PENDAHULUAN
1
Indonesia. Sehingga, semangat awal kehadiran Pancasila sesungguhnya adalah
untuk meletakkan dasar acuan bertindak dan arah perjalanan kemana bangsa
ini akan dibawa.
Berikut ini akan di paparkan mengenai definisi dari revitalisasi dalam
rangka mengungkap makna sesungguhnya sebelum mensikroniasasikannya
dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Revitalisasi menurut kamus besar Bahasa
Indonesia mempunyai arti proses, cara dan perbuatan yang menghidupkan
kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi
berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital
mempunyai arti sangat 10 pentingatau perlu sekali. Dalam kamus Sosiologi
revitalisasi dapat dirtikan suatu proses mendapatkan kebudayaan yang lebih
memuaskan dengan penerimaan pola inovasi berganda, melalui gerakan-
gerakan tertentu, (Mustofa, basri dan Elsa vindi. 2011:271). Pengertian melalui
bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti membangkitkan kembali vitalitas.
Jadi, revitalisasi secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan
sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.Hakekat revitalisasi adalah
menghidupkan atau menggiatkan kembali suatu tempat atau organiasi yang
memiliki aset potensial.
1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui konsep dan filosofi Pancasila
B. Untuk mengetahui tantangan era modernisasi terhadap nilai-nilai Pancasila
C. Untuk mengetahui strategi dalam revitalisasi nilai-nilai Pancasila di Era
Modernisasi?
2
D. Untuk mengetahui implementasi revitalisasi nilai-nilai Pancasila?
E. Untuk mengetahui inisiatif falam revitalisasi nilai-nilai Pancasila di
Indonesia?
1.4 Manfaat
A. Segi Teori
Dari segi teori, makalah ini akan menggali dan mengkali peranan
masyarakat Indonesia dalam upaya merevitalisasi nilai-nilai Pancasila
B. Segi Praktik
Selain memberikan manfaat dari segi teori, makalah ini diharapkan
dapat memberikan manfaat dari segi praktik bagi beberapa pihak berikut :
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf dewanagari
“I” bermakna 5 aturan tingkah laaku yang penting.
5
Indonesia (BPUPK), hingga kini tanggal tersebut diabadikan sebagai hari
kebangkitan Pancasila. Disamping terkait dengan pidato Soekarnoyang
mengemukakan pandangannya mengenai dasar-dasar Indonesia Merdeka.
Dalam usulannya dia menyebutkan bahwa dasar kebangsaan berupa pandangan
tentang dasar kebangsaan yang dianggap sebagai dasar pertama yang baik bagi
bangsa dan Negara Indonesia, selain empat usulan lainnya, yang mana pada
muaranya hasil rumusan tersebut diharapkan berwujud pendirian satu Negara
Kebangsaan Indonesia. Kelima 14 asas ini yang kemudian di rumuskan dan
selanjutkan dinamakan dengan Pancasila.
Disamping itu Soekarno juga menyampaikan terobosan mengenai “teori
perasaan”, dimaksudkan bahwa lima sila tersebut sebelumnya “disaring”
menjadi tiga sila (Trisila): pertama. Socio- nationalism (yang mencakup
Kebangsaan Indonesia, kedua: socio- democratie (yang mencakup demokrasi
dan kesejahteraan social): dan terakhir, ketuhanan. Trisila ini kemudian diperas
menjadi satu sila (Ekasila) yang didalamnya terdapat inti sari berupa gotong
royong.
Selang satu hari setelah menyampaikan pidato bersejarahnya, tanggal 22
juni 1945. Soekarno membentuk panitia kecil yang terdiri dari Sembilan,
kemunian panitian ini dikenal dengan nama “Panitia Sembilan” yang
beranggotakan antara lain: Soekarno (sebagai ketua), Muhammad Hatta. Mr.
Alfred Andie Maramis, Abikoesno Tjoksoejoso, Abdul Kahar Muzakkair, Haji
Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Abdul Wahid Hasyim, dan Muhammad
Yamin.
Panitia ini disengaja terbentuk untuk merumuskan dasar Negara
dimaksudkan mencari jalan keluar antara apa yang disebut golongan
kebangsaan mengenai agama dan Negara yang masalahya sudah muncul sejak
masa persidangan pertama. Perdebatan tersebut muncul dari pengambilan sikap
dan penentuan asas pancasila yang belum diterima secara bulat, artinya masih
terdapat pertentangan dalam menentukan asas Negara: pertama, menginginkan
bahwa Indonesia didirikan sebagai Negara 15 Islam; kedua, menginginkan
bahwa Indonesia didirikan atas persatuan nasionalis yang memisahkan urusan
Negara dan urusan Agama (islam). Pada gilirannya, forum ini akhirnya berhasil
6
mencapai jalan keluar dan membentuk suatu “Rancangan Pembentukan
Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” atau
The Jakarta Charter, sebagaimana seperti yang diungkapkan oleh Muhammad
Yamin.
Dalam piagam Jakarta itu terdapat kalimat “dengan kewajiban
menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya”, yang mana tujuh kata ini di
pandang sebagai kemenangan kaum nasionalis muslim, karena dengan kalimat
ini memungkinkan mereka untuk menerapkan syariat bagi komunitasnya
dalam Negara Indonesia Merdeka, meskipun mereka harus menerima Pancasila
dan bukannya islam sebagai dasar ideology Negara.
Akhinya dalam perdebatan yang cukup panjang dan melelahkan, beberapa
panitia perumus dasar Negara tersebut memiliki satu komitmen bersama yang
diwujudkan melalui Dekrit Presiden 5 juli 1959, kemudian dinyatakan kembali
pada UUD 1945, dan pada muaranya memunculkan suatu simpulan secara
nasional bahwa perumusan pancasila dalam UUD 1945 itulah yang berlaku
secara sah dan resmi hingga saat ini.
7
3. Persatuan Indonesia: Prinsip ini menekankan pentingnya menyatukan
semua elemen bangsa Indonesia, meskipun memiliki keberagaman budaya,
agama, dan suku bangsa. Prinsip ini menggarisbawahi semangat gotong
royong, kerja sama, dan toleransi dalam mencapai persatuan dan kesatuan.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan: Prinsip ini menekankan pentingnya
demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah dan
mewakili kehendak rakyat. Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya
partisipasi aktif rakyat dalam proses pengambilan keputusan dan keadilan
dalam pemerintahan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Prinsip ini menekankan
pentingnya pembangunan yang berkeadilan, distribusi yang merata, dan
perlindungan sosial bagi semua warga negara. Prinsip keadilan sosial
menggarisbawahi pentingnya mengatasi kesenjangan sosial dan
memastikan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip-prinsip Pancasila mencerminkan nilai-nilai moral, demokratis,
sosial, dan spiritual yang menjadi dasar bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Prinsip-prinsip ini digunakan sebagai pedoman dalam
pembentukan undang-undang, kebijakan pemerintah, dan pengambilan
keputusan dalam berbagai bidang untuk mencapai tujuan pembangunan yang
berkelanjutan dan adil.
8
menjadi dasar yang kuat untuk mempertahankan kesatuan bangsa di tengah
perubahan yang kompleks dan keberagaman masyarakat Indonesia.
2. Keadilan dan Kesejahteraan Sosial: Era modernisasi seringkali
menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang lebih besar. Nilai-
nilai Pancasila, seperti keadilan sosial dan kebersamaan, tetap relevan
dalam menghadapi tantangan ini. Dengan memperkuat nilai-nilai ini,
diharapkan dapat tercipta masyarakat yang lebih adil dan sejahtera bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3. Etika dan Tanggung Jawab: Perkembangan teknologi dan informasi di era
modernisasi membawa berbagai perubahan dalam cara berinteraksi dan
berkomunikasi. Nilai-nilai Pancasila, seperti tanggung jawab, integritas,
dan moralitas, dapat membantu menghadapi tantangan etika yang muncul
dalam penggunaan teknologi dan media sosial.
4. Kemandirian dan Inovasi: Era modernisasi juga melibatkan perkembangan
ekonomi dan teknologi yang pesat. Nilai-nilai Pancasila, seperti gotong
royong, kemandirian, dan inovasi, dapat memberikan panduan untuk
menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dalam era globalisasi
dan kemajuan teknologi.
5. Kelestarian Lingkungan: Salah satu tantangan besar dalam era modernisasi
adalah perlindungan lingkungan hidup. Nilai-nilai Pancasila, seperti
keberlanjutan dan keseimbangan alam, dapat menjadi pedoman dalam
upaya menjaga kelestarian alam dan menghadapi perubahan iklim.
9
2.2 Tantangan Era Modernisasi terhadap Nilai-Nilai Pancasila
2.2.1 Individualisme dan Konsumerisme
Era modernisasi seringkali mendorong individualisme dan orientasi pada
kepentingan pribadi. Nilai-nilai Pancasila yang menekankan persatuan,
kebersamaan, dan keadilan sosial dapat terancam oleh sikap yang lebih
individualistik. Selain itu, dorongan konsumerisme dalam era modernisasi juga
dapat menggeser nilai-nilai kebersamaan dan keadilan dalam rangka mencapai
kepuasan pribadi.
2.2.2 Globalisasi dan Pengaruh Budaya Asing
Era modernisasi membawa globalisasi yang kuat, yang dapat membawa
pengaruh budaya asing yang lebih dominan. Hal ini dapat menimbulkan
tantangan bagi nilai-nilai budaya dan tradisi lokal yang menjadi bagian dari
identitas bangsa. Nilai-nilai Pancasila yang mencerminkan identitas dan
keberagaman budaya Indonesia dapat terancam oleh dominasi budaya asing
yang mengabaikan nilai-nilai lokal.
2.2.3 Perubahan Teknologi dan Etika Digital
Kemajuan teknologi dan digitalisasi dalam era modernisasi membawa
tantangan etika yang kompleks. Penggunaan media sosial, keberadaan berita
palsu, dan penyebaran konten negatif dapat mengancam nilai-nilai seperti
kebenaran, keadilan, dan etika dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Nilai-
nilai Pancasila yang menekankan tanggung jawab, integritas, dan moralitas
perlu diterapkan dalam konteks digital ini.
2.2.4 Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Era modernisasi juga bisa memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi
antara kelompok masyarakat. Ketimpangan ini dapat mengancam nilai-nilai
Pancasila seperti keadilan sosial, persatuan, dan kesetaraan. Jika tidak
ditangani dengan baik, ketimpangan ini dapat menciptakan ketegangan sosial
dan mengancam stabilitas sosial negara.
2.2.5 Urbanisasi dan Perubahan Sosial
Era modernisasi seringkali disertai dengan urbanisasi yang cepat dan
perubahan sosial yang signifikan. Hal ini dapat menimbulkan tantangan dalam
10
mempertahankan nilai-nilai tradisional dan membangun solidaritas dalam
masyarakat yang semakin terfragmentasi. Nilai-nilai Pancasila seperti gotong
royong, persatuan, dan toleransi perlu diperkuat dalam menghadapi perubahan
sosial ini.
11
Mendorong pembuatan kebijakan publik yang mendukung dan
memperkuat nilai-nilai Pancasila di era modernisasi. Ini meliputi kebijakan
pendidikan, kebijakan budaya, serta kebijakan sosial dan ekonomi yang sejalan
dengan nilai-nilai Pancasila. Mengampanyekan legislasi yang mempromosikan
nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial, kesetaraan, dan perlindungan
terhadap keberagaman.
2.3.5 Kolaborasi dan Kemitraan
Membangun kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah, sektor swasta,
lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan komunitas untuk menguatkan
nilai-nilai Pancasila di era modernisasi. Bersama-sama mengembangkan
inisiatif, program, dan proyek yang mempromosikan dan mendorong praktik
nilai-nilai Pancasila dalam berbagai sektor dan bidang kehidupan.
2.3.6 Teladan dari Pemimpin dan Figur Publik
Mendorong pemimpin dan figur publik untuk menjadi teladan dalam
menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan dan perilaku mereka.
Mendukung pengembangan pemimpin yang memiliki integritas, komitmen
terhadap nilai-nilai Pancasila, dan mampu mempraktikkan nilai-nilai tersebut
dalam kepemimpinan mereka.
12
Membentuk lembaga dan forum yang berfokus pada pembinaan dan
implementasi nilai-nilai Pancasila. Lembaga dan forum ini dapat melibatkan
berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi
masyarakat, dan tokoh-tokoh agama. Melalui lembaga dan forum ini, dapat
dilakukan kegiatan diskusi, pelatihan, dan pengembangan program untuk
mendorong pemahaman dan praktik nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari.
2.4.3 Peran Media dan Teknologi Informasi
Mengembangkan materi dan media komunikasi yang menarik dan mudah
dipahami untuk memperkenalkan, menggali, dan mengaplikasikan nilai-nilai
Pancasila. Menggunakan media sosial, situs web, video pendek, dan materi
cetak yang mencakup kisah sukses, studi kasus, dan contoh konkret yang
mengilustrasikan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai konteks
kehidupan.
2.4.4 Peran Keluarga dan Masyarakat
13
lembaga masyarakat, dan komunitas. Berikut adalah beberapa inisiatif
revitalisasi nilai-nilai Pancasila di Indonesia:
14
2.5.6 Inisiatif Komunitas dan Organisasi Masyarakat
Berbagai komunitas dan organisasi masyarakat secara mandiri
menginisiasi program dan kegiatan yang bertujuan untuk menghidupkan
kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Mereka melakukan
kegiatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan yang memperkuat pemahaman
dan praktik nilai-nilai Pancasila.
3.5.6 Forum Diskusi dan Pelatihan
Dilakukan forum diskusi, lokakarya, dan pelatihan yang melibatkan
berbagai pihak untuk mendiskusikan dan memperkuat pemahaman tentang
nilai-nilai Pancasila dalam konteks modernisasi. Melalui forum ini, ide-ide dan
strategi baru dapat dikembangkan untuk menghadapi tantangan era
modernisasi.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pancasila sebagai ideologi, tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformasi, dinamis dan terbuka.
2. Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila sebagai ideologi
terbuka adalah Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis.
3. Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka memiliki tiga dimensi
yaitu dimensi idealistis, dimensi normatif, dimensi relistis.
4. Gerakan reformasi memiliki syarat-syarat yaitu adanya suatu
penyimpanganpenyimpangan, suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis)
tertentu yaitu pancasila, reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu
kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan
reformasi, Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan ke arah kondisi
serta keadaan yang lebih baik, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar
moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta
terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://fis.um.ac.id/2023/05/26/prinsip-prinsip-demokrasi-pancasila/
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Pancasila
https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/844-pancasila-di-
tengah-era-globalisasi
https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/844-pancasila-di-
tengah-era-globalisasi
17