Anda di halaman 1dari 11

Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

BAB IV
ANALISIS HASIL IDENTIFIKASI DAN
INVENTARISASI

4.1. MAKSUD DAN TUJUAN


Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas semakin mengemuka di
semua sektor penyelenggaraan pemerintahan. Tuntutan ini semakin mengemuka akibat
timbulnya kesadaran masyarakat terhadap hak untuk memperoleh pelayanan publik yang
lebih memuaskan. Dengan kata lain, Analisis dari hasil Identifikasi dan Inventarisasi
sungai kini akan lebih banyak mendapat sorotan, karena masyarakat mulai
mempertanyakan manfaat yang dapat mereka peroleh atas pelayanan sungai dan
prasarananya.
Kondisi ini mendorong peningkatan kebutuhan analisis hasil Identifikasi dan Inventarisasi
ini tentunya untuk mendukung kegiatan selanjutnya baik itu perencanaan ataupun
terhadap pelaksanaan OP sungai dan prasarana sungai sebagai penerima amanat
masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh kinerja yang telah dicapai dalam suatu
periode tertentu dibandingkan dengan target atau janji yang direncanakan.
Analisis hasil Identifikasi dan Inventarisasi adalah suatu metode atau alat yang digunakan
untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan,
sasaran, dan strategi sehingga kemajuan organisasi dapat diketahui. Selain itu evaluasi
kinerja dapat dipergunakan pula sebagai sumber informasi untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas pelayanan organisasi.
Dalam menjalankan kegiatan identifikasi dan inventarisasi ini konsultan menggunakan
referensi atau patokan dari kegiatan Operasional dan Pemeliharaan (OP) tentunya yang
berkaitan dengan sungai dan pantai. Referensi tersebut adalah indikator-indikator atau
kriteria-kriteria untuk mengukurnya secara jelas dalam kegiatan Operasional dan
Pemeliharaan (OP). Tanpa indikator dan kriteria yang jelas tidak akan diperoleh informasi
yang dapat dipergunakan untuk menentukan hal hal mana yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan kenerjanya, kearah mana sumber daya yang tersedia akan diprioritaskan
penggunaannya. tugas dan wewenang apa yang lebih efektif didistribusikan
pelaksanaannya kepada pihak lain.

4.2. INDIKATOR KINERJA PELAKSANAAN OP


Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi unit pelaksana
OP sungai dan prasarana sungai sangat erat kaitannya dengan empat faktor sebagai
berikut:

4- 1
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

1) Kapasitas organisasi, yaitu seberapa besar kapasitas sumber daya yang dimiliki
unit pelaksana OP. Faktor ini banyak berhubungan dengan input yang
diterima/dimiliki organisasi.
2) Produktivitas organisasi,. Faktor ini tidak hanya berkaitan dengan tingkat efisiensi,
atau rasio antara input dan output, tetapi juga efektivitas pelayanan atau rasio
antara input dan outcome.
3) Kualitas Layanan. Faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan masyarakat atau
ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit pelaksana
OP
4) Kepekaan dan kepedulian organisasi. Faktor ini berkaitan dengan daya tanggap
unit pelaksana OP terhadap situasi lingkungan di luar organisasi, atau kemauan unit
pelaksana OP untuk mendengar dan menampung laporan pengaduan, harapan
dan aspirasi yang disampaikan masyarakat yaitu kemampuan unit OP untuk
mengenali dan menanggapi kebutuhan masyarakat yang bersifat prioritas yang
ditunjukkan dalam bentuk agenda dan prioritas pelayanan dan pengembangan
program pelayanan publik.
Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota
atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Sederhananya,
kinerja merupakan produk dari kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang
pengelolaannya biasa disebut sebagai manajemen.
Kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh faktor-faktor input juga sangat dipengaruhi
oleh proses-proses administrasi dan manajemen yang berlangsung. Sebagus apapun
input yang tersedia tidak akan menghasilkan suatu produk kinerja yang diharapkan
secara memuaskan, apabila dalam proses administrasi dan manajemennya tidak bisa
berjalan dengan baik. Antara input dan proses mempunyai keterkaitan yang erat dan
sangat menentukan dalam menghasilkan suatu output kerja yang sesuai harapan atau
tidak. Karena itu indikator input dan indikator proses adalah sama pentingnya dengan
indikator output dan indikator outcome dalam evaluasi kinerja organisasi.
Dengan mempertimbangkan keempat faktor tersebut diatas, maka indikator penilaian
kinerja unit pelaksana OP sungai dan prasarana sungai ditetapkan sebagaimana tersebut
dalam tabel berikut.

Tabel 4.1 Indikator Penilaian Kinerja Pelaksanaan OP Sungai Dan Prasarana Sungai

No Unsur penilaian Indikator kinerja pelaksanaan Parameter Penilaian


1 Kapasitas a. Ketersediaan SDM Kuantitas dan Kualitas
Organisasi
b. Pedoman pelaksanaan OP Belum ada/ Tersedia/
Dimutakhirkan ke.....
c. Ketersediaan peta, Jumlah layer dan atribut
d. Ketersediaan data dan informasi Jumlah dan jenis
e. Ketersediaan bang penyimpan air Jumlah dan jenis

4- 2
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

No Unsur penilaian Indikator kinerja pelaksanaan Parameter Penilaian


sungai dan pengatur aliran sungai
f. Ketersediaan peralatan Jumlah dan jenis
pemeliharaan
g. Ketersediaan peralatan pantau Jumlah dan jenis
h. Ketersediaan peralatan Jumlah dan jenis
komunikasi & mobilisasi
i. Tertundanya pemeliharaan rutin Lokasi dan jenis
pekerjaan
2 Prosentase a. Besarnya beban kebutuhan Prosentase pekerjaan
pekerjaan pemeliharaan korektif yang belum yg tak tertangani
pemeliharaan tertangani
korektif yang
b. Efektivitas pelaksanaan pekerjaan Prosentase layanan
tertunda
pemeliharaan preventif yang tak terjangkau
Prosentase
c. Magnituda kerusakan prasarana
prasarana yang
sungai,
berfungsi <50%
3 Resiko kerugian a. Tingkat nilai kerugian properti Nilai kerugian per
yang timbul akibat banjir tahun
akibat banjir dan
b. Total kegagalan panen akibat Nilai kegagalan
kekeringan
banjir dan kekeringan, serta panen per musim
pencemaran air
4 Efiiensi a. Tingkat efisiensi pelaksanaan Rasio target v/s
pelaksanaan pekerjaan OP realisasi output
pekerjaan OP
b. Tingkat efisiensi penggunaan Rasio jam operasi v/s
peralatan kerja hasil kerja peralatan
5 Kualitas a. Kedisiplinan dalam pembuatan Ketepatan waktu
pengendalian laporan stock barang dan suku penyelesaian laporan
barangsediaan cadang peralatan & sarana kerja stock barang
(stock bahan,
b. Laporan rekonsiliasi bulanan Prosentase ketidak
suku cadang
tentang neraca penggunaan akuran isi laporan
peralatan)
barang & suku cadang peralatan & rekonsiliasi
sarana kerja
6 Kepedulian a. Ketersediaan pos atau media Jumlah pos/media
terhadap laporan penampung pengaduan untuk menampung
yang masyarakat laporan masyarakat
disampaikan
b. Skema bagan alur penanganan Rasio laporan yg masuk
masyarakat
laporan masyarakat v/s yg ditanggapi
a. Intensitas terjadinya protes Jumlah laporan ketidak
masyarakat puasan masyarakat

4- 3
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

Masing-masing parameter penilaian kinerja yang terdapat pada Tabel 1 diuraikan di


bawah ini.
1. Kapasitas Organisasi
Parameter kapasitas organisasi dapat dinilai dari beberapa indikator yaitu:
a. Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia
Kualitas SDM dinilai berdasarkan kesesuaian tingkat pendidikan dan sertifikat
keahlian, serta kinerja yang mumpuni terhadap jabatan yang telah diberikan.
Sedangkan kuantitas SDM berkaitan dengan kecukupan SDM dibanding
dengan posisi yang dibutuhkan. Rentang penilaian indikator ini antara 0
sampai 100, bergantung kebijakan Kepala Unit Pelaksana OP.
b. Ketersediaan pedoman pelaksanaan kerja.
Pedoman pelaksanaan kerja seharusnya dimiliki oleh setiap unit pelaksana
OP di setiap awal tahun anggaran. Apabila tidak ada pedoman pelaksanaan
kerja, maka indikator ini diberi nilai 0. Apabila ada pedoman pelaksanaan kerja
dan mumpuni diberi nilai sempurna yaitu 100. Apabila ada pedoman
pelaksanaan kerja namun kualitasnya tidak mumpuni, maka diberi nilai sesuai
kebijakan Kepala Unit Pelaksana OP.
c. Ketersediaan peta, data, dan informasi.
Arsip data merupakan hal penting yang harus dimiliki setiap unit pelaksana
OP. Oleh karenanya, apabila dalam suatu unit pelaksana OP setiap prasarana
sungai, pantai, lahar, dan sedimen memiliki arsip data yang lengkap dan
mumpuni, maka indikator ini diberi nilai 100. Namun apabila arsip data yang
dimiliki tidak lengkap, maka Kepala Unit Pelaksana OP wajib memberi nilai
sesuai prosentase kelengkapannya.
d. Ketersediaan bangunan pengatur dan pengendali aliran.
Apabila masih banyak lokasi yang membutuhkan bangunan pengatur dan
pengendali aliran, maka indikator ini dinilai berdasarkan prosentase antara
ketersediaan bangunan dan kebutuhan lapangan.
e. Ketersediaan peralatan pemeliharaan.
Bagi unit pelaksana OP, ketersediaan peralatan pemeliharaan mutlak
diperlukan. Penilaian didasarkan pada kualitas dan kuantitasnya. Apabila
kondisi fisik fungsi peralatan memadai, maka indikator ini dinilai 80 – 90. Nilai
100 hanya untuk peralatan baru. Apabila suatu unit pelaksana OP sama sekali
tidak memiliki peralatan pemeliharaan, maka nilai indikator ini adalah 0.
f. Ketersediaan peralatan pemantauan.
Ketersediaan peralatan pemantauan mutlak diperlukan bagi unit pelaksana
OP. Penilaian didasarkan pada kualitas dan kuantitasnya. Apabila kondisi fisik
fungsi peralatan memadai, maka indikator ini dinilai 80 – 90. Nilai 100 hanya
untuk peralatan baru. Apabila suatu unit pelaksana OP sama sekali tidak
memiliki peralatan pemantauan, maka nilai indikator ini adalah 0.
g. Ketersediaan peralatan komunikasi dan mobilisasi.

4- 4
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

Ketersediaan peralatan komunikasi dan mobilisasi mutlak diperlukan bagi unit


pelaksana OP. Penilaian didasarkan pada kualitas dan kuantitasnya. Apabila
kondisi fisik fungsi peralatan memadai, maka indikator ini dinilai 80 – 90. Nilai
100 hanya untuk peralatan baru. Apabila suatu unit pelaksana OP tidak
memiliki satu pun peralatan komunikasi dan mobilisasi, maka nilai indikator ini
adalah 0.
h. Tertundanya pemeliharaan rutin.
Rencana pemeliharaan rutin di suatu unit pelaksana OP telah ditentukan sejak
satu tahun anggaran sebelumnya. Ketepatan pelaksanaan pemeliharaan
merupakan tanda bahwa penyerapan dana dan anggaran OP berjalan dengan
baik. Kepala Unit Pelaksana OP dapat menilai indikator ini berdasarkan jadwal
rencana di awal tahun anggaran dan menyesuaikannya dengan realisasi di
lapangan.

2. Kemacetan atau Tertundanya Pelaksanaan Pemeliharaan Korektif


Parameter kemacetan atau tertundanya pelaksanaan pemeliharaan korektif dapat
dilihat dari indikator:
a. Besarnya beban kebutuhan pemeliharaan korektif yang belum tertangani.
Rencana pemeliharaan korektif di suatu unit pelaksana OP telah ditentukan
sejak satu tahun anggaran sebelumnya. Ketepatan pelaksanaan pemeliharaan
merupakan tanda bahwa penyerapan dana dan anggaran OP berjalan dengan
baik. Kepala Unit Pelaksana OP dapat menilai indikator ini berdasarkan jadwal
rencana di awal tahun anggaran dan menyesuaikannya dengan realisasi di
lapangan.
b. Efektivitas pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan preventif.
Apabila pemeliharaan preventif berjalan dengan baik, seharusnya kebutuhan
akan pemeliharaan korektif tidak terlalu besar. Indikator ini dinilai berdasarkan
frekuensi pemeliharaan korektif di satu lokasi unit pelaksana OP. Semakin
sering dilaksanakan pemeliharaan korektif di satu lokasi yang sama, maka
pemeliharaan preventif di lokasi tersebut semakin tidak efektif.
c. Magnituda kerusakan prasarana OP SDA.
Semakin kecil magnituda kerusakan prasarana per tahun, maka semakin
efektif kegiatan pemeliharaan preventif dan korektif yang selama ini dijalankan.
Kepala Unit Pelaksana OP dapat memberi nilai sesuai kebijakan dan situasi di
wilayahnya.

3. Resiko Kerugian yang Timbul


Parameter ini merupakan akibat dari bencana yang tidak dapat diprediksi oleh unit
pelaksana OP, namun dana dan anggaran telah disediakan. Bobot dari parameter
ini lebih sedikit dibanding tiga parameter sebelumnya karena faktor alam lebih
besar dibanding kendali unit pelaksana OP.

4- 5
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

a. Total nilai kerugian prasarana SDA akibat bencana.


Semakin besar nilai kerugian prasarana SDA, maka semakin besar pula
kebutuhan dana dan anggaran OP. Oleh karena itu, nilai indikator berjalan
beriringan dengan semakin besarnya nilai kerugian. Semakin besar nilai
kerugian prasarana SDA, semakin besar pula nilai indikator dengan rentang
nilai 0 – 100.
b. Total nilai kerugian masyarakat sekitar prasarana SDA akibat bencana.
Berbeda dengan nilai kerugian prasarana SDA, nilai kerugian masyarakat
merupakan indikator bahwa prasarana SDA yang ada belum mampu
memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat yang dilayaninya. Oleh
karenanya, nilai indikator berjalan berseberangan dengan semakin besarnya
nilai kerugian. Semakin besar nilai kerugian masyarakat, maka semakin kecil
nilai indikator dengan rentang nilai 0 – 100.

4. Efisiensi Pelaksanaan Pekerjaan OP


Berkaitan erat dengan parameter pertama yaitu kapasitas organisasi, parameter
Efisiensi Pelaksanaan Pekerjaan OP dapat dilihat dari indikator berikut ini:
a. Tingkat efisiensi pelaksanaan pekerjaan OP.
Semakin baik kualitas pekerjaan, serta semakin banyak kuantitas tugas
tanggung jawab yang diberikan oleh Kepala Unit Pelaksanaan OP merupakan
indikator positif bagi sumber daya yang bersangkutan.
b. Tingkat efisiensi penggunaan peralatan kerja.
Apabila dengan peralatan kerja yang tersedia, seluruh daftar kegiatan OP
dapat diselesaikan dengan baik, maka nilai indikator ini semakin besar.
Rentang nilai 0 sampai 100.

5. Pengendalian Barang Sediaan


Parameter ini sifatnya adalah pengendalian dalam bentuk laporan. Kepala Unit
Pelaksana OP dengan mudah memberikan penilaian bergantung ketepatan jadwal
penyerahan laporan yang telah direncanakan di awal tahun anggaran.
a. Kedisiplinan dalam pembuatan laporan bulanan tentang stok barang dan suku
cadang peralatan dan sarana kerja.
Semakin tepat waktu laporan bulanan diterbitkan, maka nilai indikator ini
semakin besar, dengan rentang nilai 0 – 100.
b. Laporan rekonsiliasi bulanan tentang neraca penggunaan barang dan suku
cadang peralatan dan sarana kerja.
Semakin tepat waktu laporan bulanan diterbitkan, maka nilai indikator ini
semakin besar, dengan rentang nilai 0 – 100.

6. Kepedulian terhadap Laporan yang Disampaikan Masyarakat

4- 6
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

Sama dengan parameter ketiga, yaitu Resiko Kerugian yang Timbul, parameter ini
pun terjadi akibat dampak lanjutan kuasa alam yang tidak dapat diprediksi oleh
unit pelaksana OP, namun dana dan anggaran telah disediakan.
a. Ketersediaan pos/media penampung pengaduan masyarakat.
Semakin banyak jumlah pes/media untuk menampung laporan masyarakat,
semakin tinggi nilai indikator yang diberikan. Rentang nilai indikator mulai 0
sampai 100.
b. Skema bagan alur penanganan laporan masyarakat.
Indikator ini dinilai berdasarkan rasio laporan masyarakat yang masuk
dibandingkan dengan laporan masyarakat yang ditanggapi. Semakin tinggi
tinggi rasio laporan yang ditanggapi, maka semakin tinggi pula nilai indikator
yang diberikan. Rentang nilai indikator mulai 0 sampai 100.
c. Intensitas terjadinya protes masyarakat.
Protes masyarakat terjadi akibat prasarana OP SDA yang ada tidak
memberikan manfaat bagi masyarakat seperti yang dijanjikan saat
perencanaan dan atau justru memberikan dampak negatif bagi
masyarakat. Oleh karenanya, semakin tinggi intensitas protes masyarakat
maka semakin rendah nilai indikator ini, dengan rentang nilai 0 sampai
100.

Dengan melakukan penilaian kinerja, akan diperoleh gambaran mengenai sendi sendi
kelemahan dan kekuatan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi OP sungai dan
prasarana sungai. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja, pimpinan dan staf inti unit
organisasi pelaksana OP akan dapat secara bersama-sama menyepakati tentang arah
perubahan ataupun pengembangan yang perlu dilakukan terhadap input dan proses
administratif ataupun manajemen di dalam organisasi.
Selain itu, evaluasi kinerja juga menghasilkan informasi mengenai kondisi eksternal
organisasi yang perlu diperhatikan dan diantisipasi untuk mengubah faktor eksternal
menjadi peluang ataupun faktor pemicu untuk mendongkrak peningkatan kinerja
organisasi. Berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja organisasi, maka pilihan mana
yang akan dioptimalkan penanganannya, apakah pada sisi internal organisasi ataukah
pada sisi eksternal organisasi, itu tergantung pada kondisi permasalahan organisasi yang
ditemukan dalam evaluasi kinerja organisasi.

4.3. IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI


Kegiatan inventarisasi dilaksanakan dengan cara penelusuran (walkthrough) pada awal
masa OP dan dilakukan minimal satu kali dalam satu periode (misalnya 1 kali per tahun)
kegiatan OP. Hasil kegiatan inventarisasi dicatat dalam Blangko Inventarisasi, yang
memuat data dan informasi berikut:
1. Data Dasar Prasarana

4- 7
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

Data dasar yang diinventarisasi antara lain: informasi Bench Mark (BM) acuan, as-
built drawing, nota desain, spesifikasi teknik, sumber pendanaan, dan dokumen
hukum prasarana bersangkutan.
2. Informasi Pemanfaatan Prasarana
Prasarana sungai dibangun untuk tujuan pemanfaatan tertentu, seperti prasarana
pelindung dan pengendali, prasarana pendayagunaan, dan prasarana pemantau.
3. Kodefikasi
Penetapan nomenklatur prasarana dalam bentuk kode lokasi, pembagian dan
penomoran ruas prasarana atau cukup kode lokasi dan penomoran prasarana
(untuk prasarana yang relatif kecil dan pendek). Tata cara kodefikasi mengacu
Peraturan Menteri Keuangan No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan
Kodefikasi BMN.
4. Data Awal Kondisi Fisik Fungsi
Data awal kondisi fisik fungsi meliputi segala sesuatu yang tampak selama proses
inventarisasi. Data awal dapat berupa pencatatan dimensi, pencatatan kondisi
prasarana, sketsa, dan dokumentasi foto.

4.4 PEMANTAUAN
Kegiatan pemantauan atas kondisi prasarana mencakup struktur dan fungsinya.
Pemantauan dilakukan dengan interval minimal 6 bulan sekali (atau 2 kali dalam setahun)
dengan jadwal yang dipilih sedemikian rupa sehingga hasilnya mewakili perubahan
kondisi prasarana pada masing-masing musim (sebelum dan sesudah banjir) setiap
tahunnya. Dalam pemantauan, kegiatan pengamatan dan pengukuran dilakukan
menggunakan peralatan kerja yang sama sebagaimana dibahas pada bagian
inventarisasi.
Untuk prasarana sungai yang telah lama dibangun atau telah rusak, pemantauan pertama
dapat dilakukan segera setelah inventarisasi. Hal ini dilakukan agar penanganan
prasarana dapat terlaksana sesegera mungkin. Hasil evaluasi dari pemantauan pertama
akan dapat langsung menjadi dasar untuk menentukan tindak lanjut untuk prasarana
bersangkutan.
Hasil pemantauan dicatat dalam Blangko Pemantauan. Satu set Blangko Pemantauan
digunakan untuk melakukan pemantauan satu ruas prasarana atau satu nomor prasarana
sesuai posisi prasarana dengan mengacu pada hasil inventarisasi.
Petugas yang akan melakukan pemantauan wajib mempelajari dokumen inventarisasi
beserta dokumen pemantauan terakhir untuk prasarana bersangkutan. Selanjutnya

4- 8
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

dilakukan pengamatan dan penilaian kondisi prasarana dan pengumpulan informasi


terkait fungsi prasarana yang merupakan bagian terpenting dari kinerja prasarana sungai.

4.4.1 Kondisi Fisik


Dalam pemantauan, fisik prasarana diukur kembali seperti pada saat inventarisasi. Data
elevasi, ukuran, dan bentuk prasarana diisikan dalam kotak-kotak data pada lembar
blangko yang telah disediakan. Perubahan yang terjadi akan dapat diketahui apabila data
tersebut diperbandingkan dengan data pengukuran sebelumnya. Untuk itu, titik-titik ukur
sebaiknya dilakukan pada tempat yang sama.
Selain pengukuran fisik prasarana, dilakukan juga penilaian terhadap kondisi prasarana.
Kondisi struktur prasarana dinilai berdasarkan beberapa indikator kerusakan. Indikator ini
akan berbeda untuk tiap jenis prasarana, untuk itu pemantauan perlu dilakukan sesuai
jenis prasarana, namun indikator umum yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Elevasi dan dimensi prasarana.
b. Kondisi material penyusun.
c. Kondisi badan prasarana.
d. Kondisi pondasi prasarana.
e. Binatang dan tumbuhan penganggu di sekitar prasarana.
Hasil pemantauan kondisi prasarana dilengkapi dengan foto yang diberi catatan dan
komentar. Tiap kerusakan yang ditemukan juga didokumentasi dengan foto dan
keterangannya serta petunjuk lokasi kerusakan pada sketsa.

4.4.2 Kondisi Fungsi


Bagian akhir dari kegiatan pemantauan adalah hal yang penting menyangkut fungsi
prasarana. informasi disajikan dalam bentuk foto dengan uraian kondisi yang meliputi
obyek-obyek yang diamankan dan fenomena yang terjadi pada sungai dengan adanya
prasarana bersangkutan. informasi ini selanjutnya akan digunakan dalam tahap evaluasi
untuk menilai fungsi prasarana.

4- 9
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

LAM
PIRA

4- 10
Penyusunan Data Base Sungai dan Pantai di Wilayah Sunga (WS) Reteh

Contents
4.1. MAKSUD DAN TUJUAN..........................................................................................................1

4.2. INDIKATOR KINERJA PELAKSANAAN OP................................................................................1

4.3. IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI........................................................................................7

4.4 PEMANTAUAN........................................................................................................................8

No table of figures entries found.

No table of figures entries found.

4- 11

Anda mungkin juga menyukai