Anda di halaman 1dari 23

0

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM


MENURUT KH. AHMAD DAHLAN

MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Ifada Retno Ekaningrum, S.Ag., M. Ag.

Oleh:
ABDUL AZIZ
NSM : 20200011111

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2021

0
1

DAFTAR ISI

Contents

Contents
DAFTAR ISI......................................................................................................................1

BAB I.................................................................................................................................2

PENDAHULUAN .............................................................................................................2

A. Latar Belakang .......................................................................................................2

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................6

C. Tujuan ....................................................................................................................6

BAB II ...............................................................................................................................7

PEMBAHASAN ................................................................................................................7

A. Biografi Tokoh KH. Ahmad Dahlan ......................................................................7

B. Karya-karya dan Lembaga yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ...................13

C. Konsep Pemikiran Pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan ...............................14

1. Tujuan Pendidikan............................................................................................14

2. Materi pendidikan ............................................................................................14

3. Metode Mengajar .............................................................................................15

4. Pendidik ...........................................................................................................16

5. Peserta Didik ....................................................................................................16

D. Peran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan .................................................................17

BAB III ............................................................................................................................20

PENUTUP .......................................................................................................................20

A. Kesimpulan ..........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................22

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat Indonesia masih dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda,
dunia pendidikan pada saat itu belum berkembang dengan pesat. Bahkan
terjadi kesenjangan pendidikan antara kaum pribumi dengan kaum keturunan
Belanda. Hal itu dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang berbeda dalam
pengajarannya antara kaum pribumi dengan sistem konvensionalnya dan
kaum keturunan Belanda dengan sistem pendidikan yang lebih modern
karena dipengaruhi oleh kurikulum di Eropa. Karena disparitas pendidikan
tersebut, maka sumber daya manusia yang dihasilkan dari kedua sistem
masing-masing memiliki kekurangan ilmu. Sistem konvensional dalam arti
pendidikan agama tidak mengenal ilmu modern, sedangkan ilmu modern
dalam arti pendidikan sekuler tidak mengenal pendidikan agama. Peran besar
dalam menentukan nasib suatu bangsa berada pada pendidikannya. Karena
pendidikan menjadi salah satu tolak ukur kemajuan dan peradaban di suatu
negara. Berangkat dari permasalahan tersebut, seorang tokoh pembaharuan
Islam yang berasal dari daerah Yogyakarta dan terkenal karena mendirikan
salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia ialah KH. Ahmad Dahlan,
merupakan tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan
bangsa khususnya pada masa kebangkitan nasional.
Pada awal sebelum berdirinya Muhammadiyah, adanya dikotomi
antara sistem pendidikan Barat (sekular) dan sistem pendidikan Islam
tradisional, hal ini terdapat pada sistem belajar mengajar baik kegiatan belajar
dan ilmu yang diajarkan. Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu,
pertama adalah sistem pendidikan Islam tradisional pribumi yang
diselenggarakan dalam pondok-pondok pesantren dengan kurikulum
seadanya. Mengenai asal-usul pesantren setidaknya ada dua pendapat utama.
Ada yang berpendapat bahwa pesantren berasal dari tradisi Islam secara
2
3

murni. Model pendidikan pesantren ini adalah pola pendidikan tasawuf. Pola
semacam ini dapat ditemukan di Timur Tengah dan Afrika Utara yang disebut
dengan zawiyat. Sebagian yang lain berpendapat bahwa model pendidikan
pesantren adalah warisan tradisi Hindu-Budha yang mengalami proses
islamisasi. Hal ini dapat ditelusuri misalnya dari kata “santri” sebutan untuk
murid di pesantren yang berasal dari kata “shastri” (bahasa Sansakerta), atau
cantrik yang merupakan sebutan bagi murid dalam sistem pengajaran Hindu-
Budha.1 Ilmu-ilmu yang diajarkan di pesantren adalah khusus “ilmu-ilmu
agama”. Pengajar pesantren umumnya satu orang ulama/kiai yang kemudian
dibantu oleh para murid-muridnya yang telah mumpuni. Secara eksplisit
pesantren adalah lembaga pendidikan non formal yang konotasinya adalah
pendidikan yang tidak terlalu penting pada masa kolonial Belanda. Hal ini
kemudian memicu antipati yang mendalam bagi kalangan agamawan
terhadap pemerintah kolonial Belanda. Semua yang datang dari negeri
Belanda adalah sistem kafir. Hal ini kemudian juga berdampak pada
kebencian terhadap “ilmu-ilmu umum” yang diajarkan di sekolah-sekolah
Belanda.2 Jika sekolah Belanda meminggirkan dan menganggap tidak
pentingmateri-materi agama. Sebaliknya,pesantren meminggirkan dan
menganggap tidak penting materi-materi umum. Pada konteks ini, pesantren
sebenarnya juga telah melakukan “sekularisasi” dalam bentuk lain.
Pada umumnya seluruh pelajaran di pesantren adalah pelajaran agama.
Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih
diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kiai
dengan menggunakan metode sorogan (murid secara individual menghadap
kiai satu persatu dengan membawa kitab yang akan dibacanya, kiai
membacakan pelajaran, kemudian menerjemahkan dan menerangkan
maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara berkelompok dengan
murid duduk bersimpuh mengelilingi kiai juga duduk bersimpuh dan sang

1 Abdul Mu’thi d.k.k., K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923), (Jakarta: Museum Kebangkitan
Nasional, 2017), hlm. 22
2 Ibid., hlm. 195

3
4

kiai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku masing-masing


atau dalam Bahasa Arab disebut metode halaqah) dalam pengajarannya.
Dengan metode ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif, membuat catatan
tanpa pertanyaan, dan membantah terhadap penjelasan sang kiai adalah hal
yang tabu. Di sisi lain pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
dapat dikategorikan sebagai lembaga unik dan punya karakteristik tersendiri
yang khas. Pesantren juga melayani kebutuhan pendidikan ketika masyarakat
memerlukannya, terutama ketika lembaga-lembaga pendidikan modern
khususnya pendidikan Barat yang pada umumnya bersifat formal, belum
mampu menembus ke pelosok desa. Pada saat itu dunia pesantren menjadi
simbol yang menghubungkan dunia pedesaan dengan dunia luar. Bahkan
dalam perjalanan sejarahnya, pesantren telah banyak memberikan andil dan
kontribusi yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan
bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat serta dapat
menghasilkan komunitas intelektual yang setaraf dengan sekolah
gubernemen. Sehingga pada tataran ini pesantren tidak dapat diklaim sebagai
institusi sosial yang tidak hanya berbentuk lembaga tetapi pesantren
merupakan entitas budaya yang mempunyai implikasi terhadap kehidupan
sosial yang melingkupinya. Kedua adalah pendidikan sekuler yang
sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda tanpa adanya
pelajaran agama yang diberikan kepada para murid yang notabenenya murid-
murid tersebut berasal dari kaum bangsawan dan priyayi yang mayoritas
beragama Islam.
Secara umum sistem pendidikan yang ada pada masa pemerintah
kolonial Belanda adalah:
1) Pendidikan Dasar,
2) Sekolah Latin,
3) Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari),
4) Academie der Marine (Akademi Pelayanan),
5) Sekolah Cina,

4
5

6) Pendidikan Islam.3
Melihat permasalahan dua sistem pendidikan di atas KH. Ahmad
Dahlan kemudian dalam mendirikan lembaga pendidikan Muhammadiyah
mencoba menggabungkan hal-hal yang positif dari dua sistem pendidikan
tersebut, KH. Ahmad Dahlan kemudian mencoba menggabungkan dua aspek
yaitu, aspek yang berkenaan secara ideologis dan praktis. Aspek ideologisnya
yaitu mengacu kepada tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu untuk
membentuk manusia yang berakhlak mulia, pengetahuan yang komprehensif,
baik umum maupun agama, dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk
bekerja membangun masyarakat. Sedangkan aspek praktisnya adalah
mengacu kepada metode belajar, organisasi sekolah mata pelajaran dan
kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern. KH. Ahmad Dahlan, ketika
mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, langsung mengkonsentrasikan
kegiatan pada bidang pendidikan dan pengajaran. Pada saat itu pemerintah
kolonial Belanda membatasi kegiatan pendidikan bagi pribumi. Menurut KH.
Ahmad Dahlan nilai dasar pendidikan yang perlu ditegakkan dan
dilaksanakan untuk membangun bangsa yang besar adalah:
1. Pendidikan akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia
yang lebih baik berdasarkan Al-Quran dan As-Sunah.
2. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh, yang berkeseimbangan antara perkembangan mental
dan jasmani, keyakinan dan intelek, perasaan dan akal, dunia dan akhirat.
3. Pendidikan sosial, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan
dan keinginan hidup bermasyarakat. Hingga sekarang konsep pendidikan
tersebut masih terus dihidupkan. Masyarakat secara luas mengidentikkan
Muhammadiyah dengan lembaga pendidikan.
Keberhasilan KH. Ahmad Dahlan dalam memperkenalkan dan
melakukan pembaharuan terletak pada keikhlasan dan strategi yang
diterapkannya. Membahas tentang pemikiran KH. Ahmad Dahlan merupakan

3
Ibid., hlm. 147

5
6

pembahasan mengenai sejarah pemikiran baik berupa tema sejarah mentalitas


maupun sejarah intelektual, yang relatif belum banyak dibahas dalam
penelitian ilmiah di Indonesia. Tema sejarah ini sangatlah penting, karena
melalui tema-tema ini kita akan lebih mampu memahami bagaimana realitas
ide-ide yang berkembang dan terjadi dalam suatu peristiwa sejarah. Selain itu
pembahasan tema sejarah ini juga seringkali mengandung nilai historis yang
sangat bermanfaat untuk dipelajari. Menurut Sartono Kartodirjo, sejarah
intelektual adalah sejarah yang berkaitan dengan ide-ide, kepercayaan, angan-
angan dan lain-lainnya yang didukung oleh faktor penggerak atau pencipta
fakta-fakta sejarah lainnya, yakni kesadaran. Oleh karenanya, objek studi
sejarah ini adalah mentifakta dalam segala bentuknya.4 Aspek lainnya untuk
memahami sejarah intelektual masyarakat adalah dengan memahami
mentalitas masyarakat yang sering diwujudkan dalam sifat-sifat atau watak
kepribadian tokoh-tokoh sebagai anggota masyarakat itu sendiri.5
B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan makalah ini tidak melenceng dari pembahasan, maka
pemakalah menarik rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Biografi KH. Ahmad Dahlan ?
2. Bagaimana Pemikiran KH. Ahmad Dahlan?
3. Bagaimana peran Pendidikan Islam Tokoh KH. Ahmad Dahlan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui beografi KH. Ahmad Dahlan
2. Untuk mengetahui pemikiran KH. Ahmad Dahlan
3. Untuk mengetahui peran Pendidikan Islam Tokoh KH. Ahmad Dahlan

4
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum, 1992), hlm. 176-177
5
Ibid.,hlm. 179
6
7

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Tokoh KH. Ahmad Dahlan


KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1868
Miladiyah dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang Kyai Haji
Abubakar bin Kyai Sulaiman, khatib di masjid sulthan kota itu. Ibunya adalah
Siti Aminah Binti Kyai Haji Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta.6 Dalam
sumber lain KH. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.7
KH. Ahmad Dahlan adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara.
Adapun saudara KH. Ahmad Dahlan menurut urutannya adalah: (1) Nyai
Chatib Arum, (2) Nyai Muhsinah (Nyai Nur), (3) Nyai H. Sholeh, (4) M.
Darwis (KH.A. Dahlan), (5) Nyai Abdurrahman, (6) Nyai H. Muhammad
Fekih (Ibu H. Ahmad Badawi), dan (7) Muhammad Basir.8

6
Junus Salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House,
2009), hal. 56.
7 Muhammad Soedja’, Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, ( Jakarta: Rhineka Cipta, 1993
), hal. 202
8 Junus Salam, K.H Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya., hal. 57.
7
8

Menurut buku silsilah milik Eyang Abd. Rahman Pleso Kuning,


silsilah keturunan KH. Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut: KH. Ahmad
Dahlan putra H. Abu Bakar, putra KH Muhammad Sulaiman, putra Kyai
Murtadla, putra kyai Ilyas, putra Demang Jurang Juru Kapindo, putra Jurang
Juru Sapisan, putra Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig, putra Maulana
Muhammad Fadlullah (prapen), putra Maulana ‘Ainul Jaqin, putra
Maulana Ishaq dan Maulana Ibrahim.9 Melihat garis keturunan KH. Ahmad
Dahlan yang rata-rata adalah seorang kyai, dimana disana juga terdapat nama
Maulana Ibrahim, dapat dikatakan bahwa Darwis lahir dalam satu lingkungan
keislaman yang kukuh, mengingat peranan Maulana Ibrahim sebagai salah
satu walisongo sangat besar dalam islamisasi di Pulau Jawa.
KH. Ahmad Dahlan lahir dan dibesarkan di daerah Yogyakarta, yang
terkenal dengan nama kampung Kauman. G. F Pijper dalam salah satu
karyanya sebagaimana yang dikutip oleh Weinata Sairin melukiskan
Kampung Kauman sebagai berikut :
“Kampung Kauman merupakan sebuah kampung yang seperti dalam
lukisan di Kota Sultan Yogyakarta. Kampung itu terdiri dari jalan- jalan
sempit dan tembok-tembok putih; orang asing tentu sulit menemukan jalan.
Di kampong yang penuh penduduknya ini suasananya sunyi dan tentram.
Orang menyangka bahwa kasibukan penduduk itu berada di dalam kamar
yang setengah gelap.
Dekat masjid besar yang berdiri dengan megahnya dibelakang rumah-
rumah rendah, bertempat tinggal rakyat yang taat, orang-orang Islam yang
beriman, dan menjalankan perintah agama dengan serius. Sebagian besar
mereka itu adalah pedagang dan termasuk pedagang menengah. Usaha
dagang mereka membuat kain batik membawa kesejahteraan. Disini juga
tinggal guru-guru agama, imam, khatib, muazin, dan pegawai masjid lainnya.

9 Ibid., hal. 56.

8
9

Menurut ketentuan lama yang berasal dari Sultan, hanya orang


Islamlah yang boleh bertempat tinggal disini; orang Cina dan Kristen
dilarang. Permainan keduniaan seperti Gamelan dan tarian Taledek ditolak.
Dalam bulan Ramadhan tidak ada seorangpun yang berani makan, minum
atau merokok ditempat Umum. Jika ada orang yang
tidak menunaikan kewajiban agamanya, maka ia diperingatkan untuk
pindah ketempat lain.
Jika waktu matahari terbenam kita berjalan di Kauman maka dari
rumah-rumah terdengar suara orang membaca Al-Quran. Melalui pintu-pintu
setengah terbuka kita dapat melihat anak-anak duduk sekitar sebuah lampu
sibuk menelaah pelajaran agama mereka. Dalam kegelapan yang remang-
remang kita berjumpa dengan pria dan wanita menuju ke masjid untuk
melakukan shalat, wanita memakai pakaian shalat putih (rukuh), sampai
ketangan mereka. Kehidupan ini kelihatannya jauh dari hal-hal keduniaan dan
mempunyai arti sejarah.”10
Kampung Kauman sebagai tempat kelahiran dan tempat KH. Ahmad
Dahlan dibesarkan, dengan demikian merupakan lingkungan keagamaan yang
sangat kuat, yang berpengaruh besar dalam perjalanan Hidup KH. Ahmad
Dahlan dikemudian Hari. Kauman secara populer kemudian menjadi nama
dari setiap daerah yang berdekatan letaknya dengan masjid. Dan Kauman
yang letaknya dekat dengan masjid ini dilihat oleh Pijper sebagai penjelmaan
dari keinginan untuk dekat kepada sesuatu “yang suci”, sebab masjid tidak
dipandang sebagai bangunan biasa, akan tetapi gedung yang memberi suasana
suci.
Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqih,
dan tafsir di Yogya dan sekitarnya, ia pergi ke Makkah tahun 1890 dimana ia
belajar selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib.

10
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995),
hal. 36-37.
9
10

Dalam kesempatan itu seorang gurunya bernama Sayyid Bakri Syatha


memberikan nama baru kepada Muhammad Darwis, yaitu Ahmad Dahlan.11
Sekitar tahun 1898, Ahmad Dahlan berhasil menghimpun para alim
ulama’ dari kota Yogyakarta dan sekitarnya untuk membicarakan hal arah
kiblat. Ada sekitar 20 orang yang hadir dalam musyawarah di surau Ahmad
Dahlan, pertemuan tersebut hanya merupakan forum tukar pikiran saja, tidak
menetapkan suatu apapun. Ternyata pikiran Ahmad Dahlan yang belum
mencapai kata sepakat dikalangan para ulama’, telah cukup berpengaruh
dikalangan generasi muda daerah Kauman. Babarapa hari setelah
musyawarah itu selesai, terjadilah hal yang cukup menggemparkan karena
lantai masjid Agung Kauman digaris dengan kapur yang menunjuk kearah
barat laut.12 Tanda shaf itu bertujuan untuk memberi arah kiblat yang benar
dalam masjid. Berdasarkan hasil penelitian yang sederhana KH. Ahmad
Dahlan berkesimpulan bahwa kiblat dimasjid agung itu kurang benar, dan
oleh karena itu harus dibetulkan. Penghulu kepala yang bertugas menjaga
masjid agung dengan cepat menyuruh orang membersihkan lantai masjid dan
tanda shaf yang ditulis dengan benar.
KH. Ahmad Dahlan kemudian mendirikan langgar pribadi yang
dibangun tepat menghadap kiblat. Akan tetapi langgar tersebut dirobohkan.
Kemudian ia mendirikan lagi langgar yang persis menghadap kebarat dan
lantainya diberi tanda shaf yang tepat menghadap kearah Makkah.
Sesudah peristiwa ini, Sekitar tahun 1903 ia mengunjungi kembali
tanah suci dimana ia menetap disana selama dua tahun lamanya, sekaligus
memperdalam ilmu pengetahuan disana.13 Sekembalinya dari Makkah Ahmad
Dahlan diangkat sebagai khatib menggantikan ayahnya, dan mendapat gelar
“Mas”. Dengan demikian, dia sudah masuk kelompok kaum bangsawan atau
ningrat, meskipun pada strata yang rendah.

11 Ibid., hal. 40.


12 Ibid., hal 45.
13 Muhammad Soedja’, Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, hal. 53.

10
11

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, KH. Ahmad Dahlan


berdagang kain. Oleh karena itu, dia sering bepergian dan mengadakan
hubungan dagang pedagang lain, termasuk dengan sejumlah pedagang arab.
Selain berdagang, pada hari-hari tertentu ia memberikan pengajian kepada
beberapa kelompok orang, terutama pada sekelompok murid pendidikan guru
pribumi di Yogyakarta. Dia juga pernah mencoba mendirikan madrasah
dengan menggunakan bahasa arab sebagai bahasa pengantar dalam
lingkungan keraton Yogyakarta. Disekolah ini pelajaran umum diberikan oleh
beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan Gubernemen. Sekolah
ini dapat dikatakan sebagai sekolah Islam swasta pertama yang memenuhi
persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah dan kemudian memenuhi
subsidi tersebut.
KH. Ahmad Dahlan adalah seorang yang lebih bersifat pragmatikus
yang sering menekankan semboyan kepada murid-muridnya, sedikit bicara,
banyak bekerja. Dia juga salah seorang murid ulama Syafi’iyah, Syeikh
Ahmad Khatib yang terkenal dimakkah. KH. Ahmad Dahlan banyak
membaca buku-buku dan majalah-majalah agama dan umum, banyak bergaul
dengan berbagai kalangan, selama perjalanannya, terutama dengan orang-
oang Arab, sehingga
ide-idennya bertambah dan berkembang terus menerus. Selain itu KH.
Ahmad Dahlan juga menolak taklid dan mulai sekitar tahun 1910 sikap
penolakan terhadap taklid itu semakin jelas. Akan tetapi dia tidak
menyalurkan ide- idenya secara tertulis. Ide-idenya disalurkan lewat karya
hidupnya yang terbesar, yaitu persyarikatan Muhammadiyah.
Pada tanggal 18 November 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan
organisasi Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam
dikalangan anggota sendiri dan menyebarkan agama islam diluar anggota inti.
Pada mulanya kegiatan terpenting organisasi ini adalah Tabligh, yaitu suatu
rapat dimana diberikan satu atau beberapa pidato untuk menjelaskan agama.
Tabligh ini dilaksanakan secara teratur sekali seminggu atau secara berkala
oleh para muballigh yang berkeliling. Pada permulaan abad ke-20 di
11
12

Indonesia, khutbah jum’at pada umumnya masih disampaikan dengan bahasa


arab. Dengan begitu, orang beranggapan bahwa khutbah tersebut lebih
bersifat ibadah daripada pengajaran. Sedangkan ibadah tambahan lainnya
terutama hanya terdiri dari shalawat nabi, atau membaca ayat suci Al-Qur’an
yang disebut dengan tadarrusan disetiap malam bulan puasa. Dengan
demikian tabligh merupakan unsur baru dalam permulaan abad ini, yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang yang mengharapkan
pengetahuan ilmu agama yang lebih banyak.
Ada beberapa faktor intern dan faktor ekstern, yang mendorong
mengapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah14.
Faktor interennya adalah:
a. Kehidupan beragama tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits, karena
merajalelanya taklid, bid’ah dan churafat (TBC), yang menyebabkan Islam
menjadi beku.
b. Keadaan bangsa Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam
kemiskinan, kebodohan, kekolotan dan kemunduran.
c. Tidak terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah dan tidak adanya
organisasi Islam yang kuat.
d. Lembaga pendidikan Islam tak dapat memenuhi fungsinya dengan baik,
dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno. Adanya pengaruh dan
dorongan, gerakan pembaharuan dalam Dunia Islam.
Faktor-faktor ekstern, mencakup:
a. Adanya kolonialisme Belanda di Indonesia.
b. Kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik
di Indonesia.
c. Sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam
sebagai agama yang telah ketinggalan zaman.

14
Siswanto,pendidikan islam dalam perspektif filosofis (pamekasan:stain pamekasan
press,2009),hlm129-133

12
13

d. Adanya rencana politik kristenisasi dari pemerintah Belanda, demi


kepentingan politik kolonialnya.
B. Karya-karya dan Lembaga yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan
1. Sekolah Calon Guru, “Al-Qismul Arqa’”
2. Sekolah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (Setaraf dengan Volkschool)
3. Dalam buku Islamic Movement in Indonesia, yang diterbitkan Pusat
,Muhammadiyah, diungkapkan bahwa jumlah lembaga pendidikan
Muhammadiyah dari TK-Perguruan Tnggi tidak kurang dari 9500 unit.
4. Mencetak selebaran berisi doa sehari-hari, jadwal sholat, jadwal puasa
ramadhan, dan masalah agama islam lainnya.
5. Menerbitkan buku-buku meliputi masalah fiqih, akaid, tajwid, hadist,
sejarah Para Nabi dan Rasul dan terjemahan ayat-ayat al-Quran mengenai
akhlak dan hukum.
6. Menerbitkan terjemahan bku-buku untuk pengajian tingkat lanjut bagi
orang tua, seperti Maksiat Anggota yang Tujuh dari Ihyaul Ulumiddin
karya Al- Ghazali.
7. Terbitan lainnya yaitu, Rukuning Islan lan Iman, Aqaid, Salat, Asmaning
Para Nabi kang selangkung, Nasab Dalem Sarta Putra Dalem Kanjeng
Nabi, Sarat lan Rukuning Wudhu Tuwin salat,Rukun lan Bataling Shiyam,
Bab Ibadah lan Maksiyating Nggota utawi Poncodriyo, serta tulisan
syeikh Abdul Karim Amrullah di dalam sejarah Al-Munir yang di
termahkan ke dalam bahasa jawa.
8. Panti Asuhan Yatim Piatu (PAYP), Khusus PAYP putra diasuh oleh
Muhammadiyah, sedangkan PAYP putri diasuh oleh Aisyiah.
9. Majlis Pembina Kesehatan dan Majlis Penegmbanagan Masyarakat.
10. Ikatan Seniman dan Budayawan Muhammadiyah (ISBM), namun ada
kendala dalam lemabag ini baik kurangnya dukungan dari ulama ataupun
kondisi politik yang kurang kondusif. Namun, berdasarkan keputusan
Munas tarjih ke-22 tahun 1995 ditetapkan bahwa seni hukumnya mubah
selama tidak mengakibatkan kerusakan, bahaya, kedurhakaan, dan
terjauhkan dari Allah.
13
14

11. Majlis Ekonomi Muhammadiyah


C. Konsep Pemikiran Pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan
Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep Pendidikan
KH. Ahmad Dahlan ini meliputi:
1. Tujuan Pendidikan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya
diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti
luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan
pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang
saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan
pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren
hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami
ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan
pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat
bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang
utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta
dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-
umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH.
Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi
pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter
manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara

14
15

perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta


antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3. Metode Mengajar
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia, yaitu
pendidikan pesantren dan pendidikan Barat. Pandangan Ahmad Dahlan,
ada problem mendasar berkaitan dengan lembaga pendidikan di kalangan
umat Islam, khususnya lembaga pendidikan pesantren. Menurut Syamsul
Nizar, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menerangkan bahwa
problem tersebut berkaitan dengan proses belajar-mengajar, kurikulum,
dan materi pendidikan.
Dari realitas pendidikan tersebut, KH. Ahmad Dahlan menawarkan
sebuah metode sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan
metode pendidikan pesantren. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan
yang didirikan KH. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan
yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Metode pembelajaran yang
dikembangkan KH. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses
dialogis dan penyadaran. Contoh klasik adalah ketika beliau menjelaskan
surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri
itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan
dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya.
Hal ini karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau
dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
Adapun perbedaan model belajar yang digunakan antara pendidikan di
pesantren dengan pendidikan yang diajarka oleh Ahmad Dahlan adalah
sebagai berikut:
a. Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan
Sorogal, madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan menggunakan
sistem masihal seperti sekolah Belanda.

15
16

b. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama.


Sedangkan di madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan bahan
pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
c. Hubungan antara guru-murid, di pesantren hubungan guru-murid
biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang
dianggap sakral. Sedangkan madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan
mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.
4. Pendidik
KH. Ahmad Dahlan menanamkan keyakinan paham tentang Islam
dalam sistem pendidikan dan pengajaran. Penerapan sistem pendidikan ini
ternyata membawa hasil yang tidak tenilai harganya bagi kemajuan,
bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya umat Islam di Indonesia.
KH. Ahmad Dahlan berpendirian, bahwa para guru memegang
peranan yang penting di sekolah dalam usaha menghasilkan anak-anak
didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah. Yang penting bagi para
guru ialah memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam
Muhammadiyah. Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal
dalam Muhammadiyah, para guru dapat menjalankan fungsinya sesuai
dengan apa yang dicita-citakan Muhammadiyah.

5. Peserta Didik
KH. Ahmad Dahlan berusaha mengembalikan ajaran islam pada
sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Muhammadiyah bertujuan
meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu,
muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran KH. Ahmad Dahlan telah
mengadakan pembaruan pendidikan agama. Modernisasi dalam sistem
pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan
pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak
16
17

zaman.Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum baik


negeri maupun swasta. Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah
baik yang khas agama maupun yang bersifat umum.
Metode baru yang diterapkan oleh sekolah KH. Ahmad Dahlan
mendorong pemahaman Al-Qur’an dan Hadis secara bebas oleh para
pelajar sendiri. Tanya jawab dan pembahasan makna dan ayat tertentu juga
dianjurkan dikelas. “Bocah-bocah dimardikaake pikire (anak-anak diberi
kebebasan berpikir)”, suatu pernyataan yang dikutip dari seorang
pembicara kongres Muhammadiyah tahun 1925.
Dengan sistem pendidikan yang dijalankan KH. Ahmad Dahlan,
bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa berkeperibadian utuh, tidak
terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum atau yang berilmu agama
saja.
D. Peran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan
Filsafat yang dianut dan diyakini oleh Ahmad Dahlan adalah
berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensinya logik, Ahmad Dahlan
berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan atas prinsip-prinsip
filsafat yang diyakini dan dianutnya. Filsafat pendidikan memanifestasikan
pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Dalam kaitan
ini filsafat dan pendidikan Ahmad Dahlan tidak dapat dilepaskan dari filsafat
pendidikan Islam pada umumnya, karena yang dikerjakan oleh Ahmad Dahlan
pada hakikatnya adalah prinsip-prinsip Islam yang menurut Ahmad Dahlan
menjadi dasar pijakan bagi pembentukan manusia Muslim. Oleh karena itu,
sebelum mengkaji orientasi filsafat pendidikan Ahmad Dahlan perlu
menelusuri konsep dasar filsafat pendidikan Islam yang digagas oleh para
pemikir maupun praktisi pendidikan Islam.
Ajaran Falsafah KH. Ahmad Dahlan Dalam hal ini muridnya adalah
KRH. Hadjid, beliau sangat tekun dan menulis apa-apa yang dipaparkan
gurunya, ia rangkum dalam sebuah tulisan tujuh falsafah atau tujuh perkara
pelajaran Ahmad Dahlan. Pembaharuan pendidikan Ahmad Dahlan
memperoleh perhatian yang cukup serius dari para pengkaji sejarah pendidikan
17
18

Indonesia, namun sejauh ini belum ada satu karya pun yang menunjukkan
bagaimana sebenarnya model filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh
Ahmad Dahlan. Untuk melangkah ke arah itu bisa dilakukan dengan beberapa
pendekatan: (1) pendekatan normatif yakni bertitik tolak dari sumber- sumber
otoritatif Islam (al-Qur’an dan Sunnah Nabi), terutama tema-tema pendidikan,
kemudian dieksplorasi sedemikian rupa sehingga terbangun satu sistem filsafat
pendidikan; (2) pendekatan filosofis yang diberangkatkan dari mazhab-mazhab
pemikiran filsafat kemudian diturunkan ke dalam wilayah pendidikan; (3)
pendekatan formal dengan merujuk pada hasil-hasil keputusan resmi
persyarikatan; (4) pendekatan historis-filisofis yaitu dengan cara melacak
bagaimana konsep dan praksis pendidikan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
kunci dalam Muhammadiyah lalu dianalisis dengan dengan pendekatan
filosofis.
dia belum merumuskan landasan filosofis pendidikan tapi sebenarnya ia

memiliki minat yang besar terhadap kajian filsafat atau logika sehingga pada

tingkat tertentu telah memberikan jalan lurus untuk perumusan satu filsafat

pendidikan.

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan

dakwah Muhammadiyah. Dan atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam

membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan

pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai

Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.

Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :

1) KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk

menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar

dan berbuat.

18
19

2) Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak

memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang

menuntut kemajuan,kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan

ummat, dengan dasar iman dan Islam.

3) Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha

sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan

kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.

4) Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisiyah) telah

mempelopori kebangkitan wanita Indonesia.

19
20

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang memiliki
orang-orang yang bertalenta tinggi, bangsa yang dikenal oleh bangsa di
seluruh dunia karena melahirkan cendekiawan berintelektual, dan juga bangsa
yang melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh baik di dalam negeri atau
pun di luar negeri. Salah satu tokoh yang memiliki talenta tinggi dan juga
melahirkan pelbagai macam gagasan yang dapat mengubah kehidupan bangsa
Indonesia, dimana kondisi bangsa Indonesia pada abad ke 19 M sampai abad
ke 20 M masih terbelenggu oleh penjajahan kolonialisme bangsa Barat.
Beliau adalah KH. Ahmad Dahlan yang memiliki nama lain sewaktu kecil
yaitu Muhammad Darwis. KH. Ahmad Dahlan mencetuskan dan
menggerakkan pemikiran-pemikiran yang brilian dan nantinya dapat
mengubah peradaban bangsa dari sebelumnya lebih bersifat konservatif
menjadi lebih modern dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Artinya beliau
tidak antipati dengan yang namanya ilmu pengetahuan umum. Karena dengan
ilmu pengetahuan umum itu lah umat Islam dapat menjadi umat yang
memiliki peradaban yang maju dan modern sesuai dengan Al Quran dan As
Sunah. Berbicara mengenai ilmu pengetahuan umum, pastinya kita berbicara
secara general bahwa ilmu pengetahuan umum merupakan bagian dari
pendidikan. Hal itu lah menjadi cita-cita KH. Ahmad Dahlan untuk membuat
lembaga-lembaga pendidikan di masyarakat agar semua golongan masyarakat
dapat mengenyam pendidikan. Namun, perjuangan dan pergerakan KH.
Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan tidaklah mudah. adanya dikotomi
antara sistem pendidikan Barat (sekular) dan sistem pendidikan Islam
tradisional, menjadi tantangan tersendiri bagi beliau. Karena pada sistem
belajar mengajar baik kegiatan belajar dan ilmu yang diajarkan terdapat
perbedaan yang sangat mencolok, bagaikan langit dan bumi. Dua sistem
pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem pendidikan
Islam tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok pesantren
20
21

dengan kurikulum seadanya atau yang sudah berkembang sebelumnya. Istilah


pondok pesantren berasal dari pengertian asrama para santri atau tempat
tinggal.15 Secara garis besar pengertian pondok pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan atau pengajaran yang mengajarkan agama Islam dan
mempunyai ciri-ciri tertentu antara lain, adanya pondok, masjid, santri,
pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai sebagai pengasuh dan pengajar, selain
dengan pondok pesantren, satu hal yang identik dengan pesantren adalah
santri. Dalam muatan kurikulum pesantren, pesantren paling sederhana hanya
belajar tulisan Arab dan menghafal beberapa surat dalam al Qur’an yang
pengajiannya diberikan di rumah dan masjid, selanjutnya pelajaran di
pesanten dengan sistem sorogan yang mengajarkan berbagai kitab fiqih, ilmu
akidah, tata bahasa Arab. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan
pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton.16
Kedua adalah pendidikan sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah
kolonial Belanda tanpa adanya pelajaran agama yang diberikan kepada para
murid. Melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pendidikan di
masa tersebut, KH. Ahmad Dahlan berusaha menggabungkan dua sistem
pembelajaran pada pendidikan Barat (sekular) dan sistem pendidikan Islam
tradisional yang dimana beliau mendirikan lembaga pendidikan tersendiri
hasil dari penggabungan dua sistem pembelajaran tersebut. Hasil dari
penggabungan tersebut melahirkan sistem pendidikan Islam yang berbasis
ilmu pengetahuan dan teknologi.

15
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai
Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2015)., hlm. 41
16
Ibid., hlm. 5
21
22

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mu’thi d.k.k.(2017). K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923), Jakarta:


Museum Kebangkitan Nasional.
Sartono Kartodirjo. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Junus Salam. ( 2009).Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Tangerang:
Al-Wasat Publising House.
Muhammad Soedja’. (1993 ). Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan,
Jakarta: Rhineka Cipta.
Weinata Sairin. (1995). Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta.
Pustaka Sinar Harapan.
Siswanto. (2009). pendidikan islam dalam perspektif filosofis
(pamekasan:stain pamekasan press.
http://hadirukiyah2.blogspot.com/2009/09/konsep-pendidikan-perspektif-
ahmad.
Samsul Nizar. (2002). filsafat pendidikan islam, Ciputa pers, Jakarta.
Zamakhsyari Dhofier. (2015).Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup
Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES.
Sucipto, Hery. ( 2 0 1 0 ) . KH. Ahmad Dahlan: Sang Pencerah, Pendidik,
dan Pendiri Muhammadiyah. Jakarta Selatan: Best Media Utama.
Suwendi. (2004). Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

22

Anda mungkin juga menyukai