Anda di halaman 1dari 34

4

4.1 Mapping Pelabuhan Sekitar Lokasi Studi


Berdasarkan rencana Struktur ruang Kabupaten Kepulauan Aru terdapat 1 lokasi
rencana pelabuhan di kecamatan Sir-Sir yaitu tepatnya di desa kobamar.

Lokasi Alternatif 2

Lokasi Alternatif 1

Lokasi Alternatif 3

Lokasi Pelabuhan Kobamar

Gambar 4.1 Sebaran Pelabuhan di Sekitar Lokasi Studi

4.2 Hinterland Pelabuhan


4.2.1 Lokasi Alternatif 1
Lokasi Berada di Desa Letting Kecamatan Aru Sir-Sir, Kabupaten Kepulauan Aru
Provinsi Maluku, tepatnya berada pada kordinat 04°62'01.5"S dan 93°84'0.96"E.

Lokasi Pelabuhan Alternatif 1

Gambar 4.2 Lokasi Pelabuhan Alternatif 1

Halaman IV-1
4.2.2 Lokasi Alternatif 2
Lokasi Berada di Desa Letting Kecamatan Aru Sir-Sir, Kabupaten Kepulauan Aru Provinsi Maluku,
tepatnya berada pada kordinat 5°34'18.5"S dan 134°39'19.9".

Lokasi Pelabuhan Alternatif 2

Gambar 4.3 Lokasi Pelabuhan Alternatif 2

4.2.3 Lokasi Alternatif 3


Lokasi Berada di Desa Letting Kecamatan Aru Sir-Sir, Kabupaten Kepulauan Aru Provinsi Maluku,
tepatnya berada pada kordinat 5°34'18.7"S dan 134°39'10.0"E.

Lokasi Pelabuhan Alternatif 3

Gambar 4.4 Lokasi Pelabuhan Alternatif 3

4.3 Kondisi Jalan Eksisting Dari/Menuju Pelabuhan


4.3.1 Lokasi Alternatif 1
kondisi akses jalan menuju ketiga alternatif lokasi rencana Pelabuhan Rakyat Desa Letting masih
berupa jalan setapak sampai dengan saat ini belum ada jalan aspal di lokasi rencana pelabuhan

Halaman IV-2
mengingat kecamatan Aru Sir-Sir merupakan daerah kepulauan sehingga untuk mendukung
pergerakan masyarakatnya di dominasi oleh transportasi Laut.
Namun dalam perkembangannya pelabuhan rakyat di desa letting memerlukan dukungan akses
jalan dari desa-desa yang berada dalam satu pulau untuk kelancaran pendistribusian pergerakan
barang dan orang

Gambar 4.5 Kondisi Akses Jalan Di Letting

4.3.2 Lokasi Alternatif 2


Pada alternatif 2 belum terdapat jalan akses menuju lokasi pelabuhan hal ini dikarenakan loaksi
alternatif 2 bukan berada pada pusat kegiatan di desa leting namun dari segi kedalaman
mempunyai nilai yang baik.

4.3.3 Lokasi Alternatif 3


Pada alternatif 3 belum terdapat jalan akses menuju lokasi pelabuhan hal ini dikarenakan loaksi
alternatif 3 bukan berada pada pusat kegiatan di desa leting namun dari segi kedalaman
mempunyai nilai yang baik.

4.4 Kondisi Bathimetri dan Topografi


4.4.1 Lokasi Alternatif 1
Survei batimetri dilakukan selama 2 hari pada 3 (tiga) alternatif lokasi. Berikut area pengukuran
batimetri dan topografi serta titik stasiun pengamatan pasut dan arus sedimen. Data hasil
pengukuran ini selanjutnya akan digunakan dalam pemodelan hidro-oseanografi yang diperlukan
untuk mengetahui kondisi fisik teknis lokasi rencana pelabuhan.

Halaman IV-3
Pengukuran Topografi dilakukan pada 3 (tiga) alternatif lokasi rencana pelabuhan Bungin.
Tahapan pengukuran diawali dengan pembuatan titik referensi lokal dimana posisinya
ditentukan berdasarkan pengukuran menggunakan GPS Handheld. Dari titik referensi kemudian
dilakukan pengukuran kerangka dasar horizontal atau poligon, sebagai acuan untuk pengukuran
detail situasi daerah survei. Pada kedua alternatif lokasi rencana pelabuhan dibuat 1 (satu) Bench
Mark (BM) dan 1 (satu) Control Point (CP), berikut ini disajikan tabel gambaran bangunan BM dan
CP yang dibuat dilapangan beserta koordinatnya.

4.4.2 Lokasi Alternatif 2


Survei batimetri dilakukan selama 2 hari pada 3 (tiga) alternatif lokasi. Berikut area pengukuran
batimetri dan topografi serta titik stasiun pengamatan pasut dan arus sedimen. Data hasil
pengukuran ini selanjutnya akan digunakan dalam pemodelan hidro-oseanografi yang diperlukan
untuk mengetahui kondisi fisik teknis lokasi rencana pelabuhan.
Pengukuran Topografi dilakukan pada 3 (tiga) alternatif lokasi rencana pelabuhan Bungin.
Tahapan pengukuran diawali dengan pembuatan titik referensi lokal dimana posisinya
ditentukan berdasarkan pengukuran menggunakan GPS Handheld. Dari titik referensi kemudian
dilakukan pengukuran kerangka dasar horizontal atau poligon, sebagai acuan untuk pengukuran
detail situasi daerah survei. Pada kedua alternatif lokasi rencana pelabuhan dibuat 1 (satu) Bench
Mark (BM) dan 1 (satu) Control Point (CP), berikut ini disajikan tabel gambaran bangunan BM dan
CP yang dibuat dilapangan beserta koordinatnya.

4.4.3 Lokasi Alternatif 3


Survei batimetri dilakukan selama 2 hari pada 3 (tiga) alternatif lokasi. Berikut area pengukuran
batimetri dan topografi serta titik stasiun pengamatan pasut dan arus sedimen. Data hasil
pengukuran ini selanjutnya akan digunakan dalam pemodelan hidro-oseanografi yang diperlukan
untuk mengetahui kondisi fisik teknis lokasi rencana pelabuhan.
Pengukuran Topografi dilakukan pada 3 (tiga) alternatif lokasi rencana pelabuhan Bungin.
Tahapan pengukuran diawali dengan pembuatan titik referensi lokal dimana posisinya
ditentukan berdasarkan pengukuran menggunakan GPS Handheld. Dari titik referensi kemudian
dilakukan pengukuran kerangka dasar horizontal atau poligon, sebagai acuan untuk pengukuran
detail situasi daerah survei. Pada kedua alternatif lokasi rencana pelabuhan dibuat 1 (satu) Bench

Halaman IV-4
Mark (BM) dan 1 (satu) Control Point (CP), berikut ini disajikan tabel gambaran bangunan BM dan
CP yang dibuat dilapangan beserta koordinatnya.

Halaman IV-5
Gambar 4.6 Kondisi Bathimetri dan Topografi Lokasi Alternatif 1 dan 2

Halaman IV-6
Gambar 4.7 Kondisi Bathimetri dan Topografi Lokasi Alternatif 3

Halaman IV-7
4.5 Kondisi Hidro Oseanografi
Angin membangkitkan gelombang laut, oleh karena itu data angin dapat digunakan untuk
memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi rencana. Mengingat ketidak tersediaan data
gelombang hasil pengukuran lapangan, data tersebut tidak dapat mewakili kondisi gelombang
secara keseluruhan. Untuk perencanaan struktur pelabuhan ini akan digunakan hasil ramalan
gelombang berdasarkan data angin. Data angin diperlukan sebagai data masukan dalam
peramalan gelombang sehingga diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin untuk prediksi
gelombang secara normal didapat melalui cara observasi langsung di titik fetch dengan
memproyeksikan harganya di titik fetch (daerah pembentukan gelombang) yang diasumsikan
memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan dari pengamatan di darat. Arah dan
kecepatan angin maksimum harian akan digunakan untuk memprediksi tinggi dan perioda
gelombang maksimum yang dapat dibangkitkan angin dalam perioda ulang waktu tertentu

4.5.1 Estimasi Kecepatan Angin Permukaan


Hindcasting adalah satu metode peramalan gelombang di satu lokasi berdasarkan kejadian di
masa silam. Hindcasting ini menggunakan data angina laut dalam berdasarkan data NCEP NOAA
(Tahun 2007 – 2016) dengan koordinat ekstraksi yaitu 5.544709° LS dan 134.823832° BT.
Penyajian lokasi data dan kondisi angin di lokasi studi dapat dilihat pada gambar dan tabel
berikut.

Gambar 4.8 Distribusi Angin 10 Tahun (2007-2016) di Lokasi Rencana

Halaman IV-8
Tabel 4.1.Windrose Bulan Januari – Juni Tahun 2007-2016 di Lokasi Rencana

Januari Februari

Maret April

Halaman IV-9
Mei Juni

Tabel 4.2 Windrose Bulan Juli-Desember Tahun 2007-2016 di Lokasi Rencana

Juli Agustus

Halaman IV-10
September Oktober

November Desember

4.5.2 Penentuan Area Pembangkitan Gelombang (Fetch)


Fetch efektif dihitung dari garis-garis fetch yang dibuat sebanyak 72 garis berinterval 5⁰ masing-
masing pada kedua sisi kiri dan kanan garis fetch arah mata angin. Garis tiap interval ini kemudian
dihitung rata-ratanya untuk setiap 8 arah mata angin seperti ditunjukkan pada gambar dibawah
ini.

Halaman IV-11
Gambar 4.9 Garis Pembangkitan Gelombang (Fetch) di lokasi Pelabuhan

Dapat dilihat pada gambar diatas, pembentukan gelombang dari arah Barat, Barat Laut memiliki
fetch yang sangat kecil.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Panjang Garis Pembangkitan Efektif


FETCH
Length Length
Direction
(m) (km)
N 149835 149.84
NE 163568 163.57
E 200200 200.20
SE 200200 200.20
S 109965 109.97
SW 15619 15.62
W 14808 14.81
NW 101630 101.63
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2017

4.5.3 Peramalan Gelombang (Hindcasting)


Prediksi Gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang
telah lalu dan disebut forecasting jika berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur
penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data meteorologinya.
Dalam laporan ini penghitungan gelombang (yang dibangkitkan angin) dilakukan dengan cara
hindcasting berdasarkan formulasi yang tersusun di dalam buku Shore Protection Manual,
Department of The Army, Coastal Engineering Research Center (1984). Peramalan gelombang

Halaman IV-12
dilakukan dengan mempergunakan metoda SMB (Sverdrup Munk Neider) dengan formula
sebagai berikut.
U 2 gF 1 / 2
H  1.6 x 10  3
g U2
U F1/ 3
T  2.857 x 10 1
g U2
U gF 2 / 3
t  6.88 x 10
g U2

Peramalan yang digunakan untuk kondisi pembentukan gelombang (fully developed) dinyatakan
sebagai berikut:
gH
 2.433 x 10 1
U 2A
gT
 8.134
UA
gt
 7.15 x 10 4
UA

dimana:
H : tinggi gelombang (m);
T : perioda gelombang (detik);
F : panjang fetch (m);
t : durasi angin (detik);
UA : kecepatan angin setelah koreksi (m/s);
g : percepatan gravitasi (m/s2).
Dengan mempertimbangkan durasi angin yang bertiup, diperoleh gelombang untuk kecepatan
angin yang berbeda-beda. Garis fetch efektif yang diambil, sesuai dengan posisi daratan
terhadap arah datang gelombang seperti ditunjukkan pada Tabel sebelumnya.

Halaman IV-13
Gambar 4.10 Diagram Alir Hindcasting

Tinggi gelombang maksimum tiap tahun (2007 – 2016) ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Tabel 4.4 Tabel Tinggi Gelombang Maksimum Tiap Arah Tiap Tahun
Wave Height Max (m)
Tahun N NE E SE S SW W NW
2007 1.86 1.48 1.63 1.91 2.30 0.70 0.86 2.06
2008 1.69 1.46 2.10 2.23 2.40 0.67 0.76 1.95
2009 1.55 2.33 1.78 2.72 1.91 0.80 0.74 1.67
2010 1.94 1.54 1.81 1.75 1.51 0.75 0.86 2.07
2011 1.91 2.00 2.00 2.13 2.07 0.54 0.81 2.09
2012 1.76 1.91 1.92 2.03 2.91 0.78 0.84 2.73
2013 1.65 2.26 2.02 2.73 2.85 0.70 0.81 1.93
2014 1.95 1.51 1.78 2.29 2.55 1.21 1.21 2.27
2015 2.18 1.70 2.06 1.96 1.79 0.47 0.90 2.77
2016 1.99 1.87 1.68 2.58 2.33 0.84 0.64 2.52
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2017

Halaman IV-14
Tabel 4.5.Waverose Bulan Januari – Juli Tahun 2007-2016 di Lokasi Rencana

Januari Februari

Maret April

Halaman IV-15
Mei Juni

Tabel 4.6 Waverose Bulan Juli – Desember Tahun 2007-2016 di Lokasi Rencana

Juli Agustus

Halaman IV-16
September Oktober

November Desember

4.5.4 Pemodelan Gelombang


Untuk mengetahui proses penjalaran gelombang laut dalam hingga mencapai pantai diperlukan
pemodelan gelombang di lokasi studi. Pada subbab ini, pemodelan dilakukan dengan
menggunakan model Finite Difference Method (FDM) Wave Transformation. Model ini dapat
memodelkan transformasi gelombang pada domain model yang cukup luas. Didalam model
asumsi asumsi dasar yang digunakan adalah:

1. Dasar laut yang halus dan pemantulan gelombang yang dapat diabaikan. Gelombang yang
dipantulkan dari garis pantai atau dari dasar laut yang curam diabakan.

Halaman IV-17
2. Gelombang, arus, dan angin dalam kondisi steady-state. Yang memiliki arti bahwa model
tidak terpengaruh oleh waktu. Model diformulasikan sebagai model steady-state karena
dapat mengurangi waktu perhitungan. Untuk pembentukan gelombang, asumsi angin
berhembus dengan kondisi stabil dan cukup lama untuk gelombang mencapai kondisi fetch-
limited atau full-developed conditions (bukan tim- limited).
3. Refraksi dan shoaling linear. Model menggabungkan refraksi, pendangkalan, dan propagasi
gelombang linear. Dengan demikian, model tidak mewakili gelombang asimetri atau fitur
gelombang acak yang menyebabkan akurasi model berkurang.
4. Kecepatan arus yang seragam terhadap kedalaman. Interaksi gelombang – arus dalam
model berdasarkan arus yang konstan di seluruh kolom air. Oleh karena itu model tidak
merepresentasikan refraksi dan shoaling karena gradien vertikal arus.
5. Linear radiation stress. Tekanan radiasi dihitung berdasarkan teori gelombang linear.

4.5.4.1 Persamaan Pengatur


Persamaan pembangun dari trasformasi gelombang pada modul ini menghitung radiation stress
dari rambatan gelombang tersebut. Sehingga dengan demikian pada model ini dapat di
bangkitkan arus sejajar pantai akibat gelombang (wave Induced Current). Gradient radiation
stress akibat gelombang pada modul ini adalah sebagai berikut:
2𝑘𝑑
𝑆𝑥𝑥 = 𝜌𝑤 𝑔 ∫ ∫ 𝐸(𝑓, 𝛼) [0.5 (1 + ) (cos2 𝛼 + 1) − 0.5] 𝑑𝑓 𝑑𝛼
sinh 2𝑘𝑑

𝐸(𝑓, 𝛼) 2𝑘𝑑
𝑆𝑥𝑦 = 𝜌𝑤 𝑔 ∫ ∫ [0.5 (1 + ) sin 2𝛼] 𝑑𝑓 𝑑𝛼
2 sinh 2𝑘𝑑

2𝑘𝑑
𝑆𝑦𝑦 = 𝜌𝑤 𝑔 ∫ ∫ 𝐸(𝑓, 𝛼) [0.5 (1 + ) (sin2 𝛼 + 1) − 0.5] 𝑑𝑓 𝑑𝛼
sinh 2𝑘𝑑

4.5.4.2 Input Pemodelan Gelombang


Model ini memilki input program yang merupakan spektrum energi dari gelombang. Pada
pemodelan untuk studi kasus ini spektrum energi gelombang yang digunakan adalah spektrum
energi gelombang teoritis TMA. Masukan data gelombang yang digunakan adalah hasil

Halaman IV-18
peramalan gelombang untuk setiap arah yang berpengaruh. Adapun spektrum energi
gelombang yang dihasilkan dan grid perhitungan ditunjukkan pada gambar berikut.

Direction Wave Height Period


from (m) (s)
North 2.18 6.45
North East 2.33 6.64
East 2.10 6.34
South East 2.73 7.09
North West 2.77 7.14
Gambar 4.11 Input Spektrum untuk Setiap Arah yang Berpengaruh Terhadap Dermaga
4.5.4.3 Hasil Pemodelan Gelombang
Pada gambar-gambar dibawah ini, ditampilkan hasil pemodelan transformasi gelombang pada
lokasi studi

Halaman IV-19
Gambar 4.12 Hasil Transformasi Gelombang dari Arah Tenggara

Halaman IV-20
Gambar 4.13 Hasil Transformasi Gelombang dari Arah Timur

Halaman IV-21
Gambar 4.14 Hasil Transformasi Gelombang dari Arah Timur Laut

Halaman IV-22
Gambar 4.15 Hasil Transformasi Gelombang dari Arah Utara

Halaman IV-23
Gambar 4.16 Hasil Transformasi Gelombang dari Arah Barat Laut

Lokasi pengamatan tinggi gelombang pada model terletak seperti yang ditunjukkan gambar di
bawah ini:

Halaman IV-24
Gambar 4.17 Lokasi Dermaga pada Model beserta Batimetri Model

Halaman IV-25
Ringkasan tinggi gelombang hasil transformasi pada titik lokasi dermaga dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Tabel 4.7 Rangkuman Tinggi Gelombang di setiap alternatif

Tinggi Gelombang
Hasil Perambatan (m)
Alternatif 1 0.13
Alternatif 2 0.35
Alternatif 3 0.25

Tinggi Gelombang Hasil Perambatan

0.50

0.40
Wave Heitgh (m)

Alternatif 1
0.30
Alternatif 2
0.20 Alternatif 3
0.10

0.00
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

Dapat dilihat dari hasil pemodelan diatas, bahwa gelombang relative kecil < 0.5 m. Gelombang
yang kecil ini disebabkan ketiga lokasi berada pada daerah yang terlindung.

4.5.5 Pemodelan Arus


Dalam memperkirakan kondisi arus untuk lokasi studi digunakan perangkat lunak Water
Modelling System dengan metode Finite Element Method. Program ini digunakan untuk
menyimulasikan pemodelan hidrodinamika dan sedimentasi. Program inti dari perangkat lunak
ini adalah program pemodelan hidrodinamika yang dapat menghitung elevasi muka air dan
kecepatan aliran untuk suatu masalah aliran.
Dalam simulasi hidrodinamika dan sedimentasi ada beberapa tahapan pekerjaan yang perlu
dilakukan dengan urutan tertentu. Dimulai dengan pembuatan mesh (grid perhitungan
numerik), kemudian masukan data elevasi muka air, serta parameter Viskositas Eddy dan Nilai
Manning untuk menjalankan pemodelan arus.

Halaman IV-26
4.5.5.1 Setup Pemodelan
Simulasi hidrodinamika dan sedimentasi pada modul ini memerlukan data batimetri dan pasang
surut lokasi. Data batimetri hasil survei akan dilengkapi dengan data batimetri sekunder yaitu
berupa peta dishidros agar pemodelan yang dilakukan dapat mencakup seluruh coastal shell
lokasi studi. Untuk data pasang surut digunakan data pasang surut global NAOTide untuk
melengkapi data hasil survei pasang surut. Hal ini dikarenakan titik pasang surut yang akan
digunakan sebagai kondisi batas pemodelan lokasi studi terlalu jauh untuk dicapai.
Berikut tahapan setup pemodelan arus dan sedimentasi pada model:
• Grid Pemodelan
Simulasi dengan piranti lunak menggunakan input batimetri yang divisualisasikan ke
dalam bentuk mes perairan di sekitar lokasi rencana. Proses simulasi dilakukan dengan
langkah langkah berikut:
a. Membuat grid mesh dari peta batimetri.

Gambar 4.18 Grid yang Digunakan pada Lokasi Studi

b. Membuat kondisi batas dengan data debit dan pasang surut.


c. Run simulasi dengan input data (parameter-parameter yang mencerminkan
karakteristik perairan lokasi yang ditinjau)

Halaman IV-27
Gambar 4.19 Input Data Batimetri Model

• Syarat Batas (Boundary Condition)

Boundary Condition pada simulasi Pasang Surut dengan modul ini adalah Pasang Surut.
Dalam pemodelan ini pasang surut diambil dari perangkat Lunak NAOTIDE. Lokasi-lokasi
Boundary Condition tersebut adalah seperti yang digambarkan pada Gambar di bawah
ini.

Halaman IV-28
Gambar 4.20 Syarat Batas Pemodelan Hidrodinamika

4.5.5.2 Hasil Pemodelan


Hasil pemodelan Modul dari perangkat lunak ini berupa pola kecepatan arus, arah, dan kondisi
elevasi muka air pada daerah yang dimodelkan. Hasil pemodelan ditampilkan pada Gambar di
bawah ini.
Dengan mengambil titik tinjau sesuai dengan titik survei pasang surut yang akan dilakukan maka
dapat divalidasi elevasi muka air model dengan hasil survei.

Halaman IV-29
Gambar 4.21 Velocity Magnitude saat Menuju Pasang

Gambar 4.22 Velocity Magnitude saat Menuju Surut

Halaman IV-30
Dengan mengambil titik tinjau sesuai dengan titik lokasi pelabuhan, maka didapatkan besaran
arus sebagai berikut:

Gambar 4.23 Titik Lokasi Rencana

Kecepatan Arus
Maksimum (m/s)
Alternatif 1 0.16
Alternatif 2 0.22
Alternatif 3 0.31

Halaman IV-31
Contoh Pola Arus Letting Alternatif 1
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1
m/s

0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 20 40 60 80 100 120

Gambar 4.24 Grafik Besaran Arus (m/s)

Dapat dilihat pada lokasi rencana pelabuhan memiliki arus yang relative kecil. Hal ini disebabkan
oleh lokasi rencana yang terlindung dan berada di estuary perbesaran penampang sungai.

4.6 Dokumentasi

Halaman IV-32
Halaman IV-33
Halaman IV-34

Anda mungkin juga menyukai