Anda di halaman 1dari 80

Tatalaksana Kedaruratan Psikiatri di Puskesmas

Azimatul Karimah

10/04/2023 Modul DM Psikiatri


Definisi
• Segala bentuk gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku
yang bermakna memberikan risiko kesehatan maupun
keselamatan pada diri sendiri maupun orang lain

10/04/2023 -uci-
Penyebab
Biologi (organik) Lingkungan
- Penyakit otak
- Segala kondisi yang - Pengaruh stresor
memperngaruhi otak psikososial dan kultural

Perlukaan atau Penyakit akut


- Koping terhadap penyakit akut NAPZA
- Trauma (PTSD)
Evaluasi Kedaruratan
Evaluasi kegawatdaruratan harus meliputi:
1. Apakah pasien aman ditempatkan di ruang gawat darurat?
2. Apakah masalah merupakan organik atau fungsional atau kombinasi keduanya?
3. Apakah pasien mengalami gangguan psikotik?
4. Apakah pasien mengalami kecenderungan untuk bunuh diri atau melakukan
kekerasan terhadap lingkungan sekitarnya?
5. Bagaimana tingkat kapabilitas pasien dalam merawat diri ?

10/04/2023 -uci-
Petunjuk Dari Lingkungan
• Orang di lingkungan sekitar dapat memberi petunjuk:
• Riwayat sosial
• Kondisi kehidupan
• Ketersediaan dukungan
• Tingkat aktivitas
• Riwayat pengobatan
• Penampilan umum
• Perilaku
1. Bunuh diri

10/04/2023 -uci-
Ketika sekolah tidak
lagi menjanjikan
kenyamanan
Ketika teman menjadi
sumber rasa iri dan
sakit hati
Percobaan Bunuh diri (Suicidal attempts)
• Tindakan yang fatal yang mewakili keinginan untuk mati
• Percobaan yg dilakukan seseorang untuk mengakhiri emosi, perasaan dan pikiran
yg tak dapat ditoleransi lagi.
• Kematian bukan tujuan utama dari bunuh diri tapi berhenti/keluar dari
kehidupan  untuk mengatasi nyeri psikologik (pain) dan
menurunkan ketegangan yg tak tertahankan.
• Rentang : pikiran/ide bunuh diri – tindakan bunuh diri
• Rencana bunuh diri : hari- tahun ada juga yang seketika (impulsif)

SELF-Harm
(Parasuicidal)
10/04/2023 -uci-
Prevalensi (%) Keinginan Untuk Bunuh Diri,
RISKESDAS 2013
0.6

0.8

Laki-laki Perempuan
Prevalensi (%) keinginan untuk bunuh diri
berdasarkan kota dan desa, RISKESDAS 2013
5

0.7 0.9 0.7


1 0.6

0
Kota Desa
Laki-laki Perempuan
Prevalensi (%) keinginan untuk bunuh diri
berdasarkan kelompok umur, RISKESDAS 2013
5

3
2.1
2
1.2 1.4
0.9 0.70.9 0.8 0.8 0.9
1 0.6 0.6 0.6 0.50.7
0
15 - 24 25 - 34 35 - 44 45 - 54 55 - 64 65 - 74 75+
Laki-laki Perempuan
Prevalensi (%) keinginan untuk bunuh diri
berdasarkan tingkat pendidikan,
RISKESDAS 2013
5
4
3
2
0.7 0.9
1 0.5 0.5
0
SMP ke bawah SMA ke atas
Laki-laki Perempuan
Prevalensi (%) keinginan untuk bunuh diri
berdasarkan status pekerjaan, RISKESDAS
2013
5
4
3
2
0.8 1
1 0.5 0.6
0
tidak bekerja bekerja
Laki-laki Perempuan
Prevalensi (%) keinginan untuk bunuh diri
berdasarkan kuintil ekonomi, RISKESDAS
2013
5
4
3
2
0.8 1
1 0.6 0.7

0
kuintil 1-2 kuntil 3-5
Laki-laki Perempuan
Lima Gejala Terbanyak Penduduk Yang Mengalami
Gangguan Mental Emosional.
Sumber: Sri Idaiani, Dkk,

No. 2007 No. 2013


Gejala % Gejala %
1 Tidak mampu melalukan hal- 90.9 1 Mempunyai pikiran untuk 88
hal bermanfaat dalam hidup mengakhiri hidup
2 Mempunyai pikiran untuk 89.6 2 Tidak mampu melalukan hal- 87.5
mengakhiri hidup hal bermanfaat dalam hidup
3 Merasa tidak berharga 89.3 3 Merasa tidak berharga 85.4
4 Kehilangan minat pada 86.4 4 Kehilangan minat pada 83
berbagai hal berbagai hal
5 Pekerjaan sehari-hari 85.8 5 Pekerjaan sehari-hari terganggu 78.2
terganggu

RISKESDAS 2007 dan 2013


Prevalensi (%) gangguan kesehatan jiwa pada
anak sekolah usia 13 – 18 tahun, GSHS 2015
75
65
55 52.9
46.7
45 39.9 37.7
35
25
15
2.04 1.4 4.5 6.5
5
-5
hampir setiap hari kesepian sering khawatir keinginan bunuh
dilecehkan teman diri
Laki-laki Perempuan
World Health Organization, Regional Office for South-East Asia; 2017. Mental health status of adolescents in South-East Asia: Evidence for action.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/254982/9789290225737-
eng.pdf;jsessionid=225696766EC8D21C415C95DC8A44C3B8?sequence=1
Jumlah semua kematian di 12 lokasi : 25.769 kejadian
Proporsi bunuh diri :

Sumber: Puslitbang UKM,Badan Litbangkes, analisis registry penyebab kematian, 2012.


Biologi Psikologi
Gender (laki-laki lebih berat) Penyalahgunaan zat
Ras Gangguan depresi
Umur (elderly, 15-35 tahun) Skizofrenia
Iklim (gangguan mood musiman) Gangguan Bipolar episode depresi
Penyakit fisik kronis Gangguan Kepribadian
Genetik Korban kekerasan (abuse)

Faktor Resiko

Sosio kultural Lingkungan


Kemiskinan, stigma, diskriminasi
Agama
Sistem kesehatan (akses)
Pernikahan (Tidak menikah, janda/duda)
* tersedianya alat/bahan utk Suicide
Pekerjaan/ Pengangguran/PHK
*media (‘copycat suicide’)
Isolasi sosial
Bencana alam
10/04/2023 -uci-
Perilaku Parasuisidal
• Istilah untuk menggambarkan perilaku menyakiti diri sendiri atau perilaku
memutilasi diri sendiri (contoh : menyayat kulit) dimana orangnya tidak berharap
untuk mati
• 4% pasien RSJ, wanita : pria = 3:1
• Insiden melukai diri sendiri pada ODGJ = 50 x pupolasi
• Self-injury pada 30% pengguna NAPZA oral dan 10% pada NAPZA suntik
• Rata-rata : umur 20-an, single atau tidak menikah.
• Perlukaan halus menggunakan pisau cukup, pisau, pecahan kaca atau cermin.
• Lokasi : pergelangan tangan, lengan, paha dan kaki

-uci-
Perilaku Parasuisidal (2)
• Pasien mengaku tidak merasa kesakitan
• Alasan : marah pada diri sendiri atau orang lain, mengurangi ketegangan atau
berharap mati
• Penyalahgunaan alkohol, dan pernah mencoba bunuh diri
• Self-mutilation dipandang sebagai penghancuran terhadap diri sendiri (self-
destruction) yang terlokalisasi disertai ketidak mampuan mengendalikan
dorongan agresif
• disebabkan oleh keinginan tak sadar untuk menghukum diri sendiri atau obyek
lain

-uci-
Pasien dengan depresi + ide bunuh diri

• Tanyakan tentang ide bunuh diri


• “Apakah anda terpikir untuk bunuh diri atau sudah pernah melakukan usaha
untuk bunuh diri?
• Apakah anda ingin mati?
• Apakah anda merasa sangat buruk sehingga anda berniat untuk melukai diri
sendiri?”

8 dari 10 orang yang berusaha bunuh diri, memberikan tanda-tanda untuk


melakukan bunuh diri sebelumnya.

10/04/2023 -uci-
Tanda Dan Gejala Risiko Bunuh Diri
• Perilaku percobaan bunuh diri sebelumnya atau ide-ide untuk bunuh diri
• Anxietas, depresi dan kelelahan
• Adanya riwayat bunuh diri pada keluarga
• Makna bunuh diri untuk pasien
• Adanya ide-ide bunuh diri yang diungkapkan
• Adanya persiapan untuk bunuh diri
• Adanya krisis kehidupan, misalnya berkabung
• Rasa pesimis dan ketidakberdayaan yang pervasif

10/04/2023 -uci-
Bila bertemu pasien Bunuh diri….

1. Petugas bertugas untuk menjangkau, bersama pasien


dan memahami ide bunuh dirinya
2. Petugas harus waspada bahwa kebanyakan pasien
yang mengalami bunuh diri menderita gangguan jiwa
dan kehilangan harga dirinya
3. Pewawancara tidak boleh menghakimi dan bertanya
dengan supportif
4. Wawancara dimulai dengan cerita naratif pasien
5. Tujuan terpenting : membangun ikatan terapeutik
dengan pasien
6. Lakukan dengan model baru untuk memahami
dorongan bunuh diri pasien
K.Michel, D. Jobes, A.A. Leenaars, J.T. Maltsberger, P. Dey, L. Valach, R. Young (2001)
10/04/2023 -uci-
Bila bertemu pasien Bunuh diri….
• Bila ada usaha bunuh diri yang nyata
 Rawat inap!!!
• Potensi bunuh diri, usaha bunuh diri
(-)  tidak perlu rawat inap 
menghubungi terapis bila ide-ide
bunuh diri kembali muncul

10/04/2023 -uci-
Menanyakan tentang perilaku melukai diri
sendiri tidak memprovokasi perilaku
tersebut.

Justru dapat mengurangi kecemasan yang


berhubungan dengan pikiran atau tindakan
perlukaan diri dan membantu pasien merasa
dipahami.

Coba bangun hubungan yang baik sebelum


menanyakan hal tersebut lalu tanyakan
alasannya

10/04/2023 -uci-
Tanda Dan Gejala Risiko Bunuh Diri
• Perilaku percobaan bunuh diri sebelumnya atau ide-ide untuk bunuh diri
• Anxietas, depresi dan kelelahan
• Adanya riwayat bunuh diri pada keluarga
• Makna bunuh diri untuk pasien
• Adanya ide-ide bunuh diri yang diungkapkan
• Adanya persiapan untuk bunuh diri
• Adanya krisis kehidupan, misalnya berkabung
• Rasa pesimis dan ketidakberdayaan yang pervasif

10/04/2023 -uci-
Asesmen
1. Status mental – depresif, psikotik, intoksikasi
2. Riwayat percobaan bunuh diri atau ide bunuh diri sebelumnya
3. Riwayat keluarga: impulsivitas/destruktif atau gangguan jiwa lain
4. Dukungan atau kontak
5. Jika terjadi percobaan bunuh diri  pemahaman pasien akan apa yang telah dia
lakukan dan apa yang sebenarnya diinginkan terjadi
6. Kejadian yang berkontribusi pada keputusan melakukan percobaan bunuh diri
7. Tingkat orientasi masa depan pasien dan harapan perbaikan atau tingkat
keputusasaan (bukti langsung dan tidak langsung)
8. Pertimbangan klinis pewawancara tentang kualitas respon pasien
9. Apakah ada risiko terhadap orang lain terkait rencana bunuh diri pasien
10. Ide bunuh diri pasien saat ini, rencana/tindakan, dan sarana yang tersedia
Penatalaksanaan Bunuh diri

• Evaluasi status psikiatrik.


• Tegakkan diagnosis
• Evaluasi dukungan keluarga dan kualitasnya
• Libatkan sejak awal keluarga atau orang terdekat
Nilai Resiko Bunuh Diri
Kurang berbahaya Cukup Berbahaya Sangat Berbahaya
• tersedia dukungan keluarga • ide bunuh diri tetap ada, tanpa • Rawat inap/hospitalisasi
dan teman, rencana spesifik, • percobaan bunuh diri tidak
• tidak merasa ingin bunuh diri • terdapat gangguan psikiatrik meredakan krisis,
(krisis yang mencetuskan yang akut dan dapat diobati • pasien menyangkal
mereda) dan keseriusan masalah tersebut
• Pasien dapat dirawat jalan. • ada dukungan keluarga • tidak mau diobati,
• Pasien tidak boleh pulang jika • pasien dapat dirawat jalan • jika orang-orang di sekitar
sendirian di rumah. dengan pengawasan ketat tidak mendukung atau risiko
• Bekali nomor telpon darurat + • Kontrol poliklinis besok. tidak dapat ditentukan.
instruksikan ke IRD instruksikan pengawasan ketat • percobaan bunuh diri sangat
• Kontak setiap hari dengan berbahaya /bizar, khususnya
pasien. Tatap muka 2-3 yang direncanakan supaya
x/minggu, lainnya dgn telpon, tidak dapat ditolong
terutama minggu pertama
• Jangan meresepkan obat Collin L. Davidson, Jennifer H. Olson-Madden, Marian E. Betz, and Michael
H. Allen (2014). Emergency department identification, assessment, and
dengan jumlah banyak management of the suicidal patient in A Concise Guide to Understanding
Suicide, ed. Stephen H. Koslow, Pedro Ruiz, and Charles B. Nemeroff.
Cambridge University Press. Hal 244-256
Keluarga Pasien
• Keluarga pasien dapat dan sering kali ingin memberikan input yang penting bagi
asesmen
• Manakala pasien memberikan persetujuannya, input dari keluarga harus
diusahakan sejauh mungkin
• Perkecualian: Apabila keluarga merupakan faktor kontributor terhadap risiko
bunuh diri pasien
• Pertimbangan utama: Keselamatan pasien
Tindakan Modalitas terapi
hospitalisasi • Farmakoterapi
• Fiksasi • Terapi Elektro Konvulsi (TEK) untuk pasien
yang sangat agitatif, dengan ide bunuh
• Isolasi diri yang persisten atau depresi mayor
• Pengawasan ketat : termasuk di • Psikoterapi
kamar mandi dan toilet, dijauhkan
dari benda-benda berbahaya
Keamanan
• Identifikasi cara spesifik untuk mecederai diri yang mungkin digunakan 
meminimalisir risiko dan mencegah akses terhadap cara itu
• Identifikasi area lingkungan pasien yang mempunyai risiko lebih tinggi, misalnya
toilet yang dapat dikunci, tangga, seperti di setting RS Umum
• Akses pasien terhadap area berbahaya itu dihalangi dan gerak pasien dibatasi
pada ruang yang lebih kecil yang lebih aman dan mudah dikendalikan

Area observasi
• Lokasi mudah diobservasi, dekat dengan tempat sumber daya terbanyak
• Area/kamar yang lapang dan mudah diawasi
• Kaca yang aman
• Fitting yang aman (tidak dapat digantungi pakaian, ikat pinggang; gantungan
gorden yang mudah terlepas jika dibebani)
Tingkat Observasi
• Dalam jangkauan
• Risiko bunuh diri sangat tinggi
• Kondisi psikotik/impulsivitas tak terduga
• Mungkin perlu lebih dari satu perawat
• Di ruang yang sama dalam pandangan mata
• Risiko tinggi bunuh diri tanpa impulsivitas/psikotik
• Pengawasan 1 : 1 oleh perawat di ruang yang sama dan selalu diawasi
• Observasi ketat
• Risiko lebih tinggi dari rata-rata pasien
• Waktu observasi harus bervariasi  tidak dapat diprediksi
Perlu Diperhatikan Dalam Rawat Jalan
• Pelaku rawat (caregiver)harus mendapat informasi tentang kondisi mental, obat-obatan,
pencetus tindakan bunuh diri, dan tingkat risikonya
• Dokter umum pasien harus mendapat detil pengobatan
• Pelaku rawat dan pasien harus mempunyai orang atau organisasi yang dapat dikontak 24
jam untuk dukungan darurat
• Pelaku rawat diinformasikan tentang tingkat supersivis yang diperlukan pasien
• Harus ada asesmen profesional yang terus menerus oleh tim multidisiplin dengan jadwal
pemeriksaan untuk kajian
• Kontrol rawat jalan harus diprioritaskan
• Pelaku rawat harus mampu merespon perubahan kondisi pasien
• Lingkungan fisik pasien harus aman
• Dukungan bagi pelaku rawat hendknya tersedia, karena mereka berada dalam kondisi
stres terkait beban tanggung jawab mereka
Pencegahan Bunuh Diri

• Sebagian besar bunuh diri pada pasien psikiatrik dapat dicegah.


• Anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik lengkap.
• Waspada bila ada tindakan seperti memberikan barang miliknya, membuat surat
wasiat, dll.
• Krisis suisidal: fase menjelang perbuatan bunuh diri berupa perasaan sedih sekali
yang tak tertahankan dan ditandai oleh isyarat atau jeritan minta tolong
(‘Suicidal communication’ seperti catatan, tulisan pribadi)
• Waspadai perilaku merusak diri sendiri (self-destructive)
Pencegahan Bunuh Diri Di Puskesmas
1. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader  deteksi
dini, intervensi krisis, manajemen gangguan jiwa
2. Pengembangan Klinik Sehat Jiwa di 16 Puskesmas
3. Pelatihan Kader
4. Pengembangan Posyandu Lansia Plus
5. Rakor evaluasi lintas sektor
6. Monev
Indikasi Rujuk Pada Kasus Bunuh Diri
• Pasien mempunyai atau memperlihatkan ide untuk membunuh atau bunuh diri,
keinginan untuk mati, tidak mempedulikan diri sendiri (self neglect). Rujuk untuk
evaluasi dan rawat inap
• Pasien membutuhkan fasilitas diagnostic dan pemeriksaan lebih canggih serta
membutuhkan tatalaksana lebih lanjut sesuai indikasi
• Pasien yang mempunyai ikatan jangka panjang dengan dokter tertentu (seperti
pasien yang depresi, patah semangat).
• Rujukan kadang juga disebabkan tekanan dari keluarga atau dari pasien sendiri
Tatalaksana Agitasi & Agresivitas di Puskesmas
Azimatul Karimah

10/04/2023 Modul DM Psikiatri


Agresivitas
• Pasien memiliki berbagai latar belakang untuk melakukan perilaku kekerasan
• Penyebab tersering yang menyebabkan perilaku kekerasan:
• Penggunaan alkohol yang berlebihan
• Riwayat perilaku kekerasan sebelumnya
• Riwayat kekerasan pada masa kanak

10/04/2023 -uci-
Tanda Perilaku Kekerasan Yang Tertunda
• Adanya perilaku kekerasan dalam waktu dekat sebelumnya
• Ancaman verbal atau fisik
• Membawa senjata atau alat lainnya yang dapat digunakan
untuk senjata (batang besi, tali dll)
• Agitasi psikomotor yang progresif (makin memberat)
• Intoksikasi alkohol
• Gambaran paranoid pada pasien psikotik (halusinasi/waham)
• Pasien gangguan jiwa lain (mania, depresi, ggn kepribadian dll)

10/04/2023 -uci-
Faktor Risiko Perilaku Kekerasan
• Perhatikan adanya ide-ide kekerasan, rencana, keinginan, persiapan alat-alat
• Perhatikan faktor demografik: laki-laki, usia (15-24), status sosial ekonomi
rendah, sedikitnya dukungan sosial
• Perhatikan riwayat sebelumnya: perilaku kekerasan, perilaku antisosial namun
tidak mengarah kepada kekerasan, impuls yang tidak terkontrol (judi, psikotik,
penggunaan zat psikoaktif, bunuh diri atau perilaku melukai diri sendiri)

10/04/2023 -uci-
Penatalaksanaan Agitasi & Agresivitas
(Kondisi Gaduh Gelisah)
1. Perlindungan diri
 Kenali dan dapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya sebelum
menemui pasien
 meminta orang yang lebih mampu untuk melakukan fiksasi fisik (mekanik)
 tetap waspada dengan resiko agresifitas berikutnya
 Meminta orang lain untuk menemani atau orang sekitar
 bangun hubungan yang baik dengan pasien (co : tidak membantah pasien
paranoid)
Penatalaksanaan Agitasi & Agresivitas
(Kondisi Gaduh Gelisah)
2. Mencegah perlukaan
Mencegah pasien agar tidak melukai diri sendiri atau bunuh diri
Mencegah kekerasan terhadap orang lain. Lakukan evaluasi singkat
terhadap resiko kekerasan , bila mendapatkan situasi demikian:
1. Perilaku kekerasan tidak diterima
2. Jangan menakut-nakuti
3. tenangkan pasien
4. tawarkan bantuan/pengobatan
5. Informasikan fiksasi bisa berguna
6. Persiapkan fiksasi
7. Setelah fiksasi, monitor, rencana tindak lanjut
Mengatasi Agitasi

• Atasi situasi yang mengancam nyawa !!!


• Atasi situasi yang tidak mengancam nyawa dengan
pendekatan umum
• Membuat pasien nyaman (terapi music, hypnosis)
• Pasien takut  reassurance (meyakinkan kembali)
• Mengubah posisi bed
• Berkomunikasi dengan tulisan (untuk pasien yang sulit
berkomunikasi verbal)
• Pendekatan non farmakoterapi membantu menurunkan
dosis obat
Pendekatan Non Farmakologis pada Agitasi
• Penting !!!! Edukasi dan jalin hubungan dokter-pasien yang baik
• Kenali tanda-tanda yang berpotensi menimbulkan agitasi
• Intervensi perilaku (Pendekatan yang tidak mengancam)
• Berbicara lembut
• Kontak mata yang lembut (bersahabat)
• Gunakan sikap penyelesaian masalah
• Tahu kapan harus mundur
• Pastikan petugas tahu jalan masuk untuk observasi dan jalan keluar untuk
melarikan diri
• Teknik de-eskalasi verbal efektif untuk mengatasi agitasi ringan dan sedang
Prinsip Teknik De-eskalasi Verbal
• Target dasar :
• mengelola agitasi pasien dengan mempraktikan empati dan kesepahaman,
• membantu pasien menyadari duka cita dan frustasinya,
• secara aktif melibatkan pasien untuk menyelesaikan masalah dan merencanakan pengobatan
• Berguna ketika terdapat konflik antara staf-pasien
• Tidak dapat digunakan pada pasien yang tidak mampu berkomunikasi verbal
(kesadaran menurun, dengan ventilator, pasien yang bingung/gangguan kognitif,
afasia dll)
Teknik De-eskalasi Verbal Komunikasi Taktik
Nonverbal Menyanggah
• Pertahankan jarak aman • Akui keluhan pasien
• Pertahankan postur netral • Akui frustrasi pasien
• Kontak mata secara tulus • Ubah fokus ke diskusi tentang bagaimana
• Tidak menyentuh pasien memecahkan masalah
• Berdiri setinggi pasien
• Hindari gerakan yang tiba-tiba
Verbal Menyelaraskan tujuan
• Bicara dengan tenang, intonasi jelas • Menekankan landasan bersama
• Perkenalkan diri anda • Fokus pada gambaran besar
• Hindari konfrontasi dan tawarkan solusi • Temukan cara untuk membuat kesepakatan
kecil
Monitoring
• Sadari setiap kemajuan
• Tahu kapan harus melepaskan diri
• Jangan memaksa untuk mengakhiri
Restraint
• tindakan pengamanan dengan membatasi gerak pasien
(physical restraint) yang gaduh gelisah dan beringas

Fiksasi Kimia/
Fiksasi Fisik/mekanik
Medikamentosa
(Physical Restraint)
(Chemical Restraint)
Restrain dan Seklusi

• Kadang diperlukan, kontroversial (kurang etis)!!!


• Sebelum pemberian farmakoterapi
• Untuk melindungi intervensi lainnya (infus, kateter,
intubator/ventilator dll)
Manual • Observasi ketat pada pasien dengan retsrain dan
pemberian sedative  memastikan agitasi teratasi dan
tidak ada dampak negatif/komplikasi setelah intervensi
• Lakukan penilaian kondisi pasien secara berkala (sering)
• Diskusikan pilihan intervensi yang lain dengan sejawat
di RPI

Mekanikal
Indikasi Restraint
• Pasien menjukkan perilaku beresiko yang membahayakan
• Tahanan pemerintah yang dirawat di rumah sakit
• Pasien yang membutuhkan tatalaksana emergensi yang berhubungan
dengan kelangsungan hidup
• Pasien yang emmerlukan pengawasan dan penjagaan ketat di ruangan
yang aman
• Restraint digunakan jika intervensi restriktif lain tidak efektif
melindungi pasien, staf atau orang lain dari ancaman bahaya
PANSS-EC
(Positive and Negative Schizophrenia Score - Emergency Care)

P4 Gaduh gelisah (excitement)

P7 Permusuhan (Hostility)

G4 Ketegangan (tension)

G8 Ketidakkooperatifan (uncooperativeness)

G14 Pengendalian impuls yang buruk (poor impulse control)

5=agak 7=sangat
1= tidak ada 2=minimal 3= ringan 4=sedang 6= berat
berat berat

Total Skor >25, segera lakukan restrain (lihat SPO Restrain)


Jenis Fiksasi Fisik/mekanik

Tali restrain dari kain flanel


Reclining
wheelchair

Jaket restrain

Restraint bed
Fiksasi Fisik/mekanik
tindakan perawatan dengan menggunakan alat yang tidak keras dan
dipasang/digunakan pada anggota gerak tubuh.
Prosedur (1)
1. Jelaskan alasan fiksasi dan pentingnya
(Information for consent)
2. Mintalah persetujuan
keluarga/penanggungjawab pasien

3. Siapkan obat-obat injeksi


Prosedur (2)

3. Fiksasi ideal dilakukan 5


orang  unjuk kekuatan
4. Terencana, serempak
meraih dan memegangi
satu anggota badan dan
satu orang melindungi
kepala pasien.
5. Lakukan saat perhatian
pasien teralihkan.
Prosedur (3)
6. Baringkan tanpa
mencederainya.
7. Ikatan hendaknya tidak
menyakitkan atau
membahayakan. Sering
dicek jangan sampai
ekstremitas terpuntir
sehingga menyebabkan
traksi atau kompresi
nervus.
Prosedur (4)
8. Sesudah fiksasi dilakukan
pemeriksaan fisik
9. Jika pasien masih gelisah,
diberikan fiksasi
khemis/medikamentosa.
10. Diskusikan proses fiksasi.
11. Visite untuk evaluasi
kemampuan mengontrol
tingkah laku dan kepatuhan
12. Pelepasan bertahap dari
fiksasi (dan isolasi)
13. Bicarakan dengan pasien
Perhatikan
• Pada penyakit organik, pertimbangkan alih rawat inap
• Pasien intoksikasi difiksasi pada posisi dekubitus lateralis sinistra dan
diobservasi ketat untuk mencegah aspirasi.
Fiksasi kimia/medikamentosa
• obat yang digunakan umumnya neuroleptika atau kombinasi neuroleptika dengan
benzodiazepine (lorazepam atau diazepam).

Tidak tersedia

Tidak tersedia
Fiksasi Kimia/ Medikamentosa (2)
• Chlorpromazine:
• Jangan diberikan bila TD ≤ 90/60 mmHg.
• Berikan injeksi 25-50 mg Chlorpromazine i.m.
• Monitor tekanan darah 15 menit dan 30 menit setelah suntikan.
• Ulangi pemberian Chlorpromazine setiap 30’-60’ sampai tercapai kontrol
yang adekuat terhadap gaduh gelisahnya.
• Haloperidol:
• Berikan injeksi 5-10 mg. Haloperidol i.v. / i.m.
• Ukur tekanan darah 15’ dan 30’ post injeksi.
• Ulangi inj. haloperidol tiap 30 menit sampai tercapai kontrol yang adekuat.
• Jika pasien tidak berespons setelah 2 dosis neuroleptika, penambahan
benzodiazepine dapat membantu.
Fiksasi kimia/medikamentosa (3)
• Kombinasi haloperidol dan lorazepam/diazepam:
• Berikan injeksi 2,5-5 mg. haloperidol i.v./i.m. dan diazepam 5-10 mg i.v.
• Injeksi diazepam i.v. perlahan-lahan
(siap resusitasi).
• Pemberian diulang tiap 30 menit sampai ada respon yang cukup.
• Olanzapine
- Injeksi Olanzapine 10mg i.m, diulang setelah 90 menit
- Teknik pencampuran obat dan pemasangan jarum
Dampak Negatif Restraint
Fisik Psikologis
Atrofi otot Depresi
Menurunnya densitas tulang Penurunan kognitif
Ulkus Decubitus Isolasi emosional
Infeksi nosocomial Kebingungan (confusion)
Strangulasi
Penurunan fungsional tubuh
Stress kardiak
Inkontinensia
3. Perkosaan & Kekerasan Seksual
Perkosaan Dan Kekerasan Seksual
• Pelibatan dalam kegiatan seksual, dimana ia sendiri tidak sepenuhnya memahami
atau tidak mampu memberi persetujuan,
• Tanda : adanya aktivitas seksual memberikan kepuasan bagi orang tersebut
 riwayat dan/atau tanda penetrasi, persetubuhan, pengakuan adanya
pelecehan seksual atau bentuk kekerasan seksual lainnya
• Perkosaan membutuhkan intervensi segera dan tepat
• Korban perkosaan akan menderita/merasa terancam seumur hidup

10/04/2023 -uci-
Perkosaan
• Kebanyakan pelaku = laki2, korban = perempuan.
• Resiko tertinggi korban = perempuan (usia 16- 24 tahun )
• Pelaku biasanya dikenal korban
• 20% perkosaan lebih dari 1 orang (gang rape).
• Korban biasanya berpikir apa dirinya penyebab perkosaan itu

10/04/2023 -uci-
Ciri-Ciri Korban Kekerasan (Seksual)

• nyeri atau pendarahan


BAK/BAB
• Riwayat PMS & berulang
• tanda kehamilan
• ditemukan cairan mani
pada genital anyang2en
• adanya robekan / bercak
darah pada pakaian
dalam anak,
• perlukaan pada buah
dada, bokong, perut
bagian bawah, paha,
sekitar genital
• adanya tanda-tanda
penetrasi
Observasi
1. Adanya keterlambatan yang bermakna antara saat terjadinya kekerasan dan
saat mencari pertolongan medis.
2. Adanya ketidaksesuaian antara tingkat kepedulian orang tua dengan
beratnya trauma yang dialami anak.
3. Adanya interaksi yang tidak wajar antara orangtua/pengasuh dengan
anak, seperti adanya pengharapan yang tidak realistis, keinginan yang tidak
memadai atau perilaku marah yang impulsif dan tidak menyadari kebutuhan
anak.
Pendekatan Pada Korban Perkosaan
• Petugas harus menenangkan, tidak menyalahkan dan supportif!!!
• Petugas perempuan lebih mudah menggali
• Tempat pemeriksaan private
• Bila pasien menolak atau menghindar, yakinkan tentang isu kerahasiaan dan
dukungan
• Dengan persetujuan pasien, dapatkan bukti perkosaan spt semen(cairan mani),
rambut kemaluan dsb untuk mengidentifikasi pelaku
• Ambil foto bila memungkinan, lanjutkan ke prosedur hukum

10/04/2023 -uci-
Alur Penanganan Kekerasan di Puskesmas
Alur Rujukan RS yang belum Mempunyai
PKT/PPT
Tatalaksana Kekerasan
Tatalaksana Medis Tatalaksana kekerasan seksual
• Tangani kegawatdaruratan Tambahan:
• Tangani luka • Mencegah kehamilan (bila perlu)
• Bila curiga patah tulang, lakukan rontgen dan • Berikan Kontrasepsi Darurat (Kondar) apabila
penangan yang sesuai kejadian perkosaan belum melebihi 72 jam.
• Bila curiga perdarahan dalam, lakukan USG atau • Periksa, cegah dan obati infeksi menular
rujuk, tetap beri dukungan pada anak seksual atau rujuk ke Rumah Sakit.
• Pastikan keamanan anak • Berikan konseling untuk pemeriksaan HIV/AIDS
• Tuliskan dalam rekam medis, dan berikan surat- dalam 6-8 minggu atau rujuk bila perlu.
surat yang diperlukan.
• Buatkan VeR bila ada permintaan resmi dari
polisi
• Informasikan dengan hati-hati hasil temuan
pemeriksaan dan kemungkinan dampak yang
terjadi,
• Pada anak dengan status gizi buruk atau kurang
diberikan makanan tambahan dan konseling gizi
kepada orang tua/keluarga.
Prinsip Penanganan Kedaruratan Psikiatri

‘Primum non nocere’


Diatas segalanya, jangan menyakiti

• Pastikan anda dan staf lain aman


• Bila fasilitas atau ketrampilan tidak memadai, atur lebih dahulu
secepatnya
• Selalu berpikir adanya penyakit organik terlebih dahulu
• Jaga kerahasiaan pasien agar tidak merasa terancam dan
melukai diri sendiri

10/04/2023 -uci-
Penatalaksanaan Kedaruratan Psikiatri

1. Perlindungan diri
 Kenali dan dapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya
sebelum menemui pasien
 meminta orang yang lebih mampu untuk melakukan
fiksasi fisik (mekanik)
 tetap waspada dengan resiko agresifitas berikutnya
 Meminta orang lain untuk menemani atau orang sekitar
 bangun hubungan yang baik dengan pasien (co : tidak
membantah pasien paranoid)
Penatalaksanaan Kedaruratan Psikiatri (2)

2. Mencegah perlukaan
Mencegah pasien agar tidak melukai diri sendiri atau bunuh diri
Mencegah kekerasan terhadap orang lain. Lakukan evaluasi singkat
terhadap resiko kekerasan , bila mendapatkan situasi demikian:
1. Perilaku kekerasan tidak diterima
2. Jangan menakut-nakuti
3. tenangkan pasien
4. tawarkan bantuan/pengobatan
5. Informasikan fiksasi bisa berguna
6. Persiapkan fiksasi
7. Setelah fiksasi, monitor, rencana tindak lanjut
Intervensi Krisis
• Tenang dan langsung
• Jauhkan orang-orang yang mengganggu
• Duduk  45 º
• Jangan menghakimi
• Yakinkan klien
• Dorong dan Rencanakan kegiatan bersama
• Temani pasien
• Bawa semua obat2an
Azimatul Karimah
 azimatul.karimah@fk.unair.ac.id, uci.nugroho@gmail.com
 +62-81-55-44444-06
Uci Nugroho

Anda mungkin juga menyukai