Anda di halaman 1dari 26

The Concept of Organizational Culture Session 1

Budaya

Budaya adalah fenomena dinamisbyang mengelilingi kita setiap saat,


ditetapkan dan diciptakan oleh interaksi kita dengan orang lain dan dibentuk
oleh perilaku pemimpin serta struktur, rutinitas, aturan, dan norma-norma
yang menuntun dan membatasi perilaku.
Menurut Schein (1992:12), Budaya Organisasi adalah pola dasar yang
diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,
membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan
kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar
dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

Budaya dan Kempemimpinan

Budaya dan kepemimpinan saling berkaitan. Budaya menentukan suatu


orgainisasi menentukan kepemimpinannya. Pemimpin membuat,
menetapkan, dan mengelola budaya yang nantinya akan diturunkan kepada
anggotanya.

Elemen-elemen penting dalam Budaya, yaitu:


1. Stabilitas struktural Budaya menunjukkan beberapa tingkat stabilitas
struktural dalam kelompok. Ketika kita mengatakan sesuatu budaya
berarti kita mendefinisikan suatu kelompok. Setelah kita mencapai suatu
rasa identitas, kelompok itu adalah kekuatan besar memantapkan
identitas itu. Budaya bertahan bahkan ketika beberapa anggota organisasi
keluar.
2. Depth (kedalaman) Budaya adalah bagian terdalam dari sebuah
organisasi. Namun sering tidak disadari oleh suatu kelompok karena
kurang nyata dan kurang terlihat. Dari sudut pandang ini, sebagian besar
konsep ditinjau diatas dapat dianggap sebagai manifestasi budaya, tetapi
mereka tidak esensi dari apa yang kita maksud dengan budaya
3. Breadth (keluasan) Budaya yang meluas mempengaruhi semua aspek
tentang bagaimana menangani organisasi dengan tugas utama : berbagi
lingkungan dan operasi internal. Tidak semua kelompok memiliki budaya
dalam pengertian ini, tapi konsep berkonotasi bahwa kita mengacu pada
budaya kita.
4. Patterning or Integration Bagaimana menyiratkan bahwa rutual,
iklim, nilai, dan perilaku yang mengikat bersama menjadi satu kesatuan
yang koheren.
Budaya adalah suatu pengiriman nilai kepada karyawan. Adapun bagian yang
paling kuat dalam suatu pencerminan budaya adalah (1) cerita, (2) ritual, (3)
material simbol, dan (4) bahasa.
Pemimpin harus dapat mengatur penyataan umum dari penerimaan perilaku
karyawan yang sesuai dengan budaya yang ada pada perusahaan.
Bagaimana karyawan yang baru dapat bersosialisasi dan bertahan serta
sesuai dengan nilai yang ada dalam suatu perusahaan akan membentuk
karyawan memiliki budaya organisasi yang kuat.

Budaya terbentuk dalam dua cara, yaitu:


The individual founder
The founders belief and value dont let to success

The Level of Culture Session 2

Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsiasumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut
menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota
baru dalam organisasi. Lebih jauh lagi Schein menggambarkan adanya tiga
tingkatan atau lapisan budaya organisasi, yaitu:
1. Artifak (Artifacts)
Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan. Termasuk
dalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan
dirasakan Ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya
yang masin asing baginya. Termasuk dalam artifak juga adalah produk
yang tampak (visible products) dari organisasi seperti rancangan
lingkungan fisik, bahasa, teknologi, produk, kreasi artistik, gaya dalam
berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan cerita tentang organisasi,
nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual, perayaan-perayaan.
2. Nilai-nilai yang diyakini (Espoused Values)
Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang umumnya dicanangkan
oleh tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang menjadi
pegangan dalam menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang
kritis. Nilai-nilai itu menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan
didukung oleh perangkat keyakinan, norma serta aturan-aturan
operasional mengenai perilaku dalam organisasi. Hal-hal tersebut
membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta
dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang
memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan
melatih anggota baru.
3. Asumsi-asumsi dasar (Basic Assumptions)
Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada sebelumnya (taken for
granted) dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam
memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang teguh,
maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku berdasarkan pada
kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi-asumsi dasar cenderung
untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung sangat
sulit diubah.

How Culture Emerges in New Group Session 3


Leader and Culture

Pemimpin adalah yang mempunyai kewenangan utama membentuk budaya.


Setelah budaya terbentuk, akan mempengaruhi dan membentuk
kepemimpinan.
Budaya terbentuk dari pengalaman kelompok, kepemimpinan, dan
pembelajaran.

Kapan budaya perlu berubah?


Ketika organisasi mempunyai nilai yang kuat tetapi tidak cocok dengan
perubahan lingkungan
Ketika organisasi menghadapi lingkungan bisnis yang kompetitif, dinamis, dan
cepat berubah
Kondisi organisasi memburuk
Kondisi bisnis organisasi membesar
Tahap evolusi group:
(Schein, 2004)
1. Group Formation: tahap dimana group baru dibentuk. Ketergantungan
terhadap leader (belum tahu apa yang harus dilakukan) dengan fokus
pada isu-isu emosional dari (a) inklusi, (b) kekuatan dan pengaruhnya, (c)
penerimaan dan keakraban, dan (d) identitas dan peran
2. Group Building
3. Group Work
4. Group Maturity
(Tuckman, 1965)
1. Forming: pembentukan kelompok kerja, para anggota mulai mempelajari
tugas yang diberikan dan berkenalan dengan anggota lainnya. Tahap
Forming ini dikarakteristikkan oleh banyaknya ketidakpastian, para
anggota kelompok masih tidak terlalu jelas mengenai Tujuan dan
Objective kelompok, merasa kebingungan, masih menyembunyikan
perasaan masing-masing, keterlibatannya masih kurang.
2. Storming: Tahap timbulnya konflik. Para anggota mulai bekerja tetapi
mereka cenderung akan mempertahankan pendapat mereka sendiri,
menolak batasan-batasan yang ditetapkan oleh Kelompok terhadap
Individu mereka
3. Norming: Tahap terbentuk hubungan yang dekat antar anggota kelompok
dan menetapkan aturan-aturan serta menemukan cara komunikasi yang
tepat supaya dapat membantu mereka mencapai tujuan yang diinginkan.
Mulai terbentuk struktur, peran, dan rasa kebersamaan. Karakteristik
tahap ini adalah persetujuan dalam peranan, pencarian mufakat, dan
peningkatan suportivitas.
4. Performing: Tahap berkinerja dimana semua anggota kelompok telah
dapat bekerja dan berfungsi secara penuh. Pada tahap ini, semua anggota
saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang mereka anut
bersama, serta memiliki kepercayaan diri, kreatif, inisiatif dan semangat
yang tinggi serta sukses.

5. Adjourning: Tahap ini dikhususkan untuk kelompok-kelompok kerja yang


bersifat sementara. Setelah suatu proyek selesai ataupun suatu
permasalahan berhasil dituntaskan, kelompok kerja tersebut akan
dibubarkan.

Assumption about External Adaption Issues Session 4


Budaya organisasi dibentuk untuk menghadapi lingkungan eksternal

Pemimpin harus mempunyai asumsi yang dibuat saat membentuk organisasi


berdasarkan lingkungan eksternal dan internal. Budaya organisasi berfungsi
sebagai sarana untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan luar organisasi.

Tahap adaptasi eksternal dan survival


1. Mission and Strategy memperoleh pemahaman bersama tentang misi
utama, tugas utama, dan fungsinya.
2. Goals mengembangkan tujuan yang telah disepakati.
3. Means mengembangkan cara yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan, seperti struktur organisasi, pembagian kerja, sistem penghargaan,
dan sistem otoritas.
4. Measurement membuat kriteria yang akan digunakan dalam mengukur
apakah tujuan tercapai atau tidak. Memperoleh informasi, mendapatkan
informasi, dan mencernanya sehingga tindakan koreksi yang tepat dapat
diambil.
5. Correction memperbaiki strategi jika tujuan tidak tercapai.
Asumsi bersama tentang misi dan strategi:

Setiap kelompok atau organisasi baru harus mengembangkan konsep


bersama dalam masalah kelangsungan hidup mereka.
Melibatkan pemeliharaan hubungan baik dengan stakeholder perusahaan,
antara lain: investor dan stockholder, suplier material yang diproduksi,
manajer dan pegawai, komunitas masyarakat dan pemerintah dan yang
terakhir adalah konsumen yang bersedia membayar produk atau jasa.

Asumsi bersama tentang tujuan yang berasal dari misi:

Kesepekatan pada misi bersama tidak menjamin anggota kelompok memiliki


tujuan bersama. Dalam mencapai kesepakatan bersama, kelompok
membutuhkan berbagi asumsi tentang dasar logistik operasional yang dapat
menggerakkan sesuatu yang abstrak seperti misi menjadi tujuan konkrit
dalam mendesain, manufaktur dan menjual produk atau jasa dalam biaya
yang disepakati dan batas waktu.
Dalam proses, perumusan tujuan juga sering mengungkap isu yang tidak
terpecahkan atau kurangnya kesepakatan tentang isu-isu yang lebih dalam.

Asumsi bersama tentang sarana untuk mencapai tujuan:

Asumsi dasar bersama tentang bagaimana menyelesaikan segala sesuatu,


bagaimana mencapai misi dan bagaimana sampai pada tujuan dengan
kesepakatan yang jelas.
Pemimpin organisasi biasanya menanamkan struktur, sistem dan proses yang
jika sukses, menjadi bagian dari budaya.

Asumsi bersama tentang mengukur hasil:

Kelompok perlu melakukan kesepkatan tentang apa untuk mengukur,


bagaimana cara mengukur dan apa yang harus dilakukan ketika butuh
perbaikan.

Menentukan metode apa yang digunakan untuk mengukur aktivitas dan


pencapaiannya.

Asumsi bersama tentang strategi remedial dan perbaikan:

Kesepakatan akhir untuk adaptasi eksternal mengenai apa yang harus


dilakukan jika perubahan dibutuhkan dan bagaimana untuk membuat itu
berubah.
Kegiatan perbaikan yang efektif membutuhkan konsensus untuk
mengumpulkan informasi eksternal, bagaimana mendapat informasi pada
bagian yang tepat dimana organisasi dapat melakukannya dan bagaimana
mengubah proses produksi internal untuk mau menerima informasi baru
tersebut.

Assumption about Managing Internal Integration Session 5


Internal integration issues:

Creating a common language and conceptual categories


Membangun sistem komunikasi untuk menafsirkan apa yang sedang terjadi.
Jika anggota organisasi tidak dapat berkomunikasi dan memahami satu sama
lainnya maka sebuah kelompok tidak dapat didefinisikan/berfungsi.

Defining group bounderies and identify


Sebuah kelompok mendefinisikan kelompoknya, siapa yang bisa berada
didalam kelompok dan siapa yang bukan, berdasarkan kriteria yang sudah
disepakati bersama. Membentuk identitas kelompok dan anggota kelompok
dapat definisikan dirinya sendiri dan batasannya.

Distributing power and status


Setiap kelompok harus bekerja berdasarkan hierarki, kriteria dan aturannya
agar dapat mengalokasikan dan mempengaruhi anggotanya. Bagaimana
anggota mendapatkan, mempertahankan, dan kehilangan kekuasaan
tersebut.
Keyakinan dan asumsi tentang kejelasan status/posisi/peran yang jelas akan
mendorong terbentuknya budaya positif yang akan menstabilkan organisasi.
Budaya positif: budaya yang kondusif dan bisa mendukung anggota
organisasi lebih efisien, harmonnis, dan termotivasi untuk mewujudkan tujuan
bersama.

Developing norms of intimacy, friendship, and love


Mengembangkan aturan dalam organisasi mengenai keakraban mencakup
keintiman, persahabatan, dan percintaan diantara anggota organisasi untuk
menghindari sexual harrasment atau permasalahan pribadi yang dapat
mempengaruhi produktivitas.

Allocating reward and punishment


Asumsi bersama mengenai permasalahan pemberian penghargaan (reward)
atau hukuman (punishment). Perubahan dalam sistem reward and

punishment merupakan salah satu cara tercepat dan termudah untuk


memulai perubahan perilaku, dan dengan demikian, akan mulai mengubah
beberapa unsur budaya.

Managing the unmanagable and explaining the unexplainable


Mengembangkan penjelasan yang membantu anggota menangani kejadian
tak terduga dan peristiwa yang tidak bisa dijelaskan yang secara fungsional
setara dengan agama dan mitos. Cerita berkembang disekitar semua
permasalahan ini yang memberikan makna dan merupakan sumber dari
penegasan identitas organisasi.

Deeper Cultural Assumptions Session 6


Deeper Dimensions Around Which Shared Basic Underlying Assumptions Form:

The Nature of Reality and Truth


Asumsi mengenai apa yang nyata dan bagaimana menentukan atau
menemukan apa yang benar. Tiap asumsi memberitahu anggota dari
organisasi untuk mengetahui informasi relevan, bagaimana
menginterpretasikan informasi, dan bagaimana menentukan saat mereka
cukup untuk memutuskan apakah beraksi atau tidak, dan tindakan apa yang
diambil. Ketika organisasi berkembang, dasar pemikiran mereka juga akan
berkembang untuk mengatasi adaptasi masalah.
Konteks budaya yang lebih luas dan tingkat yang berbeda:
Level of Reality
a. External physical reality: mengacu pada pemikiran bahwa dapat
menentukan secara empiris dengan obyektif atau scientific test
b. Social reality: dimana konsesus dalam sebuah organisai mendapatkan
persetujuan bersama. (musyawarah)
c. Indivdual reality
High Context and Low Context
-

High Context: komunikasi tidak langsung dan terus terang, jarak antara
atasan dan bawahan. Budaya karyawan menghargai atasan.
Low Context: komunikasi langsung dan terus terang, terbuka dan
professional. Budaya karyawan dan pemimpin bekerja bersama.

Moralism-Pragmatism

Moralism: mencari validasi pada sebuah filosofi umum, sistem moral,


atau tradisi. Menganggap nilai kesusilaan sebagai nilai yang paling
luhur, sehingga kewajiban manusia untuk menyelenggarakan nilai
tersebut.

Pragmatism: mencari validasi dalam pengalaman mereka sendiri.

Information
Sebuah data yang diorganisir dengan cara tertentu sehingga bermakna
dan mempunyai arti bagi penerima.

The Nature of Time


Persepsi dan pengalaman mengenai waktu adalah salah satu aspek yang
penting dalam bagaimana suatu organisasi berfungsi. Perbedaan waktu

dalam pengalaman biasaanya akan muncul masalah komunikasi dan


hubungan yang berat.
1. Basic Time Orientation
Tiap budaya (dengan waktu yang berbeda) memiliki sifat dari waktu dan
memiliki orientasi dasar pada masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Dalam tingkat organisasi, kita dapat membedakan perusahaan yang
berorientasi terutama pada:
- Masa lalu, sebagian besar berpikir mengenai pekerjaan yang telah
dikerjakan sebelumnya;
- Saat ini, mengkhawatirkan sebagian besar pada bagaimana
menyelesaikan pekerjaan dengan cepat;
- Dalam waktu dekat, mengkhawatirkan sebagian besar pada hasil
triwulanan;
- Masa depan yang jauh, investasi besar-besaran pada penelitian dan
perkembangan atau dalam membentuk pangsa pasar dengan
mengorbankan profit langsung.
2. Monochronic and Polychronic Time
Monochronic: melihat dalam satu waktu hanya dapat dilakukan satu
pekerjaan, jika lebih dari satu pekerjaan yang harus dikerjakan. Contoh,
dalam satu jam maka dalam satu jam tersebut dibagi menjadi banyak
unit seperti yang dibutuhkan dan melakukan satu pekerjaan dalam
satu waktu.
Polychronic: lebih pada apa yang dicapai dibandingkan dalam satu
waktu dan dalam beberapa hal yang dapat dilakukan secara simultan.
Cenderung berfikir waktu sebagai siklus dimana waktu itu akan datang
kembali.

The Nature of Space


Asumsi mengenai arti dan penggunaan ruang merupakan salah satu aspek
bijak/cerdik dari budaya organisasi karena asumsi mengenai ruang, seperti
juga waktu beroperasi diluar kesadaran dan diambil untuk diberikan. Contoh,
yaitu kata jangan masuk ke ruang saya. Merupakan salah satu symbol
status di organisasi berdasar lokasi dan ukuran dari kantor. Hall (1966)
berpendapat bahwa dalam beberapa budaya, jika seseorang berjalan pada
arah tertentu, ruang didepannya dirasakan menjadi miliknya sehingga jika
seseorang melintasi individu lain, maka orang tersebut melanggar ruang
orang lain.

The Nature Of Human Nature


Pada tingkat organisasi, asumsi dasar sifat manusia ditunjukkan secara jelas
dengan cara bagaimana pegawai dan manajer dipandang.

The Nature Of Human Activity


a. The Doing Orientation: asumsi bahwa sifat dapat dikendalikan dan
dimanipulasi. Manusia adalah mengambil alih dan secara aktif
mengendalikan lingkungan dan takdir mereka.
b. The Being Orientation: asumsi bahwa alam begitu kuat dan manusia
harus tunduk pada alam.
c. The Being-in-Becoming Orientation: ide bahwa individu harus mencapai
harmoni dengan alam dengan cara mengembangkan kapasitas yang

dimiliki secara penuh dan kemudian mencapai kesatuan yang


sempurna dengan alam.

The Nature Of Human Relationship


Asumsi tentang cara yang tepat bagi individu untuk berhubungan dengan
sesama untuk membuat kelompok yang aman, nyaman dan produktif.

Culture Typologies and Dechipering Culture Sesssion 7


Typology

Pengertian Tipologi merupakan suatu pengelompokan bahasa berdasarkan


ciri khas tata kata dan tata kalimatnya (Mallinson dan Blake,1981:1-3)

Typologies That Focus on Assumptions about Participation and Involvement


-

Coercive Organizations: organisasi di mana para anggota organisasi harus


mematuhi apapun peraturan yang diberlakukan
Utilitarian Organization: organisasi di mana para anggota diperlakukan
secara adil dalam pekerjaan dan hasil sesuai dengan standart atau
ketentuan yang yang disepakati bersama oleh anggota organisasi
Normative Organization: organisasi di mana para anggota organisasinya
memberikan kontribusi tinggi pada komitmen karena menganggap
organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri

Typologies of Corporate Character and Culture


Typologies mencoba menangkap essensi budaya dalam organisasi yang pertama
diungkapkan oleh Harrison (1979) dengan empat tipe dasar atas fokus utama
mereka, yaitu:
1. Power oriented: organisasi didominasi oleh pendiri yang
charismatic/autocratic
2. Achievement oriented: organisasi yang didominasi oleh hasil kerja
3. Role oriented: birokrasi masyarakat
4. Support oriented: organisasi nonprofit atau organisasi keagamaan
Wilkins, 1989
1. Shared vision
2. Motivational faith
3. Distinctive skills
Goffee dan Jones (1998) melihat karakter setara terhadap budaya dan
menciptakan sebuah dasar typologi kedalam dua kunci dimensi, yaitu solidaritas
dan sosialbilitas dengan identifikasi empat tipe atas budaya:
1. Fragmented: Low on both dimensions (antar sesama teman)
2. Mercenary: High on solidarity, low on sociability (semua berjalan sendirisendiri)
3. Communal: High on sociability, low on solidarity (tetap bekerja di hari
minggu)
4. Networker: High on both (kami adalah keluarga)
Intra-organizational Typologies
Ada perbedaan secara tradisional antara manajemn dan tenaga kerja atau
gaji dan jam.

Dilakukannya pengelompokkan di dalam organisasi agar jelas tugasnya.


Contoh: rantai komando dan kontrol.
The Assumptions of the Three Organizational Subcultures
The Operation Culture: berdasarkan interaksi manusia, tingginya tingkat
komunikasi, kepercayaan, dan kerjasama tim. Keberhasilan perusahaan
tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan komitmen anggotanya.
The Engineering Culture: proses kerja yang tidak melibatkan manusia
(menggunakan sebuah sistem). Operasi harus didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tersedia.
The Executive Culture: fokus pada financial atu orientasi pada lingkungan
ekonomi, bersifat hirarki, rasa kebenaran dan selalu ingin tahu.
Alternative Data-Gathering Methods
Categories of Research on Organizations :
- Demographics: tingkat usia, kependudukan
- Ethnography: analisis budaya, gaya hidup seorang individu
- Experimentation:
- Projective tests: questionnaires, ratings, objective tests, scales
- Action research
- Clinical research

Ethical Problems in Studying Organizational Cultures

Risks of an Analysis for Research Purposes


Rahasia perusahaan menjadi informasi publik dan apabila tidak di publish
tanpa iszin dari individu/organisasi yang bersangkutan akan menimbulkan
persepsi negative bagi orang lain terhadap individu/organisasi tersebut.

Risks of an Analysis for Research Purposes


Perusahaan mendapatkan dua masalah dari resiko internal analisis, yaitu:
analisis budaya tidak sesuai dengan informasi yang ada dan organisasi belum
siap menerima budaya yang mereka adopsi.

Professional Obligations of the Culture Analyst


Melakukan kewajiban professional sebelum analisis, dimana dalam
menganalisis harus memahami konsekuensi potensial yang mungkin dialami
ketika menjalani investigasi.

How Leaders Begin Culture Creation and Embed and Transmit


Culture Session 8
How Leaders Begin Culture Creation
Budaya Awal dan Dampak Pendiri sebagai Pemimpin pada dasarnya muncul dari
tiga sumber:
1) Keyakinan , nilai-nilai , dan asumsi pendiri organisasi;
2) Pengalaman belajar dari anggota kelompok seiring organisasi mereka
berkembang;
3) Keyakinan baru , nilai-nilai , dan asumsi yang dibawa oleh anggota baru
dan pemimpin

The Process of Culture Formation


satu atau lebih individu, disebut founder, mempunyai ide untuk
membangun sebuah perusahaan baru.
Pendiri mengajak satu atau lebih individu untuk menciptakan kelompok
inti yang mempunyai tujuan dan visi bersama. Mereka percaya bahwa ide
yang pendiri gagas itu sesuatu yang baik, dapat diterapkan, layak untuk
menjalankan beberapa resiko, layak untuk menginvestasikan waktu, uang,
dan tenaga.
Kelompok kecil mulai bertidak dalam menciptakan sebuah organisasi
dengan cara meningkatkan dana, memperoleh paten, menemukan tempat
untuk bekerja, dan sebagainya.
Pendiri inti perlahan lahan merekrut karyawan lain. Organisasi telah
dibangun dan mengukir sejarah baru. Jika organisasi itu dapat stabil, dapat
saling bekerjasama dengan baik, saling membagi pengalaman, secara
bertahap organisasi itu akan berkembang membangun asumsi tentang
dirinya, lingkungan, mengembangkan cara bagaimana untuk bertahan dan
tumbuh.
How Leaders Embed and Transmit Culture
Mekanisme-mekanisme yang dimiliki pemimpin untuk menanamkan
kepercayaan, nilai, dan asumsinya. Terdapat 2 mekanisme yang dapat
digunakan:
1. Primary Mechanism
What leaders pay attention to, measure, and control on a regular basis
Karyawan akan memperhatikan bagaimana dan apa yang pemimpin
perhatikan, lakukan, dan kendalikan sesuatu dalam organisasi. Apa yang
pemimpin tekankan dan ukur seiring berjalannya waktu dapat
memberikan dampak terhadap budaya organisasi. Konsistensi dari
perilaku ini penting untuk menjadikan dasar bagaimana berperilaku yang
baik di organisasi. Apabila pemimpin tidak konsisten, maka karyawan akan
meragukan keputusan-keputusan yang dibuat pemimpin. Perilaku
pemimpin yang baik dapat memberikan motivasi kepada karyawan
sehingga mau mengikuti perilaku tersebut. Nilai-nilai yang dikeluarkan
oleh pemimpin memiliki dampak siginifikan terhadap nilai-nilai yang
diterapkan di organisasi. Pemimpin dapat menggunakan sinyal positif dan
negative untuk menyampaikan pesan.
How leaders react to critical incidents and organizational crises
Ketika organisasi menghadapi masalah, pemimpin dan para karyawan
akan menunjukkan perilaku-perilakunya yang dapat membuat norma,
nilai, dan prosedur pekerjaan baru. Pemimpin dan karyawan akan
melibatkan emosinya dan secara bersama-sama berusaha meredam
emosi tersebut. Dikarenakan intensitas emosi yang dilibatkan cukup berat,
maka selama masa krisis tersebut dapat meningkatkan proses
pembelajaran di organisasi. Bagaimana mereka meredam emosi dan
menghadapi masalah dapat menjadi pembelajaran yang dapat diterapkan
saat situasi tersebut kembali. Dalam situasi krisis, pengertian dari levellevel budaya, seperti artifact, espoused value, dan basic underlying
assumption menjadi lebih jelas. Pemimpin diharapkan dapat
mempengaruhi dan mendukung organisasi secara positif.

How leaders allocate resources


Bagaimana pemimpin mengalokasikan budget untuk sumber daya
menunjukkan asumsi dan kepercayaan pemimpin. Alokasi yang seimbang
akan menciptakan efiensi operasional, meningkatkan nilai-nilai
perusahaan, dan menciptakan kepuasan pelanggan.
Deliberate role modeling, teaching, and coaching
Perilaku pemimpin mengkomunikasikan aumsi dan nilai-nilai kepada
karyawan terutama pendatang baru. Karyawan tidak hanya
mendengarkan, tetapi juga melihat apa yang pemimpin lakukan. Apabila
perilaku dinilai baik, maka akan diikuti. Standar etika organisasi datang
dari pemimpin yang ditanamkan melalui pengajaran dan pelatihan.
How leaders allocate rewards and status
Penghargaan dapat diberikan sebagai konsekuensi dari perilaku baik dan
hukuman diberikan sebagai konsekuensi dari perilaku buruk. Penghargaan
atau hukuman yang diterima karyawan menggambarkan apa saja yang
boleh dan tidak boleh dilakukan di perusahaan. Karyawan belajar dari
pengalamannya sendiri tentang promosi, penghargaan kinerja, diskusi
dengan atasan tentang apa saja nilai-nilai perusahaan, dan hukumanhukuman di perusahaan.
How leaders recruit, select, promote, and excommunicate
Salah satu cara dimana pemimpin dapat menanamkan budaya organisasi
adalah melalui proses menyeleksi, mempertahankan, dan
mempromosikan orang-orang dalam organisasi. Pemimpin biasanya lebih
memilih kandidat yang mencerminkan style, asumsi, nilai, dan
kepercayaan karyawan-karyawannya. Hal ini diharapkan dapat
memudahkan proses adaptasi mereka sehingga dapat bekerja dengan
baik.
2. Secondary Mechanisms
Organizational Design and Structure
Pendiri memiliki teori yang kuat tentang bagaimana mengatur organisasi
untuk efektivitas yang maksimum. Beberapa pendiri membangun hirarki
ketat dan kontrol yang sangat sentralistik karena hanya mereka yang
akhirnya dapat menentukan apa yang benar atau membangun sebuah
organisasi yang sangat terdesentralisasi yang mendorong otoritas turun
serendah mungkin dimana menganggap bahwa kekuatan organisasi
mereka terletak pada karyawannya dan beberapa pemimpin percaya
meminimalkan saling ketergantungan untuk membebaskan setiap unit
organisasi. Struktur dan desain organisasi dapat digunakan untuk
memperkuat asumsi pemimpin tapi jarang memberikan landasan awal
yang akurat untuk menanamkannya, karena struktur biasanya dapat
diinterpretasikan oleh karyawan dalam sejumlah cara yang berbeda.
Organizational Systems and Procedures
Sistem dan prosedur membuat hidup organisasi dapat diprediksi dan
dengan demikian mengurangi ambiguitas dan kecemasan. Pendiri dan
pemimpin memiliki kesempatan untuk memperkuat asumsi mereka
dengan membangun sistem dan rutinitas disekitar mereka. Dengan
demikian memperkuat pesan bahwa pemimpin benar-benar peduli tentang
hal-hal tertentu.

Rites and Rituals of The Organization


Upacara dan ritual merupakan cara simbolik untuk meresmikan asumsi
tertentu dan, karena itu, adalah artefak penting untuk diamati. Upacara
dan ritual dapat dianggap sebagai penguat penting dari asumsi budaya.
Design of Physical Space, Facades, and Buildings
Desain fisik meliputi semua fitur terlihat dari organisasi yang dapat
diamati oleh klien, pelanggan, vendor, karyawan baru, dan pengunjung.
Pesan yang dapat disimpulkan dari lingkungan fisik, seperti dalam struktur
dan prosedur, berpotensi memperkuat pesan pemimpin, tetapi hanya jika
mereka berhasil mencapai hal ini (Steele, 2973, 1986; Gagliardi, 1990).
Stories About Important Events and People
Upaya untuk menguraikan budaya dari mengumpulkan cerita,
menghadapi permasalahan yang sama seperti mengartikan ritual, kecuali
jika kita mengetahui fakta lain tentang pemimpin, kita tidak bisa selalu
benar menyimpulkan apa inti cerita. Jika kita memahami budaya, maka
cerita dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan
membuatnya nyata, tapi sangat berbahaya untuk mencoba mencapai
pemahaman budaya hanya dari cerita saja.
Formal Statements of Philosophy, Creeds and Charters
Pernyataan resmi, merupakan upaya dari para pendiri atau pemimpin
untuk menyatakan secara eksplisit nilai atau asumsi mereka. Pernyataan
ini biasanya menyoroti hanya sebagian kecil dari asumsi yang ada dalam
kelompok dan, kemungkinan besar, akan menyoroti hanya aspek-aspek
filsafat pemimpin atau ideologi untuk artikulasi publik. Namun, pernyataan
resmi tidak dapat dilihat sebagai cara untuk mendefinisikan budaya
organisasi. Espouse valued sebagai tingkat menengah dari definisi
budaya tercermin dalam kategori ini.

The Changing Role of Leadership in Organizational Midlife


Session 9
Differentiation into Subgroups and the Growth of Subcultures
A. Functional/occupational differentiation
Pembagian pekerjaan berdasarkan kesamaan keahlian dan pengalaman.
Tekanan untuk menciptakan subkultur fungsional berasal dari teknologi dan
budaya kerja. Departemen produksi mempekerjakan orang yang terlatih di
bidang manufaktur, departemen keuangan mempekerjakan ekonomi dan
keuangan, departemen penjualan mempekerjakan orang di bidang penjualan,
penelitian dan pengembangan mempekerjakan spesialis teknis, dan
sebagainya. Contoh: marketing, finance, engineer, IT
B. Geographical decentralization
Pembagian pekerjaan berdasarkan lokasi organisasi beroperasi.
Kebutuhan untuk lebih dekat dengan basis pelanggan yang berbeda dan
penemuan bahwa pelanggan secara geografis sering membutuhkan barang
dan jasa yang benar-benar berbeda. Kebutuhan untuk mengambil
keuntungan dari biaya tenaga kerja lokal di beberapa daerah geografis.
Keuntungan biaya dari semakin dekat ke tempat bahan baku, sumber energi,
atau pemasok terletak. Persyaratan oleh pelanggan lokal bahwa jika produk

yang akan dijual di pasar lokal, mereka harus diproduksi di daerah pasar juga,
untuk melindungi tenaga kerja lokal dan untuk mendapatkan pengetahuan
teknologi manufaktur yang relevan.
C. Differentiation by product, market, or technology
Pembagian pekerjaan berdasarkan kebutuhan kelompok pelanggan yang
berbeda.
Sebagai organisasi dewasa, mereka biasanya membedakan dirinya dalam hal
teknologi dasar yang mereka gunakan dan jenis pelanggan yang akan mereka
hadapi. Pendiri dan pemimpin yang dipromosikan dalam perusahaan yang
harus mengenali dan memutuskan untuk membedakan produk, pasar, atau
teknologi, mengetahui bahwa hal ini akan menciptakan masalah baru dalam
integrasi budaya.
D. Divisionalization
Pembagian pekerjaan berdasarkan bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu.
Sebagai organisasi tumbuh dan berkembang di pasar yang berbeda, mereka
sering melakukan divisionalisasi dalam arti desentralisasi ke sebagian besar
fungsi ke dalam produk, pasar, atau unit geografis. Proses ini memiliki
keuntungan dari membawa semua fungsi lebih dekat bersama-sama di
sekitar teknologi tertentu, produk, atau pelanggan, memungkinkan untuk
lebih banyak integrasi yang melintasi batas-batas subkultur fungsional.
Kekuatan pendorong pembentukan subkultur kemudian mulai bermain lebih
lanjut pada tingkat divisi.
E. Differentiation by hierarchical level
Pembagian pekerjaan berdasarkan tingkat level pada jabatannya.
Karena jumlah orang di organisasi meningkat, menjadi semakin sulit untuk
mengkoordinasikan kegiatan mereka. Salah satu mekanisme yang paling
sederhana dan paling universal bahwa semua kelompok, organisasi, dan
masyarakat gunakan untuk mengatasi masalah ini adalah untuk menciptakan
lapisan tambahan dalam hirarki sehingga rentang kendali dari setiap manajer
yang diberikan tetap stabil.

Leaders Need to Know About How Culture Changes Session 10


Change Mechanism

The founding and early growth (mekanisme perubahan pada tahap berdiri
dan pertumbuhan)
Pada tahap ini organisasi belum begitu kompleks dan peran pendiri dan atau
keluarganya sangat dominant, sehingga budaya organisasi merupakan
cerminan nilai-nilai dan pandangan para pendiri dan para pekerja yang
datang belakangan hanya sekedar mengikuti, mempelajari dan mengikuti
saja seolah-olah tidak mempunyai peran dalam membangun budaya
organisasi.
1) Incremental change through general and specific evolution
General Evolution: seluruh budaya organisasi akan beradaptasi untuk
berubah terhadap lingkungan luar dan srtuktur internal. Semakin
berkembangnya diversifikasi, bertambah kompleks, diferensiasi dan
integrasi pada tingkat yang lebih tinggi, dan perpaduan kreatifitas ke
dalam bentuk yang baru dan lebih rumit.

Specific evolution: melibatkan adaptasi dari bagian spesifik organisasi ke


lingkungannya mereka sendiri dan akibatnya kemudian dari keberagaman
budaya ke budaya inti. Contoh: perusahaan yang berteknologi tinggi akan
membentuk kemampuan R&D yang bagus; perusahaan pembuatan
makanan akan mengembangkan kemampuan marketing yang bagus.
2) Insight
Jika berpikir kalau budaya sebagai mekanisme pertahanan untuk
menghindari kecemasan dan ketidakpastian maka budaya seharusnya
bisa membantu organisasi menyelidiki kekuatan dan kelemahan budaya
organisasinya dan juga membantu memperbaiki asumsi budayanya jika itu
dibutuhkan untuk bertahan hidup dan berfungsi efektif.
Anggota organisasi bisa secara bersama mencapai pencerahan (Insight)
jika mereka secara bersama-sama memeriksa budaya dan mendefinisikan
ulang untuk mengganti beberapa asumsi prioritas utama atau
meninggalkan asumsi yang menjadi penghalang dengan
menempatkannya di bawah asumsi yang lebih tinggi.
3) Promotion of hybrids within the culture
Di sini terjadi kenaikan pangkat seorang karyawan menjadi manajer,
dimana karyawan tersebut mempunyai pemikiran yang bisa lebih
beradaptasi terhadap kenyataan lingkungan luar. Karena karyawan
tersebut sudah bekerja di organisasi itu maka dia mengerti budaya
organisasi tersebut dan bisa diterima karyawan lain. Tapi, kerena
perbedaan sikap, pengalaman, dan subculture di pengembangan karir
sebelumnya maka manajer baru tersebut bisa memegang pola pikir yang
berbeda dan akhirnya bisa merubah cara berpikir dan bertindak
organisasi.
Agar cara ini bisa berhasil, beberapa pemimpin senior pertama-tama
harus mengetahui apa yang kurang di budaya organisasi, apa yang harus
diubah, atau apa yang menghambat perubahan tersebut. Jika pemimpin
tersebut sudah mengetahuinya, dia bisa mulai memilih karyawan
hybrids untuk memulai perubahan.

Midlife (mekanisme perubahan pada tahap perkembangan)


Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi
eksternal yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Mengandung
masalah Siapa yang akan melanjutkan perusahaan?. Biasanya anggota
keluarga atau orang terpercaya.
1) Systematic promotion from selected subcultures
Kekuatan organisasi yang sudah midlife terletak pada keberagaman
subculture-nya. Disadari atau tidak, pemimpin mengembangkan budaya
perusahaannya dengan meneliti kelemahan dan kekuatan subculture yang
ada di organisasinya, dan kemudian mencondongkan budaya inti
organisasinya ke subculture yang paling kuat dengan mempromosikan
karyawan dari subculture tersebut ke bagian penting.
2) Technological Seduction
Teknologi yang diperkenalkan oleh pemimpin dengan tujuan meningkatkan
efesiensi dan produktivitas bisa merubah budaya organisasi. Contoh:
diperkenalkannya komputer untuk tujuan bisnis mengubah penggunaan

dokumen kertas, diperkenalkannya robot untuk produksi mengubah cara


berpikir manajer dalam memproduksi barang.
3) Infusion of outsiders
Cara yang paling ampuh adalah ketika RUPS membawa CEO baru, atau
ketika CEO baru dipilih karena akuisisi, merger atau organisasinya dibeli.
CEO baru ini biasanya membawa orang-orangnya sendiri dan
menyingkirkan orang-orang yang dianggapnya tua dan tidak efektif lagi.
Akibatnya hierarki subculture dan grup-nya hancur. Jika ada divisi yang
kuat, biasanya CEO baru ini mengganti pemimpin divisinya juga.

Maturity and Decline


Penurunan biasanya diawali dengan adanya krisis organisasi yang disebabkan
perubahan internal dan eksternal organisasi.
1) Scandal and explosion of myths
Skandal: dimana organisasi mulai memiliki banyak rahasia dan akhirnya
terungkap melalui whistle blowing.
Mitos: ketika ditanya, kenapa caranya seperti ini? , jawabannya, dari
dulu sudah seperti itu. Ini biasanya ditemui pada tingkatan budaya
espoused value and believe dan basic underlying assumption.
2) Turnarounds
Kombinasi dari banyak mekanisme di atas, bibentuk menjadi program
tunggal oleh pemimpin yang kuat atau tim perubahan. Biasanya dilakukan
dengan metode hybrids dan membawa orang luar yang mempunyai
asumsi berbeda.
3) Mergers and acquisitions
Ketika suatu organisasi bergabung dengan organisasi lainnya, atau dibeli
oleh organisasi lain maka secara otomatis budaya organisasi antar
organisasi akan bertabrakan. Para pemimpin bisa berdiskusi akan
memakai budaya yang mana, menyatukannya, atau membiarkannya
sampai salah satu budaya mendominasi.
4) Destruction and rebirth
Terjadi saat budaya organisasi hancur atau beberapa kunci budaya
organisasi dikeluarkan. Bisa terjadi saat proses mekanisme hybrids,
merger, akuisisi, atau bangkrut. Tujuannya agar organisasi mempunyai
budaya baru yang bisa bersaing. Proses ini traumatik dan tidak digunakan
dengan sengaja, tapi mungkin digunakan jika keberlangsungan hidup
perusahaan dipertaruhkan.

Mekanisme perubahan pada tahap berdiri dan pertumbuhan

Perubahan evolutif yang bersifat natural; Perubahan budaya yang bersifat


natural tanpa adanya rekayasa perencanaan sebelumnya.

Perubahan evolutif yang dipandu dari dalam organisasi (self guided)


denganmenggunakan terapi organisasi; Perubahan budaya karena adanya
kesadaran akan pentingnya memantau terus kondisi internal organisasi

Perubahan evolutif dengan hybrids; Perubahan budaya dengan


membiarkan budaya lama tetap eksis namun pada saat yang bersamaan
mulai diperkenalkan budaya baru sampai pada saatnya nanti budaya baru
benar-benar bisa menggantikan budaya yang lama

Perubahan revolutif terkendali dengan bantuan pihak luar organisas;


Perubahan ini bisa dikatakan revolusioner karena perubahanya melibatkan
orang luar meski perubahannya masih dalam batas kendali organisasi
(para pendiri).

Mekanisme perubahan pada tahap perkembangan


Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi
eksternal yang dilakukan secara sistematis dan terencana.

Planned change; Perubahan yang dilakukan secara terencana untuk


menselaraskan budaya dengan perkeambangan organisasi di masa yang
akan datang.

Technological seduction; Perubahan budaya dikarenakan adanya


perubahan penggunaan teknologi baru.

Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negative dari mitos yang


selama ini berkembang di dalam organisasi; Perubahan dilakukan dengan
mengembangkan asumsi atau mitos lain yang lebih relevan dalam
menjalankan aktifitas perusahaan.

Incrementalism; Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten.


Perubahan dilakukan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada
dalam upayanya untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam
perusahan sehingga tujuan akhir tercapai.

Mekanisme perubahan pada tahap penurunan


Perubahan dilakukan secara structural atau radikal dengan 2 (dua) opsi yang
berkembang yaitu transformasi dan destruksi.

Coercive Persuasion; Perubahan dengan memaksa orang membuka


pbikirannya agar bisa memotivasi dirinya untuk mencari informasi baru

Turnaround; Perubahan ini biasanya dilakukan dengan mulai


memperkenalkan budaya baru dengan cara meng-edukasi dan coaching
para anggota organisasi

Reorganization and Rebirth; Perubahan ini dimulai dengan pembubaran


organisasi kemudian membentuk organisasi yang baru

Culture change in organization

Perubahan Budaya dalam suatu organisasi haruslah dilakukan karena


organisasi selalu menghadapi lingkungan kerja yang dinamis maka agar
dapat bertahan organisasi harus dapat menyesuaikan dengan lingkungan
dimana organisasi tersebut berinteraksi.
Perubahan biasanya terjadi pada saat:
-

Organisasi / perusahaan memiliki nilai atau value tetapi tidak cocok


dengan lingkungan, sehingga secara tidak langsung budaya dalam
perusahaan tersebut akan berubah agar mereka bisa diterima di dalam
masyarakat umum.

Menghadapi persaingan bisnis yang sangat dinamis, sehingga mereka


harus selalu mencari strategi yang paling cocok agar mereka tetap bisa
bertahan dalam persaingan.

Kondisi organisasi yang semakin buruk, ketika mereka menghadapi kondisi


yang semakin memburuk maka pemimimpin perusahaan harus mengubah
budaya yang lama dengan budaya perusahaan yang baru agar
perusahaan tersebut kembali stabil.

Organisasi semakin besar, ketika organisasi tersebut mulai berkembang


maka perusahaan tersebut harus mulai mengubah budaya yang ada agar
bisa lebih maju

How subcultures form in organizations


Menurut Schein (1995), subkultur adalah segmen budaya yang menunjukkan
yang berbeda norma, nilai-nilai, kepercayaan dan perilaku orang karena
perbedaan geografis daerah atau tujuan departemen dan persyaratan kerja
(dalam organisasi). Persepsi karyawan tentang subkultur terhubung dengan
komitmen karyawan terhadap organisasi (Lok, Westwood dan Crawford, 2005).
Beberapa kelompok mungkin memiliki cukup mirip budaya dalam untuk
memungkinkan interaksi sosial di luar tempat kerja.
Subkultur terbentuk karena beberapa hal, karena budaya tunggal akan berubah
menjadi budaya majemuk seiring dengan pertumbuhan dan berkembangnya
perusahaan, karena itu akan terbentuk kelompok yang mengembangkan
subkultur masing-masing. Secara spesifik ditumbuhkan oleh perbedaan
geografis, hasil kontribusi dari anggota organisasi. Sub kultur dapat terjadi
karena perbedaan usia, ras, etnis, gender, kelas sosial, politik, seksual, dan
kombinasi lainnya.

A Conceptual Model for Managed Culture Change Session 11


The Psychosocial Dynamics of Transformative Organizational Change

Semua sistem dalam diri manusia mencoba untuk menjaga keseimbangan


dan untuk memaksimalkan otonomi mereka dengan lingkungan.Mengatasi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup semua melibatkan menjaga integritas
sistem dalam menghadapi lingkungan yang berubah yang terus-menerus
menyebabkan berbagai tingkat ketidakseimbangan.
Oleh karena itu, evolusi budaya adalah salah satu cara di mana kelompok
atau organisasi mempertahankan integritas dan otonomi, membedakan

dirinya dari lingkungan dan kelompok-kelompok lain, dan memberikan


identitas dirinya.
Dynamics of Change
Kurt Lewin (1951) mengajukan teori tiga tahap perubahan dan sering disebut
sebagai pencairan (unfreezing), perubahan (change) dan pembekuan kembali
(freezing or refreezing).
Tahap 1: Pencairan (unfreezing)
Merupakan proses awal dari tahap perubahan. Pada tahap ini terjadi
pencairan perilaku dan sistem lama (status quo). Pertentangan antara
faktor yang mendorong perubahan dan yang menentang akan terjadi pada
tahap ini. Tahap pencarian berjalan lancar jika kekuatan pendorong
perubahan selanjutnya menggerakkan pada perilaku dan sistem yang
diinginkan.
Tahap 2: Perubahan (change) atau fase transisi (cognitive
restructuring)
Merupakan tahap pembelajaran. Pada tahap ini, pekerja diberi informasi
baru, model dan sistem kerja yang diharapkan diterapkan nantinya, atau
sebuah cara pandang baru untuk level pengambilan kebijakan.
Pada tahap ini berlaku perubahan seperti;
pembentukan tingkah laku
nilai
sikap
struktur yang baru/lebih baik
Tahap 3: Pembekuan (freezing or refreezing)
Merupakan tahap pembekuan kembali perilaku, sistem serta cara pandang
yang diharapkan. Pada tahap ini diperlukan sebuah peneguhan dan
penegasan kembalitentang arti penting perubahan yang sedang
dijalankan. Guna mendukung perubahanjangka panjang diperlukan sebuah
sistem yang mengawal dan menjamin prosesperubahan yang sedang di
jalankan.
Survival Anxiety and Learning Anxiety
Para anggota organisasi akan menyadari kebutuhan untuk berubah, untuk
memberikan beberapa kebiasaan lama dan cara berpikir, dan belajar beberapa
kebiasaan baru dan cara berpikir. Tapi saat anggota menerima kebutuhan untuk
berubah mereka juga akan mulai mengalami kecemasan belajar. Maka dari itulah
muncul interaksi dari kedua kecemasan ini yang menciptakan dinamika
kompleks perubahan.
Schein mengatakan bahwa ada dua kekuatan yang bermain dalam setiap
individu dalam menjalani perubahan:
Belajar Kecemasan
Ini adalah kecemasan yang terkait dengan belajar sesuatu yang baru.
Apakah saya gagal? Apakah saya akan terbuka?
Contoh: seorang koki masak yang tadinya hanya bisa masak beberapa
jenis makanan mulai mengalami kecemasan apakah dia akan gagal kalau

hanya bisa masak beberapa jenis masakan lalu dia berniat untuk belajar
hal yang baru. Disini diperlukan sikap keluar dari zona aman, rasa
penasaran yang tinggi , dan motivasi untuk terbuka pada hal baru yang
belum dia pernah pelajari yang akan membawa dia kepada keberhasilan.
Kecemasan kelangsungan hidup
Ini menyangkut tekanan untuk berubah. Bagaimana jika saya tidak
berubah? Apakah saya tertinggal?
Contoh: seorang koki yang ingin menjadi ahli dalam semua masakan ini
mengalami tekanan menuju perubahan tersebut kalau tidak maju maka
dia akan tertinggal dengan para pesaing yang lain. Disini dibutuhkan sikap
kompetisi, menyesuaikan diri agar tidak tertinggal dengan temantemannya yang sudah ahli di semua bidang.

Learning Anxienty
Socio psychological Bases of Learning Anxiety
Psikologis dasar pembelajaran kecemasan / resistensi terhadap perubahan:
Takut ketidakmampuan sementara (Fear of Temporary Incompetence)
Selama proses transisi, ketakutan tidak merasa kompeten karena sudah
menyerah dengan cara lama dan belum menguasai yang baru. Contoh nya
biasa dialami dalam penggunaan komputer.
Takut akan hukuman karena ketidakmampuan (Fear of Punishment for
Incompetence)
Kekhawatiran bahwa akan kehilangan atau dihukum karena
ketidakmampuannya atau kurangnya produktivitas dalam dirinya. Dalam
arena komputer ada beberapa kasus mencolok di mana karyawan tidak
pernah belajar sistem baru cukup untuk mengambil keuntungan dari
potensi, karena merasa harus tetap produktif dan dengan demikian
menghabiskan cukup waktu pada pembelajaran baru.
Takut kehilangan identitas pribadi. (Fear of Loss of Personal Identity)
Kekhawatiran ketika kebiasaan cara Anda berpikir dan merasa tidak lagi
dibutuhkan, atau ketika rasa diri didefinisikan oleh peran atau posisi yang
tidak lagi diakui oleh organisasi.
Takut kehilangan keanggotaan kelompok (Fear of Loss of Group
Membership)
Asumsi bersama yang membentuk budaya juga mengidentifikasi siapa
yang masuk dan yang keluar dari grup.
Defensive Responses to Learning Anxiety
Denial
Terjadi saat orang sebenarnya tahu bahwa perubahan itu penting tetapi
mereka masih melakukan penyangkalan akan hal itu, dan melakukan
tindakan penarikan (withdrawal) atau pengunduran diri sementara dari
proses menuju perubahan. Di fase ini orang merasa masih memiliki
kemampuan untuk menghadang perubahan.
Scapegoating, Passing the Buck, and Dodging

Meyakinkan diri sendiri bahwa penyebabnya adalah di beberapa


departemen lain, bahwa data tidak berlaku untuk Anda, dan bahwa orang
lain harus berubah terlebih dahulu sebelum Anda melakukannya.
Maneuvering and Bargaining
Keinginan atas kompensasi khusus untuk upaya untuk membuat
perubahan; jika Anda menjadi yakin bahwa itu adalah kepentingan Anda
sendiri dan dari jauh bermanfaat bagi Anda; Anda akan setuju untuk
mengubahhanya jika beberapa orang lain berubah juga.
The change leader create the conditions for transformative change

Prinsip 1: Survival anxiety or guilt must be greater than learning anxiety

Prinsip 2: Learning anxiety must be reduced rather than increasing survival


anxiety
Pemimpin perubahan harus mengurangi kecemasan belajar dengan
meningkatkan rasa pelajar keselamatan-komponen ketiga psikologis
unfreezing. Dari sudut pandang pemimpin perubahan, mungkin tampak jelas
bahwa cara untuk memotivasi belajar akan hanya untuk meningkatkan
kecemasan. Masalah pendekatan ini adalah bahwa ancaman yang lebih besar
atau bersalah mungkin hanya meningkatkan sikap defensif untuk
menghindari ancaman atau rasa sakit dari proses pembelajaran.

How to Create Psychological Safety


Menciptakan keamanan psikologis bagi anggota organisasi yang sedang
menjalani pembelajaran transformasional melibatkan delapan langkah yang
harus diambil hampir bersamaan. Mereka terdaftar secara kronologis tetapi
pemimpin perubahan harus siap untuk melaksanakan semua
1. Sebuah visi yang positif menarik
2. Pelatihan formal
3. Keterlibatan peserta didik
4. Pelatihan Informal relevan kelompok dan tim
5. Praktek lapangan, pelatih, dan umpan balik
6. Contoh peran yang positif
7. Kelompok dukungan di mana masalah belajar dapat didiskusikan
8. Sebuah sistem penghargaan dan disiplin dan struktur organisasi yang
konsisten dengan cara berpikir yang baru dan bekerja
Organizing a Change Program That May Involve Culture Change
Ketika sebuah organisasi menghadapi ketidakpastian informasi dan meluncurkan
program perubahan, belum jelas pada awalnya apakah perubahan budaya akan
terlibat dan bagaimana budaya akan membantu atau menghalangi program
perubahan.

Prinsip3: Tujuan perubahan harus didefinisikan secara konkret dan spesifik


terhadap apa yang dicoba untuk diperbaiki, tetapi bukan seperti "Perubahan
budaya"
Tujuan perubahan adalah untuk mendapatkan karyawan:
-

Kesadaran terhadap resiko/bahaya lingkungan,

Segera melaporkannya ke badan yang berwenang,

Belajar bagaimana untuk mengatasi kondisi yang membahayakan, dan

Belajar bagaimana untuk mencegah bahaya lain yang akan terjadi


ditempat pertama.

Perlu atau tidaknya budaya dirubah belum diketahui saat program perubahan
diluncurkan. Hanya jika tujuan tertentu telah teridentifikasi dapat
menentukan apakah unsur-unsur budaya akan membantu atau menghalangi
perubahan; ternyata, sebagian besar dari budaya digunakan secara positif
untuk mengubah beberapa elemen tertentu dalam budaya yang memang
harus berubah.

Prinsip 4: Unsur-unsur pada budaya lama dapat diubah dengan mengeluarkan


orang-orang yang "membawa" unsur-unsur tersebut, tetapi unsur-unsur
budaya baru hanya bisa dilakukan jika mengarah pada keberhasilan
Sebelum para pelaku organisasi dapat mengubah budaya organisasinya,
maka pertama kali yang perlu dilakukan adalah memahami terlebih dahulu
budaya saat ini, atau segala sesuatu yang ada dan berlaku saat ini. Setelah
kita memahami budaya organisasi saat ini, maka kita perlu memutuskan
budaya mana yang perlu diubah untuk mencapai budaya organisasi yang
dinginkan yang akan mendukung keberhasilan.
Pada akhirnya, para anggota organisasi perlu mengubah perilaku mereka
untuk menciptakan budaya organisasi yang lebih baik dan inilah langkah
yang paling sulit dalam perubahan budaya. Jika orang-orang yang
"membawa" budaya lama tersebut tidak suka dengan perubahan budaya
yang baru, maka sebaiknya organisasi mengeluarkan orang-orang yang
"membawa" budaya lama tersebut.

Prinsip 5: Perubahan Budaya selalu perubahan yang transformatif yang


membuat anggota organisasi merasa itu hal yang menyakitkan secara
psikologis
Pemimpin perlu mendorong anggota organisasi agar memiliki sikap yang
positif terhadap perubahan. Dengan cara, pemimpin organisasi selain
mendukung secara verbal juga harus menjadi yang pertama dalam
mendukung perubahan budaya tersebut sehingga anggota organisasi tahu
bagaimana melakukan kebiasaan baru. Hal ini bisa jadi sangat berguna baik
untuk mengkomunikasikan harapan dan mengajarkan kebiasaan baru.
Dengan demikian, anggota organisasi dapat memiliki sikap yang positif
terhadap perubahan dan melakukan pekerjaan mereka dengan budaya yang
baru dengan sikap yang baik.

Assessing Cultural Dimensions: A Ten-Step Intervention Session


12
Culture Assesment As Part of Managed Organizational Changed

Proses penilaian budaya organisasi yang bertujuan untuk memungkinkan


para anggota organisasi mengidentifikasi asumsi-asumsi budaya organisasi
yang dapat menghambat beberapa perubahan yang akan dibuat dalam
organisasi

The Ten-Step Culture Assessment Process


1. Obtaining Leadership Commitment

Pemimpin harus menerjemahkan asumsi budaya dan mengevaluasi


apakah budaya yang sekarang masih relevan dengan perubahan yang
akan dilakukan.
Pemimpin harus melihat berdasarkan kehidupan organisasi yang ada, oleh
karena itu pemimpin harus memiliki komitmen dalam keterlibatan proses
penilaian ini dan benar-benar mengerti mengenai budaya organisasinya.
Contoh: pada zaman dulu rumah sakit ibu selalu melakukan pencatatan
manual ketika ada pasien masuk dan pasien keluar. Seiring berjalanya
waktu pencatatan manual tersebut justru mempersulit mereka karena
kurang praktis maka rumah sakit mulai mengikuti perkembangan
teknologi yang ada dengan memanfaatkan keberadaan komputer.
2. Selecting Groups for Self Assessment
Pemimpin mulai meng-hire consultant sebagai fasilitator dalam melakukan
penilaian budaya organisasi ini. Pada tahap ini pemimpin bekerja sama
langsung dengan fasilitator untuk memilih group terbaik di dalam
perusahaan yang menunjukan budaya organisasi tersebut. Tujuan dari
pemilihan group ini untuk mendapatkan informasi mengenai budaya
organisasi yang selama ini mereka jalani. Setelah group dipilih pemimpin
menjelaskan kepada mereka mengapa mereka dipilih, menginformasikan
bahwa akan diadakan meeting mengenai proses penilaian budaya dan
group harus peduli dengan komitmen pemimpin dalam melakukan proses
penilaian budaya tersebut.
Contoh: pemimpin dan fasilitator, memilih divisi finance yang
beranggotakan 30 orang yang selama ini sangat menunjukan budaya
disipilin dalam bekerja. Selalu memberikan laporan pengeluaran dan
pemasukan perusahaan secara detail.
3. Selecting an Appropriate Setting for the Group Self-Assessment
Persiapan meeting mulai dilakukan, setiap orang yang mengikuti meeting
harus mengeluarkan persepsi, perasaan, pemikiran yang ada terhadap
budaya organisasi yang ada. Ruangan meeting harus sangat nyaman,
posisi duduk berbentuk melingkar setiap ada elemen budaya yang
disebutkan harus ditulis dalam lembaran flip chart dan ditunjukan di
depan agar semua bisa melihat.
4. Explaining the Purpose of the Group
Pertemuan harus diawali dengan pernyatan menegenai tujuan dari
pertemuan yang dilakukan oleh seseorang dari organisasi yang dianggap
sebagai pemimpin atau yang memiliki peran otoritas. Sehingga dapat
mendorong keterbukaan respons. Masalah perubahan organisasi harus
dinyatakan dan ditulis secara jelas, dan memungkinkan adanya
pertanyaan dan diskusi. Tujuan dari langkah ini tidak hanya menjelaskan
mengapa pertemuan ini diadakan melainkan untuk memulai keterlibatan
group di dalam proses.
5. A Short Lecture on How to Think About Culture
Penting bagi group untuk mengerti bahwa budaya ditunjukkan pada level
artifak dan espoused value, tapi tujuannya adalah untuk mencoba
menerjemahkan shared tacit assumptions yang berada pada tingkat
bawah kesadaran. Konsultan harus mempresentasikan three level model
assumptions, espoused value, dan basic assumptions , dan memastikan

bahwa setiap orang mengerti bahwa budaya yang dipelajari berdasarkan


groups shared terdahulu. Penting untuk group mengerti bahwa apa yang
akan mereka nilai adalah produk dari mereka yang terdahulu dan stabilitas
budaya organisasi yang sukses pada masa lalu.
6. Eliciting Descriptions of the Artifacts
Proses selanjutnya adalah konsultan memberitahukan grup bahwa mereka
akan mulai menggambarkan budaya mereka pada level artifak - What is
going on here?. Cara untuk mengetahuinya adalah dengan meminta
keterangan anggota organisasi yang baru bergabung dan menanyakan
orang-orang yang memasuki organisasi dan apa yang ia perhatikan pada
saat ia memasuki organisasi. Setiap yang disebutkan diltulis pada sebuah
flip chart, setelah halaman terpenuhi, lalu lembar tersebut digantung di
dinding jadi setiap orang dapat melihatnya.
7. Identifying Espoused Values
Mengidentifikasi nilai-nilai pendukung. Mencari nilai-nilai dari semua
artefak yang mereka telah diidentifikasi untuk mencari tahu sebaik
mungkin nilai-nilai apa tampaknya tersirat. Mengartikulasikan Why are
you doing what you are doing? alasan mengapa mereka melakukan apa
yang mereka lakukan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa pernyataan tujuan,
asumsi, strategi organisasi dan bagaimana suatu organisasi memiliki nilai
yang seharusnya membuat image pada organisasi. Dalam group meeting
ini masing-masing group mencerminkan nilai-nilai asli yang dapat menjadi
proyeksi untuk masa depan, mencari strategi atau faktor-faktor untuk
menghadapi perubahan.
8. Identifying Shared Underlying Assumptions
Mengidentifikasi asumsi-asumsi yang mendasar. Memeriksa apakah nilainilai yang dianut telah diidentifikasi benar-benar menjelaskan semua
artefak atau ada sesuatu yang lebih. Apakah yang telah dideskripsikan
belum jelas atau bertentangan dengan beberapa nilai yang telah
diartikulasikan. Berkaitan dengan itu, muncul lah asumsi-asumsi yang
merefleksikan dari nilai-nilai atau artefak yang telah diidentifikasi. Dalam
menyatakan asumsi asumsi nya, kemudain disesuaikan dengan daftar
artefak yang dapat menegaskan asusmsi nya dan memikirkan beberapa
artefak untuk memperkuat perusahaan dalam menghadapi perubahan
dengan orientasi dimasa kini dan untuk masa depan. Asumsi yang
dianggap penting dan mencolok memicu satu set baru dari wawasan dan
mulai memahami berbagai macam hal-hal yang sebelumnya tidak masuk
akal.
9. Identifying Cultural Aids and Hindrances
Mengkategorikan asumsi menurut apakah mereka akan membantu atau
menghalangi proses perubahan yang sedang dikejar. kelompok meninjau
apa yang "cara baru dalam bekerja" dan bagaimana asumsi diidentifikasi
akan membantu atau menghalangi dalam mendapatkan di sana. sangat
penting untuk meminta peserta untuk melihat asumsi dari titik ganda
pandang (positif dan negatif). Perubahan organisasi yang sukses mungkin
muncul lebih dari mengidentifikasi asumsi yang akan membantu dari pada
mengubah asumsi yang akan menghambat, tetapi kelompok-kelompok

awalnya memiliki waktu yang sulit untuk melihat bagaimana budaya dapa
tmenjadi sumber bantuan yang positif bagi kelompoknya.
Contoh: yaitu pada perusahaan angkasapura, perusahaan tersebut
mengharuskan karyawannya untuk bekerja non stop (24 jam) untuk
mengatur traffic pada pesawat di bandara. Maka pada awal organisasi itu
didirikan, terbentuk budaya organisasi dalam bentuk pembagian jam kerja
pada karyawan nya yaitu pada 3 shift. Shift pagi, siang, dan malam. Untuk
kasusnya yaitu terjadi pada shift pertama yaitu shift pagi, karena akses
untuk menuju bandara tidak selalu lancer dan mudah dijangkau oleh
karyawan nya, banyak karyawan yang telat dating untuk dating ke
kantornya. Sehingga memberikan dampak negatif pada perusahaan
tersebut untuk efektivitas kerja.
10.Decisions on Next Steps
Mencapai semacam konsensus tentang apa asumsi bersama yang penting
dan implikasinya terhadap apa yang organisasi ingin lakukan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai