Anda di halaman 1dari 8

BAB II

ASSET KEUANGAN, SISTEM KEUANGAN DAN MONETER

2.1 Pengertian Asset Keuangan


Dalam pengertian luas, aset merupakan kepemilikan atas suatu
barang yang memiliki nilai tukar. Pada awalnya asset hanya berupa asset
berwujud (tangible) namun dalam perkembangannya, asset juga dapat
berupa asset tak berwujud (intangible). Asset berwujud adalah aset yang
nilainya tergantung dari bentuk fisik tertentu dari asset tersebut.
Contoh: tanah, bangunan, mobil, pabrik, mesin, dan asset-asset fisik lain.
Sedangkan asset tak berwujud adalah aset yang nilainya tidak tergantung
dari bentuk fisik asset tersebut. Salah satu jenis aset tak berwujud
adalah asset keuangan. Asset keuangan memiliki nilai karena klaim-
klaim hukum atas sejumlah manfaat yang berupa arus kas di masa
mendatang. Ada beberapa pihak (minimal 2 pihak) yang merupakan pihak
penting dalam asset keuangan. Pihak yang telah setuju untuk melakukan
pembayaran kas di masa datang disebut issuer (emiten). Sementara
pemilik atau pemegang asset keuangan disebut investor. Asset dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Asset berwujud
Asset berwujud yaitu asset yang nilainya sesuai dengan wujudnya,
misalnya bangunan, mesin yang harganya sesuai dengan ongkos
pembuatannya (walaupun tanah tidak ada ongkos pembuatannya
namun tanah termasuk asset berwujud).
2. Asset tidak berwujud
Asset tidak berwujud yaitu asset yang nilainya tidak sebanding
dengan wujud fisiknya misalnya surat berharga saham yang wujud
fisiknya hanya secarik kertas yang ongkos pembuatannya relatif
murah dan tidak sama dengan nilai atau harga jika secarik kertas
tersebut kita jual.

2.1.2 Asset Keuangan


Aset Keuangan adalah asset yang tidak berwujud. Nilai dari
asset ini tergantung dari nilai arus kas/uang yang akan kita terima
dimasa yang akan datang, semakin besar nilai arus kas yang akan kita
6
terima dimasa yang akan datang maka semakin tinggi nilai dari asset
keuangan tersebut. Pihak yang setuju untuk melakukan pembayaran
kas/klaim atas asset keuangan tersebut disebut emiten atau issuer
sedangkan penerima klaim disebut sebagai investor.
Berikut adalah contoh dari asset keuangan tersebut:
1. Aset kredit.
Aset kredit Adalah aset berupa tagihan terhadap pihak yang
melakukan kredit. Contoh: Bank A memberikan kredit kepada
nasabah (misalnya Tuan X). Dalam perjanjian kredit ini telah
disepakati bahwa Tuan X akan melakukan pembayaran kepada
Bank A yang telah ditetapkan selama jangka waktu tertentu.
Pembayaran ini berupa pembayaran pokok pinjaman dan bunga
yang telah disepakati. Arus kas dalam aset kredit berupa
pembayaran yang harus dilakukan oleh Tuan X (peminjam). Dalam
kasus ini Tuan X adalah emiten, dan Bank A adalah investor
2. Obligasi (Bonds)
Obligasi (Bonds) Merupakan aset keuangan yang berupa suatu
pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi,
dimana penerbit obligasi (emiten) berjanji untuk membayar bunga
(coupon) tiap periode yang dijanjikan dan membayar kembali pokok
utang, ada saat jatuh tempo. Di Indonesia, obligasi bisa dikeluarkan
oleh pemerintah maupun perusahaan (corporate).
3. Obligasi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia menerbitkan berbagai macam surat utang,
yang disebut surat berharga negara, salah satu diantaranya SUN
(Surat Utang Negara). SUN merupakan aset keuangan, berupa surat
pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing
yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Dalam kasus
SUN ini, pemerintah Indonesia sebagai emiten setuju untuk
membayar bunga (coupon) SUN kepada investor setiap periode
secara rutin, sampai saat jatuh tempo, dan kemudian saat jatuh
tempo pemerintah membayar pokok pinjamannya. Dalam hal ini
arus kas dari SUN adalah bunga (coupon) dan pokok pinjaman yang
dibayar saat jatuh tempo. Obligasi lain yang dikeluarkan pemerintah
Indonesia adalah ORI (Obligasi Ritel Indonesia). ORI pada prinsipnya
7
sama dengan SUN, namun nilai nominal ORI jauh lebih kecil dari
pada SUN. Investor yang dituju ORI adalah masyarakat luas, dan
sifatnya ritel atau eceran. Sementara SUN memiliki nominal besar
sehingga yang mampu melakukan investasi hanya kalangan
tertentu.
4. Obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan (corporate)
Hampir sama dengan obligasi yang dikeluarkan pemerintah, apabila
perusahaan (corporate) menerbitkan obligasi, maka perusahaan
merupakan emiten yang berjanji akan membayar kepada investor
bunga obligasi (yield) secara rutin sesuai periode yang dijanjikan,
dan membayar pokok pinjaman pada saat jatuh tempo.
5. Obligasi Syariah atau Sukuk
Obligasi yang telah diuraikan di atas adalah obligasi konvensional.
Selain obligasi konvensional, di Indonesia juga berkembang Obligasi
Syariah atau Sukuk. Sukuk Indonesia adalah investasi obligasi
Indonesia dengan prinsip syariah, dimana obligasi syariah tidak
mengenal bunga, karena dalam Islam bunga atau riba adalah haram
hukumnya. Oleh karena telah memperoleh pinjaman uang, tentu
saja emiten atau penerbit obligasi harus memberikan imbalan
kepada para investor pembeli obligasinya (investor). Imbalan yang
diberikan dapat berupa pembagian hasil, marjin pendapatan (fee),
atau sewa.
6. Saham biasa
Saham adalah penyertaan modal pada suatu perusahaan. Oleh
karena itu pemegang saham berhak atas keuntungan yang diperoleh
perusahaan, dan berhak atas aset perusahaan bila perusahaan
dilikuidasi. Misalnya PT Telkom menjual saham pada masyarakat
luas, maka para pemegang saham biasa mempunyai hak untuk
mendapatkan pembagian deviden (keuntungan yang diperoleh PT
Telkom). Dalam kasus ini para pemegang saham (investor) juga
berhak atas bagian prorata (proporsional) dari nilai bersih aset PT
Telkom jika PT Telkom dilikuidasi.

8
2.1.3 Karakteristik Asset Keuangan
Aset keuangan memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
a. Divisibility, artinya aset keuangan lebih mudah untuk dipecah-
pecahkan (dibagi-bagi) dibandingkan aset fisik.
b. Marketability (Liquidity), Artinya aset keuangan secara umum lebih
mudah untuk dipasarkan di pasar keuangan.
c. Maturity, artinya aset finansial beberapa diantaranya tidak memiliki
batas waktu jatuh tempo secara spesifik dan tidak semestinya
dipegang selamanya.
d. Currency, artinya aset keuangan umumnya menggunakan mata
uang tertentu. Beberapa aset keuangan dibuat dalam US dollar
untuk mengurangi resiko fluktuasi nilai tukar.
e. Moneyless, artinya aset keuangan berfungsi sebagai alat
pembayaran disebut uang. Namun ada juga aset keuangan yang
bukan uang namun dapat juga sebagai alat pembayaran.
f. Reversibility, artinya aset keuangan dapat ditukar-tukar bentuknya.
g. Liquidity, artinya aset keuangan merupakan aset yang mudah
untuk dicairkan
h. Convertability, beberapa aset keuangan seperti bond atau saham
dapat ditukar bentuknya ke bond atau saham yang lainnya.
i. Return Predictability, penerimaan dari aset keuangan dapat
diprediksi.
2.1.4 Resiko Aset Keuangan
Prinsip dasar ekonomi adalah bahwa setiap harga aset
keuangan sama dengan nilai sekarang (present value) dari arus kas
yang diharapkan, meskipun arus kas tersebut tidak diketahui secara
pasti. Nah, yang dimakdsud dari arus kas adalah aliran pembayaran
kas dalam jangka waktu tertentu. Kemudian, yang berhubungan
dengan konsep harga adalah pendapatan/pengembalian yang
diharapkan (expected return) dari suatu aset keuangan. Untuk
menentukan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of
return), maka kita dapat melihat berdasarkan arus kas yang
diharapkan dan harga suatu aset keuangan.
Dalam asset keuangan, ada 3 jenis resiko yaitu:
1. Resiko daya beli (purchasing power risk), resiko ini ditimbulkan
karena adanya inflasi, sehingga resiko ini disebut juga inflation risk.
9
2. Resiko ketidakmampuan emiten atau peminjam untuk membayar
kewajibannya yang disebut dengan resiko kredit (credit risk) atau
resiko kelalaian (default risk).
3. Resiko nilai tukar (Foreign Exchange Risk), resiko ini timbul jika
berinvestasi pada mata uang asing. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara dengan
negara lain. Jika nilai tukar berubah kearah negative maka kita akan
menerima uang yang lebih sedikit. Misalnya investasi pada asset
yang mata uangnya dolar, maka jika rupiah menguat maka kita akan
menerima rupiah yang jumlahnya lebih sedikit.
2.1.5 Perbedaan asset keuangan dengan asset berwujud dan Asset Tidak
Berwujud
Aset Keuangan dan asset berwujud secara fisik memang
berbeda, pada asset berwujud, bentuk fisiknya dapat langsung dinilai
dengan uang sedangkan asset keuangan wujud fisiknya tidak dapat
mencerminkan nilai dari asset keuangan tersebut. Namun demikian
ada satu hal yang sama-sama dimiliki oleh kedua jenis asset tersebut
yaitu arus kas yang akan diperoleh dimasa yang akan datang.
Untuk asset berwujud misalnya kepemilikan atas kapal pesiar
maka arus kas yang akan kita peroleh dimasa yang akan datang adalah
pendapatan yang akan kita peroleh dari penumpang. Pendapatan ini
kemudian nantinya akan digunakan untuk pembayaran biaya
operasional dan utang, jika ada kelebihannya (laba) maka akan
dibagikan kepada para pemegang saham. Sehingga pada akhirnya arus
kas yang akan diperoleh dari asset keuangan dihasilkan dari asset
berwujud.
Aset Keuangan adalah asset yang tidak berwujud. Nilai dari
asset ini tergantung dari nilai arus kas/uang yang akan kita terima
dimasa yang akan datang, semakin besar nilai arus kas yang akan kita
terima dimasa yang akan datang maka semakin tinggi nilai dari asset
keuangan tersebut. Pihak yang setuju untuk melakukan pembayaran
kas/klaim atas asset keuangan tersebut disebut emiten atau issuer
sedangkan penerima klaim disebut sebagai investor. Contoh:
Pinjaman/ kredit, ORI atau Obligasi Ritel Republik Indonesia, Obligasi,
Saham Biasa, Saham Preferen.

10
2.1.6 Klaim Atas Aset Keuangan
Arus kas bagi asset keuangan sering disebut klaim atas asset
keuangan. Klaim yang dimiliki oleh pemegang asset keuangan dapat
berupa klaim tetap, yaitu sejumlah pendapatan yang tetap atas asset
keuangan yang dimiliki. Jika asset keuangan memiliki klaim
pendapatan tetap, maka asset keuangan ini dinamakan instrumen
utang. Contoh: kredit. Asset keuangan kredit akan memberikan arus
kas tetap berupa bunga. Pada umumnya bunga kredit ditentukan pada
awal masa kredit, dan pembayaran bunga bersifat tetap dan pasti.
Contoh lain adalah obligasi. Seperti diuraikan didepan, obligasi dapat
diterbitkan baik oleh pemerintah ataupun oleh swasta. Dalam obligasi,
besarnya kupon atau yield pada umumnya ditentukan didepan dan
dibayarkan saat jatuh tempo, atau waktu tertentu sesuai kesepakatan.
Bentuk klaim aset keuangan yang lain adalah klaim ekuitas
atau klaim residual. Klaim ekuitas mewajibkan emiten untuk
membayarkan pada pemegang aset keuangan sejumlah pendapatan
berdasarkan laba yang diperoleh emiten (jika ada). Jika dalam
melakukan usahanya tersebut emiten juga menerbitkan instrumen
utang, pembayaran klaim ekuitas ini pada umumnya dilakukan setelah
pembayaran pada pemegang aset keuangan instrumen utang. Salah
satu contoh klaim ekuitas adalah saham, baik saham biasa maupun
saham kepemilikan (partnership share). Emiten yang menerbitkan
saham, berkewajiban memberikan keuntungan berupa deviden bagi
pemegang saham. Selain kedua bentuk klaim tersebut, beberapa asset
keuangan memiliki klaim kombinasi. Contoh: saham preferen. Saham
preferen merupakan suatu klaim ekuitas yang memberikan hak kepada
investor untuk menerima sejumlah uang tetap, namun dengan
berbagai persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan adalah
pembayaran baru dilakukan setelah memenuhi kewajiban bagi
pemegang instrumen utang. Contoh lain adalah convertible bond
(obligasi yang bisa dikonversikan). Obligasi ini memberikan ruang bagi
investor untuk mengubah obligasinya menjadi saham atau ekuitas
dalam situasi-situasi tertentu. Meskipun masuk dalam kategori klaim
kombinasi, saham preferen maupun utang yang membayar uang atau
pendapatan dalam jumlah tetap, pada prinsipnya masuk dalam
instrumen pendapatan tetap (fixed income instrument).
11
2.2 Sistem Keuangan
Pada dasarnya sistem keuangan merupakan tatanan dalam
perekonomian suatu negara yang memiliki peran terutama dalarn
menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga-
lembaga keuangan serta lembaga penunjang lainnya misalnya pasar
uang dan pasar modal, Sistem keuangan Indonesia dapat dibedakan
dalam dua jenis yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan
bukan bank. Lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari
masyarakat, maka juga disebut depository financial institutions yang
terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat. Sedangkan
Lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari
bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun
dana langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
Dalam perjalanan sejarah perkembangan sistem keuangan
Indonesia, sistem lembaga keuangan mengalami perubahan yang sangat
fundamental terutama setelah memasuki era deregulasi, paket kebijakan
27 Oktober 1988 yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya
beberapa undang-undang bidang keuangan dan perbankan sejak
tahun1992, yaitu:
• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
• Undang-Undang Nornor 2 Tahun 1992 tentang Asuransi;
• Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
Konsekuensi dikeluarkannya undang-undang tersebut di atas,
adalah perubahan struktur sistem lembaga-lembaga keuangan di
lndonesia. Di samping itu, dari aspek pengaturan dan pembinaan,
lembaga-lembaga keuangan menjadi semakin jelas dan kuat karena telah
memiliki kekuatan hukum terutama di bidang perasuransian dan dana
pensiun yang sebelumnya undang-undang di atas dasar hukum
pengaturannya hanya dilakukan dengan keputusan-keputusan menteri
keuangan. Sistem moneter dan perbankan yang termasuk dalam sistem
moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan
uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan kedalam sistem moneter
adalah otoritas moneter dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena
itu, sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem
moneter. Otoritas moneter sebagai lembaga yang berwenang dalam

12
pengambilan kebijakan di bidang moneter, juga merupakan sumber uang
primer, baik bagi perbankan, masyarakat maupun pemerintah.

13

Anda mungkin juga menyukai