Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

PENYAKIT FLUBURUNG

DI SUSUN OLEH :

I WAYAN GEDE WIRADANA


(2114401026)

AKADEMI KEPERAWATAN MANDIRI DI BANGLI


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
TAHUN 2023
A. Pengertian Flu Burung

Flu burung merupakan suatu penyakit menular yang dikarenakan oleh virus influenza yang
ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari penyakit ini yaitu avian
influenza, penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit menular yang dikarenkan oleh
virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.

B. Etiologi

Dimana penyaki ini disebabkan oleh virus influenza. Adapun sifat dari virus ini yaitu, dapat bertahan
hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 derajar celcius dan lebih dari 30 hari pada 0 derajat celcius.
Didalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan hidup lebih lama, tetapi
mati pemanasan 60 derajat celcius selama 30 menit. Dikenal beberapa tipe virus influenza ini yakni,
tipe A, tipe B, dan tipe C. Virus influenza tipe A terdiri dari beberapa strain, yaitu HIN 1, H3N2, H5N1,
H7N7, H9N2 dan lain – lain. Saat ini penyebab dari flu burung adalah Highly Pothogenic Avian
Influenza Virus, strain H5N1
(H = hemagglutinin, N = neuraminidase). Hal ini terlihat hasil yang menunjukan bahwa unggas yang
sakit mengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus influenza
A merupakan penyebab penyakit flu burung pada unggas. Secara umum, virus fku burung tidak
menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih ganas dan
menyerang manusia.

C. Patofisiologi

Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak langsung dengan ayam atau unggas yang
terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi
dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi
semacam bubuk. Bubuk ini yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu
burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibandingkan menusia ke manusia. Saat ini
masih belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum terbukti penularan
pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas.

D. Pathway

Unggas melalui tinja kemudian mengering dan dihirup


Langsung Tidak Langsung

1. Kontak dengan unggas 1. Tranfusi darah

2. Kendaraan yang mengangkat binatang 2. Penyebaran flu

3. Alat – alat peternakan

4. Pakian

Virus avian influenza

Menyebar melalui udara

Memasuki alveoli

Radang dan Bengkak

FLU BURUNG

Penumpukan Penurunan suplai Absorbsi Nutrisi


Sekret oksigen

Nutrisi kurng
Ketidakefektifan Peningkatan dari keb. tubuh
Bersihan Jalan Retraksi dada
Nafas
Perubahan
Pada regulasi
Temprature Pola nafas
Tidak efektif
Hipertermi
E. Manifestasi Klinis

1. Masa inkubasi 3 hari dengan rentang 2-4 hari

2. Batuk, pilek, demam > 38 derajat celcius

3. Sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia dan malaise

4. Diare, konjungtivitas

5. Flu ringan hingga berat, dan banyak yang berkait dengan ARDS

6. Kelainan laboratorium, leucopenia, limfopenia, dan trombositopenia

7. Gangguan (sebagaian besar) 8. Gejala pada unggas

- Jengger berwarna biru

- Borok di kaki

- Kematian mendadak

9. Tanda dan gejala lain pada anak

- Nafs terengah – engah

- Kulit menjadi kehitaman atau keabuan

- Malas minum

- Muntah – muntah

- Tidak bisa bangun dan beraktivitas dengan baik

- Tidak mau di sentuh

- Terkadang gejala hilang tetapi demam dan batuk masih ada

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan kimia darah

Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin kinase, Analisis gas darah.

2. Pemeriksaan hematologi

Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan
leukopeni, limfositopeni, dan trombositopeni.

3. Uji RT – PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction ) untuk H5


4. Uji serologi

5. Uji Penapisan
- Rapid test untuk mendeteksi influenza A

- ELISA untuk mendeteksi H5N1

6. Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan foto thorks PA dan lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung.
Pemeriksaan lain dianjurkan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil
foto thoraks normal sebagai langkah diagnostik dini.

7. Pemeriksaan post mortem

Pada pasien meninggal sebelum diagnosis flu burung ditegagkan, maka dianjurkan untuk
mengambil sediaan post mortem dengan jalan biopsi pada mayat.

G. Penatalaksaan Medis

a. Umum

1. Isolasi pasien dalam ruang tersendiri. Bila tidak tersedia ruang untuk satu pasien, dapat
menempatkan beberapa tempat tidur yang masing – masing berjarak 1 meter dan
dibatasi sekat pemisah

2. Penekanan akan Standar Kewaspadaan Universal

3. Pergunakan Alat Pelindung Pribadi (APP) yang sesuai : masker, gaun proteksi, google
atau pelindung muka, sarung tangan

4. Pembatasan jumlah tenaga kebersihan, laboratorium dan perawat yang menangani


pasien. Perawat tidak boleh menangani pasien lainnya

5. Tenaga kesehatan harus sudah mendapatkan pelatihan kewaspadaan pengendalian


infeksi

6. Pembatasan pengunjung dan harus menggunakan APP

7. Pemantauan saturasi oksigen dilakukan bila memungkinkan secara rutin dan berikan
suplementasi oksigen untuk memperbaiki keadaan hipoksemia

8. Spesimen darah dan usap hidung – tenggorok diambil serial

9. Foto dada dilakukan serial

b. Khusus
Antiviral Oseltamivir dan zanamivir aktif melawan virus influenza A dan B termasuk virus AI.
Rekomendasi terapi Menurut WHO yaitu :

1. Oseltamivir merupakan obat pilihan utama

a. Cara kerja : inhibilator neuraminidase (NA)

b. Diberikan dalam 36 – 48 jam setelah awitan gejala

c. 2 kali sehari selama 5 hari dengan dosis 2 mg/kg (dosis maksimum 75 mg)

d. Dosis alternatif (WHO) :

1) ≤ 15kg : 30 mg 2 x sehari

2) > 15-23kg : 45 mg 2 x sehari

3) > 23-40kg : 60 mg 2 x sehari

4) > 40kg : 75 mg 2 x sehari

5) Anak usia ≥ 13 th dan dewasa 75 mg 2 x sehari

2. Modifikasi rejimen ntiviral, termasuk dosis ganda, harus dipertimbangkan kasus demi
kasus, terutama pada kasus yang progresif dan disertai dengan pneumonia

3. Kortikosteroid tidak digunakan secara rutin, namun dipertimbangkan pada keadaan


seperti syok septik atau pada keadaan insufisiensi adrenal yang membutuhkan
vasopresor, Kortikosteroid jangka panjang dan dosis tinggi dapat menimbulkan efek
samping yang serius, termasuk risiko adanya infeksi oportunistik.

4. Antibiotika kemoprofilaksis tidak harus dipergunakan. Pertimbangkan pemberian


antibiotika bila diperlukan yaitu jenis antibiotik untuk community acquired pneumonia
(CAP) yang sesuai sambil menunggu hasil biakan darah

5. Hindarkan pemberian salisilat (aspirin) pada anak < 18 tahun karena berisiko terjadinya
síndrom reye. Untuk penurun panas, berikan paracetamol secara oral atau supositoria.

`
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

1. Identitas

A. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, dan penanggung
jawab

2. Status Kesehatan Saat Ini

a. Keluhan utama

Keluhan utama yang terjadi adalah sesak nafas yang merupakan salah satu tanda
terjadinya infeksi di paru-paru (pneumoni), batuk, pilek, nyeri otot, peningkatan suhu
tubuh dan sakit tenggorokkan

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Melihat kondisi pasien apakah pasien mengalami demam, sesak nafas, batuk, pilek, sakit
tenggorokan, diare

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Menanyakan kepada klien apakah pasien pernah memiliki riwayat sakit paru, riwayat
sakit lain

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Menanyakan apakah di dalam keluarga memiliki riwayat sakit turunan, riwayat sakit
yang sama dengan pasien, riwayat sakit paru dalam keluarga, genogram

e. Riwayat Perjalanan

- Melakukan kunjungan kedaerah atau ketempat tinggal di daerah yang terjangkit


flu burung

- Kontak dengan unggas atau orang yang positif flu burung

3. Pemeriksaan fisik
1) Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistema integumen

2) Mata : Orang yang terkena flu burung sklera merah, adanya nyeri tekan, infeksi
selaput mata

3) Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mulutnya kurang bersih, mukosa vivir kering

4. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan kimia darah

Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin kinase, Analisis gas darah.

2) Pemeriksaan hematologi

Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total.


Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni, dan trombositopeni.

3) Uji RT – PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction ) untuk H5

4) Uji serologi

5) Uji Penapisan

- Rapid test untuk mendeteksi influenza A

- ELISA untuk mendeteksi H5N1

6) Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan foto thorks PA dan lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Pemeriksaan lain dianjurkan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung
tetapi hasil foto thoraks normal sebagai langkah diagnostik dini.

7) Pemeriksaan post mortem

Pada pasien meninggal sebelum diagnosis flu burung ditegagkan, maka dianjurkan untuk
mengambil sediaan post mortem dengan jalan biopsi pada mayat.

5. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret, sekresi
tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza

b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d gangguan suplai oksigen


(obstruksi jalan nafas oleh sekresi)

c) Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan ekspansi dada

d) Hipertermi b.d proses infalmasi d.d peningkatan suhu tubuh

6. Rencana Keperawatan

a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret, sekresi


tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza

Kriteria hasil :

Kriteria hasil :

1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas kembali normal.

2. Mengeluarkan atau membersihkan secret secara mandiri dengan batuk efektif


Inervensi :
No Intervensi Rasional

1. Auskultasi bunyi napas. Catat Beberapa derajat spasme bronkus


adanya bunyi napas, misal terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
crackles/rales, ronkhi, wheezing. dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi
napas adventisius, misal

penyebaran, krekels basah (bronkitis);


bunyi napas redup dengan ekspirasi
mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi
napas (asma berat).

2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Takipnea biasanya ada pada beberapa


Catat rasio inspirasi/ekspirasi. derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya
proses infeksi akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya/derajat dispnea, mis., Disfungsi pernapasan adalah variabel
keluhan “lapar udara,” gelisah, yang tergantung pada tahap proses
ansietas, distres pernapasan, kronis selain proses akut yang
penggunaan otot bantu. menimbulkan perawatan di rumah sakit,
mis., infeksi, reaksi alergi.

4. Kaji pasien untuk posisi yang Posisi yang nyaman mempermudah


nyaman. fungsi pernafasan. Namun, pasien
dengan distres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernapas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja,
bantal, dan lain-lain membantu
menurunkan kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi dada.

5. Pertahankan polusi lingkungan Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan.


minimum, mis., debu, asap, dan
bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.

6. Dorong/bantu melatihan napas Memberikan pasien beberapa cara untuk


dalam. mengatasi dan mengontrol dispnea.

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea dan
anorexia.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan peningkatan napsu makan.

2. Mempertahankan/meningkatkan berat badan pasien.


No Intervensi Rasional
1. Kaji kebiasaan diet, masukan Pasien distres pernapasan akut sering
makanan saat ini. Catat derajat anoreksia karena dispnea, produksi
kesulitan makan. Evaluasi berat sputum, dan obat.
badan dan ukuran tubuh.

2. Mengauskultasi bising usus. Penurunan/hipoaktif bising usus


menunjukkan penurunan motilitas
gaster dan konstipasi (komplikasi umum)
yang berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan
buruk, penurunan aktivitas, dan
hipoksemia.

3. Berikan perawatan oral sering, Rasa tak enak, bau dan penampilan
buang sekret, berikan wadah adalah pencetus utama terhadap nafsu
makan dan dapat membuat mual dan
khusus untuk sekali pakai dan tisu. muntah dengan peningkatan kesulitan
napas.

4. Dorong periode istirahat semalam 1 Membantu menurunkan kelemahan


jam sebelum dan sesudah makan. selama waktu makan dan memberikan
Berikan makan porsi kecil tapi kesempatan untuk meningkatkan
sering. masukan kalori total.

5. Hindari makanan penghasil gas dan Dapat menghasilkan distensi abdomen


minuman karbonat. yang mengganggu napas abdomen dan
gerakan diafragma, dan dapat
meningkatkan dispnea.

6. Hindari makanan yang sangat Suhu ekstrim dapat mencetuskan/


pedas atau sangat dingin. meningkatkan spasme batuk.
7. Timbang berat badan sesuai Berguna untuk menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujuan berat badan,
indikasi.
dan evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan
dapat berlanjut, meskipun masukan
adekuat sesuai teratasinya edema.

c) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi dada.


Kriteria hasil :

1. Pola nafas klien kembali normal (vesikuler).

2. Klien tidak menggunakan otot bantu lagi saat bernafas.

No Intervensi Rasional

1. Pantau pemasukan/ pengeluaran. Evaluator langsung status cairan.


Hitung keseimbangan cairan, catat Peubahan tiba-tiba pada berat badan
kehilangan tak kasat mata. Timbang
berat badan sesuai indikasi. dicurigai kehilangan/ retensi cairan.

2. Evaluasi turgor kulit, Indikator langsung status cairan/


kelembaban membran mukosa, perbaikan ketidakseimbangan.
adanya edema dependen/ umum.

3. Pantau tanda vital (tekanan darah, Kekurangan cairan mungkin


nadi, frekuensi, pernafasan). dimanifestasikan oleh hipotensi dan
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya takikardi, karena jantung mencoba untuk
krekels. mempertahankan curah jantung.
Kelebihan cairan/ terjadinya gagal
mungkin dimanifestasikan oleh

hipertesi, takikardi, takipnea, krekels,


distres pernapasan.
4. Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat Tergantung pada situasi, cairan dibatasi
jadwal 24 jam dan rute yang atau diberikan terus. Pemberian
digunakan. Pastikan minuman/ informasi melibatkan pasien pada
makanan yang disukai pasien. pembuatan jadwal dengan kesukaan
individu dan meningkatkan rasa
terkontrol dan kerjasama dalam
program.

5. Hilangkan tanda bahaya dan Dapat menurunkan rangsang muntah.


ketahui dari lingkungan. Berikan
kebersihan mulut yang sering.

6. Anjurkan pasien untuk minum dan Dapat menurunkan terjadinya muntah


makan dengan perlahan sesuai bila mual.
indikasi.

7. Kolaborasi :

Berikan cairan IV melalui alat Cairan dapat dibutuhkan untuk


kontrol. mencegah dehidrasi, meskipun
pembatasan cairan mungkin diperlukan
bila pasien GJK.

8. Pemberian antiemetik, contoh Dapat membantu menurunkan mual/


muntah (bekerja pada sentral, daripada
proklorperazin maleat
di gaster) meningkatkan pemasukan
(compazine), trimetobenzamid cairan/ makanan.
(tigan), sesuai indikasi.

9. Pantau pemeriksaan laboratorium Mengevaluasi status hidrasi, fungsi ginjal


sesuai indikasi, contoh Hb/Ht, dan penyebab/ efek ketidakseimbangan.
BUN/ kreatinin, protein plasma,
elektrolit.

d) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu

tubuh Kriteria hasil :

1. Suhu tubuh klien kembali normal (36°C)

2. Secara verbal klien mengatakan penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.


No Intervensi Rasional

1. Kaji TTV klien (TD, S, N, RR). Untuk mengtahui keadaan umum klien.

2. Berikan kompres air hangat pada Membantu manurunkan panas tubuh.


dahi klien.

3. Anjurkan klien untuk minum air Membantu mengurangi cairan pada saat
1200 ml/hari. panas.

4. Anjurkan kepada keluarga klien, Mengurangi rasa panas pada tubuh.


untuk menganjurkan kepada klien
menggunakan pakaian tipis.

5. Kolaborasi ; dengan dokter dalam Membantu menurunkan rasa sakit.


pemberian terapi obat yang
digunakan.

6. Pemeriksaan laboratorium. Memonitor jumlah leukosit selama


dilakukan tindakan.

7. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat


untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,
dalam Potter & Perry, 1997).

8. Evaluasi Keperawatan

Menurut Craven Hirnle (2000). Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektivitas
asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon perilaku klien yang tampil. Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap
evaluasi meliputi :
a. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kreteria hasil yang telah ditetapkan

b. Masalah sebagian teratasi; jika klien menunjukkan perubahan dan kemajuan sama
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kreteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah ataau diagnosa keperawatan baru.

Anda mungkin juga menyukai