Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ANALISIS DAMPAK KESEHATAN LINGKUNGAN

DI PEMUKIMAN DI BANTARAN SUNGAI CODE KOTA


YOGYAKARTA

Rizal Bahri (P27833318041)


Intan Perdanawati (P27833318044)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D - IV ALIH JENJANG KESEHATAN LINGKUNGAN
2018
A. LATAR BELAKANG
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia. Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal
28, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu setiap
Warga Negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup
yang baik dan sehat. Selain itu rumah juga merupakan kebutuhan dasar manusia
dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta
sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta
pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa
Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi
permasalahan pencemaran air, pencemaran udara dan bertambahnya timbulan
sampah yang menganggu sehingga perlu melakukan Menganilisis Dampak
Lingkungan
Analisis Dampak Lingkungan dalam istilah asing disebut dengan
Enviromental Impact Analysis; Enviromental Impact Statement; Enviromental
Impact Assessment; atau Enviromental Impact and Statement. Semua istilah
tersebut menunjuk pada pengertian bahwa setiap rencana aktivitas manusia,
khususnya dalam kerangka pembangunan yang selalu membawa dampak dan
perubahan terhadap lingkungan perlu dikaji terlebih dahulu dengan seksama.
Berdasarkan kajian ini, akan dapat diidentifikasi dampak-dampak yang timbul,
baik yang bermanfaat maupun yang merugikan bagi kehidupan manusia. Kajian
tersebut dapat dilakukan dengan melihat rencana suatu kegiatan. (Siahaan, 2004 )
Perlunya ADKL pada perlindungan terhadap lingkungan hidup dari
rencana usaha/kegiatan dijelaskan pula oleh organisasi kesehatan dunia (WHO).
Pertemuan WHO pada tahun 1987 di Copenhagen yang bertema “Health and
Safety Component of Environmental Inpact Assessment” menyatakan bahwa
perlunya model Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (“Environmental Health
Inpact Assessment/EHIA”) untuk memadukan program analisis kesehatan dengan
analisis dampak lingkungan yang lebih menekankan komponen kesehatan.
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan
hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap
timbulnya masalah kesehatan masyarakat, sehingga keterkaitan antara kualitas
atau karakteristik “lingkungan bermasalah dan status kesehatan” perlu dipahami
dan dikaji secara cermat agar dapat digambarkan potensi besarnya risiko atau
gangguan kesehatan.

B. KEPEDULIAN KESEHATAN MASYARAKAT


Kondisi Sungai Code terus mengalami penurunan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas airnya. Fenomena perubahan fungsi penggunaan sungai dan
lahan di sepanjang daerah aliran Sungai Code yaitu telah mengurangi daya
dukung lingkungannya seperti masyarakat mengeluh pada saat musim kemarau
aliran sangat kecil, musim hujan sering banjir, Daya dukung sungai berkurang
untuk memperbaiki kondisi, usaha budidaya ikan di sungai kekurangan air,
Lingkungan menjadi kumuh dan kurang sehat.
Dilaporkan angka kesakitan diare di wilayah kerja Puskesmas
Gondomanan tahun 2011 sebanyak 593 kasus (Pemerintah Kelurahan Ngupasan,
2012). Untuk wilayah kerja Puskesmas Danurejan II dari tahun 2011 sampai 2012
mengalami peningkatan dari tahun 2011 433 menjadi 462 pada tahun 2012
(Pemerintah Kelurahan Suryatmajan, 2012). Melihat kondisi kedua kampung yang
menjadi tujuan tempat penelitian ini, yaitu Kampung Cokrodirjan dan Ratmakan
yang berada di pinggiran Kali Code, sangat dimungkinkan sanitasi ikut andil
menjadi penyebab diare balita yang terjadi.

C. HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN


Jumlah hotel dan perumahan yang berada pada DAS Code segmen Kota
Yogyakarta sejumlah 150. Sumber pencemar tersebut tersebar merata di DAS
Code segmen Kota Yogyakarta. Hotel maupun perumahan paling banyak
terdapat pada bagian tengah dari Kota Yogyakarta, yaitu pada segmen 3. Secara
administratif, berada pada Kecamatan Gedongtengen, Gondomanan, dan
Pakualaman. Potensi beban pencemaran sampah diestimasi dari data jumlah
penduduk.
Beban pencemaran sampah berasal dari potensi pencemaran limbah cair
dan padat. Asumsi yang digunakan setiap orang membuang sampah 1 kg/hari,
dengan emisi 0,0028 kg/hari. Perhitungan nilai potensi beban pencemaran
sampah ini juga memperhitungkan jarak ekuivalen permukiman terhadap sungai.
Di DAS Code, letak permukimannya cenderung berada dekat dengan sungai.
Semakin dekat dengan sungai, potensi pembuangan sampah ke sungai akan
semakin tinggi.
Beban pencemaran sampah secara total pada lokasi kajian sebesar 68,481
kg/hari. Nilai beban pencemaran paling besar cenderung berada pada segmen 6,
dengan Kecamatan Umbulharjo memberikan kontribusi paling besar terhadap
beban pencemaran di segmen 6. Sektor ini menyumbang 1% dari total beban
pencemaran BOD di DAS Code segmen Kota Yogyakarta.
Berdasar data data kunjungan lapangan dan pengukuran komponen fisik,
kimia, dan biologis di Sungai Code, menunjukkan terdapat 10 miligram oksigen
yang terlarut dalam satu liter air Sungai Code yang berwarna kekuningan karena
bercampur lumpur. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengambil sampel air
dari tiga lokasi yang berdekatan di wilayah Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta.
Pada pengukuran di sumur warga (di dekat Sungai Code), tim peneliti mendapati
kandungan oksigen 7,0 mgpl (miligram per liter) dan di saluran akhir instalasi
pengelolaan limbah rumah tangga (IPAL Komunal) yang masuk ke sungai 0,8
mgpl. Berdasar hal tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah oksigen di Sungai
Code cukup besar, karena batas kandungan oksigen normal pada air mengalir
hanya 6,0 mgpl.
Selain kandungan oksigen, tim peneliti juga memperoleh data komponen
kimilainseperti nitrat 1,0 mgpl; nitrit 0,01 mgpl; besi 0,2 mgpl, posfat 2,75 mgpl;
dan tingkat keasaman air (PH) 7,62. Banyak sumur warga di sekitar Sungai Code
terkandung angka nitrat yang lebih tinggi di banding dengan sungai. Hal tersebut
disebabkan sampah dan bahan organik lain masuk ke air melaui pori-pori tanah.
Bakteri E-coli banyak ditemukan di Sungai Code karena banyaknya
bangunan septic tank yang tidak kedap air sehingga kotoran bisa merembes
masuk ke dalam tanah. Selain itu, jarak septic tank dengan sumber air kurang
dari jarak yang danjurkan yaitu 10 meter.
Penelitian yang dilakukan oleh Wawan Budianta, M.Sc., juga
menunjukkan bahwa semua sampel air tanah di sekitar Sungai Code
terkontaminasi oleh bakteri E-coli. Buangan air limbah langsung dibuang ke
Sungai Code, Gajahwong, dan Winongo, sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan pencemaran air sungai tersebut.

D. Hasil Analisis Jalur Pemajanan


Ditinjau dari fungsi ekologis Sungai Code memiliki banyak peruntukan
mulai dari dukungan sumber daya air, perkebunan, domestik hingga industri.
Masyarakat di kawasan sekitar sungai Code mendapatkan air untuk kebutuhan
rumah tangganya selain dari PDAM juga dari sumur-sumur gali maupun belik
yang terdapat di pinggir aliran sungai. Saat dimana air PDAM tidak dapat
mencukupi kebutuhan masyarakat akan air atau adanya penolakan masyarakat
terhadap air dari PDAM mereka memilih menggunakan air sumur gali maupun
belik yang ada di pinggir sungai Code untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Tabel 1
Jalur Pemajanan Agen Penyakit
No. Jalur Keterangan
1. Jalur 1 (sumber pencemar) Kegiatan rumah tangga
yang menghasilkan
limbah cair (mencuci,
mandi, kakus)
2. Jalur 2 (media lingkungan) Air sungai dan air tanah
3. Jalur 3 (titik pemajanan) Penggunaan air sungai
atau air tanah yang
tercemar untuk mandi,
memasak dan sebagai
air minum
4. Jalur 4 (Cara pemajanan)  Tertelan saat
mengkonsumsi
atau mencuci
bahan makanan
menggunakan air
yang tercemar
tanpa pengolahan
yang kurang tepat.
 Kontak kulit saat
mandi
menggunakan air
yang tercemar.
5. Jalur 5 (Penduduk beresiko)  Penduduk yang
tinggal di daerah
aliran sungai Code
yang masih
memanfaatkan air
sungai Code.

E. Informasi Toksikologi
1. Nitrat
Tingginya kadar nitrat pada air minum terutama yang berasal dari
sungai atau sumur di dekat pertanian juga sering menjadi sumber
keracunan nitrat terbesar. Hal ini sangat berbahaya bila kandungan nitrat
ini dikonsumsi oleh anak bayi dan dapat menimbulkan keracunan akut.
Bayi yang baru berumur beberapa bulan belum mempunyai
keseimbangan yang baik antara usus dan bakteri usus. Sebagai akibatnya,
nitrat yang masuk dalam saluran pencernaan akan langsung diubah
menjadi nitrit yang kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk
methemoglobin. Ketidak mampuan tubuh bayi untuk mentoleransi
adanya methemoglobin yang terbentuk dalam tubuh mereka akan
mengakibatkan timbulnya sianosis pada bayi. Pada bayi yang telah
berumur enam bulan atau lebih, bakteri pengubah nitrat di dalam tetap
ada walau dalam jumlah sedikit. Pada anak-anak dan orang dewasa, nitrat
diabsorbsi dan di sekresikan sehingga resiko untuk keracunan nitrat jauh
lebih kecil.
Dosis letal dari nitrat pada orang dewasa adalah sekitar 4 sampai
30 g (atau sekitar 40 sampai 300 mg NO3-kg). Dosis antara 2 sampai 9
gram NO3- dapat mengakibatkan methemoglobinemia. Nilai ini setara
dengan 33 to 150 mg NO3-/kg.
2. Bakteri Patogen
Potensi agen untuk menyebabkan penyakit tersebut juga tergantung
pada stabilitas dari agen infeksius di dalam lingkungannya. Dosis infeksi
minimal (minimal infective dose) bervariasi secara luas tergantung dari
jenis dari organisme patogen atau organisme parasitnya. Sebagai contoh,
salmonella typhi atau E, Coli enteropatogenik untuk dapat menyebabkan
penyakit dosisnya antara ribuan sampai beberapa jutaan, sedangkan dosis
infeksi minimal untuk shigella untuk dapat menimbulkan penyakit hanya
sekitar sepuluh sel, sementara sejumlah kecil kista (cyst) dari protozoa
atau telur helminths sudah cukup untuk dapat menyebabkan infeksi.
Untuk beberapa virus hanya dengan satu atau bebera virus saja sudah
dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Sebagai contoh, echovirus
12 dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia hanya dengan 17
partikel virus saja.
Tabel 2
Dosis infeksi minimal dari beberapa organisne patogen dan parasit.
Kompilasi dari bakteria yang terpenting yang mungkin bersifat
patogen terhadap manusia dan yang dapat berpindah baik secara langsung
atau tak langsung melalui air limbah ditunjukkan pada Tabel 3

Tabel 3
Penyakit bawaan air yang disebabkanoleh bakteria.

F. OUTCOME KESEHATAN LINGKUNGAN

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang dari rumah tangga,
industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung
bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta
mengganggu lingkungan hidup. (Notoatmodjo, 2003)
Pembuangan air limbah atau comberan bertujuan untuk menyingkirkan air
limbah dari daerah pemukiman, dan untuk menghindari atau mengendalikan
kemungkinan berkembangbiaknya organisme penyebab dan penyebar penyakit.
Tujuan lain adalah menghindari gangguan estetika pada pemukiman atau tempat
tinggal.
Pembuangan air limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan hal-hal yang merugikan antara lain dapat menimbulkan bahaya
kontaminasi sumber air permukaan dan sumber air lainnya termasuk air yang
digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, gosok gigi, dan
terutama air minum sehingga penularan penyakit juga dapat melalui vektor seperti
lalat yang membawa mikroorganisme pathogen dengan tidak menutup makanan
yang dihidangkan sehingga lalat sampai dimakanan dan apabila dimakan
seseorang dapat terkena diare.

G. DATA DASAR

1. Luas dan Letak Wilayah


Daerah Aliran Sungai (DAS) Code segmen Kota Yogyakarta mempunyai
luas 8,34 km2. Secara administratif berada di Kota Yogyakarta. Terdapat 11
kecamatan yang berada pada DAS Sungai Code segmen Kota Yogyakarta.
Kecamatan Mergangsan mempunyai persentase 24.670%, dengan luas 2.062
km2. Kecamatan tersebut sebagai kecamatan yang paling luas pada lokasi
kajian. Kecamatan Matrijeron mempunyai luas area paling sempit, yaitu 0.006
km2.
2. Kondisi Topografi
Kondisi togografi merupakan elemen dasar dari suatu wilayah untuk
mengetahui karakteristik fisik suatu daerah. Topografi curam dan sangat curam
berada di bantaran sungai. Berikut ini merupakan kondisi kemiringan lahan di
DAS Code segmen Kota Yogyakarta disajikan pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Kelas Kemiringan Lahan di Kota Yogyakarta (Ha)
3. Kondisi Klimatogis
Kondisi klimatologi di Kota Yogyakarta dilihat dari suhu udara,
kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan dan hari
hujan. Pada tahun 2015, suhu udara di Kota Yogyakarta berada pada kisaran
20.00-33.30oC, sedangkan kelembaban udara mencapai 77-88%.
4. Kondisi Geologi
Kota Yogyakarta yang terletak di daerah lereng Gunung Merapi
mempunyai jenis tanah regosol atau vulkanis muda. Formasi Geologi yang
terdapat di Kota Yogyakarta adalah batuan sedimen old andesit. Sebagian
besar tanahnya adalah regosol. Terdapat tiga sungai yang mengalir dari Utara
ke Selatan yaitu Sungai Gajah Wong yang mengalir di bagian Timur Kota
Yogyakarta, Sungai Code di bagian tengah dan Sungai Winongo di bagian
Barat kota.
5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan dominan di Kota Yogyakarta pada tahun 2007-2013
adalah lahan perumahan. Namun jika dilihat dari grafiknya, luas lahan
perumahan menunjukkan kecenderungan menurun. Luas lahan perumahan
dari 2104,36 Ha pada tahun 2007, menurun menjadi 2100,72 Ha tahun 2013.
Begitu pula dengan guna lahan pertanian juga mengalami penurunan, dari
134,05 Ha di tahun 2007 menjadi 109,15 Ha di tahun 2013.
Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Status Peruntukan Lahan Kota
Yogyakarta Tahun 2007 – 2013

6. Kondisi Sosial Ekonomi


Kepadatan penduduk dihitung untuk mengetahui rata-rata jumlah penduduk
dalam 1 km. Kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta pada tahun 2007-2014
cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2007, kepadatan penduduk
mencapai 13.360 jiwa/km2, kemudian mengalami peningkatan hingga 14.079
jiwa/km2 pada tahun 2010. Namun kembali mengalami penurunan hingga
12.513 jiwa/km2 pada tahun 2013 dan kembali meningkat pada tahun 2014
menjadi 12.736 jiwa/km2.
Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta
Tahun 2007 – 2014

Anda mungkin juga menyukai