1. Risma adalah pegawai di PT ABC. Ia dikenal sebagai pegawai yang rajin dan
konstruktif. Tak jarang ia dibebani dengan pekerjaan berlebih untuk membantu
kepala divisinya. Padatnya beban kerja yang ditanggung Risma membuatnya
mudah sakit, namun kondisinya itu tidak pernah diperhatikan oleh PT ABC.
Akhirnya, Risma memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Berdasarkan
kasus tersebut, bagaimana analisismu terhadap keputusan yang dipilih oleh
Risma?
Jawab:
Menurut saya, Risma telah mengambil keputusan yang tepat. Hal ini karena
perusahaan yang ia tempati selalu membebani pekerjaan berlebih hingga overload
namun tidak mempedulikan kesehatan para pegawainya. Tuntutan tugas dan
kemampuan kerja harus seimbang agar performa pegawai dapat maksimal dan
terhindar dari stress dan penyakit kerja. Tuntutan tugas yang lebih besar daripada
kapasitas kerja yang dimiliki dapat menyebabkan overstress, kelelahan, sakit, dan
pegawai menjadi tidak produktif. Jika ia terus memaksakan diri untuk bekerja di PT
ABC maka akan membahayakan dirinya sendiri. Meskipun Risma pegawai yang rajin
dan konstruktif, tidak seharusnya PT ABC mengabaikan kondisinya. Meskipun
pegawainya rajin, namun jika terus dihujani tuntutan tugas tanpa memperhatikan
kondisi kesehatannya, justru pegawai tersebut akan kehilangan performanya, sehingga
produktivitasnya menurun. PT ABC seharusnya mampu menjamin kondisi kesehatan
fisik maupun mental pegawainya dan mempertimbangkan dampak bagi perusahaan
apabila tidak memperhatikan K3. Risma berhak mendapatkan jaminan kesehatan fisik
dan mentalnya sebagai salah satu apresiasi perusahaan terhadap apa yang telah ia
dedikasikan atau ia berikan kepada perusahaan tempat ia bekerja.
2. Apakah bisa penilaian beban kerja mental dilakukan diakhir masa pekerjaan?
Misalnya ketika terdapat karyawan yang ingin resign dari pekerjaan, kemudian
kita cegah dengan cara melakukan penilaian tersebut? Berikan alasannya
Jawab:
Menurut saya, pengukuran beban kerja mental mungkin bisa saja dilakukan di akhir
masa pekerjaan dengan atribut motivasi sebagai penyemangatnya. Namun, tidak bisa
dipastikan ampuh untuk mencegah karyawan tersebut resign dari pekerjaan.
Sebaiknya penilaian beban kerja mental tidak hanya dilakukan semata-mata untuk
menahan karyawan yang ingin resign saja, namun juga dilakukan secara berkala
sebagai antisipasi agar setiap karyawan tidak mengalami kejenuhan dalam bekerja
akibat beban mental yang dialami.