Anda di halaman 1dari 21

MEMAHAMI HADITS TENTANG METODE PENDIDIKAN

Disusun
Oleh:

KELOMPOK 3 (TIGA)
Nama/ Nim : Husnul Amalia (21011361)
Nadilla Afridayani (21011372)
Prodi / Unit : PAI / I (Satu)
Semester : II (Dua)
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi

DOSEN PEMBIMBING
ABDUL KAHAR, S.Pd.I, M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYYAH (STIT)


MUHAMMADIYAH ACEH BARAT DAYA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah swt., Tuhan Yang Maha
Segalanya, karena atas kehendak-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik serta tepat pada waktunya dengan bahasan mengenai “Memahami
Hadits tentang Metode Pendidikan”. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw., para keluarga dan para
sahabatnya.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dengan berbagai
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan Makalah kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Dosen pembimbing mata kuliah Hadist Tarbawi yang telah membimbing
dalam menulis makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Susoh, 27 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3


A. Definisi Hadist Tarbawi .............................................................. 3
B. Definisi Metode Pendidikan ...................................................... 4
C. Hadits-Hadits tentang Metode Pendidikan ................................. 6

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 16


A. Kesimpulan ................................................................................. 16
B. Saran ........................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah yakni keimanan dan
ketakwaan pada Allah swt. dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari
sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam
menyampaikan pesan-pesan ilahiyah. Sebab dengan metode yang tepat, materi
pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam,
diperlukan penggunaan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan
menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan
batiniah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai
mencapai tujuan dengan semua keadaan.
Sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang
tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode
akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak.
Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih penting daripada materi
itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara
cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat
memuaskan.
Rasulullah sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan
metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran
yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam, yang mana
beliau sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga
nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat
memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan
mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang
untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw. adalah sebagai
teladan dalam pendidikan, sebagaimana yang dinyatakan pula dalam al-Quran pada
surah al-Ahzab ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri

1
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Oleh karena itu, makalah ini akan menyajikan beberapa dari hadits tentang
metode pendidikan yang dilaksanakan Rasulullah saw. Hadits-hadits yang
berimplikasikan pada metode pendidikan di antaranya terdiri dari metode
keteladanan, metode pemberian imbalan, metode pemberian sanksi, metode cerita
atau kisah, metode tanya jawab dan metode perumpamaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka hal yang
patut dikaji adalah sebagai berikut.
1. Apa yang di maksud dengan Hadits Tarbawi ?
2. Apa yang di maksud dengan Metode Pendidikan ?
3. Bagaimana hadits-hadits menjelaskan tentang berbagai Metode Pendidikan
yang diterapkan oleh Rasulullah saw ?
C. Tujuan
1. Umtuk mengetahui definisi Hadits Tarbawi.
2. Untuk mengetahui definisi Metode Pendidikan.
3. Untuk mengetahui hadits-hadits yang menjelaskan tentang berbagai metode
pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah saw.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits Tarbawi
Hadits, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, berasal dari bahasa Arab
al-Hadits berarti baru, yaitu sesuatu yang baru, bentuk jamak hadits dengan makna
hidats, hudatsa’ dan huduts, dan antonimnya qadim (sesuatu yang lama). Al-hadits
juga mengandung arti dekat yaitu sesuatu yang dekat, yang belum lama terjadi dan
juga berarti berita, yang sama dengan hiddits yaitu (sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang pada orang lain)1.
Adapun secara istilah, hadits adalah pembicaraan, periwayatan, pernyataan
secara khusus merupakan penuturan yang disandarkan pada perbuatan dan
perkataan Nabi Muhammad sebagaimana yang dituturkan kembali oleh para
sahabatnya.2 Menurut pengertian ini, hadis dibagi tiga bagian: qauliyyah
(perkataan), fi’liyyah (perbuatan), dan taqririyyah (ketetapan). Dengan pengertian
ini, sebagian ulama menyebutnya sinonim dengan kata “sunnah”. Sebagian lainnya
justru membedakannya. Ulama kelompok kedua berpandangan bahwa hadis itu
sesuatu yang dinukil dari Nabi Muhammad Saw., sedangkan sunnah itu merupakan
praktek (amaliah) yang bersumber dari Nabi Saw. saat awal kehadiran Islam.3
Menurut Fathur Rahman mengutip pendapat Muh. Mahfudh at-Turmusy, hadis
adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang semisalnya.4
Matan sebuah hadits pada dasarnya adalah perkataan Nabi saw. atau
reportase dari para sahabat tentang Rasul saw, yang kesemuanya itu adalah
berwujud dalam bentuk bahasa, baik lisan ataupun tulisan. Bahasa adalah bentuk
interpretasi, abstraksi dan representasi dari sebuah realitas. Oleh karenanya ketika
sebuah bahasa lahir (ditulis atau diucapkan), maka konteks sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan sistem nilai yang dianut oleh yang mengucapkan akan menyertai
pernyataan yang lahir dari bahasa tersebut. Hadits Nabi saw. sebagai bagian dari
bahasa, pada perkembangannya terdokumentasi dalam bentuk tulisan yang disebut

1
Idris, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 53.
2
Muhammad Zaini dan Abd. Wahid, Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits,
(Banda Aceh: Penerbit PeNA, 2016), hlm. 125.
3
Ajjaj Al-Khatib, Ushulul Hadits. (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm. 25
4
Fathur Rahman, Ikhtisar Mustalah al-Hadith (Bandung: Al-Ma’arif, 1970), hlm. 6.

3
dengan teks (matan) hadits. Pada saat hadits ini telah berbentuk teks, maka ketika
itu ia akan kehilangan konteksnya, sehingga siapa pun yang membacanya tidak
akan dapat memahami maknanya secara objektif kecuali bila konteks awal
pembentukan kata tersebut dirujuk kembali.
Kemudian tarbawi merupakan bentuk masdar dari kata rabba, yurabbi,
tarbiyyah, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pendidikan.
Secara etimologi, kata tarbiyah mengandung arti memelihara dan memberikan
latihan.adapun Sedangkan secara terminologi, para ahli memiliki cara yang
beragam dalam memberikan makna tarbiyyah. Sebagaimana Muhammad
Jamaluddin al-Qasimi berpendapat bahwa al-tarbiyyah ialah proses penyampaian
sesuatu sampai pada batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap.
Pendapat senada dikemukakan oleh al-Ashfahani yang menyatakan bahwa
pengertian tarbiyyah adalah proses menumbuhkan secara bertahap yang dilakukan
secara bertahap sampai pada batas kesempurnaan.5
Berdasarkan makna kata hadits dan tarbiyah tersebut, maka istilah hadits
tarbawi dapat diartikan sebagai hadits yang menitikberatkan pada masalah
pendidikan dalam rangka membangun peradaban yang sesuai dengan petunjuk dan
ajaran Rasulullah saw..
B. Definisi Metode Pendidikan
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang
berarti yang dilalui dan hodos yang berarti jalan, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi
secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.6 Sedangkan
dalam bahasa Inggris, disebut dengan method yang mengandung makna metode
dalam bahasa Indonesia.7 Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharîqah
yang berarti jalan atau cara.8 Demikian pula menurut Mahmud Yunus, tharîqah
adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode.9 Secara etimologi para ahli

5
Badruzzaman M. Yunus, “Pengantar Tafsir Tarbawi”, Al-Bayan: Jurnal Studi Al-
Qur’an dan Tafsir, Vol 1 (1), 2016, hlm. 4.
6
Soegarda Poerwakatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm.
56.
7
S. Wojowasito dan Tito Wasito W, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia–Inggris
(Bandung: Hasta, 1980), hlm. 113.
8
Louwis Ma‘luf al-Yasu‘iy, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, (Beirut: al- Masyriq, t.t.)
hlm. 465.
9
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 849.

4
memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang
dikemukakan Surakhmad, bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai tujuan.10 Metodologi adalah ilmu yang mengkaji
atau membahas tentang bermacam-macam metode mengajar, keunggulannya,
kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran dan bagaimana
penggunaannya.11 Dalam bahasa Indonesia, metode pembelajaran berarti jalan ke
arah suatu tujuan yang mengatur secara praktis bahan pelajaran, cara
mengajarkannya dan cara mengelolanya.12
Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa
arti metode sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang
sehingga terlihat dalam pribadi obyek pendidikan, yaitu pribadi Islami. Selain itu,
metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan
mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.13
Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang
kelancaran jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu
terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru
berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna
adalah metode yang mengandung nilai nilai intrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan
materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-
nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam.14 Nahlawi, mengatakan
metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qur’ani dan Nabawi,
metode perumpamaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi
dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode tarìîb dan tarhîb.15
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat dimaknai bahwa metode pendidikan

10
Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito, 1998),
hlm. 96.
11
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 2.
12
Soegarda Poerwakatja, Ensiklopedia Pendidikan, hlm. 386.
13
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm. 91.
14
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 197.
15
Abdurrahman An-Nahlâwi, Ushul al-Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asalibiha fî Baiti wa
al- Madrasati wa al-Mujtama’, terj. Shihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 204.

5
adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik, agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Karena metode pendidikan hanyalah merupakan satu aspek dari
pembelajaran, maka dalam menentukan metode apa yang akan digunakan, harus
selalu mempertimbangkan aspek-aspek lain dari pembelajaran, seperti karakter
peserta didik, pendidik, materi pelajaran, tempat, suasana dan waktu.
C. Hadits-Hadits tentang Metode Pendidikan
Terdapat beberapa hadits yang menerangkan tentang berbagai metode
pendidikan, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Metode Keteladanan
Keteladanan pendidik bagi peserta didik adalah dengan menampilkan al-
akhlak al-Mahmudah, yakni seluruh tindakan terpuji. Karena pendidik adalah
sebagai figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk sopan santunnya,
didasari atau tidak, akan ditiru oleh mereka. Bahkan prilaku, tindak-tanduk, sopan
santun pendidikan akan tertanam dalam kepribadian anak mereka. Untuk itu
pendidikan melalui keteladanan sangat berpengaruh dan terbukti paling efektif dan
berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan sosial
anak didik.16
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin
diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke
dalam kata-kata. Segala Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam
kehidupannya, merupakan cerminan kandungan al-Quran secara utuh. Adapun
hadits tentang metode keteladanan yaitu:

َّ ‫ك َع ْن َع ِام ِر بْ ِن َع ْب ِد‬
ُّ ‫اَّللِ بْ ِن‬
‫الزبَِْْي َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن‬ ٌ ِ‫َخ ََبَ ََن َمال‬ْ ‫ال أ‬َ َ‫ف ق‬ َ ‫وس‬
َِّ ‫حدَّثَنا عب ُد‬
ُ ُ‫اَّلل بْ ُن ي‬ َْ َ َ
‫صلِي َو ُُ َو‬ ِ َّ ‫اَّللِ صلَّى‬
َ ُ‫اَّللُ َعلَْيِ َو َسلَّ َم ََا َن ي‬ َ َّ ‫ول‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫صا ِر ِي أ‬ ِ ُّ ‫سلَي ٍم‬
َ َ‫الزَرق ِي َع ْن أَِِب قَت‬
َ ْ‫ادةَ ْاْلَن‬ ُْ
ِ ‫اَّللُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم َوِْلَِِب الْ َع‬
‫اص بْ ِن َربِ َيعةَ بْ ِن‬ َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ِ ‫ت رس‬ ِ ِ َ‫ح ِامل أُمامةَ بِْنت زي ن‬
َ ‫اَّلل‬ ُ َ ‫ب ب ْن‬ َ َْ َ َ َ ٌ َ
.‫ض َع َها َوإِذَا قَ َام ََحَلَ َها‬َ ‫س فَإِ َذا َس َج َد َو‬ ٍ ْ‫َع ْب ِد ََش‬
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah
mengabarkan kepada kami Malik dari 'Amir bin 'Abdullah bin Az
Zubair dari 'Amru bin Sulaim Az Zuraqi dari Abu Qatadah Al Anshari,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat dengan
menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi
16
Ahmad Izzan dan Saehudin, Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan,
(Tangerang: Suhuh Media, 2012), hlm. 67-69.

6
wasallam." Dan menurut riwayat Abu Al 'Ash bin Rabi'ah bin 'Abdu
Syamsi, ia menyebutkan, "Jika sujud beliau letakkan anak itu dan bila
berdiri beliau gendong lagi." (HR. Bukhari)

Kualitas hadis di atas adalah hadis shahih dengan kualitas perawi yang
terdiri dari siqah mutqinun, raˋsu mutqinun, siqah dan perawi bernama Qatadah
adalah sahabat Rasulullah saw. 17
Menurut al-Asqalani, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak
perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan
kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan
tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di
pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut
dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang
membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka,
bahkan dalam salat sekalipun.18 Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di
mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak
didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah
guru memberikan teladan yang baik.19
Dengan memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan
mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam
mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik,
karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada
kemungkinan anak didiknya juga berperangai buruk. Dengan demikian,
keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi
metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan
sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi
pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur
pendidik yang dapat dijadikan panutan.

17
Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil al-Bukhâri, al-Jami’ al-Sahih al-Musnad min
Hadisi Rasulillah sallallahu‘alaihi wasallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, (Beirut: Dar Ibn Kasir al-
Yamamah, 1987), Juz 1, h. 193.
18
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhil al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih al-
Bukhari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379 H), juz 2, hlm. 591-592.
19
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Ma’a al-Mu’allimin, terj. Ahmad Syaikhu (Jakarta:
Darul Haq, 2002), hlm. 27.

7
2. Metode Pemberian Imbalan
Pemberian imbalan atau hadiah dapat diartikan sebagai penguat terhadap
perilaku peserta didik. Penguatan merupakan penggunaan konsekuensi untuk
memperkuat perilaku.20 Artinya, bahwa sebuah perilaku yang dilakukan oleh
peserta didik dan dianggap sesuai kemudian diikuti dengan penguat, maka hal
tersebut akan meningkatkan peluang bahwa perilaku tersebut akan dilakukan lagi
oleh anak.
Pemberian hadiah dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
jiwa anak didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif.
Selain itu dapat juga menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk
mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dari gurunya. Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa metode ini juga mempunyai kelemahan, di antaranya dapat
menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara profesional,
sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid merasa bahwa dirinya lebih tinggi
dari teman-temannya (sombong).21
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian
hadiah atau reward adalah sebuah bentuk penghargaan atau penguatan yang
diberikan, bersifat menyenangkan perasaan sehingga menimbulkan keinginan
dalam diri peserta didik untuk melakukan hal yang baik dan lebih baik lagi di
waktu yang akan datang. Pemberian hadiah dalam hal ini menjadi sangat penting
sebagai salah satu motivasi eksternal yang digunakan untuk memperkuat perilaku.
Mengenai metode pembelajaran melalui pemberian hadiah ini juga sering
dilakukan oleh Rasulullah Saw. kepada para sahabat. Rasulullah Saw. bersabda:
َِّ ‫ول‬
َ ِ‫اعت‬
‫ك يَ ْوَم‬ َ َ‫َّاس بِ ََش‬ِ ‫َس َع ُد الن‬ ْ ‫اَّلل َم ْن أ‬ َ ‫ت ََي َر ُس‬ُ ْ‫ال قُل‬َ َ‫اَّللُ َعنُِْ أَنَُِّ ق‬
َّ ‫ض َي‬ ِ ‫عن أَِِب ُري رةَ ر‬
َ ََْ ُ َْ
‫ك لِ َما‬َ ْ‫َح ٌد أ ََّو ُل ِمن‬ ِ ِ
َ ‫ت ََي أ َََب ُُ َريْ َرةَ أَ ْن ََل يَ ْسأَلَِِن َع ْن َُ َذا ا ْْلَديث أ‬ ُ ْ‫ال لَ َق ْد ظَنَ ن‬ َ ‫الْ ِقيَ َام ِة فَ َق‬
َّ ‫ال ََل إِلََِ إََِّل‬
ُ‫اَّلل‬ َ َ‫اع ِِت يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة َم ْن ق‬
َ َ‫َّاس بِ ََش‬
ِ ‫َس َع ُد الن‬ ِ ِ
ْ ‫ك َعلَى ا ْْلَديث أ‬ َ‫ص‬ ِ ‫رأَيت ِمن ِحر‬
ْ ْ ُ َْ
.ِِ ‫صا ِم ْن قِبَ ِل نَ َْ ِس‬ ِ
ً ‫َخال‬
Dari Abu Hurairah Radliyallahu'anhu menuturkan; saya bertanya;
'wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling beruntung dengan

20
Anita Woolfolk, Educational Psychology Active Learning Edition, terj. Helly Prajitno S
dan Sri Mulyantini S, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 309.
21
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 134-135.

8
syafaatmu padahari kiamat? ' Nabi menjawab: "Hai Abu Hurairah, saya
sudah beranggapan bahwa tak seorangpun lebih dahulu menanyakan
masalah ini kepadaku daripada dirimu, dikarenakan kulihat semangatmu
mencari hadits, Manusia yang paling beruntung dengan syafaatku pada
hari kiamat adalah yang mengucapkan las ilaaha illa Allah, dengan tulus
dari lubuk hatinya."
Metode pemberian hadiah dalam proses pendidikan tentu memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari metode pemberian imbalan
yaitu: Pertama, memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik
untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif; dan Kedua, dapat
menjadi pendorong bagi anak didik lainnya untuk mengikuti yang telah
memperoleh pujian dari guru-gurunya, baik dalam tingkah laku, sopan santun
ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik. Proses ini
sangat besar kontribusinya dalam memperlancar pencapaian tujuan pendidikan.
Adapun kekurangan dari metode pemberian hadiah ini yaitu: Pertama,
dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara
berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa
dirinya lebih tinggi dari teman-temannya; Kedua, umumnya “imbalan”
membutuhkan alat tertentu serta membutuhkan biaya dan lain-lain.22
3. Metode Pemberian Sanksi

‫َخ ََبَِِن َع ْمٌرو َع ْن بَ ْك ِر بْ ِن َس َو َادةَ ا ُْْ َذ ِام ِي‬ ٍ ُْ ‫اَّللِ بْن و‬ ِ ‫ََحد بن‬
ْ‫بأ‬ َ ُ َّ ‫صال ٍح َحدَّثَنَا َع ْب ُد‬ َ ُ ْ ُ َ ْ ‫َحدَّثَنَا أ‬
‫صلَّى‬ َ ‫َّب‬ ِ ِ‫اب الن‬ ِ ‫َصح‬ ِ ْ ‫ال أ‬
َ ْ ‫ََحَ ُد م ْن أ‬ َ َ‫ب بْ ِن َخ ََّّل ٍد ق‬ َّ َ‫صالِ ِح بْ ِن َخيْ َوا َن َع ْن أَِِب َس ْهلَة‬
ِ ِ‫السائ‬ َ ‫َع ْن‬
‫اَّللُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم يَنْظُُر‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ص َق ِِف الْ ِقبْ لَ ِة َوَر ُس‬ َّ ‫اَّللُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم أ‬
َ َ‫َن َر ُج ًَّل أَمَّ قَ ْوًما فَب‬ َّ
‫صلِ َي‬َ ُ‫ك أَ ْن ي‬
ِ
َ ‫صلي لَ ُك ْم فَأ ََر َاد بَ ْع َد ذَل‬
ِ ‫اَّلل علَي ِِ وسلَّم ِحني فَرغَ ََل ي‬
َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ َُّ ‫صلَّى‬
َِّ ‫ول‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫فَ َق‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ِ ‫ك لِرس‬ ِ ِ َّ ‫اَّللِ صلَّى‬ ِ ِ ِ ْ ‫ََلم فَمنَ عوه وأ‬
ُ‫اَّلل‬ َ ‫اَّلل‬ ُ َ َ ‫اَّللُ َعلَْيِ َو َسلَّ َم فَ َذ ََ َر ذَل‬ َ َّ ‫َخ ََبُوهُ ب َق ْول َر ُسول‬ َ ُ ُ َ ُْ
َ ‫ال إِن‬
َ َ‫ت أَنَُِّ ق‬ ِ َ ‫َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم فَ َق‬
َُِ‫اَّللَ َوَر ُسول‬
َّ ‫ت‬ َ ْ‫َّك آ َذي‬ ُ ‫ال نَ َع ْم َو َحس ْب‬
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Wahb telah mengajarkan kepadaku Amru dari
Bakr bin Sawadah al-Judzami dari Shalih bin Khaiwan dari Abu Sahlah
as-Sa`ib bin Khallad berkata Ahmad, salah seorang sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bahwa ada seorang laki-laki menjadi imam
shalat suatu kaum, lalu orang itu meludah ke arah kiblat, sedangkan

22
Maunah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 111-
113.

9
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda setelah selesai shalat: "Orang itu
tidak boleh shalat (menjadi imam) untuk kalian." Setelah itu, orang
tersebut hendak mengerjakan shalat sebagai imam mereka, lalu mereka
mencegahnya dan memberitahukan kepadanya tentang larangan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersebut. Maka orang tersebut
menyampaikan peristiwa itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, maka beliau bersabda: "Ya, benar". Dan seingatku beliau
bersabda: "Sesungguhnya engkau telah menyakiti Allah dan RasulNya". 23
(HR. Abu Dawud)

Rasulullah saw. memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak


layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa
kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika shalat.24 Dengan demikian
Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak
santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial. Menurut al-Abrasyi,
hukuman adalah tuntutan perbaikan, bukan sebagai hardikan atau balas dendam.
Untuk itu, menurutnya para pendidik Islam, sebelum memberikan hukuman kepada
siswa, harus mempelajari tabiat anak dan sifatnya.25
Hukuman pada dasarnya adalah instrumen untuk: pertama, memelihara
fitrah peserta didik agar tetap suci, bersih dan bersyahadah kepada Allah swt..
Kedua, membina kepribadian peserta didik agar tetap istiqamah dalam berbuat
kebajikan dan berakhlak mulia dalam setiap perilaku atau tindakan. Ketiga,
memperbaiki diri peserta didik dari berbagai sifat dan amal tidak terpuji yang telah
dilakukannya, baik dipandang dari perspektif agama maupun nilai dan norma yang
berlaku dalam suatu masyarakat.26
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu
lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan
hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan
teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti
tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya
dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul

23
Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’at al-Sijistani, Sunan Abu Daud, juz 1, hlm. 183.
24
Muhammad Syamsy al-Haq al-̒Azim ̒Abadi Latib, ̒Aunu al-Maˋbūd Syarh Sunan Abi
Dawud, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1401 H), juz 2, hlm. 105-106.
25
Mohammad Atiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, (Kairo: Dar al-Qauniyah li
al-Tib ̒ah wa Nasyr, 1954), hlm. 152.
26
Suwito, Sejarah Sosial Pendidik Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 99.

10
sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang
mungkin dapat dilakukan adalah; a) Memberi nasehat dan petunjuk, b) Ekspresi
cemberut, c) Pembentakan, d) Tidak menghiraukan murid, e) Pencelaan
disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai, f) Jongkok, g) Memberi
pekerjaan rumah atau tugas, h) Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut,
i) Alternatif terakhir adalah pukulan ringan.
Hal yang menjadi prinsip dalam memberikan sanksi adalah tahapan dari
yang paling ringan, sebab tujuannya adalah pengembangan potensi baik yang ada
dalam diri anak didik.
4. Metode Cerita atau Kisah
Kata kisah berasal dari bahasa arab al-qashshu yaitu berasal dari kata qasha-
yaqashu, bentuk jamaknya adalah qishash, yang mengandung arti menceritakan,
dan menelusuri jejak.27 Dengan demikian metode pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kisah adalah metode dengan menggunakan cerita-cerita
yang dapat menghubungkan materi pelajaran dengan kajian masa lampau agar
dapat dan mudah dipahami oleh peserta didik dalam alam yang lebih nyata.28
Penggunaan metode kisah ini sangat dianjurkan dalam upaya pembinaan
akhlak peserta didik. Melalui kisah tersebut peserta didik diharapkan memiliki
akhlak sesuai dengan akhlak dan sikap teladan yang terdapat pada suatu kisah.
Misalnya dalam hal ini Allah Swt. dalam memberikan pelajaran bagi manusia
banyak menggunakan metode kisah, yakni menceritakan kisah-kisah yang baik
untuk diteladani dan menceritakan kisah-kisah yang buruk untuk ditinggalkan.
Begitu juga Rasulullah Saw. sering menggunakan metode kisah untuk mendidik
para sahabatnya. Misalnya Rasulullah mengisahkan tentang tiga orang yang
terjebak dalam gua, sebagaimana sabdanya,29

‫اَّللِ بْ ِن عُ َم َر َع ْن ََنفِ ٍٍ َع ْن ابْ ِن‬


َّ ‫َخ ََبَ ََن َعلِ ُّي بْ ُن ُم ْس ِه ٍر َع ْن عُبَ ْي ِد‬
ْ ‫يل أ‬ٍ ِ‫َحدَّثَنَا إِ ْْسَاعِيلُ بْ ُن َخل‬
ِ َ َ‫اَّللُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم ق‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ِ ‫عمر ر‬
ْ ِ ‫ال بَْي نَ َما ثَََّلثَةُ نََ ٍر‬
‫َّن ََا َن‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫اَّللُ َعنْ ُه َما أ‬
َّ ‫ض َي‬ َ ََُ

27
Manna’ al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2004), hlm.
436.
28
Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi, (Jakarta: Kalam Mulia,
2011), hlm. 78.
29
M. al-Alawi al-Maliki, Prinsip-Prinsip Pendidikan Rasulullah Saw., terj. Muhammad
Ihya Ulumiddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. I, hlm. 95-97.

11
ِ‫اَّلل‬ ٍ ‫ض ُه ْم لِبَ ْع‬
َّ ‫ض إِنَُِّ َو‬ َ ‫َص َاَبُ ْم َمطٌَر فَأ ََوْوا إِ ََل غَا ٍر فَانْطَبَ َق َعلَْي ِه ْم فَ َق‬
ُ ‫ال بَ ْع‬ َ ‫قَبْ لَ ُك ْم َيَْ َُشو َن إِ ْذ أ‬
...ِ‫ص َد َق فِ ِي‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ََي َُ ُؤََلء ََل يُنْجي ُك ْم إََِّل الص ْد ُق فَليَ ْدعُ َُلُّ َر ُج ٍل منْ ُك ْم ِبَا يَ ْعلَ ُم أَنَُِّ قَ ْد‬
Telah bercerita kepada kami Isma'il bin Khalil telah mengabarkan kepada
kami 'Ali bin Mushir dari 'Ubaidullah bin 'Umar dari Nafi' dari Ibnu 'Umar
radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian yang ketika
sedang bepergian turun hujan lalu ketiganya masuk kedalam gua namun
kemudian gua itu (pintunya) menutup mereka. Kemudian diantara mereka
berkata kepada yang lainnya; "Demi Allah, wahai kawan, tidak akan ada
yang dapat menolong kalian kecuali kejujuran (kebajikan).” Maka masing-
masing dari mereka berdo'a dengan apa yang mereka ketahui sebagai suatu
kebajikan...” (HR. Bukhari)

Salah satu tujuan metode pembelajaran dengan menggunakan kisah ini


adalah menguatkan keimanan, menghibur kita dari kesedihan atas musibah yang
menimpa. Dengan demikian, kisah selalu memikat karena mengundang pembaca
atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya.
Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati para pembaca
atau pendengar tersebut.
5. Metode Tanya Jawab
Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian
ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah
saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah,
sebagaimana hadis berikut:
َِّ ‫ول‬ ِ ‫ال وِِف ح ِد‬
َ ‫يث بَ ْك ٍر أَنَُِّ َِْس ٍَ َر ُس‬ ِ َّ ‫اَّللِ صلَّى‬
‫اَّلل‬ َ َ َ َ‫اَّللُ َعلَْيِ َو َسلَّ َم ق‬ َ َّ ‫ول‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫َع ْن أَِِب َُُريْ َرَة أ‬
ٍ ‫اب أَح ِد َُم ي ْغت ِسل ِمْنِ َُ َّل ي وٍم َخَْس مَّر‬ ِ ‫َن ََنْرا بِب‬ ُ ‫اَّللُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم يَ ُق‬
َّ ‫صلَّى‬
‫ات‬ َ َ َْ ُ ُ َ َ ْ َ َ ً َّ ‫ول أ ََرأَيْتُ ْم لَ ْو أ‬ َ
ِ ‫اْلَ ْم‬
‫س َيَْ ُحو‬ ْ ‫ات‬ ِ ‫صلَو‬ ِ َ َ‫ُل ي ب َقى ِمن درنِِِ شيء قَالُوا ََل ي ب َقى ِمن درنِِِ شيء ق‬
َ َّ ‫ك َمثَ ُل ال‬
َ ‫ال فَ َذل‬ ٌ ْ َ ََ ْ َْ ٌ ْ َ ََ ْ َْ ْ َ
ْ ‫اَّللُ َبِِ َّن‬
‫اْلَطَ َاَي‬ َّ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, sedangkan dalam hadis Bakr, ia mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bagaimana pendapat kalian,
sekiranya ada sungai berada dekat pintu salah seorang diantara kalian
yang ia pergunakan untuk mandi lima kali dalam sehari, mungkinkah
kotorannya masih tersisa?" Para sahabat menjawab; "Kotorannya tidak
akan tersisa." Beliau bersabda; "Itulah perumpamaan kelima shalat, yang
dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan." (HR. Muslim)

12
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong siqah dan siqah subut, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat
Rasulullah saw. Metode bertanya ini untuk mengajak si pendengar agar fokus
dengan pembahasan. Misalnya kata “bagaimana pendapat kalian?” adalah
pertanyaan yang diajukan untuk meminta informasi. Menurut at-Thiby,
sebagaimana dikutip al-Asqalani, menjelaskan lafaz ‫ لَ ْو‬dalam hadis tersebut
memberi makna perumpamaan.30
Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih,
dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog
berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta
mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya. Uraian tersebut memberi
makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar
langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan
mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan
dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk
mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan
terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. Dalam
al-Quran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog
tersebut adalah dialog khitabi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog
nabawiyah.31 Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam
mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami.
6. Metode Perumpamaan
Perumpamaan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal
yang lain mempergunakan kata-kata pembanding seperti, bagai, semisal,
seumpama, laksana dan kata-kata pembanding lainnya. Metode perumpamaan
dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan
pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik.

30
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhil al-Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih Al-
Bukhari, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379 H), hlm. 462.
31
Abdurrahmân an-Nahlawi, Ushul at- Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibiha fi Baiti wa al-
Madrasati wal Mujtama’. Terj. Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press:1996), hlm. 205.

13
Metode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang
digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat
dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada
yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi
sesuatu yang sangat jelas. Mengenai metode ini misalnya terdapat dalam sebuah
hadits Nabi Saw. yaitu:

َّ ‫اب يَ ْع ِِن الثَّ َق َِ َّي َحدَّثَنَا عُبَ ْي ُد‬


‫اَّللِ َع ْن‬ ِ َُّ ‫َخ ََب ََن َع ْب ُد الْو‬
َ َ ْ ‫ظ لَُِ أ‬ ُ َْ َّ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمثَ ََّّن َوالل‬
ِ ِ ِ َ َ‫اَّللُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم ق‬ ِ ِ‫ََنفِ ٍٍ َع ْن ابْ ِن عُ َم َر َع ْن الن‬
َ ْ َ‫ال َمثَ ُل الْ ُمنَاف ِق ََ َمثَ ِل الَشَّاة الْ َعائ َرةِ ب‬
‫ني‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫َّب‬
ً‫ني تَعِْيُ إِ ََل َُ ِذهِ َم َّرةً َوإِ ََل َُ ِذهِ َم َّرة‬ ِ ْ ‫الْغَنَم‬
َ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna -dan lafadh
ini miliknya- telah mengabarkan kepada kami 'Abdul Wahhab Ats
Tsaqafi telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu
'Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Orang
Munafik itu bagaikan seekor kambing di antara dua kambing (yang bingung
untuk menentukan mana yang harus diikuti) terkadang mengikuti yang ini
dan terkadang mengikuti yang itu." (HR. Muslim)

Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong siqah, siqah subut, siqah hâfiz, sedangkan Ibn Umar adalah sahabat
Rasulullah saw. Menurut al-Thiby orang-orang munafik, karena mengikut hawa
nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang
berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak
balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak
konsisten dengan satu komitmen.32
Menurut Armai Arif, dalam penggunaannya metode perumpamaan ini
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut:33
a. Mempermudah peserta didik dalam memehami konsep yang abstrak,
b. Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam
perumpamaan tersebut,

32
Hasan Asari (ed), Hadis-Hadis Pendidikan: Sebuah Penelusuran Akar-Akar Ilmu
Pendidikan Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2020), hlm. 68-69.
33
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004), hlm. 141-142.

14
c. Dalam penggunaan metode perumpamaan harus logis dan dapat dipahami
oleh peserta didik
d. Dalam penggunaan metode perumpamaan jangan sampai pengertiannya
kabur atau hilang sama sekali.
e. Amstal yang ada dalam al-Quran dan hadits Nabi Saw. memberikan
motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi
perbuatan buruk.
Berdasarkan penjelasan di atas, metode perumpamaan merupakan metode
yang sering digunakan oleh Nabi Muhammad Saw. Metode pemahaman ini
memberikan pemahaman mendalam terhadap halal yang sulit dicerna oleh daya
nalar peserta didik, dan meningkatkan ketergugahannya perasaan. Apabila rasa
sudah disentuh dengan menggunakan metode perumpamaan, akan dapat
membentuk peserta didik yang cerdas dan terampil.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode pendidikan adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik
muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga
nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam pribadi peserta didik. Pendidikan yang baik
dapat di hasilkan dengan metode-metode yang baik, metode-metode yang baik itu
akan mebuat sebuah pendikan menjadi efektif dan efisien.
Rasulullah saw adalah seorang muballigh dan mu’allim yang agung, dalam
menyampaikan seruannya dan mengajar selalu memperhatikan situasi dan kondisi
orang-orang yang diberi seruan dan ajaran. Terhadap golongan intelektual beliau
selalu mengemukakan keterangan-keterangan yang rasional dan argumentatif.
Terhadap golongan awam beliau memandang cukup dengan mengemukakan
keterangan-keterangan yang praktis disertai perumpamaan yang mudah diterima,
terhadap golongan yang masih menantang beliau sangat lemah lembut dan
bijaksana. Dalam mengajar beliau menggunakan metode-metode diantaranya
metode keteladanan, metode pemberian imbalan, metode pemberian sanksi, metode
cerita atau kisah, metode tanya jawab dan metode perumpamaan.
B. Saran
Pembahasan terkait dengan metode pendidikan itu sangat luas. Oleh karena
itu, penulis berharap akan ada pembahasan yang lebih baik lagi mengenai tema ini
kedepannya. Walaupun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin sesuai
kemampuan untuk meneliti hadits tentang metode pendidikan, namun tentu masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Dengan demikian,
penulis berharap ada yang dapat menyempurnakan kajian ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Ahmad Izzan dan Saehudin. Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-Ayat Berdimensi
Pendidikan.Tangerang: Suhuh Media, 2012.
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004.
Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
Al-Abrasyi, Mohammad Atiyah. al-Tarbiyyah al-Islamiyyah. Kairo: Dar al-
Qauniyah li al-Tib ̒ah wa Nasyr, 1954.
Al-Asqalani, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhil. Fath al-Bari Syarh Shahih
Al-Bukhari. Juz 2. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379 H.
Al-Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. al-Jami’ al-Sahih al-Musnad
min Hadisi Rasulillah sallallahu‘alaihi wasallam wa Sunanihi wa
Ayyamihi. Juz 1. Beirut: Dar Ibn Kasir al-Yamamah, 1987.
Al-Hamd, Muhammad bin Ibrahim. Ma’a al-Mu’allimin. Terj. Ahmad Syaikhu.
Jakarta: Darul Haq, 2002.
Al-Khatib, Ajjaj. Ushulul Hadits. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
al-Maliki, M. al-Alawi. Prinsip-Prinsip Pendidikan Rasulullah Saw. Terj.
Muhammad Ihya Ulumiddin. Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
Al-Qaththan, Manna’. Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran. Jakarta: Litera Antar Nusa, 2004.
Al-Sijistani, Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’at. Sunan Abu Daud. Juz 1.
al-Yâsu‘iy Louwis Ma‘luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam. Beirût: al-
Masyriq, t.t.
Anita Woolfolk. Educational Psychology Active Learning Edition. Terj. Helly
Prajitno S dan Sri Mulyantini S. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
An-Nahlâwi, Abdurrahmân. Ushul at- Tarbiyah Islâmiyah Wa Asâlibiha fi Baiti wa
al-Madrasati wal Mujtama’. Terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press:
1996.
Armai Arief. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Badruzzaman M. Yunus. “Pengantar Tafsir Tarbawi”. Al-Bayan: Jurnal Studi Al-
Qur’an dan Tafsir, Vol 1 (1), (2016) : 1-7.
Fathur Rahman. Ikhtisar Mustalah al-Hadith. Bandung: Al-Ma’arif, 1970.
Hasan Asari (ed), Hadis-Hadis Pendidikan: Sebuah Penelusuran Akar-Akar Ilmu
Pendidikan Islam.Medan: Perdana Publishing, 2020.
Idris. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Maunah. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras, 2009.

17
Muhammad Syamsy al-Haq al-̒Azim ̒Abadi Latib, ‘Aunu al-Maˋbūd Syarh Sunan
Abi Dawud. Juz 2. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1401 H.
Muhammad Zaini dan Abd. Wahid. Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits.
Banda Aceh: Penerbit PeNA, 2016.
S. Wojowasito dan Tito Wasito W. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia–
Inggris. Bandung: Hasta, 1980.
Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi. Jakarta: Kalam Mulia,
2011.
Soegarda Poerwakatja, Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Suwito, Sejarah Sosial Pendidik Islam. Jakarta: Prenada Media, 2005.
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Winarno Surakhmad. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito,
1998.

18

Anda mungkin juga menyukai