PENDAHULUAN
Sampah didefinisikan sebagai buangan padat atau setengah padat yang terdiri dari zat
organik dan zat anorganik yang kehadirannya tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, jumlah produksi sampah yang dihasilkan semakin besar
karena setiap aktivitas manusia menghasilkan sampah. Hal ini dapat menimbulkan masalah
sampah yang mulai mengganggu baik terhadap kesehatan manusia ataupun terhadap lingkungan
yang pada akhirnya berdampak pada pencemaran tanah, air dan udara. Oleh karena itu, poduksi
sampah yang dihasilkan perlu dilakukan pengelolaan khusus agar tidak membahayakan
kesehatan manusia, lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Tchobanoglous, 1993)
Sampah menurut SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah
Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa
makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-
kaleng, debu sisa penyapuan, dan sebagainya. Pengelolaan persampahan dapat diartikan sebagai
suatu usaha atau kegaiatan yang mengontrol jumlah timbulan sampah, pewadahan,
pengumpulan, transfer dan transpor, daur ulang serta pembuangan sampah dengan
memperhatikan faktor kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi lingkungan, estetika,
dan pertimbangan lingkungan lainnya (Tchobanoglous, 1993).
Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa yang akan
datang, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Dari aspek
persampahan, maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah
dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia
beraktifitas di dalamnya (Permen PU nomor: 21/PRT/M/2006).
Visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan Departemen Kimpraswil, yaitu
“Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah” menggambarkan keinginan terwujudnya suatu
kondisi lingkungan yang baik dan sehat.
Secara umum, menurut Peraturan Menteri PU nomor: 21/PRT/M/2006. daerah yang
mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat ditunjukkan memiliki kondisi
sebagai berikut:
a. Seluruh masyarakat memiliki akses untuk penanganan sampah yang dihasilkan dari
aktifitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran,
maupun tempat-tempat umum lainnya.
b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah yang
dihasilkan dapat ditangani secara benar.
c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang
berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diare, tipus, disentri, dan lain-
lain; serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air atau tanah.
d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat bagi
kesejahteraannya.
Persoalan lingkungan yang selalu menjadi isu besar di hampir seluruh wilayah perkotaan
adalah masalah sampah sedangkan laju pertumbuhan ekonomi di kota dimungkinkan menjadi
daya tarik luar biasa bagi penduduk untuk hijrah ke kota (urbanisasi). Akibatnya jumlah
penduduk semakin membengkak, konsumsi masyarakat perkotaan melonjak, yang pada akhirnya
akan mengakibatkan jumlah sampah juga meningkat.
Pertambahan jumlah sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan yang ramah
lingkungan akan menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan. Lebih jauh
lagi, penanganan sampah yang tidak komprehensif akan memicu terjadinya masalah estetika,
sosial maupun kesehatan.
Saat ini hampir seluruh pengelolaan sampah berakhir di TPA sehingga menyebabkan
beban TPA menjadi sangat berat, selain diperlukan lahan yang cukup luas, juga diperlukan
fasilitas perlindungan lingkungan yang sangat mahal.Semakin banyaknya jumlah sampah yang
dibuang ke TPA salah satunya disebabkan belum dilakukannya upaya pengurangan volume
sampah secara sungguh-sunguh sejak dari sumber.
Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup pasal 16 mengamanatkan
bahwa masyarakat bertanggungjawab sebagai produsen timbulan sampah.Diharapkan
masyarakat sebagai sumber timbulan yang beresiko sebagai sumber pencemar, untuk ikut serta
dalam sistem pengelolaan sampah.
Masalah sampah mutlak harus ditangani secara bersama-sama antara pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat itu sendiri.Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran
dan komitmen bersama menuju perubahan sikap, perilaku dan etika yang berbudaya lingkungan.
(Suryati, 2009)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk membuat perencanaan pengelolan sampah di perumahan di Desa
Hajimena RW : 01 , Dusun 5 , kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun maksud dan tujuan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk menganalisis timbulan komposisi sampah dan karakteristik sampah
di Desa Hajimena RW : 01 , Dusun 5 , kecamatan Natar, kabupaten
Lampung Selatan.
2. Untuk mengetahui kondisi eksisting system pengolahan persampahan
mengenai pewadahan, pengumpulan, dan pembuangan sampah di Desa
Hajimena RW : 01 , Dusun 5 , kecamatan Natar, kabupaten Lampung
Selatan.
3. Untuk mengetahui perencanaan system pengolahan persampahan
mengenai pewadahan, pengumpulan, dan pembuangan sampah di Desa
Hajimena RW : 01 , Dusun 5 , kecamatan Natar, kabupaten Lampung
Selatan.
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1.1.1 Pewadahan
Pewadahan sampah yang menggunakan kotak / bak sampah di desa Desa Hajimena RW : 01 ,
Dusun 5 , kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan. pada umumnya tidak terpilah dengan
baik antara sampah organik dan anorganik bahkan ada yang tercampur dengan sampah beracun.
3.4.1 Pengangkutan
Sistem pengangkutan sampah di desa Desa Hajimena RW : 01 , Dusun 5 , kecamatan Natar,
kabupaten Lampung Selatan. Menggunakan truck sampah , mobil ini mengangkut sampah dari
rumah penduduk langsung ke TPA Teluk Betung . Petugas yang bertugas mengangkut sampah
berjumlah 2 orang, yang terdiri dari satu orang supir dan satu orang petugas yang bertugas
mengangkut sampah dari rumah penduduk ke mobil sampah. Pengangkutan sampah dilakukan 2
kali dalam seminggu yaitu pada hari senin dan jumat .
Untuk menghitung jumlah timbulan sampah di wilayah studi, dibutuhkan nilai satuan timbulan
sampah dan jumlah sumber sampah.
Satuan timbulan sampah yang digunakan pada perhitungan timbulan sampah di desa Desa
Hajimena RW : 01 , Dusun 5 , kecamatan Natar, kabupaten Lampung Selatan ini adalah
ketetapan dari SNI 19-3983-1995 spesifikasi Timbulan Sampah untuk kota kecil dan sedang di
Indonesia.
b. Jumlah Kontainer
No Komponen Kapasitas Jumlah
1 Kotak sampah 100 L 22
2 Kotak sampah 90 L 15
3 Kotak sampah 80 L 18
4 Kotak sampah 60 L 10
5 Kotak sampah 40 L 9
Jumlah 74 kontainer
a. komposisi sampah
1. Sampah organic
Sisa – sisa atau sampah organic yang berasal dari hasil kegiatan masyarakat ataupun
alam di daerah tersebut terdiri dari dedaunan , sayur- sayuran, buah- buahan
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik yang dihasilkan dari kegiatan – kegiatan manusia di daerah hajimena
berupa plastic bekas makanan, plastic detergen, kertas dan kaleng.
b. Karakteristik Sampah
2.2.1 Pewadahan
Pewadahan di pemukiman yang direncanakan adalah kantong plastik dengan kapasitas 10-40liter
dan bin/ tong plastik dengan kapasitas ±40liter. Sedangkan untuk komunal adalah bin/ tong
(100liter-1000liter). Alat pewadahan disarankan tidak bertipekan tertanam (dapat diangkat) agar
memudahkan operasi pengumpulan. Wadah sebaiknya memiliki tutup agar mampu mengisolasi
sampah dari lingkungan. Wadah ditempatkan dihalaman muka (tidak di luar pagar) dan mudah
diambil
Pengangkutan dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik pengumpilan
terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST pada pengumpulan dengan
pola individual langsung atau dari tempat pemindahan (Transfer Depo,transfer station),
penampungan sementara (TPS, LPS, TPS 3R) atau tempat penampungan komunal sampai ke
tempat pengolahan/pembuangan akhir (TPA/TPST). Sehubungan dengan hal tersebut, metoda
pengangkutan serta peralatan yang akan dipakai tergangtung dari pola pengumpulan yang
dipergunakan.
Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang efisien dan efektif maka operasional
pengangkutan sampah sebaiknya mengikuti prosedur sebagai berikut:
Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan hambatan yang
sekecil mungkin.
Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang semaksimal
mungkin.
Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.
Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan meningkatkan jumlah
beban kerja semaksimal mungkin dengan meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi
pengangkutan.
Untuk sistem door-to-door, yaitu pengumpulan sekaligus pengangkutan sampah, maka sistem
pengangkutan sampah dapat menggunakan pola pengangkutan sebagai berikut (Gambar 1):
Kendaraan keluar dari pool dan langsung menuju ke jalur pengumpulan sampah.
Truk sampah berhenti di pinggir jalan di setiap rumah yang akan dilayani, dan pekerja
mengambil sampah serta mengisi bak truk sampah sampai penuh.
Setelah terisi penuh truk langsung menuju ke tempat pemerosesan atau ke TPA
Dari lokasi pemerosesan tersebut, kendaraan kembali ke jalur pelayanan berikutnya sampai shift
terakhir, kemudian kembali ke Pool.
2.3.1 RAB
Jumlah KK = 74 KK
= 20.000 𝑋 74
= Rp 1.480.000
Beberapa peraturan dan undang-undang di Indonesia yang terkait dengan pengelolaan limbah
antara lain :
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 163 tentang Kesehatan
Lingkungan : Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 : Setiap orang dilarang:
Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah.
Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir.
Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Keputusan menteri kesehatan Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit: Bahwa Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan;