Anda di halaman 1dari 22

Sifat Rheologi Produk Pertanian

VI. Objek 4 (SIFAT RHEOLOGI PRODUK PERTANIAN)


2.4.1 Tujuan dan Manfaat
2.4.1.1 Tujuan
1.      Menentukan hubungan antara gaya dan deformasi
2.      Menentukan nilai poison ratio dari produk pertanian
3.      Menentukan hubungan gaya terhaadap waktu
2.4.1.2 Manfaat
1.      Praktikan dapat mengetahui bagaimana hubungan gaya terhadap deformasi
2.      Praktikan dapat menentukan nilai poison ratio dari produk pertanian
3.      Praktikan dapat mengetahui hubungan gaya terhadap waktu
2.4.2 Tinjauan Pustaka
Faktor-faktor yang mempengaruhi deformasi dan rayapan pada suatubahan pertanian
dinamakan sifat rheologis. Kajian tentang rheologi adalah tentang deformasi dan rayapan bahan
dengan efek waktu. Kelakuan bahan ditentukan berdasarkan tiga variabel yaitu: tegangan,
deformasi atau regangan dan waktu
Rheologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari deformasi dan
aliran “flow”
Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menguji sifat mekanis produk pangan. Pertama,
denagn menggunakan indera manusia, yaitu dengan cara menyentuh, memijit, mengigit,
mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita sampaikan apa yang kita rasakan, inilah yang
disebut dengan amnalisa sensori. Karena reaksi kita sebagai manusia berbeda-beda maka
diperlukan analisa statistik untuk menyimpulkan skala perbedaan ataupun tingkat kesukaan
penguji terhadap produk tersebut. Cara uji kedua adalah dengan pendekatan fisik, menggunakan
instrumen atau peralatan tertentu, hasilnya dinyatakan dengan unit satuan meter (m), kilogram
(kg), detik (dt). Pendekatan fisik untuk mempelajari sfat nekanis bahan disebut dengan rheology.
RHEOLOGY adalah suatu cabang ilmu fisik, yang didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
perubahan bentuk suatu material. Gesekan antara bahan padat, sifat alir material bentuk tepung,
bahkan pengecilan ukuran suatu partikel seperti pada proses penggilingan, proses emulsifikasi
dan atomisasi juga termasuk.
Sifat mekanis bahan dinyatakan berdasarkan tiga parameter, yaitu:
1.      Gaya
2.      Deformasi
3.      Waktu
Ada beberapa alasan mengapa kita mempelajari sifat suatu bahan, pertama kita dapat melihat
lebih dalam struktur suatu bahan, misalkan ukuran molekul dan bentuknya dalam suatu larutan
terhadap kekentalan, hubungan antara tingkat cross-linh age polymasd dengan elastisitasnya,
kedua rheologi juga sering diterapkan untuk mengontrol suatu pengolahan. Contohnya sifat
rheologi adonan tepung gandum pada pengolahan roti. Ketiga pengetahuan rheologi diperlukan
dalam mendesign alat tertentu seperti pompa, pipa-pipa aliran dan lainya. Design akan lebih
efektif jika aliran tersebut diketahui. Ke-empat penerimaan konsumen terhadap suatu produk
dipengaruhi oleh sifat rheologinya.
Kendala yang dihadapi dalm mempelajari sifat rheologi suatu produk dengan garis besar
adalah sebagai berikut:
1.      Sangat bervariasinya produk pangan, ada yang bersifat padat ad yang bersifat cair dan gas
2.      Masing-masing produk tersebut mempunyai sifat berbeda pada kondisi yang berbeda, contohnya
sebuah batu bersifat bahan padatm, tapi batu bisa bersifat cair.
Sifat-sifat rheologi dari sistem farmaseutika dapar mempengaruhi pemilihan alat yang akan
di gunakan untuk memproses produk tersebut. Lebih-lebih lagi tidak adanya perhatian terhadap
pemilihan alat yang akan digunakan akan berakibat diperolehnya hasil yang tidak diinginkan.
Paling tidak dalam karakteristik alirannya.
Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu adalah:
1.      Aliran plastik
2.      Aliran pseudoplastik
3.      Aliran dilator

Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu adalah:


1.      Aliran tiksotropik
2.      Aliran rheopeksi
3.      Aliran viskoelastis
Bahan pangan liquid seperti susu, madu, sari buah dan minuman lainnya serta minyak sayur
menunjukan sifat aliran yang sederhana. Bahan liquid yang lebih kental seperti saus tomat dan
mayones mempunyai sifat yang lebih rumit.
Bahan pangan semipadat seperti selai kacang dan margarin bereaksi diantara bahan padat
dan liquid. Hampir semua bahan pangan ini dialirkan dengan pompaoleh karena itu penting
untuk menentukan kebutuhan berada pada proses pemompaan. Pengangkutan bahan liquid
dengan pompa ini ditentukan oleh massa jenis dan viscositas.
Dalam mempelajari rheoligi bahan pangan padat kita perlu mempelajari konsep dasar
tentang stress dan strain:
1.      Stress
Stress adalah intensitas beban force pada suatu luas permukaan. Force adalah suatu gaya
yang dikenakan pada suatu benda yang mengakibatkan terjadinya deformasi. Stress didefinisikan
sebagai bahan force persatuan luasan, seperti halnya tekanan, tekanan hidrostatik pada
kenyataannya adalah contoh bentuk stress satuanya sama dengan satuan stress.
Intensitas gaya internal pada suatu titik atau komponen gaya bekerja pada suatu bidang
melalui suatu titik
1.      Compressive strength: kekuatan tekan maksimum dimana bahan dapat bertahan tanpa
mengalami kerusakan
2.       ELastic limit : tegangan / kekuatan dimana bahan dapat bertahan tanpa mengalami regangan
permanen saat tegangan dilepas
3.       Modulus elastic : ratio tegangan dengan regangan dibawah proporsional.

2.      Strain
Deformasi, bila suatu bahan padat dikenakan beban stress, maka satu atau lebih dimensinya
akan berubah perubahan dimensi ini yang disebut dengan deformasi. Strain adalah perubahan
dimensi relatif terhadap dimensi awal, satuan strain merupakan perbandingan antara dua dimensi
panjang, kerenanya tidak memiliki satuan.poison ratio adalah perbandingan antara lateral strain
dengan axial strain.
Produk pangan atau produk antara dalam proses pengolahan memiliki bentuk dan tekstur
yang bermacam-macam. Ada produk pangan yang berbentuk cair, padat, semi padat, dan ada
juga yang memiliki sifat elasitis dan kental. Produk pangan yang berbeda-beda tekstur tersebut
memiliki respon yang berbeda apabila dikenakan gaya. Suatu jenis produk pangan dapat berubah
sifat reologinya setelah diolah kembali. Dengan perubahan sifat tersebut maka pengukuran mutu
teksturpun akan berbeda. Parameter penting mutu pada produk pangan diantaranya kekenyalan,
kelengketan, dan elastisitas.
Perubahan bentuk (deformasi) suatu benda padat, semi padat, plastic, atau cair dapat terjadi
apabila ada gaya yang mengenainya. Gaya yang diberikan dapat berupa gaya
tekan (compression), gaya tarik (tensile), atau gaya geser (shearing). Gaya tekan dapat
menyebabkan ukuran benda tersebut menjadi lebih menyusut, gaya tarik dapat menyebabkan
ukuran benda lebih panjang, sedangkan gaya geser menyebabkan benda bergerak atau bergeser
dari posisinya semula sehingga memiliki sifat mengalir dan memiliki bentuk yang berberda dari
bentuk aslinya.  Setiap produk pangan akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap
gaya-gaya tersebut. Dengan kata lain, produk pangan mempunyai sifat reologi yang spesifik,
sehingga analisis sifat reologi ini sering dilakukan untuk mengkarakterisai produk pangan
ataupun produk antaranya di dalam tahap proses pengolahannya.
Suatu benda pada prinsipnya dapat berprilaku dalam tiga cara dalam merespon gaya yang
mengenainya, yaitu dapat bersifat elastik, plastik, atau mengalir. Hal ini diikuti dengan tiga
parameter reologi yang banyak digunakan yaitu elastisitas, plastisitas, dan fluditas. Ketiga
parameter reologi tersebut banyak dipakai sebagai dasar untuk memahami reologi benda padat
atau semi padat beserta teknik pengukurannya.

1.      Perilaku Elastis
Perilaku elastis suatu benda dapat dihitung dari beberapa atau seberapa bersar perubahan
panjang yang terjadi setalah gaya diberikan. Perilaku elastis terjadi apabila tekanan (stress) pada
suatu benda berbanding lurus dengan strain. Tekanan adalah gaya yang diberikan (F) per satuan
luas (A), sedangkan strain adalah akibat yang ditimbulkan dari stress, dan dinyatakan sebagai
perubahan panjang (∆L) per satuan panjang awal (L). ekspresi hubungan keduanya dikenal
dengan elastisitas modulus atau modulus Young (E).
Persamaan tersebut hanya dapat diterapkan jika benda berada di bawah tekanan. Apabila
gaya yang diberikan adalah dalam bentuk gesekan atau hidrostatik maka koefisien yang
digunakan adalah modulus shear (G) dan modulus curah atau bulk (K).
2.      Perilaku Pelastik
Benda yang  bersifat plastik akan mengalami perubahan bentuk yang kontinu apabila
dikenakan gaya. Walaupun dapat kembali ke bentuk semula tetapi bentuk benda tersebut tidak
dapat kembali kebentuk yang sesempurna sebagaimana benda elastis. Perilaku plastik ideal dapat
dijelaskan dengan membayangkan suatu benda diletakkan di atas permukaan yang rata. Apabila
gaya mengenainya, maka benda tersebut tidak akan bergerak hingga suatu tingkat stress tertentu
tercapai atau sering disebut dengan yield stress. Setelah yield stress ini tercapai, maka aliran atau
gerakan benda tersebut akan berlangsung seterusnya.
3.      Perilaku Mengalir
Perilaku sifat mengalir (fluditas) yang ideal terjadi dalam benda yang mengalir, dimana
perubahan bentuk (daya alir) berbanding lurus dengan gaya yang diberikan. Sifat mengalir ini
biasanya tidak dimiliki oleh benda yang berbentuk padat.
4.      Sifat Makanan Padat
Benda yang bersifat padat ideal (solid) tidak mengalami perubahan bentuk apabila
diberikan gaya. Benda yang bersifat padat ideal biasa disebut Hooke Solid. Produk pangan pada
umumnya tidak menunjukkan sifat padat ideal. Karena seringkali mengalami perubahan bentuk
oleh adanya gaya. Namun dibandingkan dengan produk yang  bersifat elastis, perubahan bentuk
produk yang bersifat padat kecil. Yang terjadi adalah produk tersebut akan mengalami patah,
rapuh atau hancur bila ada yang menanganinya atau mengenainya melebihi batas daya tahannya.
Tetapi apabila gaya tekan tersebut masih di bawah batas daya tahannya maka produk tersebut
tidak mengalami perubahan bentuk sama sekali.
5.      Sifat Makanan Viskoelastik
Produk pangan dan produk antaranya dalam pengolahan mempunyai sifat sebagai
kombinasi dari bahan elastik dan kental. Bahan seperti ini disebut bahan viskoelastik. Benda
yang mempunyai sifat viskoelastik dapat mengalami perubahan bentuk (deformasi) yang bersifat
mengalir bila dikenakan gaya. Uji reologi adonan dapat diukur dengan viscograph (terutama
untuk mengetahui karakteristik tepungnya).
6.      Parameter Reologi
a.       Kekerasan
Kekerasan adalah sifat produk pangan yang menunjukkan daya tahan untuk pecah akibat
gaya tekan yang diberikan. Sifat derajat mudah patah dari suatu benda dapat dinyatakan sebagai
nilai kekerasan (hardness) yang dapat diukur dengan alat instron. Dalam cara mengukur
kekerasa, gaya tekan akan memecahkan produk padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya
tanpa didahului perubahan bentuk. Caranya adalah benda tersebut ditekan hingga pecah dan
besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat ini disebut niali kekerasan.
b.      Kekenyalan
Sifat kekenyalan adalh sifat relogi yang menggambarkan daya  tahan produk untuk lepas
atau pecah oleh adanya gaya tekan. Bedanya kekerasan untuk menyatakan sifat benda atau
produk pangan padat yang tidak bersifat deformasi, sedangkan sifat kenyal adalah sifat reologi
pada produk pangan elastis yang bersifat deformasi. Sebagaimana dalam pengukuran kekerasan,
gaya yang diberikan untuk mengukur kekenyalan adalah gaya tekan. Pada pengukuran
kekenyalan, gaya yang diberikan mula-mula menyebabkan perubahan bentuk produk, baru
kemudian memecahkan produk setelah gaya yang diberika melewati daya tahannya.
c.       Elastisitas
Elastisitas adalah sifat reologi yang menggambarkan daya tahan untuk putus akibat gaya
tarik.
d.      Kelengketan
Sifat lengket adalah sifat reologi yang menggambarkan sifat perubahan bentuk benda yang
dipengaruhi oleh gaya kohesi dan adhesi.
e.       Kerapuhan
Kerapuhan menunjukkan seberapa kuat produk menahan gaya tekan. Kerapuhan biasanya
berkolerasi erat dengan nilai kekerasan, dimana pada umumnya produk yang rapuh memiliki
nilai kekerasan yang rendah.

2.4.3 Bahan dan Alat


2.4.3.1 Bahan
1.      Sawo
2.      Tomat merah
3.      Terong pirus
2.4.3.2 Alat
1.       Calibration mass
2.      Mistar
3.      Papan
4.      Jangka sorong
2.4.4 Metoda
C.1 Menentukan hubungan antara gaya dan deformasi
1.      Ukur tinggi dan diameter sawo tanpa beban masing-masing produk 3 sampel
2.      Tempatkan beban di atas sawo
3.      Ukurlah beberapa deformasi yang terjadi pada sawo dengan mengukur diameter dan tinggi sawo
selama diberi beban serta perhatikan skala pada mistar
4.      Tambahkan beban dan ulangi prosedur diatas
5.      Catat hasil pengamatan pada tabel
6.      Lakukan hal yang sama pada tomat merah dan terong pirus
C.2 Menentukan hubungan gaya terhadap waktu
1.      Setelah dilakukan perlakuan terhadap produk, maka bahan disimpan pada suhu pendingin dan
suhu ruangan
2.      Sampel masing-masing bahan 2 buah di suhu pendingin dan satu disuhu ruangan
3.      Amati perubahan yang terjadi pada prooduk pertanian akibat diberi gaya dan terjadinya
deformasi selama 3 datau 4 hari.

2.4.5 Hasil dan Pembahasan


2.4.5.1 Hasil
Tabel 10. Data Poisson Ratio Sawo
poison
Produk beban (gr) X0 X1 L0 L1 ratio
100 5.04 5.12 6 5.7 0.32
Sawo 1  200 5.04 5.125 6 5.5 0.204
500 5.04 5.2 6 5.3 0.64
Sawo 2 100 4.8 4.835 6 5.7 0.14
200 4.8 4.84 6 5.2 0.06
500 4.8 4.9 6 5.1 0.14
Sawo 3 100 5.42 5.515 5.5 5.4 0.99
200 5.42 5.525 5.5 5.3 0.253
500 5.42 5.535 5.5 5 0.231
100 0.483
 Rata-rata 200 0.172
500 0.337

Tabel 11. Data Poisson Ratio Tomat
poison
Produk beban (gr) X0 X1 L0 L1
ratio
100 4.515 4.545 5.9 5.8 0.118
Tomat 1  200 4.515 4.6 5.9 5.5 0.206
500 4.515 4.645 5.9 5.1 0.177
100 4.315 4.335 5.5 5.4 0.275
Tomat 2  200 4.315 4.34 5.5 5.3 0.165
500 4.315 4.4 5.5 5 0.209
100 4.135 4.14 5.9 5.8 0.059
 Tomat 3 200 4.135 4.2 5.9 5.4 0.188
500 4.135 4.245 5.9 5.2 0.219
0.15
Rata-rata  0.166
0.201

Tabel 12. Poison RatioTerong Pirus
Poison
Produk beban (gr) X0 X1 L0 L1 Ratio
terong
pirus 1 100 3.735 3.74 6.7 6.65 0.067
200 3.735 3.745 6.7 6.4 0.067
500 3.735 3.825 6.7 6.2 0.321
terong
pirus 2 100 3.91 3.91 5.6 5.6 0
200 3.91 3.925 5.6 5.6 0.017
500 3.91 3.94 5.6 5.2 0.112
terong
pirus 3 100 4.21 4.215 6.2 6.2 0.0062
200 4.21 4.235 6.2 6.1 0.372
500 4.21 4.31 6.2 5.8 0.356
rata-rata 0.024
0.152
0.263

 
2.4.5.2 Pembahasan
Praktikum kali ini adalah membahas tentang sifat rheologi produk pertaniandengan
menggunakan bahan sebagai berikut: sawo, tomat merah, dan terong pirus. Kajian dalam
deformasi kali ini yang harus diperhatikan adalah mengenai seberapa maksimum ketahan suatu
bahan atau produk pertanian saat diberi beban yang bervariasi yaitu 100 gr, 200 gr, 500 gr.
Sehingga dapat kita ketahui apa saja yang mempengarui produk pertanian seperti bagaimana
pengaruh gaya terhadap produk pertanian dan bagaimana pengaruh gaya tersebut terhadap
waktu, namun untuk praktikum kali ini yang akan dibahas adalah pengaruh gaya terhadap
deformasi produk pertanian.
Sifat rheologi menentukan hubungan antara gaya dan deformasi, gaya yang diberikan pada
produk pertanian menyebabkan peroduk tersebut berubah bentuk yaitu pertambahan panjang dan
penurunan tinggi produk pertanian.
Deformasi dipengaruhi oleh gaya, waktu dan suhu dimana pengaruh gaya terhadap deformasi
adalah semakin besar gaya yang diberikan terhadap produk pertanian maka deformasi akan
semakin jelas terlihat, yaitu petambahan panjang diameter bahan dan berkurangnya tinggi bahan
saat di beri beban secara bertahap, pada setiap bahan yang diberikan beban didapati hasil yang
berbeda-beda karena barbagai faktor yang mempengaruhi seperti tingkat kematangan buah yang
berbeda, ada bahan yang masih keras karena masih muda sehingga cendrung keras bahkan terong
pirus saat diberi beban 100 gr pada produk terong pirus tidak mengalami deformasi, posisi beban
yang tidak tepat di tengah, pembacaan dalam pengukuran yang kurang tepat karena adanya
pemadan listrik secara bergilir pada saat praktikum.
Dari praktikum yang telah dilaksanakan terlihat jelas ada hubungan antara gaya dan
deformasi dengan perubahan secara linear, yaitu semakin besar gaya yang diberikan maka
tingkat deformasi yang akan di alami oleh bahan juga akan semakin tinggi meskipun tingkat
kematangan juga akan sangat berpengaruh. Namun untuk perbandingan antara panjang dari
tinggi dan diameternya berbanding terbalik, yaitu semakin besar beban yang di berikan maka
tinggi dari bahan akan mengalanmi penurunan, sebaliknya saat behan di beri beban yg semakin
besar maka bahan akan mengalami penambahan ukuran diameternya. Sehingga diameter awal
dan tinggi awal mengalami perubahan setelah diberi gaya.
Pada pengukuran poison ratio sawo 1 didapat hasil sebesar 0,320 dengan beban 100 gr, pada
beban 200 gr hasilnya adalah 0,204 sedangkan pada beban 500 gr poison rationya adalah 0,640.
Dari hasil pengukuran, poison ratio sawo 1 dengan beban 500 gr poison rationya lebih besar
dibanding poison ratio beban 100 gr dan 200 gr. Poison ratio dengan beban 200 gr lebih kecil
dibanding poison ratio 100 gr hal ini disebabkan karena tingkat kematangan buah yang melewati
batas sehingga buah sudah lembek apalagi sawo yang bertekstur lunak, jadi deformasi yang
terjadi menjadi tidak beraturan.
Pengukuran poison ratio sawo 2 didapatkan hasil dengan beban 100 gr, 200 gr, 500 gr,
berturut-turut adalah 0,140, 0,060, 0,140. Sedangkan pada sawo 3 poison rationya dengan beban
100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut adalah 0,990, 0,253, dan  0,231. Sehingga rata-rata poison
ratio sawo dengan beban 100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut adalah 0,483, 0,172, dan 0,337.
Poison ratio dengan beban 100 gr lebih besar karena sawo memiliki perbedaan tinggi dan
diameter setelah diberi beban, dimana nilai tinggi awalnya lebih besar dibanding L1.
Pengukuran pada tomat merah, pada tomat merah 1 hasil dengan beban 100 gr, 200 gr, 500
gr, berturut-turut adalah 0,118, 0,206, dan 0,177. Pada tomat merah 2 didapat hasil dengan beban
100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut adalah 0,275, 0,165 dan 0,209. Sedangkan perhitungan pada
tomat merah ke-3 didapatkan hasil dengan beban 100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut adalah
0,059 gr, 0,188 dan 0,219. Pada produk pertanian tomat merah rata-rata perhitungan poison
rationya dengan beban 100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut adalah 0,150, 0.160 dan 0,201. Hal
ini disebabkan oleh deformasi pada tinggi dan diameter yang tidak seirama atau tidak beraturan
sehingga didapat hasil dari poison ratio yang berbeda-beda atau tidak linear.
Pengukuran pada terong pirus, pada terong pirus 1 didapat hasil dengan beban 100 gr, 200 gr,
500 gr, berturut-turut adalah 0,067, 0,067 dan 0,321. Pada terong pirus 2 didapat hasil saat beban
100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut adalah 0, 0,017, dan 0,112 dan pada terong pirus yang ke-3
didapat hasil saat beban 100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut adalah 0,062, 0,372 dan 0,356.
Sehingga rata-rata dari terong pirus didapat hasil saat beban 100 gr, 200 gr, 500 gr, berturut-turut
adalah 0,024, 0,152, dan 0,263. Hasil pengukuran terong pirus rata-ratanya menunjukan bahwa
poison ratio pada saat beban 500 gr lebih besar nilainya dibanding 100 gr, dan 200 gr.
Perbedaan nilai poison ratio ini dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran panjang dan
diameter masing-masing komoditi, tingkat kematangan dan kekerasan fisik dari bahan juga akan
sangat mempengaruhi besar kecilnya deformasi yang akan terjadi. Selain tingkat kematangan dan
kekerasan fisik dari bahan, bentuk granular dari bahan juga berpengaruh terhadap perbedaan
yang terjadi.
Grafik poison ratio cenderung tidak linear terutama pada poison ratio sawo. Grafik poison
ratio pada sawo cenderung tidak beraturan karena pada beban 100 gr sawo memiliki tinggi yang
bernilai besar  sehingga poison rationya tinggi, pada beban 500 gr tingginya sangat berkurang
sedangkan diameternya bertambah besar sehingga poison rationya tinggi juga, sedangkan pada
beban 200 gr, tingginya berkurang seiring dengan pertambahan diameternya, sehingga nilainya
berada ditengah antara poison ratio beban 100 gr dan poison ratio denagn beban 500 gr,
begitupun dengan poison ratio sawo 2 dan poison ratio sawo 3.
Grafik poison ratio tomat merah cenderung linear yaitu saat beban ditambah maka poison
rationya juga bertambah, begitupun dengan grafik poison ratio pada terong pirus yaitu
berbanding lurus atau linear, poison ratio akan bertambah seiring pertambahan beban.
Alat yang paling umum digunakan pada aplikasi sifat rheologi pertanian salah satunya rice
meeling unit dimana menggunakan kajian kekuatan tahanan beras sebagai acuan pemberian daya
boleh pada gabah.Dengan diketahuinya poison ration maksimum besar adalah 85,79 (modulus
young) N/mm2,dengan tegangan ketika bahan patah sebesar 16,46 N/m2 dengan beban puncak
25032 N persatuan kubik menjadikan acuan dalam desain alat agar tidak melebihi daya.Oleh ini
agar didapatkan hasil pengolahan beras yang baik.

2.4.6 Kesimpulan dan Saran


2.4.6.1 Kesimpulan
Deformasi terjadi dengan adanya gaya yang menyebebkan produk pertanian mengalami
tekanan yang akhirnya merubah bentuk bahan pertanian tersebut, deformasi dipengaruhi oleh
waktu, gaya, dan suhu diman semakin besar suhu dan semakin lama waktunya maka deformasi
juga akan semakin besar.
Besarnya gaya yang diberikan cenderung berbanding lurus ( linear ) dengan deformasi yang
dialami oleh bahan, yaitu semakin besar gaya yang diberikan maka tingkat deformasi yang di
alami bahan juga akan semakin tinggi.
Grafik dari poison ratio produk pertanian cenderung linear kecuali produk sawo, karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi seperti tingkat kematangan dan tingkat kekerasan produk
pertanian.
Dari praktikum yang telah dilaksanakan terlihat jelas ada hubungan antara gaya dan
deformasi dengan perubahan secara linear, yaitu semakin besar gaya yang diberikan maka
tingkat deformasi yang akan di alami oleh bahan juga akan semkin tinggi meskipun tingkat
kematangan juga akan sangat berpengaruh. Namun untuk perbandingan antara panjang dari
tinggi dan diameternya berbanding terbalik, yaitu semakin besar beban yang di berikan maka
tinggi dari bahan akan mengalanmi penurunan, sebaliknya saat behan di beri beban yg semakin
besar maka bahan akan mengalami penambahan ukuran diameternya. Sehingga diameter awal
dan tinggi awal mengalami perubahan setelah diberi gaya.
2.4.6.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diharapkan untun pkraktikum selanjutnya
dapat menyimak dengan baik, mengingat banyak sekali data pada praktikum kali ini, sebaiknya
sebelum praktikum praktikan sudah menguasai materi yang akan dipraktikumkan, sehingga
praktikum dapat berjalan dengan baik.
Rumus dasar untuk dinamika vibrating feeder adalah sebagai berikut:

Frekuensi natural (Natural Frequency):

Frekuensi natural adalah frekuensi resonansi sistem vibrating feeder, yang tergantung pada kekakuan
pegas dan massa yang terlibat dalam sistem. Rumus umum untuk frekuensi natural adalah:

f = 1 / (2π) * √(k / m)

Di mana:

f = Frekuensi natural (Hz)

k = Kekakuan pegas (N/m)

m = Massa efektif (kg)

Percepatan (Acceleration):

Percepatan adalah ukuran dari tingkat perubahan kecepatan pada vibrating feeder. Percepatan terkait
dengan gaya yang diberikan pada sistem. Rumus umum untuk percepatan adalah:

a=F/m

Di mana:

a = Percepatan (m/s²)

F = Gaya yang diberikan (N)

m = Massa efektif (kg)

Amplitudo (Amplitude):

Amplitudo merupakan ukuran besar getaran pada vibrating feeder. Amplitudo tergantung pada
kekuatan dan frekuensi getaran yang dihasilkan oleh sistem. Rumus umum untuk amplitudo adalah:

A = A0 * sin(2πft)

Di mana:

A = Amplitudo (m)

A0 = Amplitudo maksimum (m)

f = Frekuensi getaran (Hz)

t = Waktu (s)

Rumus-rumus ini memberikan dasar untuk memahami dinamika vibrating feeder. Namun, perlu dicatat
bahwa faktor-faktor seperti kekakuan pegas, massa, dan gaya yang diberikan dapat bervariasi
tergantung pada desain dan konfigurasi spesifik dari vibrating feeder yang digunakan. Oleh karena itu,
dalam praktiknya, rumus-rumus ini dapat dimodifikasi atau disesuaikan sesuai dengan kondisi dan
parameter yang ditemukan dalam aplikasi yang sebenarnya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju aliran pada vibratory feeder adalah sebagai berikut:

Amplitudo dan Frekuensi Getaran: Amplitudo dan frekuensi getaran yang diterapkan pada vibratory
feeder dapat mempengaruhi laju aliran material. Amplitudo yang lebih tinggi dan frekuensi yang lebih
tinggi dapat meningkatkan laju aliran.

Sudut Kemiringan: Sudut kemiringan dari vibratory feeder juga dapat mempengaruhi laju aliran. Jika
sudut kemiringan terlalu curam atau terlalu datar, dapat mempengaruhi aliran material dengan baik.
Sudut yang tepat dapat memastikan aliran yang lancar.

Karakteristik Material: Sifat-sifat material seperti ukuran partikel, kepadatan, kelembaban, dan sifat
alirnya dapat mempengaruhi laju aliran pada vibratory feeder. Material dengan ukuran partikel yang
lebih besar atau tekstur yang kasar mungkin memiliki laju aliran yang lebih lambat daripada material
dengan ukuran partikel yang lebih kecil atau tekstur yang lebih halus.

Kecepatan Feeder: Kecepatan gerakan vibratory feeder juga dapat mempengaruhi laju aliran material.
Kecepatan yang lebih tinggi dapat meningkatkan laju aliran, sedangkan kecepatan yang lebih rendah
dapat mengurangi laju aliran.

Desain Feeder: Desain vibratory feeder, termasuk ukuran tray, bentuk tray, dan konfigurasi tray, dapat
mempengaruhi laju aliran material. Desain yang sesuai dan efisien dapat memastikan aliran material
yang baik.

Penting untuk memahami bahwa faktor-faktor di atas dapat saling berinteraksi dan hasilnya dapat
bervariasi tergantung pada kondisi dan parameter spesifik dari vibratory feeder yang digunakan. Oleh
karena itu, pengaturan yang tepat dan penyesuaian parameter dapat diperlukan untuk mencapai laju
aliran yang diinginkan.

Rumus umum untuk mencari amplitudo getaran pada horizontal vibratory feeder tidak dapat diberikan
secara langsung, karena amplitudo getaran pada vibratory feeder dapat bervariasi tergantung pada
beberapa faktor, termasuk desain feeder, karakteristik material, dan parameter pengoperasian.

Namun, ada beberapa metode umum yang dapat digunakan untuk mengatur atau mengukur amplitudo
getaran pada vibratory feeder:

Menggunakan Pengaturan Pegas: Vibratory feeder biasanya dilengkapi dengan pegas untuk mengatur
amplitudo getaran. Dengan mengatur atau mengganti kekakuan pegas, Anda dapat mengubah
amplitudo getaran secara keseluruhan.

Menggunakan Pengaturan Elektronik: Beberapa vibratory feeder dilengkapi dengan kontrol elektronik
yang memungkinkan pengaturan amplitudo getaran melalui pengaturan frekuensi atau tegangan
getaran.

Pengukuran secara Langsung: Anda juga dapat mengukur amplitudo getaran pada vibratory feeder
menggunakan alat pengukur getaran seperti akselerometer atau vibrometer. Ini memungkinkan Anda
untuk memperoleh data langsung tentang amplitudo getaran yang dihasilkan oleh feeder.
Dalam praktiknya, proses pengaturan amplitudo getaran pada vibratory feeder melibatkan percobaan
dan penyesuaian berulang untuk mencapai amplitudo yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi. Hal ini
bergantung pada sifat material yang diumpankan, ukuran feeder, sudut kemiringan, dan preferensi
pengguna. Penting untuk merujuk pada manual pengguna atau petunjuk operasi dari produsen vibratory
feeder yang digunakan untuk petunjuk yang lebih spesifik.

Gaya yang terjadi pada penyangga plat stainless pada vibratory feeder terkait dengan getaran yang
dihasilkan oleh feeder. Beberapa gaya yang dapat terjadi adalah:

Gaya Sentrifugal: Gaya sentrifugal timbul karena adanya gaya inersia yang terjadi ketika penyangga plat
stainless bergerak bolak-balik akibat getaran. Gaya sentrifugal ini cenderung mendorong penyangga plat
ke arah luar dari pusat getaran.

Gaya Gesekan: Gaya gesekan terjadi antara penyangga plat stainless dengan material yang diumpankan.
Gaya ini dapat berupa gaya gesekan statis ketika material pertama kali bergerak atau gaya gesekan
dinamis ketika material terus bergerak di atas penyangga plat. Gaya gesekan ini berkontribusi pada
pemindahan material pada vibrating feeder.

Gaya Tegangan: Gaya tegangan terjadi pada penyangga plat stainless akibat gaya gesekan yang
dihasilkan oleh material. Gaya tegangan ini dapat mempengaruhi kekuatan dan stabilitas penyangga
plat, sehingga harus diperhatikan dalam desain dan pemilihan material penyangga plat.

Gaya Reaktif: Gaya reaktif terjadi sebagai respons dari penyangga plat stainless terhadap getaran yang
dihasilkan oleh vibrating feeder. Gaya ini bisa berupa gaya tarik, gaya dorong, atau kombinasi dari
keduanya, tergantung pada karakteristik getaran dan desain penyangga plat.

Penting untuk memperhatikan dan memperhitungkan gaya-gaya ini dalam desain dan pemilihan
penyangga plat stainless pada vibratory feeder. Penyangga plat harus cukup kuat dan stabil untuk
menahan gaya-gaya tersebut dan memastikan kinerja yang baik dari vibrating feeder.

Untuk menghitung gaya tegang, gaya gesek, dan gaya reaktif pada penyangga plat stainless steel 304
pada vibratory feeder, kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti gaya inersia, gaya
gesekan, dan karakteristik getaran pada feeder tersebut. Akan sulit memberikan perhitungan yang
spesifik tanpa informasi yang lebih rinci tentang desain dan parameter operasi feeder tersebut.

Namun, berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:


Gaya Tegang (Tensile Force):

Gaya tegang yang bekerja pada penyangga plat stainless steel 304 dapat dihitung dengan menggunakan
rumus tegangan seperti yang dijelaskan sebelumnya:

σ=E*ε

di mana σ adalah gaya tegang, E adalah modulus Young stainless steel 304 (sekitar 193-200 GPa), dan ε
adalah regangan yang terjadi pada penyangga plat.

Gaya Gesek (Friction Force):

Gaya gesek yang terjadi antara material yang diumpankan dan penyangga plat stainless steel 304 dapat
dihitung dengan mempertimbangkan koefisien gesek (μ) antara kedua permukaan dan gaya normal (N)
yang diberikan oleh material tersebut. Rumus gaya gesek adalah:

Fgesek = μ * N

Gaya Reaktif (Reactive Force):

Gaya reaktif pada penyangga plat akan tergantung pada karakteristik getaran pada vibratory feeder.
Gaya reaktif dapat berupa gaya tarik, gaya dorong, atau kombinasi keduanya. Untuk menghitungnya,
perlu mempertimbangkan faktor-faktor seperti amplitudo getaran, frekuensi, dan desain feeder secara
keseluruhan.

Penting untuk melakukan analisis yang lebih rinci berdasarkan parameter spesifik dari vibratory feeder
yang digunakan, seperti amplitudo, frekuensi, sudut kemiringan, dan karakteristik material yang
diumpankan. Perhitungan ini dapat melibatkan simulasi atau analisis numerik yang lebih kompleks.
Sebaiknya, konsultasikan dengan ahli atau insinyur yang berpengalaman dalam desain dan analisis
vibratory feeder untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan tepat.

Untuk menghitung gaya tegang dan gaya reaktif yang dialami oleh 4 plat stainless steel 304 pada
vibratory feeder, kita dapat menggunakan persamaan-persamaan berikut:

Gaya Tegang (Tensile Force):

Gaya tegang pada penyangga plat dapat dihitung dengan menggunakan rumus tegangan sebagai
berikut:

σ=F/A

di mana σ adalah gaya tegang, F adalah gaya yang bekerja pada penyangga plat (dalam hal ini 10,93 N),
dan A adalah luas penampang melintang penyangga plat.
Luas penampang melintang penyangga plat dapat dihitung sebagai:

A = panjang * lebar

A = 10 cm * 2 cm = 20 cm^2 = 0,002 m^2

Jadi, gaya tegang pada penyangga plat adalah:

σ = 10,93 N / 0,002 m^2 = 5465 N/m^2 atau 5,465 kPa

Gaya Reaktif (Reactive Force):

Gaya reaktif pada penyangga plat tergantung pada sudut kemiringan penyangga plat. Jika penyangga
plat memiliki sudut kemiringan sebesar 50 derajat, maka gaya reaktif dapat dihitung sebagai:

Freaktif = F * sin(θ)

di mana Freaktif adalah gaya reaktif, F adalah gaya yang bekerja pada penyangga plat (dalam hal ini
10,93 N), dan θ adalah sudut kemiringan (50 derajat).

Jadi, gaya reaktif pada penyangga plat adalah:

Freaktif = 10,93 N * sin(50°) = 8,42 N

Harap dicatat bahwa perhitungan ini didasarkan pada asumsi geometri dan sifat material yang tetap.
Dalam aplikasi nyata, faktor-faktor seperti sifat elastis dan karakteristik getaran dapat mempengaruhi
gaya tegang dan gaya reaktif yang dialami oleh penyangga plat. Penting untuk melakukan analisis yang
lebih rinci dan konsultasi dengan ahli atau insinyur yang berpengalaman dalam desain dan analisis
vibratory feeder untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan tepat.

Getaran pada vibratory feeder memiliki beberapa efek yang mempengaruhi aliran material granular.
Berikut ini adalah beberapa efek yang umumnya terjadi:

Mengurangi gaya gesek: Getaran pada vibratory feeder dapat mengurangi gaya gesek antara material
granular dan permukaan kontak. Hal ini memungkinkan material untuk lebih mudah mengalir melalui
saluran atau tray feeder.

Meningkatkan mobilitas: Getaran dapat meningkatkan mobilitas partikel-partikel material granular,


membuat mereka lebih mudah bergerak satu sama lain. Ini memungkinkan aliran material yang lebih
lancar dan cepat.
Meningkatkan aliran fluidisasi: Getaran dapat membantu meningkatkan aliran fluidisasi material
granular. Aliran fluidisasi terjadi ketika material granular berperilaku seperti fluida dengan adanya udara
atau gas di antara partikel-partikelnya. Getaran membantu menjaga material dalam keadaan fluidisasi
yang optimal, meningkatkan aliran material.

Mencegah tumpukan dan penyumbatan: Getaran dapat membantu mencegah terjadinya tumpukan dan
penyumbatan material granular. Getaran yang tepat pada vibratory feeder membantu menjaga material
tetap bergerak dan mencegah material yang lengket atau menggumpal menumpuk atau menyumbat
saluran.

Mengoptimalkan distribusi dan aliran: Getaran pada vibratory feeder membantu dalam
mendistribusikan material granular secara merata dan mengoptimalkan aliran material. Hal ini penting
untuk memastikan bahwa material terdistribusi dengan baik dan mengalir secara konsisten dalam
sistem aliran.

Perlu diingat bahwa efek getaran pada vibratory feeder dapat bervariasi tergantung pada parameter
getaran seperti amplitudo, frekuensi, dan sudut kemiringan. Pengaturan yang tepat dari parameter ini
penting untuk mencapai aliran material yang diinginkan.

Untuk menghitung amplitudo dari data RMS (Root Mean Square) dan puncak (peak) serta displacement
(perpindahan), kita perlu memahami hubungan antara mereka.

1. RMS (Root Mean Square): RMS adalah ukuran dari nilai rata-rata kuadrat dari suatu sinyal.
Dalam konteks getaran, RMS dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kekuatan atau amplitudo
rata-rata dari sinyal getaran.

2. Puncak (Peak): Puncak adalah nilai maksimum yang tercapai oleh sinyal getaran. Ini
mencerminkan nilai puncak amplitudo dari sinyal getaran.

3. Displacement (Perpindahan): Displacement mengacu pada jarak maksimum yang ditempuh oleh
suatu titik dalam sinyal getaran dari posisi keseimbangannya. Ini menggambarkan sejauh mana titik
bergerak dari posisi pusatnya.

Untuk menghitung amplitudo, kita dapat menggunakan rumus berikut:

Amplitudo = RMS / √2 = Puncak / 2 = Displacement

Perlu dicatat bahwa ini hanya berlaku jika sinyal getaran berbentuk gelombang sinusoidal murni. Jika
sinyal memiliki bentuk atau karakteristik lainnya, rumus ini mungkin tidak berlaku.

Dengan menggunakan data RMS, peak, atau displacement yang Anda miliki, Anda dapat menghitung
amplitudo dengan menggantikan nilai yang sesuai ke dalam rumus di atas. Pastikan untuk menggunakan
satuan yang konsisten (misalnya, meter, milimeter, dll.) dalam perhitungan Anda.

Fungsi debit material dalam penimbangan di vibratory feeder adalah untuk mengukur dan
mengendalikan laju aliran material yang masuk ke dalam sistem. Debit material merujuk pada jumlah
material yang melewati vibratory feeder dalam satu unit waktu, biasanya diukur dalam satuan massa
per satuan waktu seperti kilogram per detik (kg/s) atau ton per jam (t/h).
Tujuan utama dari mengukur debit material adalah untuk mencapai ketepatan penimbangan atau dosis
yang diinginkan. Dengan mengontrol debit material, Anda dapat memastikan bahwa jumlah material
yang masuk ke dalam proses adalah sesuai dengan yang direncanakan. Ini sangat penting dalam aplikasi
seperti pengisian kemasan, pencampuran bahan, atau proses produksi di mana akurasi dosis material
sangat krusial.

Untuk mengukur debit material, Anda dapat menggunakan berbagai metode seperti sensor aliran, load
cell, atau perhitungan volumetrik berdasarkan kecepatan aliran dan dimensi saluran atau pipa. Sensor
aliran, seperti flowmeter, dapat memberikan pengukuran langsung debit material. Load cell dapat
digunakan untuk mengukur perubahan berat pada hopper atau conveyor untuk mengestimasi debit
material. Metode perhitungan volumetrik menggunakan kecepatan aliran dan dimensi saluran atau pipa
untuk menghitung debit material secara matematis.

Dalam pengaturan vibratory feeder, penting untuk mengontrol dan memonitor debit material secara
akurat agar proses penimbangan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan sensor dan sistem kontrol yang tepat ke
dalam sistem vibratory feeder untuk mengukur dan mengatur debit material secara real-time.

Untuk menghitung laju aliran massa granular (ṁ), Anda perlu mengetahui massa jenis material (ρ) dan
laju aliran volumetrik (Q). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

ṁ=ρ*Q

Di mana:

ṁ = Laju aliran massa granular (dalam kg/s)

ρ = Massa jenis material granular (dalam kg/m³)

Q = Laju aliran volumetrik (dalam m³/s)

Untuk mendapatkan nilai Q, Anda dapat menggunakan berbagai metode pengukuran, seperti
pengukuran aliran menggunakan perangkat flowmeter, pengukuran kecepatan aliran pada saluran atau
pipa, atau menggunakan prinsip dasar geometri dan waktu untuk menghitung volume yang melewati
suatu area dalam satu satuan waktu.

Jika Anda memiliki data laju aliran volumetrik (Q) dalam satuan yang berbeda, pastikan untuk
mengonversinya ke satuan yang konsisten sebelum melakukan perhitungan.

Untuk mencari amplitudo getaran paksa pada vibratory feeder berdasarkan data rms, peak,
displacement, velocity, dan acceleration, langkah-langkah yang dapat diikuti adalah sebagai berikut:
Konversikan nilai rms dan peak menjadi amplitudo getaran menggunakan rumus berikut:

Untuk rms: amplitudo = rms * 2√2

Untuk peak: amplitudo = peak / 2

Gunakan nilai displacement untuk menghitung amplitudo getaran menggunakan rumus:

amplitudo = displacement / 2

Gunakan nilai velocity dan acceleration untuk menghitung amplitudo getaran menggunakan rumus:

amplitudo = velocity / (2π * frekuensi)

amplitudo = acceleration / (2π * frekuensi)^2

Pada setiap rumus di atas, pastikan untuk mengganti frekuensi dengan nilai frekuensi aktual getaran
pada vibratory feeder.

Dengan menggunakan langkah-langkah di atas, Anda dapat menghitung amplitudo getaran paksa pada
vibratory feeder berdasarkan data yang Anda miliki. Namun, perlu diingat bahwa cara ini hanya
memberikan perkiraan amplitudo getaran dan hasilnya dapat bervariasi tergantung pada karakteristik
dan kompleksitas sistem vibratory feeder yang sebenarnya.

Berikut ini adalah beberapa macam getaran beserta contohnya:

Getaran Harmonik: Getaran dengan pola yang teratur dan berulang seperti gerakan osilasi pada pegas
atau tali yang digetarkan.

Getaran Transien: Getaran yang terjadi dalam waktu yang terbatas seperti ketika ada guncangan atau
tumbukan pada suatu objek.

Getaran Sinosoidal: Getaran yang mengikuti pola gelombang sinusoidal, seperti getaran yang dihasilkan
oleh sumber daya listrik AC pada peralatan elektronik.

Getaran Resonansi: Getaran yang terjadi ketika frekuensi eksitasi cocok dengan frekuensi alami suatu
objek, misalnya saat pukulan pada gelas yang menyebabkan bunyi bergetar.
Getaran Non-Harmonik: Getaran yang tidak memiliki pola teratur atau frekuensi tetap, seperti getaran
yang dihasilkan oleh mesin berat atau kendaraan di jalan yang tidak rata.

Getaran Periodik: Getaran yang terjadi dalam interval waktu yang teratur, seperti getaran roda pada
kendaraan yang bergerak dengan kecepatan konstan.

Getaran Damped: Getaran yang mengalami redaman atau meredup seiring berjalannya waktu, seperti
getaran pada pegas dengan gesekan udara.

Getaran Paksa: Getaran yang disebabkan oleh gaya luar yang diterapkan pada suatu objek, seperti
getaran yang dihasilkan oleh mesin penggiling atau mesin pukul.

Getaran Bebas: Getaran yang terjadi ketika objek bergetar tanpa adanya pengaruh gaya eksternal,
seperti getaran bandul yang digantungkan pada tali.

Getaran Kompleks: Getaran yang merupakan kombinasi dari beberapa gelombang harmonik yang
memiliki frekuensi dan amplitudo yang berbeda-beda, seperti getaran suara atau getaran pada sistem
mekanik yang kompleks.

Ini hanyalah beberapa contoh macam-macam getaran. Terdapat berbagai jenis dan karakteristik getaran
yang dapat diamati dalam berbagai konteks dan aplikasi.

Anda mungkin juga menyukai