SPO 39 Rhinitis Alergi
SPO 39 Rhinitis Alergi
KOTA SAMARINDA
RHINITIS ALERGI
No. BAB VII / BPU/SPO-39/2015
Dibuat oleh :
Nama dr. Anisha Sagita Nama dr. Hj. Samriyani Sabang, M.Kes
Jabatan MR Jabatan Kepala Puskesmas
Isi dokumen ini sepenuhnya merupakan rahasia Puskesmas Trauma Center dan tidak boleh
diperbanyak, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa ijin tertulis dari Kepala
Puskesmas Trauma Center
Puskesmas Trauma
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
RHINITIS ALERGI
No. Dok.: BAB VII /BPU/SPO-39/2015
PUSKESMAS TRAUMA
CENTER
No. Revisi : 00 Mulai Berlaku : Halaman 2 dari 7
KOTA SAMARINDA
1. Pengertian Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang sama
serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s
Impact on Asthma) 2020, rhinitis alergi adalah kelainan pada gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen
yang diperantai oleh Ig E.
2. Tujuan Prosedur ini bertujuan sebagai acuan petugas medis dan paramedis untuk
melakukan penanganan pada pelanggan dengan diagnosis rhinitis alergi
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No. 002.20/PKM TC/II/2015 tanggal 23 Februari 2015
tentang pemberlakuan SPO layanan klinis di UPTD Puskesmas Trauma Center
4. Referensi Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer tahun 2022
5. Alat dan 1. Tensimeter
Bahan 2. Steteskop
3. Thermometer
4. Lampu kepala
5. Spekulum hidung
6. Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesis.
a. Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus encer dari hidung
(rinorea), bersin, hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias
alergi). Bersin merupakan gejala khas, biasanya terjadi berulang,
terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap
patologik dan perlu dicurigai adanya rhinitis alergi dan ini menandakan
reaksi alergi fase cepat. Gejala lain berupa mata gatal dan banyak air
mata.
b. Faktor Risiko
1) Adanya riwayat atopi.
2) Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor
risiko untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul
gejala alergis.
3) Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur,
Puskesmas Trauma
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
RHINITIS ALERGI
No. Dok.: BAB VII /BPU/SPO-39/2015
PUSKESMAS TRAUMA
CENTER
No. Revisi : 00 Mulai Berlaku : Halaman 3 dari 7
KOTA SAMARINDA
Puskesmas Trauma
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
RHINITIS ALERGI
No. Dok.: BAB VII /BPU/SPO-39/2015
PUSKESMAS TRAUMA
CENTER
No. Revisi : 00 Mulai Berlaku : Halaman 4 dari 7
KOTA SAMARINDA
Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact
on Asthma) 2020, rhinitis alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya
menjadi:
a. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari
4 minggu.
b. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4
minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi
menjadi:
a. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas
harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang
mengganggu.
b. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan
tersebut di atas.
5. Petugas merujuk ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan penunjang
bila diperlukan seperti:
a. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
b. Pemeriksaan Ig E total serum
c. Pemeriksaan feses untuk mendeteksi kecacingan
6. Petugas merujuk pasien apabila :
a. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.
b. Bila perlu dilakukan tindakan operatif.
7. Petugas memberikan terapi kepada pasien :
a. Menghindari alergen spesifik
b. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui
berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis
c. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui
semprot hidung. Obat yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau
xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai
beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rhinitis medikamentosa.
d. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat
respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang
Puskesmas Trauma
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
RHINITIS ALERGI
No. Dok.: BAB VII /BPU/SPO-39/2015
PUSKESMAS TRAUMA
CENTER
No. Revisi : 00 Mulai Berlaku : Halaman 5 dari 7
KOTA SAMARINDA
Puskesmas Trauma
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
RHINITIS ALERGI
No. Dok.: BAB VII /BPU/SPO-39/2015
PUSKESMAS TRAUMA
CENTER
No. Revisi : 00 Mulai Berlaku : Halaman 6 dari 7
KOTA SAMARINDA
Puskesmas Trauma
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
RHINITIS ALERGI
No. Dok.: BAB VII /BPU/SPO-39/2015
PUSKESMAS TRAUMA
CENTER
No. Revisi : 00 Mulai Berlaku : Halaman 7 dari 7
KOTA SAMARINDA
7. Alur Proses
Pasien datang
dengan gejala
Rhinitis Alergi
1 Anamnesa
2 Pemeriksaan fisik
3 Pemeriksaan
Penunjang
Perlu dilakukan
Prick Test untuk
Diagnosis mengetahui jenis alergen.
Perlu dilakukan
tindakan operatif.
Terapi
1. Simptomatik
2. Definitif RUJUK
3. Konseling dan Edukasi
Sembuh
Puskesmas Trauma