1. Membuat Tembikar
Pembuatan tembikar pernah tercatat berada di perkampungan sekitar bukit Gunong Tajam.
Produksinya bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, tapi juga untuk melayani
pesanan dari berbagai kampung lain.
Cornelis de Groot dalam bukunya tahun 1887 menyebut, produksi tembikar terus berkurang
lantaran dianggap kurang ekonomis. Foto di atas adalah contoh bentuk kendi air yang
diproduksi di pulau Belitung. Namun kebudayaan pembuatan tembikar kemudian punah
ditelan zaman.
Berbagai pelatihan pembuatan keramik di Kabupaten Belitung Timur setidaknya menjadi
angin segar untuk melestarikan budaya yang sebetulnya telah lama eksis di Belitong.
Pelatihan Kerajinan Keramik Hias di Desa Senyubuk. facebook Diskominfo Beltim/repro
petabelitung.com 2019.
2. Jembatan Titi
Keberadaan jembatan ini di pulau Belitung sudah tercatat sejak abad ke-19. Mungkin sekali
penggunaannya lebih lamau dari pada itu. Jembatan ini menggunakan sebatang kayu sebagai
pijakan. Sedangkan penyangganya berupa dua tiang yang ditancapkan ke sungai dengan
posisi saling menyilang. Jarak antar satu tiang dengan tiang lainnya kurang lebih 2 meter.
Foto di atas adalah contoh jembatan titi pada abad ke-20. Budaya Belitong mengenal nama
jembatan dengan istilah keretak.
Gambaran mengenai bentuk jembatan kuno Belitong ini bisa dijumpai di Vietnam dan
Serawak Malaysia.
Malah di Vietnam, jembatan ini menjadi atraksi wisata yang menarik perhatian turis asing.
3. Melebur Besi
Melebur besi ternyata adalah bagian dari kebudayaan kuno Belitong. Pada abad ke-17
Batavia telah mencatat ekspor sejumlah perkakas seperti parang, pahat, dan lainnya dari
pulau Belitung. Pionir perusahaan timah Belitung J.F Loudon yang tiba pada tahun 1851
melihat sendiri bahwa penduduk di pedalaman Belitung telah memiliki alat tukar yang
disebut uang paku. Mata uang tersebut dilebur sendiri dan memiliki nilai sebagai alat tukar
dalam perdagangan.
Pada masa kini, batu besi dari pulau Belitung melenggang ke luar tanpa banyak mengalami
pengolahan. Budaya melebur besi pun punah ditelan zaman.
4. Tari Mancak
Foto ilustrasi. Tari Mancak di Koto Anau. Koto Anau adalah sebuah nagari di Kecamatan
Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatra Barat.. http://koto-anau-koto-anau.blogspot.com.
Tradisi pesta rakyat dan penyambutan tamu-tamu istimewa dengan pementasan tari-tarian
ternyata sudah ada di pulau Belitung setidaknya sejak abad ke-19.
Tanggal 13 Juli 1851 J.F. Loudon mencatat sebuah nama tarian penduduk lokal Belitung.
Loudon menulis tarian itu dengan nama "Mancak".
"Tarian bumiputra “mancak”, menarik; beberapa pasangan berdansa dengan pedang terbuka,
semacam perkelahian pura-pura," kata Loudon dalam tulisannya yang dipublikasikan di
Belanda tahun 1883.
Dan sejak lama pula tarian tersebut hilang ditelan zaman dari tanah Belitung.
6. Kuburan Batu
Kuburan Batu ditemukan di sejumlah lokasi di pedalaman pulau Belitong. Yang paling
populer di masa lampau adalah makam Datuk Keramat Gunong Tajam di puncak tertinggi
pulau Belitung, setinggi 510 meter.
Sejauh yang petabelitung.com ketahui, belum ada penelitian yang serius mengenai bentuk
dan pola pemakaman kuno ini. Namun yang jelas penggunaannya sejak lama telah hilang.
Selanjutnya kuburan kayu dan coran semen lebih banyak digunakan oleh masyarakat
Belitong.
Sebuah kuburan batu di atas puncak bukit Padang Lambaiyan, Kecamatan Simpang
Renggiang, Kabupaten Belitung Timur. Makam ini diyakini sebagai makam Datuk Keramat
de Padang Lambaiyan yang berkedudukan di Ngabehi Gunong Sepang.
7. Keris Panjang
Budaya keris juga ditemukan di pulau Belitung. Cornelis mencatatanya pada abad ke-19 dan
mengatakan nama keris Belitong saat itu adalah keris panjang. Menurut de Groot, panjang
bilahnya 44 sentimeter.
Keris ini dimiliki oleh kaum lelaki dan biasa digunakan untuk menghadiri pesta. Setelah abad
ke-20, jejak budaya keris di pulau Belitung hampir tak terdengar lagi. Dan kini dipastikan
budaya tersebut telah punah ditelan zaman.(*)