BAB V
BUDAYA ORGANISASI
Istilah budaya (culture) pada mulanya populer dalam disiplin ilmu antropologi.
Kata culture berasal dari kata latin colere berarti mengolah, mengerjakan; biasanya
berkaitan dengan kegiatan pengolahan tanah. Istilah culture berkembang menjadi
segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam (Koentjaraningrat, 1993).
Kata kultur memiliki banyak arti dan konotasi. Schein (1992) menyarankan
bahwa kultur harus digunakan untuk tingkat asumsi dan keyakinan yang lebih dalam
dirasakan bersama oleh para anggota suatu organisasi yang bekerja tanpa disadari.
Robbins (2001) mengungkapkan bahwa kultur itu merupakan istilah deskriptif, hal
ini penting untuk dapat membedakan konsep ini terhadap konsep kepuasan kerja.
Kultur juga bukan falsafah atau sistem nilai yang mungkin diucapkan atau ditulis
oleh pendirinya dalam anggaran dasar tetapi merupakan asumsi-asumsi yang
terletak di belakang nilai yang menentukan pola perilaku dan dibalik benda yang
dapat terlihat seperti tata letak kantor, pakaian seragam dan sebagainya (Cahyono,
1996).
Tom Peters dan Robert Waterman’s dalam Buchanan dan Andrzej (2004)
mengajukan model kerangka kerja McKinsey 7-S agar organisasi sukses mencapai
tujuannya, dalam model tersebut nilai-nilai dalam organisasi diletakkan sebagai
pusat kerangka kerja yang mengendalikan enam (6) elemen yang dipertimbangkan
sebagai elemen kunci dalam membangun kinerja organisasi. Selanjutnya nilai-nilai
organissi itu menjadi arah organisasi secara umum bagi seluruh anggota dan
digunakan sebagai acuan dasar untuk membangun perilaku anggota dalam
organisasi. Enam elemen dasar itu adalah; 1) Struktur organisasi; 2) Sistem yang
dikembangkan oleh organisasi; 3) Gaya sebagai barometer perilaku anggota dan
kepemimpinan; 4) Kekuatan staf sebagai komponen pelaksana organisasi; 5)
Tingkat kecakapan sumber daya manusia; dan 6) Strategi yang dirumuskan oleh
organisasi.
Menurut Sethia dan Von Glinow (1985) dalam Pool (200) pengertian budaya
organisasi adalah merupakan rangkaian dari suatu proses yang dilakukan bersama-
sama oleh anggota organisasi yang didasarkan pada kontribusi dari nilai-nilai dasar,
kepercayaan, dan asumsi-asumsi yang berlaku dalam organisasi. Budaya
organisasi membolehkan organisasi melakukan perubahan-perubahan dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan dengan cara melakukan adaptasi melalui
integrasi internal terhadap sumber daya organisasi, seperti personalia dan
kebijakan-kebijakan untuk mendukung adaptasi di lingkungan luar organisasi.
PERILAKU ORGANISASI 48
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
Budaya organisasi menurut Tosi dkk. (1994) dalam Munandar (2001) adalah
cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang
ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Sedangkan
Susanto (1997) memberikan definisi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman
sumber daya manusia untuk menghadapi permasalah eksternal dan usaha
penyesuaian integrasi ke dalam organisasi sehingga masing-masing anggota
organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus
bertindak atau berperilaku.
Budaya organisasi mungkin kuat atau lemah, dan budaya yang kuat tidaklah
harus baik. Sebaliknya, budaya yang lemah mungkin dapat diterima jika
organisasi/organisasi tersebut berfungsi dengan baik. Schein (1992)
menggambarkan budaya organisasi ke dalam tiga tingkatan, yaitu :
3. Asumsi-asumsi dasar
Merupakan tingkatan yang paling dalam, yang mendasari nilai-nilai, yaitu
tingkat keyakinan (belief). Tingkatan ini terdiri dari berbagai asumsi dasar.
Asumsi-asumsi ini telah ada sebelumnya dan menjadi panduan perilaku bagi
anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar
ini dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku
berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi dasar ini
cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung
sangat sulit diubah.
Artifak
Nilai-nilai yang diyakini
Asumsi-asumsi dasar
6. Agresivitas
Bagaimana anggota organisasi berperilaku agresif dan kompetitif dalam
proses kerjanya.
7. Kemantapan
Bagaimana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo daripada pertumbuhan.
Menurut O’Reilly dalam Judge dan Cable, sitat Nurfarhati (1999) terdapat
delapan (8) faktor yang menunjukkan ciri budaya organisasi, yaitu : 1) Inovasi,
adalah tingkat bagiamana organisasi mendukung pengambilan resiko,
eksperimentasi, dan mengabaikan kehati-hatian, kemantapan atau keamanan; 2)
Perhatian terhadap detail, tingkat bagaimana organisasi membiarkan anggotanya
melakukan analisis, perhatian ke detil, dan kecermatan; 3) Orientasi hasil, tingkat
bagaimana organisasi berorientasi pada kinerja, menuntut hasil, dan mendukung
harapan tinggi; 4) Keagresifan, tingkat bagaimana organisasi menekankan pada
keagresifan, kompetisi, dan memanfaatkan kesempatan; 5) Dukungan, tingkat
bagaimana organisasi mendorong, mendukung penyebaran informasi, dan
menghargai kinerja yang baik; 6) Perhatian pada ganjaran, tingkat bagaimana
organisasi member nilai gaji yang tinggi terhadap kinerja dan pengembangan
professional; 7) Orientasi tim, bagaimana organisasi berorientasi tim dan
mendukung kolaborasi; dan 8) Ketegasan, bagaimana organisasi mempunyia
ketegasan nilai, dapat predictable, dan rendah konflik.
1. Sejarah
Merupakan perekat dalam keutuhan organisasi dan mengikat individu-individu
pada mitologi yang dipahami bersama tujuan yang harus dicapai.
4. Cerita-cerita
Merupakan sarana untuk menyampaikan nilai-nilai dan kepercayaan yang
dianut organisasi. Biasanya yang menjadi fokus cerita adalah figur-figur panutan
dalam organisasi dan prestasi karyawan.
5. Tokoh-tokoh panutan
Merupakan sosok individu-individu yang melambangkan nilai-nilai organisasi
dan menjadi sosok panutan bagi karyawan.
6. Jaring-jaring budaya
Merupakan bentuk komunikasi informal untuk menyebarkan nilai-nilai dan kisah-
kisah kepahlawanan dalam organisasi.
PERILAKU ORGANISASI 52
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
Orientasi tim
Rendah…Tinggi
Manajemen
puncak
PERILAKU ORGANISASI 53
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
Filsafat
pendiri Kriteria
seleksi Budaya
organisasi organisasi
Sosialisasi
Faktor objektif
Inovasi dan
pengambilan
resiko
Perhatian ke
rincian Dipersepsikan Kinerja
Budaya Tinggi
Orientasi hasil sebagai
organisasi
Orientasi orang Rendah Kepuasan
Orientasi tim
Keagresifan
Kemampuan
Gambar 5-3. Dampak Budaya Organisasi Terhadap Kinerja dan Kepuasan
Sumber : Robbins (2002)
PERILAKU ORGANISASI 54
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
2. Budaya kekuasaan
Menekankan pada kekuatan, ketegasan dan ketetapan hati dan didasarkan
pada pencarian untuk keamanan. Budaya ini dapat ditemukan dalam :
a) Organisasi besar dimana sejumlah eksekutif mengerahkan sejumlah besar
kuasa dengan cara yang otokratis.
b) Organisasi yang dimiliki swasta yang lebih kecil, kendali keluarga memegang
kekuasaan yang perlu diperhitungkan.
3. Budaya pencapaian
Menekankan pada keberhasilan, pertumbuhan dan kehormatan serta
didasarkan pada ekspresi pribadi. Budaya seperti ini dapat ditemukan pada
beberapa organisasi/organisasi modern maju yang mendorong otonomi dan
ungkapan pribadi.
4. Budaya dukungan
PERILAKU ORGANISASI 55
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
Pendekatan di atas lalu diadaptasi oleh Horison dan Handy dalam Cheki
(1996) dengan mengembangkan tipe-tipe budaya organisasi berdasarkan tingkat
formalisasi dan sentralisasi serta mengelompokkan budaya organisasi menjadi
empat jenis, yaitu :
1. Formalisasi tinggi, sentralisasi tinggi
Budaya birokrasi dimana semua pekerjaan sudah diatur secara sistematis
melalui berbagai macam prosedur, jika perlu dengan time dan motion study yang
cermat. Porsi pekerjaan seseorang sudah ditetapkan dan bersifat rutin.
PERILAKU ORGANISASI 56
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
Kennedy mengemukakan bahwa jika tidak ada alasan satupun yang cocok,
maka diharapkan untuk tidak melakukan perubahan terhadap budaya organisasi
sebab perubahan akan banyak memakan biaya, baik waktu, usaha, maupun
finansial.
PERILAKU ORGANISASI 57
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
2. Mempunyai kesamaan visi dan misi dalam melakukan tugas dan tanggung
jawab. Masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan
mengembangkan tingkat intedependensi antar individu/bagian karena saling
melengkapi dalam kegiatan usaha.
3. Untuk menunjukkan pada pihak luar tentang keberadaan organisasi dari cirri
khas yang dimiliki, di tengah-tengah organisasi yang ada di masyarakat.
5.4 Rangkuman
Istilah budaya (culture) pada mulanya populer dalam disiplin ilmu antropologi.
Kata culture berasal dari kata latin colere berarti mengolah, mengerjakan; biasanya
berkaitan dengan kegiatan pengolahan tanah. Istilah culture berkembang menjadi
segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam (Koentjaraningrat, 1993).
Kata kultur memiliki banyak arti dan konotasi. Schein (1992) menyarankan
bahwa kultur harus digunakan untuk tingkat asumsi dan keyakinan yang lebih dalam
dirasakan bersama oleh para anggota suatu organisasi yang bekerja tanpa disadari.
5.5 Latihan
PERILAKU ORGANISASI 58
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
Untuk memahami materi pada bab ini, dapat dijawab beberapa soal berikut
ini:
1. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi?
2. Bagaimana teori budaya organisasi menurut Schein?
3. Sebutkan beberapa teori budaya organisasi dari para ahli dalam bab ini!!!
4. Jelaskan bagaimana penagruh budaya organisasi terhadap kinerja!!
5. Jelaskan apa manfaat mempelajari budaya organisasi bagi pengembangan
organisasi?
PERILAKU ORGANISASI 59
HSP STIK-PTIK