Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PRAKTIKUM

ELEKTRONIKA II

Dosen Pengampu
Reni Rahmadewi, S.T., M.T.

Disusun Oleh:

Ririn Solekha NPM. 2010631160026

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang
sudah memberikan karunianya sehingga saya dapat melaksanakan praktikum
Elektronika II ini sampai akhir praktikum ditandai dengan tersusunnya laporan
praktikum ini.

Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi tugas dari pada praktikum
Elektronika II. Dengan waktu yang cukup singkat, kegiatan ini menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat untuk praktikan dalam pengaplikasian ilmu kelektroan
dari perkuliahan yang sedang diampu oleh praktikan melalui praktikum ini.

Praktikan mengucapkan terimakasi kepada dosen pengampu, asisten


praktikum dan juga anggota kelompok praktikan yang tidak bosan bosan
membantu praktikan dalam menyelesaikan laopran praktikum dan uji coba selama
praktikum.

Laporan ini masih banyak kekurangan nya, praktikan memohon untuk


kritik dan saran membangun agar laporan ini bisa lebih baik lagi dan dapat
berguna untuk masyarakat ataupun mahasiswa lain yang memerlukan informasi
didalamnya

Karawang, 07 Desember 2022

Ririn Solekha

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I ........................................................................................................................ 1
TAHAP OUTPUT PENGUAT DAYA......................................................................... 1
1.1 Tujuan Praktikum......................................................................................... 1
1.2 Dasar Teori.................................................................................................. 1
1.2.1 Tahap Output Penguat Kelas A .............................................................. 1
1.2.2 Tahap Output Penguat Kelas B .............................................................. 3
1.2.3 Tahap Output Penguat Kelas AB............................................................ 5
1.3 Hasil Percobaan Praktikum ........................................................................... 5
1.3.1 Hasil Percobaan Penguat Kelas A .......................................................... 5
1.3.2 Hasil Percobaan penguat Kelas B........................................................... 9
1.3.3 Hasil Percobaan Penguat Kelas B OP AMP .......................................... 12
1.3.4 Hasil Percobaan Penguat AB ............................................................... 14
1.4 Pembahasan dan Analisis............................................................................ 18
1.4.1 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas A .................................... 18
1.4.2 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas B .................................... 18
1.4.3 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas B Op-Amp ...................... 18
1.4.4 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas AB.................................. 19
1.5 Kesimpulan ............................................................................................... 19
BAB II..................................................................................................................... 20
PENGUAT DIFRERENSIAL.................................................................................... 20
2.1 Tujuan Praktikum ............................................................................................ 20
2.2 Dasar Teori ..................................................................................................... 20
2.2.1 Rangkaian Dasar Penguat Diferensial ......................................................... 21
2.2.2 Penguat Diferensial dengan Resistor Degenerasi pada Emitor....................... 22
2.2.3 Penguat Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban Aktif ................... 22
2.2.3 Nonidealitas pada Penguat Diferensial ........................................................ 23
2.3 Hasil Percobaan Praktikum .............................................................................. 24

iii
2.4 Pembahasan dan Analisis ................................................................................. 33
2.5 Kesimpulan ..................................................................................................... 36
BAB III.................................................................................................................... 37
PENGUAT DENGAN UMPAN BALIK .................................................................... 37
3.1 Tujuan Praktikum....................................................................................... 37
3.2 Dasar Teori................................................................................................ 37
3.3 Hasil Percobaan Praktikum ......................................................................... 41
3.4 Pembahasan dan Analisis............................................................................ 47
3.5 Kesimpulan ..................................................................................................... 49
BAB IV.................................................................................................................... 50
OSILATOR.............................................................................................................. 50
4.1 Tujuan Praktikum ............................................................................................ 50
4.2 Dasar Teori ..................................................................................................... 50
4.3 Hasil Percobaan Praktikum .............................................................................. 60
4.4 Pembahasan dan Analisis ................................................................................. 76
4.5 Kesimpulan ..................................................................................................... 78

iv
BAB I

TAHAP OUTPUT PENGUAT DAYA

1.1 Tujuan Praktikum


a. Mengamati dan mengenali klasifikasi penguat berdasarkan bagian fungsi
sinusoidal saat transistor konduksi
b. Mengukur dan menganalisa distorsi pada tahap output penguat pada kelas
A, B, dan AB.
c. Mengukur dan menganalisa daya dan efisiensi penguat kelas A, B, dan
AB.
d. Mengamati, mengukur, dan menganalisa rangkaian termal sederhana untuk
transistor daya (opsional).

1.2 Dasar Teori

1.2.1 Tahap Output Penguat Kelas A


Tahap output penguat kelas A untuk konfigurasi Common
Emitter seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 1.1 Rangkaian tahap output penguat kelas A

Transistor Q1 selalu konduksi pada seluruh selang sinyal input sinusoid.


Sumber arus Ibias menarik arus dari transistor Q1 dan beban RL. Saat
tegangan input sekitar nol, arus yang ditarik sumber IBias akan diberikan
oleh transistor Q1 sehingga beban mendapat arus dan tegangan mendekati

1
nol. Dalam keadaan tanpa input transistor pada tahap penguat kelas A
menghantarkan arus sebesar arus biasnya.

Saat tegangan input terendah maka arus yang ditarik sumber akan
datang dari beban RLVsehingga beban akan mendapat tegangan terendah
negatif –Ibias RL. Saat tegangan input tertinggi maka transistor Q1 akan
memberikan arus lebih dari yang ditarik sumber arus sehingga beban akan
memberoleh arus dan tegangan tertinggi positif. Untuk memperoleh 7
ayunan tegangan tertinggi pada beban maka digunakan arus bias dan
beban yang memenuhi hubungan sebagai berikut :

Arus yang diberikan oleh transistor Q1 akan berkisaran dari


0 hingga 2xIBIAS. Distorsi pada penguat kelas A yang paling
menonjol adalah distorsi saturasi. Distorsi ini ketika sinyal input
sangat besar sehingga tegangan kolektor-emitor transistor mencapai
tegangan saturasi dan tegangan output sudah mendekati tegangan
catu dayanya.Rangkaian bias berupa sumber arus untuk tahap output
penguat kelas A dapat direalisasika dengan berbagai jenis sumber arus,
misalnya dengan cermin arus. Pada percobaan digunakan rangkaian
sumber arus seperti gambar dibawah ini :

Gambar 1.2 Rangkaian sumber arus untuk bias tahap output penguat kelas A

2
Arus bias untuk rangkaian tersebut dapat diperkirakan dengan
memanfaatkan persamaan berikut

Pada penguat daya kelas A sumber arus bias akan selalu


mendisipasikan daya mendekati VCC IBIAS. Daya yang terdisipasi pada
transistor tahap output akan berkisar dari VCC IBIAS saat amplituda
tegangan input nol hingga VCC IBIAS/2 saat amplituda input maksimum
(mendekati VCC).

1.2.2 Tahap Output Penguat Kelas B


Penguat kelas B pushpull menggunakan pasangan transistor NPN
dan PNP (juga nMOS dan pMOS) yang seimbang dengan konfigurasi
emitor bersama. Rangkaian dasar untuk tahap ouput penguat kelas B
pushpull tampak pada Gambar 3.

Gambar 1.3 Penguat pushpull kelas B

Pada penguat pushpull kelas B transistor NPN dan PNP bekerja


bergantian. Saat siklus tegangan input positif maka junction base-emitter
transistor QN akan mendapat tegangan maju sehingga transistor QN
konduksi sedangkan junction base-emitter transistor QP akan mendapat
tegangan mundur sehingga transistor QP dalam keadaan cut-off.
Sebaliknya saat siklus tegangan input negatif junction base-emitter
transistor QP yang akan mendapat tegangan maju dan transistor QP
konduksi dan QN dalam keadaan cut-off.

3
Adanya tegangan cut-in pada perilaku junction menyebabkan
proses transisi transistor yang konduksi dari QN ke QP dan sebaliknya
akan melalui saat kedua transistor dalam keadaan cutoff. Keadaan tersebut
menyebabkan sinyal output terdistorsi.

Pada penguat kelas B, dengan menganggap tegangan cut-in nol,


arus yang diberikan catu daya dapat didekati sebagai half wave rectifed
sinusoidal wave untuk masing-masing transistor. Dengan demikian daya
rata-rata yang diberikan catu daya akan mendekati

Daya yang disampaikan pada beban

Dengan demikian daya terdisipasi pada masing-masing transistor akan


bergantung pada amplituda tegangan output atau tegangan inputnya

Ouput pada penguat kelas B pushpull mengalami distorsi cross


over saat pergantian transistor yang konduksi akibat adanya tegangan cut-
in pada transistor tersebut. Untuk menghilangkan distorsi tersebut dapat
digunakan rangkaian umpan balik dengan penguat operasional. Rangkaian
penguat kelas B seperti ini tampak pada Gambar 4. Umpan balik dengan
penguat operasional ini tidak hanya menekan distorsi cross over tetapi juga
menekan distorsi akibat ketidakseimbangan penguatan arus transistor NPN
dan PNP. Penguat operasional pada rangkaian ini akan menjaga tegangan
output sama dengan tegangan inputnya. Selisih tegangan input dan output
akan membuat penguat operasional memberikan tegangan lebih tinggi bila
tegangan pada beban ternyata lebih rendah dari input dan begitu pula
sebaliknya.

4
Gambar 1.4 Rangkaian penguat pushpull kelas B dengan umpan balik dengan op-amp

1.2.3 Tahap Output Penguat Kelas AB


Cara lain untuk memekan distorsi cross over pada penguat B
adalah dengan kedua transistor tetap konduksi saat tegangan input sekitar
nilai nol. Untuk itu transistor diberikan tegangan bias yang cukup pada
junction base-emitor. Pada cara ini transistor bekerja pada kelas AB.

Cara sederhana untuk memperoleh tegangan bias yang menjamin transistor


dalam keadaan konduksi saat tegangan input kurang dari tegangan cut-in
adalah dengan menggunakan dioda seperti ditunjukkan pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Penguat pushpull kelas AB dengan dioda untuk pemberi tegangan bias

1.3 Hasil Percobaan Praktikum

1.3.1 Hasil Percobaan Penguat Kelas A

5
Gambar 1.6 Hasil Rangakain Penguat Kelas A

Gambar 1.7 Hasil simulasi dengan 2Vpp dan RL=56 ohm

Gambar 1.8 Hasil simulasi dengan 4Vpp dan RL=56 ohm

6
Gambar 1.9 hasil Simulasi dengan 6Vpp dan RL=56 ohm

Gambar 1.10 hasil simulasi dengan 10Vpp dan RL=56 ohm

Gambar 1.11 hasil simulasi dengan 2Vpp dan RL=33 ohm

7
Gambar 1.12 hasil simulasi dengan 4Vpp dan RL=33 ohm

Gambar 1.13 hasil simulasi dengan 6Vpp dan RL=33 ohm

Gambar 1.14 hasil simulasi dengan 10Vpp dan RL=33 ohm

8
Tabel 1.1 Hasil simulasi penguat kelas A dengan RL = 56 Ohm

RL = 56 Ohm

Amplitudo Arus Catu Daya Arus Catu Daya


Input Daya Terhitung Daya Terhitung
+ (W) - (W)

2 Vpp +0,03 µA 0,18 W +1,32mA 7,92 W


4 Vpp +0,06 µA 0,36 W +1,32mA 7,92 W
6 Vpp +0,09 µA 0,54 W +1,32mA 7,92 W
10 Vpp +0,15 µA 0,90 W +1,32mA 7,92 W

Tabel 1.2 Hasil simulasi penguat kelas A dengan RL = 33 Ohm

RL = 33 Ohm

Amplitudo Arus Catu Daya Arus Catu Daya


Input Daya Terhitung Daya Terhitung
+ (W) - (W)

2 Vpp +0,03 µA 0,18 W +1,32 mA 7,92 W


4 Vpp +0,06 µA 0,36 W +1,32 mA 7,92 W
6 Vpp +0,09 µA 0,54 W +1,32 mA 7,92 W
10 Vpp +0,15 µA 0,90 W +1,32 mA 7,92 W
1.3.2 Hasil Percobaan penguat Kelas B

Gambar 1.15 Hasil Rangkaian Kelas B

9
Gambar 1.16 hasil simulasi dengan 2Vpp

Gambar 1.17 hasil simulasi dengan 4Vpp

Gambar 1.18 hasil simulasi dengan 6Vpp

10
Gambar 1.19 hasil simulasi dengan 10Vpp

Gambar 1.20 hasil simulasi dengan 12Vpp

Tabel 1.3 hasil simulasi penguat kelas B

Rl = 33 Ohm
Amplitudo Arus Catu Daya Arus Catu Daya
Input Daya Terhitung Daya Terhitung
+ (W) - (W)
2 Vpp +0,03 µA 0,18 W +0,03 µA 0,18 W
4 Vpp +0,06 µA 0,36 W +0,06 µA 0,36 W
6 Vpp +0,09 µA 0,54 W +0,09 µA 0,54 W
10 Vpp +0,15 µA 0,90 W +0,15 µA 0,90 W
12 Vpp +0,18 µA 1,08 W +0,18 µA 1,08 W

11
1.3.3 Hasil Percobaan Penguat Kelas B OP AMP

Gambar 1.21 Hasil Rangakain Kelas B Op-Amp

Gambar 1.22 hasil simulasi kelas B Op-Amp dengan 2Vpp

Gambar 1.23 hasil simulasi kelas B Op-Amp dengan 4Vpp

12
Gambar 1.24 hasil simulasi kelas B Op-Amp dengan 6Vpp

Gambar 1.25 hasil simulasi kelas B Op-Amp 10Vpp

Gambar 1.26 hasil simulasi kelas B Op-Amp 12Vpp

13
Tabel 4 hasil simulasi kelas B Op-Amp

Rl = 33 Ohm
Amplitudo Arus Catu Daya Arus Catu Daya
Input Daya Terhitung Daya Terhitung
+ (W) - (W)
2 Vpp -3,25 mA -19,50 W +1,46 mA 8,76 W
4 Vpp -4,22 mA -25,32 W +1,45 mA 8,70 W
6 Vpp -5,29 mA -31,74 W +1,44 mA 8,64 W
10 Vpp -6,74 mA -40,44 W +1,43 mA 8,58 W
12 Vpp -7,51 mA -45,06 W +1,43 mA 8,58 W

1.3.4 Hasil Percobaan Penguat AB

Gambar 1.27 Hasil Rangkain Kelas AB

Gambar 1.28 hasil simulasi penguat kelas AB 2Vpp RL=33

14
Gambar 1.29 hasil simulasi penguat kelas AB 4Vpp RL=33

Gambar 1.30 hasil simulasi penguat kelas AB 6Vpp RL=33

Gambar 1.31 hasil simulasi penguat kelas AB 10Vpp RL=33

15
Gambar 1.32 hasil simulasi penguat kelas AB 2Vpp RL=56

Gambar 1.33 hasil simulasi penguat kelas AB 4Vpp RL=56

Gambar 1.34 hasil simulasi penguat kelas AB 6Vpp RL=56

16
Gambar 1.35 hasil simulasi penguat kelas AB 10Vpp RL=56

Tabel 5 hasil simulasi penguat kelas AB Percobaan 1

R1=R2 = 1,8K Ohm dan RL = 33 Ohm

Amplitudo Arus Catu Daya Arus Catu Daya


Input Daya Terhitung Daya Terhitung
+ (W) - (W)

2 Vpp -68,4 mA -410,4 W +68,0 mA 408,0 W


4 Vpp -68,6 mA -411,6 W +67,8 mA 406,8 W
6 Vpp -68,9 mA -413,9 W +67,6 mA 405,6 W
10 Vpp -70,1 mA -420,6 W +66,6 mA 399,6 W

Tabel 6 hasil simulasi penguat kelas AB Percobaan 2

R1=R2 = 1K Ohm dan RL = 56 Ohm

Amplitudo Arus Catu Daya Arus Catu Daya


Input Daya Terhitung Daya Terhitung
+ (W) - (W)

2 Vpp -68,4 mA -410,4 W +68,1 mA -408,6 W


4 Vpp -68,8 mA -412,8 W +67,7 mA -406,2 W
6 Vpp -69,1 mA -414,6 W +67,4 mA -404,4 W
10 Vpp -69,0 mA -414,0 W +67,6 mA -405,6 W

17
1.4 Pembahasan dan Analisis

1.4.1 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas A


Pada praktikum percobaan penguat daya kelas A, Melalui software
proteus dilakukan simulasi dengan Nilai-nilai komponen dan bersaran
tegangan catu daya yang dipilih adalah R1 = 5,6k , R2 = 1,2k , R3 =
1,2 , RL = 56   W, Q1 = Q2 =BD139, dan VCC = 6V. Yang kemudian
dilakukan percobaan dengan memberikan nilai amplitudo input yang
berbeda pada penguat dari sumber sinyal dari generator yaitu 2 Vpp, 4
Vpp, 6 Vpp dan 10 Vpp untuk dua percobaan beban yang berbeda yaitu
RL = 33 dan RL = 56 .

Tujuan pada percobaan ini yaitu untuk dapat melihat dan


menganalisa hasil sinyal keluaran yang terjadi pada simulasi dengan
bantuan osiloskop dan untuk dapat menentukan nilai arus catu daya(+-),
dan daya terhitung (w) pada setiap percobaannya. Untuk hasilnya dapat
dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

1.4.2 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas B


Pada percobaan penguat daya kelas B dilakukan simulasi pada
software proteus dengan Komponen yang digunakan transistor Q1 =
BD139 dan Q2 = BD 140, resistansi beban RL 33 Ω 1W, dan tegangan
catu VCC 6V. Gunakan ampere meter untuk mengukur arus dari kedua
catu daya. Kemudian menggunakan osiloskop untuk dapat mengetahui
sinyal keluaran yang dihasilkan melalui percobaan dengan beberapa nilai
amplitudo yaitu 2 Vpp, 4 Vpp, 6 Vpp, 10 Vpp dan 12 Vpp.

1.4.3 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas B Op-Amp


Pada percobaan selanjutnya yaitu percobaan pada Tahap Output
Penguat daya kelas B dengan Umpan balik Penguat Operasional (Op-
Amp) yang melakukan simulasi pada software proteus dengan Komponen
yang digunakan transistor Q1 = BD139 dan Q2 = BD 140, resistansi beban
RL 33 Ω 1W, penguat operasional LM741 dan tegangan catu VCC 6V.
Gunakan ampere meter untuk mengukur arus dari kedua catu daya.

18
Kemudian menggunakan osiloskop untuk dapat mengetahui sinyal
keluaran yang dihasilkan melalui percobaan dengan beberapa nilai
amplitudo yaitu 2 Vpp, 4 Vpp, 6 Vpp, 10 Vpp dan 12 Vpp.

1.4.4 Pembahasan dan Analisis penguat daya kelas AB


Pada percobaan terakhir yaitu percobaan pada Tahap Output Penguat
daya kelas AB yang melakukan simulasi pada software proteus dengan
Komponen yang digunakan resistansi Resistor R1 dan R2 1,8k Ω, dioda
D1 dan D2 1N4001, transistor Q1 BD139 dan Q2 BD140, resistansi beban
RL = 33Ω 1W dan tegangan catu daya VCC 6V. Gunakan ampere meter
untuk mengukur arus dari kedua catu daya.. Kemudian menggunakan
osiloskop untuk dapat mengetahui sinyal keluaran yang dihasilkan melalui
percobaan dengan beberapa nilai amplitudo yaitu 2 Vpp, 4 Vpp, 6 Vpp,
dan 10 Vpp. Dengan dua kali percobaan untuk resistansi R1 = R2= 1,8KΩ,
dan untuk RL = 33Ω. Dan percobaan kedua R1 = R2= 1KΩ, dan untuk RL
= 56Ω. Untuk hasilnya dapat dilihat pada tabel 5 dan 6.

1.5 Kesimpulan
Pada praktikum Elektronika modul 1, kita membahas mengenai Tahap
Output Penguat Daya yang mempelajari penguat daya kelas A, kelas B dan
Kelas AB yang masing-masing terdapat dua kali percobaan. Simulasi yang
dilakukan menggunakan software proteus dengan komponen-koponen yang
terlibat yaitu resistor, transistor, general sinyal dan osiloskop dimana pada
percobaan modul 1 ini bertujuan untuk melihat hasil keluaran sinyal yang
dihasilkan dari masing- masing percobaan yang dilakukan.

19
BAB II

PENGUAT DIFRERENSIAL

2.1 Tujuan Praktikum


a. Memahami bagaimana memperkuat lemah (kecil) sinyal di tengah
interferensi dengan penguat diferensial.
b. Mengevaluasi peran masing-masing komponen/ rangkaian pada penguat
diferensial.
c. Mengamati perilaku tahap penguatan diferensial dengan transistor bipolar
dengan berbagai konfigurasi.
d. Mengamati, mengukur, dan menganalisa penguatan differential-mode
dan common-mode pada tahap penguat diferensial dengan berbagai
konfigurasi.

2.2 Dasar Teori


Penguat Diferensial adalah penguat yang memiliki dua input dan
memperkuat selisih tegangan pada kedua input tersebut. Pada keadaan ideal
pada penguat diferensial sinyal interferensi yang berupa sinyal yang sama
(common signal) yang masuk pada kedua input akan dihilangkan pada proses
penguatan karena hanya selisih tegangan yang diperkuat. Namun demikian
pada implementasinya penguat diferensial juga memberikan output yang
berasal dari sinyal bersama tersebut. Hubungan input dan ouput pada penguat
diferensial dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Prinsip Penguat Diferensial

20
2.2.1 Rangkaian Dasar Penguat Diferensial
Rangkaian dasar penguat diferensial terdiri dari rangkaian pasangan
transistor dengan emitor bersama, bias arus, dan rangkaian beban seperto
gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Rangkaian Dasar Penguat Diferensial

Penguat diferensial tersebut akan memberikan penguatan diferensial sbb.:

dimana gm adalah trankondutansi transistor pada arus bias yang


diberikan. Penguatan diferensial ini sebanding dengan arus bias pada
transistornya.

Penguatan common mode untuk pasangan diferensial ini adalah

dimana REE adalah resistansi sumber arus bias yang digunakan dan re
adalah parameter resistansi emitor transistor pada sinyal kecil. Penguat
common mode dapat ditekan dengan menggunakan resistansi sumber
arus yang besar. Untuk rangkaian dengan bias sumber arus resistor hal ini
dapat dilakukan dengan memperbesar nilai resistansi biasnya. Namun
demikian untuk menjaga penguatan diferensialnya maka perlu digunakan
juga tegangan bias yang lebih tinggi agar arus biasnya tetap.

21
2.2.2 Penguat Diferensial dengan Resistor Degenerasi pada Emitor
Penguat diferensial di atas mempunyai jangkauan penguatan linier yang
sangat kecil (jauh dibawah VT). Untuk memperoleh penguat diferensal
dengan jangkauan penguatan linier yang lebih besar digunakan resistansi
degenerasi emitor Re. Pada rangkaian demikian diperoleh penguatan
diferensial

dimana  adalah penguatan arus emitor ke kolektor. Penambahan resistor


Re ini akan mengurangi penguatan diferensialnya.

Pada penguat seperti ini penguatan common modenya adalah sbb.:

Tampak dari persamaan terakhir penambahan resistansi degerasi emitor


juga akan memperbaiki atau menekan penguatan common mode.

2.2.3 Penguat Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban Aktif
Peningkatan resistansi rangkaian sumber arus bias dapat dilakukan
dengan menggantikan resistor dengan sebuah cermin arus. Dalam
keadaan demikian resistansi sumber arus adalah resistansi output
transistor cermin arus ybs.

Resistansi kolektor pada pasangan diferensial dapat juga digantikan


dengan beban aktif berupa cermin arus. Sinyal output untuk pasangan
diferensial seperti ini diambil pada salah satu terminal kolektor pasangan
diferensialnya. Untuk rangkaian yang demikian akan diperoleh
penguatan diferensial

22
Dimana gm adalah transkonduktasi sinyal kecil transistor pasangan
diferensial dan ro adalah resistansi output transisor beban aktif.
Penguatan yang diperoleh akan sangat besar mengingat umumnya
resistansi output ro juga sangat besar.

Penguatan common mode untuk rangkaian dengan beban aktif ini akan
mendekati:

dimana ro4 adalah resistasi output transistor beban pada terminal ouput,
3 adalah penguatan arus transistor beban pasangannya, dan REE
resistansi output sumber arus bias.

2.2.3 Nonidealitas pada Penguat Diferensial


Penguat diferensial ideal bila pasangan diferensial yang digunakan
seluruh paramter sepenuhnya sama. Namun pada kenyataannya akan
sangat diperoleh komponen yang demikian. Pada kasus rangkaian
diferensial dengan beban resistor akan ada ofset tegangan input VOS
penguat diferensial sebesar:

Demikian juga dengan transistor yang digunakan, bila arus saturasinya


tidak persis sama maka akan diperoleh tegangan ofset sebesar

Selain itu perbadaan penguatan arus  juga akan memberikan arus ofset
input IOS sebesar

23
2.3 Hasil Percobaan Praktikum

2.3.1 Pemberian dan Pengukuran Tegangan untuk Pasangan Diferensial

Gambar 2.3 Hasil Percobaan Pemberian dan Pengukuran Tegangan

Gambar 2.4 Hasil Percobaan Pemberian dan Pengukuran Tegangan untuk Pasangan
Diferensial 10mV-pp

Gambar 2.5 Hasil Percobaan Pemberian dan Pengukuran Tegangan untuk Pasangan
Diferensial 20mV-pp

24
Gambar 2.6 Hasil Percobaan Pemberian dan Pengukuran Tegangan untuk Pasangan
Diferensial 30mV-pp

Gambar 2.7 Hasil Percobaan Pemberian dan Pengukuran Tegangan untuk Pasangan
Diferensial 40mV-pp

2.3.2 Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor

Gambar 2.8 Hasil Rangkaian Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


Rbias = 5kΩ

25
Gambar 2.9 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor
Rbias = 5kΩ Vin+

Gambar 2.10 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


Rbias = 5kΩ Vin-

Gambar 2.11 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


Rbias = 5kΩ Vin+ Vin-

26
Gambar 2.12 Hasil Rangkaian Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor
Rbias = 8k8 Ω

Gambar 2.13 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


Rbias = 8k8 Ω Vin+

Gambar 2.14 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


Rbias = 8k8 Ω Vin-

27
Gambar 2.15 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor
Rbias = 8k8 Ω Vin+ Vin-

Gambar 2.16 Hasil Rangkaian Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


dan Degenerasi Emitor

Gambar 2.17 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


dan Degenerasi Emitor Vin+

28
Gambar 2.18 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor
dan Degenerasi Emitor Vin-

Gambar 2.19 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


dan Degenerasi Emitor Vin+ Vin-

2.3.3 Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus

Gambar 2.20 Hasil Rangkaian Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus

29
Gambar 2.21 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus Vin+

Gambar 2.22 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus Vin-

Gambar 2.23 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus
Vin+ Vin-

30
2.3.4 Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban Aktif

Gambar 2.24 Hasil Rangkaian Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan
Beban Aktif

Gambar 2.25 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban
Aktif Vin+

Gambar 2.26 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban
Aktif Vin-

31
Gambar 2.27 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban
Aktif Vin+ Vin-

Gambar 2.28 Hasil Rangkaian Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban
Aktif pada Beban RL

Gambar 2.29 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban
Aktif pada Beban RL Vin+

32
Gambar 2.30 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban
Aktif pada Beban RL Vin-

Gambar 2.31 Hasil Percobaan Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban
Aktif pada Beban RL Vin+ Vin-

2.4 Pembahasan dan Analisis

2.4.1 Pemberian dan Pengukuran Tegangan Untuk Pasangan Diferensial


Percobaan pertama menggunakan 2 rangkaian diferensial dengan
bias resistor yang berbeda. Rangkaian pertama seperti pada Gambar 2.3
dengan komponen R1 =R2 = 10KΩ ; U1=UA741 dan Vcc = 9V. yang
digunakan untuk simulasi percobaan pertama, lalu untuk simulasi kedua
hingga kelima menggunakan rangkaian yang sama namun berbeda nilai
komponen nya yaitu R1 =R2 = 1KΩ dan variasi amplitudo 10-40mV.
Adapun hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Data Hasil Percobaan Pertama


Amplitudo V1 V2 V3 Vout
9V 4,02 V 4,02 V 4,02 V 8,01 V
10 mV 2,77 mV 4,07 mV - 2,04 mV

33
20 mV 8,89 mV 15,9 mV - 6,05 mV
30 mV 12,3 mV 26,5 mV - 10,9 mV
40 mV 14,3 mV 30,2 mV - 21,1 mV

Percobaan ini dilakukan untuk memberikan tegangan diferensial dalam


dua mode, yang pertama yaitu mode common, dimana Vin+ dan Vin-
berasal dari generator sinyal yang dihubungkan ke ground. Kemudian
yang kedua Pemberian tegangan diferensial dalam mode diferensial,
dimana Vin+ dari generator sinyal dan probe negative yang dihubungkan
pada Vin- , lalu Vin- tersebut akan dihubungkan ke ground. Kemudian
pada tabel hasil yang diperoleh dari V1 V2 V3 pada simulasi pertama
mendapatkan nilai yang sama dan pada percobaan kedua semakin besar
nilai amplitudo maka nilai V1 V2 V3 akan semakin besar.

2.4.2 Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor


Kemudian untuk percobaan kedua ini dilakukan dengan 9 kali
simulasi dengan menggunakan tiga rangkaian dengan nilai yang berbeda,
yaitu untuk simulasi 1-3 dengan nilai komponen RC1 = RC2 = 10KΩ;
RBIAS = 5KΩ; Q1 =Q2 = 2N3904; dan Vcc = 9V. Kemudian simulasi 4-6
dengan nilai komponen yang berbeda yaitu hanya RBIAS = 8K8Ω dan
untuk simulasi 7-9 mengguankan rangkaian diferensial dengan bias
resistor dan degenerasi emitor. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 2.2 Hasil Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor RB IAS = 5KΩ

Input (+) Arus Arus Arus Tegang Tegang Selisih


Generator RC1 RC2 RBIAS an Vo+ an Vo- Vo+ dan
Sinyal Vo-
Vin + 965 µA 0,09 µA 1,66 mA 9,00 V 0,65 V 8,35 V
Vin - 0,09 µA 965 µA 1,66 mA 0,65 V 9,00 V 8,35 V
Vin + dan 0,09 µA 0,09 µA 0 µA 9,00 V 9,00 V 0V
Vin +

Tabel 2.3 Hasil Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor RB IAS = 8K8 Ω

Input (+) Arus Arus Arus Tegang Tegang Selisih


Generator RC1 RC2 RBIAS an Vo+ an Vo- Vo+ dan
Sinyal Vo-
Vin + 965 µA 0,09 µA 1,63 mA 9,00 V 0,65 V 8,35 V
Vin - 0,09 µA 965 µA 1,63 mA 0,65 V 9,00 V 8,35 V
Vin + dan 0,09 µA 0,09 µA 0 µA 9,00 V 9,00 V 0V
Vin +

34
Tabel 2.4 Hasil Pasangan Diferensial bias Resistor dan Degenerasi Emitor

Input (+) Arus Arus Arus Tegang Tegang Selisih


Generator RC1 RC2 RBIAS an Vo+ an Vo- Vo+ dan
Sinyal Vo-
Vin + 965 µA 0,09 µA 1,65 mA 9,00 V 0,65 V 8,35 V
Vin - 0,09 µA 965 µA 1,65 mA 0,65 V 9,00 V 8,35 V
Vin + dan 0,09 µA 0,09 µA 0 µA 9,00 V 9,00 V 0V
Vin +

2.4.3 Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus.


Pada percobaan ketiga dilakukan 3 kali simulasi menggunakan
frekuensi 100Hz dan Amplitudo 1Vpp yang berbeda hanya pada input
generator sinyalnya. Percobaan ini bertujuan untuk meningkatkan
resistansi rangkaian sumber arus sehingga resistor yang digunakan
digantikan dengan cermin arus yang menjadi sumber arus bias. Adapun
hasil simulasinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.5 Hasil Pasangan Diferensial dengan bias Cermin Arus


Input (+) Arus Arus Arus Arus Tegang Tegang Selisih
Generato RC1 RC2 RBIAS CQ4 an Vo+ an Vo- Vo+ dan
r Sinyal Vo-
Vin + 966 µA 0,09 µA 0,02 mA 1,81 mA 9,00 V 0,66 V 8,34 V
Vin - 0,09 µA 966 µA 0,02 mA 1,81 mA 0,66 V 9,00 V 8,34 V
Vin + dan 0,09 µA 0,09 µA 0,54 mA 0 µA 9,00 V 9,00 V 0V
Vin +

2.4.4 Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban Aktif
Pada percobaan terakhir menggunala frekuensi 100 Hz dan Amplitudo 1
Vpp. dilakukan 6 kali simulasi dengan dua rangkaian yang berbeda,
simulasi 1-3 menggunakan transistor 2N3906 untuk Q5 dan Q6,
kemudian simulasi 2-5 ditambahkan beban pada outputnya. Adapun
hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.6 Data Hasil Simulasi Pasangan Diferensial dengan bias Cermin
Arus dan Beban Aktif
Input (+) Arus Arus Arus Arus Tegang Tegang Selisih
Generato Q1-Q5 Q2-Q6 RBIAS CQ4 an Vo+ an Vo- Vo+ dan
r Sinyal Vo-
Vin + 1,80 mA 0,09 µA 0,02 mA 1,81 mA 9,00 V 8,28 V 0,72 V
Vin - 0,08 µA 0,12 µA 0,02 mA 1,81 mA 0,69 V 8,54 V 0,78 V
Vin + dan 0,08 µA 0,08 µA 0,54 mA 0 µA 8,42 V 8,54 V 0,12 V
Vin +

35
Tabel 2.7 Data Hasil Simulasi Pasangan Diferensial dengan bias Cermin
Arus dan Beban Aktif dengan Beban RL
Input (+) Arus Arus Arus Arus Tegang Teganga Selisih
Generato Q1-Q5 Q2-Q6 RBIAS CQ4 an Vo+ n Vo- Vo+
r Sinyal dan
Vo-
Vin + 1,80 µA 0 µA 0,02 mA 1,81 mA 0,21 8,28 V 8,279 V
µV
Vin - 0,08 µA 0,12 µA 0,02 mA 1,81 mA 8,54 V 266 mV 8,31 V
Vin + dan 0,08 µA 0 µA 0,54 mA 0 µA 5,10 V 8,54 V 8,539 V
Vin +

2.5 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa
Penguat diferensial dapat memperkuat lemah sinyal ditengah interferensi.
Kemudian CMRR pada rangkaian penguat diferensial dengan menggunakan bias
cermin arus dan cermin aktif akan lebih besar dibandingkan menggunakan bias
resistor. Hasil yang diperoleh dari simulasi yang dilakukan sesuai denga teori dari
masing- masing percobaan yang dilakukan.

36
BAB III

PENGUAT DENGAN UMPAN BALIK

3.1 Tujuan Praktikum


a. Mengamati dan mengenali prinsip umpan balik pada rangkaian
b. Mengamati, mengukur, dan menganalisa efek umpan balik pada frekuensi
pole rangkaian orde satu filter frekuensi rendah dan filter frekuensi tinggi
c. Mengamati dan menganalisa efek umpan balik pada rangkaian dengan
distorsi saturasi
d. Mengamati dan mengenali cara memberikan umpan balik pada penguat
satu transistor
e. Mengamati, mengukur, dan menganalisa efek umpan balik pada
karakteristik penguat: resistansi input, resistansi output, dan penguatan

3.2 Dasar Teori

3.2.1 Sistem dengan Umpan Balik


Sistem dengan loop terbuka sangat rentan terhadap gangguan dari luar.
Berapa pun besarnya ketelitian sistem tersebut akan menghasilkan
keluaran yang buruk saat gangguan misalnya derau masuk pada sistem,
misalnya bercampur dengan input. Untuk memperoleh sistem yang lebih
baik digunakan umpan balik. Pada seperti ini output dikembalikan ke input
untuk melihat perbedaan ouput dengan rujukan yang diharapkan. Sistem
dengan umpan balik ini tampak pada Gambar dibawah ini

Gambar 3.1 Diagram Blok Umum Sistem dengan Umpan Balik


Pada grafik tersebut G(s) adalah fungsi transfer maju dari sistem, H(s)
fungsi transfer umpan balik, X(s) sinyal input rujukan untuk sistem, Y(s)
sinyal keluaran yang diperoleh, dan  (s) perbedaan sinyal keluaran dengan
rujukan atau galat (error). Secara keseluruhan sistem dengan umpan balik
tersebut akan memberikan fungsi transfer Gf(s) seperti pada persamaan
berikut:

37
Untuk sistem seperti dia atas, baik G(s) maupun H(s) dapat merupakan
fungsi yang kompleks atau juga fungsi sederhana. Sistem dengan fungsi
kompleks menjadi bagian dari studi bidang kendali.
Dalam bidang elektronika sistem dengan umpan balik banyak digunakan
dalam penguat dan filter. Sistem seperti ini menggunakan fungsi G(s) dan
H(s) yang cenderung lebih sederhana

3.2.2 Respons Umum Penguat dengan Umpan Balik


Untuk penguat dengan umpan balik, G(s) merupakan fungsi penguatan A.
Fungsi transfer umpan baliknya H(s) merupakan fungsi skalar . Sinyal
yang diperkuat dalam elektronika dapat berupa tegangan atau arus.
Representasi sinyal tersebut dapat dinyatakan dengan Rangkaian Thevenin
atau Norton. Untuk penguat dengan umpan balik maka ada empat
kemungkinan jenis penguat, yaitu: penguat tegangan, penguat arus,
penguat transkonduktasi, dan penguat transresistansi. Tabel 1
menunjukkan efek umpan balik pada penguatan resistansi input dan output
seluruh konfigurasi tersebut.

Tabel 1 Efek Umpan Balik pada Penguatan dan resistans i input dan output

38
Untuk dapat menggunakan persamaan di atas rangkaian perlu terlebih
dahulu dikenali konfigurasinya. Hubungan series menambah atau tegangan
pada input dan mencuplik arus pada output. Hubungan shunt menambah
atau mengurangi arus pada input dan mencuplik tegangan pada output.

39
3.2.3 Respons Frekuensi Penguat dengan Umpan Balik
Secara alamiah setiap penguat mempunyai penguatan dengan pada
frekuensi terbatas. Perilaku ini seringkali dimodelkan dengan orde satu,
misalnya untuk respons filter frekuensi rendah (LPF) satu pole maka
fungsi transfer penguat dapat ditulis seperti pada persaan berikut

Dalam kasus seperti ini persamaan fungsi transfer untuk penguat dengan
umpan balik skalar  akan memberikan penguatan keseluruhan Af(s)
seperti pada persamaan berikut.

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa pada penguat LPF orde satu
dengan umpan balik,
sebaliknya frekuensi pole atau frekuensi sudut (corner frequency) akan
pole menjauh menuju tak
hingga dengan peningkatan penguatan loop terbuka. Perkalian penguatan
keseluruhan dan frekuensi pole akan tetap. Besaran terakhir ini disebut
Gain Bandwidth Product (GBW Product) sebuah amplifier. Besaran ini
merupakan figure of merit dari sebuah penguat. Untuk penguat dengan
kopling kapasitif, penguat juga mempunyai respons HPF pada frekuensi
rendahnya. Fungsi transfer penguat dapat ditulis sperti pada persamaan
berikut:

Dalam kasus HPF orde 1 ini, penguatan akan terskala turun sebesar
(1+Am) dan frekuensi pole juga akan terskala turun sebesar (1+Am).
Frekuensi pole mendekati nol (letak zero) dengan peningkatan penguatan
loop terbuka.

40
3.2.4 Umpan Balik Linierisasi
Umpan balik dapat digunakan untuk menekan nonlinieritas penguat. Salah
satu contoh umpan balik untuk menekan cross over distortion yang muncul
pada penguat push-pull kelas B seperti yang dilalukan pada percobaan
penguat daya. Umpan balik juga dapat digunakan untuk menekan
nonlinieritas saturasi pada penguat.

3.2.5 Umpan Balik pada Penguat Transistor


Penguat transistor dapat diberikan umpan balik untuk memperoleh
keuntungan perilaku rangkaian dengan umpan balik, seperti pada
bandwidth dan resistansi input dan output. Pengambilan sampel dari
output dapat dilakukan dengan menggunakan resistor, baik secara seri
untuk memberikan umpan balik tegangan, maupun dengan paralel untuk
memberikan umpan balik arus. Penggunaan resistor ini diharapkan tidak
mengubah titik kerja rangkaian. Untuk analisanya, rangkaian penguat dan
rangkaian umpan balik dimodelkan dahulu sebagai jaringan 2 port.
Selanjutnya besaran yang menyatakan perilaku rangkaian dapat diprediksi
sesuai Tabel 1 di atas.

3.3 Hasil Percobaan Praktikum

3.3.1 Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik

Gambar 3.2 Hasil Percobaan Rangkaian LPF Oder 1

41
Gambar 3.3 Hasil Percobaan Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
RA (LPF)

Gambar 3.4 Hasil Percobaan Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
RB (LPF)

Gambar 3.5 Hasil Percobaan Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
pada RC (LPF)

42
Gambar 3.6 Hasil Percobaan Rangkaian HPF Oder 1

Gambar 3.7 Hasil Percobaan Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
pada RA (HPF)

Gambar 3.8 Hasil Percobaan Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
pada RB (HPF)

43
Gambar 3.9 Hasil Percobaan Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
pada RC (HPF)

3.3.2 Linearisasi Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik

Gambar 3.10 Hasil Percobaan Rangkaian Nonlinier

Gambar 3.11 Hasil Percobaan Linearisasi Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
pada RA

44
Gambar 3.12 Hasil Percobaan Linearisasi Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
pada RB

Gambar 3.13 Hasil Percobaan Linearisasi Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
pada RC

3.3.3 Penguatan Transistor dengan Umpan Balik

Gambar 3.14 Hasil Percobaan Rangkaian Penguatan Transistor dengan Umpan Balik
(adanya kapasitor bypass CB)

45
Gambar 3.15 Hasil Percobaan Penguatan Transistor dengan Umpan Balik (adanya
kapasitor bypass CB)

Gambar 3.16 Hasil Percobaan Rangkaian Penguatan Transistor dengan Umpan Balik
(tanpa kapasitor bypass CB)

Gambar 3.17 Hasil Percobaan Penguatan Transistor dengan Umpan Balik (tanpa
kapasitor bypass CB)

46
Gambar 3.18 Hasil Percobaan Rangkaian Penguatan Transistor dengan Umpan Balik
(terhubung kapasitor bypass CB dan resistor RF & kapasitor CF)

Gambar 3.19 Hasil Percobaan Penguatan Transistor dengan Umpan Balik (terhubung
kapasitor bypass CB dan resistor RF & kapas itor CF)

3.4 Pembahasan dan Analisis

3.4.1 Respon Umum Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik


Tabel 2 Parameter penguat loop terbuka LPF

Gain (V/V) Frekuensi cut off Rin (Ω)


(Hz)
20 27,5k 4,4k

47
Tabel 3 Parameter penguat loop tertutup LPF

Resistansi Gain (V/V) Frekuensi Rin (Ω)


cut off (Hz)
RA 14 23,5k 2,4k
RB 17,6 25,7k 3,3k
RC 19 27,1k 3,7k

Tabel 4 Parameter penguat loop terbuka HPF

Gain (V/V) Frekuensi cut off Rin (Ω)


(Hz)
20 1.9 k 2.3 k

Tabel 5 Parameter penguat loop tertutup HPF

Resistansi Gain (V/V) Frekuensi Rin (Ω)


cut off (Hz)
RA 15.2 1.4 k 2.3 k
RB 17.6 1.6 k 2.3 k
RC 19.2 1.8 k 2.3 k

Pada Rangkaian LPF nilai penguatan akan menurun sebesar 1+Aβ


dan pada resistor yang digunakan pun memiliki nilai toleransi sebesar 5%
Sehingga Rangkaian LPF dengan umpan balik dapat menurunkan
penguatan, menaikan frekuensi pole yang dapat memperlebar bandwidth
pada LPF. Sedangkan pada rangkaian HPF dengan umpan balik selain
nilai penguatan yang menurun, frekuensi pole nya pun menurun dengan
sama yang sebesar 1+Aβ untuk memperlebar bandwidth pada
rangkaian HPF.
3.4.2 Linearisasi Rangkaian Op Amp dengan Umpan Balik
Linieritas adalah kemampuan suatu penguat untuk memberikan
nilai penguatan yang sama pada setiap nilai sinyal input. Kemudian untuk
hasil sinyal outputnya dapat dilihat pada gambar 3.10 sampai 3.13.
Linieritas ini dapat meningkat karena prosesfeedback yang akan
mengoreksi output melaluimixing sinyal pada input dengan cuplikan
darioutput sehingga output yang dihasilkan menjadilebih presisi dan
meningkatkan liniertitaswalaupun dengan trade off yaitu
menurunkanpenguatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwarangkaian
feedback dapat memperbaiki linieritas Vo/Vi.

48
3.4.3 Penguatan Transistor dengan Umpan Balik
Tabel 6 Penguat satu transistor tanpa umpan balik

Gain (V/V) Frekuensi cut off Rin (Ω)


(Hz)
-75 145 2k

Tabel 6 Penguat satu transistor dengan umpan balik 1

Gain (V/V) Frekuensi cut off Rin (Ω)


(Hz)
-82.5 148 2.2 k

Tabel 6 Penguat satu transistor dengan umpan balik 2

Gain (V/V) Frekuensi cut off Rin (Ω)


(Hz)
-81.6 280 580

Nilai negatif yang dihasilkan pada penguatan dikarenakan


rangkaian yang digunakan yaitu common emitter dan common emitter
dengan Re (Resistansi di emitter). Pada rangkaian umpan balik 1 berperan
untuk memperbaiki nilai resistansi input pada rangkaian (diperbesar)
kemudian dengan adanya kapasitor bypass dan penggunaan Cf menjadikan
nilai frekuensi cut-off nya menjadi semakin besar. Kemudian terjadi
pengurangan resistansi input sebesar 1+Aβ.

3.5 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Rangkaian umpan balik akan menurunkan penguatan input sebesar 1+Aβ.
2. Umpan Balik pada rangkaian mempengaruhi penguatan, resistansi input
dan frekuensi pole.
3. Rangkaian umpan balik akan memperbaikilinieritas dengan cara menekan
cross-overyang terjadi akibat saturasi. Batas saturasitegangan output lebih
besar karena nilaipenguatannya turun sebesar 1+Aβ
4. Frekuensi pole untuk HPF akan turun danuntuk LPF akan naik masing-
masingsebesar 1+A β. Rangkaian umpan balik inidapat memperlebar
bandwidth penguatan

49
BAB IV

OSILATOR

4.1 Tujuan Praktikum


a. Mengamati dan mengenali prinsip pembangkitan sinyal sinusoidal dengan
rangkaian umpan balik
b. Mengamati dan menganalisa rangkaian-rangkaian osilator umpan balik
resistor dan kapasitor (RC) dan induktor dan kapasitor (LC)
c. Mengamati dan menganalisa keadaan untuk menjamin terjadinya osilasi
d. Mengamati dan menganalisa pengaturan amplituda output osilator
e. Mengamati dan mengenali prinsip pembangkitan sinyal nonsinusoidal
dengan umpan balik rangkaian tunda dan komparator
f. Merancang dan mengimplementasikan pembangkit gelombang segitiga
dan persegi
g. Mengamati dan menganalisa osilator cincin (ring oscillator)

4.2 Dasar Teori

4.2.1 Osilator dan Umpan Balik Positif


Sistem dengan umpan balik secara umum dapat digambarkan
dengan diagram blok seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.1 Diagram Blok Sistem dengan umpan balik

Blok A merupakan fungsi transfer maju dan blok  merupakan fungsi


transfer umpan baliknya. Pada sistem dengan umpan balik ini dapat
diturunkan penguatan tegangannya:

50
Secara umum persamaan di atas menunjukkan adanya tiga keadaan
yang ditentukan oleh denominatornya. Salah satu keadaan tersebut
adalah saat denominator menjadi nol. Saat itu
nilai Af menjadi tak hingga. Secara matematis pada keadaan ini bila
diberikan sinyal input nol atau vi=0 ini, akan menjadikan tegangan vo
dapat bernilai berapa saja. Keadaan seperti inilah
yang menjadi prinsip pembangkitan sinyal atau osilator sinusoidal
dengan umpan balik yang disebut sebagai Kriteria Barkhausen. Dalam
rangkaian kriteria tersebut dilihat dari total
penguatan loop terbuka L sbb.:

4.2.2 Osilator dengan Opamp, Resistor dan Kapasitor (RC Oscilator)


1. Implementasi Kriteria Osilasi

Ada banyak cara untuk mencapai kriteria terjadinya osilasi di atas,


namun untuk kemudahannya dalam perancangan sering kali dipilih
keadaan-keadaan berikut:

Contoh implementasi untuk ketiga keadaan tersebut di atas, secara


berurutan adalah Osilator Jembatan Wien, Osilator Penggeser Fasa, dan
Osilator Kuadratur yang rangkaian umumnya tampak pada Gambar
dibawah ini

51
Gambar 4.2 Contoh implementasi kriteria osilasi

(a) Jembatan Wien (b) Penggeser Fasa (c) Kuadratur

Osilator Jembatan Wien secara umum mempunyai frekuensi osilasi dan


penguatan yang diperlukan untuk terjadinya osilasi sebagai berikut:

Dalam realisasinya, dalam merancang Osilator Jembatan Wien sering kali


dipilih R1=R2=R dan C1=C2=C sehingg frekuensi osilasinya menjadi
=1/CR dan penguatan yang diperlukan Am=3. Nilai lain yang juga sering
digunakan adalah R1=R, R2=10R, C1=C/10, dan C2=10C dengan
frekuensi osilasi yang sama yaitu =1/CR namun penguatan hanya
Am=1,2.

Untuk Osilator Penggeser Fasa frekuensi osilasi dan penguatan yang


diperlukan adalah

Sedangkan untuk osilator kuadratur frekuensi osilasinya adalah

52
dan untuk masing-masing integrator (inverting dan noninverting)
penguatannya adalah

Dalam perancangannya bila dipilih R1=R2=R, R3=R4 dan C3=C4 maka


diperoleh penguatan pada masing-masing opamp 1 (satu) dan penguatan
loop terbuka juga 1 (satu).

2. Pengendalian Amplituda

Kriteria osilasi sangat ketat, bila maka maka rangkaian umpan balik
menjadi tidak stabil dan bila osilasi tidak akan terjadi. Oleh karena itu,
penguat pada osilator menjamin saat mulai dioperasikan dan kemudian
dibatasi pada nilai saat beroperasi. Cara yang umum digunakan untuk
kendali tersebut adalah dengan rangkaian pembatas amplituda (clipper)
atau pengendali penguatan otomatis (automatic gain control, AGC).
Prinsip kerja rangkaian pembatas amplituda adalah memanfaatkan dioda
pada resistor penentu penguatan rangkaian penguat operasional. Dioda
akan konduksi danmempertahankan nilai tegangannya bila memperoleh
tegangan lebih dari tegangan cut-in. Prinsip kerja pengendali penguatan
otomatis adalah dengan menggantikan resistor penentu penguatan
rangkaian penguat operasional dengan transistor (FET). Tegangan output
disearahkan dan digunakan untuk mengendalikan resistansi transistor.
Cara lain adalah dengan menggunakan Piece Wise Linear Limiter. Prinsip
cara ini adalahmenjadikan penguat memberikan penguatan pada amplituda
yang berbeda yang ditentukan dengan dioda dan resistor.

4.2.3 Osilator dengan Resonator


1. Osilator Penguat, Induktor dan Kapasitor (LC Oscillator)

Osilator dengan penguat, induktor dan kapasitor pada dasarnya


merupakan osilator yang memanfaatkan rangkaian resonansi seri induktor
dan kapasitor (LC). Secara teoritis, induktor dan kapasitor akan mengalami

53
self resonance. Akan tetapi adanya redaman akibat resistansi pada
induktor dan konduktansi pada kapasitor osilasi tersebut tidak dapat terjadi
dengan sendirinya. Untuk menjamin terjadinya osilasi tersebut, maka
rangkaian LC harus mendapat mekanisme kompensasi terhadap redaman.
Pada implementasinya maka induktor dan kapasitor ditempatkan dalam
rangkaian umpan balik guna menjaga resonansi berkelanjutan. Ada
beberapa rangkaian osilator LC yang terkenal, tiga diantaranya adalah
Colpitts, Clapp, dan hartley. Prinsip rangkaian penguat dan umpan balik
untuk ketiganya tampak pada Gambar 4.3 Frekuensi osilasi rangkaian ini
ditentukan oleh rangkaian resonansinya. Untuk Osilator Collpits frekuensi
resonansinya dalah sebagai berikut.

Osilator Clapps memberikan frekuensi osilasi

Osilator Hartley memberikan frekuensi osilasi

Pada persamaan di atas digunakan tanda mendekati karena frekuensi akan


bergeser sedikit bila resistansi input dan resistansi output penguat masuk
dalam perhitungan.

Gambar 4.3 Osilator LC (a) Colpitts, (b) Clapp, dan (c) Hartley

54
2. Osilator Kristal

Prinsip osilator dengan kristal mirip dengan osilator LC. Osilator kristal
menggunakan kristal untuk rangkaian resonansi sekaligus rangkaian
umpan baliknya. Banyak alternatif penggunaan osilator sinusoidal dengan
kristal adalah dengan memanfaatkan resonansi seri atau resonansi paralel
kristal tersebut

4.2.4 Osilator dengan Resonator


1. Prinsip Umum

Secara umum osilator nonsinusoidal atau juga dikenal sebagai astable


multivibrator dapat memanfaatkan fungsi penunda sinyal, inverting, dan/
atau komparasi dengan histeresis atau bistable multivibrator. Bagian-bagian
tersebut dapat Bagian-bagian tersebut dirangkai dalam
loop tertutup dengan keseluruhan loop bersifat inverting. Alternatif
pembentukan loop tersebut ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.4 Prinsip Dasar Pembangkitan Gelombang

Fungsi komparator dengan histeresis atau bistable multivibrator adalah


mempertahankan keadaan pada status tertentu sehingga ada sinyal luar yang
memaksa perubahan status tersebut. Fungsi penunda adalah untuk
memberikan selisih waktu antara perubahan pada
output komparator atau multivibrator kembali ke input komparator atau
multivibrator tersebut. Secara keseluruhan fungsi dalam satu loop haruslah
bersifat inverting atau membalikkan sinyal.

2. Komparator dengan Histeresis

55
Alternatif cara untuk memperoleh komparator dengan histeresis adalah
dengan menggunakan penguat operasional dan resistor pembagi tegangan.
Gambar 4.5 menunjukkan rangkaian komparator dengan histeresis non
inverting berikut kurva karakteristik alih tegangan (VTC)-nya. Rangkaian
komparator dengan histeresis inverting berikut kurva karakteristik alih
tegangan (VTC)-nya ditunjukkan pada Gambar 4.6. Pada kedua gambar
tersebut VS menyatakan tegangan saturasi keluaran penguat operasional.

Gambar 4.5 (a) Komparator dengan histeresis dan (b) Kurva Karakteristik alih
tegangannya.

Gambar 4.6 (a) Komparator dengan histeresis Inverting dan (b) Kurva
Karakteristik Alih Tegangannya

3. Rangkaian Tunda

Rangkaian tunda dapat diimplementasikan dengan beberapa cara.


Rangkaian tunda inverting dapat dibangun dengan integrator dengan
penguat operasional dan rangkaian tunda noninverting dapat dibangun
dengan rangkaian resistor dan kapasitor orde satu (RC orde 1 sebagai filter
frekuensi rendah LPF). Penggunaan integrator memberikan skala waktu

56
tunda linier sedangkan rangkaian RC orde 1 memberikan waktu tunda
mengikuti fungsi eksponensial negatif.

4.2.5 Rangkaian Pembangkit Gelombang Nonsinusoidal


1. Pembangkit Gelombang Segitiga
Rangkaian pembangkit gelombang segitiga dapat dibangun dengan
memanfaatkan komparator dengan histeressis noninverting dan
rangkaian integrator. Rangkaian ini tampak pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.7 Rangkaian Pembangkit Gelombang Segitiga

Rangkaian pembangkit gelombang segitiga ini akan memberikan sinyal


dengan frekuensi dan amplituda pada persamaan berikut :

Untuk memastikan komparator berfungsi baik maka nilai harus dipenuhi


resistansi R2 > R1. Selain menghasilkan gelombang segitiga, rangkaian
tersebut juga menghasilkan gelombang persegi pada output
komparatornya dengan tegangan +Vs dan -Vs

2. Pembangkit Gelombang Persegi


Rangkaian pembangkit gelombang segitiga dapat dibangun dengan
memanfaatkan komparator dengan histeressis inverting dan rangkaian
RC orde 1. Rangkaian ini tampak pada Gambar dibawah ini :

57
Gambar 4.8 Rangkaian Pembangkit Gelombang Persegi

Rangkaian pembangkit gelombang segitiga ini akan memberikan sinyal


dengan frekuensi sbb.:

Gelombang persegi yang dihasilkan mempunyai tegangan +Vs dan -Vs.

3. Osilator Cincin (Ring Oscillator)


Osilator cincin dapat dibangun dengan sejumlah ganjil inverter
CMOS dan penunda waktu yang disusun dalam satu loop. Secara
alamiah setiap inverter juga mempunyai waktu tunda dengan demikian
sejumlah ganjil inverter yang disusun dalam satu loop juga akan
membentuk osilator seperti ditunjukkan pada Gambar 4.9. Untuk
memperoleh frekuensi yang lebih rendah waktu tunda tiap inverter dapat
diperbesar dengan menambahkan kapasitor yang terhubung dengan
ground pada output inverter.

Gambar 4.9 Oscillator cincin

Frekuensi sinyal yang dihasilkan oleh osilator cincin ini adalah

Dalam hal ini n adalah jumlah inverter dan td adalah delay rata-rata
inverter

4.2.6 Pengaturan Duty Cycle


Rangkaian osilator di atas menghasilkan gelombang simetris dengan duty
cycle 50%. Untuk menghasilkan gelombang asimetris atau duty cycle
bukan 50% dapat dengan mudah dilakukan dengan mengatur nilai waktu
tunda yang berbeda saat naik dan saat turun. Cara ini dapat dilakukan

58
dengan menggantikan resistor rangkaian tunda pada integrator atau
rangkaian RC orde 1 dengan dua buah resistansi yang berbeda masing-
masing terhubung seri dengan dioda yang berlawanan arah. Contoh untuk
pembangkit gelombang segitiga dengan waktu naik dan turun berbeda
tampak pada Gambar 4.10. Resistansi RA akan menentukan waktu tunda
naik dan resistansi RB menentukan waktu tunda turun

Gambar 4.10 Pembangkit Gelombang Asimetrik (a) Segitiga dan (b) Persegi.

Prinsip yang sama dapat digunakan pada rangkaian pembangkit sinyal


persegi denganmenggantikan resistansi rangkaian orde 1 dengan dua
resistansi masing-masing terhubung seridengan dioda yang berlawanan
arah.

Pada rangkaian pembangkit segitiga resistor RA menentukan lama sinyal


naik dan tegangannegatif pada output komparator. Sedangkan resistor RB
menentukan lama sinyal turun atautegangan positif pada komparator.
Dengan merujuk duty cycle pada output sinyal persegi dari

59
komparator rangkaian pada Gambar 4.10 (a), nilai resistansi tersebut dapat
ditentukan denganpersamaan berikut

dengan D duty cycle dan f frekuensi gelombang yang dibangkitkan.


Sedangkan untuk rangkaianpada Gambar 4.10 (b) nilai resistansi dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:

4.3 Hasil Percobaan Praktikum


4.3.1 Osilator RC
4.3.1.1 Pengamatan Osilasi dan Kriteria Osilasi
1. Susunlah rangkaian osilator jembatan Wien berikut dengan nilai
resistansi R=1,8kΩ, kapasitansi C=18nF, resistansi Ri=10kΩ, dan
resistansi Rf sedikit diatas 18 kΩ. Tegangan catu daya penguat
operasional VCC =15V dan –VCC= -15V.

Gambar 4.11 Rangkaian osilator jembatan wien

60
Gambar 4.12 Tampilan power supply 15V

2. Hubungkan terminal output vO dengan kanal 2 osiloskop. Atur


resistansi Rf sehingga diperoleh rangkaian yang berosilasi dengan
output sinyal sinusoid yang baik. Amati dan catat ampitudo dan
frekuensi sinyal keluarannya, serta ukur resistansi Rf.

Gambar 4.13 gelombang output jembatan wien

3. Putuskan rangkaian pada simpul P dan hubungkan simpul input


rangkaian umpan balik dengan generator sinyal dengan frekuensi
sesuai pengamatan atau perhitungan Hubungkan juga sinyal dari
generator sinyal ini ke input kanal 1 osiloskop. Amati dan catat

61
amplituda dan fasa penguatan total loop.

Gambar 4.14 Rangkaian jembatan wien (open loop) dengan generator sinyal

Gambar 4.15 Tampilan generator sinyal 10kHz

Gambar 4.16 gelombang output jembatan wien (open loop) & amplituda

62
4. Pindahkan input kanal 2 osiloskop . Amati dan catat amplituda
dan fasa peredaman pada rangkaian umpan balik.

Gambar 4.17 (a) Osilator Penggeser Fasa dan (b) Pengukuran Penguatan
Open Loopnya

5. Susun rangkaian osilator penggeser fasa Gunakan nilai resistansi


R=1,8kΩ, kapasitansi C=18nF, dan resistansi Rf sedikit di atas
47kΩ. Tegangan catu daya penguat operasional VCC=15V dan –
VCC=-15V.

63
Gambar 4.18 Rangkaian pergeseran fasa

Gambar 4.19 Tampilan power supply 15V

Gambar 4.20 Gelombang output pergeseran fasa

6. Ulangi langkah 2-4 di atas untuk rangkaian osilator penggeser fasa

64
ini.

Gambar 4.21 Rangkaian pergeseran fasa (open loop) dengan generator sinyal

Gambar 4.22 Tampilan generator sinyal 10kHz

Gambar 4.23 gelombang output pergeseran fasa (open loop)

7. Susun rangkaian osilator kuadratur Gunakan nilai resistansi


R=1,8kΩ, kapasitansi C=18nF, resistansi Ri=10kΩ, dan Resistansi
Rf sekitar 10kΩ.
8. Ulangi langkah 2-4 di atas untuk rangkaian osilator penggeser fasa
ini.

65
4.3.1.1 Pengendalian Amplituda
1. Gunakan rangkaian osilator penggeser fasa dan atur resistansi Rf
sehingga ouput osilator diperoleh 18Vpp (atau nilai lain yang lebih
rendah yang dapat diperoleh dengan mudah).
2. Gunakan udara terkompresi untuk mendinginkan penguat
operasional dan amati apa yang terjadi pada amplituda output
osilator.

Gambar 4.24 Osilator Penggeser Fasa dengan Pembatas Amplituda

Gambar 4.25 Rangkaian pergeseran fasa

66
Gambar 4.26 Tampilan generator sinyal 10kHz

Gambar 4.27 Gelombang output pergeseran fasa

3. Atur kembali resistansi resistansi Rf sehingga ouput osilator


diperoleh sekitar 25Vpp atau lebih.
4. Hubungkan penguat dengan pembatas amplituda Gunakan pembatas
amplituda dengan resistansi RA 5,6kΩ dan RB 3,3kΩ.
5. Gunakan udara terkompresi untuk mendinginkan penguat
operasional dan amati apa yang terjadi pada amplituda output
osilator

4.3.2 Osilator dengan Resonator


4.3.2.1 Osilator LC
1. Susunlah rangkaian osilator untuk rangkaian penguat gunakan nilai
komponen R1 = 10kΩ, R2 = RC =3,3kΩ, Re = 82Ω, RE = 1kΩ,
CC1 = CC2 = CB = 1µF, dan Q1 = 2N2222, serta catu daya
rangkaian VCC = 12V. Komponen rangkaian umpan balik untuk

67
osilator Colpitts ini L = 100µH, C1 = 18nF, dan C2 = 22nF.

Gambar 4.28 Osilator Collpitts

Gambar 4.29 Rangkaian kit osilator collpitts

68
Gambar 4.30 Tampilan power supply 9V

2. Amati dan catat amplituda dan frekuensi sinyal ouput osilator


tersebut.

Gambar 4.31 Gelombang output collpitts

3. Lakukan kembali untuk rangkaian Osilator Clapp dengan


komponen rangkaian umpan balik L = 2,5mH, C1 = 220nF, C2 =
330nF dan C3 = 470nF.

69
Gambar 4.32 Osilator Clapp

Gambar 4.33 Kit rangkaian osilator clapp

70
Gambar 4.34 Tampilan power supply 12V

Gambar 4.35 gelombang output clapp

4. Susunlah rangkaian Osilator Hartley Untuk rangkaian penguat


gunakan nilai komponen R1 = 15kΩ, R2 = 1kΩ, RE = 22Ω, CC1 =
CC2 = CB = 1µF, dan Q1 = 2N2222, serta catu daya rangkaian
VCC = 12V. Komponen rangkaian umpan balik untuk osilator
Hartley ini C = 18nF, L1 = 33µH, dan L2 = 82µH.

Gambar 4.36 Rangkaian Osilator Hartley

71
Gambar 4.37 Kit Rangkaian Hartley

Gambar 4.38 Tampilan power supply 12V

5. Amati dan catat amplituda dan frekuensi sinyal ouput osilator


tersebut.

72
Gambar 4.39 gelombang output Hartley

6. Gunakan udara terkompresi untuk mendinginkan beberapa


komponen secara bergiliran transistor, kapasitor dan induktor
rangkaian resonansi. Amati amplituda dan frekuensi sinyal
outputnya.

4.3.3 Pembangkit Gelombang Segitiga


1. Susunlah rangkaian pembangkit gelombang segitiga sesuai rangkaian
yang telah dipersiapkan.

Gambar 4.40 Rangkaian pembangkit gelombang segitiga

Gambar 4.41 Tampilan power supply 9V

73
Gambar 4.42 Output pembangkit gelombang segitiga

2. Gunakan kanal 1 osiloskop dan mode waktu untuk mengamati keluaran


integrator pada pembangkit sinyal yang telah disusun. Amati dan catat
bentuk sinyal, amplituda dan frekuensinya. Pada saat yang sama amati
juga sinyal tegangan pada output komparatornya pada kanal 2.
3. Putuskan hubungan antara komparator dan integrator. Hubungkan input
komparator dengan generator sinyal. Berikan sinyal segitiga dengan
amplitude mendekati 15Vpp. Hubungkan input komparator dengan
kanal 1 osiloskop dan ouput komparator dengan kanal 2 osiloskop.
Gunakan osiloskop pada mode xy untuk memperoleh kurva
karakteristik alih tegangan (VTC) komparator.

4.3.4 Pembangkit Gelombang Persegi


1. Susunlah rangkaian pembangkit gelombang persegi sesuai rangkaian
yang telah dipersiapkan.

74
Gambar 4.43 Rangkaian pembangkit gelombang segitiga

4.44 Gambar Tampilan power supply 9V

2. Gunakan kanal 1 osiloskop dan mode waktu untuk mengamati


keluaran komparator pada pembangkit sinyal yang telah disusun.
Amati dan catat bentuk sinyal, amplituda dan frekuensinya. Pada saat
yang sama amati juga sinyal tegangan pada input komparatornya
pada kanal 2.

75
Gambar 4.45 Output pembangkit gelombang persegi

3. Putuskan hubungan antara komparator dan rangkaian RC orde 1.


Hubungkan input komparator dengan generator sinyal. Berikan
sinyal persegi dengan amplituda mendekati 15Vpp. Hubungkan input
komparator dengan kanal 1 osiloskop dan ouput komparator dengan
kanal 2 osiloskop. Gunakan osiloskop pada mode xy untuk
memperoleh kurva karakteristik alih tegangan (VTC) komparator.

4.4 Pembahasan dan Analisis


4.4.1 Hasil Pembahasan Osilator RC

Pada percobaan osilator RC dengan komponen pentingnya yaitu Resistor


(R) dan Kapasitor (C) disusun menjadi jembatan wien dengan dengan nilai
resistansi R=1,8kΩ, kapasitansi C=18nF, resistansi Ri=10kΩ, dan
resistansi Rf sedikit diatas 18 kΩ. Tegangan catu daya penguat operasional
VCC =15V dan –VCC= -15V. kemudian mengatur power supply sebesar
15V lalu menghubungkan terminal output Vo dengan kanal 2 Osiloskop
untuk dapat mengetahui output atau hasil sinyal dari rangkaian. Adapun
hasilnya membentuk sinyal sinusoidal yang sempurna

Kemudian melakukan percobaan open loop dengan generator sinyal


sebesar 10KHz dan juga melakukan percobaan pergeseran fasa dengan
power supply 15V sehingga dihasilkan ouput gelombang pada percobaan

76
open loop mendapatkan gelombang sinyal yang cenderung memiliki celah
yang lebar jika dibandingkan pada percobaan pergeseran fasa.

4.4.2 Hasil Pembahasan Osilator LC

Pada percobaan osilator LC dengan nilai komponen R1 = 10kΩ, R2 = RC


=3,3kΩ, Re = 82Ω, RE = 1kΩ, CC1 = CC2 = CB = 1µF, dan Q1 =
2N2222, serta catu daya rangkaian VCC = 12V. Komponen rangkaian
umpan balik untuk osilator Colpitts ini L = 100µH, C1 = 18nF, dan C2 =
22nF. Dengan power supply 9V menunjukan output sinyal osiloskop
collpitts dihasilkan frekuensi sebesar 50.00 Hz dan Vamp = 53.2V

Selanjutnya pada percobaan rangkaian osilator clapp dengan komponen


rangkaian umpan balik L = 2,5mH, C1 = 220nF, C2 = 330nF dan C3 =
470nF dengan power supply sebesar 12V didapatkan hasil frekuensi yang
sama dengan percobaan osilator collpitts yaity 50.00 Hz sedangkan untuk
Vamp = 5.32V

Dan percobaan rangkaian osilator Hartley denga nilai komponen R1 =


15kΩ, R2 = 1kΩ, RE = 22Ω, CC1 = CC2 = CB = 1µF, dan Q1 = 2N2222,
serta catu daya rangkaian VCC = 12V. Komponen rangkaian umpan balik
untuk osilator Hartley ini C = 18nF, L1 = 33µH, dan L2 = 82µH. dengan
bantuan power supply sebesar 12V didapatkan hasil frekuensi = 219.3kHz
dan Vamp = 19.4V. Untuk hasil perbandingan nilainya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 perbanding an hasil tiap percobaan osilator

Osilator Power Supply Frekuensi Amplitudo


Collpitts 9V 50.00 Hz 53.2
Clapp 12V 50.00 Hz 5.32
Hartley 12V 219.3 kHz 19.4

4.4.3 Hasil Pembahasan Pembangkit Gelombang Segitiga

77
Dalam melakukan percobaan membuat rangkaian pembangkit gelombang
segitiga dengan power supply sebesar 9V, menghubungkan input
komparator dengan generator sinyal dan amplitudo yang sebesar 15Vpp.
Lalu menghubungkan input komparator dengan kanal 1 osiloskop dan
ouput komparator dengan kanal 2 osiloskop maka dapat dilihat hasinya
pada osiloskop yang membentuk sinyal atau gelombang berbentuk
segitiga.

4.4.4 Hasil Pembahasan Pembangkit Gelombang Persegi

Pada percobaan terakhir di modul ini yaitu merangkai rangkaian


pembangkit gelombang persegi dengan power supply 9V kemudian
Putuskan hubungan antara komparator dan rangkaian RC orde 1.
Hubungkan input komparator dengan generator sinyal. Berikan sinyal
persegi dengan amplituda mendekati 15Vpp. Hubungkan input komparator
dengan kanal 1 osiloskop dan ouput komparator dengan kanal 2 osiloskop.
Sehingga ouput yang dilihat pada osiloskop membentuk gelombang sinyal
berbentuk persegi.

4.5 Kesimpulan
Rangkaian Osilator Geser Fase dan Jembatan wien terbukti dapat
membangkitkan tegangan sinus dengan frekuensi yang dapat diatur sesuai
keinginan yang diperoleh dengan cara mengatur nilai dari resistor dan
kapasitor pada jaringan RC pada tiap-tiap Osilator. Nilai resistansi untuk
setiap resistor dan nilai kapasitansi untuk tiap kapasitor pada jaringan RC
harus sama agar mempermudah proses pengaturan frekuensi yang diinginkan.

Kemudian untuk percobaan osilator LC dilakukan 3kali pengamatan


dengan 3 rangkaian yang berbeda yaitu collpitts,cllap dan hartley. Lalu
percobaan untuk membuat pembangkit gelombang segitiga dan pembangkit
gelombang persegi yang hasil gelombang sinyalnya berbentuk segitiga dan
persegi yang dapat dilihat pada osiloskop.

78
DAFTAR PUSTAKA
Reni Rahmadewi, S.T., M.T (2022) Modul Praktikum ELEKTRONIKA II
Program Studi Teknik Elektro Universitas Singaperbangsa
Karawang, Jawa Barat

Dewantara, D. (2021). TEORI DASAR AMPLIFIER.

Pengertia Osilator dan Prinsip Kerjanya 2021


https://teknikelektronika.com/pengertian-osilator-prinsip-kerja-
oscillator/

Samrasyid, 2019. Op-Amp Sebagai Penguat Differensial


https://www.samrasyid.com/2019/08/op-amp-sebagai-penguat-
differensial.html

79

Anda mungkin juga menyukai