Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana teori konflik Dahrendorf membaca konflik samin vs semen?

Dalam analisis ini, kami meminjam konsep dari Ralf Dahrendorf, seorang sosiolog
Jerman yang lahir pada tahun 1929. Dahrendorf adalah sarjana Eropa yang sangat memahami
teori Marxian. Tetapi, bagian ujung teori konfliknya terlihat menyerupai cerminan
fungsionalisme struktural ketimbang teori Marxian tentang konflik. Maka dalam analisis ini,
konflik dan fungsionalisme akan sedikit bercampur. Kendati demikian, kami tetap berupaya
mengupas masalah ini dari sudut konflik.1

“Ketidakbebasan yang dipaksakan”

Dahrendorf adalah tokoh yang berpegang pada pemahaman bahwa masyarakat memiliki
dua sisi, yaitu koflik dan consensus atau, dalam bahasa lain, integrasi dan disintegrasi. Keduanya
digunakan secara terpisah. Teori konflik haruslah membaca dan menguji nilai integrasi dalam
masyarakat, sedangkan teori consensus harus membaca dan menjelaskan gesekan kepentingan
dan kekerasan yang membuat masyarakat terikat dibawah tekanan itu. Ia menyatakan bahwa,
menurut fungsionalis, sistem sosial dipersatukan oleh kerjasama sukarela atau oleh konsensus
bersama atau oleh kedua-duanya. Akan tetapi, menurut teoritisi konflik (atau teoritisi koersi)
masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan2”.

Dalam konteks ini, ketidakbebasan seperti apa yang kemudian dipaksakan? Setidaknya
terdapat beberapa hal yang bisa dianggap sebagai “ketidakbebasan”. Pertama, masyarakat
terdampak di wilayah Pati, Rembang, dan Blora , khususnya masyarakat Samin tidak diberikan
opsi dalam memepertahankan tanah mereka. PT. Semen Indonesia bersikeras melakukan
pembangunan wilayah pabrik Semen di kawasan Pegunungan Karts Kendeng yang merupakan
tempat tinggal dari Suku Samin. Wilayah ini diketahui merupakan sumber batuan gamping yang
menjadi bahan baku semen. Namun di sisi lain, wilayah ini merupakan area pertanian dan
sumber mata air bagi seluruh warga Samin. Selain itu, secara historis dan status quo, masyarakat
1
Aniek Ramaniah, Teori Konflik: Ralf Dahrendorf. Tidak ada Tahun.
2
Ibid.
samin memiliki otoritas atas tanah tersebut. Faktanya, walau tanah itu dibeli oleh PT. Semen
Indonesia dari masyarakat, namun proses jual-beli dilakukan melalui represi dan ancaman.
Artinya, masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam menentukan nasib tanah mereka. Hal ini
ditampilkan dalam scene saat Gunretno—aktivis Sedulur Sikep Samin-- yang mewawancarai dua
warga Tuban. Kedua warga bercerita tentang awal mula pendirian pabrik semen dengan unsur
paksaan. Mereka mengaku tidak akan menjual tanah jika dipaksa dan diancam.

Mempertahankan status quo

Menurut Dahrendorf, di dalam setiap asosiasi, orang yang berada pada posisi dominan
berupaya mempertahankan status quo, sedangkan orang yang berada pada posisi subordinat
berupaya mengadakan perubahan. Perebutan kepentingan ini sangat objektif, sebab otoritas
(fungsi) yang diperebutkan berada pada posisi (peran), bukan sosok atau eksistensi kelompok
tertentu. Upaya memepertahankan dan memperebutkan otoritas inilah yang selanjutnya menjadi
konflik. Cermat kami, fenomena konflik Samin vs Semen ini cukup unik, sebab pihak
superordinate diperankan oleh kelompok Samin sebagai pemilik otoritas atas kawasan
Pegunungan Karts Kendeng. Sedangkan PT.Semen Indonesia dan pemerintah menjadi kelompok
subordinate yang berusaha untuk merebut otoritas dan menggeser posisi masyarakat Samin atas
wilayah tersebut. Gesekan di antara keduanya selanjutnya menjadi konflik yang nyata.

Kepentingan nyata (manifest) dan kepentingan tersembunyai(laten)

Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain : 1.
Kelompok Semu (quasi group) 2. Kelompok Kepentingan (manifes) 3. Kelompok Konflik.
Kelompok semu merupakan beberapa pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi
belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini pada gilirannya berubah menjadi tipe
kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan
kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial3.

Masyarakat Samin hidup dalam sebuah tatanan masyarakat yang sudah terorganisir
dengan baik. mereka hidup dengan mempertahankan kearifan lokal dan bergantung pada alam.
Mereka juga disatukan oleh keyakinan spiritual yang sama, inilah yang menjadikan mereka
memiliki solidaritas yang tinggi. Dalam kasus ini, kepentingan kelompok Samin adalah berusaha
mempertahankan kelestarian pegunungan kendeng dari aktivitas penambangan. Kesamaan
kepentingan ini telah lama terwadahi dalam asosiasi bidaya dan profesi “Sedulur Sikep Samin”.

3
https://rumputmelawan.wordpress.com/2014/05/16/ralf-dahrendorf-teori-konflik/#:~:text=Teori%20Konflik
%20adalah%20suatu%20perspektif,atau%20memproleh%20kepentingan%20sebesar%2Dbesarnya. (Diakses pada 3
Mei Pukul 10.35)
Ini memiliki struktur, bentuk organisasi, tujuan, dan program. Artinya, Sedulur Sikep Samin
tepat jika disebut sebagai kelompok kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai