Anda di halaman 1dari 20

KINETIKA DARI DISOLUSI

OBAT
Ayu Novita Trisnawati - 1111012047
Pengertian Disolusi
Disolusi adalah adalah suatu proses pelarutan
senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke
dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif
sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu
obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut
sebelum diserap ke dalam tubuh (Ansel,1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya
dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut
mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk
padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks
padat juga mengalami disintegrasi menjadi
granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus.
Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa
berlangsung secara serentak dengan melepasnya
suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut
diberikan (Ansel,1985).
Disolusi merupakan salah satu kontrol kualitas
yang dapat digunakan untuk memprediksi
bioavailabilitas, dan dalam beberapa kasus dapat
sebagai pengganti uji klinik untuk menilai
bioekivalen (bioequivalence).
Hubungan kecepatan disolusi in vitro dan
bioavailabilitasnya dirumuskan dalam bentuk
IVIVC (in vitro in vivo corelation).
Kinetika uji disolusi in vitro memberi informasi
yang sangat penting untuk meramalkan
availabilitas obat dan efek terapeutiknya secara in
vivo (Sulaiman, 2007).

Proses terjadinya disolusi
Larutan dari zat padat pada permukaan
membentuk lapisan tebal yang tetap atau film
disekitar partikel
Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari
zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat
singkat. Langka kedua, difusi lebih lambat dan
karena itu adalah langkah terakhir (Martin, A.,
et.all., 1993)

Proses terjadinya disolusi
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi,
molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula
masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan
jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan
partikel obat padat.
Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari
lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar
melewati cairan yang melarut dan berhubungan
dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi
Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan
difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat
yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan
proses absorbsi tersebut berlanjut (Martin, A., et.all.,
1993).
TEORI DISOLUSI
Di dalam pembahasan untuk memahami
mekanisme disolusi, kadang-kadang digunakan salah
satu model atau gabungan dari beberapa model antara
lain adalah:
1. Model Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)
Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan
Brunner.
Pada permukaan padat terdapat satu lapisan tipis
cairan dengan ketebalan , merupakan komponen
kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan
dengan permukaan padat.
Reaksi pada permukaan padat cair berlangsung
cepat. Begitu model solut melewati antar muka liquid
film bulk film, pencampuran secara cepat akan terjadi
dan gradien konsentrasi akan hilang.
Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh difusi
gerakan Brown dari molekul dalam liquid film.

2. Model Barrier Antar Muka (Interfacial Barrier
Model)
Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi
pada permukaan padat dan dalam hal ini terjadi
difusi sepanjang lapisan tipis cairan.
Sebagai hasilnya, tidak dianggap adanya
kesetimbangan padatan larutan, dan hal ini
harus dijadikan pegangan dalam membahas
model ini.
Proses pada antar muka padat cair sekarang
menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses
transpor.
Transpor yang relatif cepat terjadi secara difusi
melewati lapisan tipis statis (stagnant).

3. Model Dankwert (Dankwert Model)
Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi
permukaan padat terjadi melalui cara paket
makroskopik pelarut mencapai antar muka cair
karena terjadi pusaran difusi secara acak.
Paket pelarut terlihat pada permukaan padatan.
Selama berada pada antar muka, paket mampu
mengabsorpsi solut menurut hukum difusi biasa, dan
kemudian digantikan oleh paket pelarut segar.
Jika dianggap reaksi pada permukaan padat terjadi
segera, prosex pembaharuan permukaan tersebut
terkait dengan kecepatan transpor solut ataudengan
kata lain disolusi.

FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI DISOLUSI
Kecepatan disolusi suatu zat dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah:
Suhu
Semakin tinggi suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu
zat yang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga
koefisien zat tersebut.
Viskositas
Turunnya viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar
kelarutan suatu zat.
PH
pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam
maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan
lebih mudah larut jika berada pada suasana asam sedangkan
asam lemah akan lebih mudah larut jika berada pada
suasana basa.

Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat
tersebut akan semakin meningkat sehingga akan
mempercepat kelarutan suatu zat.
Polimorfisme dan Sifat Permukaan Zat
Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat
mempengaruhi kelarutan suatu zat, adanya polimorfisme
seperti struktur internal zat yang berlainan, akan
mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal
metastabil akan lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya.
Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat yang
hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar
partikel menurun sehingga zat mudah terbasahi dan lebih
mudah larut.


Faktor yang mempengaruhi
Disolusim in- vitro
1. Sifat fisika kimia obat
Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil
ukuran partikel.
Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada
permukaan solut.
Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi.
Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari
pada obat berbentuk asam maupun basa bebas.
Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya
beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki
struktur kimia yang identik.
Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara
termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini
menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi
daripada bentuk kristal (Shargel dan Yu, 1999).

Faktor yang mempengaruhi
Disolusim in- vitro
2. Faktor formulasi
Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada
sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan
obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara
medium tempat obat melarut dengan bahan obat,
ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat.
Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob
seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan
antar muka obat dengan medium disolusi.
Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk
kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium
karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks
tidak larut dengan tetrasiklin.
Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi
lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat
yang diabsorpsi (Shargel dan Yu, 1999)

Faktor yang mempengaruhi
Disolusim in- vitro
3. Faktor alat dan kondisi lingkungan
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji
disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan
pelarutan obat.
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi
kecepatan pelarutan obat, semakin cepat
pengadukan maka gerakan medium akan
semakin cepat sehingga dapat menaikkan
kecepatan pelarutan.
Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi
dari medium, serta pengambilan sampel juga
dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat
(Swarbrick dan Boyland, 1994b; Parrott, 1971).

Kecepatan Disolusi Vs Kecepatan
Absorpsi
jika kecepatan disolusi merupakan rate limiting
step maka kecepatan disolusi yang lebih cepat
menyebabkan kecepatan obat yang mencapai
plasma juga lebih cepat.
waktu absorpsi dapat digunakan untuk
menentukan korelasi antara data disolusi dan
data absorpsi.
dalam korelasi In Vivo-In Vitro, kecepatan
absorpsi diketahui dari absorpsi paling lambat
yaitu dari penelitian waktu absorpsi.
waktu absorpsi menunjukkan waktu sejumlah obat
yang kontan diabsorpsi. (Martin, A., et.all., 1993)

Obat Terdisolusi Vs % Obat
Terabsorpsi
jika obat diabsorpsi komplit setelah disolusi maka
korelasi linier dapat dicapai dengan membandingkan
% obat terabsorpsi dan % obat terdisolusi.
dalam pemiilihan metode disolusi, hal yang harus
dipertimbangkan yaitu medium disolusi yang tepat
dan menggunakan kecepatan stirer yang benar,
sehingga disolusi in vivo dapat diperkirakan.
jika obat diabsorpsi lambat dimana absorpsi
sebagairate limiting step perbedaan kecepatan
disolusi mungkin tidak diperhatikan.
dalam kasus ini obat diabsorpsi sangat lambat dan
tidak tergantung kecepatan disolusinya. (Martin, A.,
et.all., 1993)

TEKNIK MENINGKATKAN
KECEPATAN DISOLUSI
Peningkatan bioavailabilitas suatu zat aktif dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
dengan peningkatan disolusi/kelarutan zat aktif.
Terdapat bermacam-macam teknik untuk
peningkatan kelarutan.
Pemilihan tehnik yang tepat harus
mempertimbangkan banyak faktor seperti sifat
fisika-kimia bahan obat/zat aktif, stabilitas / shelf
life, kemudahan dalam
pemprosesan/penanganan, serta besarnya
kelarutan yang diinginkankan.
sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk
meningkatkan Kecepatan disolusi/kelarutan dari
suatu obat, diantaranya:
Pendekatan Pro-drug (Pro-drug approach)
Sintesis bentuk garam (Salt synthesis)
Pengecilan ukuran partikel (Particle size
reduction)
Pembentukan komplek (Complexation)
Perubahan bentuk fisik (Change in physical form)
Dispersi padat (Solid dispersions)
Pengeringan semprot (Spray dryng)
Hot-melt extrusion


Daftar Pustaka
Ansel, Howard C., 1985, Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, Jakarta : UI Press
Gennaro, A. R., et all., 1990, Remingtos
Pharmaceutical Sciensces Edisi 18
th,

Pensylvania :Marck Publishing Company,
Easton
Martin, A., et.all., 1993, Farmasi Fisika Edisi
III, Jakarta: Penerbit UI

Anda mungkin juga menyukai