Anda di halaman 1dari 20

LONGCASE

SKIZOFRENIA RESIDUAL (F 20.5)


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Lulus Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh:
Anna Monita
20204010124

Diajukan kepada:
Dr. Warih Andan, Sp. KJ

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 11 Desember 1980
Umur : 40 tahun
Alamat : Nogotirto

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Takut dengan banyak orang
RPS : Pasien datang ke poli jiwa RS PKU Muhammadiyah Gamping
sejak Mei 2019, ia mengeluh merasa takut dengan banyak orang dan merasa orang lain
disekitarnya membicarakan tentang dirinya. Pasien takut orang lain mendengar makian
yang berasal dari dalam dirinya dan terus terngiang-ngiang didalam pikirannya dan
kemudian orang lain tersebut memaki balik dirinya. Pasien sering mendengar bisikan-
bisikan yang tidak ada wujudnya, bisikan tersebut berupa bisikan jika orang-orang
disekitarnya sedang membicarakan dirinya. Keluhan pasien memberat di pagi hari dan
semakin menurun di sore hari.
RPD : rawat inap di RS Grhasia tahun 2018
RPK : informasi tidak tersedia
RPSos : informasi tidak tersedia

III. PEMERIKSAAN UMUM


Vital sign
Tekanan darah: 125/98 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Pernapasan : 20 x/menit
IV. PEMERIKSAAN PSIKIATRI
Kesan umum : laki-laki sesuai usia, berpakaian rapi, rawat diri baik
Kesadaran : kompos mentis
Sikap & tingkah laku : cenderung hipoaktif
Roman muka : sedikit mimik
Afek : disforik & anxious
Pikiran :
Arus pikiran : kadang lancar, remming
Pikiran : paranoid idea
Bentuk pikiran : masih realistik
Perhatian : agak sukar ditarik & dicantum
Hubungan jiwa : agak sukar
Lain-lain :-

V. DIAGNOSIS
Skizofrenia residual (F 20.5)

VI. DIAGNOSIS MULTIAXIAL


Aksis I : F 20.5 Skizofrenia Residual
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : tidak ada diagnosis
Aksis IV : tidak ada diagnosis
Aksis V : gejala sedang (moderate), disabilitas sedang. (60-51)

VII. DIAGNOSIS BANDING


Episode Depresif Berat (F

VIII. TATALAKSANA
a. Farmakologi
R/ Amitriptilin 25 mg tab No. LX
S 2 dd tab 1 p.c (pagi)
R/
Risperidone 2 mg
Trihexyphenidyl 2 mg
mfla da in caps dtd No. XXX
S 1 dd caps 1 p.c (pagi)

R/
Risperidone 2 mg
Clorilex 100 mg
Trihexylpenidil 2 mg
Mfla da in caps dtd No. XXX
S 1 dd caps 1 p.c (sore)
b. Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif,
dan terapi kognitif-perilaku:
Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan)
pasien terhadap stres. Hal ini dilakukan mengingat toleransi (kemampuan) pasien
mengahadapi stres (tekanan, kecewa, frustasi) rendah.
Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan insight (pengetahuan pasien)
terhadap penyakitnya serta mengembangkan kemampuannya untuk menunjang
penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk
mendukung kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan
edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga.
Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya tilikan akan konflik-konflik
nirsadar dengan usaha untuk mecapai perubahan struktur luas kepribadian.
c. Edukasi
Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien,
mengajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stressor.
Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol
selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-
hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi sendiri, bila mungkin bisa
kontrol ke psikiater.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola
tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan
tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. 1,2
Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. Afek
ialah nada perasaan menyenangkan atau tidak (seperti kebanggaan, kekecewaan, dan
kasih sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang
disertai oleh komponen fisiologis. Sedangkan emosi merupakan manifestasi afek keluar
dan disertai oleh banyak komponen fisiologis, biasanya berlangsung relative tidak lama
(misalnya ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan). Afek dan emosi dengan
aspek-aspek yang lain seorang manusia (umpama proses berpikir, psikomotor, persepsi,
ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari manusia itu pada suatu
waktu.2
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa sendirian,
rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda retardasi psikomotor atau kadang-
kadang agitasi, menarik diri dan terdapat gangguan fisiologis seperti insomnia dan
anoreksia. Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai
oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang.3
II. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2010 di Amerika Serikat, CDC telah merilis laporan tentang
prevalensi depresi selama tahun 2006-2008. Dari 235.067 orang dewasa, 9% di antaranya
memenuhi kriteria depresi dan 3,4% diantaranya memenuhi kriteria
depresi berat. 4

Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup
sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan primer dan
15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada
usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.
Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20%
insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan gender saat anak-anak 1:1, dengan peningkatan
resiko depresi pada wanita setelah pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita
menjadi 1:2. Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi,
perubahan estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang
berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita.4,5

III. FAKTOR RESIKO


a. Jenis Kelamin

Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan


depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-laki.
Alasan untuk perbedaan tersebut didalilkan sebagai keterlibatan dari perbedaan
hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan model perilaku
keputusasaan yang dipelajari. Ketidakseimbangan regulasi hormon dapat
mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat
dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah
menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat
anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.2,3
b. Usia

Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah
kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20
dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset selama masa anak-anak
atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa insidensi
gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang
dari 20 tahun.2,3
c. Status Perkawinan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang
tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, pasangan yang bercerai atau
berpisah. 2,3

d. Faktor Sosioekonomi dan Budaya


Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi
berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. 2,3
IV. ETIOLOGI
Etiologi depresi terdiri dari: 6

1. Faktor genetik

Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan


bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti
adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut. 6

Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan memainkan
peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa
orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari
penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar
daripada sanak saudara derajat pertama. 6

2. Faktor Biokmia

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam


metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan
dopamine. Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor
neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang
dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya
GABA (GammaAminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin
dan neuroanatomis. 6

3. Faktor Kepribadian Premorbid

Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama


hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian
depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat.
Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih ramah dari rata-
rata.2,3,6

Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia
luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka
cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang
mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam
pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru
dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru
perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses
adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di
keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi
perkembangan psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor
pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik
kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke generasi.
Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan
jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan
kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif. 3,6

4. Faktor Lingkungan

Kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya


berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam
keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor
biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan
depresif muncul. 3,6
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan untuk
menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode
pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan yang
bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan
tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor
external.3,6
V. KLASIFIKASI
Berdasarkan PPDGJ-III, gangguan depresi dibedakan menjadi: 1

F32. Episode Depresif

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini:
ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah: 1

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang

2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe
ringan sekalipun)
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6) Tidur terganggu

7) Nafsu makan berkurang

Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan
sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi
diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana pada episode manik, gambaran
klinisnya juga menunjukkan variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak khas
adalah lumrah, terutama di masa remaja. Pada beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan
agitasi motorik mungkin pada waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada depresinya,
dan perubahan suasana perasaan (mood) mungkin juga terselubung oleh cirri tambahan
seperti iritabilitas, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala
fobik atau obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk
episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. 1,2,3,6
Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin mencolok dan
memperkembangkan ciri khas yang dipandang secara luas mempunyai makna klinis
khusus. Contoh paling khas dari gejala somatik ialah kehilangan minat atau kesenangan
pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati, tiadanya reaksi emosional terhadap
lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan, bangun pagi lebih awal 2 jam
atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih parah pada pagi hari, bukti objektif dari
retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain),
kehilangan nafsu makan secara mencolok, penurunan berat badan (sering ditentukan
sebagai 5% atau lebih dari berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara
mencolok. 1,2,3,6

F32.0 Episode depresif ringan

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan
mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas;
sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas
harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di
antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu. 1
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang
gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan
social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali. 1,2,3,6
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau


kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri terkemuka.
Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh
diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah
bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode dpresif berat. Semua tiga gejala
khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah
sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas
berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka
pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan banyak gejalanya secara
terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat
masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
1,2,3,6

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas. 1,2,3,6

Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat tunggal
tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari
gangguan depresif berulang. 1,2,3,6

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 terssebut di atas,
disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara
yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi
dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood). 1,2,3,6
Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia katatonik,
stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya. Kategori ini hendaknya hanya
digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan gejala psikotik; untuk episode
selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan
depresif berulang. 1,2,3,6
F32.8 Episode depresif lainnya

Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran yang
diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan diagnostik
menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya termasuk campuran gejala
depresif (khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti
ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif somatik dengan
nyeri atau keletihan menetap yang bukan akibat penyebab organik (seperti yang kadang-
kadang terlihat pada pelayanan rumah sakit umum). 1,2,3,6 F32.9 Episode depresif YTT

F33. Gangguan Depresif Berulang

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana


dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat, tanpa riwayat adanya
episode tersendiri dari peninggian suasana perasaan dan hiperaktivitas yang memenuhi
kriteria mania dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera
sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan
pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan, lamanya berlangsung, dan frekuensi
episode dari depresi, semuany sangat bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada
usia lebih tua dibanding dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata lima
puluhan. Episode masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12 bulan (rata-rata lamanya
sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya
sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi
yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus
tetap digunakan). Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh sters; dalam berbagai budaya, baik
episode tersendiri maupun depresi menetap dua kali lebih banyak pada wanita daripada
pria. 1,2,3,6

Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif berulang


mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan mengalami
episode manik. Jika ternyata terjadi episode manik, maka diagnosisnya harus diubah
menjadi gangguan afektif bipolar. 1,2,3,6
VI. MANIFESTASI KLINIS
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), menyatakan
bahwa seseorang menderita gangguan depresi ditandai dengan adanya kehilangan minat
dan kegembiraan, serta berkurangnya energi yang menyebabkan seseorang tersebut
mudah merasa lelah meskipun hanya bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul
antara lain:1
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang.
2) Harga diri dan kepercayaan berkurang.
3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang.

VII. PEMERIKSAAN GANGGUAN DEPRESI


Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa instrumen-
instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk membantu memberikan
penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh pasien. Berikut ini
adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu: 6
a. Beck’s Depression Inventory
b. Hamilton Depression Scale
c. The Zung Self-Rating Depression Scale
Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur keparahan
dan kedalaman dari gejala – gejala depresi seperti yang tertera dalam the American
Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth
Edition (DSM-IV) pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat digunakan untuk dewasa
ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atascan be used for both adults and adolescents
13 years of age and older, dan merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang
terutama digunakan dalam penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas
pengobatan dan terapi. 6
BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi lebih
kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai dengan criteria
dari DSM-IV. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II menilai gejala-gejala khas
dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme, perasaan gagal, ketidakpuasan diri,
perasaan bersalah, merasa dihukum, ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan
terhadap diri, pikiran untuk bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari
kehidupan sosial, gambaran tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan,
kehilangan berat badan dan kehilangan libido. 6

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti pada penderita
depresi, dapat menyebabkan kesalahan diagnostik sehingga menyebabkan terapi yang
inadekuat untuk pasien. Berdasarkan kepustakaan, ada beberapa kondisi yang harus
benar-benar diperhatikan sebagai diagnosa banding dari depresi, diantaranya adalah: 6

a) Penyakit sistem saraf pusat (misal: Parkinson disease, dementia, multiple


sclerosis, neoplasma)
b) Kelainan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)

c) Kondisi yang berkaitan dengan obat-obatan (cocaine abuse, efek samping obat
antidepressan)
d) Penyakit infeksi (mononucleosis, pneumonia)

IX. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah
tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang
lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus dimulai
yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya. 8
Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik.
Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah
psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang
buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu
yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil
dari farmakoterapi mungkin terganggu. Ada tiga fase pengobatan depresi: 8

1) Fase akut, biasanya berlangsung selama 6-10 minggu

2) Fase lanjutan, sering berlangsung sekitar 16-20 minggu dan dapat hingga

9-12 bulan

3) Fase rumatan; pada pasien depresi rekuren, fase ini dapat berlangsung selama
hidup.

Terapi Farmakologis

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek


farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien
individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga
merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses
farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika
jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat
inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang
abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada
dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari
abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat antidepresan yang
akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi
golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs). 6,8

a) Trisiklik

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai


pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat (Kaplan, 2010). Golongan
trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer,
tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier
(imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering
digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping
yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat
kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar
golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik. 2,8

Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake


neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja
sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat
reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa
depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder,
sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsif terhadap
amin tersier. 8

b) MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)

MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu.


Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif
katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT
dalam otak naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam
pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat
menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari
makananmakanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat
menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan
mengganggu metabolisme obat di hati. Contoh obat golongan ini adalah
moclobemide. 6,8

c) SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama
pada gangguan depresif berat selain golongan trisiklik. Obat golongan ini
mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi
yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya
dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai
efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh
terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi
farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan
MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang
disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskular dan gangguan tanda vital.6,8

d) SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)

Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada
beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien
depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada
gambar di bawah ini. Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme
yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin. Contoh obat dari golongan ini adalah
desvenlafaxine dan duloxetine. 6,8

Terapi Non Farmakologis

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif
berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku. Saat ini telah
ditemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1)
disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal,
(2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi
kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons
yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons
yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.6,9,10

Pada awalnya, terapi ini memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada
pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan
mencegah rekurennya dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. 9,10
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada satu
atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan
menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan
memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif
sekarang. 9,10

X. PROGNOSIS
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien
cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6
sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3
bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan
kembalinya gejala. 2,6
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif
berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian
telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam
perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi
keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di
rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah
sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh
adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala
gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya. 2,6
Depresi merupakan penyakit kronik yang cenderung rekuren. Tujuan pengobatan
depresi adalah asimptomatik atau pulih. Ada tiga jenis luaran terapi depresi:4

1) Responsif, yaitu berkurangnya gejala depresi, bila dibandingkan dengan saat


terapi dimulai (baseline), sebanyak ≥50%, dinilai dengan HAM-D17, selama tiga
minggu berturut-turut.
2) Remisi, yaitu gejala depresi hampir atau tidak ada sama sekali. Nilai skor HAM-
D17 ≤7 atau skor MADRS ≤3, tiga minggu berturut-turut.
3) Pulih, yaitu menetapnya remisi (asimptomatik) dalam waktu yang lebih lama (±
4-6 bulan). Fungsi pekerjaan dan sosial kembali pulih seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and statistical manual of mental disorder
Fourth Edition Text Revision DSM-IV-TR. Airlington, VA: American Pshycitaric Association
Amir Nurmiati. Gangguan depresif Aspek Neurobiologi dan Tatalaksana. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. hal1-140
Amir, Nurmiati. 2012. Luaran Terapi pada Gangguan Depresi Mayor. CDK-190. Vol 39. Hal 92
Darmayanti, Nervi. 2011. Gender dan Depresi pada Remaja. Fakultas Psikologi. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta
Departemen Kesehatan Ri. 2007. Pharmacetical Care Untuk Penderita Gangguan Depresi.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan
Husna, Roza. 2013. Portofolio Kasus Jiwa: Depresi. RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Blitar
Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. p. 63-
9.
Maslim R. 2001. Buku Saku Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas
Maslim, Rusdi. 2007. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik (Psychotropic
medication) Edisi 3. Jakarta: Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya
Sadock’s and Kaplan. 2009. Comprehensive Textbook of psychiatry. In: Dimsdale, I.R Michael,
F.J Keefe & Murray B, editors. Stein. Stress and Psychiatry. Volume II p. 2407, 2411-12.

Anda mungkin juga menyukai