5.1 Pendahuluan
Pewarisan (learning) diartikan sebagai proses pembelajaran untuk
melestarikan budaya organisasi dari pimpinan/pendiri organisasi
dan/atau anggota kelompok kepada anggota-anggota baru dengan
maksud agar budaya organisasi dapat dipakai sebagai pedoman
berperilaku oleh seluruh anggota kelompok dalam organisasi. Taliziduhu
Ndhara berpendapat bahwa ditinjau dari segi didaktik metodik,
pembelajaran/pewarisan budaya organisasi dapat dilakukan sebagai
bahan dan cara pembinaan, penyuluhan, pelatihan, dan pengajaran
terhadap masyarakat menyangkut program sehari-hari, jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang.
Selanjutnya Taliziduhu mengatakan bbhwa aspek pewarisan atau
sosialisasi sudah termasuk di dalam kata kunci learn dan sharbd.
Sedangkan Stephen P. Robbins berpendapat bahwa ada tiga kekuatan
yang memastikan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan
suatu budaya, yaitu praktik seleksi, tindakan manajemen puncak dan
metode sosialisasi. oleh kaiena itu, dalam pembahasan pewarisan
budaya organisasi, penulis membagi lima aspek-aspek yang perlu
dibahas, yakni berbagi nilai, seleksi, tindakan manajemen puncak,
sosialisasi (pelatihan), dan media pewarisan.
5.2 Berbagi Nilai (value sharing)
Shared diartikan oleh Taliziduhu sebagai berbagi nilai yang sama
yang dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Shared menurut
Sathe (dalam buku Tariziduhu Ndhara) terbagi atas:
1. Shared things misalnya pakaian seragam.
2. Shared sayings misalnya ungkapan-ungkapan bersayap.
3. Shared doings misalnya pertemuan, kerja bakti.
4. Shared feelings misalnya turut belasungkawa, ucapan selamat, dan
sebagainya.
Oleh Schein, shared diartikan sebagai anggota-anggota kelompok
yang menganut suatu perasaan tertentu, pengalaman atau aktivitas
secara bersama. Sistem komunikasi bersama ini diajarkan secara
60
nonverbal melalui signal-signal yang sama kepada setiap anggota
organisasi. Menurut Schein, sistem ini kemudian menghasilkan
perasaan atau pengalaman berbagi nilai yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Kecemasan Bersama, merupakan perasaan empatik dalam kehidupan
kelompok di mana anggota-enggota lain mempunyai kecemasan dan
ketegangan sebagaimanayang dialami anggota-anggota baru.
2. Respons Emosional Bersama, perasaan respons emosional bersama
terhadap tekanan dari luar biasanya berwujud ancaman dari luar.
Ikatan kuat yang muncul mungkin berasal dari orang yang mengalami
ancaman.
3. Aksi Nyata Bersama, merupakan aktivitas ikatan (joint activity) secara
fisik yang menunjukkan adanya batas kelompok, apakah seseorang
berpartisipasi atau tidak. Jika seseorang secara emosional terlibat
dalam aktivitas fisik dan anggota-anggota organisasi satu sama lain
memiliki respons emosional yang sama, maka pengalaman berbagi
nilai bisa diperkuat. Jika anggota-anggota satu sama lain melakukan
aktivitas dan menunjukkan komitmen bersama, maka akan terjadi
perkuatan pengalaman berbagi nilai.
4. Melepaskan Emosi Bersama, aktivitas bersama dapat dilakukan
melalui acara-acara simbolis dan pelepasan emosional yang terkait
dengan aktivitas tersebut, seperti pengorbanan bersama, upacara
berburu, membunuh pihak luar, dan sebagainya. Jika aktivitas
bersama menyangkut pelepasan emosi benar-benar dirasakan, maka
ikatan berbagi nilai tidak hanya menyangkut tindakan dan perasaan,
tetapi juga merasakan berbagai kesalahan dan rasa malu. Fungsi
berbagi nilai juga termasuk.mengajarkan perasaan yang kurang kuat,
pengalaman bersama memenangkan penjualan terhadap pesaing atau
sukses di bidang usaha yang mengandung risiko.
5. Penurunan Emosi Bersama, penurunan emosi bersama dapat
dilakukan melalui aktivitas seperti pesta minuman, berdansa,
menyanyi, permainan, dan pertandingan olahraga. Aktivitas semacam
ini menambah perasaan berbagi nilai karena adanya pelepasan
menyangkut hambatan-hambatan sosial. Jadi, perasaan saling
ketergantungan tidak hanya menyangkut menyelesaikan masalah
secara bersama, tetapi juga dapat belajar satu sama lainnya.
61
5.3 Seleksi
Proses seleksi merupakan tindakan awal untuk memperkenalkan
budaya organisasi kepada pelamar atau calon anggota baru organisasi.
Dengan memperkenalkan budaya organisasi, maka dapat memilih
melanjutkan atau mundur setelah mengetahui standar/kriteria yang
ditetapkan oleh organisasil perusahaan.
5.4 Tindakan Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak sangat berpengaruh terhadap
budaya organisasi. Perilaku pimpinan puncak dapat ditiru sebagai suri
teladan oleh anggota-anggota organisasi. Demikian pula perintah dan
larangan yang dibuat oleh pimpinan puncak bisa dijadikan pedoman
berperilaku bagi karyawan.
5.5 Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses penyesuaian diri anggota-anggota baru
terhadap budaya organisasi dalam memasuki suatu
organisasilperusahaan. Menurut Robbins, sosialisasi organisasi adalah
proses seseorang mempelajari nilai, norma, dan perilaku yang
dituntut,yangmemungkinkan ia untuk berpartisipasi sebagai anggota
organisasi. Sosialisasi organisasi merupakan mekanisme kunci yang
digunakan untuk menanamkan budaya organisasi. Selanjutnya Robbins
berpendapat bahwa proses sosialisasi budaya organisasi dapat
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: Sosialisasi Antisipasi (Tahap
Kedatangan); Pertemuan; Perubahan dan Pemahaman yang Bertambah
(Tahap Metamorfosis).
5.5.1 Sosialisasi Antisipasi (Tahap Kedatangan)
Sosialisasi organisasi dimulai sebelum individu benar-benar
bergabung dengan organisasi. Informasi sosialisasi lebih dulu datang
dari berbagai sumber. Pada tahap ini secara eksplisit diakui bahwa tiap
individu tiba dengan seperangkat nilai, sikap, dan harapan. Hal ini
mencakup baik kerja yang harus dilakukan maupun kondisi organisasi
itu sendiri. Anggota baru bakal menjalankan tingkat sosialisasi awal
melalui pelatihan.
Semua informasi sosialisasi, baik formal maupun informal,
akurat maupun tidak akurat membantu para individu dalam
mengantisipasi kenyataan organisasi. Harapan yang tidak realistis
mengenai suasana kerja, pembayaran dan promosi diinformasikan
62
selama tahap I. Para karyawan yang memiliki harapan yang tidak
realistis akan cenderung keluar dari pekerjaannya jika suasana kerja
tidak sesuai dengan harapan mereka.
5.5.2 Pertemuan
Tahap ini dimulai saat kontrak pekerjaan telah ditandatangani.
Banyak perusahaan menggunakan kombinasi progmm pelatihan dan
orientasi untuk mensosialisasikan para karyawan selama tahap
pertemuan.
a. Pelatihan, Program pelatihan sangat diperlukan untuk
memperkenalkan budaya organisasi kepada anggota-anggota baru.
Melalui pelatihan formal, pegawai baru bisa dideteksi
kemampuannya dalam menyerap budaya organisasi.
b. Orientasi, Pegawai baru biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti
suatu masa orientasi, di mana mereka perlu diberitahukan
bagaimana harus berlaku dan bertindak.
Selama mengikuti masa orientasi, mereka dibimbing oleh seorang
manajer atau anggota senior yang berpengalaman. Pada tahap ini
para individu menghadapi dikotomi (percabangan) antara
harapannya (mengenai pekerjaan, rekan sekerja, atasan, dan
organisasi secara umum) dan kenyataan. Jika harapan tersebut
kurang tepat, maka tahap pertemuan itu akan hanya sekadar
memberikan suatu kepastian ulang dari persepsi yang diperoleh
sebelumnya. Proses sosialisasi ini memastikan seorang karyawan
baru menyaksikan seperti apa sebenamya organisasi itu dan
menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat
berbeda.
5.5.3 Perubahan dan Pemahaman yang Bertambah (Tahap Metamorfosis)
Penguasaan tugas-tugas utama dan pemecahan
konflikmenandai mulainya tahap akhir dari proses sosialisasi ini.
Mereka yang tidak mengalami transisi selama tahap ketiga akari
terisolasi dari jaringan sosial di dalam organisasi. Eksekutif senior
sering memainkan peranan langsung pada tahap perubahan dan
pemahaman ini. Pada tahap ini proses sosialisasi mengarahkan
karyawan baru untuk menyesuaikan diri dengan kelompok kerjanya.
Metamorfosis dan proses sosialisasi saat masuk dianggap selesai
63
apabila anggota baru telah merasa enak dengan organisasi dan
pekerjaannya.
Ia telah menginterna(an norma-nofina organisasi dan kelompok
kerjanya dan memahami serta menerirna baik norma itu. Anggota baru
merasakan diterima baik oleh rekan-rekan sekerjanya sebagai seorang
individu yang dipercaya dan dihargai, merasa yakin bahwa mempunyai
kompetensi untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan sukses dan
memahami sistem itu tidak hanya tugasnya sendiri, tetapi juga aturan,
prosedur dan praktik diterima baik secara informal. Menurut Pascale,
perusahaan dengan budaya yang kuat dan berhasil mempertahankan
dirinya setelah melalui beberapa generasi, akan memperlihatkan
konsistensi yang luar biasa dalam menjalankan tujuh langkah kunci
sosialisasi.
Ketujuh langkah sosialisasi yang dikemukakan Pascale adalah
sebagai berikut:
1. Seleksi Penerimaan Pegawai
Para penyeleksi yang sudah terlatih menggunakan prosedur standar
dan mencari ciri-ciri dan sifat-sifat calon pegawai yang sesuai dengan
performa yang diinginkan. Penyeleksi melakukan serangkaian
wawancara terhadap para calon pegawai dan menyaring keluar
orang-orang yang berkepribadian dan nilai-nilai yang dianut tidak
sesuai dengan budaya organisasi
2. Penempatan dalam Pekerjaan
Langkah kedua dilakukan terhadap pekerjaan itu sendiri, setelah
seseorang yang sesuai terpilih. Karyawan baru mengalami
serangkaian pengalaman pekerjaan yang bervariasi yang sudah
disusun dengan cermat. Hal ini dimaksudkan untuk
memperkenalkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di
perusahaan mereka dan memutuskan apakah mereka dapat
menerima nilai-nilai dan norma-norma tersebut atau tidak. Sebagai
contoh, banyak organisasi dengan budaya yang kuat ntemberikan
pegawai baru sejumlah pekerjaan lebih banyak dari yang dapat
ditangani. Kadang-kadang pembebanan ini tidak sesuai kemampuan
individu. Tekanan-tekanan ini dapat membuat mereka lebih dekat
secara emosional dengan teman sejawatyang pada akhimya dapat
memperkuat ikatan antar mereka.
64
3. Penguasaan Pekeriaan
Jika kejutan kultural sudah dilewati, langkah selanjutnya adalah
penguasaan pekerjaan seseorang. Metode yang paling efektif untuk
melakukannya adalah melalui pengalaman-pengalaman yang luas
yang secara terus-menerus dikembangkan dengan teliti. Sebagai
contoh, seluruh pegawai baru IBM harus mengikuti training yang
sama dengan memulainya dari tingkat yang sama, walaupun orang
tersebut sudah memiliki pengalaman kerja sebelumnya. Program-
program IBM membutuhkan waktu sekitar 6 tahun untuk dapat
menghasilkan marketing representatif yang berpengalaman dan
sekitar 12 tahun untuk seorang controller. Jika semua karyawan
memahami bahwa terdapat tahap demi tahap yang harus dijalani
dalam jenjang karier mereka, hal ini memudahkan untuk
mengurangi usaha-usaha seseorang untuk menggunakan kekuatan
politiknya atau melakukan jalan pintas untuk memperoleh kemajuan
yang lebih cepat. Promosi hanya dilakukan berdasarkan data
kemajuan yang ditunjukkan seseorang.
4. Pengukuran dan Imbulan terhadap Kinerja
Langkah selanjutnya dalam proses sosialisasi terdiri dari penilaian
yang cermat untuk mengukur hasil pelaksanaan danmemberikan
imbalan atas prestasi individu, Ini merupakan sistem yang meliputi
banyak hal, konsistensi dan difokuskan pada aspek-aspek bisnis
yang paling penting bagi keberhasilan kompetitif dan bagi nilai-nilai
perusahaan.
5. Memperkuat Cerita dan Dongeng
Langkah selanjutnya adalah memperkuat dongeng-dongeng
mengenai organisasi. Dalam hal ini cerita-cerita yang dapat
mengukuhkan organisasi/perusahaan dipelihara agar tetap hidup.
Dongeng-dongeng tersebut membantu menerangkan mengapa
organisasi melakukan hal-hal dengan cara tertentu. Salah satu
bentuk dongeng yang paling umum adalah cerita-cerita yang
menyangkut perilaku dan moral-moral yang ingin ditekankan dan
diperkuat oleh perusahaan. Sebagai contoh, di perusahaan Procter
dan Gamble terdapat sebuah cerita mengenai seorang manajer
cabangyang terkenal keras selalu menekankan pada keistimewaan
dan kualitas produk. Moral yang ingin disampaikan melalui cerita ini
65
adalah tuntutan etis lebih penting daripada sekadar mencari
keuntungan.
6. Penghargaan dun Promosi
Langkah terakhir adalahpenghargaan dan promosi kepada seseorang
yang telah melakukan tugas dan pekerjaannya dengan baik dan
dapat dijadikan contoh bagi anggota-anggota baru dalam organisasi.
Dengan memperlakukan mereka sebagai seorang pemenang,
organisasi dapat mendorong anggota-anggota lain agar mengikuti
jejak mereka yang berhasil. Dalam perusahaan dengan budaya
organisasi yang kuat, mereka berperan sebagai contoh yang dianggap
sebagai program pelatihan yang berlangsung secara terus-menerus
dan paling memberikan pengaruh yang kuat dibandingkan dengan
program-program lainnya.
Sejalan dengan Pascale dalam melakukan langkah-langkah
sosialisasi, S.P Robbins berpendapat bahwa untuk menanamkan
sebuah budaya. ke dalam organisasi, memerlukan proses belajar. Oleh
karena itu, para anggota organisasi mengajarkan satu sama lain
mengenai nilai-nilai, keyakinan, pengharapan, dan perilaku yang
dipilih organisasi.
Untuk menanamkan budaya ke dalam suatu organisasi, R.
Kreitner dan A. Kinicki menggunakan mekanisme berikut:
1. Pemyataan filosofi formal, visi, misi, nilai, dan material organisasi
yang digunakan untuk rekrutmen, seleksi, dan sosialisasi. Filosofi,
visi, misi, nilai dan material organisasi ini perlu dibuat oleh pendiri
organisasi.
2. Desain ruangan fisik, lingkungan kerja dan bangunan.
Mempertimbangkan penggunaan alternatif baru desain tempat
kerja yang disebut hoteling. Yang dimaksud dengan ruang kerja
hoteling adalah kantor yang dilengkapi dengan perabot, peralatan
kantor dan didukung dengan layanan yang khusus. Para karyawan
bisa memillki mobile cubbies, lemari file atau locker untuk
menyimpan barang pribadi dan sistem telepon, komputer dan email
yangdibutuhkan. Namun, ruang kerja hotel disediakan berdasarkan
jam, hari, dan waktu dan bukannya dibangun secara permanen.
Pada ruang kerja hotel yang terbaik diperindah dengan foto pribadi
individu dan foto kenangan yang disimpan secara elektronik,
66
ditampilkan kembali dan ditempatkan pada desktop para karyawan
sebelum mereka tiba, kemudian dipindahkan kembali setelah
mereka pergi. Alternatif ruang kerja baru ini timbul karena
tebutuhan untuk menjadi fleksibel dan mampu menyesuaiftan diri
dengan kondisi pasar yang berubah.
3. Slogan, bahasa, akronim, dan perkataan. Sebagai contoh, Bank
One mempromosikan keinginannya untuk menyediakan
layananyang baik melalui slogan "Apa pun yang diperlukan". Para
karyawan didorong untuk melakukan apa pun yang diperlukan
untuk memenuhi harapan pelanggan. Demikian pula Bangkok
Bank di bawah pimpinan Khun Chin Sophanpanich, sejak tahun
1945 menanamkan budaya organisasi melalui slogan "Sifat
ketekunan, ketulusan, kesabaran, dan kewirausahaan". Slogan
tersebut diikuti para karyawan Bangkok Bank sebagai pedoman
beriperilaku.
4. Pembentukan peranan secara hati-hati, program pelatihan,
pengajaran dan pelatihan oleh para manajer dan supervisor.
5. Penghargaan eksplisit, simbol status (misalnya gelar), dan kriteria
promosi.
6. Cerita,legenda, dan mitos mengenai suatu peristiwa dan orang-
orang penting.
7. Aktivitas, proses atau hasil organisasi yang juga diperhatikan,
diukur dan dikendalikan pimpinan. Para karyaWan cenderung
memberi perhatian pada penyelesaian pekerjaan yang tepat waktu
ketika senior manajemen menggunakan penyelesaian pekerjaan
tepat waktu untuk mengukur kualitas pelayanan pelanggan.
8. Reaksi pimpinan terhadap insiden yang kritis dan krisis organisasi.
9. Struktur organisasi dan aliran kerja. Struklur hierarkis cenderung
menanamkan orientasi terhadap pengendaliandan otoritas
dibandingkan organisasi yang horizontal.
10. Sistem dan prosedur organisasi. Sebuah organisasi dapat
mempromosikan prestasi dan kompetisi melalui penggunaan kertas
penjualan.
11. Tujuan organisasi dan kriteria gabungan yang digunakan untuk
rekrutmen,seleksi, pengembangan, promosi, pemberhentian, dan
pengunduran diri karyawan.
67
5.6 Media Pewarisan Budaya Organisasi
Menurut S.P. Robbins, ada beberapa media yang dapat digunakan
dalam poses pembentukan dan pewarisan budaya organisasi, yaitu
cerita, ritual, simbol, dan material.
1. Cerita
Cerita merupakan suatu narasi peristiwa pimpinan organisasi, pendiri
organisasi, keputusan-keputusan penting yang mentberi dampak
terhadap jalannya organisasi di masa yang akan datang dan mengenai
manajemen puncak saat ini. Cerita semacam ini mengaitkan keadaan
sekarang dengan masa lampau dan memberi penjelasan serta
keabsahan bagi tindakan-tindakan yang sekarang dilaksanakan.
2. Ritual
Ritual merupakan kegiatan periodik yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang
paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yan g
dapat dikorbankan. Ritual selain digunakan sebagai suatu teknik
formalisasi, juga merupakan alat untuk meneruskan budaya
organisasi. Aktivitas seperti seremonial pengakuan dan pemberian
penghargaan, pesta kecil pada hari tertentu serta piknik/rekreasi
tahunan perusahaan adalah ritual yang mengungkapkan dan
memperkuat inti budaya organisasi tersebut.
3. Simbol Material
Simbol material dapat berupa desain serta pemanfaatan fisik ruangan
dan gedung, perabot kantor, kebiasaan eksekutif, cara berpakaian,
dan sebagainya. Simbol ini mengungkapkan kepada pam pegawai
siapa/orang mana saja yang penting, tingkat derajat kesamaan yang
diinginkan oleh manajemen puncak dan perilaku tertentu yang sesuai
seperti pengambilan risiko, konservatif, otoriter, partisipatif
individualistis, sosial dan sebagainya. Beberapa perusahaan
memberikan kepada manajemen puncak limosin bersopir, bila mereka
melakukan perjalanan udara menggunakan pesawat jet perusahaan
tanpa pembatasan. Perusahaan lainnya mungkin tidak mendapatkan
mobil limosin atau pesawat jet pribadi,tetapi mereka mungkin masih
mendapatkan sebuah mobil dan perjalanan udaranya dibayar oleh
perusahaan. Hanya saja mobil itu adalah Cevrolet (tanpa sopir) dan
68
tempat duduk dalam pesawat adalah kelas ekonomi dari perusahaan
niaga.
4. Bahasa
Banyak organisasi dan unit dalam organisasi menggunakan bahasa
sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya
ata.u anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota
membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan dengan
berbuat seperti itu, mereka membantu melestarikannya. Banyak
organisasi mengembangkan istilah-istilah unik untuk
menggambarkan perlengkapan, kantor, orang-orang penting,
pemasok, pelanggan atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya.
Pegawai baru sering kali dibanjiri dengan akronim serta jargon yang
setelah 6 bulan bekerja menjadi bagian dari bahasa mereka. Akan
tetapi, setelah mereka berasimilasi, istilah-istilah tersebut bertindak
sebagai denominator umum yang menggabungkan para anggota dari
sebuah budaya atau subbudaya tertentu.
5.7 Latihan Studi Kasus
Dewan Kesenian Inggris: Bekerja menuju budaya yang mendukung
kemitraan bekerja
73
begitu ia menanamkan, orang melakukannya, Anda tahu, itu menjadi
tidak sadar. (Stephanie Fuller, Manajer Perencanaan Senior).
Perubahan refleksi agen terhadap perubahan budaya
Mereka yang terlibat langsung dalam penerapan budaya perubahan
menyoroti sejumlah poin pembelajaran utama tentang apa yang telah
bekerja secara efektif serta tantangan yang dihadapi.
Komunikasi selama perubahan
Ada penekanan besar pada komunikasi dengan staf hampir secara real
time tentang bagaimana rencana dikembangkan dan keputusan dibuat.
Tenaga kerjanya cukup muda dan mereka memiliki harapan untuk
mendapatkan informasi lebih banyak dalam waktu nyata daripada yang
mungkin terjadi sebelumnya.
Dukungan untuk perubahan memerlukan koneksi emosional dengan
pesan.
Menyesuaikan pesan perubahan dengan karakteristik tenaga kerja adalah
bagian penting dari proses perubahan yang membantu mendapatkan
dukungan. Orang-orang yang bekerja di Dewan Seni sangat bersemangat
tentang seni, sehingga mengubah pesan berdasarkan efisiensi biaya saja
sulit untuk didukung. Pesannya harus jauh lebih canggih, di mana
perubahan pada struktur dan budaya organisasi lebih jelas terkait
dengan visi untuk seni yang telah digariskan dalam 'Seni Hebat untuk
Semua Orang'. Saya pikir hal terbesar yang membantu kami adalah
hasrat dalam organisasi. Ada banyak sekali gairah. Itu adalah organisasi
yang sangat emosional dan organisasi yang sangat bersemangat, dan saya
pikir jika Anda dapat memanfaatkannya dengan cara yang tepat yang
menggerakkannya dengan sangat cepat. (Louise Searle, Asisten Direktur
SDM).
Mempengaruhi budaya organisasi melalui mitra eksternal.
Selain intervensi struktural, pendidikan dan terkait SDM yang digunakan
untuk membentuk perilaku kolaboratif dan kemitraan yang diinginkan
dalam budaya organisasi yang baru, strategi eksternal di luar organisasi
juga penting. Perjanjian kontrak baru dengan proyek-proyek seni yang
secara teratur didanai oleh Dewan Seni berisi komitmen yang jelas untuk
berbagai cara kerja. Bukan hanya Arts Council England yang mengubah
budaya mereka dan perilaku; ini berdampak langsung pada lembaga
mitra eksternal dan oleh karena itu mereka mengubah perilaku dan pola
74
kerja mereka untuk mendukung pengaturan kolaboratif baru ini.
Pembaruan reguler dan saluran komunikasi yang jelas antara Arts
Council England dan mitra eksternal menunjukkan bahwa mereka
menjalankan pembicaraan dan memiliki efek positif ketika Arts Council
England harus mengkomunikasikan pesan dari review pengeluaran
Oktober 2010. Umpan balik dari mitra eksternal positif.
Mengatasi hambatan utama untuk mengubah organisasi menjadi lebih
tinggi.
Persepsi adalah bahwa manajemen senior hanya berfokus pada
kepentingan mereka di daerah/departemen mereka daripada pada
organisasi yang lebih luas dan suka mempertahankan 'jarak' dari 'kontrol
pusat'. Beberapa manajer senior ini meninggalkan organisasi sejak awal
dalam program perubahan, sementara yang lain mendaftar sebagai juara
perubahan. Dengan ini dilakukan dengan cukup cepat setelah pengakuan
awal bahwa perubahan diperlukan, hambatan signifikan terhadap
langkah transformasi budaya diatasi sejak dini. Menciptakan partai dan
proyek kerja yang melihat struktur dan budaya baru yang melibatkan
orang-orang yang antusias untuk perubahan dari bawah organisasi
berarti bahwa perubahan dipengaruhi dari bawah ke atas dan dari atas
ke bawah. Ini menjadi faktor penting dalam mengatasi beberapa resistensi
terhadap perubahan di tingkat manajemen senior.
Melibatkan staf sebagai agen perubahan
Representasi staf pada kelompok perubahan budaya dipandang sebagai
faktor lebih lanjut yang mempengaruhi laju perubahan. Setiap daerah
dan departemen diminta untuk mencalonkan seorang wakil, yang
mencakup peran berbasis seni dan non-seni. Tujuannya di sini adalah
untuk memasukkan bagian lintas organisasi. Mereka masing-masing
mengambil tanggung jawab untuk mengatur pengarahan tentang
perubahan budaya yang terjadi di organisasi, menjalankan lokakarya
nilai, lokakarya WOW dan menjelaskan bagaimana pengenalan praktik
kerja baru akan mendukung budaya yang diinginkan. Karena itu
komunikasi dimaksimalkan dan jauh lebih personal dan jarang diberikan
oleh manajer senior atau eksekutif. Ini berarti peran SDM adalah untuk
mendukung para juara perubahan ini, tetapi tidak terlihat memimpin
perubahan budaya secara langsung.
75
Dinamika kelompok perubahan budaya juga penting. Meluangkan waktu
yang cukup bersama untuk menjadi tim yang kohesif untuk mendorong
aspek program perubahan ini maju adalah penting. Individu datang
dengan persepsi berbeda tentang apa budaya itu dan apa yang mungkin
terlibat. Tim perlu untuk 6 Mengembangkan budaya organisasi bekerja
bersama untuk mencapai pemahaman bersama tentang kekuatan dan
kelemahan budaya saat ini - aspek apa yang harus dipertahankan dan
yang ingin diubah. Ini penting jika bahasa dan pesan yang dibawa oleh
individu-individu ini sebagai juara perubahan harus konsisten.
Menanamkan nilai-nilai yang tepat
Menggunakan lokakarya nilai-nilai organisasi untuk menghasilkan debat,
memeriksa dengan cara yang lebih forensik tentang apa arti nilai-nilai
tertentu, dianggap sebagai intervensi pendidikan yang penting -
khususnya, yang berfokus pada bagaimana nilai-nilai ini diberlakukan
dalam konteks pekerjaan yang oleh Seni Dewan melakukannya. Ini
memiliki daya tarik luas bagi staf untuk terlibat dalam proses dan
bahkan orang yang lebih sinis pun tertarik Mengambil bagian. Ada dua
aspek khusus dari proses ini yang diidentifikasi sebagai mempengaruhi
penerimaan terhadap proses. Yang pertama adalah mengidentifikasi
budaya organisasi yang lebih selaras dengan strategi dan struktur yang
mempertahankan dan membangun kekuatan utama budaya saat ini
daripada memulai dari awal; ini membuatnya lebih mudah untuk
diterima dari staf karena mereka menemukan prosesnya kurang
mengancam atau asing. Ada juga upaya yang jelas untuk mencapai
keselarasan yang erat antara kompetensi organisasi baru dan nilai-nilai
yang diidentifikasi.
Refleksi staf terhadap perubahan budaya
Karyawan telah menyoroti tiga area yang memengaruhi persepsi mereka
tentang perubahan budaya: keterlibatan staf dalam proses perubahan,
persepsi keadilan dan pandangan mereka tentang nilai-nilai dan
kompetensi baru.
Keterlibatan dalam proses perubahan
Banyak staf merasa bahwa proses perubahan budaya telah terjadi di
seluruh organisasi. Untuk beberapa staf yang telah melakukan pra-
tanggal peluncuran organisasi baru pada 1 April, ada beberapa perasaan
bahwa sementara staf telah terlibat dalam merumuskan nilai-nilai,
76
mereka tidak memiliki masukan untuk menyusun kompetensi yang
benar-benar dianggap sebagai mendorong perubahan budaya (ini telah
diproduksi dengan masukan dari kelompok fokus staf pada musim semi
2008).
Dirasakan juga bahwa restrukturisasi organisasi terutama berfokus pada
pekerja inti yang berbasis di daerah. Alasan untuk ini adalah dua kali
lipat: terutama karena ini adalah di mana kemitraan 'berada, tetapi juga
karena sejumlah fungsi kantor pusat telah melalui restrukturisasi sekitar
dua tahun sebelumnya. Sampai taraf tertentu ini berarti beberapa bagian
dari organisasi belum sepenuhnya terlibat dalam proses perubahan
budaya.
Melanjutkan perjalanan
Juara budaya bersama dengan HR bekerja pada fase berikutnya dari
perjalanan budaya. Ada kebutuhan untuk merayakan banyak
keberhasilan baik secara internal maupun eksternal di seluruh organisasi
dan kebutuhan untuk fokus pada prioritas untuk fase berikutnya dari
perjalanan budaya untuk memastikan itu dapat memberikan 'Organisasi
yang Percaya Diri'.
Pertanyaan
Jelaskan bagaimana penerapan pewarisan budaya organisasi pada Arts
Council?
77