Anda di halaman 1dari 31

HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Hadis Maudu’i Program Magister Pendidikan Agama Islam

Semester II IAIN Bone

Oleh :

Kelompok VII

MUH. WILDAN
861082022015
JUMASRIANA
861082022024
ROHANI
861082022021

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. M Amir HM., M.Ag.

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BONE
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang maha Pencipta, menghidupkan dan

mematikan, serta yang telah menciptakan manusia dengan berbagai potensi.

Alhamdulillah, segala syukur kami panjatkan kepada Allah swt. yang senantiasa

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadis tentang Metode Pendidikan”.

Shalawat senantiasa kita kirimkan kepada Nabi Muhammad saw.

sebagai sosok pembawa perubahan yang luar biasa dari zaman jahiliah ke zaman

penuh ilmu ini. Sosok pemimpin yang mengangkat derajat seorang perempuan

dan seorang pemimpin yang menjadi sosok teladan bagi seluruh umat.

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah

Hadis Maudu’i. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengalami banyak

hambatan. Namun, berkat bimbingan dan dorongan semangat dari berbagai pihak

sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, selain itu penulis

juga menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Makalah

ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang tak terhingga.

Watampone, 18 April 2023

Penyusun

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

C. Tujuan penulisan.......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Takhrijul Hadis tentang Metode Pendidikan.............................................4

B. I’tibarul Hadis tentang Metode Pendidikan.................................................8

C. Kritik Sanad dan Matan tentang Metode Pendidikan..................................11

D. Syarahan Hadis tentang Metode Pendidikan...............................................21

E. Analisis Kaitan Hadis tentang Metode Pendidikan dengan Pendidikan......24


BAB III PENTUP

A. Simpulan....................................................................................................26

B. Saran..........................................................................................................27
DAFTAR RUJUKAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem adalah suatu kegiatan yang di

dalamnya terkandung aspek tujuan, kurikulum, guru, metode, pendekatan, sarana

prasarana, lingkungan, adminstrasi, dan sebagainya yang antara satu dan lainnya

saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang terpadu. Dalam proses

pendidikan Islam, metode memiliki kedudukan yang sangat signifikan untuk

mencapai tujuan. Bahkan melalui metode sebagai seni dapat mentransfer ilmu

pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik dianggap lebih signifikan

disbanding dengan materi itu sendiri.1

Tercapainya tujuan pendidikan yang konstruktif tidak terlepas dari peranan

metode atau teknik pembelajaran yang digunakan guru sebagai sarana dalam

menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan dan

mengenai sasaran pembelajaran yang diinginkan, maka memerlukan suatu system

yang terencana.2

Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung

nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara

fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung

dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum (materi) dan tujuan

pendidikan Islam mengandung relevansi ideal dan oprasional dalam proses

kependidikan. Oleh karena itu proses kependidikan Islam mengandung makna

internalisasi dan transformasi nilai nilai Islam ke dalam pribadi peserta didik

1Nurjannah Rianie, “Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam (sebuah perbandingan


dalam konsep teori pendidikan Islam dan barat)”, Management of Education: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 2, 2015, h. 105.
2Syahrin Pasaribu, “Hadis-Hadis Tentang Metode Pendidikan”, Jurnal Al-Fatih, Vol. 1,
No. 2, 2018, h. 360.

1
2

dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman bertakwa dan berilmu

pengetahuan yang amaliah mengacu kepada tuntunan agama dan tuntutan

kebutuhan hidup bermasyarakat.3

Olehnya itu penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi

pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode yang tidak tepat

akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efesien. Pemilihan metode

juga harus benar dan tepat sesuai dengan karakter dan sifat materi yang akan

disajikan, sehingga tidak akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses

belajar mengajar. Oleh karena itu metode yang digunakan oleh pendidik dapat

dikatakan berhasil apabila metode tersebut dapat dicapai tujuan yang diharapkan. 4

Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai hadis tentang

metode pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusun dapat menarik beberapa

rumusan masalah dalam makalah ini:

1. Bagaimana takhrijul hadis tentang metode pendidikan?

2. Bagaimana i’itibarul hadis tentang metode pendidikan?

3. Bagaimana analisis sanad dan matan hadis tentang metode pendidikan?

4. Bagaimana syarahan hadis tentang metode pendidikan?

5. Bagaimana analisis kaitan hadis metode pendidikan dengan pendidikan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami takhrijul hadis tentang metode

pendidikan

2. Untuk mengetahui dan memahami i’itibarul hadis tentang metode

pendidikan
3M.Kholil Asy’ari, “Metode Pendidikan Islam”, Qathruna, Vol. 1, No. 1, 2017, h. 193.
4Nurjannah Rianie, “Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam (sebuah perbandingan
dalam konsep teori pendidikan Islam dan barat)”, h. 105.
3

3. Untuk mengetahui dan memahami analisis sanad dan matan hadis tentang

metode pendidikan

4. Untuk mengetahui dan memahami syarahan hadis tentang metode

pendidikan

5. Untuk mengetahui dan memahami analisis kaitan hadis tentang metode

pendidikan dengan pendidikan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Takhrijul Hadis tentang Metode Pendidikan

1. Pengertian Takhrijul Hadis

Secara etimologi, kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari wazan (

‫ا‬KKK‫تخريج‬-‫ّرج‬KKK‫يخ‬-‫ّرج‬KKK‫ )خ‬yang secara bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari

tempatnya.5 Sedangkan secara teminologis, takhrij adalah “menunjukkan tempat

hadis pada sumber-sumber aslinya, dimana hadis tersebut telah diriwayatkan

lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan”.

Takhrij menurut istilah ahli hadis, diantaranya mempunyai pengertian

mengemukakan letak asal suatu hadis dari sumbernya yang asli, yakni berbagai

sumber kitab hadis dengan dikemukakan sanadnya secara lengkap untuk

kemudian dilakukan penelitian terhadap kualitas hadis yang bersangkutan.6

Takhrij adalah upaya penelusuran atau pencarian hadis dari berbagai kitab

sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang di dalam sumber itu

dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.7

Dari pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan takhrij hadis dalam
hal ini ialah penelusuran hadis dari berbagai kitab terkait hadis yang bersangkutan

yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan sanad

hadis.

5Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadits (Cet. II; Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), h. 189.
6Muhammad Qomarullah, Metode Takhrij Hadits dalam Menakar Hadits Nabi, h. 2.
7Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis (Cet. I; Surakarta:
Zadahaniva Publishing, 2011), h. 116.

4
5

2. Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadis

Dalam melakukan takhrij hadis tentunya ada tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan pokok dari takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah:

a. Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis yang ingin

diteliti terdapat dalam buku-buku hadis atau tidak.

b. Mengetahui sumber otentik suatu hadis dari buku hadis apa saja

didapattkan.

c. Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan sanad yang berbeda

di dalam buku sebuah buku hadis atau dalam beberapa buku induk hadis.

d. Mengetahui kualitas hadis (makbul atau mardud).

Adapun manfaat dari kegiatan takhrij al hadis sangat banyak sekali

diantaranya:

a. Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dimana suatu

hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.

b. Dapat menambah perbendaharaan sanad hadis melalui kitab- kitab yang

dirujuknya. Semakin banyak kitab asal yang memuat suatu hadis semakin

banyak pula perbendaharaan sanad yang kita miliki.


c. Dapat memperjelas keadaan sanad.

d. Dapat memperjelas kualitas suatu hadis dengan banyaknya riwayat.

e. Dapat memperjelas periwayat hadis yang samar. Dengan adanya takhrij

kemungkinan dapat diketahui nama periwayat yang sebenarnya secara

lengkap.

f. Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dilakukan oleh

periwayat.

g. Dapat memperjelas waktu dan tempat turunnya hadis, dan lain-lain.


6

Dengan demikian melalui kegiatan takhrij al hadis, peneliti dapat

mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadis dan juga dapat mengumpulkan

berbagai redaksi dari sebuah matn hadis.

3. Metode Takhrij Hadis

Sebelum seseorang melakukan takhrij suatu hadis, terlebih dahulu harus

mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrij sehingga akan

mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan. Pertama yang

perlu di maklumi adalah bahwa teknik pembukuan buku-buku hadis yang telah

dilakukan para ulama dahulu memang beragam dan banyak sekali macam-

macamnya. Di antaranya ada yang secara tematik, pengelompokan hadis

didasarkan pada tema-tema tertentu seperti kitab Al- Jami Ash-Shahih li Al-

Bukhori dan sunan Abu Dawud. Diantaranya lagi ada yang didasarkan pada huruf

permulaan matan hadis diurutkan sesuai dengan alphabet Arab seperti kitab Al-

Jami Ash-Shaghir karya As- Suyuthi dan lain-lain. Semua itu dilakukan oleh para

ulama dalam rangka memudahkan umat Islam untuk mengkajinya sesuai dengan

kondisi yang ada.

Banyaknya teknik dalam pengkodifikasian buku hadis, maka sangat


diperlukan beberapa metode takhrij yang sesuai dengan teknik buku hadis yang

ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti penulusuran hadis dari

sumber buku hadis yaitu takhrij dengan kata (bi al-lafdzi), Takhrij dengan tema

(bi al- maudhui), takhrij dengan permulaan Matan (bi Awwal al-matan), takhrij

melalui sanad pertama (bi ar-rawi al-a’la), dan takhrij melalui pengetahuan tentang

sifat khusus atau sanad hadis.

Berdasarkan hasil pencarian dan penelusuran peneliti terkait dengan tema,

maka ditemukanlah hadis yang sesuai dengan metode pendidikan. Adapun hadis

yang menjadi objek utama dalam penelitian ini adalah hadis yang diriwatkan oleh
7

Sunan Nasa’i No. 458 pada kitab Salat bab Keutamaan Kelima Salat Waktu, yaitu

sebagai berikut:

‫َأْخ َبَر َنا ُقَتْيَبُة َقاَل َح َّد َثَنا الَّلْيُث َع ْن اْبِن اْلَهاِد َع ْن ُمَحَّمِد ْبِن ِإْبَر اِهيَم َع ْن َأِبي َس َلَم َة َع ْن َأِبي‬
‫ُهَر ْيَر َة َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َأَر َأْيُتْم َلْو َأَّن َنَهًرا ِبَباِب َأَحِد ُك ْم َيْغ َتِس ُل ِم ْنُه‬
‫ُك َّل َيْو ٍم َخ ْمَس َم َّراٍت َهْل َيْبَقى ِم ْن َد َر ِنِه َش ْي ٌء َقاُلوا اَل َيْبَقى ِم ْن َد َر ِنِه َش ْي ٌء َقاَل َفَك َذ ِلَك َم َثُل‬
‫الَّص َلَو اِت اْلَخ ْم ِس َيْم ُحو ُهَّللا ِبِهَّن اْلَخ َطاَيا‬
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata, telah
menceritakan kepada kami Al-Laits dari Ibnu Al Haad dari

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Bagaimana pendapatmu jika di depan


Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa

pintu -rumah- salah seorang dari kalian ada sungai, dia mandi di
sungai itu setiap hari lima kali, apakah ada sisa kotoran padanya?"
Beliau ‫ ﷺ‬berkata, "Begitulah perumpamaan salat lima waktu.
Mereka menjawab, "Tidak ada kotoran yang tersisa sedikitpun."
Allah menghapus dosa-dosa dengan salat tersebut."8

Dari hadis utama tersebut, untuk menemukan hadis lain yang terkait

dengan metode pendidikan maka dilakukan penelusuran dengan menggunakan

kata “perumpaan” yang diambil dari teks matan hadis utama. Dengan demikian,

dalam proses penelusuran hadis tentang metode pendidikan dengan kata kunci

“perumpaan” pada Lidwa Pustaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadis maka

ditemukan:9

No Nama Kitab Jumlah


1 Shahih Bukhari 45
2 Shahih Muslim 26
3 Sunan Tirmidzi 22
4 Sunan Nasai 7
5 Muwatha’ Malik 3
6 Musnad Ahmad 99
7 Sunan Darimi 15

8Lidwa Pustaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadis, diakses pada tanggal 18 April 2023.
9 Lidwa Pustaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadis, diakses pada tanggal 18 April 2023.
8

B. I’tibar Hadis tentang Metode Pendidikan

Kata i’tibar merupakan isim masdar dari kata i’tabara. Secara bahasa,

i’tibar artinya peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud agar dapat

diketahui sesuatunya yang sejenis. I’tibar adalah penelusuran jalur-jalur hadist

yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi mengetahui apakah terdapat rawi lain

yang berserikat dalam riwayatnya atau tidak. Sedangkan menurut istilah ilmu

hadis, I’tibar adalah meneliti dengan menyertakan mata rantai sanad yang lain

pada suatu hadis tertentu, agar dapat diketahui ada atau tidaknya periwayat yang

lain untuk sanad hadis yang dimaksud.10

Beberapa hadis yang berkaitan dengan metode pendidikan, yaitu:

1. Hadis riwayat Ibnu Majah No. 3773 dalam kitab Adab bab Pahala Al-

Qur’an:

‫َح َّد َثَنا َأْح َم ُد ْبُن اَأْلْز َهِر َح َّد َثَنا َع ْبُد الَّر َّز اِق َأْنَبَأَنا َم ْع َم ٌر َع ْن َأُّيوَب َع ْن َناِفٍع َع ْن اْبِن ُع َم َر َقاَل‬
‫َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم َثُل اْلُقْر آِن َم َثُل اِإْلِبِل اْلُمَع َّقَلِة ِإْن َتَع اَهَدَها َص اِح ُبَها‬
‫ِبُع ُقِلَها َأْمَس َك َها َع َلْيِه َو ِإْن َأْطَلَق ُع ُقَلَها َذ َهَبْت‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Azhar, telah
menceritakan kepada kami Abdurrazaq, telah memberitakan kepada

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Perumpamaan Al-Qur'an bagaikan


kami Ma'mar dari Ayyub dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata,

seekor unta yang diikat, jika pemiliknya mengikat dengan erat berarti
ia telah menjaganya. Akan tetapi jika ia melepas ikatannya, niscaya
unta itu akan lepas."

2. Hadis riwayat Muslim No. 5025 dalam kitab Sifat Hari Kiamat, Surga, dan

Neraka bab Perumpamaan Orang-Orang Mukmin seperti Tanaman:

‫َح َّد َثَنا َأُبو َبْك ِر ْبُن َأِبي َشْيَبَة َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهَّللا ْبُن ُنَم ْيٍر َو ُمَحَّم ُد ْبُن ِبْش ٍر َقااَل َح َّد َثَنا َز َك ِر َّياُء ْبُن‬
‫َأِبي َز اِئَد َة َع ْن َس ْع ِد ْبِن ِإْبَر اِهيَم َح َّد َثِني اْبُن َكْع ِب ْبِن َم اِلٍك َع ْن َأِبيِه َكْع ٍب َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا‬

10Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits (Cet: I, Yogyakarta: Teras, 2009),


h. 67.
9

‫َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم َثُل اْلُم ْؤ ِم ِن َك َم َثِل اْلَخاَم ِة ِم ْن الَّز ْر ِع ُتِفيُئَها الِّر يُح َتْص َر ُع َها َم َّر ًة‬
‫َو َتْع ِد ُلَها ُأْخ َر ى َح َّتى َتِهيَج َو َم َثُل اْلَك اِفِر َك َم َثِل اَأْلْر َز ِة اْلُم ْج ِذَيِة َع َلى َأْص ِلَها اَل ُيِفيُئَها َش ْي ٌء‬
‫َح َّتى َيُك وَن اْنِج َع اُفَها َم َّر ًة َو اِح َد ًة‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dan Muhammad bin
Bisyr, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Zakariya
bin Abi Za-idah dari Sa'ad bin Ibrahim, telah menceritakan kepadaku

‫ ﷺ‬bersabda, "Perumpamaan seorang mukmin itu seperti tanaman


Ibnu Ka'ab bin Malik dari ayahnya, Ka'ab, ia berkata, Rasulullah

yang kuat dan lentur, angin menerpanya, kadang menundukkannya


dan kadang membuatnya tegak hingga bergerak. Dan perumpamaan
orang kafir itu seperti pohon cedar yang kokoh sampai akar-akarnya.
Tidak ada sesuatu pun yang dapat menerpanya, sehingga bila ia
tercabut dari pangkalnya hanya dengan sekali saja."

3. Hadis riwayat Sunan Ahmad No. 10357 dalam kitab Sisa Musnad Sahabat

yang Banyak Meriwayatkan Hadis bab Musnad Abu Hurairah radhiallahu

‘anhu:

‫َح َّد َثَنا َع ْبُد اْلَم ِلِك ْبُن َع ْم ٍرو َو ُس َر ْيٌج اْلَم ْعَنى َقااَل َح َّد َثَنا ُفَلْيٌح َع ْن ِهاَل ِل ْبِن َع ِلٍّي َع ْن َع َطاِء ْبِن‬
‫َيَس اٍر َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َم َثُل اْلُم ْؤ ِم ِن َم َثُل َخ اَم ِة الَّز ْر ِع ِم ْن‬
‫ُأ‬
‫َح ْيُث اْنَتَهى الِّر يُح َكَفْتَها َفِإَذ ا َس َكَنْت اْعَتَد َلْت َو َك َذ ِلَك َم َثُل اْلُم ْؤ ِم ِن َيَتَك َّف ِباْلَباَل ِء َو َم َثُل اْلَك اِفِر‬
‫َم َثُل اَأْلْر َز ِة َص َّم اُء ُم ْعَتِد َلٌة َيْقِص ُمَها ُهَّللا ِإَذ ا َش اَء‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin 'Amru dan Suraij
secara makna, mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Fulaih

Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Permisalan seorang mukmin adalah seperti


dari Hilal bin Ali dari 'Atho` bin Yasar dari Abu Hurairah, dia berkata,

burung yang hinggap pada tanaman, jika angin bertiup ia akan goyang
dan jika tidak bertiup maka ia akan seimbang (di atas tanaman),
demikianlah permisalan seorang mukmin ia akan bergoyang ke kanan
dan ke kiri dengan musibah yang menimpanya. Sedangkan permisalan
orang kafir adalah seperti pohon jelagah yang tetap tegak dan
seimbang, dan Allah akan merusaknya jika menghendaki."
‫‪10‬‬

‫‪Berdasarkan I’tibar tersebut, maka sanad dari semua hadis yang tertera‬‬

‫‪adalah sebagai berikut:‬‬

‫َرُس وَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

‫َأِبي ُهَر ْيَر َة‬ ‫اْبِن ُع َم َر‬ ‫َأِبيِه َكْع ٍب‬

‫َع َطاِء ْبِن َيَس اٍر‬ ‫َأِبي َس َلَم َة‬ ‫َناِفٍع‬ ‫اْبُن َكْع ِب ْبِن َم اِلٍك‬

‫ِهاَل ِل ْبِن َع ِلٍّي‬ ‫ُمَح َّمِد ْبِن ِإْبَر اِهيَم‬ ‫َأُّيوَب‬ ‫َس ْع ِد ْبِن ِإْبَر اِهيَم‬

‫ُفَلْيٌح‬ ‫اْبِن اْلَهاِد‬ ‫َم ْع َم ر‬ ‫َز َك ِر َّياُء ْبُن َأِبي َز اِئَد َة‬

‫ُمَح َّم ُد ْبُن ِبْش ر‬


‫َع ْبُد اْلَم ِلِك ْبُن‬ ‫الَّلْيُث‬ ‫َع ْبُد الَّر َّز اِق‬
‫َع ْم ٍرو َو ُس َر ْيٌج‬

‫ُقَتْيَبُة‬ ‫َع ْبُد ِهَّللا ْبُن ُنَم ْير‬


‫َأْح َم ُد ْبُن اَأْلْز َهِر‬

‫َأُبو َبْك ِر ْبُن َأِبي َشْيَبَة‬

‫احمد‬ ‫اُنسائي‬ ‫ابن ماجه‬ ‫مسلم‬

‫‪C. Kritik Sanad dan Matan Hadist tentang Metode Pendidikan‬‬


11

1. Kritik Sanad

Sanad menurut bahasa berarti sandaran, yang kita bersandar padanya, dan

berarti dapat diperpegangi, dipercayai. Sedangkan menurut istilah, sanad berarti

keseluruhan rawi dalam suatu hadis dengan sifat dan bentuk yang ada.

Selanjutnya matan menurut bahasa berarti punggung jalan (muka jalan) tanah

yang keras dan tinggi. Sedangkan matan menurut istilah ialah bunyi atau kalimat

yang terdapat dalam hadis yang menjadi isi riwayat. Apakah hadis tersebut

berbentuk qaul (ucapan), fi’il (per- buatan), dan taqrir (ketetapan dan sebagainya)

dari Rasulullah Saw.11

Langkah yang digunakan untuk meneliti hadis yaitu kritik sanad

hadis.12Syuhudi Ismail menukil salah satu ahli hadis yang merumuskan kaidah

kesahihan hadis, yakni Abu ‘Amr Usman ibn’ Abd al-Rahmnn Ibn al-Salah. Beliau

menjelaskan bahwa hadis Shahih ialah hadis yang sanadnya bersambung, yang

disampaikan seseorang yang Adl serta Dabit kepada orang-orang yang Adl serta

Dabit lain dan seterusnya, juga tidak memuat Syaz dan Illah.13 Kritik sanad dapat

di analisis dari biografi periwayat-periwayat hadis yang terdapat dalam kutipan

hadis sebelumnya, serta tanggapan para ulama mengenai perawi hadis tersebut.
a. Biografi Sunan Nasa’i

Nama lengkap beliau adalah Ahmad ibn Syu’ayb ibn Alī ibn Sinān

ibn Bahr ibn dīnār Abu Abdurrahman al-Khurāsānī anNasā’ī, al-Qāḍī ,al-

Ḥāfiz. Beliau lahir pada tahun 215 H/830 M di Nasa’. Menurut sumber yang

lain, an-Nasā’ī lahir pada tahun 214 hijriyah, letak perbedaan mengenai

11Muhammad S Rahman. "Kajian Matan dan Sanad Hadits dalam Metode Historis."
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, Vol. 8, No. 2, 2016, h. 3.
12Taufan Anggoro, Wacana Studi Hadis di Indonesia: Studi atas Hermeneutika Hadis
Muhammad Syahudi Ismail, (Online Jurnal Diya Afkar, no. 2, 2018), h. 240
13M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
2007), h. 61.
12

tahun kelahiran Imam an-Nasā’ī ini bersumber dari keterangan muridnya

yang bernama Abū Said ibn Yūnus. Bahkan ada pendapat lain ada juga yang

mengatakan bahwa imam ini lahir pada 225 H, hal ini sebagaimana yang

disebutkan dalam kitab al-wafi wa alwafāyat, karya ash-shafadi. Namun

dalam hal ini pendapat yang paling mahsyur adalah 215 H pendapat ini

didukung oleh, Imam adz-Dzahabi, alSuyūṭī. Menurut as-Suyūṭī,

sebagaimana dikutip oleh Nawir Yuslem bahwa ulama ahli hadis ini

dilahirkan di kota Nasa’, sekarang ini bernama Turkmenistan. Sebuah kota

di Khurasan, Asia Tengah, dekat dengan Morrow. Kota ini terkenal banyak

melahirkan tokoh-tokoh ulama terpandang; bahkan seorang penyair Parsi

terkenal menyebut dirinya an-Nasā’ī.

Mengenai Nasa’, ada yang berpendapat bahwa, adapun sebab

dinamai desa tersebut dengan nama Nasa’ adalah ketika pasukan Islam

hendak menyerbu negeri Khurasan. Mereka harus melewati desa tersebut.

Ketika penduduk desa tersebut mendengar akan datangnya pasukan Islam,

maka semua kaum lelakinya melarikan diri dan meninggalkan desa tersebut,

sehingga ketika pasukan Islam datang ke desa tersebut, sehingga ketika


pasukan Islam datang ke desa tersebut, mereka mendapatkan penduduknya

hanya tinggal kaum wanita saja, sehingga pasukan Islam berteriak-teriak:

”penduduk kota ini hanya kaum wanita saja, yang dalam bahasa Arab-nya

an-Nisā’, sehingga terpaksa pasukan Islam tidak jadi memerangi penduduk

desa yang tinggal; hanya kaum wanitanya saja. Maka sejaak saat itu desa

tersebut dikenal dengan nama Nasa’. Namun ada pendapat lain, seperti

pendapatnya Ibnu Hajar bahwa yang mengatakan bahwa anNasā’ī lahir di

sebuah desa dekat kota Naisabur dekat Persia.


13

Sejak kecil an-Nasā’ī sudah tertarik pada disiplin ilmu Hadis. Pada

usia lima belas tahun, an-Nasā’ī sudah menjelajahi berbagai kota, pusat ilmu

dan peradaban di dunia Islam, untuk mempelajari “Sabda Nabi ” dari ulama-

ulama besar pada zamannya. Ia mengunjungi kota-kota di Hijaz, al

Haramayn, Irak, Mesir, dan Syiria; bahkan pernah lama menetap di Mesir.

Menurut al-Khathib, ketika berada di Mesir inilah Imam an-Nasā’ī dikenal

kepakarannya sebagai orang ahli dalam ilmu hadis, seperti dalam bidang

“al-jarh wa alta’dīl”. Orang-orang sangat menghormati beliau. Setiap kali

mereka menyebut namanya, senantiasa diawali dengan gelar kehormatan,

“al-Imām al-Hafidz Syaikh al-Islam Abū Abdurrahman an-Nasā’ī.

Di antara guru-gurunya yang terkenal adalah; Qutaibah ibn Sa’īd

(230 H), Yaḥyā ibn Mūsā (230 H), Isḥāq ibn Rāhawaih (238 H), Abī

Syaibah (239 H), Ibrāhīm ibn Yūsūf (239 H), ‘Uṡmān ibn Mahmūd ibn

Ghilan (239 H), Muḥammad ibn Abdullah ibn Umar (242 H), Alī bin Hajr

(244 H), Aḥmad ibn Manīi’ (244 H), Sa’īd ibn Ya’qūb (244 H), Hisyām ibn

‘Umār (245 H), Abbās ibn Abdul alAdzīm (246 H), Isā ibn Ḥimād (248 H),

Abdurraḥman ibn Ibrahīm (248 H)), Muḥammad ibn al-Ilā’ (248 H), Amru
ibn Al Falās (249 H), Abū Thāhir Aḥmad ibn Umār (250 H), Abū Karīb

‘Umar ibn Uṡmān (250 H), Abū Sa’īd (257 H).

Berbagai ulama lainnya di berbagai negeri Islam seperti Khurasan,

Syam, dan Mesir. Setelah menjadi ulama hadis, ia bermukim di Mesir,

kemudian pindah ke Damaskus sampai akhir hayatnya. Sewaktu menetap di

Mesir, ia pernah terjun ke medan perang bersama gubernur Mesir untuk

memerangi musuh negara. Dalam suasana perang itu tetap menyempatkan

diri untuk mengajarkan hadis Nabi SAW kepada gubernur dan prajurit.
14

Sementara itu, sebagai ulama besar khususnya dalam bidang hadis, imam

anNasā’ī memiliki sejumlah murid atau ulama yang menerima hadis dari

beliau, di antaranya, adalah: anaknya sendiri yaitu Abd. alKarīm, Abū Bakar

Aḥmad ibn Muḥammad ibn Isḥāq as-Sunniy, Abū ‘Alī al-Ḥasan ibn al-

Khudari as-suyūṭiy, ‘Alī ibn Abī Ja’far alṭahawi, Imām Abū al-Hafizh al-

ṭabrānī.

Imam an-Nasā’ī adalah seorang ulama yang amat takwa dan wara’.

Dikisahkan bahwa ketika antara imam an-Nasā’ī dengan gurunya al-Harīṡ

ibn Miskin terjadi sedikit perselisihan, maka beliau menyembunyikan

dirinya bila mendengarkan majelis taklim al-Harīṡ ibn Miskin. Kemudian

perjalanan berikutnya, yaitu setahun sebelum meninggal, dari Mesir ia

pindah ke Damaskus.

Ada yang menyebutkan ia dibawa ke Ramlah, Palestina dan

meninggal di sana, pada hari senin, 13 Shafar 303 H, kemudian dikuburkan

di Baitul Maqdis. Namun menurut versi lain, ia minta dibawa ke Mekkah

sewaktu sakit itu dan akhirnya meninggal di Mekkah. Kemudian dikuburkan

di antara Safa dan Marwah. Sebagai seorang ulama yang besar, imam an-
Nasā’ī telah meninggalkan sejumlah karya dalam bentuk buku dan naskah

yang selanjutnya dapat dipedomani dan dimanfaatkan oleh para ulama dan

umat islam yang datang kemudian, di antara karyanya adalah: kitab Musnad

al-Imām ‘Alī Karramallahu Wahjah, kitab Manāsik alḤajj, yang disusun

beliau berdasarkan kepada mazhab Syafii, Kitāb al-Khaīhā’iī fī faḍli ‘Alī

ibn Abī ṭalīb, Kitāb al-Ḍu’afā wa al-Matrukīn, Kitāb ‘Amal Yawn wa

alLaylāt, Kitāb al-Jum’at, Kitāb Tamyīz fī Asmā’ al-Ruwāt, Kitāb Musnad

Mālik, Kitāb al-Sunan (sunan an-Nasā’ī).


15

b. Biografi setiap Rawi dalam jalur sanad yang menjadi hadis utama

Setelah melakukan I`tibar dari hadis yang menerangkan tentang

perumpaan, langkah selanjutnya untuk meneliti hadis tentang perumpaan ini

yaitu melakukan kritik sanad. Jalur sanad yang terdapat dalam riwayat

Sunan Nisa’i yaitu sebagai berikut:

1) Abu Hurairah

a) Nama Lengkap : Abdur Rahman bin Shakhr

b) Kalangan : sahabat

c) Negeri Semasa Hidup : Madinah

d) Tahun Wafat : 57 H

e) Jumlah hadis yang diriwayatkan

dalam kitab Sunan Nasa’i : 644

Ulama Komentar

Ibnu Hajar al-Asqalani Sahabat

2) Abu Salamah
a) Nama Lengkap : Abdullah bin ‘Abdur Rahman bin ‘Auf

b) Kalangan : Tabi’in kalangan pertengahan

c) Negeri Semasa Hidup : Madinah

d) Tahun Wafat : 94 H

e) Jumlah hadis yang diriwayatkan

dalam kitab Sunan Nasa’i : 256

Ulama Komentar

Abu Zur’ah Tsiqah Imam


16

Ibnu Hibban Tsiqah

3) Muhammad bin Ibrahim

a) Nama Lengkap : Muhammad bin Ibrahim bin Al Harits bin Khalid

b) Kalangan : Tabi’in kalangan biasa

c) Negeri Semasa Hidup : Madinah

d) Tahun Wafat : 120 H

e) Jumlah hadis yang diriwayatkan

dalam kitab Sunan Nasa’i : 31

Ulama Komentar

Ya’kub Ibnu Syaibah Tsiqah

Ibnu Hajar al-Asqalani Tsiqah lahu Afrod

Adz Dzahabi Mereka mentsiqahkan

4) Ibnu Al Had

a) Nama Lengkap : Yazid bin ‘Abdullah bin Usamah bin Al Had

b) Kalangan : Tabi’in kalangan biasa


c) Negeri Semasa Hidup : Madinah

d) Tahun Wafat : 139 H

e) Jumlah hadis yang diriwayatkan

dalam kitab Sunan Nasa’i : 34

Ulama Komentar

Yahya bin Ma’in Tsiqah

An Nasa’i Tsiqah
17

Ahmad bin Hambal Laisa bihi ba’s

Abu Hatim Tsiqah

Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqah

Ya’kub bin Sufyan Tsiqah

Al ‘Ajli Tsiqah

Ibnu Hajar al ‘Asqalani Tsiqah mukatstsir

Adz Dzahabi Tsiqah mukatstsir

5) Al Laits

a) Nama Lengkap : Laits bin Sa’ad bin ‘Abdur Rahman

b) Kalangan : Tabi’ut Tabi’in kalangan tua

c) Negeri Semasa Hidup : Maru

d) Tahun Wafat : 175 H

e) Jumlah hadis yang diriwayatkan

dalam kitab Sunan Nasa’i : 286

Ulama Komentar

Yahya bin Ma’in Tsiqah

Ahmad bin Hambal Tsiqah

Abu Zur’ah Tsiqah

Muhammad bin Sa’d Tsiqah

Ibnu Madini Tsiqah Tsabat


18

6) Qutaibah

a) Nama Lengkap : Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin Tharif bin ‘Abdullah

b) Kalangan : Tabi’ut Atba’kalangan tua

c) Negeri Semasa Hidup : Himsh

d) Tahun Wafat : 240 H

e) Jumlah hadis yang diriwayatkan

dalam kitab Sunan Nasa’i : 682

Ulama Komentar

Abu Hatim Tsiqah

An Nasa’i Tsiqah

Yahya bin Ma’in Tsiqah

Ibnu Hajar al ‘Asqalani Tsiqah Tsabat

2. Kritik Matan

Menurut bahasa, kata matan berasal dari bahasa Arab matn ‫ متن‬yang artinya

punggung jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan menurut
ilmu hadis, matan berarti penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad Saw.,

yang disebutkan setelah sanad.14 Singkatnya, matan hadis adalah isi hadis.

Meneliti kandungan (isi) matan. Adapun tolok ukur penelitian matan (ma ’yir

‘aqdil-matn) yang dikemukakan oleh Ulama’ tidak seragam. Menurut Salahuddin

al-Adlabi, suatu matan hadis barulah dinyatakan sebagai maqbul (yakni diterima

karena berkualitas sahih), apabila: tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur ’an,

14Bustamin, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 59.


19

tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat dan tidak bertentangan dengan

akal yang sehat.15

Kritik matan hadis dipahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan matan

hadis yang dilakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadis yang sahih

dan yang tidak sahih. Dengan demikian, kritik matan tidaklah dimaksudkan untuk

mengoreksi atau menggoyahkan dasar ajaran agama Islam dengan mencari

kelemahan sabda Rasulullah, akan tetapi diarahkan kepada telaah redaksi dan

makna suatu hadis untuk ditetapkan keabsahannya.

Menurut Salahuddin al-Adlabi, suatu matan hadis barulah dinyatakan

sebagai maqbul (yakni diterima karena berkualitas sahih), apabila: tidak

bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis yang

lebih kuat dan tidak bertentangan dengan akal yang sehat.16

a. Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an


Pentingnya metode perumpamaan dalam pendidikan Islam dapat dicermati
dari firman Allah Surat Ibrahim ayat 24-25:

‫َاَلْم َتَر َكْيَف َض َر َب ُهّٰللا َم َثاًل َك ِلَم ًة َطِّيَبًة َكَش َجَر ٍة َطِّيَبٍة َاْص ُلَها َثاِبٌت َّو َفْر ُع َها ِفى الَّس َم ۤا ِۙء‬

‫ُتْؤ ِتْٓي ُاُكَلَها ُك َّل ِح ْيٍن ِبِاْذ ِن َر ِّبَهۗا َو َيْض ِر ُب ُهّٰللا اَاْلْم َثاَل ِللَّناِس َلَع َّلُهْم َيَتَذَّك ُرْو َن‬

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat


perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan
cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada
setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan
itu untuk manusia agar mereka selalu ingat” (QS. Ibrahim [14]: 24-25)

15M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.
126.
16M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.
126.
20

Ayat di atas secara gamblang menyatakan bahwa Allah SWT membuat

perumpamaan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang konkrit. Dia

mengumpamakan kalimat yang baik (La ilaha illah) dengan pohon yang baik,

dan sebaliknya. Perumpamaan-perumpamaan seperti banyak kita jumpai

dalam Al Quran, baik bentuk jamak (amtsal) maupun mufrad-nya (matsal).

Dan tujuan Allah SWT membuat perumpamaan itu adalah agar

manusia dapat mengambil hikmah dari perumpamaan itu. Dengan

menggunakan amtsal pula, para peserta didik akan merasakan seolah-olah

pesan yang disampaikan terlihat langsung dan sesuai dengan pengalaman

hidupnya.

b. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat

Matan hadis utama yang penulis angkat dalam makalah ini tidak

bertenatangan dengan hadis yang lebih kuat, bahkan didukung oleh hadis

yang kualitasnya lebih kuat dan diriwayatkan oleh perawi yang terkenal yaitu

misalnya dalam shahih bukhari No. 529 pada Fathul Bari sebagai berikut:

‫َح َّد َثَنا ِإْبَر اِهيُم ْبُن َحْم َز َة َقاَل َح َّد َثِني اْبُن َأِبي َح اِز ٍم َو الَّد َر اَو ْر ِد ُّي َع ْن َيِز يَد َيْع ِني اْبِن َع ْبِد ِهَّللا‬
‫ْبِن اْلَهاِد َع ْن ُمَح َّمِد ْبِن ِإْبَر اِهيَم َع ْن َأِبي َس َلَم َة ْبِن َع ْبِد الَّرْح َمِن َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َأَّنُه َسِمَع‬
‫َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيُقوُل َأَر َأْيُتْم َلْو َأَّن َنَهًرا ِبَباِب َأَحِد ُك ْم َيْغ َتِس ُل ِفيِه ُك َّل َيْو ٍم‬
‫َخ ْم ًسا َم ا َتُقوُل َذ ِلَك ُيْبِقي ِم ْن َد َرِنِه َقاُلوا اَل ُيْبِقي ِم ْن َد َرِنِه َشْيًئا َقاَل َفَذ ِلَك ِم ْثُل الَّص َلَو اِت‬
‫اْلَخ ْم ِس َيْم ُحو ُهَّللا ِبِه اْلَخ َطاَيا‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hamzah berkata, telah
menceritakan kepadaku Ibnu Abu Hazim dan Ad Darawardi dari
Yazid -yakni Ibnu 'abdullah bin Al Hadi- dari Muhammad bin

bahwa ia mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Bagaimana


Ibrahim dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah,

pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah


seorang dari kalian, lalu dia mandi lima kali setiap hari? Apakah
kalian menganggap masih akan ada kotoran (daki) yang tersisa
padanya?" Para sahabat menjawab, "Tidak akan ada yang tersisa
sedikitpun kotoran padanya." Lalu beliau bersabda, "Seperti itu pula
21

dengan salat lima waktu, dengannya Allah akan menghapus semua


kesalahan.

Dari hadis ini dapat diketahui bahwa hadis utama yang penulis angkat

justru sejalan dengan hadis tersebut, dan bahkan matannya semakna dengan

yang hadis yang diriwatkan oleh Sunan Nasa’i No. 458 sehingga secara matan

dapat diamalkan.

c. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat

Metode amtsal juga kerap kali digunakan oleh Rasulullah untuk memperjelas

sesuatu tatkala memberikan pengajaran kepada para sahabat. Di samping

memberikan pengajaran, beliau juga menerapkan metode lain seperti teladan

yang baik. Metode perumpamaan (dharb al-amtsal) digunakan untuk

memudahkan menyampaikan materi. Pembelajaran dengan memberikan contoh

saat menjelaskan lebih mudah dipahami oleh peserta didik, sehingga tidak

heran jika metode ini juga digunakan oleh Rasulullah.

D. Syarahan Hadist tentang Metode Pendidikan

Istilah syarah hadis berasal kata syarh (‫ )شرح‬danhadist (‫ )حدث‬yang diserap

menjadi bahagian dari kosa kata bahasa Indonesia. Secara bahasa, kata syarh

berarti al-kasyf, al-wadh, al-bayan, al-tawsi‘, al-hifz, al-fath, dan al-fahm, artinya
menampakkan, menjelaskan, menerangkan, memperluas, memelihara, membuka,

dan memahami. Secara istilah, syarah berarti menguraikan atau menjelaskan

bahasan tertentu, dengan segala aspek berhubungan pada objek yang dibahas

secara lengkap.17

17Hedhri Nadhiran, “Reformulasi Studi Ilmu Hadis: Sejarah Perkembangan Hadis”,


Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, IAIN Raden Fatah Palembang, Jurnal Ilmu Agama, No.
1, 2007, h. 4.
22

Pentingnya Metode Pengajaran Muhammad al-Thoumy al-Syaibaniy

menyatakan dalam jurnal Mulyadi Hermanto Nasution 18, bahwa pentingnya

metode mengajar di antaranya:

1. Metode mengajar adalah jalan seorang guru untuk memberi faham kepada

murid-muridnya dan merubah tingkah lakunya sesuai dengan tujuan-tujuan

yang dinginkan.

2. Metode mempunyai arti lebih dari hanya sebagai alat untuk menyampaikan

maklumat dan pengetahuan kepada murid. Lebih tepat lagi untuk menolong

murid-murid memperoleh pengetahuan.

3. Pelaksanaan pengajaran yang baik atau perubahan yang diinginkan pada

tingkah laku pelajar adalah tujuan asasi bagi proses pengajaran.

4. Kegiatan pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus mempunyai

berbagai segi, bertujuan untuk mencapai proses belajar yang diinginkan. Di

antara kegiatan-kegiatan yang terkandung di dalamnya adalah bercakap dan

berbincang, menguraikan, menggambarkan, melukiskan, menjelaskan,

memberi misal, menjalankan percobaan, menunjukkan, memberi dikte,

menulis, membimbing, membanding, meneliti secara terperinci, mengambil


kesimpulan, mengambil bandingan, dan sebagainya.

5. Metode mengajar adalah suatu proses lebih dari segala-galanya.

Macam-macam Metode Pendidikan sebagai ummat yang telah

dianugerahi Allah Kitab al-Qur’an yang lengkap dengan petunjuk yang

meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal sebaiknya

menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip

18Mulyadi Hermanto Nasution, “Metode Nasehat Perspektif Pendidikan Islam ”,


AlMuaddib: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, Vol. 5, No. 1, 2020, h. 56.
23

dasarnya dari al-Qur’an dan Hadis. Diantara metode-metode tersebut

adalah:19

a. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyampaian informasi melalui

penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Metode ceramah

merupakan metode yang paling banyak digunakan karena dianggap metode

yang paling praktis.

b. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/penyampaian bahan

pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/

membicarakan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan

pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative

pemecahan atas sesuatu masalah. Abdurrahman Anahlawi menyebut metode

ini dengan sebutan hiwar (dialog).

c. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang

guru memberikan tugas tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil


tersebut diperiksa oleh gur dan murid harus mempertanggung jawabkannya.

d. Metode Demontrasi

Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru

mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu

sedangkan murid memperhatikannya.

e. Metode Eksperimen

Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu

percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap

19Nurkhalijah Siregar, “Kitab Sunan An-Nasā’ī (Biografi, Sistematika, dan Penilaian


Ulama)”, Jurnal Hikmah, Volume 15, No. 1, Januari – Juni 2018, h. 55.
24

murid, sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil

memberikan arahan.

f. Metode Amsal/perumpamaan

Metode perumpaan yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan

materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan. Dengan penerapan

metode amsal membuat peserta didik dapat berpikir kritis terhadap sesuatu

ungkapan yang memiliki makna tertentu dalam pembelajaran.

g. Metode Targhib dan Tarhib

Metode tarhib yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi

pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan

hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan

menjauhi keburukan.

h. Metode Pengulangan (tikror)

Metode pengulangan yaitu cara mengajar dimana guru memberikan

materi ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan

siswa bisa mengingat lebih lama materi yang disampaikan.

E. Analisis Kaitan Hadis tentang Metode Pendidikan dengan Pendidikan

Menggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran sangat penting

untuk menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran, dimana seorang guru

harus pandai dalam memvariasikan metode dalam mengajar agar tidak terjadi

kejenuhan pada peserta didik dan agar tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan

bisa tercapai. Metode pengajaran harus diadopsi atas dasar kriteria tertentu seperti

pengetahuan siswa, lingkungan, dan seperangkat tujuan pembelajaran dalam

kurikulum akademik.

Metode menjadi aspek yang penting dalam proses pembelajaran, karena

ketika guru ingin mengetahui keberhasilan suatu proses pembelajaran maka guru
25

harus melihat metode yang guru pakai disaat proses pembelajaran, bukan hanya

itu ketika guru diakhir pertemuan ingin mengetahui atau ingin menilai dari hasil

proses pembelajaran maka penggunaan metodepun harus diperhatikan oleh guru,

sebelum itu guru juga harus paham dan mengetahui betul tentang metode-metode

pembelajaran, jangan sampai ketika guru ingin menilai keterampilan siswa dalam

ranah psikomotorik tetapi guru malah menggunakan metode ceramah maka tidak

sesuai dan tidak akan mengetahui nilai keterampilan yang dimiliki oleh peserta

didik.

Penggunaan metode sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu

proses pembelajaran, makin baik metode itu, maka makin efektif pula pencapaian

tujuan, dengan demikian tujuan merupakan faktor utama dalam menetapkan baik

tidaknya penggunaan suatu metode. Dalam hal metode mengajar, selain faktor

tujuan, murid,situasi, fasilitas, dan faktor guru yang turut menentukan efektif

tidaknya penggunaan suatu metode, sebab metode yang kurang baik ditangan

seorang guru dapat menjadi metode yang baik sekali ditangan guru yang lain dan

metode yang baik akan gagal ditangan guru yang tidak mengetahui tehnik

pelaksanaannya.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dari beberapa penjelasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Takhrij adalah upaya penelusuran atau pencarian hadis dari berbagai kitab

sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang di dalam sumber

itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang

bersangkutan.

2. I‟tibar secara bahasa adalah melihat dengan seksama sebuah perkara untuk

mengetahui sesuatu yang lain dari jenisnya. Langkah ini dilakukan untuk

mengetahui dengan mudah keberadaan sanad lain yang mendukung

kualitas sanad hadis yang ingin diteliti. I‟tibar dalam penelitian ini

menggunakan skema sanad pada masing-masing kitab hadis, lalu

dilanjutkan dengan skema gabungan dari seluruh sanad yang ada dalam al-

kutūb al-tis’ah. Adapun yang menjadi hadis penguat yaitu hadist Muslim

No. 5025, hadis Muslim No. 5025 dan hadist Sunan Ahmad No. 10357.
3. Berdasarkan Kriteria sanad dan matan hadis tentang metode pendidikan

dapat diterima, yaitu tidak bertentangan dengan al-Qur‟an juga hadis,

tidak bertentangan dengan akal dan tidak ada cacat atau illat dengan

melihat perbandingan matan. Maka dapat disimpulkan bahwa hadis

tersebut dapat diamalkan atau diapalikasikan dari segi matan.

4. Kegiatan pengajaran adalah kegiatan yang terarah dan sekaligus

mempunyai berbagai segi, bertujuan untuk mencapai proses belajar yang

diinginkan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran maka seorang guru

membutuhkan metode yang tepat. Metode mengajar adalah jalan seorang

26
guru untuk memberi faham kepada murid-muridnya dan merubah tingkah

lakunya sesuai dengan tujuan-tujuan yang dinginkan dan menolong murid-

murid memperoleh pengetahuan.

5. Penggunaan metode sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu

proses pembelajaran, makin baik metode itu, maka makin efektif pula

pencapaian tujuan.Menggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran

sangat penting untuk menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran,

dimana seorang guru harus pandai dalam memvariasikan metode dalam

mengajar agar tidak terjadi kejenuhan pada peserta didik dan agar tujuan

pembelajaran yang sudah ditetapkan bisa tercapai.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari dosen pemandu mata kuliah, pembaca, serta pihak-pihak lain

demi kesempurnaan penyusunan makalah ini

27
DAFTAR RUJUKAN
Abdurrahman, Mifdhol. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Cet. II. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. 2006.

Anggoro, Taufan. Wacana Studi Hadis di Indonesia: Studi atas Hermeneutika


Hadis Muhammad Syahudi Ismail. Online Jurnal Diya Afkar, no. 2, 2018.

Asy’ari, M.Kholil. “Metode Pendidikan Islam”, Qathruna, Vol. 1, No. 1, 2017.

Bustamin. Metodologi Kritik Hadis .Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.

Ilyas, Abustani dan La Ode Ismail Ahmad. Filsafat Ilmu Hadis. Cet. I; Surakarta:
Zadahaniva Publishing. 2011.

Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi .Jakarta: PT. Bulan


Bintang. 2007.

Lidwa Pustaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadis, diakses pada tanggal 18 April
2023.

Nadhiran, Hedhri. “Reformulasi Studi Ilmu Hadis: Sejarah Perkembangan Hadis”,


Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, IAIN Raden Fatah Palembang,
Jurnal Ilmu Agama, No. 1, 2007.

Nasution, Mulyadi Hermanto. “Metode Nasehat Perspektif Pendidikan Islam ”,


AlMuaddib: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, Vol. 5, No. 1, 2020.

Pasaribu, Syahrin. “Hadis-Hadis Tentang Metode Pendidikan”, Jurnal Al-Fatih,


Vol. 1, No. 2, 2018.

Qomarullah, Muhammad. Metode Takhrij Hadits dalam Menakar Hadits Nabi.

Rianie, Nurjannah. “Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam (sebuah


perbandingan dalam konsep teori pendidikan Islam dan barat) ”.
Management of Education: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 1,
No. 2, 2015.

S Rahman. Muhammad. "Kajian Matan dan Sanad Hadits dalam Metode


Historis." Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, Vol. 8, No. 2, 2016.

Siregar, Nurkhalijah. “Kitab Sunan An-Nasā’ī (Biografi, Sistematika, dan


Penilaian Ulama)”, Jurnal Hikmah, Volume 15, No. 1, Januari – Juni 2018.

Suryadilaga, Alfatih. Metodologi Penelitian Hadits .Cet: I, Yogyakarta: Teras.


2009.

Anda mungkin juga menyukai