KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa kami mengucapkan puji dan syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya kepada
kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum tentang “Mekanika
Fluida dan Hidraulika”. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah mekanika fluida dengan program studi Teknik Biosistem. Dan kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat menambah wawasan bagi pembaca.
Dalam penyusunan laporan praktikum ini, kami mendapat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, kami
ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah sehingga dapat melakukan praktikum dan menyusun laporan dengan baik.
Kepada orang tua, yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis secara
moril maupun material sehingga laporan ini dapat selesai. Berterimakasih kepada
dosen mata kuliah mekanika fluida Ibu Nova Anika S.T,P., M.Si., P.hd. Tugas yang
diberikan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terkait mekanika fluida.
Kepada asisten praktikum kelompok 8 Kak Riska Fadilah Rangkuti kami sangat
berterima kasih atas bimbingan selama pelaksanaan praktikum mekanika fluida.
Seluruh teman-teman kami serta semua pihak yang telah memberi motivasi dan
kontribusi pada penulisan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan praktikum ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan oleh penulis agar kedepannya dapat membuat karya yang lebih baik
lagi dan bermanfaat untuk semua.
Praktikan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
DAFTAR TABEL...................................................................................................x
DAFTAR GRAFIK..............................................................................................xiii
MODUL I TUMBUKAN AKIBAT PANCARAN FLUIDA
1.1 Pendahuluan ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum ........................................................................ 1
1.3 Alat dan Bahan ............................................................................ 2
1.4 Landasan Teori ............................................................................ 4
1.5 Prosedur Percobaan ..................................................................... 5
1.6 Data Hasil Percobaan .................................................................. 8
1.7 Perhitungan ................................................................................ 10
1.8 Analisis ...................................................................................... 36
1.9 Kesimpulan ................................................................................ 37
1.10 Saran .......................................................................................... 37
1.11 Daftar Pustaka ........................................................................... 38
1.12 Lampiran.................................................................................... 39
MODUL II OSBORNE REYNOLD
2.1 Pendahuluan .............................................................................. 42
2.2 Tujuan Praktikum ...................................................................... 42
2.3 Alat dan Bahan .......................................................................... 43
2.4 Landasan Teori .......................................................................... 44
2.5 Prosedur Percobaan ................................................................... 48
2.6 Data Hasil Percobaan ................................................................ 50
2.7 Perhitungan ................................................................................ 50
2.8 Analisis ...................................................................................... 57
2.9 Kesimpulan ................................................................................ 58
2.10 Saran .......................................................................................... 58
2.11 Daftar Pustaka ........................................................................... 58
2.12 Lampiran.................................................................................... 59
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
MODUL I
TUMBUKAN AKIBAT PANCARAN FLUIDA
1.1 Pendahuluan
Setiap fluida yang dipancarkan mempunyai gaya mekanik atau kerja mekanis dalam
aliran fluida yang menyebabkan tumbukan. Gaya ini berguna dalam menggerakkan
benda atau benda lain yang memerlukan alat penggerak, seperti, contohnya : kincir
angin. Salah satu cara untuk menghasilkan gaya atau kerja mekanis dari tekanan
fluida adalah dengan menggunakan tekanan untuk mempercepat fluida berkecepatan
tinggi dalam sebuah jet. Jet diarahkan pada piringan roda turbin. Roda turbin yang
berotasi oleh gaya yang bekerja pada piringan akibat perubahan momentum atau
impuls yang terjadi ketika pancaran mengenai piringan.Pada percobaan ini, gaya
yang ditimbulkan oleh jet air ketika menyembur, baik pada plat yang rata atau cekung
akan diukur dan dibandingkan dengan tingkat aliranmomentum di dalam jet. Rumus
untuk kecepatan berbanding lurus dengan momentum (P = m.v). Momentum yang
besar ketika mengalami tumbukan suatu bidang akan menimbulkan gaya yang besar
pula. Gaya yang timbul berdasarkan bidang yang ditumbuk.
Secara garis besar, tujuan dilaksanakan Praktikum Mekanika Fluida ini adalahsebagai
berikut:
a. Menganalisis debit serta gaya pancaran dan statis momen berdasarkan hasil
percobaan pada masing-masing beban
b. Memahami mengenai kekentalan rapat masa pada fluida
c. Memahami persamaan Bernoilli dengan menyelidiki validitas pada aliran
permanen.
d. Memahami ciri-ciri, sifat serta parameter-parameter penting yang didapat pada
pengaliran melalui saluran terbuka dan saluran dalam pipa.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu:
a. Jet impact apparatus
d. Piringan datar
e. Piringan cekung
f. Piringan 30 derajat
g. Sliding mass
h. Stopwatch
Jet impact ada dasarnya adalah tumbukan, dalam hal ini jet fluida mengenai
permukaan. Momentum adalah besaran yang mengukur seberapa mudah suatu benda
dapat mengubah keadaan geraknya, yang berkaitan dengan kecepatan dan massa benda
tersebut. Bentuk umum dari teori momentum fluida adalah sebagai berikut:
F. t = m. Δv
(2,1)
F. t = (Vawal − Vakhir )
m
F =
t(Vawal − Vakhir)
Gaya tekan fluida yang menumbuk piringan didapat dengan meninjau hubungan gaya
yang bekerja pada batang.
∑𝑀𝐴 = 0
𝐹 × 152.5 𝑚𝑚 = 0.61 𝑘𝑔 × 𝑔 × 𝑦
𝐹 = 4𝑔𝑦 (𝑁)
Keterangan:
F : Gaya (N)
g : Percepatan gravitaasi (m2/s)
y : Pergeseran beban (m)
Δv : Selisih kecepatan (m/s)
t : Waktu (s)
v : Kecepatan (m/s)
m : Massa (kg)
Waktu Yo Y1 Pergeseran
No Percobaan volume(L) Berat W(kg)
t(s) (mm) (mm) BebanY (mm)
1 189 10 0,61 38 52 14
Debit
2 Rendah 137 10 0,61 38 52 14
3 136 10 0,61 38 52 14
Rata-rata 154 10 0,61 38 52 14
1 135 10 0,61 38 69 31
Debit
2 Sedang 109 10 0,61 38 69 31
3 127 10 0,61 38 69 31
Rata-rata 141 10 0,61 38 69 31
1 115 10 0,61 38 107 69
Debit
2 61 10 0,61 38 107 69
Tinggi
3 44 10 0,61 38 107 69
Rata-rata 73 10 0,61 38 107 69
Sumber : data hasil percobaaan
1 73 10 0,61 39 132 93
2 Debit rendah 51 10 0,61 39 132 93
3 41 10 0,61 39 132 93
rata-rata 55 10 0,61 39 132 93
1 26 10 0,61 39 142 103
Debit
2 sedang 102 10 0,61 39 142 103
3 92 10 0,61 39 142 103
rata-rata 73 10 0,61 39 142 103
1 49 10 0,61 39 171 132
2 Debit Tinggi 91 10 0,61 39 171 132
3 52 10 0,61 39 171 132
rata-rata 64 10 0,61 39 171 132
Sumber: data hasil percobaan
1.7 Perhitungan
PERHITUNGAN MODUL 2
1. Besarnya debit dihitung dengan rumus:
v (2,9)
Q= t
FU = 4 × g × y (2,13)
6. Efiseiensi dihitung dengan rumus:
F
Ef = F ukur ×100 (2,14)
hitung
Keterangan:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
v = Kecepatan Aliran Fuida (m/s)
Q = Debit (m3/s)
A = Luas Penampang Nozzle (0,0000785 m2)
V0 = Kecepatan Pancaran air (m/s)
V = Kecepatan Aliran Fuida (m/s)
g = Gravitasi (9,8 m2/s)
s = Jarak Nozzle Ke Piringan (0,037 m)
FH = Gaya Dari Perhitungan (N)
W = Berat (Kg)
FU = Gaya Dari Pengukuran (N)
y = Pergeseran Beban (m)
Ef = Efesiensi (%)
• Piringan Datar
= 0,00052 m3/s
10
Q2 = 137
= 0,00072 m3/s
10
Q3 = 136
= 0,00073 m3/s
b. Debit Sedang
10
Q1 = 135
= 0,00074 m3/s
10
Q2 = 109
= 0,00091 m3/s
10
Q3 = 127
= 0,00078 m3/s
c. Debit Tinggi
10
Q1 = 115
= 0,00086 m3/s
10
Q2 = 61
= 0,00016 m3/s
10
Q3 = 44
= 0,00022 m3/s
= 6,62 m/s
0,00072
v2 = 0,0000785 m/s
= 9,17 m/s
0,00073
v3 = 0,0000785 m/s
= 9,30 m/s
= 9,43 m/s
0,00091
v2 = 0,0000785 m/s
= 11,59 m/s
0,00078
v3 = 0,0000785 m/s
= 9,94 m/s
= 10,96 m/s
0,00016
v2 = 0,0000785 m/s
= 2,04 m/s
0,00022
v3 = 0,0000785 m/s
=2,80 m/s
a. v0 Rendah
= 6,57 m/s
= 9,13 m/s
= 9,26 m/s
b. v0 Sedang
= 9,39 m/s
= 11,56 m/s
= 9,90 m/s
c. v0 Tinggi
= 10,92 m/s
= 1,85 m/s
= 2,67 m/s
a. F Hitung Rendah
FH1 = 0,61 x 6,57
= 4,01 N
FH2 = 0,61 x 9,13
= 5,57 N
FH3 = 0,61 x 9,26
= 5,65 N
b. F Hitung Sedang
FH1 = 0,61 x 9,39
= 5,73 N
FH2 = 0,61 x 11,56
= 7,05 N
FH3 = 0,61 x 9,90
= 6,04 N
c. F Hitung Tinggi
FH1 = 0,61 x 10,92
= 6,66 N
FH2 = 0,61 x 1,85
= 1,13 N
FH3 = 0,61 x 2,67
= 1,63 N
b. F Ukur Sedang
FU1 = 4 x 9,81 x 0,03
= 1,22 N
FU2 = 4 × 9,81 x 0,03
= 1,22 N
FU3 = 4 × 9,81 x 0,03
= 1,22 N
c. F Ukur Tinggi
FU1 = 4 x 9,81 x 0,07
= 2,71 N
FU2 = 4 × 9,81 x 0,07
= 2,71 N
FU3 = 4 × 9,81 x 0,07
= 2,71 N
= 0,14 %
0,55
Ef2 = 5,57 ×100%
= 0,10 %
0,55
Ef3 = 5,65 ×100%
= 0,10 %
b. Efesiensi Sedang
1,22
Ef1 = 5,73 ×100%
= 0,21 %
1,22
Ef2 = 7,05 ×100%
= 0,17 %
1,22
Ef3 = 6,04 ×100%
= 0,20 %
c. Efesiensi Tinggi
2,71
Ef1 = 6,66 ×100%
= 0,41 %
2,71
Ef2 = 1,13 ×100%
= 2,40 %
2,71
Ef3 = 1,63 ×100%
= 1,66 %
= 0,00014 m3/s
10
Q2 = 51
= 0,00020 m3/s
10
Q3 = 41
= 0,00024 m3/s
b. Debit Sedang
10
Q1 = 26
= 0,00038 m3/s
10
Q2 = 102
= 0,00098 m3/s
10
Q3 = 92
= 0,00011 m3/s
c. Debit Tinggi
10
Q1 = 49
= 0,00020 m3/s
10
Q2 = 91
= 0,00011 m3/s
10
Q3 = 52
= 0,00019 m3/s
a. Volume Rendah
0,00014
V1 = 0,0000785
= 1,75 m/s
0,00020
V2 = 0,0000785
= 2,50 m/s
0,00024
V3 = 0,0000785
= 3,11 m/s
b. Volume Sedang
0,00038
V1 = 0,0000785
= 4,90 m/s
0,00098
V2 = 0,0000785
= 12,48 m/s
0,00011
V3 = 0,0000785
= 1,38 m/s
c. Volume Tinggi
0,00020
V1 = 0,0000785
= 2,60 m/s
0,00011
V2 = 0,0000785
= 1,40 m/s
0,00019
V3 = 0,0000785
= 2,45 m/s
a. V0 Rendah
= 1,52 m/s
= 2,35 m/s
= 2,99 m/s
b. V0 Sedang
= 4,82 m/s
= 12,45 m/s
= 1,09 m/s
c. V0 Tinggi
= 2,46 m/s
= 1,11 m/s
= 2,30 m/s
4. Menghitung F Hitung
a. F Hitung Rendah
FH1 = 2 x 0,61 x 1,52
= 1,86 N
FH2 = 2 x 0,61 x 2,35
= 2,86 N
FH3 = 2 x 0,61 x2,99
= 3,65 N
b. F Hitung Sedang
FH1 = 2 × 0,61 × 4,82
= 5,89 N
FH2 = 2 × 0,61 × 12,45
= 15,20 N
FH3 = 2 × 0,61 × 1,09
= 1,33 N
c. F Hitung Tinggi
FH1 = 2 × 0,61 × 2,46
= 3,00 N
FH2 = 2 × 0,61 × 1,11
= 1,36 N
FH3 = 2 × 0,61 × 2,30
= 2,80 N
5. Menghitung F Ukur
a. F Ukur Rendah
FU1 = 4 x 9,81 x 0,09
= 3,65 N
FU2 = 4 x 9,8 x 0,09
= 3,65 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,09
= 3,65 N
b. F Ukur Sedang
FU1 = 4 x 9,81 x 0,10
= 4,04 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,10
= 4,04 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,10
= 4,04 N
c. F Ukur Tinggi
FU1 = 4 x 9,81 x 0,13
= 5,18 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,13
= 5,18 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,13
= 5,18 N
a. Efesiensi Rendah
3,65
Ef1 = 1,86 ×100%
= 1,96%
3,65
Ef2 = ×100%
2,86
= 1,27%
3,65
Ef3 = 3,65 ×100%
= 1,00%
b. Efesiensi Sedang
4,04
Ef1 = 5,89 ×100%
= 0,69%
4,04
Ef2 = 15,20 ×100%
= 0,27%
4,04
Ef3 = 1,09 ×100%
= 3,04%
c. Efesiensi Tinggi
5,18
Ef1 = 3,00×100%
= 1,73%
5,18
Ef2 = 1,36 ×100%
= 3,82%
5,18
Ef3 = 2,80 ×100%
= 1,85%
• Piringan Cekung
= 0,00019 m3/s
10
Q2 = 113
= 0,00009 m3/s
10
Q3 = 133
= 0,00008 m3/s
b. Debit Sedang
10
Q1 = 107
= 0,00009 m3/s
10
Q2 = 102
= 0,00010 m3/s
10
Q3 = 69
= 0,00014 m3/s
c. Debit Tinggi
10
Q1 = 81
= 0,00012 m3/s
10
Q2 = 30
= 0,00033 m3/s
10
Q3 = 66
= 0,00015 m3/s
= 2,40 m/s
0,00009
V2 = 0,0000785
= 1,13 m/s
0,00008
V3 = 0,0000785
= 0,96 m/s
= 1,19 m/s
0,00010
V2 = 0,0000785
= 1,25 m/s
0,00014
V3 = 0,0000785
= 1,85 m/s
= 1,57 m/s
0,00033
V2 = 0,0000785
= 4,25 m/s
0,00015
V3 = 0,0000785
= 1,93 m/s
= 2,25 m/s
= 0,74 m/s
= 0,44 m/s
b. V0 Sedang
= 0,83 m/s
= 0,91 m/s
= 1,64 m/s
c. V0 Tinggi
V01 = √1,572 -2 × 9,8 × 0,037
= 1,32 m/s
= 4,16 m/s
= 1,73 m/s
4. Menghitung F Hitung
a. F Hitung Rendah
FH1 = 2 x 0,61 x 2,25
= 1,38 N
FH2 = 2 x 0,61 x 0,74
= 0,46 N
FH3 = 2 x 0,61 x 0,44
= 0,27 N
b. F Hitung Sedang
FH1 = 2 x 0,61 x 0,83
= 0,51 N
FH2 = 2 x 0,61 x 0,91
= 0,56 N
FH3 = 2 x 0,61 x 1,64
= 1,01 N
c. F Hitung Tinggi
FH1 = 2 x 0,61 x 1,32
= 0,81 N
FH2 = 2 x 0,61 x 4,16
= 2,54 N
FH3 = 2 x 0,61 x 1,73
= 1,06 N
5. Menghitung F Ukur
a. F Ukur Rendah
FU1 = 4 × 9,8 x 0,062
= 2,43 N
FU2 = 4 × 9,8 x 0,062
= 2,43 N
FU3 = 4 × 9,8 x 0,062
= 2,43 N
b. F Ukur Sedang
FU1 = 4 × 9,8 x 0,072
= 2,83 N
FU2 = 4 × 9,8 x 0,072
= 2,83 N
FU3 = 4 × 9,8 x 0,072
= 2,83 N
c. F Ukur Tinggi
FU1 = 4 × 9,8 x 0,111
= 4,36 N
FU2 = 4 × 9,8 x 0,111
= 4,36 N
FU3 = 4 × 9,8 x 0,111
= 4,36 N
6. Menghitung Efesiensi
a. Efesiensi Rendah
2,43
Ef1 = 1,38 ×100
= 1,77%
2,43
Ef2 = 0,46 ×100
= 5,33%
2,43
Ef3 = 0,27 ×100
= 8,91%
b. Efesiensi Sedang
2,83
Ef1 = ×100
0,51
= 5,50%
2,83
Ef2 = ×100
1,01
= 5,02%
2,83
Ef3 = 0,66 ×100
= 2,81%
c. Efesiensi Tinggi
4,36
Ef1 = ×100
0,81
= 5,36%
4,36
Ef2 = 2,54 ×100
= 1,71%
4,36
Ef3 = 1,06 ×100
= 4,10%
• Piringan 300
= 0,00009 m3/s
10
Q2 = 81
= 0,00012 m3/s
10
Q3 = 118
= 0,00008 m3/s
b. Debit Sedang
10
Q1 = 120
= 0,00008 m3/s
10
Q2 = 44
= 0,00023 m3/s
10
Q3 = 79
= 0,00013 m3/s
c. Debit Tinggi
10
Q1 = 106
= 0,00009 m3/s
10
Q2 = 86
= 0,00012 m3/s
10
Q3 = 117
= 0,00009 m3/s
= 1,18 m/s
0,00012
V2 = 0,0000785
= 1,57 m/s
0,00008
V3 = 0,0000785
= 1,08 m/s
= 1,06 m/s
0,00023
V2 = 0,0000785
= 2,90 m/s
0,00013
V3 = 0,0000785
= 1,61 m/s
= 1,20 m/s
0,00012
V2 = 0,0000785
= 1,48 m/s
0,00009
V3 = 0,0000785
= 1,09 m/s
= 0,82 m/s
= 1,32 m/s
= 0,66 m/s
b. V0 Sedang
= 0,63 m/s
= 2,77 m/s
= 1,37 m/s
c. V0 Tinggi
= 0,85 m/s
= 1,21 m/s
= 0,68 m/s
4. Menghitung F Hitung
a. F Hitung Rendah
FH1 = 2 x 0,61 x 0,82
= 0,50
FH2 = 2 x 0,61 x 1,32
= 0,81
FH3 = 2 x 0,61 x 0,66
= 0,40
b. F Hitung Sedang
FH1 = 2 x 0,61 x 0,63
= 0,39
FH2 = 2 x 0,61 x 2,77
= 1,69
FH3 = 2 x 0,61 x 1,37
= 0,83
c. F Hitung Tinggi
FH1 = 2 x 0,61 x 0,85
= 0,52
FH2 = 2 x 0,61 x 1,21
= 0,74
FH3 = 2 x 0,61 x 0,68
= 0,41
Menghitung F Ukur
a. F Ukur Rendah
FU1 = 4 x 9,81 x 0,056
= 2,197 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,056
= 2,197 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,056
= 2,197 N
b. F Ukur Sedang
FU1 = 4 x 9,81 x 0,061
= 2,394 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,061
= 2,394 N
c. F Ukur Tinggi
FU1 = 4 x 9,81 x 0,101
= 3,963 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,101
= 3,963 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,101
= 3,963 N
5. Menghitung Efesiensi
a. Efesiensi Rendah
2,197
Ef1 = ×100
0,50
= 4,42%
2,197
Ef2 = ×100
0,81
= 2,73%
2,197
Ef3 = ×100
0,40
= 5,45%
b. Efesiensi Sedang
2,394
Ef1 = ×100
0,39
=6,21%
2,394
Ef2 = ×100
1,69
= 1,42%
2,394
Ef3 = ×100
0,83
= 2,87%
c. Efesiensi Tinggi
3,963
Ef1 = ×100
0,52
= 7,68%
3,963
Ef2 = 0,74
×100
= 5,37%
3,963
Ef3 = ×100
0,41
= 9,61%
Q
No Percobaan V (m/s) V0 (m/s) Fhitung Y (m) Fukur Efisiensi v (m^3)
(m3/s)
1 0,00052 6,62 6,57 4,01 0,01 0,55 0,14 0,01
Debit
2 0,00072 9,17 9,13 5,57 0,01 0,55 0,10 0,01
Rendah
3 0,00073 9,30 9,26 5,65 0,01 0,55 0,10 0,01
Rata-rata 0,00066 8,37 8,32 5,08 0,01 0,55 0,11 0,01
1 0,00074 9,43 9,39 5,73 0,03 1,22 0,21 0,01
Debit
2 0,00091 11,59 11,56 7,05 0,03 1,22 0,17 0,01
Sedang
3 0,00078 9,94 9,90 6,04 0,03 1,22 0,20 0,01
Rata-rata 0,00081 10,32 10,28 6,27 0,03 1,22 0,19 0,01
1 0,00086 10,96 10,92 6,66 0,07 2,71 0,41 0,01
Debit
2 0,00016 2,04 1,85 1,13 0,07 2,71 2,40 0,01
Tinggi
3 0,00022 2,80 2,67 1,63 0,07 2,71 1,66 0,01
Rata-rata 0,00041 5,27 5,196 3,17 0,07 2,71 0,85 0,01
Sumber: data hasil percobaan
Tabel 1.7.2 Data Hasil Perhitungan Piringan Cekung (Setengah Bola)
No Percobaan Q (m3/s) V (m/s) V0 (m/s) Fhitung Y (m) Fukur Efisiensi V (m^3)
1 0,00014 1,75 1,52 1,86 0,09 3,65 1,96 0,01
Debit
2 0,00020 2,50 2,35 2,86 0,09 3,65 1,27 0,01
Rendah
3 0,00024 3,11 2,99 3,65 0,09 3,65 1,00 0,01
Rata-rata 0,00018 2,32 2,15 2,63 0,09 3,65 1,39 0,01
1 0,00038 4,90 4,82 5,89 0,10 4,04 0,69 0,01
Debit
2 0,00098 12,48 12,45 15,20 0,10 4,04 0,27 0,01
Sedang
3 0,00011 1,38 1,09 1,33 0,10 4,04 3,04 0,01
Rata-rata 0,00014 1,74 1,51 1,85 0,10 4,04 2,19 0,01
1 0,00020 2,60 2,46 3,00 0,13 5,18 1,73 0,01
Debit
2 0,00011 1,40 1,11 1,36 0,13 5,18 3,82 0,01
Tinggi
3 0,00019 2,45 2,30 2,80 0,13 5,18 1,85 0,01
Rata-rata 0,00016 1,99 1,80 2,19 0,13 5,18 2,36 0,01
Sumber: data hasil percobaan
F UKUR VS F H IT UNG
(PIRINGAN L INGKARAN )
6
4
FHITUNG
2 Fukur Vs Fhitung
0
1 1,2 1,4 1,6 1,8
FUKUR
F UKUR VS F H IT UNG
(PIRINGAN S E T E NGAH B O L A )
6
4
FHITUNG
3
Fukur Vs Fhitung
2
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
F UKUR
F UKUR VS F H IT UNG
(PIRINGAN CE KUNG)
3
2,5
2
F HITUNG
1,5
Fukur Vs Fhitung
1
0,5
0
0 0,5 1 1,5 2
F UKUR
F UKUR VS F H IT UNG
(PIRINGAN CE KUNG)
3
2,5
2
F HITUNG
1,5
Fukur Vs Fhitung
1
0,5
0
0 0,5 1 1,5 2
F UKUR
FUKUR VS W
(PIRINGAN L INGKARAN )
1,8
1,7
FUKUR 1,6
1,5
1,4
1,3 Fukur Vs W
1,2
1,1
1
0,5 0,52 0,54 0,56 0,58 0,6 0,62
W
FUKUR VS W
(PIRINGAN S E T E NGAH B O L A)
0,9
0,8
0,7
0,6
FUKUR
0,5
0,4
Fukur Vs W
0,3
0,2
0,1
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8
W
FUKUR VS W
(PIRINGAN CE KUNG )
2
1,8
1,6
1,4
FUKUR
1,2
1
0,8 Fukur Vs W
0,6
0,4
0,2
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8
W
FUKUR VS W
(PIRINGAN 30˚)
2,5
2
FUKUR
1,5
1 Fukur Vs W
0,5
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8
W
1.8 Analisis
sejalan dengan rumus efisiensi dimana F ukur menjadi parameter X dan F hitung
menjadi parameter Y.
Dalam nilai efisiensi, nilai F ukur tidak berbanding lurus dengan F hitung untuk
setiap piringan, dimana semakin besar nilai F hitung terhadap F ukur maka nilai
efisiensi yang didapat juga berbeda nyata, begitu juga hal yang sama untuk
sebaliknya. Untuk grafiknya tersendiri dimana nilai F hitung dan F ukur tidak
berbanding lurus terhadap grafik, dimana pola grafik yang dihasilkan meningkat dan
menurun untuk setiap percobaan yang diihasilkan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa factor yang terjadi seperti saluran debit yang kotor
mengakibatkan aliran yang dihasilkan bisa lambat ataupun cepat tergantung kondisi
di dalam saluran debit tersebut, Faktor selanjutnya adalah dari kekeliruan dalam
mengitung dan mengitung waktu dalam percobaan .
1.9 Kesimpulan
1.10 Saran
1.12 Lampiran
MODUL II
OSBORNE REYNOLD
2.1 Pendahuluan
Fluida merupakan zat cair yang dapat mengalir dan memberikan sedikit hambatan
terhadap permukaan bentuk ketika ditekan. Fluida dapat bersifat cair, gas ataupun
padat. Tanpa disadari setiap hari kita pasti pernah melihat aliran air seperti air sungai,
air selokan, air yang melucur/air terjun dan aliran air dalam pipa, ada yang alirannya
cepat dan ada juga yang lambat. Namun kita tidak pernah berfikir bagaimana
terjadinya aliran tersebut. Ada Tiga faktor yang bisa mempengaruhi keadaan aliran
yaitu kekentalan zat cair, rapat massa zat cair ρ (rho) dan diameter pipa. Oleh karena
itu, pada praktikum ini perlu untuk kita melakukan pengujian pada cairan dan
mengetahui arti aliran laminer dan turbulen. Bilangan Reynolds merupakan bilangan
tidak berdimensi yang berfungsi menggambarkan rezim suatu aliran fluida dalam
saluran maupun permukaan benda. Bentuk profil aliran dalam saluran akan
mempengaruhi kecepatan pendistibusian fluida. Bila aliran itu laminar, maka
kecepatan aliran lambat. Begitu juga sebaliknya, aliran turbulent menunjukan bahwa
kecepatan fluida dalam saluran tinggi. disamping itu kekentalan (viscosity) juga
mempengaruhi bentuk aliran. Pada suatu sistem pemipaan, hal ini perlu diperhatikan
adalah kelayakan alat yang akan digunakan.
a. Gelas Ukur
d. Meja Hidraulik
Aliran fluida merupakan bagian dari ilmu mekanika fluida yang berperan penting
dalam merancang sistem perpipaan (Rahayu 2021). Fluida dibedakan menjadi dua
jenis yaitu fluida statis dan fluida dinamis.Fluida statis adalah fluida yang berada pada
fase tidak bergerak atau diamtetapi tidak ada perbedaan kecepatan pada pertikel fluida
tersebut. Fluida dinamis adalah bergerak (Sochib 2018). Pada fluida dinamis
dibedakan kembali jenisnya berdasarkan nilai bilangan Reynold yang dihasilkkan.
Bilangan Reynold adalah bilangan yang digunakan untuk melihat klasifikasi dari
aliran fluida. Bilangan ini pertama kali dipublikasikan dan diperkenalkan oleh ilmuan
Inggris bernama Osborne Reynold (1842-1912). Ia merupakan orang pertama yang
membedakan dua klasifikasi aliran dengan menggunakan peralatan sederhana
(Hariyono . 2016). Berdasarkan pembagiannya bilangan Reynold dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu pada aliran laminar < 2000 , aliran turbulen > 4000 dan aliran transisi
diantara 2000-4000. Aliran Laminer ditunjukan dengan gerakan partikel fluida sejajar
dengan garis arusnya. Aliran ini bersifat steady artinya alirannya tetap. Aliran turbulen
adalah aliran dimana kondisi partikelnya tidak teratur gerakannya. Sehingga salah satu
ciri dari aliran ini adalah tidak adanya keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran
banyak bercampur dan kecepatan fluida tinggi. Kemudian aliran transisi adalah
peralihan dari aliran laminar ke turbulen atau sebaliknya dari turbulen ke laminar
(Simajuntak 2017).
Dalam menentukan sifat suatu fluida ada empat factor yang mempengaruhi yaitu
kecepatan (v), Panjang (l), masa jenis (ρ), viskositas dinamik (ϑ) dan viskositas
kinematic (μ). Perhitungan besarnya debit yang mengalir adalah dengan mengukur
volume pada selang waktu tertentu.
v (volume)
Q detik =
t (waktu)
dimana :
V = volume fluida (m3)
t = waktu pengukuran selama penampungan fluida (s)
Q = debit aliran (m3/s)
Karena fluida (air) dialirkan dengan pompa maka debit yang mengalir tidak tepat
sama dari waktu ke waktu, sehingga pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali (3×) dan
kemudian debit tersebut dirata-ratakan. Sebagai acuan waktu pengukuran diambil
tetap untuk debit yang sama. Sehingga persamaan 3.1 menjadi:
v1 + v2 + v3
Q rata rata =
3t
dimana:
V1, V2, V3 = volume fluida pada pengukuran ke 1, 2, dan 3 (m3)
t = waktu pengukuran selama penampungan fluida (s)
Sehingga:
ν. ι
Re =
ν
Untuk aliran dalam pipa diambil kecapatan rata-rata (v) sebagai kecepatan
karakteristik Reynold dan garis tengah pipa D, sebagai Panjang karakteristik pipa
sehingga di dapat hubungan:
u. D
Re =
ν
Dimana:
Re = Bilangan Reyolds
V = Viskositas kinematic (10-6×m2/s)
u = Kecapatan rata-rata yang diberikan untuk volume debit (m/s)
D = Diameter pipa (m)
Bila bilangan Reynolds dari aliran fluida tertentu dalam suatu pipa nilainya kurang dari
2000 maka aliran yang terjadi adalah laminar, sedangkan bila lebih dari 4000 maka
aliran yang terjadi adalah turbulen dan jika diantaranya 2000 hingga 4000 disebut
aliran transisi.
2.4.2 Viskositas
Diantara semua sifat-sifat fluida, viskositas memerlukan perhatian yang besar dalam
menelaah aliran fluida. Viskositas merupakan sifat dari fluida yang mendasari
diberikannya tahanan terhadap tegangan geser oleh fluida tersebut.
d. Atur debit sampai steady slow atau alirannya stabil dengan memutar searah jarum
jam
g. Mengukur laju aliran dengan menentukan waktu pengumpulan jumlah air tiap
200ml dan catat hasil waktu yang didapatkan dalam tabel
2.7 Perhitungan
Berikut adalah rumus yang digunakan dalam praktikum kali ini sebagai berikut:
V
a. Hitung Debit Q= t
Q
b. Hitung Kecepatan Aliran V=A
v .D
c. Hitung Bilangan Reynold(Re) Re = μ
Log (Re)
1. Laminer
0.0002 m3
Q1 = =0.000005082
39,35 s
0.0002 m3
Q2 = =0.000005730
34,90 s
0.0002 m3
Q3 = =0.000005563
35,95 s
2. Transisi
0.0002 m3
Q1 = =0.00001751
11,55 s
0.0002 m3
Q2 = =0.00001683
11,88 s
0.0002 m3
Q3 = =0.00001679
11,91 s
3. Turbulen
0.0002 m3
Q1 = =0.00003710
05,39 s
0.0002 m3
Q2 = =0.00003710
05,39 s
0.0002 m3
Q3 = =0.00003968
05,04 s
b. Menghitung Kecepatan Aliran (v)
Q
v=A
1 1 2
A = 4 πd2 =4 ×3.14×(1.1×10-2 ) =0.000094985 m2
1. Laminar
0.000005082
v1 = =0.0535m/s
0.00009498
0.000005730
v2 = =0.0603 m/s
0.00009498
0.000005563
v3 = =0.0585 m/s
0.00009498
2. Transisi
0.00001751
v1 = =0.1843 m/s
0.00009498
0.00001683
v2 = =0.1771 m/s
0.00009498
0.00001704
v3 = =0.1794 m/s
0.00009498
3. Tubulen
0.00003710
v1 = =0.3906 m/s
0.00009498
0.00003710
v2 = =0.3906 m/s
0.00009498
0.00003968
v3 = =0.4177 m/s
0.00009498
2. Transisi
64
f1 = =0.0285
2243,48
64
f2 = =0.0293
2181,5229
64
f3 = =0.0289
2224.424
3. Turbulen
64
f1 = =0.0133
4811,422
64
f2 = =0.0133
481,422
64
f3 = =0.0124
5145,24
e. Menghitung log f
1. Laminer
Log f1= log 0.0971 = −1.012
Log f2= log 0.0861 = −1.533
Log f3= log 0.0888 = −0.051
2. Transisi
Log f1= log 0.0281 = −1.545
Log f2= log 0.0295 = −1.533
Log f3= log 0.0289 = −1.539
3. Turbulen
Log f1= log 0.0133 = −1.876
Log f2= log 0.0133= −1.876
Log f3= log 0.0124 = −1.906
f. Menghitung log Re
1. Laminer
Log Re1= log 659,04 = 2.818
Log Re2= log 742.777 = 2.876
Log Re3= log 720,6047 = 2.857
2. Transisi
Log Re1= log 2243,48 = 3.350
Log Re2= log 2181,5229 = 3.338
Log Re3= log 2209,8544 = 3.344
3. Turbulen
Log Re1= log 4811,422 = 3.682
Log Re2= log 4811,422 = 3.6822
Log Re3= log 5145,24 = 3.744
Re Vs Q Pada Laminer
1000
742,777 720,604
800 659,014
600
Re
400
Re
200 Q (m3/s)
0,000005082 0,00000573 0,000005563
0
1 2 3
Q (m3/s)
Re Vs Q Pada Transisi
2500 2243,48 2181,52 2209,85
2000
1500
Re
1000
Re
500
0,00001751 0,00001683 0,00001704 Q (m3/s)
0
1 2 3
Q (m3/s)
Re Vs Q Pada Turbulensi
6000 5145,24
4811,422 4811,422
5000
4000
Re
3000
Re
2000
Q (m3/s)
1000
0,0000371 0,0000371 0,00003968
0
1 2 3
Q (m3/s)
1 Log F
0,5 Log Re
0
-0,5 1
-1,012 2
-1,064 3
-1,051
-1
-1,5
Log f
2
Log Re
1
Log F
0 Log Re
1 2 3
-1 -1,545 -1,533 -1,539
-2
Log f
2
Log Re
0 Log F
-1,876 -1,876 -1,906
1 2 3 Log Re
-2
-4
Log f
2.8 Analisis
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, ada beberapa yang perlu diamati yaitu
aliran laminer, aliran transisi dan aliran turbulen. Mengukur waktu debit dengan waktu
tertentu dan menghitung debit, kecepatan aliran, Bilangan Reynold, dan menentukan
jenis aliran berdasarkan teori yang berlaku. Pada grafik Re vs Q terlihat bahwa pada
ketiga aliran yaitu aliran laminar, aliran transisi, dan aliran turbulen konstan naik dan
ada juga yang naik turun. Hal ini menunjukkan bahwa debit mempengaruhi nilai Re
yang ditunjukkan bahwa semakin tinggi debit maka semakin besar pula Bilangan
Reynold aliran tersebut.
Pada grafik Log F vs Log Re terlihat bahwa pada ketigga aliran tersebut grafik
menunjukkan penurunan yang konstan. Hal ini ditunjukkan bahwa semakin kecil nilai
dari Log Re maka semakin besar nilai Log F yang berarti juga semakin besar Bilangan
Reynold maka semakin kecil nilai F yang dihasilkan begitu pula sebaliknya.
2.9 Kesimpulan
Dari percobaan tentang Osborne Reynold, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, untuk aliran air yang memiliki
sifat laminer secara visual diperoleh Nilai rata-rata bilangan reynold pada aliran
laminer adalah 707,465 pada aliran transisi adalah 2211,61 dan pada aliran
turbulen 11337,92
2. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh Perbandingan jenis aliran
berdasarkan pengamatan visual dengan teoritis terdapat kesesuaian,
3. Berdasarkan visualnya, dapat disimpulkan bahwa suatu aliran zat cair bersifat
laminer akan membentuk garis lurus.Untuk aliran zat cair dengan sifat
transisi,awalnya terlihat lurus dan teratur dan semakin lama akan berubah
menjadi tidak beraturan. Sementara,untuk aliran zat cair bersifat turbulen,garis
tinta akan bersifat acak dan tak beraturan di sepanjang pipa.
2.10 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan diharapkan memahami prosedur percobaan Osborne reynolds ini, agar
dapat menghindari adanya kesalahan selama praktikum.
2. Praktikan diharapkan mengetahui terlebih dahulu mana aliran yang bersifat
laminar, transisi dan turbulen yang ada pada dalam aliran fluida baik secara
visualisasi, untuk mempermudah pelaksanaan percobaan Osborne Reynolds ini.
3. Praktikan lebih sigap dalam melakukan pengumpulan data, untuk menghindari
adanya kesalahan pengambilan data baik itu dalam volume maupun waktu yang
nantinya dapat mempengaruhi sebit serta kecepatan aliran.
2.12 Lampiran
MODUL III
TINGGI METASENTRIK
3.1 Pendahuluan
Pengetahuan mendasar tentang stabilitas benda terapung seperti sebuah kapal yang
mengambang di permukaan air merupakan hal yang penting. Kapal yang
mengapung di permukaan air memiliki kondisi kestabilan, netral, dan tidak stabil
tergantung tinggi tittik berat beban yang ada pada percobaan metasentrik ini ponton
menjadi permodelan dari kapal. Ponton adalah kotak besi yang mengapung di air
dengan pemberat horizontal yang ada pada bagian badan ponton. Beban vertical
ditaptkan pada suatu tiang yang ada di tengah ponton serta pada ujung tiang tiang
terdapat bandul yang disebut plumb-bob untuk penentu besar besar sudut
kemiringan. Dalam percobaan ini kestabilan ponton dapat dilihat berdasarkan titik
beratnya terhadap ketinggian yang bervariasi. Hasil percobaan ini juga
membandingkan hasil percobaan dengan hasil perhitungan stabilitas secara analitis.
Tinggi metasentrik adalah jarak antara pusat gravitasi kapal dan pusat. Tinggi
metasentrik digunakan untuk menghitung stabilitas kapal dan ini harus dilakukan
sebelum berlayar. Pengetahuan dasar tentang masalah stabilitas benda terapung
seperti kapal yang mengapung di permukaan air sangat penting. Salah satu
penyebab kecelakaan kapal di laut, baik di laut maupun di pelabuhan adalah peran
awak kapal yang tidak memperhitungkan perhitungan kestabilan kapal sehingga
terjadi ketidakseimbangan. Umumnya hal ini dapat menyebabkan kecelakaan fatal
seperti hilang kendali, hilang keseimbangan atau bahkan tenggelam.
3.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum tentang tinggi metasentrik adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui prinsip-prinsip stabilitas benda terapung.
b. Menentukan stabilitas suatu benda terapung.
c. Membandingkan hasil analisis stabilitas benda terapung dengan hasil
percobaan
b. Ponton
c. Air
BN = IV
GN = BN – BG
Am X
GN = M tanθ
Dimana :
GN = Tinggi metasentrik (mm)
Am = Selisih berat ponton dengan berat massa pengatur (gram)
θ = Sudut kemiringan (O)
M = Berat ponton (gram)
3.7 Perhitungan
Δm × Xi 1,689 kg × 0,03 m
GN4 = = = 276.674501 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 4°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,04 m
GN5 = = = 307.071449 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 5°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,05 m
GN6 = = = 328.568486 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 7°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,06 m
GN7 = = = 344.467605 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 9°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,07 m
GN8 = = = 356.603162 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 10°
231.055259+ 307.917167+ 276.674501 + 307.071449 + 328.568486 + 344.467605 + 356.603162
̅̅̅̅̅
GN =
8
= 269.044704 m
304.971583+269.044704
̅̅̅̅̅ Total=
GN = 287,008 m
2
=264.508836 m
Δm × Xi 1,689 kg × 0,01 m
GN2 = = = 231.055259 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 2°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,02 m
GN3 = = = 307.917167 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 5°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,03 m
GN4 = = = 276.674501 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 6°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,04 m
GN5 = = = 307.071449m
M × tan θ 2,04 kg × tan 8°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,05 m
GN6 = = = 328.568486 m
M× tan θ 2,04 kg × tan 9°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,06 m
GN7 = = = 344.467605 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 10°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,06 m
GN8 = = = 344.467605 m
M× tan θ 2,04 kg × tan 10°
231.055259+307.917167+276.674501+307.071449+328.568486+344.467605+320.316221
̅̅̅̅̅
GN = 2
= 264.508836
264.508836+264.508836
̅̅̅̅̅
GN Total= = 264.508836 m
2
Δm × Xi 1,689 kg × 0 m
GN1 = = 2,04 kg × tan 0° =0m
M × tan θ
Δm × Xi 1,689 kg × 0,01 m
GN2 = = = 231.055259 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 3°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,02 m
GN3 = = = 307.917167 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 4
Δm × Xi 1,689 kg × 0,03 m
GN4 = = = 276.674501 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 5°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,04 m
GN5 = = = 307.071449 m
M× tan θ 2,04 kg × tan 6°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,05 m
GN6 = = = 328.568486m
M × tan θ 2,04 kg × tan 8°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,06 m
GN7 = = = 344.467605 m
M× tan θ 2,04 kg × tan 10°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,06 m
GN8 = = = 290.566428 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 11°
231.055259 +307.917167 + 276.674501 + 307.071449 + 328.568486 +344.467605+ 290.566428
̅̅̅̅̅
GN = 7
= 260.790112 m
260.591709 m+ 260.790112 m
GN Total = = 269.690911 m
2
= 270.78289 m
Δm × Xi 1,689 kg × 0,01m
GN2 = = = 231.055259 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 2°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,02 m
GN3 = = = 230.773497 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 3°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,03 m
GN4 = = = 276.674501m
M × tan θ 2,04 kg×tan 5°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,04 m
GN5 = = = 229.64507 m
M × tan θ 2,04 kg × tan 8°
Δm × Xi 1,689 kg × 0,05 m
GN6 = = = 228.797301m
M × tan θ 2,04 kg × tan 9°
0,2325 + 0,3098 + 0,2784 + 0,3093 + 0,3306
̅̅̅̅
GN = = 193.629665 m
6
0.2568 m + 0.2434 m
̅̅̅̅̅
GN Total = = 0,2501 m
2
Keterangan :
BN : jarak pusat daya apung ke metasentrik (m)
V : volume ponton terendam (m3)
L : lebar ponton (m)
B : panjang ponton (m)
I : momen inersia (kg. m2 )
BN = 0.010416 m
BG = y - d/2
Keterangan :
BG : jarak pusat daya apung ke titik berat (m)
y : pusat daya apung (m)
d/2 : letak pusat apung dari dasar ponton (m)
BG = 0 – 0,16
BG = – 0,16 m
BG = 0,05 – 0,16
BG = – 0,11 m
BG = 0,1 – 0,16
BG = – 0,06 m
BG = 0,15 – 0,16
BG = -0,01 m
BG = 0,20 – 0,16
BG = 0,04 m
j. Perhitungan Koreksi GN
GN-GNa
Koreksi GN = ×100%
GN
Keterangan :
GN : tinggi metasentrik (m)
Gna : tinggi metasentrik analisis (m)
Koreksi GN = 57,63 %
Koreksi GN = 57,94%
Koreksi GN = 16,76 %
Koreksi GN = 104,66 %
Koreksi GN = 145,95 %
264,50884 264,50884
Posisi
Posisi Beban
Beban Koreksi
No Sudut GN (m) Koreksi GN Horizontal Sudut GN (m)
GN
Horizontal kanan (mm)
kiri (mm)
1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 -10 2 231,05526 1 10 1 462,25136 1
3 -20 3 307,91717 1 20 4 230,7735 1
4 -30 5 276,6745 1 30 5 276,6745 1
5 -40 6 307,07145 1 40 7 262,85479 1
6 -50 7 328,56849 1 50 8 287,05634 1
7 -60 8 344,4676 1 60 10 274,55676 1
8 -70 10 290,56643 0,999718811 70 11 290,56643 1
260,79011 260,59171
Tinggi Metasentrik 5 cm
400
344,4676048 344,4676048
328,5684858
320,3162212 307,0714489 328,5684858
350
307,9171665 307,0714489 320,3162212
276,6745013 300 276,6745013
231,0552593 230,7734967
250
H (m)
200 153,9585833
kiri mm
150
kanan mm
100
50 0
0
-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80
W (Kg)
Tinggi Metasentrik 10 cm
500 462,2513571
450
344,4676048 400
(H (m)
328,5684858
290,5664283 307,9171665
307,0714489 350 290,5664283
276,6745013 287,0563373
276,6745013 274,556761
300 262,8547886
231,0552593 230,7734967
250
200
150
100
50 0
0
-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80
W (Kg)
Tinggi Metasentrik 15 cm
462,2513571
462,2513571
500
400
328,5684858
328,5684858
307,9171665
307,0714489 307,9171665
307,0714489
276,6745013
276,6745013 276,6745013
300 231,0552593
230,7734967
229,6450699
228,7973009
H (m)
kiri mm
200
kiri mm
100 kanan mm
0 0 0
0
-80 -60 -40 -20 0 20 40 60
-100
W (kg)
Tinggi Metasentrik 20 cm
231,0552593
250
184,4496676 200
H (m)
153,9585833
153,5357244
150
100 kiri mm
kanan mm
50
0
0
-30 -20 -10 0 10 20 30
W (Kg)
3.8 Analisis
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu menentukan stabilitas suatu benda terapung
(ponton) dan membandingkan hasil analisis kestabilan benda dengan data
percobaan. Praktikum dimulai dengan praktikan melakukan praktikum di
Laboratorium Hidraulika. Dari percobaan tinggi metasentrik, didapatkan beberapa
data hasil percobaan, diantaranya adalah hasil pengamatan untuk tinggi massa
pengatur 0 cm, 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm. Didapatkan pula nilai sudut yang
berbeda-beda. Dalam pengamatan nya, pada grafik 0 cm, 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20
cm. didapat gambar yang seimbang antara posisi beban horizontal (-) dan (+), ini
menunjukan bahwa nilai nya sama.
Pada praktikum tinggi metasentrik ini didapatkan data hasil perhitungan yang telah
diperoleh dari hasil percobaan yang dilakukan, dari data yang didapatkan terlihat
hubungan antara jarak massa pengatur dengan sudut yang di dapat dimana semakin
jauh massa pengatur digeser ke arah kanan ataupun kiri ponton maka akan
menghasilkan sudut yang semakin besar, kemudian sudut akibat perpindahan massa
pengatur pada ponton berpengaruh terhadap tinggi metasentrik yang diperoleh.
3.9 Kesimpulan
e. Semakin jauh jarak beban dari titik pusat maka semakin besar pula besar sudut
yang dihasilkan dan sudut kemiringan akan selalu sebanding dengan tinggi
metasentrik yang dihasilkan.
3.10 Saran
3.12 Lampiran
MODUL IV
TEKANAN HIDROSTATIS
4.1 Pendahuluan
Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dimana gaya F tegak lurus
terhadap permukaan A. Dari percobaan, fluida memberikan tekanan ke segala arah.
Pada sebuah titik, pada fluida diam (statis), besarnya tekanan dari segala arah adalah
sama. Tekanan pada suatu sisi harus sama dengan tekanan di sisi sebaliknya. Jika hal
ini tidak terjadi maka akan ada gaya total, sehingga benda dapat bergerak.. Hal ini
diketahui dari sebuah aktivitas seorang penyelam yang merasakan tekanan air dalam
tubuh mereka. Semakin dalam menyelam maka akan semakin besar pula tekanan yang
diperolehnya. Hal ini mengakibatkan perubahan perbedaan tekanan sehingga
menyebabka telinga terasa sakit. Oleh karena itu, fungsi dari tekanan hidrostatis pada
kapal selam yang berfungsi sebagai pelindung dan memudahkan pekerjaan atau
aktivitas manusia didalam laut.
Tekanan zat cair pada massa jenis yang sama dapat diilustrasikan dengan mengambil
salah satu titik yang berada pada kedalaman h. Tekanan yang disebabkan pada
kedalaman h disebabkan oleh berat benda tersebut. Dengan demikian gaya yang
bekerja pada daerah tersebut adalah F = m.g= (ρ.V).g = ρ.A.h.g, dimana A.h adalah
volume benda, ρ adalah masa jenis zat cair (dianggap h konstan), dan g adalah
percepatan gravitasi (10m/s2). Sehingga besar tekanan, P adalah sebagai berikut :
F
P=
A
mg ρVg V
P= = = ρg = ρgh
A A A
Dengan demikian, tekanan berbanding lurus dengan massa jenis zat cair, dan dengan
kedalaman di dalam zat cair. Besarnya tekanan hidrostatis tidak dipengaruhi oleh
bentuk wadah zat cair.
Beberapa sifat-sifat dari tekanan hidrostatis sebagai berikut:
1. Semakin dalam letak suatu titik dari permukaan zat cair, tekanannya semakin
besar
2. Tekanan zat cair kesegala arah adalah sama besar
3. Pada kedalaman yang sama maka besar tekanannya juga sama
Adapun alat dan bahan pada praktikum modul ini adalah sebagai berikut:
1. Alat Tekanan Hidrostatis
Teori hidrostatis merupakan tekanan yang terjadi disuatu kedalaman. Tekanan ini
terjadi karena adanya berat pada air yang membuat fluida mengeluarkan tekanan.
Kedalaman pada cairan dan gravitasi sangat mempengaruhi seberapa besar tekanan
pada suatu fluida. Hal ini jika dihubungkan menghasilkan rumus sebagai berikut:
4.7 Perhitungan
4.7.1 Gaya (F)
a. Menghitung gaya:
F =mxa
Keteranga:
F = Gaya (N)
m = Gaya (N)
a = Percepatan gravitasi (a = 9,81 m/s2)
Massa 0,02 kg
F = 0,02 × 9,81 = 0,196 N
Massa 0,04 kg
F = 0,04 × 9,81 = 0,392 N
Massa 0,06 kg
F = 0,06 × 9,81 = 0,588 N
Massa 0,08 kg
F = 0,08 × 9,81 = 0,784 N
Massa 0,1 kg
F = 0,1 × 9,81 = 0,981 N
Massa 0,12 kg
F = 0,12 × 9,81 = 1,177 N
Massa 0,14 kg
F = 0,14 × 9,81 = 1,373 N
massa 0,16 kg
F = 0,16 × 9,81 = 1,569 N
Massa 0,18 kg
F = 0,18 × 9,81 = 1,765 N
Massa 0,2 kg
F = 0,2 × 9,81 = 1,962 N
Massa 0,22 kg
F = 0,22 × 9,81 = 2,158 N
Massa 0,24 kg
Μaktual = F × R3
Keterangan:
Μaktual = Momen aktual (Nm)
F = Gaya (N)
R3 = 0,2 m
Gaya (F) = 0,196 N
Μaktual = 0,196 N × 0,2 m = 0,039 Nm
Gaya (F) = 0,392 N
Μaktual = 0,392 N × 0,2 m = 0,078 Nm
Gaya (F) = 0,588 N
Μaktual = 0,588 N × 0,2 m = 0,117 Nm
Gaya (F) = 0,784 N
Μaktual = 0,784 N × 0,2 m = 0,156 Nm
Gaya (F) = 0,981 N
Μaktual = 0,981 N × 0,2 m = 0,196 Nm
Gaya (F) = 1,177 N
Μaktual = 1,177 N × 0,2 m = 0,235 Nm
Gaya (F) = 1,373 N
Μaktual = 1,373 N × 0,2 m = 0,274 Nm
Gaya (F) = 1,569 N
Μaktual = 1,569 N × 0,2 m = 0,313 Nm
Gaya (F) = 1,765 N
Μaktual = 1,765 N × 0,2 m = 0,353 Nm
Gaya (F) = 1,962 N
0,9
0,8 M Aktual (Nm)
0,7
Tinggi Air h (m)
Momen (NM)
0,6
0,5 M Aktual (Nm)
0,4 Tinggi Air h (m)
0,3 M Teoritis
0,2
Tinggi Air h (m)
0,1
0 M Teoritis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Tinggi Air h (m)
Ketinggian (h)
Dari hasil perhitungan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin berat beban
yang diberikan, maka semakin tinggi pula nilai kedalaman yang didapatkan begitu juga
sebaliknya jika beban yang diberikan kecil maka nilai ketinggian yang diperoleh
bernilai kecil. Dari data ini juga nilai massa juga mempengaruhi besar gaya F, dimana
semakin besar nilai massa maka semakin besar pula besar gaya yang diperoleh.
4.9 Kesimpulan
4.10 Saran
4.12 Lampiran
MODUL V
ALIRAN DI ATAS PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN TAJAM
5.1 Pendahuluan
Dari suatu aliran dalam saliran terbuka, khususnya dalam hidraulika kita mengenal
aliran beraturan yang berubah tiba-tiba. Perubahan ini disebabkan oleh adanya
gangguan pada penampang saluran dalam arah vertikal, yaitu suatu perubahan
penampang yang tegak lurus terhadap arah aliran, misalnya bendungan, ambang pintu
dan lainnya (Tachyan, 1992). Ambang adalah salah satu bangunan air yang digunakan
untuk menaikkan tinggi muka air dan debit aliran. Dalam merancangnya kita perlu
ketahui sifat-sifat dan karakteristik aliran yang melewatinya. Hal ini diperlukan untuk
mendistribusikan air maupun pengaturan sungai. Dari aliran dalam saluran terbuka,
khususnya dalam hidraulika mengenal aliran dalam saluran terbuka, khususnya kita
juga mengenal aliran berubah beraturan. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penampung saluran dalam arah vertikal, dengan perubahan penampang yang tegak
lurus terhadap aliran. Misalnya bendungan, ambang pintu air, dan lainnya. Selain itu
juga dalam modul ini kita akan mempelajari bentuk fisik antara ambang lebar dan
ambang tajam sehingga mempengaruhi jatuhnya aliran. Karakteristik yang melalui
ambang dibedakan menjadi keadaan loncat, keadaan peralihan, dan keadaan
tenggelam. Fungsi penggunaan ambang lebar dan ambang tajam adalah:
Dalam percobaan ini akan ditinjau aliran pada ambang yang merupakan aliran berubah
tiba-tiba. Selain itu, dengan memperhatikan aliran pada ambang dapat dipelajari
karakteristik dan sifat aliran secara garis besar (Late, Sutopo, & Yuliati, 2017).
Ambang yang akan digunakan adalah ambang lebar dan ambang tajam. Terdapat
perbedaan bentuk fisik antara ambang lebar dan ambang tajam, Perbedaan bentuk fisik
antara ambang lebar dan ambang tajam yaitu, pada ambang lebar air akan jatuh lebih
lunak dari ambang tajam, meskipun memiliki tinggi dan lebar ambang sama.
Adapun peralatan yang digunakan pada saat praktikum kali ini yaitu:
a. Saluran Terbuka Mutiguna
b.Ambang Lebar
c.Amabang Tajam
d. Meteran Taraf
e.Penggaris/Mistar
Menghitung debit saluran air dapat menggunakan ambang lebar. Pada aplikasinya di
lapangan ambang lebar banyak digunakan pada saluran irigasi yang fungsinya
menentukan debit dari air yang mengalir pada saluran tersebut. Pelimpah ambang lebar
adalah suatu struktur bangunan air dengan garis-garis aliran bergerak secara paralel
antara satu dengan yang lain, paling sedikit pada suatu jarak yang pendek. Bangunan
ukur ambang lebar merupakan salah satu alat ukur debit yang banyak digunakan
karena kokoh dan mudah dibuat. Bangunan ini mudah disesuaikan dengan tipe saluran
apa saja. Hubungan tunggal dengan muka air hulu dan debit mempermudah
pembacaan debit secara langsung tanpa memerlukan tabel debit. Dengan demikian
pada saat percobaan kita dapat menghitung kecepatan aliran pada saluran ambang
lebar dengan persamaan;
Serta persamaan yang digunakan untuk mencari discharge coefficient adalah: Ambang
tipis merupakan alat ukur debit pada aliran pada saluran terbuka. Ambang tipis
memiliki tekanan positif sepanjang permukaan pada bagian dasar,dan tekanan di atas
akan negatif atau tinggi. Pada praktikum kali ini hanya membandingkan data dari tiga
kali percobaan dengan mengambil Qaktual yang berbeda setiap kali percobaan.
c. Menghidupkan mesin dan buka katup pengatur sehingga air melimpah di atas
ambang.
d. Tempatkan pelimpah di atas dasar saluran dan pastikan pelimpah tidak bergerak.
g. Mengukur dan mencatat tinggi muka air saat di atas ambang menggunakan
meteran taraf.
c. Menghidupkan mesin dan buka katup pengatur sehingga air melimpah di atas
ambang.
f. Mengukur dan mencatat tinggi muka air sebelum mengenai ambang (y1)
dengan menggunakan meteran taraf.
i. Melakukan hal yang sama seperti langkah sebelumnya pada ambang tipis.
5.7 Perhitungan
0,000614 m3 /s
Percobaan 2 = = 0,1479518 m/s
0,00415 m2
0,000851 m3 /s
Percobaan 3 = = 0,18911 m/s
0,0045 m2
Q
Vy1 =
Ay1
0,000423 m3 /s
Percobaan 1 = = 0,1143243 m/s
0,0037 m2
0,000614 m3 /s
Percobaan 2 = = 0,163733 m/s
0,00375 m2
0,00851 m3 /s
Percobaan 3 = = 0,2210389 m/s
0,00385 m2
Q
Vy2 =
Ay2
0,000423 m3 /s
Percobaan 1 = = 0,094 m/s
0,0045 m2
0,000614 m3 /s
Percobaan 2 = = 1,228 m/s
0,0005 m2
0,00851 m3 /s
Percobaan 3 = = 1,5472 m/s
0,00055 m2
0,1479518 m/s
Percobaan 2 = = 0,1639633
√9,81 m/s2 . 0,083 m
0,18911 m/s
Percobaan 3 = = 0,2012605
√9,81 m/s2 . 0,09 m
Vy1
Fry1 =
√g . y1
Percobaan 1 =
= 0,1341801
0,163733 m/s
Percobaan 2 = = 0,1908846
√9,81 m/s2 . 0,075 m
0,2210389 m/s
Percobaan 3 = = 0,2543248
√9,81 m/s2 . 0,077 m
Vy2
Fry2 =
√g . y2
0,094 m/s
Percobaan 1 = = 0,1000396
√9,81 m/s2 . 0,09 m
1,228 m/s
Percobaan 2 = = 3,9207022
√9,81 m/s2 . 0,010 m
1,5472 m/s
Percobaan 3 = = 4,7099425
√9,81 m/s2 . 0,011 m
v2
Es = y +
2.g
(0,1098701 m/s)2
Percobaan 1 = 0,077 m + = 0,082599
2. 9,81 m/s2
(0,1479518 m/s)2
Percobaan 2 = 0,083 m + = 0,090540
2. 9,81 m/s2
(0,18911 m/s)2
Percobaan 3 = 0,09 m + = 0,099638
2. 9,81 m/s2
• Menghitung Y’
Y′= y1- tinggi ambang
Percobaan 1 = 0,074 m - 0,06 m = 0,014 m
Percobaan 2 = 0,075 m - 0,06 m = 0,015 m
Percobaan 3 = 0,077 m – 0,06 m = 0,017 m
• Menghitung Cd
Q
Cd =
b ∙ h3/2
0,000423 m3 /s
Percobaan 1 = = 0,057563
0.05 m . (0,06 m)3/2
0.009 m3 /s
Percobaan 2 = = 7,65466
0.08 m . (0,06 m)3/2
0,011 m3 /s
Percobaan 3 = = 9,35569
0.08 m .(0,06 m)3/2
• Menghitung Qteori
Qteori = b .v .h
Percobaan 1 = 0,05 . 0,1098701 m/s . 0,06 m = 0,000329 m3/s
Percobaan 2 = 0,05. 0,1479518 m/s . 0,06 m = 0,000443 m3/s
Percobaan 3 = 0,05. 0,18911 m/s . 0,06 m = 0,000567 m3/s
0,00043
V1 = 0,00672 = 0,0639881 m/s
0,000634
V2 = = 0,09323539 m/s
0,0068
0,000835
V3 = = 0,10986842 m/s
0,0076
Percobaan pertama
0,0639881
Fry0 = = 0,07053
√9,8 .0,084
0,0639881
Fry1 = = 0,08017
√9,8 .0,065
0,0639881
Fry2 = = 0,204402472
√9,8 .0,01
Percobaan kedua
0,09323529
Fry0 = = 0,10215
√9,8 .0,85
0,09323529
Fry1 = = 0,11257
√9,8 .0,07
0,09323529
Fry2 = = 0,297829222
√9,8 .0,01
Percobaan ketiga
0,10986842
Fry0 = = 0,11387
√9,8 .0,95
0,10986842
Fry1 = = 0,1308
√9,8 .0,072
0,10986842
Fry2 = = 0,334628944
√9,8 .0,011
0,06398812
Es1 = 0,084 + = 0,084924848
√2.9,81
0,093235292
Es2 = 0,085 + = 0,086963508
√2.9,8
0,109868422
Es3 = 0,095 + = 0,097726577
√2.9,8
• Menghitung Qaktual
Qaktual = v.y.b
Qaktual1 =0,0639881. 0,084 . 0,18 = 4,95268E-06
• Menghitung nilai y’
y’ = h – tinggi ambang
y’1 = 0,065 – 0,06 = 0,005 m
y’2 = 0,07 – 0,06 = 0,01 m
y’3 = 0,072– 0,06 = 0,012 m
• Menghitung nilai Cd
𝑸𝒂𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍
Cd = 𝟑
𝟏,𝟕𝟎𝟓 .𝒃.( y’)
𝟐
4,9568
Cd1 = 3 = 258,2041614
1,705 .0,18.( 0,005)
2
0,09323529
Cd2 = 3 = 9296,187683
1,705 .0,18.( 0,01)
2
0,10986842
Cd3 = 3 = 7085,301944
1,705 .0,18.( 0,012)
2
• Menghitung Log Q
Log 0,000748661 = -3,125714956
• Menghitung Log y’
Log 0,005 = -2,30103
Log 0,01 = -2
Log 0,012 = -1,92081875
S CD
(Ambang Lebar)
2 6 187683
10000
6000
CD
4000
2000
258 2041614
0
0 005 0 01 0 012
S Cd
(Ambang Ti is)
3556
10
7 65466
8
6
H
2
0 057563
0
0 014 0 015 0 017
Cd
SA
(Ambang Lebar)
0 0078 0 0076
0 0076
0 0074
0 0072
0 007 0 0068
0 00672
0 0068
0 0066
0 0064
0 0062
0 063 880 5 0 0 32352 4 0 10 868421
A
SA
(Ambang Ti is)
0 0046 0 0045
0 0044
0 00415
0 0042
0 004 0 00385
0 0038 SA
0 0036
0 0034
0 10 87013 0 147 51807 0 18 111111
A
L GQ SL G
(Ambang Lebar)
27
2 75
28 2 846522115
2 85
L GQ
2 3004 11
2
2 5
3
3 05
3 125714 56
31
3 15
2 30102 6 2 1 20818754
L G
L GQ SL G
(Ambang Ti is)
31
3 15
32 3 246416 41
3 25
L GQ
33 3 3535 6274
3 35
34
3 45 3 482804102
35
3 55
1 853871 64 1 823 08741 1 76 55107
L G
SQ
(Ambang Lebar)
0 001 0 000835
0 0008 0 000634
0 0006 0 00043
Q
0 0004
0 0002
0
0 005 0 01 0 012
SQ
(Ambang Ti is)
0 0012
0 001 0 000851
0 0008 0 000614
0 0006
Q
0 000423
0 0004 SQ
0 0002
0
0 014 0 015 0 017
5.8 Analisis
Ambang adalah jenis struktur air yang digunakan untuk menaikkan tinggi muka air
dan debit aliran. Pada percobaan kali ini didapatkan nilai Cd dari setiap percobaan.
Dengan menggunakan satu set alat multiguna, mistar ukur, pelimpah ambang tajam
dan pelimpah ambang lebar. Praktikan meletakkan pelimpah ambang lebar ke saluran
air. Ukur menggunakan mistar untuk menentukan nilai h, Y1. Putar keran dengan
aliran yang berbeda selama tiga kali. Setiap percobaan tentukan selang waktu yang
berbeda sebanyak tiga kali percobaan. Secara visualisasi, pelimpah ambang lebar
mempunyai profil muka air yang bergerak secara paralel, sedangkan pelimpah ambang
tajam mempunyai profil muka air yang panjang mercu lebih kecil. Ambang merupakan
salah satu jenis bangunan air yang digunakan untuk menaikkan tinggi muka air serta
dapat mengatur debit aliran air demi kebutuhan dan keperluan lainnya. Pengetahuan
untuk sifat ambang ini sangat perlu di ketahui untuk perenecanaan bangunan air untuk
pendistribusian air maupun pengaturan sungai. Fungsi dari mempelajari praktikum ini
yaitu untuk pengaplikasian dalam perencanaan bangunan waduk, bendungan dan
bangunan air lainnya. permodelan ambang ini juga berguna untuk meninggikan muka
air sehingga dapat mengairi ke tempat yang jauh dan lebih luas.
5.9 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum aliran diatas pelimpah ambang lebar dan
ambang tajam yaitu:
a. Jika debit dinaikkan maka tinggi muka air menjadi naik dan kecepatan aliran pada
kedua jenis ambang semakin besar.
b. Pada saat mengamati aliran terdapat perubahaan keadaan tinggi muka air di hulu
dan hilir hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan lebar dan tinggi muka air.
c. Aliran pada pelimpah ambang lebar selalu bergerak secara paralel antara satu
dengan yang lainnya
5.10 Saran
[1] S. L. &. Yulianti, " Peningkatan Pemahaman Konsep Tekanan Hidrostatis dan
Hukum Archimedes," Jurnal Pendidikan , pp. 1215-1219, 2017.
[2] E. Tachyan, "Dasar-Dasar Praktek Irigasi," 1992.
5.12 Lampiran
MODUL VI
PINTU SORONG DAN AIR LONCAT
6.1 Pendahuluan
Pintu sorong merupakan sebuah sistem irigasi yang digunakan untuk mengontrol
aliran air dari bendungan menuju saluran irigasi. Menurut pintu sorong dalam sistem
irigasi berfungsi untuk mengatur debit yang dialirkan dari bendung ke dalam saluran
irigasi yang ada di belakangnya. Pintu sorong biasanya ditempatkan pada bagian
pengambilan dan bangunan bagi sadap balk itu sekunder maupun tersier. Selain itu,
alat ini juga dapat digunakan pada industri misalnya di saluran pengolahan atau
pembuangan. (Fahmiahsan, 2018)
Pada sebagian besar irigasi terdapat fenomena berupa air loncat. Fenomena loncat air
biasanya terjadi pada bagian hilir pintu dan bagian hilir bangunan pelimpah. Aliran
yang mengalir di bawah pintu sorong dimulai dari aliran superkritis kemudian berubah
menjadi aliran subkritis. Pada aliran super kritis kedalaman air kecil dengan kecepatan
besar, sedangkan pada aliran sub kritis kedalaman aliran besar dengan kecepatan kecil,
hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan energi yang mengakibatkan terbentuknya
loncat air. Proses loncat air sering digunakan untuk meredam sebagian besar energi
yang terjadi, selain itu loncat air juga dapat digunakan untuk menaikkan tinggi muka
air di bagian hilir dan untuk menyediakan kebutuhan tinggi tekanan pengaliran ke
dalam suatu saluran.
d. Mistar
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per waktu. Fungsi
dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang
mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam waktu satu
detik. Berdasarkan penerapan prinsip kekekalan energi, impulsmomentum (kekekalan
massa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi, dapat diterapkan persamaan
Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air sebelum dan ada
saat kontraksi.Berdasarkan penerapan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum
(kekekalan massa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi, dapat diterapkan
persamaan Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air
sebelum dan ada saat kontraksi. Besarnya debit aliran (Q) dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus:
2
1
(ρr-ρa) ( πd21 ) .2g∆h
Q=√ 4
d 4
[( d1 ) -1] ρa
2
Dimana:
d1 = 3,15cm
d2 = 2,00cm
g = 9,81m/s2
ρair = 1,00gr/cm3 pada suhu 0° C
ρHg = 13,6gr/cm3
Besarnya debit teoretis adalah :
2.g.Y0
Qr = b𝑌1 √ Y
(1+ 1 )
Y0
2.g.Y0
QA = bCc .Cv .Yg
√(Cc.Yg +1)
Y0
Gaya dorong yang bekerja pada pintu sorong akibat tekanan hidrostatis dapat dihitung
sebagai berikut:
Fh = 0.5ρg(Y0 -Yg )
h = Y0 -Yg
Sedangkan gaya dorong lainnya yang bekerja pada pintu sorong dapat dihitung
dengan:
Y20 ρQ2 Y
𝐹𝑔 = ⌊0,5 ρgY21 ( -1)⌋ + ⌈bY (1+ Y1 )⌉
Y01 1 0
Dimana:
g = Percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
b = lebar saluran
Loncat air merupakan salah satu contoh aliran berubah cepat. Loncat air terjadi akibat
pengaruh kecepatan aliran yang mempengaruhi panjang loncat air serta tinggi loncat
air. Loncat air terjadi apabila suatu aliran superkritis berubah menjadi aliran subkritis
dan pada perubahan itu terjadi kehilangan energi (Triatmodjo, 1993).
Bilangan frout adalah bilangan yang tak berdimensi yang merupakan indeks rasio
antara inersia terhadap gaya gravitasi.
V
Fr =
√g.y
Kedalaman di hulu (Ya ) dan kedalaman di hilir (Yb ) air loncat mempunyai hubungan
sebagai berikut:
Yb 1
= 2 ⌈√(1+8.Fra )⌉
Ya
Dimana:
E = energi spesifik pada titik tinjauan (m)
y = kedalaman air di titik yang ditinjau (m)
v = kecepatan air di titik yang ditinjau (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s)
Untuk energi yang spesifik tertentu terdapat dua kemungkinan kedalaman, misalnya
Y & Y. kedalaman hilir tersebut alternate depth dari kedalaman hulu juga sebaliknya.
Pada keadaan kritis kedua kedalaman tersebut seolah menyatu dan dikenal sebagai
kedalaman kritis (Y). Rumus untuk menghitung kedalaman kritis (Y) dan energi
minimum (E) adalah sebagai berikut:
3 Q2
Yc = √
2gb2
3
Eminimum = 2 Yc
Dari pandangan pemakaian praktis, loncat air sangat berguna sebagai peredam energi
lebih pada aliran superkritis. Peredam ini berguna untuk mencegah erosi yang mungkin
terjadi pada saluran pelimpah, saluran curam dan lain-lain dengan cara memperkecil
kecepatan aliran pada lapisan pelindung, sehingga pada suatu titik di mana aliran tidak
mempunyai kemampuan untuk mengikis dasar saluran di bagian hilir. Pada umumnya
jarang sekali kolam dirancang untuk menahan seluruh panjang loncatan bebas, karena
kolam penenang demikian sangat mahal biayanya (Rahayu, 2019). Air loncat terjadi
apabila suatu aliran subkritis berubah menjadi aliran subkritis dan pada perubahan itu
terjadi pelepasan energi. Pada mulanya teori mengenai loncatan air dikembangkan
untuk saluran-saluran horisontal atau yang kemiringan kecil, sehingga pengaruh berat
air terhadap sifatsifat loncatan air dapat diabaikan, akan tetapi hasil yang diperoleh,
dapat diterapkan pada sebagian besar saluran-saluran yang ada. Untuk saluran yang
gradiennya besar, pengaruh berat air pada loncatan cukup besar sehingga harus
dimasukkan dalam perhitungan.
h. Memutar katup
6.7 Perhitungan
2.g.Y0
Qr = b𝑌1 √ Y
(1+ 1 )
Y0
Qpercobaan
𝐶𝑣 = Qt
Menghitung gaya dorong pada pintu sorong akibat tekanan hidrostatis (Fh)
Fh = 0.5ρg(Y0 -Yg )
Menghitung gaya dorong lainnya pada pintu sorong (Fg)
Y20 ρQ2 Y
𝐹𝑔 = ⌊0,5 ρgY21 ( -1)⌋ + ⌈bY (1+ Y1 )⌉
Y01 1 0
Yb 1
= 2 ⌈√(1+8.Fra )⌉
Ya
3 Q2
Yc = √
2gb2
Keterangan :
Qt = Debit teoritis (m2/s)
B = Lebar saluran
Y1 = Tinggi muka air terendah di hilir pintu sorong (m)
Yo = Tinggi muka air di hulu pintu sorong (m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
QPerc = Debit aliran percobaan (m2/s)
Cc = Koefisien konstraksi
Yg = Tinggi bukaan pintu sorong terhadap dasar saluran (m)
Qa = Debit actual (m3/s)
ρ = Berat jenis air (1000 (kg/m3)
Q = Debit aliran percobaan (m2/s)
Xa = Panjang horizontal titik Ya dari titik Yg (m)
𝑌𝑏
=Perbandingan kedalaman di hulu dan dihilir
𝑌𝑎
Fr = Bilangan Froude
∆h = Perbandingan energy akibat air loncat
Yb = Tinggi muka air tepat setelah air loncat (m)
Ya = Tinggi muka air tepat sebelum air loncat (m)
Yc = Kedalaman kritis
b = Lebar saluran 0,08m
Emin = Energi minimum
= 0,0058 m 3⁄s
0,08×0,01√2×9,81×0,055
Qt1 = 0,01
√0,055+1
= 0,0067 m 3⁄s
0,08×0,02√2×9,81×0,03
Qt2 = 0,02
√ +1
0,03
= 0,0065 m 3⁄s
0,08×0,015√2×9,81×0,04
Qt3 = 0,015
√ +1
0,04
= 0,0038 m 3⁄s
0,08×0,01√2×9,81×0,029
Qt1 = 0,028
√ +1
0,068
= 0,0032 m 3⁄s
0,08×0,01√2×9,81×0,055
Qt1 = 0,032
√ +1
0,104
= 0,0077 m 3⁄s
0,08×0,01√2×9,81×0,086
Qt3 = 0,035
√ +1
0,131
0,01
Cc1 = 0,01 = 1
0,02
Cc2 = 0,02 = 1
0,015
Cc3 = 0,015= 1
2.9,81.0,055
Qa1 = 0,08.1.0,1960.0,01√ 1.0,01 = 0,000446075
+1
0,055
2.9,81.0,03
Qa2 = 0,08.1.0,1354.0,02√ 1.0,02 = 0,000145858
+1
0,03
2.9,81.0,04
Qa3 = 0,08.1.0,0964.0,015√ 1.0,015 = 0,000087395
+1
0,04
2.9,81.0,029
Qa1 = 0,08.1.0,0451724.0,01√ 1.0,01 = 0,000023506
+1
0,029
2.9,81.0,051
Qa2 = 0,08.1.0,0923881.0,01√ 1.0,01 = 0,000067022
+1
0,051
2.9,81.0,086
Qa3 = 0,08.1.0,129846153.0,01√ 1.0,01 = 0,000127712
+1
0,086
= -415,70969
0,032 1000×0,00672 0,02
Fg =[0,5 × 1000 × 9,81 × 0,022 (0,022 − 1)] − [ (1 − 0,03)]
0,082 ×0,02
= -4,30055x10^6
0,042 1000×0,00652 0,015
Fg =[0,5 × 1000 × 9,81 × 0,0152 (0,0152 − 1)] − [ 2 (1 − )]
0,08 ×0,015 0,04
= -20,76214
Untuk menghitung gaya dorong lainnya (tetap):
0,0682 1000×0,00382 0,01
Fg =[0,5 × 1000 × 9,81 × 0, 012 (0,0282 − 1)] − [ 2 (1 − 0,029)]= 92,42162
0,08 ×0,01
37993,16
0,1312 1000×0,00772 0,01
Fg =[0,5 × 1000 × 9,81 × 0,012 ( 0,0352 − 1)] − [ (1 − 0,086)]=-
0,082 ×0,01
4,17696x10^6
0,0058
Fr = 0,08.1,60.9,81.0,012= 0,384918
0,0067
Fr = 0,08.1,08,.9,81.0,015= 0,526988
0,0065
Fr = 0,08.1,34.9,81.0,011= 0,561897
1
Yb/Ya = (√(1+8.0,5269882 )-1= 1,43855
2
1
Yb/Ya = (√(1+8.0,5618972 )-1= 1,44185
2
1
Yb/Ya = (√(1+8.0,4900812 )-1= 1,43529
2
1
Yb/Ya = (√(1+8.0,04739812 )-1= 1,41441
2
(0,026-0,015)2
∆h = = 0,077564102
4.0,015.0,026
(0,028-0,011)2
∆h = = 0,23457792
4.0,011.0,028
(0,011-0,01)2
∆h = = 0,00227
4.0,01.0,011
(0,02-0,09)2
∆h = = 0,6805
4.0,09.0,02
3 Q2
Yc = √
2gb2
Menghitung kedalaman kritis (berubah)
3 0,00582
Yc 1 = √ = 0,0491032
2.9,81(0,08)2
3 0,00672
Yc 2 = √ = 0,0567227
2.9,81(0,08)2
3 0,00652
Yc 3 = √ =0,0550294
2.9,81(0,08)2
3 0,00552
Yc 2 = √ = 0,0465634
2.9,81(0,08)2
3 0,00772
Yc 3 = √ = 0,0651887
2.9,81(0,08)2
Cv Vs Fh
(Debit Tetap dan Pintu Sorong Berubah)
30
25
20
Fh
15
Debit tetap
10 Debit Berubah
5
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
CV
Cc Vs Y0
(Debit Tetap dan Pintu Sorong Berubah)
0,1
0,09
0,08
0,07
0,06
Y0
0,05
0,04 Debit tetap
0,03 Debit Berubah
0,02
0,01
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
CC
Cv Vs Yo
(Debit Tetap dan Pintu Sorong Berubah)
0,25
0,2
0,15
Cv
0
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1
Y0
Yb VS Fr/Yb
(Debit Tetap dan Pintu Sorong Berubah)
5
4,5
4
3,5
3
Fr/Yb
2,5
Debit Tetap
2
1,5 Debit Berubah
1
0,5
0
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03
Yb
Ya VS Fr/Ya
(Debit Tetap dan Pintu Sorong Berubah)
25
20
15
Fr/Ya
Debit Tetap
10
Debit Berubah
5
0
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1
Ya
Fg VS Yg
(Debit Tetap dan Pintu Sorong Berubah)
0,025
0,02
0,015
Yg
0,01
Fg/Yg
0,005
0
-500 -400 -300 -200 -100 0 100
Fg (N)
Fg VS Y1
(Pintu Sorong Tetap dan Debit Berubah)
0,012
0,01
0,008
Y1
0,006
0,004 Fg/Y1
0,002
0
-40000 -30000 -20000 -10000 0
Fg (N)
6.8 Analisis
Dari percobaan kali ini didapatkan data yang didapatkan dari hasil pengujian aliran air
pada pintu sorong dengan dua kondisi, yaitu debit berubah dan pintu sorong tetap dan
debit tetap dan pintu sorong berubah. Pengarauh debit terhadap loncatan air adalah
semakin besar debit yang diberikan maka loncatan air akan semakin tinggi maka debit
berbanding lurus dengan loncat air. Pada percobaan nilai debit tetap didapat nilai Fg
yang semakin menurun dikarenakan nilai yg yang semakin besar. Pada praktikum debit
berubah didapat nilai Fg yang semakin meningkat karena nilaiyg yang konstan. Hal
ini menunjukan bahwa Fg berbanding lurus dengan debit airdan berbanding terbalik
dengan yg. Untuk nilai E minimum grafik yang dihasilkan bersifat stagnan atau hanya
di satu titik saja dikarenakan nilai E min nya nilainya sangat berdekatan walaupun
telah di perbandingkan dengan Yc.
6.9 Kesimpulan
6.10 Saran
Berdasarkan hasil praktikum ada beberapa saran setelah pelaksanaan praktikum yaitu:
a. Dalam praktikum jangan lupa foto semua alat dan proses yang di lakukan
b. Praktikum harus bisa memahami prosedur percobaan agar saat praktikum tidak
ada yang terlewatkan.
c. Saat melakukan praktikum harus teliti agar tidak salah dalam pengukuran.
[1] R. Fahmiahsan, "Fenomena Hidrolis pada Pintu Sorong," Jurnal Teknik 1, 2018.
[2] Laboratorium Hidro Teknik Universitas Lampung., "Pedoman Pelaksanaan
Praktikum Mekanika Fluida," Petunjuk Pratikum Mekanika Fluida, pp. 6-9, 2019.
[3] Ridwan, "Mekanika Fluida Dasar," 1999.
[4] A. Rizaldi, "Kestabilan Benda Terapung," Pratikum Mekanika Fluida, 2017.
6.12 Lampiran
MODUL VII
ALIRAN MELALUI VENTURIMETER
7.1 Pendahuluan
Venturimeter merupakan alat primer dari pengukuran aliran yang berfungsi untuk
mencari beda tekanan. Sedangkan alat untuk menunjukan besaran aliran fluida yang
diukur atau alat sekundernya adalah manometer pipa U. Prinsipnya yaitu adanya
perbedaan luas penampang yang akan menyebabkan perbedaan tekanan dan akan
berpengaruh pada ketinggian manometer. Untuk membuktikan bahwa perbedaan luas
penampang membuat ketinggian fluida yang berbeda, maka dilakukan suatu
percobaan menggunakan alat venturimeter. Laju alir diperlukan untuk menentukan
jumlah bahan yang jumlah bahan yang mengalir masuk dan keluar proses mengalir
masuk dan keluar. Pengukuran laju alir ditentukan dengan mengukur kecepatan cairan
atau perubahan perubahan energi kinetiknya. Perbedaan tekanan yang terjadi pada saat
cairan melintasi pipa mempengaruhi kecepatan suatu aliran. Karena luas penampang
pipa sudah diketahui, kecepatan rata-rata merupakan merupakan indikasi dari laju
alirnya. Debit dan kecepatan aliran penting untuk diketahui besarnya dalam melakukan
penelitian fluida. Untuk itu, digunakan alat untuk mengukur debit cairan, salah satunya
adalah menggunakan prinsip-prinsip Bernoulli dan Kontinuitas pada pipa tertutup
yang diaplikasikan melalui alat bernama Venturimeter. Dengan demikian,
venturimeter adalah alat untuk mengukur debit cairan yang melalui pipa tertutup.
Melalui pengamatan pada venturimeter, dapat dibuktikan pula persamaan Bernoulli
dan kontinuitas.
Adapun tujuan dari praktikum tentang aliran melalui venturimeter adalah sebagai
berikut :
a. Menunjukkan pengaruh perubahan penampang terhadap tinggi garis
hidraulikpada masing masing manometer.
b. Menentukan koefesien pengaliran pada alat venturimeter yang digunakan
Venturi flume adalah sebuah alat yang memberikan penyempitan secara tiba-tiba pada
suatu saluran sehingga menyebabkan terjadinya aliran kritis pada saluran terbuka dan
menciptakan kedalaman kritis (Yc). Venturi flume merupakan salah satu alat yang
berfungsi sebagai pengukur debit pada saluran terbuka. Prinsip dasar pengukuran debit
oleh venturi flume adalah venturi flume memberikan efek gabungan kontraksi dan
kecepatan terminal sekaligus, dengan kehilangan tekanan yang lebih kecil tersebut
dapat diukur dan dapat mewakili debit yang melaluinya. Berikut adalah gambaran
sebuah venturi flume Invalid source specified..
Flume pada saluran terbuka yang membuat aliran bersifat kritis akibatnya adanya
penyempitan secara tiba-tiba yang menyebabkan penurunan HGl dan menciptakan
kedalaman kritis. Venturi flume digunakan dalam pengukuran aliran yang sangat besar,
biasanya jutaan kubik, pengukuran debit dengan saluran venturi membutuhkan dua
pengukuran, satu hulu dan satu di bagian yang menyempit. Hal ini berlaku apabila
aliran melewati flume dalam keadaan subkritis. Flume biasanya dirancang sedemikian
rupa untuk membentuk lompatan hidrolik di sisi hilir struktur Invalid source
specified..
1
A6 = 4 3.14 (0.01847)2 = 0.000267796
1
A7 = 4 3.14 (0.02016)2 = 0.000319044
1
A8 = 4 3.14 (0.02184)2 = 0.000374434
1
A9 = 4 3.14 (0.02353)2 = 0.000434624
1
A10 = 4 3.14 (0.02521)2 = 0.000498902
1
A11 = 4 3.14 (0.026)2 = 0.00053066
A 2 A 2
IDP = ( A2 ) - ( A2 )
1 n
0.0232 2 0.0232 2
IDP1 = ( ) -( ) =0
0.026 0.026
0.0232 2 0.0232 2
IDP2 = ( ) - ( 0.4756 ) = -0.083
0.026
0.0232 2 0.0232 2
IDP3 = ( ) - ( 0.7561 ) = -0.42
0.026
0.0232 2 0.0232 2
IDP4 = ( ) -( ) = -0.76
0.026 1
0.0232 2 0.0232 2
IDP5 = ( ) -( ) = -0.4469
0.026 0.907
0.0232 2 0.0232 2
IDP6 = ( ) - ( 0.7504 ) = -0.42
0.026
0.0232 2 0.0232 2
IDP7 = ( 0.026
) - ( 0.6299 ) = -0.253
0.0232 2 0.0232 2
IDP8 = ( ) - ( 0.5367 ) = -0.145
0.026
0.0232 2 0.0232 2
IDP9 = ( ) - ( 0.4624 ) = -0.07
0.026
0.0232 2 0.0232 2
IDP10 = ( ) - ( 0.4028 ) = -0.019
0.026
0.0232 2 0.0232 2
IDP11 = ( ) -( ) =0
0.026 0.026
A = 0.543 - 0.543 = 0
B = 0.541 - 0.543 = -0.002
C = 0.545 - 0.543 = 0,002
D = 0.523 - 0.543 = -0.02
E = 0.525 - 0.543 = -0.018
F = 0.531 - 0.543 = -0.012
G = 0.533 - 0.543 = -0.01
H = 0.537 - 0.543 = -0.006
J = 0.539 - 0.543 = -0,004
K = 0.541 - 0.543 = -0,002
L = 0.541 - 0.543 = -0,002
• Menghitung hn -h1 saat Q = 0,000263
A = 0.527 - 0.527 = 0
B = 0.527 - 0.527 = 0
C = 0.517 - 0.527 = -0.01
A = 0.497 - 0.497 = 0
B = 0.495 - 0.497 = -0.002
C = 0.457 - 0.497 = -0.04
D = 0.405 - 0.497 = -0.092
E = 0.417 - 0.497 = -0.08
F = 0.445 - 0.497 = -0.052
G = 0.461 - 0.497 = -0.036
H = 0.471 - 0.497 = -0.026
J = 0.477 - 0.497 = -0.02
K = 0.48 - 0.497 = -0.017
L = 0.483 - 0.497 = -0.014
U22
• Menghitung saat Q = 0,000213
2g
0.646894
= = 0.02133
2(9.81)
U22
• Menghitung saat Q = 0,000263
2g
0.696656
= = 0.0247
2(9.81)
U22
• Menghitung saat Q = 0,00029
2g
1,343550
= 2(9.81)
= 0.092
−0.004
ADP 1 1 = 0.0247 = -0.00194
2g
K= A2 √ A 2
1-( 2 )
A1
2(9.81)
k = 0,00020096√ 0,00053066 2
= 0,000961774
1-( )
0,002096
Perhitungan Eror
QCF -QAF
Eror = | | x 100%
QCF
7.8 Analisis
Aliran yang melalui alat yang bernama venturiflume dapat diketahui dengan cara
mengamati perubahan penampang terhadap tinggi garis hidraulik di setiap manometer
dan menentukan koefisien pengaliran pada alat venturimeter yang digunakan. Dari
percobaan yang telah dilakukan dengan debit yang berbeda, didapatkan ketinggian
garis hidraulik yang berbeda juga di setiap debit pada masing-masing tapping.
kenaikan ketinggian air pada tabung yang dapat menyababkan kenaikan ADP. Maka
sesusai analisis kenaikan ADP di pengaruhi oleh ketinggian air pada tabung.
7.9 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a. Ketinggian garis hidraulik pada setiap manometer mempengaruhi perubahan
penampang, semakin lebar diameter penampang semakin tinggi garis hidrauliknya.
b. Kenaikan ADP di pengaruhi oleh ketinggian air pada tabung.
c. Debit teori dan debit pengukuran memiliki nilai yang sama
7.10 Saran
7.12 lampiran