MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Ifada Retno Ekaningrum, S.Ag., M. Ag.
Oleh:
ABDUL AZIZ
NSM : 20200011111
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2021
0
1
DAFTAR ISI
Contents
Contents
DAFTAR ISI......................................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................2
PENDAHULUAN .............................................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................................6
BAB II ...............................................................................................................................7
PEMBAHASAN ................................................................................................................7
B. Karya-karya dan Lembaga yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ...................13
1. Tujuan Pendidikan............................................................................................14
4. Pendidik ...........................................................................................................16
PENUTUP .......................................................................................................................20
A. Kesimpulan ..........................................................................................................20
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat Indonesia masih dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda,
dunia pendidikan pada saat itu belum berkembang dengan pesat. Bahkan
terjadi kesenjangan pendidikan antara kaum pribumi dengan kaum keturunan
Belanda. Hal itu dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang berbeda dalam
pengajarannya antara kaum pribumi dengan sistem konvensionalnya dan
kaum keturunan Belanda dengan sistem pendidikan yang lebih modern
karena dipengaruhi oleh kurikulum di Eropa. Karena disparitas pendidikan
tersebut, maka sumber daya manusia yang dihasilkan dari kedua sistem
masing-masing memiliki kekurangan ilmu. Sistem konvensional dalam arti
pendidikan agama tidak mengenal ilmu modern, sedangkan ilmu modern
dalam arti pendidikan sekuler tidak mengenal pendidikan agama. Peran besar
dalam menentukan nasib suatu bangsa berada pada pendidikannya. Karena
pendidikan menjadi salah satu tolak ukur kemajuan dan peradaban di suatu
negara. Berangkat dari permasalahan tersebut, seorang tokoh pembaharuan
Islam yang berasal dari daerah Yogyakarta dan terkenal karena mendirikan
salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia ialah KH. Ahmad Dahlan,
merupakan tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan
bangsa khususnya pada masa kebangkitan nasional.
Pada awal sebelum berdirinya Muhammadiyah, adanya dikotomi
antara sistem pendidikan Barat (sekular) dan sistem pendidikan Islam
tradisional, hal ini terdapat pada sistem belajar mengajar baik kegiatan belajar
dan ilmu yang diajarkan. Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu,
pertama adalah sistem pendidikan Islam tradisional pribumi yang
diselenggarakan dalam pondok-pondok pesantren dengan kurikulum
seadanya. Mengenai asal-usul pesantren setidaknya ada dua pendapat utama.
Ada yang berpendapat bahwa pesantren berasal dari tradisi Islam secara
2
3
murni. Model pendidikan pesantren ini adalah pola pendidikan tasawuf. Pola
semacam ini dapat ditemukan di Timur Tengah dan Afrika Utara yang disebut
dengan zawiyat. Sebagian yang lain berpendapat bahwa model pendidikan
pesantren adalah warisan tradisi Hindu-Budha yang mengalami proses
islamisasi. Hal ini dapat ditelusuri misalnya dari kata “santri” sebutan untuk
murid di pesantren yang berasal dari kata “shastri” (bahasa Sansakerta), atau
cantrik yang merupakan sebutan bagi murid dalam sistem pengajaran Hindu-
Budha.1 Ilmu-ilmu yang diajarkan di pesantren adalah khusus “ilmu-ilmu
agama”. Pengajar pesantren umumnya satu orang ulama/kiai yang kemudian
dibantu oleh para murid-muridnya yang telah mumpuni. Secara eksplisit
pesantren adalah lembaga pendidikan non formal yang konotasinya adalah
pendidikan yang tidak terlalu penting pada masa kolonial Belanda. Hal ini
kemudian memicu antipati yang mendalam bagi kalangan agamawan
terhadap pemerintah kolonial Belanda. Semua yang datang dari negeri
Belanda adalah sistem kafir. Hal ini kemudian juga berdampak pada
kebencian terhadap “ilmu-ilmu umum” yang diajarkan di sekolah-sekolah
Belanda.2 Jika sekolah Belanda meminggirkan dan menganggap tidak
pentingmateri-materi agama. Sebaliknya,pesantren meminggirkan dan
menganggap tidak penting materi-materi umum. Pada konteks ini, pesantren
sebenarnya juga telah melakukan “sekularisasi” dalam bentuk lain.
Pada umumnya seluruh pelajaran di pesantren adalah pelajaran agama.
Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih
diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kiai
dengan menggunakan metode sorogan (murid secara individual menghadap
kiai satu persatu dengan membawa kitab yang akan dibacanya, kiai
membacakan pelajaran, kemudian menerjemahkan dan menerangkan
maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara berkelompok dengan
murid duduk bersimpuh mengelilingi kiai juga duduk bersimpuh dan sang
1 Abdul Mu’thi d.k.k., K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923), (Jakarta: Museum Kebangkitan
Nasional, 2017), hlm. 22
2 Ibid., hlm. 195
3
4
4
5
6) Pendidikan Islam.3
Melihat permasalahan dua sistem pendidikan di atas KH. Ahmad
Dahlan kemudian dalam mendirikan lembaga pendidikan Muhammadiyah
mencoba menggabungkan hal-hal yang positif dari dua sistem pendidikan
tersebut, KH. Ahmad Dahlan kemudian mencoba menggabungkan dua aspek
yaitu, aspek yang berkenaan secara ideologis dan praktis. Aspek ideologisnya
yaitu mengacu kepada tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu untuk
membentuk manusia yang berakhlak mulia, pengetahuan yang komprehensif,
baik umum maupun agama, dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk
bekerja membangun masyarakat. Sedangkan aspek praktisnya adalah
mengacu kepada metode belajar, organisasi sekolah mata pelajaran dan
kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern. KH. Ahmad Dahlan, ketika
mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, langsung mengkonsentrasikan
kegiatan pada bidang pendidikan dan pengajaran. Pada saat itu pemerintah
kolonial Belanda membatasi kegiatan pendidikan bagi pribumi. Menurut KH.
Ahmad Dahlan nilai dasar pendidikan yang perlu ditegakkan dan
dilaksanakan untuk membangun bangsa yang besar adalah:
1. Pendidikan akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia
yang lebih baik berdasarkan Al-Quran dan As-Sunah.
2. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh, yang berkeseimbangan antara perkembangan mental
dan jasmani, keyakinan dan intelek, perasaan dan akal, dunia dan akhirat.
3. Pendidikan sosial, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan
dan keinginan hidup bermasyarakat. Hingga sekarang konsep pendidikan
tersebut masih terus dihidupkan. Masyarakat secara luas mengidentikkan
Muhammadiyah dengan lembaga pendidikan.
Keberhasilan KH. Ahmad Dahlan dalam memperkenalkan dan
melakukan pembaharuan terletak pada keikhlasan dan strategi yang
diterapkannya. Membahas tentang pemikiran KH. Ahmad Dahlan merupakan
3
Ibid., hlm. 147
5
6
4
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum, 1992), hlm. 176-177
5
Ibid.,hlm. 179
6
7
BAB II
PEMBAHASAN
6
Junus Salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House,
2009), hal. 56.
7 Muhammad Soedja’, Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, ( Jakarta: Rhineka Cipta, 1993
), hal. 202
8 Junus Salam, K.H Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya., hal. 57.
7
8
8
9
10
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995),
hal. 36-37.
9
10
10
11
14
Siswanto,pendidikan islam dalam perspektif filosofis (pamekasan:stain pamekasan
press,2009),hlm129-133
12
13
14
15
15
16
5. Peserta Didik
KH. Ahmad Dahlan berusaha mengembalikan ajaran islam pada
sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Muhammadiyah bertujuan
meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu,
muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran KH. Ahmad Dahlan telah
mengadakan pembaruan pendidikan agama. Modernisasi dalam sistem
pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan
pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak
16
17
Indonesia, namun sejauh ini belum ada satu karya pun yang menunjukkan
bagaimana sebenarnya model filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh
Ahmad Dahlan. Untuk melangkah ke arah itu bisa dilakukan dengan beberapa
pendekatan: (1) pendekatan normatif yakni bertitik tolak dari sumber- sumber
otoritatif Islam (al-Qur’an dan Sunnah Nabi), terutama tema-tema pendidikan,
kemudian dieksplorasi sedemikian rupa sehingga terbangun satu sistem filsafat
pendidikan; (2) pendekatan filosofis yang diberangkatkan dari mazhab-mazhab
pemikiran filsafat kemudian diturunkan ke dalam wilayah pendidikan; (3)
pendekatan formal dengan merujuk pada hasil-hasil keputusan resmi
persyarikatan; (4) pendekatan historis-filisofis yaitu dengan cara melacak
bagaimana konsep dan praksis pendidikan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
kunci dalam Muhammadiyah lalu dianalisis dengan dengan pendekatan
filosofis.
dia belum merumuskan landasan filosofis pendidikan tapi sebenarnya ia
memiliki minat yang besar terhadap kajian filsafat atau logika sehingga pada
tingkat tertentu telah memberikan jalan lurus untuk perumusan satu filsafat
pendidikan.
Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.
dan berbuat.
18
19
19
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang memiliki
orang-orang yang bertalenta tinggi, bangsa yang dikenal oleh bangsa di
seluruh dunia karena melahirkan cendekiawan berintelektual, dan juga bangsa
yang melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh baik di dalam negeri atau
pun di luar negeri. Salah satu tokoh yang memiliki talenta tinggi dan juga
melahirkan pelbagai macam gagasan yang dapat mengubah kehidupan bangsa
Indonesia, dimana kondisi bangsa Indonesia pada abad ke 19 M sampai abad
ke 20 M masih terbelenggu oleh penjajahan kolonialisme bangsa Barat.
Beliau adalah KH. Ahmad Dahlan yang memiliki nama lain sewaktu kecil
yaitu Muhammad Darwis. KH. Ahmad Dahlan mencetuskan dan
menggerakkan pemikiran-pemikiran yang brilian dan nantinya dapat
mengubah peradaban bangsa dari sebelumnya lebih bersifat konservatif
menjadi lebih modern dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Artinya beliau
tidak antipati dengan yang namanya ilmu pengetahuan umum. Karena dengan
ilmu pengetahuan umum itu lah umat Islam dapat menjadi umat yang
memiliki peradaban yang maju dan modern sesuai dengan Al Quran dan As
Sunah. Berbicara mengenai ilmu pengetahuan umum, pastinya kita berbicara
secara general bahwa ilmu pengetahuan umum merupakan bagian dari
pendidikan. Hal itu lah menjadi cita-cita KH. Ahmad Dahlan untuk membuat
lembaga-lembaga pendidikan di masyarakat agar semua golongan masyarakat
dapat mengenyam pendidikan. Namun, perjuangan dan pergerakan KH.
Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan tidaklah mudah. adanya dikotomi
antara sistem pendidikan Barat (sekular) dan sistem pendidikan Islam
tradisional, menjadi tantangan tersendiri bagi beliau. Karena pada sistem
belajar mengajar baik kegiatan belajar dan ilmu yang diajarkan terdapat
perbedaan yang sangat mencolok, bagaikan langit dan bumi. Dua sistem
pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem pendidikan
Islam tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok pesantren
20
21
15
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai
Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2015)., hlm. 41
16
Ibid., hlm. 5
21
22
DAFTAR PUSTAKA
22