Anda di halaman 1dari 28

1.

Mahasiswa mampu, memahami, menghayati dan menjelaskan penerapan


Aspek legal dan etik dalam perapotekan, meliputi :

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek


kefarmasian oleh Apoteker
Pengertian STRA adalah Bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kota/kab kepada apoteker yang telah di registrasi
Pengertian SIA adalah Bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin untuk menyelenggarakan apotek
Pengertian SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada apoteker untuk dapat
melaksanakan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian
a) Aspek legal pendirian apotek
Peraturan perundang-undang
a. Undang-Undang Nomor.35 tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Undang-Undang Nomor.36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
c. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun 2018
Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 9 tahun 2017 tentang Apotek.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP
Nomor 26 Tahun 1965 mengenai Apotek.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
h. Keputusan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Repoblik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
i. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun 2018
Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan.
j. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. I.
k. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.924/MENKES/SK/X/1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. II.
l. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1176/MENKES/SK/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. III.

Persyaratan SURAT IZIN APOTEK


 Fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
 Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
 Daftar sarana, prasarana dan peralatan.

b) Aspek legal praktek praktek kefarmasian


a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tantang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin kerja
Tenaga Kefarmasian.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2016
Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Asisten Tenaga Kesehatan.
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
PERSYARATAN SIPA
1. Fotokopi STRA yang dilegalisasi oleh KFN
2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari piminan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran
3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi, dan
4. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar dan 3x4 sebanyak 2
lembar.

c) Etik Profesi (Keputusan Pengurus pusat IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)


tahun 2014 tentang kode etik Apoteker)
1. Kewajiban Umum (Pasal 1-8)
- Menjunjungi tinggi sumpah apoteker
- Mengamalkan kode etik
- menjalankan profesi sesuai kompetensi dan berpegang pada prinsip
kemanusiaan
- update ilmu Kesehatan /farmasi
- menghindarkan diri dari mencari keuntungan sendiri
- menjadi contoh yang baik
- menjadi sumber informasi sesuai profesinya
- update peraturan UU Kesehatan farmasi
2. Kewajiban terhadap pasien (Pasal 9)
mementingkan pasien dan menghormati hak asasi pasien
3. Kewajiban terhadap Teman Sejawad (Pasal 10-12)
 meperlakukan Teman Sejawat sebagaimana ia ingin diperlakukan
 saling mengingatkan & menasehati tentang kode etik
 meningkatkan kerja sama & saling mempercayai
4. Kewajiban terhadap Teman Sejawat Kesehatan Lain (Pasal 13-14)
- Membangun hubungan profesi, saling mempercayai & menghargai
dengan tenaga Kesehatan lain di setiap kesempatan
- Menjauhkan diri dari Tindakan yang menurunkan kepercayaan
masyarakat terhadap tenaga Kesehatan lain
5. Penutup
Mengamalkan kode etik dalam menjalankan tugas sehari-hari apabila
melanggar akan di beri sanksi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengelolaan sediaan farmasi, Alat
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di apotek :
a. Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan tahap awal
untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
yang sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan perencanaan:
a. mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP yang mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP secara
rasional.
c. menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
d. menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih.
e. efisiensi biaya.
f. memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan biaya
distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
Adapun metode dari perencanaan yakni
1) Konsumsi
Metode ini menggunakan data dari konsumsi peride sebelumnya dengan
penyesuaian yang dibutuhkan Untuk menghitung jumlah sediaan farmasi yang
dibutuhkan berdasarkan metoda konsumsi perlu diperhatikan hal sebagai berikut:
a. Pengumpulan dan pengolahan data.
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan Sediaan Farmasi dengan alokasi dana Rumus:
A = (B+C+D) - E
A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata per bulan
C = Buffer stock (tergantung dengan kelompok Pareto) (10%-20%)
D = Lead time stock
E = Sisa stok
Contoh perhitungan dengan metode konsumsi:
Selama tahun 2018 (Januari–Desember) pemakaian Parasetamol tablet sebanyak
300.000 tablet. Sisa stok per 31 Desember 2018 adalah 10.000 (E) tablet.
a. Pemakaian rata-rata (B) Paracetamol tablet perbulan selama tahun 2018
adalah 300.000 : 12 = 25.000 tablet perbulan. Pemakaian perminggu 6.250
tablet.
b. Misalkan berdasarkan evaluasi data buffer stock (C), ditetapkan buffer 20% =
20% x 25.000 tablet = 5.000 tablet.
c. Misalkan lead time stock (D) diperkirakan 1 minggu = 1 x 6.250 tablet = 6.250
tablet.
d. Sehingga kebutuhan Paracetamol bulan Januari tahun 2019 (A) adalah = B +
C + D, yaitu: 25.000 tablet + 5.000 tablet + 6.250 tablet= 36.250 tablet.
e. Jika sisa stock (E) adalah 10.000 tablet, maka rencana pengadaan
Paracetamol untuk bulan Januari tahun 2019 adalah: A = (B + C + D) - E =
36.250 tablet – 10.000 tablet = 26.250 tablet.
Untuk bulan berikutnya perhitungan menyesuaikan dengan sisa stok bulan
sebelumnya.

2) Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit. Pada prakteknya, penggunaan metode morbiditas untuk penyusunan
rencana kebutuhan obat di Apotek jarang diterapkan karena keterbatasan data
terkait pola penyakit.

Langkah-langkah dalam metode morbiditas:


a. Mengumpulkan data yang diperlukan.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode morbiditas:
1) Perkiraan jumlah populasi.
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan
berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara:
i. 0 s.d. 4 tahun
ii. 4 s.d. 14 tahun
iii. 15 s.d. 44 tahun
iv. > 45 tahun
v. atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa (>12 tahun) dan anak
(1 s/d 12 tahun)
2) Pola morbiditas penyakit
i. jenis penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur
yang ada.
ii. frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
b. Menghitung kebutuhan jumlah sediaan farmasi, dengan cara jumlah kasus
dikali jumlah obat sesuai pedoman pengobatan dasar. Jumlah kebutuhan
obat yang akan datang dihitung dengan mempertimbangkan faktor antara
lain pola penyakit, lead time dan buffer stock.
Contoh perhitungan dengan metode morbiditas:
Penggunaan oralit pada penyakit diare akut Anak-anak
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 15 bungkus oralit @ 200 ml.
Jumlah kasus 180.
Jumlah oralit yang diperlukan = 180 kasus x 15 bungkus = 1.620 bungkus
@ 200ml Dewasa
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 6 bungkus oralit @ 1 liter. Jumlah
kasus 108 kasus.
Jumlah oralit yang diperlukan = 108 kasus x 6 bungkus = 648 bungkus.
4. Proxy Compsumtion
Metode proxy consumption adalah metode perhitungan kebutuhan obat
menggunakan data kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan, atau
penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari Apotek yang telah memiliki sistem
pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan konsumsi atau tingkat kebutuhan
berdasarkan cakupan populasi atau tingkat layanan yang diberikan.
Metode proxy consumption dapat digunakan untuk perencanaan
pengadaan di Apotek baru yang tidak memiliki data konsumsi di tahun
sebelumnya. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan di Apotek yang sudah
berdiri lama apabila data metode konsumsi dan/atau metode morbiditas tidak
dapat dipercaya. Sebagai contoh terdapat ketidaklengkapan data konsumsi
diantara bulan Januari hingga Desember.
Metode ini dapat menghasilkan gambaran ketika digunakan pada suatu
Apotek dengan Apotek lain yang memiliki kemiripan profil masyarakat dan jenis
pelayanan. Metode ini juga bermanfaat untuk gambaran pengecekan silang
dengan metode yang lain.
Analisis Perencanaan
1. ABC
ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang menunjukkan
peringkat/rangking dimana urutan dimulai dengan yang terbaik/terbanyak.
Analisis ABC mengelompokkan item sediaan farmasi berdasarkan kebutuhan
dananya, yaitu:
1) Kelompok A: Adalah kelompok jenis sediaan farmasi yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
2) Kelompok B: Adalah kelompok jenis sediaan farmasi yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
3) Kelompok C: Adalah kelompok jenis sediaan farmasi yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.

2. VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana sediaan
farmasi yang terbatas dengan mengelompokkan sediaan farmasi berdasarkan
manfaat tiap jenis sediaan farmasi terhadap kesehatan.
Semua jenis sediaan farmasi yang tercantum dalam daftar sediaan farmasi
dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
1) Kelompok V (Vital) Adalah kelompok sediaan farmasi yang mampu
menyelamatkan jiwa (life saving).
Contoh: obat shock anafilaksis
2) Kelompok E (Esensial) Adalah kelompok sediaan farmasi yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan.
Contoh:
a) Sediaan farmasi untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh:
antidiabetes, analgesik, antikonvulsi)
b) Sediaan farmasi untuk mengatasi penyakit penyebab kematian
terbesar.
3) Kelompok N (Non Esensial) Merupakan sediaan farmasi penunjang yaitu
sediaan farmasi yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Contoh: suplemen.

3. KOMBINASI
Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan sediaan
farmasi dimana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.
Tabel 1. Metode Kombinasi
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

Metoda gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan sediaan


farmasi.
Mekanismenya adalah:
1) Sediaan farmasi yang masuk kategori NA menjadi prioritas pertama
untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih
kurang, maka sediaan farmasi kategori NB menjadi prioritas selanjutnya
dan sediaan farmasi yang masuk kategori NC menjadi prioritas
berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang
tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya.
2) Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan sediaan farmasi
pada kriteria NA, NB, NC dimulai dengan pengurangan sediaan farmasi
kategori EA, EB dan EC

b. Pengadaan
 Pengadaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Sediaan farmasi diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memiliki
izin.
2. Alat Kesehatan dan BMHP diperoleh dari Penyalur Alat Kesehatan
(PAK) yang memiliki izin
3. Terjaminnya keaslian, legalitas dan kualitas setiap sediaan farmasi,
alat kesehatan dan BMHP yang dibeli.
4. sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang dipesan datang tepat waktu.
5. Dokumen terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP mudah ditelusuri
6. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP lengkap sesuai dengan perencanaan

 Apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria
berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin Edar), reputasi
produsen (distributor berijin dengan penanggungjawab Apoteker dan mampu
memenuhi jumlah pesanan), harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman
(lead time cepat), mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang
barang yang dikembalikan, dan pengemasan.

 Dalam hal Apotek merupakan Apotek PRB yang bekerja sama dengan
BPJS, maka pengadaan obat terkait pelayanan JKN dilaksanakan
melalui e-katalog, dengan tahapan pengadaan obat sebagai berikut:
1. Data RKO digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan
pengadaan dan penyampaian usulan kebutuhan obat ke
Kementerian Kesehatan melalui aplikasi E-Monev Obat:
http://monevkatalogobat.kemkes.go.id.
2. Apoteker melakukan pembelian obat melalui E-Purchasing
terhadap obat yang sudah dimuat dalam sistem Katalog Elektronik
portal pengadaan Nasional sesuai dengan RKO.
3. Dalam hal permintaan pembelian obat mengalami penolakan dari
penyedia obat/industri farmasi, maka Apotek PRB dapat melakukan
cara lain sesuai ketentuan.
4. Apotek selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap
obat yang telah disetujui dengan distributor yang ditunjuk oleh
penyedia obat/industri farmasi.

c. Penerimaan
Proses penerimaan obat dan bahan obat :
Penerimaan sediaan farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker. Bila Apoteker
berhalangan hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat didelegasikan kepada Tenaga
Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Pemegang SIA. Pendelegasian dilengkapi
dengan Surat Pendelegasian Penerimaan sediaan farmasi menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5. Pemeriksaan sediaan farmasi yang
dilakukan meliputi:

1. Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik.

2. Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi kemasan antara arsip surat
pesanan dengan obat yang diterima.

3. Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur pembelian dan/atau Surat Pengiriman
Barang (SPB) yang meliputi:
a. kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama obat, jumlah, bentuk,
kekuatan sediaan obat dan isi kemasan; dan
b. nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
Apabila hasil pemeriksaan ditemukan sediaan farmasi yang diterima tidak sesuai
dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan sediaan farmasi, jumlah atau kondisi
kemasan dan fisik tidak baik, maka sediaan farmasi harus segera dikembalikan pada
saat penerimaan Apabila pengembalian tidak dapat dilaksanakan pada saat
penerimaan misalnya pengiriman melalui ekspedisi maka dibuatkan Berita Acara
yang menyatakan penerimaan tidak sesuai dan disampaikan ke pemasok untuk
dikembalikan. Jika pada hasil pemeriksaan dinyatakan sesuai dan kondisi kemasan
baik maka Apoteker atau Tenaga Kefarmasian yang mendapat delegasi wajib
menandatangani Faktur Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIPTTK dan stempel sarana.
d. Penyimpanan
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
1. Tersedia rak/lemari dalam jumlah cukup untuk memuat sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP.
2. Jarak antara barang yang diletakkan di posisi tertinggi dengan langit-langit minimal
50 cm.
3. Langit-langit tidak berpori dan tidak bocor.
4. Ruangan harus bebas dari serangga dan binatang pengganggu.
5. Tersedia sistem pendingin yang dapat menjaga suhu ruangan dibawah 25ºC.
6. Lokasi bebas banjir.
7. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu.
8. Tersedia alat pemantau suhu ruangan dan lemari pendingin.
9. Pengeluaran obat menggunakan Sistem First In First Out (FIFO), First Expired First
Out (FEFO).
10. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi sediaan farmasi serta disusun secara
alfabetis.
11. Kerapihan dan kebersihan ruang penyimpanan
12. Sediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat
nama sediaan farmasi, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa. Sediaan
farmasi yang mendekati kedaluarsa (3-6 bulan) sebelum tanggal
kadaluarsa disimpan terpisah dan diberikan penandaan khusus.
13. Sediaan farmasi harus disimpan dalam kondisi yang menjaga stabilitas
bahan aktif hingga digunakan oleh pasien. Informasi terkait dengan suhu
penyimpanan obat dapat dilihat pada kemasan sediaan farmasi.
14. Untuk menjaga kualitas, vaksin harus disimpan pada tempat dengan
kendali suhu tertentu dan hanya diperuntukkan khusus menyimpan
vaksin saja.
15. Penanganan jika listrik padam. Jika terjadi pemadaman listrik,
dilakukan tindakan pengamanan terhadap sediaan farmasi dengan
memindahkan sediaan farmasi tersebut ke tempat yang memenuhi
persyaratan. Sedapat mungkin, tempat penyimpanan sediaan farmasi
termasuk dalam prioritas yang mendapatkan listrik cadangan.
16. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat penyimpanan sediaan
farmasi.

17. Tempat penyimpanan obat (ruangan dan lemari pendingin) harus selalu
dipantau suhunya menggunakan termometer yang terkalibrasi.
Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu lemari penyimpanan
dapat berupa termometer eksternal dan internal,
 Obat High Alert Obat High Alert adalah obat yang perlu
diwaspadai karena dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome).
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas:

a. obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, antidiabetik oral atau
obat kemoterapeutik. contoh obat = MgSo4, phenobarbital,insulin, digoxin,
amidarone
b. obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama
(look alike), bunyi ucapan sama (sound alike) biasa disebut lasa, atau disebut
juga Nama Obat Rupa Ucapan Mirip (NORUM), contohnya tetrasiklin dan
tetrakain. Apotek menetapkan daftar obat Look Alike Sound Alike (LASA)/Nama-
Obat-Rupa-Ucapan-Mirip (NORUM). Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak
saling berdekatan dan diberi label khusus sehingga petugas dapat lebih
mewaspadai adanya obat LASA/NORUM. contoh obat = CISplatin &
CARBOplatin, HumALOG & HOMAlog
c. elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%
dan magnesium sulfat injeksi
Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh Apotek dengan
mempertimbangkan data dari referensi dan data internal di Apotek
tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau
“kejadian nyaris cedera” (near miss). Referensi yang dapat
dijadikan acuan antara lain daftar yang diterbitkan oleh ISMP
(Institute for Safe Medication Practice). Apotek harus mengkaji
secara seksama obat-obat yang berisiko tinggi tersebut sebelum
ditetapkan sebagai obat high alert di Apotek. Untuk obat high alert
(obat dengan
kewaspadaan tinggi) berupa elektrolit konsentrasi tinggi dan obat
risiko tinggi harus disimpan dengan terpisah dan penandaan yang
jelas untuk menghindari kesalahan pengambilan dan penggunaan.
Penyimpanan dilakukan terpisah, mudah dijangkau dan tidak harus
terkunci. Disarankan pemberian label high alert diberikan untuk
menghindari kesalahan.
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi harus mampu menjaga keamanan, khasiat dan mutu serta
dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Apotek harus memiliki tempat
penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa lemari khusus
dan berada dalam penguasaan Apoteker. Lemari khusus
penyimpanan Narkotika dan Psikotropika harus mempunyai 2 (dua)
buah kunci yang berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker dan
satu kunci lainnya dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan.
Apabila Apoteker berhalangan hadir dapat menguasakan kunci
kepada pegawai lain. Apotek harus menyimpan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi di tempat penyimpanan obat yang aman
berdasarkan analisis risiko.

e. Pemusnahan dan penarikan


f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian
pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya
memuat nama sediaan farmasi, tanggal kedaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan sediaan farmasi di apotek.
Pengendalian persediaan obat terdiri dari:
1. Pengendalian ketersediaan
Kekosongan atau kekurangan sediaan farmasi di apotek dapat terjadi karena
beberapa hal:
a. perencanaan yang kurang tepat;
b. perubahan kebijakan pemerintah (misalnya perubahan e-katalog,
sehingga sediaan farmasi yang sudah direncanakan tahun
sebelumnya tidak masuk dalam katalog sediaan farmasi yang
baru); dan
c. berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh apoteker
untuk mencegah/mengatasi kekurangan atau kekosongan
sediaan farmasi:
1) Melakukan analisa perencanaan sebelum pemesanan/pembelian sediaan
farmasi.
2) Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien.
3) Lakukan stock opname sediaan farmasi, BMHP dan alkes
secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam)
bulan. Khusus untuk Narkotika dan Psikotropika stock opname
dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 1
(satu) bulan.
2. Pengendalian penggunaan Pengendalian penggunaan sediaan
farmasi dilakukan untuk mengetahui jumlah penerimaan dan
pemakaian sediaan farmasi sehingga dapat memastikan
jumlah kebutuhan sediaan farmasi dalam satu periode.
Kegiatan pengendalian mencakup:
a. memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode
tertentu. jumlah stok ini disebut stok kerja.
b. menentukan:
1) Stok optimum adalah stok sediaan farmasi yang
disediakan agar tidak mengalami
kekurangan/kekosongan.
2) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan
untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak
terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman.
3) Menentukan waktu tunggu (leadtime) adalah waktu yang
diperlukan dari mulai pemesanan sampai sediaan farmasi
diterima.
c. Pencatatan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang
bertujuan untuk memonitor keluar dan masuknya (mutasi)
sediaan farmasi di apotek. Pencatatan dapat dilakukan dalam
bentuk digital atau manual. Pencatatan dalam bentuk
manual biasanya menggunakan kartu stok. Fungsi kartu stok
sediaan farmasi:
1) mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran sediaan
farmasi termasuk kondisi fisik, nomor batch dan tanggal
kedaluwarsa sediaan farmasi;
2) satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi
satu jenis sediaan farmasi; dan
3) data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan
dan rencana kebutuhan sediaan farmasi periode
berikutnya.

Hal yang harus diperhatikan:


Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan sediaan farmasi yang
bersangkutan. pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi (keluar masuk
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pelayanan farmasi klinik di
Apotek
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Definisi : Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep,
penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP, termasuk peracikan obat
dan penyerahan disertai pemberian informasi. Pengkajian dan pelayanan resep
dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa kriteria pasien.

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan


pertimbangan klinis. (PMK 73,2016)
Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;
dan
3. tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas; dan
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis
lain);
5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.

B. Dispensing
Dispensing bertujuan untuk menyiapkan, menyerahkan dan memberikan informasi
obat yang akan diserahkan kepada pasien. Dispensing dilaksanakan setelah
kajian administratif, farmasetik dan klinik memenuhi syarat.

Tahapan Dispensing (PMK 73, 2016)


Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan
menghindari penggunaan yang salah.

C Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pengertian (PMK 73,2016)


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi yang harus diberikan (PMK 73, 2016)
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Tahapan pelaksanaan PIO (Petunjuk Teknis)
1. Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat telepon, pesan tertulis
atau tatap muka.
2. Mengidentifikasi penanya: nama, status (tenaga kesehatan,
pasien/keluarga pasien, atau masyarakat umum)
3. Menanyakan secara rinci data/informasi terkait pertanyaan.
4. Menetapkan urgensi pertanyaan.
5. Memformulasikan jawaban.
6. Menyampaikan jawaban kepada penanya secara verbal atau tertulis.
Kegiatan PIO (PMK 73,2016)
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. membuat dan menyebarkan
buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat
(penyuluhan);
3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi;
5. melakukan penelitian penggunaan Obat;
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7. melakukan program jaminan mutu.

d. KONSELING
Konseling Obat merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Health
Belief Model merupakan suatu model/contoh yang digunakan untuk
menggambarkan kepercayaan individu untuk berperilaku hidup sehat.
Tujuan : Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan obat bagi pasien (patient safety)
1. Kriteria pasien yang wajib diberikan konseling: (PMK No.73, 2016)
a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).
c) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off)
d) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi
sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).
e) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat
untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit
yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat
f) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
2. Tahap kegiatan konseling: (PMK No.73, 2016)
a) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat
melalui Three Prime Questions, yaitu:
 Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
 Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
 Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat
tersebut?
c) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan
Obat
d) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah penggunaan Obat
e) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
3. Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda
tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi
yang diberikan dalam konseling.

e. HOME PHARMACY CARE (PMK No.73, 2016 dan Petunjuk Teknis, 2019)
Home pharmacy care yaitu Apoteker melakukan Pelayanan Kefarmasian
yang bersifat kunjungan rumah dengan persetujuan pasien atau keluarga terutama
bagi pasien khusus yg membutuhkan perhatian lebih. Kegiatan ini khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
1. Kriteria pasien (Petunjuk Teknis, 2019)
a) Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan
perhatian khusus tentang penggunaan obat, interaksi obat dan
efek samping
b) Pasien dengan terapi jangka panjang misal TB paru, DM HIV-AIDS dan
lain-lain
c) Pasien dengan resiko misal Usia >65 th atau lebih dengan
salah satu kriteria atau lebih rejimen obat misal :
 pasien minum obat 6 (enam) macam atau lebih setiap hari
 pasien minum obat 12 (dua belas) atau lebih setiap hari
 pasien minum salah satu dari 20 (dua puluh) macam obat yang telah
diidentifikasi tidak sesuai dengan geriatrik: Diazepam, Indometasin,
Flurazepam, Cyclandelate, Pentobarbital, Methocarbamol, Amitriptilin,
Trimethobenzamide, Isoxuprine, Phenylbutazon, Cyclobenzaprine,
Chlorpropamide, Orpenadrine, Propoxyphene, Chlordiapoxide,
Pentazosine, Meprobamate, Dipyridamole, Secobarbital, Carisoprodol
 Pasien dengan 6 (enam) macam diagnosis atau lebih

f. PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Tujuan (Petunjuk Teknis, 2019)
Meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), meminimalkan biaya
pengobatan, menghormati pilihan pasien.
Kriteria pasien (PMK No. 73, 2016)
a) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
b) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis
c) Adanya multidiagnosis
d) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
e) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit
f) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan
g) Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika
h) Pasien dengan perawatan intensif

Kegiatan (PMK No. 73, 2016)


a) Memilih pasien yang memenuhi criteria
b) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan
pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan
Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau
keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain
c) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait
Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi,
pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat,
dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat
yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat
d) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien
dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau
berpotensi akan terjadi
e) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi
rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian
efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
f) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang
telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan
tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi
g) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat

g. MONITORING EFEK SAMPING OBAT (MESO)


Tujuan
a. Menemukan ESO sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang
b. Menentukan insidensi dan frekuensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja di temukan
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan / mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak ingin dikehendaki
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak ingin dikehendaki
Kegiatan MESO
- Mengisi form MESO
- Pelaporan kepusat monitoring efek samping obat
Web = Meso.Pom.go.id
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penerapan sistem manajerial di
Apotek

a. Struktur Organisasi
- Suatu bagan yang dapat menggambarkan fungsi-fungsi yang terdapat dalam suatu
organisasi
- Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang
bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek
dapat beroperasional sesuai rencana
 APA (Apoteker Pengelola Apotek)
Apoteker yang mempunyai surat izin kerja. Surat izin kerja/ penugasan harus
dimiliki pengelolah apotek dan sebagai penanggung jawab
 Apoteker Pendamping
Apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan atau menggantikan pada
jam-jam tertentu pada hari buka apotek
 Apoteker Pengganti
Yaitu Apoteker yang menggantikan APA tidakberada ditempat lebih dari 3 bula
tsecara terus-menerus, telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai
APA di Apotek lain
 Asisten Apoteker
Yaitu melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker dibawah
pengawasan Apoteker
Tenaga lain yang diperlukan untuk mendukung kegiatan diapotek
1. Juru resep yaitu yang membantu pekerjaan AA meracik obat
2. Kasir yaitu yang mencatat pengeluaran dan penerimaan uang yang dilengkapi
kuitansi dan nota tanda setoran
3. Pegawai tata usaha yaitu yang melaksanakan administrasi di apotek dan membuat
laporan pembelian, penyimpanan, penjualan, keuangan apotek dan pajak
APA (apoteker
pengelola apotek

APING (Apoteker
Pendamping)

Tata usaha (karyawan


Asisten Apoteker petugas gudang bendahara (Kasir)
pembantu)

b. Sistem Informasi Manajemen Apotik


Suatu komponen yang saling bekerja satu sama lain untuk mengumpulkan,
mengolah, menyimpan dan juga menyebarkan informasi untuk mendukung suatu
organisasi seperti, pengambilan keputusan, koordinasi, pengendalian, analisis
masalah, dan juga visualisasi dan organisasi. Selain itu juga membantu pengelola
untuk menganalisis masalah, menggambarkan objek yang kompleks dan membuat
suatu produk.
- Ada 3 proses sistem informasi manajemen yaitu :
1). Input = aktivitas yang melibatkan pengumpulan data mentah dari dalam
organisasi dari lingkungan eksternal untuk pengolahan dalam suatu sistem
informasi
2). Proses = suatu aktivitas yang melibatkan pemrosesan dan juga pengolahan data
mentah yang sudah di input menjadi data yang bermakna dan berharga
3). Output = Proses dimana seluruh data yang sudah selesai diproses dan juga
sudah selesai di olah dapat di teruskan ke pengguna bias memahami dan juga
memanfaatkan informasi yang merupakan hasil dari pengolahan data.
c. Beban Kerja/jasa praktek apoteker di Apotek sebagai berikut (Pengurus Pusat
IAI, 2019)
1. Jasa praktik pengelolaan kefarmasian yang meliputi pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan,
pengendalian, audit kefarmasian dan administrasi (pencatatan/pelaporan) dan
dikerjakan dalam durasi 1 bulan
2. Sitting Fee meliputi pengkajian resep, dispensing, PTO dan MESO durasi
pengerjaan selama 5 jam praktek/shift
3. Swamedikasi yang meliputi penyerahan OTC, DOWA dan PIO
4. Konseling yang pelaksanaannya berupa komunikasi dua arah dengan pasien
dimana apoteker melakukan penyerahan obat resep dengan edukasi farmasi
durasi pelaksanaan konseling selama 15 menit/pasien
5. Visite yang merupakan praktik pelayanan kefarmasian diruang perawatan yang
dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki ruang rawat inap
6. Home Pharmacy Care yang merupakan penyerahan obat resep ke rumah
dengan Edukasi Farmasi

d. Promosi
Promosi
Stategi pemasaran/bisnis dari sebuah apotek terdiri atas 4 variabel yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk 4P, yaitu : (Ponangsera, 2013)
1) Product (produk)
Kebijakan umum untuk penghapusan, pemodifikasian, penambahan, desain,
pengepakan produk dan sebagainya.
2) Price (harga)
Kebijakan harga umum yang harus diikuti grup produk dalam segmen pasar.
3) Place (distribusi)
Kebijakan umum untuk tingkatan distribusi dan layanan konsumen.
4) Promotion (promosi)
Kebijakan umum dalam berkomunikasi dengan konsumen melalui iklan, penjualan
personal, promosi penjualan, hubungan masyarakat, hubungan masyarakat
pemasaran, pemasaran langsung melalui pos, telepon, internet dan pameran.
- upselling = strategi penjualan dengan menawarkan produk atau jasa yang
sama dengan nilai dan manfaat lebih besar. contoh =

- Croselling = menjual produk dan jasa tertentu dengan menawarakan produk


lain yang berbeda jenis contoh = di kimia farma saat membeli obat pct
kemudian apoteker menawarkan vitamin

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang studi kelayakan dalam


pendrian apotek
a) Permodalan
Aspek keuangan ditunjukkan untuk memperkirakan berapa jumlah dana yang
dibutuhkan untuk membangun dan kemudian untuk mengoperasikan apotek.
Sumber pembiayaan apotek dapat menggunakan dua sumber, yaitu :
pertama modal sendiri, dapat satu orang pribadi atau beberapa orang dengan
pembagian saham.
kedua dapat meminjam dengan melalui bank atau Lembaga non bank.
Aspek keuangan, meliputi :
1) Metode Pengembalian Investasi (Payback Method)
Payback period mengukur seberapa cepat suatu investasi kembali. Rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Jika aliran kas per tahun jumlahnya sama

b) Jika aliran kas per tahun jumlahnya tidak sama

Keterangan :
n = tahun terakhir dimana jumlah cash flow masih belum bisa menutup
original investment
a = jumlah original investment
b = jumlah kumulatif cash flow pada tahun ke n
c = jumlah kumulatif cash flow pada tahun ke n+1

Kriteria Kelayakan:
 Proyek dinyatakan layak jika masa pemulihan modal investasi lebih
pendek dari usia ekonomis
 Proyek dinyatakan tidak layak jika masa pemulihan modal investasi
lebih lama dibandingkan usia ekonomis
2) Modal Return On Invesment (ROI)
Merupakan metode analisis rasio keuangan yang digunakan
untuk mengukur daya laba, yaitu suatu rasio yang
menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan pendapatan.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Laba
bersih ×100%
Total investasi

3) Metode Average Rate of Return (ARR)


Tingakat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari suatu
investatsi dapat di ukur dengan menggunakan metode ARR.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Kriteria Kelayakan:
 Jika persentase ARR> return yang diisyaratkan maka
usulan proyek investasi tersebut dinyatakan layak
 Jika ARR<return yang diisyaratkan maka usulan
proyek investasi tersebut dinyatakan tidak layak
4) Metode Nilai sekarang (Net Present Value)
Selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih dapat dihitung
menggunakan metode NPV (Net Present Value). Rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut :

Kriteria Kelayakan:
 Proyek dinilai layak jika NPV bernilai positif
 Proyek dinilai tidak layak jika NPV bernilai negative
5) Metode Profitability Index (PI)
Perbandingan antara jumlah nilai sekarang arus kas selama
umur ekonomis dan pengeluaran awal proyek bisa disebut
dengan indeks profitabilitas.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

6) Metode Tingkat Balikan Internal (Internal Rate of Return)


Metode IRR merupakan perluasan dari metode nilai sekarang.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :
i1 = tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan
NPV1)
i2 = tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan
NPV2)
NPV1 = net present value 1
NPV2 = net present value 2
Kriteria kelayakan:

 Proyek dinilai layak jika IRR > persentase biaya modal


 Proyek dinilai tidak layak jika IRR < biaya modal

7) Break Even Point (BEP) / Analisis Titik Impas


digunakan untuk menelaah strategi yang tepat untuk
digunakan dalam memulai dan melaksanakan usaha atau alat
untuk mengukur kegiatan usaha agar kegiatan tidak
mengalami kerugian maupun belum memperoleh
keuntungan.

b) Analisis Keuangan
ANALISIS KEUANGANPay Back Periode
Pay Back Periode = Total Investasi

Laba Bersih
= Rp 231.677.826,-

Rp 74.397.600,-
= 3,1 Tahun
PBP adalah jangka waktu kembalinya modal yang telah dikeluarkan
atau sebarapa lama modal akan kembali.
Parameter BPB :
a. Jika lebih dari 5 tahun kembali modal artinya tidak layak
b. Jika kurang dari 5 tahun kembali modal artinya layak
c. Jika sama dengan 5 tahun kembali modal, maka dapat
dilanjutkan ataupun tidak dilanjutkan tergantuk pihak apotek

Jadi, jika disimpulkan dari perhitungan BPB di atas maka Apotek


HATIVI Farma dapat dilanjutkan untuk didirikan dengan nilai PBP
yang diperoleh yaitu selama 3,1 tahun.
2) ROI (Return On Investment)
Laba Bersih
ROI = X 100 %
Total Investasi

Rp 74.397.600,-
= x 100 %
Rp 231.677.826
= 32,11 %
ROI merupakan ukuran atau persentase yang menunjukkan
seberapa besar laba atau investasi pada Apotek HATIVI Farma
Hasil ROI yang diperoleh dari modal
sebesar Rp 231.677.826 adalah
sebanyak 32,11%

3) Break Event Point (BEP)


1
BEP = x Biaya Tetap
Biaya Variabel
1-
Pendapatan
Biaya Variabel = (Total pengeluaran 1 tahun ) - (Biaya tetap 1 tahun)
= (Rp 562.456.000,-) – (Rp 55.600.000,-)
= Rp 506.856.000,-
1
BEP = x Rp
55.600.000,- Rp 506.856.000,-
1-
Rp 645.120.000,-
1
= x Rp 55.600.000,-
0,21
= Rp 264.761.905 /Tahun
= Rp 22.063.492 /Bulan

4) Persentase BEP
Biaya Tetap
% BEP = x 100 %
Pendapatan - Variabel
Rp 55.600.000,-
= x 100 %
(Rp 645.120.000,-) – (Rp506.856.000,-)

Rp 55.600.000,-
= x100%
Rp 147.264.000,-

= 37,75%

5) Kapasitas BEP
Target resep yang harus didapat dalam sehari
= % BEP x jumlah resep tiap tahun (resep perhari x bulan
(hari kerja) x tahun (12 bulan)
= 37,75 % x (15 x 28 x12)
= 37,75 % x 5040
= 1.902/tahun
= 159/bulan
= 5,2/hari
Jadi, BEP Apotek HATIVI Farma pada jumlah penjualan sebesar
1.902 lembar resep/tahun, 159 lembar resep/bulan dan 5,2 lembar
resep/hari.
c) Strategi Pengembangan dan kewirausahaan

1. Penetapan harga yang terjangkau sehingga sesuai dengan


ekonomi penduduk di sekitar Apotek.
2. Kerja sama dengan dokter praktek dalam pelayanan
kesehatan guna meningkatkan keberhasilan terapi yang
rasional (Rencana setelah 1 tahun 6 bulan apotek berdiri).
3. Sosialisasi ke warga di sekitar apotek melalui penyebaran
brosur atau leaflet kesehatan dan memberikan edukasi
kemasyarakat langsung tentang obat dan peran apoteker
setiap 3 pekan sekali. Tetapi pada bulan pertama setiap
seminggu sekali.
4. Sosialisasi melalui media sosial seperti Instagram, facebook,
youtube serta tiktok sehingga penyebarannya lebih luas lagi
5. Memberikan pelayanan kefarmasian dengan komunikasi
yang efektif dan mudah dipahami
6. Keramahan dalam pelayanan (menerapkan sistem “5S”
yaitu Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) dan
mengucapkan greating “Semoga lekas sembuh” kepada
setiap pasien yang datang berkunjung ke Apotek
7. Memperbanyak produk yang ditawarkan dengan
menyesuaikan pola kebutuhan pasien.
8. Pada tahun pertama pendirian rutin melaksanakan
penyuluhan tentang obat dan penyakit kepada masyarakat.
9. Menyediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih dilengkapi
dengan AC serta meneyediakan majalah, brosur, leaflet dan
TV
10. Mengadakan diskon harga obat setiap waktu-waktu khusus
misalnya diskon suplemen pada hari raya seperti idul fitri,
natal dan lain-lain
11. Memberikan pelayanan yang maksimal terkait pemberian
informasi obat.
Peluang Atau Prospek Pemasaran (Analisis SWOT)
Analisis SWOT (Strengths (kukuatan), Weaknesses
(kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats
(ancaman) adalah metode perencanaan strategi bisnis dengan
mengevaluasi factor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha.
Faktor yang di evaluasi , yaitu :
a. Kekuatan (strengts)
1. apotek dengan layanan pharmaceutical care (PIO &
home care)
2. apoteker selalu stanbay & karyawan yang ramah
3. dekat dengan daerah perumahan padat penduduk
4. obat-obatan yang tersedia lebih lengkap dengan
harga bersaing
5. bagunan dan penampilan apotek di rancang dengan
desain menarik
6. bekerjasama dengan grab & gojek untuk delivery obat
b. Kelemahan (weakness)
1. tidak terdapat klinik praktek dokter atau fasilitas
Kesehatan disekitar apotek
2. apotek baru, belum dikenal
3. apotek swasta bukan apotek jaringan atau warabala
c. peluang (opportunity)
1. banyak dilalui kendaraan karena apotek berada di
pinggir jalan raya
2. apoteker sebagai sarana pengganti dokter perihal
obat-obatan
3. berada di area pemukiman warga
d. Ancaman (Threaths)
1. Adanya kios atau toko yang juga menjual obat OTC
(over the Counter)
2. Biaya operasional yang mahal
3. Maraknya penyalahgunaan obat-obatan oleh remaja
d) Tata Cara Pendirian Apotek (Alur dan Persyaratan)

Alur Pendirian apotek (PMK No 9 th 2017 “APOTEK”


apoteker membuat surat permohonan kepada dinkes kab/kota

Apoteker membuat
surat permohonan
apabila ada yang tidak
kepada DINKES
memenuhi syarat maka
kab/kota
dikeluarkan surat
penundaan

dinkes kab/kota dapat


meminta bantuan BPOM
untuk pemeriksaaan 6 hari kerja setelah
pelaporan, dinkes
mengeluarkan SIA
apabila persyaratan apoteker diberi
disetujui kesempatan untuk
melengkapi
6 Hari kerja setelah persyratannya
permohonan masuk
DINKES/BPOM
melakukan pemeriksaan

apabila dalam 6 hari kerja, apabila permohonan


tdk dilakukan 12 hari kerja BPOM sudah ditolak, maka dinkes
pemeriksaan maka apt harus melaporkan hasil mengeluarkan surat
membuat permohonan pemeriksaan ke dinkes penolakan disertai
ulang ke dinkes prov alasannya.
persyaratan pendirian apotek (PMK no 9 tahun 2017 “APOTEK”

1. Lokasi = harus mudah diakses oleh masyarakat


2. bangunan =
 hasrus memilki sarana keamanan, kenyamanan, kemudahan
 harus permanen
 memiliki ruang penerimaan resep, ruang peracikan, ruang konseling, ruang
penyimpanan obat
3. prasarana = listrik, air, system tata udara, system proteksi kebakaran
4. sarana peralatan = rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, lemari narkotika dll.

Anda mungkin juga menyukai