Anda di halaman 1dari 12

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

BAB V

BUDAYA ORGANISASI

Tujuan pembelajaran pada bab ini mahasiswa mampu :


1) menjelaskan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam suatu organisasi;
2) menjelaskan dan membedakan pola bertindak & berpikir anggota organisasi;
3) menguraikan karakteristik budaya suatu organisasi yang menjadi dasar dalam
hubungan sosial antar anggotanya.

Istilah budaya (culture) pada mulanya populer dalam disiplin ilmu antropologi.
Kata culture berasal dari kata latin colere berarti mengolah, mengerjakan; biasanya
berkaitan dengan kegiatan pengolahan tanah. Istilah culture berkembang menjadi
segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam (Koentjaraningrat, 1993).

Kata kultur memiliki banyak arti dan konotasi. Schein (1992) menyarankan
bahwa kultur harus digunakan untuk tingkat asumsi dan keyakinan yang lebih dalam
dirasakan bersama oleh para anggota suatu organisasi yang bekerja tanpa disadari.
Robbins (2001) mengungkapkan bahwa kultur itu merupakan istilah deskriptif, hal
ini penting untuk dapat membedakan konsep ini terhadap konsep kepuasan kerja.
Kultur juga bukan falsafah atau sistem nilai yang mungkin diucapkan atau ditulis
oleh pendirinya dalam anggaran dasar tetapi merupakan asumsi-asumsi yang
terletak di belakang nilai yang menentukan pola perilaku dan dibalik benda yang
dapat terlihat seperti tata letak kantor, pakaian seragam dan sebagainya (Cahyono,
1996).

Tom Peters dan Robert Waterman’s dalam Buchanan dan Andrzej (2004)
mengajukan model kerangka kerja McKinsey 7-S agar organisasi sukses mencapai
tujuannya, dalam model tersebut nilai-nilai dalam organisasi diletakkan sebagai
pusat kerangka kerja yang mengendalikan enam (6) elemen yang dipertimbangkan
sebagai elemen kunci dalam membangun kinerja organisasi. Selanjutnya nilai-nilai
organissi itu menjadi arah organisasi secara umum bagi seluruh anggota dan
digunakan sebagai acuan dasar untuk membangun perilaku anggota dalam
organisasi. Enam elemen dasar itu adalah; 1) Struktur organisasi; 2) Sistem yang
dikembangkan oleh organisasi; 3) Gaya sebagai barometer perilaku anggota dan
kepemimpinan; 4) Kekuatan staf sebagai komponen pelaksana organisasi; 5)
Tingkat kecakapan sumber daya manusia; dan 6) Strategi yang dirumuskan oleh
organisasi.

Menurut Sethia dan Von Glinow (1985) dalam Pool (200) pengertian budaya
organisasi adalah merupakan rangkaian dari suatu proses yang dilakukan bersama-
sama oleh anggota organisasi yang didasarkan pada kontribusi dari nilai-nilai dasar,
kepercayaan, dan asumsi-asumsi yang berlaku dalam organisasi. Budaya
organisasi membolehkan organisasi melakukan perubahan-perubahan dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan dengan cara melakukan adaptasi melalui
integrasi internal terhadap sumber daya organisasi, seperti personalia dan
kebijakan-kebijakan untuk mendukung adaptasi di lingkungan luar organisasi.

PERILAKU ORGANISASI 48
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

5.1 Teori/Konsep Budaya Organisasi


Budaya organisasi memiliki dua tingkatan yang berbeda dilihat dari sisi
kejelasan dan ketahanan menghadapi perubahan. Pada tingkat yang kurang
terlihat, budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut bersama oleh kelompok dan
cenderung tetap bertahan meskipun anggota kelompok sudah berubah. Pada
tingkatan selanjutnya, budaya menggambarkan pola perilaku suatu organisasi
sehingga anggota baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku teman
kerjanya (Kotter & Heskett, 1992).

Atmosoeprapto (2000) menyimpulkan dari pendapat Schein bahwa budaya


organisasi memiliki pengertian sebagai aturan main yang ada di dalam organisasi
yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan
kewajiban dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi/organisasi tersebut.
Dapat juga dikatakan bahwa budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku
manusia di dalam organisasi/organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-
tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi
berikutnya.

Budaya organisasi menurut Tosi dkk. (1994) dalam Munandar (2001) adalah
cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang
ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Sedangkan
Susanto (1997) memberikan definisi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman
sumber daya manusia untuk menghadapi permasalah eksternal dan usaha
penyesuaian integrasi ke dalam organisasi sehingga masing-masing anggota
organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus
bertindak atau berperilaku.

Budaya organisasi banyak diyakini organisasi sebagai budaya kerja yang


berdampak besar terhadap kinerja organisasi. Schein menyatakan budaya
organisasi/organisasi sebagai pola asumsi dasar yang telah dikemukakan oleh
suatu kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara
mengatasi perilaku anggota organisasi (Munandar, 2001).
Beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi
merupakan cara berpikir, bekerja, berperilaku anggota organisasi dalam melakukan
pekerjaan mereka. Budaya organisasi umumnya menekankan pada pentingnya
nilai-nilai yang dianut bersama dan ikatan kepercayaan serta pengaruhnya terhadap
perilaku anggota organisasi. Hal inilah yang membedakan satu organisasi dengan
organisasi yang lainnya.

Budaya organisasi mungkin kuat atau lemah, dan budaya yang kuat tidaklah
harus baik. Sebaliknya, budaya yang lemah mungkin dapat diterima jika
organisasi/organisasi tersebut berfungsi dengan baik. Schein (1992)
menggambarkan budaya organisasi ke dalam tiga tingkatan, yaitu :

1. Artifak dan perilaku


Merupakan tingkat budaya yang tampak di permukaan. Termasuk
didalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar, dan
PERILAKU ORGANISASI 49
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

dirasakan ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang


masih asing baginya. Termasuk dalam artifak ini adalah produk yang tampak
seperti bahasa, teknologi, produksi, gaya dalam berbusana, perayaan, mitos dan
cerita tentang organisasi/organisasi, dan lain-lain.

2. Nilai-nilai yang diyakini


Tingkat ini tidak dapat terlihat. Nilai-nilai terungkap melalui pola-pola
perilaku tertentu. Dalam organisasi, nilai-nilai tertentu umumnya dicanangkan
oleh tokoh-tokoh pendiri dan pemimpinnya yang menjadi pegangan dalam
menekan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai ini menjadi
sesuatu yang tidak lagi didiskusikan, tetapi membentuk suatu kesadaran dan
secara eksplisit diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma
atau moral yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi
tertentu dan melatih anggota baru.

3. Asumsi-asumsi dasar
Merupakan tingkatan yang paling dalam, yang mendasari nilai-nilai, yaitu
tingkat keyakinan (belief). Tingkatan ini terdiri dari berbagai asumsi dasar.
Asumsi-asumsi ini telah ada sebelumnya dan menjadi panduan perilaku bagi
anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar
ini dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku
berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi dasar ini
cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung
sangat sulit diubah.

Ketiga tingkatan ini dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini :

Artifak
Nilai-nilai yang diyakini

Asumsi-asumsi dasar

Gambar 7. Tingkat-tingkat Budaya Organisasi


Sumber : Schein, 1992

Robbins (2001) mengemukakan tujuh karakteristik primer yang digunakan


secara bersama-sama untuk memahami hakikat budaya suatu organisasi. Ketujuh
karakteristik tersebut yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan resiko
Suatu keleluasaan bagi anggota organisasi sehingga terdorong untuk
melakukan tindakan-tindakan yang inovatif dan berani mengambil resiko.

2. Perhatian para rincian


PERILAKU ORGANISASI 50
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Harapan organisasi kepada anggotanya agar bertindak secara cermat,


analitis dan memperhatikan pada rincian.

3. Orientasi pada hasil


Sejauhmana pihak manajemen organisasi lebih memperhatikan hasil
kerja anggota organisasi daripada teknik atau proses yang dilakukan untuk
mencapai hasil tersebut.

4. Orientasi pada orang


Bagaimana organisasi memperlakukan anggota-anggotanya secara
manusiawi.

5. Orientasi pada tim


Menunjukkan apakah proses-proses kerja dalam organisasi dilaksanakan
dalam kelompok-kelompok kerja, bukan pada individu.

6. Agresivitas
Bagaimana anggota organisasi berperilaku agresif dan kompetitif dalam
proses kerjanya.

7. Kemantapan
Bagaimana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo daripada pertumbuhan.

Kekuatan anggota organisasi memegang teguh tujuh karakteristik tersebut


menunjukkan stabil atau tidaknya organisasi dalam menata dirinya menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi.

Menurut O’Reilly dalam Judge dan Cable, sitat Nurfarhati (1999) terdapat
delapan (8) faktor yang menunjukkan ciri budaya organisasi, yaitu : 1) Inovasi,
adalah tingkat bagiamana organisasi mendukung pengambilan resiko,
eksperimentasi, dan mengabaikan kehati-hatian, kemantapan atau keamanan; 2)
Perhatian terhadap detail, tingkat bagaimana organisasi membiarkan anggotanya
melakukan analisis, perhatian ke detil, dan kecermatan; 3) Orientasi hasil, tingkat
bagaimana organisasi berorientasi pada kinerja, menuntut hasil, dan mendukung
harapan tinggi; 4) Keagresifan, tingkat bagaimana organisasi menekankan pada
keagresifan, kompetisi, dan memanfaatkan kesempatan; 5) Dukungan, tingkat
bagaimana organisasi mendorong, mendukung penyebaran informasi, dan
menghargai kinerja yang baik; 6) Perhatian pada ganjaran, tingkat bagaimana
organisasi member nilai gaji yang tinggi terhadap kinerja dan pengembangan
professional; 7) Orientasi tim, bagaimana organisasi berorientasi tim dan
mendukung kolaborasi; dan 8) Ketegasan, bagaimana organisasi mempunyia
ketegasan nilai, dapat predictable, dan rendah konflik.

Elemen budaya organisasi menurut Deal dan Kennedy (1993) menguraikan


enam elemen penentu budaya yang dimiliki oleh suatu organisasi, keenam elemen
tersebut adalah :
PERILAKU ORGANISASI 51
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

1. Sejarah
Merupakan perekat dalam keutuhan organisasi dan mengikat individu-individu
pada mitologi yang dipahami bersama tujuan yang harus dicapai.

2. Nilai dan keyakinan


Keyakinan adalah hal yang diingat dan diterima secara bersama sebagai
sesuatu yang penting sifatnya. Nilai-nilai merupakan prinsip-prinsip mendasar
yang dianut secara bersama oleh karyawan.

3. Upacara dan perayaan


Merupakan aktifitas yang tersistimatis dan rutin dimana organisasi menonjolkan
nilai-nilai dan kepercayaan.

4. Cerita-cerita
Merupakan sarana untuk menyampaikan nilai-nilai dan kepercayaan yang
dianut organisasi. Biasanya yang menjadi fokus cerita adalah figur-figur panutan
dalam organisasi dan prestasi karyawan.

5. Tokoh-tokoh panutan
Merupakan sosok individu-individu yang melambangkan nilai-nilai organisasi
dan menjadi sosok panutan bagi karyawan.

6. Jaring-jaring budaya
Merupakan bentuk komunikasi informal untuk menyebarkan nilai-nilai dan kisah-
kisah kepahlawanan dalam organisasi.

5.2 Pembentukan Budaya Organisasi


Lingkungan berpengaruh besar terhadap budaya organisasi. Organisasi
harus mampu mempertahankan hidupnya dan berupaya keras agar dalam
lingkungan yang terus mengalami perubahan, organisasi dapat bertahan dan
mendorong pada perubahan yang lebih baik. Budaya organisasi merupakan hasil
dari proses belajar. Schein dalam Cahyono (1996) menyatakan bahwa ada dua
cara proses pembentukan budaya organisasi, yaitu:
1. Model trauma
Para anggota organisasi belajar untuk mengatasi ancaman dengan munculnya
mekanisme pertahanan.

2. Model imbalan positif


Segala sesuatu yang tampaknya berfungsi menjadi tersimpan dan mengendap.
Belajar terjadi ketika orang beradaptasi dan mengatasi tekanan dari luar, dan
ketika ia berhasil mengembangkan pendekatan atau mekanisme untuk
mengatasi teknologi organisasi mereka.

Nilai-nilai yang dipersepsikan membentuk budaya menurut Robbins dan


Coulter (1999) ada tujuh dimensi, yang secara sistem menentukan para pegawai
bertindak sebagai hakikat budaya organisasi antara lain :

PERILAKU ORGANISASI 52
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

1. Inovasi dalam mengambil resiko, tingkat bagaimana para karyawan didorong


untuk bersikap inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian pada detail, tingkat bagaimana para karyawan diharapkan untuk
menampilkan ketepatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Oritentasi hasil, tingkat bagaimana para manajer memusatkan perhatian pada
hasil-hasil bukannya pada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapai hasil-hasil itu.
4. Orientasi manusia, tingkat bagaimana keputusan-keputusan manajemen
memperhitungkan pengaruh hasil-hasil terhadap manusia didalam organisasi.
5. Orientasi tim, tingkat bagaimana kegiatan-kegiatan kerja siswa disusun sekitar
tim-tim bukan individu-individu.
6. Agresivitas, tingkat bagaimana orang bersifat agresif dan bersaing bukannya
ramah dan bekerjasama.
7. Stabiltitas, tingkat kegiatan-kegiatan organisasi yang menekankan usaha
mempertahankan status quo bukan pertumbuhan.
Sebagaimana dalam gambar 8, masing-masing ciri ada dalam sebuah
kontinum dari rendah sampai tinggi.

Inovasi dan Perhatian pada


mengambil resiko detail
Rendah…Tinggi Rendah…Tinggi

Stabilitas Budaya Orientasi hasil


Rendah…Tinggi organisasi Rendah…Tinggi

Agresivitas Orientasi manusia


Rendah…Tinggi Rendah…Tinggi

Orientasi tim
Rendah…Tinggi

Gambar 5-1 Dimensi Budaya Organisasi


Sumber : Robbins dan Coulter (1999)

Budaya suatu organisasi diturunkan dari filsafat pendirinya, selanjutnya


budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan
karyawan. Tindakan manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang
dapat diterima dan yang tidak, budaya ini diteruskan pada para karyawan melalui
berbagai ragam misalnya melalui cerita, ritual, lambang-lambang yang bersifat
kebendaan dan bahasa, secara sederhana terbentuknya budaya organisasi terlihat
pada gambar 5-2.

Manajemen
puncak
PERILAKU ORGANISASI 53
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Filsafat
pendiri Kriteria
seleksi Budaya
organisasi organisasi
Sosialisasi

Gambar 5-2. Terbentuknya Budaya Organisasi


Sumber : Robbins (2002)

Robbins (2002) lebih lanjut mengemukakan bahwa budaya organisasi


sebagai variabel campur tangan manajemen secara keseluruhan sebenarnya
berawal dari para karyawan membentuk suatu persepsi subjektif kepada organisasi
berdasarkan faktor-faktor seperti toleransi resiko, tekanan pada tim, dan dukungan
orang. Selanjutnya persepsi keseluruhan ini menjadi budaya atau kepribadian
organisasi, persepsi mendukung atau tidak mendukung ini kemudian
mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Beberapa faktor objektif yang
dipersepsikan sebagai budaya organisasi yang berdampak pada kinerja dan
kepuasan karyawan digambarkan pada gambar 5-3 berikut.

Faktor objektif
 Inovasi dan
pengambilan
resiko
 Perhatian ke
rincian Dipersepsikan Kinerja
Budaya Tinggi
 Orientasi hasil sebagai
organisasi
 Orientasi orang Rendah Kepuasan
 Orientasi tim
 Keagresifan
 Kemampuan
Gambar 5-3. Dampak Budaya Organisasi Terhadap Kinerja dan Kepuasan
Sumber : Robbins (2002)

Menurut Schein dalam Biantoro (2002) ada sepuluh aspek yang


dipersepsikan dalam memahami budaya organisasi, aspek tersebut antara lain :
1. Observed behaviour regularities when people interact (perilaku yang menjadi
kebiasaan ketika melakukan interaksi) seperti kebiasaan penggunaan bahasa
yang khas, tradisi-tradisi dan aktivitas ritual.
2. Norms group (norma-norma kelompok), adalah nilai-nilai yang secara implisit
berkembang kelompok-kelompok kerja yang menjadi pedoman bagi anggota
kelompok atau organisasi.
3. Espoused (nilai-nilai yang diyakini), adalah prinsip dan nilai yang diumumkan
sebagai sesuatu yang harus dicapai organisasi.

PERILAKU ORGANISASI 54
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

4. Philosophy formal (filosofi formal) adalah kebijakan-kebijakan publik dan prinsip


ideologis yang menjadi pedoman organisasi dalam hubungannya dengan
stakeholders.
5. Rule of the game (aturan main) adalah peraturan yang tidak langsung berlaku
dalam organisasi dimana seorang anggota harus mematuhi agar dapat diterima
secara penuh.
6. Organization climate (iklim organisasi) adalah kondisi yang tercipta dalam
organisasi melalui layout fisik dan cara bagaimana persepsi anggota dalam
berinteraksi dengan sesame atau dengan pihak luar organisasi.
7. Embedded skills (keterampilan khusus) adalah keterampilan yang dimiliki
anggota organisasi dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu, serta
kemampuan untuk melanjutkan tugas yang selalu beralih pada tiap generasi
tanpa harus mempelajarinya secara tertulis.
8. Habits of thinking, mental models, and or linguistics paradigms (kebiasaan
berfikir, pola kejiwaan dan atau paradigma-paradigma linguistis) adalah
kerangka pemahaman kognitif yang menjadi pedoman bagi persepsi, pemikiran
dan bahasa yang digunakan anggota organisasi serta selalu disampaikan
kepada anggota baru selama masa sosialisasi awal.
9. Shared meanings (pemahaman bersama) adalah pengertian yang muncul
sebagai hasil interaksi antara sesama anggota organisasi.
10. Root metaphors or integrating symbols (simbol-simbol fisik) adalah ide,
perasaan dan citra organisasi yang dikembangkan sehingga menampakkan
karakteristik dari organisasi itu sendiri, hal tersebut tercermin dalam bentuk fisik
bangunan, layout kantor dan materi-materi fisik organisasi lainnya.

Cowling dan James (1996) mengemukakan empat tipe budaya organisasi


yang berlaku dalam berbagai situasi yang berbeda, yaitu :
1. Budaya peran
Menekankan pada stabilitas dan kontrol perintah dan didasarkan pada suatu
pencarian keamanan. Budaya ini suatu birokrasi sektor umum model kuno.

2. Budaya kekuasaan
Menekankan pada kekuatan, ketegasan dan ketetapan hati dan didasarkan
pada pencarian untuk keamanan. Budaya ini dapat ditemukan dalam :
a) Organisasi besar dimana sejumlah eksekutif mengerahkan sejumlah besar
kuasa dengan cara yang otokratis.
b) Organisasi yang dimiliki swasta yang lebih kecil, kendali keluarga memegang
kekuasaan yang perlu diperhitungkan.

3. Budaya pencapaian
Menekankan pada keberhasilan, pertumbuhan dan kehormatan serta
didasarkan pada ekspresi pribadi. Budaya seperti ini dapat ditemukan pada
beberapa organisasi/organisasi modern maju yang mendorong otonomi dan
ungkapan pribadi.

4. Budaya dukungan

PERILAKU ORGANISASI 55
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Didasarkan pada pelayanan, integrasi dan nilai-nilai bersama. Budaya ini


didasarkan pada rasa kebersamaan.

Pendekatan di atas lalu diadaptasi oleh Horison dan Handy dalam Cheki
(1996) dengan mengembangkan tipe-tipe budaya organisasi berdasarkan tingkat
formalisasi dan sentralisasi serta mengelompokkan budaya organisasi menjadi
empat jenis, yaitu :
1. Formalisasi tinggi, sentralisasi tinggi
Budaya birokrasi dimana semua pekerjaan sudah diatur secara sistematis
melalui berbagai macam prosedur, jika perlu dengan time dan motion study yang
cermat. Porsi pekerjaan seseorang sudah ditetapkan dan bersifat rutin.

2. Formalisasi rendah, sentralisasi tinggi


Tidak banyak terdapat peraturan atau prosedur. Kekuasaan tertinggi berada
ditangan satu orang atau sebuah kelompok kecil yang memberi komando dari
pusat, seperti laba-laba yagn berada di tengah jaringnya.

3. Formalisasi tinggi, sentralisasi rendah


Terdapat pada kelompok-kelompok kerja interdisipliner yang diorganisir
berdasarkan suatu tugas atau proyek. Cara kerja masing-masing elemen ini
sangat independen tetapi mereka terikat oleh berbagai prosedur yang ketat.

4. Formalisasi rendah, sentralisasi rendah


Tipe budaya sangat desentralisasi dan informal. Anggotanya memiliki
tujuan/kepentingan sama tetapi masih menikmati kebebasan individu yang
tinggi.
Model tipe budaya Horison dan Handy (Cheki, 1996) sebagai berikut :

Gambar 5-4 Model Tipe Budaya Horizon dan Handy


Sumber : Hampden dan Turner, 1992
Budaya organisasi merupakan salah satu faktor utama dalam mencapai
keberhasilan, akan tetapi untuk mencapai keberhasilan tersebut sangatlah tidak
mudah. Hal ini karena budaya organisasi yang diajarkan melalui proses belajar
telah berakar dan sulit diubah. Pendekatan untuk mengendalikan budaya organisasi
adalah dengan menggunakan budaya yang telah dimiliki, dikenali dan diterapkan.

PERILAKU ORGANISASI 56
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Deal dan Kennedy (1992) mengemukakan lima alasan untuk membenarkan


perubahan budaya secara besar-besaran, yaitu:
1. Jika suatu organisasi memiliki nilai-nilai yang kuat yang tidak cocok dengan
lingkungan yang berubah.
2. Jika industri sangat bersaing dan berkembang dengan sangat pesat.
3. Jika organisasi dalam ukuran yang sedang-sedang saja atau lebih buruk lagi.
4. Jika organisasi mulai memasuki peringkat organisasi yang sangat besar.
5. Jika organisasi kecil namun berkembang sangat pesat.

Kennedy mengemukakan bahwa jika tidak ada alasan satupun yang cocok,
maka diharapkan untuk tidak melakukan perubahan terhadap budaya organisasi
sebab perubahan akan banyak memakan biaya, baik waktu, usaha, maupun
finansial.

Program manajemen budaya melibatkan langkah-langkah berikut :


1. Mengenali asumsi-asumsi dan keyakinan dasar dan mendefinisikan (kembali)
nilai-nilai inti.
2. Menganalisis suasana organisasi.
3. Menganalisis gaya kepemimpinan.
4. Merencanakan dan melaksanakan dasar langkah-langkah dari aspek-aspek
budaya yang perlu diubah dan aspek-aspek yang harus dipertahankan atau
ditegakkan.

5.3 Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi


Budaya organisasi, sebagai sekumpulan asumsi-asumsi mendasar, berfungsi
untuk memberikan arah bagi anggota organisasi/organisasi tentang apa yang harus
diperhatikan, makna dari segala sesuatu yang harus dicapai, bagaimana
seharusnya reaksi dan tindakan yang diambil dalam situasi-situasi tertentu (Schein,
1992).

Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi yaitu (Biantoro, 2002) :


1. Memiliki peran dalam menetapkan tapal batas, yaitu budaya menciptakan
perbedaan yang jelas antara satu organisasi/organisasi dengan organisasi
lainnya.
2. Memberikan rasa identitas bagi anggota organisasi.
3. Mempermudah munculnya komitmen pada kepentingan yang lebih luas.
4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
5. Menjadi mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta
membentuk sikap atau perilaku karyawan.

Sedangkan Susanto (1997) memaparkan sisi manfaat yang diperoleh jika


budaya organisasi dipahami oleh seluruh lapisan sumber daya manusia dan bagi
organisasi. Manfaat bagi sumber daya manusia adalah :
1. Memberikan arah atau pedoman berperilaku di dalam organisasi. Dalam hal ini
sumber daya manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku,
melainkan harus menyesuaikan dengan siapa dan dimana berada.

PERILAKU ORGANISASI 57
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

2. Mempunyai kesamaan visi dan misi dalam melakukan tugas dan tanggung
jawab. Masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan
mengembangkan tingkat intedependensi antar individu/bagian karena saling
melengkapi dalam kegiatan usaha.

3. Mendorong sumber daya manusia selalu mencapai prestasi kerja atau


produktifitas yang lebih baik. Hal ini dapat dicapai jika proses sosialisasi dapat
dijalankan dengan tepat pada sasaran.

4. Mengetahui secara pasti tentang jenjang karir di organisasi sehingga mendorong


karyawan untuk konsisten dengan tugas dan tanggung jawab.

Manfaat yang diperoleh organisasi antara lain :


1. Sebagai salah satu unsur yang dapat menekankan tingkat turn over karyawan.
Hal ini karena budaya organisasi mendorong sumber daya manusia
memutuskan untuk tetap berkembang bersama organisasi.

2. Sebagai pedoman dalam menentukan kebijaksanaan mengenai kegiatan intern


organisasi, seperti : tata tertib administrasi, hubungan antar bagian, penilaian
prestasi kerja, dan lain-lain.

3. Untuk menunjukkan pada pihak luar tentang keberadaan organisasi dari cirri
khas yang dimiliki, di tengah-tengah organisasi yang ada di masyarakat.

4. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan organisasi, seperti :


pembentukan perencanaan pemasaran, penentuan segmentasi pasar,
penentuan posisi organisasi yang akan dikuasai.

5. Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan sumber daya


manusia dengan dukungan penuh seluruh jajaran sumber daya yang ada.

5.4 Rangkuman
Istilah budaya (culture) pada mulanya populer dalam disiplin ilmu antropologi.
Kata culture berasal dari kata latin colere berarti mengolah, mengerjakan; biasanya
berkaitan dengan kegiatan pengolahan tanah. Istilah culture berkembang menjadi
segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam (Koentjaraningrat, 1993).
Kata kultur memiliki banyak arti dan konotasi. Schein (1992) menyarankan
bahwa kultur harus digunakan untuk tingkat asumsi dan keyakinan yang lebih dalam
dirasakan bersama oleh para anggota suatu organisasi yang bekerja tanpa disadari.

Berbagai penelitian bidang sumber daya manusia menyatakan bahwa


budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja sumber daya manusia,
sehingga potensi sumber daya manusia tersebut dapat menjadi warna bagi kinerja
organisasi, oleh karena itu implementasi budaya pada organisasi dapat memberikan
manfaat besar bagi pengembangan organisasi itu sendiri.

5.5 Latihan
PERILAKU ORGANISASI 58
HSP STIK-PTIK
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Untuk memahami materi pada bab ini, dapat dijawab beberapa soal berikut
ini:
1. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi?
2. Bagaimana teori budaya organisasi menurut Schein?
3. Sebutkan beberapa teori budaya organisasi dari para ahli dalam bab ini!!!
4. Jelaskan bagaimana penagruh budaya organisasi terhadap kinerja!!
5. Jelaskan apa manfaat mempelajari budaya organisasi bagi pengembangan
organisasi?

PERILAKU ORGANISASI 59
HSP STIK-PTIK

Anda mungkin juga menyukai