TEORI-TEORI ANALISIS
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
Disertai contoh aplikasinya dalam analisis Implementasi
Kebijakan Publik Bidang Pendidikan Karakter
Seberapa unggul (excellent) pun kebijakan publik diformulasikan, apabila implementasinya tidak
efektif maka intervensi yang dilakukan pemerintah tidak akan menghasilkan output dan outcome
sebagaimana yang diharapkan. Di sisi lain, literatur yang secara spesifik menghimpun dan membahas
TEORI-TEORI
ANALISIS
teori-teori analisis implementasi kebijakan publik, baik dalam bahasa asing (Inggris) maupun dalam
bahasa Indonesia dapat dikategorikan masih langka. Inilah salah satu urgensi disusunnya buku ini, yaitu
untuk menambah khasanah (perspektif) referensi teori-teori Analisis Impelementasi Kebijakan Publik
yang dapat diaplikasikan dalam Kebijakan Publik berbagai Bidang Pembangunan Nasional, termasuk
Bidang Pendidikan Karakter. Implikasinya, buku ini diharapkan dapat digunakan khususnya oleh para
akademisi, policy makers/policy framers, program implementor, dan para pemerhati kebijakan publik.
Model penyusunan buku seperti ini penulis pilih terinspirasi dari Model Penulisan Buku “Seven
Theories of Human Society” yang ditulis Tom Compbell (1981), Buku “Social Theory: A Guide to Central
Thinkers”, tulisan Peter Beilharz (2002), Buku “Grote Filosofen Over De Means” (Filsuf-filsuf Besar
9 789799 330734
TEORI-TEORI ANALISIS
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
(Disertai Contoh Aplikasinya
dalam Analisis Implementasi Kebijakan Publik
Bidang Pendidikan Karakter)
i
TEORI-TEORI ANALISIS IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PUBLIK
Disertai Contoh Aplikasinya dalam Analisis Implementasi
Kebijakan Publik Bidang Pendidikan Karakter
Oleh : Prof. Dr. H. Encep Syarief Nurdin, Drs., M. Pd., M. Si.
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
v
dalam Kata Pengantar ini sebagai bentuk penghormatan dan
ucapan terima kasih kepada mereka atas model sistematika karya
(buku) ilmiah mereka yang telah menginspirasi penulis dalam
menentukan model sistematika buku penulis ini. Keempat buku
tersebut sangat ilmiah (scientific), dan menjadi paradigma berpikir
dalam menentukan model penyusunan buku Teori-teori Analisis
Impelementasi Kebijakan Publik yang penulis susun ini. Sebagai
penjelasan, mengingat penulis tidak mengutip dari keempat buku
tersebut, maka baik pengarang maupun judul bukunya tidak
dicantumkan dalam daftar pustaka buku ini.
Sebenarnya, penulis mengidealisasikan dapat menyusun
materi dalam buku ini secara lebih luas dan lebih mendalam
disertai contoh-contoh aplikasinya dalam berbagai bidang
kebijakan pembangunan Nasional. Namun, karena berbagai
keterbatasan penulis terutama dalam aspek waktu maka cita-cita
tersebut belum dapat diwujudkan dalam edisi ini. Sejalan dengan
itu, penulis berharap dapat masukan yang konstruktif dari para
pembaca guna penyempurnaan buku ini pada edisi berikutnya.
Apapun adanya kualitas buku ini, bagi penulis, terbitnya buku
ini secara metafisis sungguh merupakan anugrah dan pertolongan
dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang tidak
ternilai harganya yang harus disyukuri. Di sisi lain secara empiris,
buku ini dapat diselesaikan atas input dan bantuan dari berbagai
pihak, yaitu diantaranya dari Solihin Niar Ramadhan, S.H. dan
putriku Maharanny Permatha, S.H. yang telah dengan setulus
hati membantu menghimpun bahan-bahan dalam penyusunan
buku ini. Lebih dari itu penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada putraku Agung Sanggabuana, S.T yang telah memberikan
dorongan moril kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan
buku ini. Sudah barang tentu penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada isteriku Dra. Hj. Nurmala Dewi atas pengabdiannya
vi
yang tulus sehingga menghadirkan kondisi yang menunjang untuk
diselesaikannya buku ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada ayahanda H.M. Djajamihardja, S.Pd.I yang tidak henti-
hentinya mendoakan penulis sehingga secara langsung maupun
tidak langsung penulis dapat menyelesaikan buku ini. Tidak lupa
juga penulis mengucapkan terima kasih kepada para guru penulis
baik yang di Universitas Pendidikan Indonesia maupun yang di
Universitas Padjadjaran yang telah memberikan curahan ilmunya
kepada penulis sehingga penulis merasa memiliki otoritas
akademik untuk menulis materi-materi yang dituangkan dalam
buku ini. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
membalas amal kebajikan tersebut dengan pahala yang berlipat
ganda, aamiin YRA.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar v
Daftar Isi viii
BAB I
PENDAHULUAN : URGENSI STUDI IMPLEMENTASI 1
BAB II
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
DALAM PROSES ANALISIS KEBIJAKAN 5
BAB III
PELOPOR PENELITIAN IMPLEMENTASI
JEFFREY L. PRESSMAN DAN AARON WILDAVSKY (1973) 23
BAB IV
MODEL PROSES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
THOMAS B. SMITH (1973) 28
BAB VI
IMPLEMENTASI SEBAGAI SEBUAH PROSES POLITIK
DAN ADMINISTRASI MERILEE S. GRINDLE (1980) 62
BAB VII
INTERAKSI FAKTOR-FAKTOR IMPLEMENTASI
GEORGE C. EDWARD III (1980) 77
viii
BAB VIII KERANGKA PROSES IMPLEMENTASI
DANIEL MAZMANIAN & PAUL SABATIER (1983) 91
ix
x
TEORI-TEORI ANALISIS IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PUBLIK
Disertai Contoh Aplikasinya
dalam Analisis Implementasi Kebijakan Publik
Bidang Pendidikan Karakter
xi
xii
BAB I
Pendahuluan:
Urgensi Studi Implementasi Kebijakan Publik
S
A. Analisis Kebijakan
etiap organisasi selalu memiliki tujuan dan sasaran tertentu
yang hendak dicapai. Negara sebagai suatu organisasi publik
selain mempunyai tujuan (goals) yang harus direalisasikan, juga
mempunyai pelbagai permasalahan yang harus diatasi, dikurangi,
atau dicegah (Tachjan, 2006:13). Masalah tersebut adalah masalah
publik yang pada umumnya bersifat sektoral, seperti: Masalah sistem
pertahanan, ketahanan energi, swasembada pangan, kelestarian
lingkungan, pemerataan pendidikan, peningkatan kesejahteraan,
perbaikan jalan umum, perpajakan, pembangunan perumahan, jaminan
keamanan sosial, kesehatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi,
perkembangan perkotaan, bahkan masalah yang berkaitan dengan
urusan luar negeri. Ditinjau dari tingkat kesulitannya, masalah tersebut
dapat berupa masalah yang sederhana (well-structured), masalah yang
agak sederhana (moderately-structured), maupun masalah yang rumit
(ill-structured) (Mitroff & Sagasti dalam Dunn, 2000:221).
Dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan kepentingan publik seperti yang telah diuraikan, maka
perlu dibuat kebijakan publik untuk menentukan apa yang seharusnya
dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah. Seperti yang dikatakan
oleh Thomas R. Dye (1984:1), “Public policy is whatever governments
choose to do or not to do”. Definisi singkat tersebut pada hakikatnya
Institutions,
Processes,
A Behaviors
B
E F
Institusi,
Proses,
A Perilaku
B
E F
Keadaan C Kebijakan
sosial dan Publik
ekonomi D
A sumsi umum yang sering dibuat oleh para pakar yang menganalisa
kebijakan dan membangun model-model proses kebijakan yaitu
bahwa saat sebuah kebijakan telah dibuat, kebijakan tersebut
akan terlaksana dengan sendirinya dan hasil yang didapat pasti akan
sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh para pembuat kebijakan.
Atas dasar asumsi ini, Thomas B. Smith merumuskan suatu pandangan
dan model ilmiah yang dituangkan dalam karyanya yang berjudul The
Policy Implementation Process (1973). Smith mengevaluasi asumsi
tersebut dalam rangka membuat sebuah model proses implementasi
kebijakan, khususnya di negara-negara dunia ketiga.
Kondisi-kondisi politik dan organisasi turut mempengaruhi
pembentukan asumsi tersebut. Sebagai contohnya, keadaan-keadaan
politik pada negara-negara di benua Asia dan Afrika berbeda dengan
kebanyakan negara-negara Barat. Kebijakan pemerintah pada negara-
negara di benua Asia dan Afrika sering ditafsirkan sebagai hasil dari
permintaan-permintaan (demands) dan tekanan-tekanan (pressures)
dari pihak-pihak yang berkepentingan (Smith, 1973:198). Smith
berpendapat bahwa pengaruh partai-partai politik dan kelompok-
kelompok kepentingan tersebut mungkin masih belum berkembang
atau mungkin karena adanya tekanan dari tindakan pemerintah. Jika
dibandingkan dengan negara-negara barat, kepentingan dan tantangan di
masyarakat barat tertuju pada para pembuat kebijakan (policy makers).
A. Komunikasi (communication)
Dalam pandangan Edwards (1980:17), komunikasi merupakan
prasyarat utama untuk mengefektifkan implementasi kebijakan.
Sebelum kebijakan diimplementasikan, setiap personil (implementor)
harus terlebih dahulu menerima setiap keputusan kebijakan serta perintah
pelaksanaannya secara jelas (clear), akurat (accurate), dan konsisten
(consistent). Jika informasi yang diterima oleh para personil pelaksana
tidak memenuhi aspek-aspek transmisi informasi tersebut, maka tidak
perlu diperdebatkan apabila mereka melakukan banyak perubahan
pada proses implementasi yang tidak sesuai dengan kehendak pembuat
kebijakan. Dengan demikian, ketidakjelasan informasi (ambiguity)
merupakan hambatan sekaligus tantangan dalam aspek komunikasi,
khususnya komunikasi dalam rangka implementasi kebijakan.
C. Watak (disposition)
Telah dijelaskan dalam variabel komunikasi bahwa ketidaksetujuan
yang diberikan oleh para implementor terhadap suatu kebijakan secara
langsung akan menimbulkan rintangan atau penyimpangan komunikasi
sehingga kebebasan bertindak para implementor tidak akan mungkin
dihindari. Eksistensi diskresi menjadi dasar pandangan bahwa watak,
sikap atau sifat dasar para implementor terhadap suatu kebijakan
dapat menjadi rintangan untuk mewujudkan implementasi kebijakan
(Edwards, 1980:89). Sehingga, watak dasar dari implementor turut
menyumbang kesuksesan dalam rantai implementasi kebijakan.
Edwards (1980:90) mengatakan bahwa banyak kebijakan masuk
dalam “zona ketidakacuhan” atau zone of indifference. Pandangan
tersebut terbentuk karena watak dari para implementor itu sendiri.
Kebijakan yang seharusnya dilaksanakan secara optimal, pada
kenyataannya dilaksanakan tidak dengan sepenuh hati. Menurut
Edwards, hal tersebut terjadi karena tidak adanya ikatan batin yang kuat
antara para pelaksana dan kebijakan tersebut. Begitu juga dengan Smith
(1973:207) yang menyatakan bahwa “Programs supported in a half-
hearted way often are never implemented with vigor”.
Watak akan menghalangi implementasi kebijakan ketika para
implementor menyatakan ketidaksetujuannya dengan materi muatan
R
Daya Manusia Indonesia yang Berkualitas
evolusi karakter bangsa merupakan salah satu agenda dari
sembilan agenda prioritas (Nawa Cita) yang dirumuskan oleh
Pemerintah Republik Indonesia di bawah sistem administrasi
Presiden Joko Widodo. Agenda tersebut dirumuskan dalam rangka
mewujudkan visi Indonesia untuk menjadi negara yang berdaulat secara
politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam
kebudayaan. Agenda ini dinilai penting dan strategis karena berkaitan
langsung dengan aspek peningkatan kualitas sumber daya manusia
(SDM) Indonesia. Selain itu, pelaksanaan agenda ini juga tidak dapat
dilepaskan dari peran serta pendidikan, khususnya pendidikan karakter.
Pendidikan karakter memegang peranan penting dalam implementasi
agenda ini karena pada hakikatnya bahwa pendidikan memiliki fungsi
yang hakiki dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang akan
menjadi aktor-aktor dalam menjalankan fungsi dari berbagai bidang
kehidupan yang bersangkutan (Suryadi dan Tilaar, 1993:3).
1. Urgensi implementasi pendidikan karakter
Menurunnya kegiatan-kegiatan pengamalan nilai-nilai etika
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sosial
menunjukkan fenomena bahwa telah terjadi penurunan karakter bangsa.
Hal ini diperburuk oleh hilangnya semangat gotong royong, nilai-nilai
Pornografi dan
a. 188 175 247 322 179 1.111
cybercrime
Anak korban
b. 17 11 23 53 66 170
kejahatan seksual
Anak pelaku
c. 8 7 16 42 28 101
kejahatan seksual
Anak korban
d. pornografi dari 107 110 147 163 49 576
sosial media
Anak pelaku
kepemilikan
e. 56 47 61 64 36 264
pornografi (HP,
Video, dsb)
Anak Berhadapan
f. 695 1.413 1.428 2.208 403 6.147
Hukum (ABH)
E. Penutup
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang RI Tahun
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak (baca: karakter) serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang 1) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2)
berakhlak mulia, 3) sehat, 4) berilmu, 5) cakap, 6) kreatif, 7) mandiri,
dan 8) menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional adalah untuk
membentuk karakter siswa/mahasiswa/warga negara yang memiliki
8 karakter tersebut. Implikasinya, formulasi, legitimasi (adopsi),
implementasi, dan evaluasi kebijakan pendidikan karakter harus
berkoherensi terhadap upaya mewujudkan 8 karakter tersebut. Sejalan
dengan itu, Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 telah
mengimplementasikan kebijakan berupa Grand Design Pendidikan