan narasumber. Jika terdapat suatu kekurangan dalam penelitian akan dituliskan dengan
sejujurnya tanpa pengubahan informasi apapun demi kepentingan pribadi pada evaluasi hasil
penelitian sehingga dapat menjadi evaluasi untuk penelitian kedepannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adilla, D. (2012). Komunikasi dalam KELUARGA. Academia.edu. Diambil dari,


https://www.academia.edu/33217457/Komunikasi_dalam_keluarga
Ali, M. Y., & Hidayat, T. (2016). Hubungan Kestabilan Emosi Terhadap Hasil Belajar Pendidikan
Jasmani Siswa Kelas X-1 SMAN 1 Senori, Tuban. Jurnal Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan, 4(1), 25-33.
https://core.ac.uk/download/pdf/230797311.pdf
Ambar. (2017). Komunikasi Interpersonal – Pengertian, Elemen, Sifat dan Prinsip.
PakarKomunikasi. Diambil dari,
https://pakarkomunikasi.com/komunikasi-interpersonal
Asta, D. (2018). 13 Manfaat Psikologi Dalam Keluarga. DosenPsikologi. Diambil dari,
https://dosenpsikologi.com/manfaat-psikologi-dalam-keluarga
Azeharie, S., & Khotimah, N. (2015). Pola Komunikasi Antarpribadi Antara Guru dan Siswa di
Panti Sosial Taman Penitipan Anak “Melati” Bengkulu. Jurnal Pekommas, 18(3), 213-224.
https://media.neliti.com/media/publications/222392-pola-komunikasi-antarpribadi-antara-gu
ru.pdf
Babbie, E. (2008). The Basics of Social Research (4th ed.). Belmont: Thomson Wadsworth.
Bachri, b. S. (2010, april). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada Penelitian
Kualitatif. 10(1), 46-62.
http://yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/meyakinkan-validitas-data-melalui-triangulasi-pada-
penelitian-kualitatif.pdf
Creswell, J. W. (2012). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative
and Qualitative Research (4th ed.). Pearson Education.
HIMPSI. (2010). KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan
Psikologi Indonesia.
Lesmana, T. (2005). Tuntutan Kemahiran Komunikasi Antarpribadi dalam Profesi: Perspektif
Hongkong dan Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(1), 77-90.
https://media.neliti.com/media/publications/102846-ID-tuntutan-kemahiran-komunikasi-ant
arpriba.pdf
Lewis-Beck, M., & Liao, T. F. (2004). In A. Bryman (Ed.), The SAGE Encyclopedia of Social
Science Research Methods. essay, SAGE Publications, Inc.
https://guides.temple.edu/groundedtheory#Charmaz.

22
Maulid Pradistya, Reyvan (2021). Teknik Triangulasi dalam Pengolahan Data Kualitatif. Jakarta:
DOLAB
https://www.dqlab.id/teknik-triangulasi-dalam-pengolahan-data-kualitatif#:~:text=Triangula
si%20merupakan%20salah%20satu%20pendekatan,hasil%20wawancara%20terhadap%20o
bjek%penelitian
Murwani. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Aplikasi. Kasus. Jogjakarta: Mitra
Cendikia Press.
Nayana, F. N. (2013). Kefungsian Keluarga dan Subjective Well-being Pada Remaja. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 1(2), 230-244.
Negara, D. J. K. (2019). Memahami Metode Penelitian Kualitatif. KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA. Diambil dari,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-Penelitian-Kualita
tif.html.
Novianti, R. D., Sondakh, M., & Rembang, M. (2017). Komunikasi Antarpribadi Dalam
Menciptakan Harmonisasi (Suami dan Istri) Keluarga di Desa Sagea Kabupaten Halmahera
Tengah. Acta Diurna, 6(2), 1-15.
https://media.neliti.com/media/publications/94222-ID-komunikasi-antarpribadi-dalam-menc
iptaka.pdf
Nursanti, S., et al. (2021). Kualitas Komunikasi Keluarga Tenaga Kesehatan di Masa Pandemic
COVID-19. Jurnal Studi Komunikasi, 5(1), 233-248.
https://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jsk/article/view/2817/1516
Patriana, E. (2014). Komunikasi Interpersonal yang Berlangsung Antara Pembimbing
Kemasyarakatan dan Keluarga Anak Pelaku Pidana di Bapas Surakarta. Journal of Rural
and Development, 5(2), 203-214.
https://jurnal.uns.ac.id/rural-and-development/article/download/852/834
Permatasari, A. N., Inten, D. N., Wiliani, W., & Widiyanto, K. N. (2020, June). Keintiman
Komunikasi Keluarga Saat Social Distancing Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 346.
https://www.researchgate.net/publication/343966355_Keintiman_Komunikasi_Keluarga_sa
at_Social_Distancing_Pandemi_Covid-19
Sari, H. P. (2020). Tanggapi WHO, Pemerintah Nyatakan Wabah Corona Sebagai Bencana
Nasional. Kompas.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/14/21353071/tanggapi-who-pemerintah-nyatakan
-wabah-corona-sebagai-bencana-nasional
Sinaga, E. U., Muhariati, M., & Kenty, K. (2016). Hubungan Intensitas Komunikasi Orang Tua dan

23
Anak Terhadap Hasil Belajar Siswa. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan
Pendidikan). Diambil dari,
https://doi.org/10.21009/jkkp.032.06
Utami, C., & Murti, H. A. S. (2017). Hubungan Antara Kelekatan Dengan Orangtua dan Keintiman
Dalam Berpacaran Pada Dewasa Awal. Psikologika, 22(1), 40-49.

24
LAMPIRAN

Gambar 1.1 Jumlah responden terkait seberapa pengaruh intensitas komunikasi dengan
keharmonisan keluarga

25
Lembar Kesediaan Melakukan Kegiatan Wawancara

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : _________________________________________________

Bersedia agar saya diwawancarai oleh para mahasiswa dari kelas Mata Kuliah Metode Penelitian
Penelitian [PDU– 211] di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, yaitu:

1. Cellysta Izabella (202007510002)


2. Edelweiss Hindarto (202007510058)
3. Fianca Primadita (202007510106)
4. Jane Mellina Hadeli (202007510125)
5. Tirza Kristy Margetan (202007510134)
Saya memahami bahwa keikutsertaan saya dalam rangka memenuhi data penelitian yang
bertujuan untuk mencari tahu perbedaaan keintiman komunikasi dari karakteristik keluarga yang
berbeda, mengetahui gambaran perubahan intensitas komunikasi antar anggota keluarga pada saat
sebelum dan sesudah pandemi, mengetahui dampak dari perubahan intensitas komunikasi antar
anggota keluarga pada masa pandemi, serta memaparkan keintiman keluarga yang dibangun pada
masa social and physical distancing akibat pandemi Covid-19.

Saya (bersedia/tidak bersedia) apabila proses wawancara tersebut direkam oleh para
mahasiswa di atas. Saya juga memahami bahwa:

1. Wawancara dilaksanakan pada saat yang disepakati oleh tim pewawancara dan saya;
2. Lama pelaksanaan wawancara diperkirakan 1 hingga 2 jam;
3. Identitas diri saya dan segala informasi yang diberikan pada kegiatan ini akan dijaga
kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan proses perkuliahan;
4. Wawancara ini tidak memiliki resiko yang membahayakan saya;
5. Saya memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan dan menghentikan proses wawancara
jika merasa kenyamanannya terganggu.

_________, _____________________ 2021

e-sign

(Nama Lengkap Narasumber)

26

Anda mungkin juga menyukai