Anda di halaman 1dari 11

BAB V

INDIKASI PERMASALAHAN DAN


POSISI PENGELOLAAN SANITASI SAAT INI

5.1. Area Beresiko Sanitasi


Resiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan
atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sector sanitasi dan perilaku hidup
bersih dan sehat.Maksud dilakukannya penilaian area beresiko sanitasi adalah bahwa hasil dari
penilaian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu kriteria dalam penentuan prioritas
pelaksanaan program dan kegiatan sektor sanitasi. Sedangkan tujuan dilakukannya penilaian area
beresiko sanitasi adalah ditetaokannya area dan sub sektor perioritas pengembangan saniatsi
berdasarkan tingkat resiko sanitasi, fungsi dan peruntukan ruang dan lahan, kondisi alam dan
kawasan pengembangan khusus.
Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan untuk dapat mencapai tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Memetakan area-area yang memiliki resiko sanitasi melalui serangkaian proses
pengumpulan data.
b. Mengklasifikasi area berdasarkan tingkat resiko kesehatan lingkungan melalui analisa
data.
c. Menentukan area beresiko.
Sedangkan unit area penentuan area beresiko saniatsi meliputi 11 kecamatan 79
desa/kelurahan di Kabupaten Muna.Dalam melakukan penilaian area beresiko sanitasi, Pokja
Sanitasi Kabupaten Munamelakukan penilaian berdasarkan data primer dan sekunder.Data primer
terdiri dari survey EHRA dan persepsi SKPD.Sedangkan data sekunder diperoleh dengan
melakukan olah data yang ada di SKPD. Hasil akhir dari area beresiko saniatsi merupakan
kompilasi dari skoring persepsi SKPD, hasil olah data study EHRA dan data sekunder. Sesuai
dengan indikator-indikator yang merupakan hasil kesepakatan Kelompok Kerja.
a. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah ada/eksinting di masing-masing SKPD.Data
tersebut dapat memeberikan gambaran mengenai kondisi saniatasi yang ada di Kabupaten Muna.
Kelompok Kerja melakukan olah data sesuai dengan kesepakatan pokja dengan melihat
keakuratan dan ketersediaan data yang diharapkan. Penilaian area beresiko berdasarkan data
sekunder di Kabupaten Muna disepakati dengan menggunakan data sebagai berikut :
1. Administrasi digunakan terutama untuk mendapatkan informasi mengenai luas wilayah
masing-masing desa/kelurahan yang akan digunakan untuk menghitung tingkat kepadatan
penduduk. Luas wilayah yang digunakan untuk menghitung kepadatan penduduk adalah
luas wilayah terbangun, agar abgka yang diperoleh merupakan angka riilterhadap luas
wilayah yang ditempati oleh penduduk, bukan terhadap total luas wilayah dikarenakan
data yang diperoleh adalah untuk membuat perencanaan system sanitasi di permukiman
penduduk tersebut.
2. Populasi, sebagai dasar bagi perhitungan angka pelayanan sanitasi.

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-1


3. Penduduk miskin, untuk menghitung perencanaan pembangunan sanitasi yang harus
mendapatkan perlindungan dan layanan dari pemerintah.
4. Akses air bersih, untuk mengetahui seberapa besar tingkat layanan air bersih oleh
pemerintah Kabupaten Muna, swasta, maupun organisasi masyarakat.
5. Air Limbah, dimana yang dimaksud disini adalah untuk pengelolaan limbah tinja
berdasarkan kepemilikan sarana jamban. Hal ini penting untuk dilakukan identifikasi.
Mengingat limbah tinja memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pencemaran
lingkungan.
b. Persepsi SKPD.
Persepsi SKPD merupakan penilaian secara subyektif dari masing-masing institusi yang
menjadi anggota pokja sanitasi Kabupaten Muna terhadap kondisi saniatsi diwilayah kabuapten
Muna. Sesuai dengan kesepakatan pokja yang melakukan penilaian adalah:
1. Dinas Kesehatan, menilai berdasarkan akses air bersih, kondisi jamban keluarga dan PHBS
dan permasalahan kesehatan lingkungan lainnya.
2. Badan Lingkungan Hidup (BLH) menilai berdasarkan keberadaan saluran air limbah dan
persampahan.
3. Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Bidang Cipta Karya menilai berdasarkan kondisi drainase dan
genangan.
4. BAPPEDA, menilai kondisi saniatsi berdasarkan gambaran secara umum seperti, kepadatan,
kemiskinan berdasarkan kondisi riil dan perencanaan wilayah.
c. Pengolahan Data
Dalam melakukan olah data hasil survey EHRA, Pokja Sanitasi Kabupaten Muna
melakukan tahapan sebagai berikut:
1. Input data hasil survey EHRA kedalam program EPI Info.
2. Transfer data dari EPI Info kedalam SPSS melalui program Star Transfer.
3. Cleaning data melalui program SPSS, untuk mengetahui kelengkapan pengisian kuesioner
4. Penyepakatan indikator-indikator yang akan menjadi dasar bagi penilaian (assasment)
terhadap kondisi sanitasi di wilayah survey EHRA..
5. Penilaian terhadap indikator-indikator dimasing-masing wilayah sesuai dengan bobot tingkat
resiko yang disepakati.
6. Olah data dengan metode penilaian Kuantitatif.
7. Rekap hasil olah data.
Dalam melakukan olah data terhadap survey EHRA, metodologi yang digunakan adalah
metode penelitian kuantitatif, dimana sumber data berasal dari data primer yaitu instrument
wawancara survey EHRA. Adapun indikator-indikator sebagaimana terlampir. Penilaian area
beresiko berdasarkan survey EHRA dengan menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Pengolahan sampah rumah tangga
2. Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja.
3. Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir
4. Pengelolaan air minum, masak, cuci, gosok gigi yang aman dan hiegiene
5. Perilaku higiene dan sehat

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-2


5.1. Area Beresiko Sanitasi Kabupaten Muna
Hasil akhir penilaian area beresiko sanitasi diharapkan dapat menjadi sumber data yang
valid dalam pengambilan kebijakan terkait pembangunan sanitasi Kabupaten Muna. Dengan
adanya data area beresiko sanitasi nantinya akan menjadi pedoman dalam rangka perencanaan
pembangnan dibidang sanitasi oleh stakehorder yang menanganinya, sehingga pembangunan
sanitasi akan lebih tetap sasaran.
Sebagai prioritas permasalahan terkait sanitasi Kabupaten Muna, pada area beresiko
untuk klaster 4 dan 3 tentulah akan menjadi prioritas, namun untuk langka awal yang perlu untuk
ditangani adalah wilayah yang mempunyai tingkat resiko yang cukup besar terlebih dahulu. Untuk
mengetahui penyebab area beresiko khususnya klaster 4 dan 3 sebagaimana tersaji pada tabel
berikut:

Tabel 5.1. Area Beresiko Saniotasi dan Penyebab Utamanya


Penyebab
No Area Beresiko No Wilayah Prioritas
Utama Risiko
1 Resiko 4 1 Desa` Lakologou, Tongkuno Air Limbah
2 UPT Wuna, Tongkuno Sampah
3 Desa Katela, Tikep Sampah
4 Kelurahan Ghomsume. Duruka Sampah
6 Banggai, Duruka Sampah
7 Wakorambu, Batalaiworu PHBS
8 Wawesa, Batalaiworu Sampah
9 Napalakura, Napabalano Sampah
2 Resiko 3 10 Fongkaniwa, Tongkuno Air Limbah
11 Desa Matano oe, Tongkuno Air Limbah
12 Desa Oempu, Tongkuno Air Limbah
13 Desa Lahontohe, Tongkuno Air Limbah
14 Desa Lamorende, Tongkuno Air Limbah
15 Desa Lapandidi, Tongkuno Sampah
16 Desa Danagoa, Tongkuno Sampah
17 Desa Tombula, Tongkuno Sampah
18 Desa Wansungi, Kabangka Air Limbah
19 Desa Wulanga Jaya, Tikep Sampah
20 Desa Waturempe, Tikep Air Limbah
21 Desa Laworo, Tikep Sampah
22 Desa Bahari, Towea Air Limbah
23 Desa Wangkolabu Air Limbah
24 Desa Renda Air Limbah
25 Desa Lakarama Air Limbah
26 Desa Muasi Air Limbah Air Limbah

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-3


Penyebab
No Area Beresiko No Wilayah Prioritas
Utama Risiko
3 Resiko 3 27 Desa Watumela, Lawa Air Limbah
28 Desa Latompe, Lawa Air Limbah
29 Desa Lalemba, Lawa Air Limbah
30 Desa Madampi, Lawa Air Limbah
31 Desa Lagadi, Lawa Sampah
32 Desa Lapadaku, Lawa Air Limbah
33 Desa Wamelai, Lawa Air Limbah
34 Kelurawan Watunea, Katobu Air Limbah
35 Kelurahan Butung-Butung Air Limbah
36 Kelurahan Raha III Air Limbah
37 Kelurahan Raha II Sampah
38 Kelurahan Laende Sampah
39 Kelurahan Mangga Kuning, Katobu Sampah
40 Desa Lagasa, Duruka Sampah
41 Desa Lasunapa, Duruka Sampah
42 Desa Ghonebalano, Duruka Air Limbah
43 Desa Wapunto, Duruka Air Limbah
44 Desa Palangga Air Limbah
45 Kelurahan Sidodadi, Batalaiworu Air Limbah
46 Kelurahan Laiworu, Batalaiworu Sampah
47 Desa Lambiku, Napabalano Air Limbah
48 Desa Langkumapo, Napabalano Air Limbah
49 Desa Pentiro, Napabalano Air Limbah
50 Desa Napabalano, Napabalano Air Limbah
51 Desa Tampo, Napabalano Sampah
52 Desa Labunia, Wakorsel Air Limbah
53 Desa Pure, Wakorsel Air Limbah
54 Desa Bakealu, Wakorsel Air Limbah
55 Desa Wambona, Wakorsel Air Limbah
56 Desa Wakarumba, Wakorsel Sampah
57 Desa Maligano Sampah
58 Desa Raimuna, Maligano Sampah
59 Desa Langkoroni, Maligano Sampah
60 Desa Lapole, Maligano Sampah
61 Desa Latompe, Maligano Sampah
62 Desa Pohorua, Maligano Sampah

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-4


Penyebab
No Area Beresiko No Wilayah Prioritas
Utama Risiko
1 Resiko 2 63 Desa Tanjung, Tongkuno Air Limbah
64 Desa Kontumolele Air Limbah
65 Desa Sari Mulyo, Kabangka Sampah
66 Desa Wakobalu Agung, Kabangka Sampah
67 Desa Oensilu, Kabangka PHBS
68 Desa Komba-Komba, Duruka Sampah
69 Desa Lasama, Tikep Sampah
70 Desa Sidomakmur, Tikep Sampah
71 Desa Wandoke, Tikep PHBS
72 Desa Lathugo, Lawa PHBS
73 Kelurahan Wamponiki, Katobu PHBS
74 Kelurahan Raha I, Katobu PHBS
Resiko 1 75 Desa Kabangka, Kabangka PHBS
76 Desa Lakandito, Kabangka Sampah
77 Desa Wataliku, Kabangka Sampah
78 Desa Lupiah, Kabangka Sampah
79 Desa Kambara, Tikep Air Limbah
80 Desa Tiworo, Tikep PHBS

Berdasarkan Tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa desa-desa yang termasuk dalam
kategori resiko 1 sebanyak 6 (enam) desa pada Kecamatan Kabangka dan Kecamatan Tikep.
Masalah utama pada desa-desa tersebut diantaranya masalah sampah, air limbah dan PHBS.
Sedangkan desa-desa yang termasuk dalam ketegori Resiko 2 sebanyak 12 (dua belas) desa
pada Kecamatan Tongkuno, Kecamatan Kabangka, Kecamatan Duruka dan Kecamatan Tikep dan
Kecamatan Lawa. Masalah yang dialami oleh desa-desa yang masuk dalam kategori resiko 2
diantaranya masalah air limbah, sampah, dan PHBS. Untuk desa-desa yang masuk dalam kategori
resiko 3 sebanyak 35 (tiga puluh) lima desa yang tersebar pada Kecamatan Lawa, Ketamatan
katobu, Kecamatan Duruka, Kecamatan Bhatalaiworu Napabalano, Kecamatan Wakorsel,
Kecamatan Maligano.
Untuk desa-desa yang masuk dalam kategori 4 terdapat 8 (delapan) desa yang tersebar
di Kecamatan Tongkuno, Duruka, Bhatalaiworu dan Napabalano. Masalah-masalah yang ada
pada desa-desa tersebut diantaranya masalah Air Limbah, Sampah dan PHBS.
Berdasarkan kondisi diatas tergambar bahwa desa-desa di Kabupaten Muna lebih
dominan masuk dalam kategori resiko 3. Ini menunjukkan bahwa desa-desa di Kabupaten Muna
secara umum masih dalam kategori berisiko sedang pada aspek sanitasi. Untuk itu maka
perhatian Pemerintah Daerah dalam penanganan masalah sanitasi dapat lebih dititikberatkan pada
desa-desa yang masuk pada kategori resiko 1 dan resiko 2. Namun demikian untuk desa-desa
yang termasuk dalam kategori resiko 3 dan resiko 4, tetap dilakukan perhaitan khusus melalui
program/kegiatan yang bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi atau APBN.

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-5


Peta 5.1. Peta Area Beresiko Sanitasi

Sumber : Analisis Pokja Sanitasi Kab. Muna (2013), Studi EHRA (2013) dan Presepsi SKPD (2013)

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-6


5.2 Posisi Pengelolaan Sanitasi Saat ini
5.2.1. Promosi Higiene dan Sanitasi
Dari tabel pendekatan SWOT untuk Sub sektor Promosi Higiene dan Sanitasi diperoleh
nilai Strength (Kekuatan)= 2,4 dan nilai Weakness (Kelemahan)= 2,7. Dari jumlah tersebut
diperoleh selisih (Kekuatan-Kelemahan)= -0,30. Nilai Opportunities (Peluang) = 2,65 dan nilai
Threats (Ancaman ) = 2,70. Dari nilai tersebut diperoleh selisih (Peluang-Ancaman)= -0,05.
Dengan demikian diperoleh titik kuadran (x,y) yakni (-0,30: -0,05). Hasil inilah yang akan
menentukan posisi pengelolaan sub sektor Promosi Higiene dan Sanitasi Kabupaten Muna saat ini
dalam matriks ruang.

Gambar 5.1. Posisi Pengelolaan Sanitasi Saat ini Komponen Promosi Higiene dan Sanitasi
Lingkungan Mendukung (+)

Pemeliharaan
Agresif Pertumbuhan
Stabil

Pemeliharaan
Selektif Pertumbuhan
Internal Cepat Internal Kuat
Lemah (-) (+)
Diversifikasi
Berputar (-0,3):(-0.05) Besar-Besaran

Ceruk Diversivikasi
Terpusat

Lingkungan Tidak Mendukung (-)

Sumber : Analisis SWOT (2013)

Berdasarkan hasil analisis SWOT pada Gambar 5.1 diatas tampak bahwa posisi
pengelolaan sektor promosi hygiene dan sanitasi berada pada posisi ceruk yang berarti
merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan bagi Kabupaten Muna dalam hal
pengelolaan promosi hygiene dan sanitasi karena menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan
internal. Sehingga strategi yang dijalankan adalah strategi defensif. Posisi pengelolaan promosi
hygiene dan sanitasi berada pada posisi ceruk. Secara umum posisi ini menggambarkan masih
lemahnya intervensi Pemerintah Kabupaten Muna dalam pengelolaan Promosi Higiene dan
Sanitasi. Misalnya jika dilihat dari aspek kebijakan anggaran, sampai saat ini anggaran untuk
kegiatan promosi hygiene dan sanitasi yang bersumber dari APBD Kabupaten masih cukup
rendah, sehingga berimbas pada fungsi SKPD yang belum optimal dalam pelayanan program

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-7


promosi hygiene dan sanitasi. Kenyataan ini makin diperlemah oleh masih terbatasnya tenaga
yang melaksanakan kegiatan promosi hygiene dan sanitasi khususnya disektor pendidikan.
Berpijak dari situasi yang demikian, Pemerintah Kabupaten Muna hendaknya mempertimbangkan
untuk menerapkan Strategi Bertahan, yakni mengendalikan dan mengoptimalkan kinerja
pengelolaan Prohisan agar tidak semakin terperosok. Strategi konservatif ini dipertahankan seraya
terus melakukan pembenahan-pembenahan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
pengelolaan sanitasi sub sektor promosi hygiene dan sanitasi. Hal ini dilakukan dengan
mengoptimalkan lembaga penyiaran yang telah ada di Kabupaten Muna serta meningkatkan
kapasitas anggaran untuk pembiayaan di sektor Promosi Higiene dan Sanitasi, serta menambah
tenaga yang bertugas untuk mengkampanyekan masalah hygiene dan sanitasi bagi masyarakat
Kabupaten Muna.

5.2.2. Air Limbah


Dari tabel pendekatan SWOT untuk Sub sektor Air Limbah diperoleh nilai Strength
(Kekuatan)= 2,10 dan nilai Weakness (Kelemahan)= 2,40. Dari jumlah tersebut diperoleh selisih
(Kekuatan-Kelemahan)= -0,30. Nilai Opportunities (Peluang) = 2,00 dan nilai Threats (Ancaman ) =
2,60. Dari nilai tersebut diperoleh selisih (Peluang-Ancaman)= -0,60. Dengan demikian diperoleh
titik kuadran (x,y) yakni (-0,30: -0,60). Hasil inilah yang akan menentukan posisi pengelolaan sub
sektor air limbah Kabupaten Muna saat ini dalam matriks ruang.

Gambar 5.2. Posisi Pengelolaan Sanitasi Saat ini Komponen Air Limbah Domestik
Lingkungan Mendukung (+)

Pemeliharaan
Agresif Pertumbuhan
Stabil

Pemeliharaan
Selektif Pertumbuhan
Internal Cepat Internal Kuat
Lemah (-) (+)
Diversifikasi
Berputar (-0,3):(-06) Besar-Besaran

Ceruk Diversivikasi
Terpusat

Lingkungan Tidak Mendukung (-)


Sumber : Analisi SWOT (2013)

Berdasarkan hasil analisis SWOT diatas tampak bahwa posisi pengelolaan sektor air
limbah berada pada posisi ceruk yang berarti merupakan situasi yang sangat tidak
menguntungkan bagi Kabupaten Muna dalam hal pengelolaan air limbah karena menghadapi
Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-8
berbagai ancaman dan kelemahan internal.Sehingga strategi yang dijalankan adalah strategi
defensif. Posisi pengelolaan Air limbah berada pada posisi ceruk. Secara umum posisi ini
menggambarkan masih lemahnya intervensi Pemerintah Kabupaten Muna dalam pengelolaan Air
Limbah. Misalnya jika dilihat dari aspek kebijakan, belum ada regulasi mengenai ketentuan teknis
pengelolaan limbah domestik, dari aspek keuangan, pendanaan di sub sektor air limbah untuk 5
tahun terakhir masih rendah, dari aspek teknis operasional, belum optimalnya pemanfaatan sarana
dan prasarana air limbah, di posisi ini pengelolaan sub sektor air limbah juga menghadapi
tantangan besar dari luar yakni masih ada warga yang belum memiliki jamban dan membuang air
buangan langsung ke badan tanah/air, serta rendahnya kesadaran warga dalam pengelolaan
sarana umum air limbah. Berpijak dari situasi yang demikian, Pemerintah Kabupaten Muna
mempertimbangkan untuk menerapkan Strategi Bertahan, yakni mengendalikan dan
mengoptimalkan kinerja pengelolaan air limbah agar tidak semakin terperosok. Strategi konservatif
ini dipertahankan seraya terus melakukan pembenahan-pembenahan untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas pengelolaan sanitasi sub sektor air limbah. Hal ini dilakukan dengan
mengoptimalkan sarana dan prasarana on site yang ada.Diantaranya adalah dengan
memaksimalkan anggaran pengelolaan sektor air limbah, memperluas kampanye penyadaran
masyarakat terkait pengelolaan air limbah ..

5.2.3. Persampahan
Dari tabel analisis SWOT untuk Sub persampahan diperoleh nilai Strenght (Kekuatan) =
2,20 dan nilai Weakness (Kelemahan) = 2,0. Dari jumlah tersebut diperoleh selisih (Kekuatan-
Kelemahan)= 0,20. Nilai Opportunities (Peluang) = 2,20 dan nilai Threats (Ancaman)= 2,50. Dari
nilai tersebut diperoleh selisih (Peluang-Ancaman) = -0,30. Dengan demikian diperoleh titik
kuadran (x,y) yakni (0,20 : -0,30). Hasil inilah yang akan menentukan posisi pengelilaan sub sektor
persampahan Kabupaten Muna saat ini di dalam matriks ruang.

Gambar 5.3. Posisi Pengelolaan Sanitasi Saat Ini Komponen Persampahan


Lingkungan Mendukung (+)

Pemeliharaan
Agresif Pertumbuhan
Stabil
Pemeliharaan Pertumbuhan
Selektif Cepat
Internal Internal Kuat
Lemah (-) (+)
Diversifikasi
Berputar (0,2):(-03) Besar-Besaran

Ceruk Diversivikasi
Terpusat

Lingkungan Tidak Mendukung (-)

Sumber : Analisis SWOT (2013)

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-9


Berdasarkan hasil analisis SWOT diatas tampak bahwa posisi pengelolaan sektor
persampahan berada pada posisi Diversifikasi Besar-Besaran yang berarti merupakan situasi
dimana kawasan menghadapi ancaman, namun kawasan masih memiliki kekuatan dari segi
internal.Strategi yang digunakan adalah diversifikasi. Kuatnya kondisi internal pengelolaan
persampahan Kabupaten Muna dapat dilihat dari berbagai aspek, misalnya dari aspek keuangan,
pendanaan di subsektor persampahan selama 5 tahun terakhir sudah cukup baik, dari aspek
teknis dan operasional, pemerintah Kabupaten Muna sudah menyusun Masterplan Persampahan
dan sudah memiliki sarana dan prasarana persampahan seperti TPS, Armada Pengangkut
sampah dan TPA yang cukup baik walaupun masih menggunakan system open dumping.
Namun demikian TPA yang berdada di Desa Lakauduma telah memiliki DED untuk
dikembangkan menjadi TPA bersistem Sanitary Landfill. Selain itu dari aspek kebijakan
Pemerintah Daerah Kabupaten Muna memiliki Visi dan Misi yang mendukung pada aspek
kesehatan dan kebersihan melalui Visi Maju dan Sehat 2015. Hal lain yang menjadi kekuatan
internal disektor persampahan adalah target Pemerintah Daerah Kabupaten Muna untuk meraih
Adipura. Namun dari kondisi eksternal masih terdapat ancaman yang cukup besar, antara lain dari
rendahnya praktek 3R, perilaku warga yang masih membuang sampah sembarangan, membakar
dan menimbun sampah, serta minimnya kader-kader lingkungan di tingkat basis Rekomendasi
strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya Pemerintah Kabupaten Muna perlu
menemukan strategi-strategi baru untuk untuk menghadapi tantangan eksternal. Khususnya dalam
hal ini terkait dengan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat warga, implementasi praktek
3R, dan peningkatan partisipasi warga dalam bentuk pengelolaan sampah berbasis komunitas,
serta penyebarluasan informasi tentang pengelolaan sampah oleh masyarakat.

5.2.4. Drainase
Dari tabel analisis SWOT untuk Sub Drainase di atas diperoleh nilai Strenght
(Kekuatan)= 2,50 dan nilai Weakness (Kelemahan)= 2,30. Dari jumlah tersebut diperoleh selisih
(Kekuatan-Kelemahan)= 0,20. Nilai Opportunities (Peluang)= 2,5 dan nilai Threats (Ancaman)=
2,9. Dari nilai tersebut diperoleh selisih (Peluang-Ancaman)= -0,4. Dengan demikian diperoleh titik
kuadran (x,y) yakni (0,2 : -0,4). Hasil inilah yang akan menentukan posisi pengelolaan sub sektor
Drainase Kabupaten Muna saat ini di dalam matriks ruang.
Berdasarkan hasil analisis SWOT pada sektor drainase sebagaimana terlihat di Gambar
5.3 tampak bahwa posisi pengelolaan sektor drainase berada pada Kuadran II, Sub sektor
drainase di Kabupaten Muna dari segi internal sudah cukup baik, namun dari segi eksternal masih
menghadapi ancaman. Pemerintah telah memfasilitasi dengan baik, infrastruktur yang baik,
program kelembagaan dan pendanaan yang memadai .Dari segi eksternal partisipasi masyarakat
untuk menjaga dan memanfaatkan prasarana dan sarana yang ada masih rendah, saluran
drainase penuh sampah dan material bangunan dan tidak terawat. Strategi yang diterapkan dalam
kondisi ini adalah strategi agresif (growth oriented strategy). Dalam pengelolaan Drainase
memungkinkan untuk menerapkan strategi pertumbuhan karena pada sektor ini memiliki
kelembagaan yang mapan baik di SDM dan keuangan, kebijakan pengelolaan drainase juga
diarahkan pada Misi Muna Bebas Banjir. Selain itu banyaknya program-program yang berkaitan

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-10


dengan sektor drainase sehingga pada aspek pembiayaan dapat teratasi untuk membiayai
pembangunan jaringan drainase baik primer dan sekunder. Hal lain yang menjadi kekuatan dalam
pengelolaan sektor drainase adalah kondisi eksisting Kabupaten Muna yang masih tersedia
daerah-daerah tangkapan air sehingga air yang melewati jaringan drainase dapat dengan cepat
dibuang/diarahkan pada wilayah-wilayah tangkapan air.

Gambar 5.5. Posisi Pengelolaan Sanitasi Saat Ini Komponen Drainase Lingkungan

Lingkungan Mendukung (+)

Pemeliharaan
Agresif Pertumbuhan
Stabil

Pertumbuhan
Pemeliharaan Cepat
Selektif
Internal
Lemah (-) Internal Kuat
(+)
Diversifikasi
Berputar Besar-Besaran
(0,2):(-04)

Ceruk Diversivikasi
Terpusat

Lingkungan Tidak Mendukung (-)

Sumber : Analisis SWOT (2013)

Namun demikian tantangan yang kerap dihadapi adalah menyangkut kebiasaan


sejumlah masyarakat yang masih menggunakan areal drainase sebagai tempat pembuangan
sampah atau pembuangan material bangunan.Hal ini terjadi diwilayah perkotaan. Selain itu masih
minimnya kesadaran masyarakat dalam memelihara jaringan drainase juga menjadi persoalan
yang patut mendapatkan perhatian dan penyelesaian.

Buku Putih Sanitasi Kab. Muna V-11

Anda mungkin juga menyukai