Makalah KLP MD 1
Makalah KLP MD 1
MAKALAH
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
MODUL I
KELOMPOK 2
1. BESSE KHUSNUL AYULISA J111 16 016
2. TENRI SAU J111 16 017
3. DEBY VERONIKA DJAMAL J111 16 018
4. ERNIA KHARISMAWATI J111 16 019
5. PRISCILIA YOVIANI SOLE J111 16 020
6. ANDI YAYANG ADHA APRILIA M. J111 16 021
7. NINDA CAHYANI J111 16 022
8. MUH. AULIA RAMADHAN J111 16 023
9. SITTI NURUL WALYMA AL BASHIR J111 16 024
10. WULAN FURY LENGGANY J111 16 025
11. PUTRI MUJAHIDAH J111 16 026
12. AINUN HABI MATTOREANG J111 16 027
13. ANNISA RAMADHANI A J111 16 028
14. BAU MILA TUNNIZHA J111 16 029
15. ANANDA NURUL FADHILAH J111 16 030
BLOK OROMAKSILOFASIAL 2
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya kepada kami sehingga kami masih diberi kesempatan
untuk menyelesaikan penyusunan makalah kelompok dengan mata kuliah Blok
Oromaksilofasial 2 modul pertama yang berjudul “Nyeri dan membesar”.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi penuntun atau pedoman
dan dapat berguna bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna sehingga kami sangat mengharapkan saran, tanggapan dan kritik
membangun dari para pembaca agar pada pembuatan makalah selanjutnya dapat
lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2 Skenario.......................................................................................................4
1.3 Rumusan Masalah........................................................................................6
1.4 Tujuan Pembelajaran...................................................................................6
BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................6
2.1 Pengertian infeksi dan abses........................................................................7
2.2 Macam-macam infeksi odontogenik............................................................8
2.3 Pemeriksaan...............................................................................................13
2.4 Diagnosa kasus..........................................................................................14
2.5 Diagnosa banding......................................................................................14
2.6 Patomekanisme..........................................................................................15
2.7 Indikasi dan kontraindikasi perawatan......................................................17
2.8 Armamentarium dan prosedur perawatan..................................................18
2.9 Pemilihan antibiotik dan antibiotik sesuai kasus.......................................19
2.10 Penyebab rasa nyeri meski telah minum obat............................................20
2.11 Evaluasi perawatan....................................................................................20
2.12 Prognosis....................................................................................................21
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................22
3.1 Kesimpulan................................................................................................22
3.2 Saran..........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Skenario
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke rumah sakit gigi mulut unhas
dengan keluhan utama bengkak pada pipi kiri bawah disertai rasanya nyeri.
Pembengkakan dirasakan sejak 3 hari yang lalu sebelumnya ditemukan gigi berlubang
5
dan sakit, pipi mengkilap dan keras. Saat ini keluhan disertai dengan demam dan
nyeri pada pipi serta terasa adanya cairan apabila ditekan. Sebelumnya pasien sudah
minum obat tapi tidak sembuh.
1.4 Tujuan
1. Mengetahui pengertian infeksi dan abses
2. Mengetahui macam-macam infeksi odontogenik
3. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada kasus
4. Mengetahui diagnosis besrta tanda dan gejala klinis
5. Mengetahui diagmosis banding kasus
6. Mengetahui patomekanisme pada kasus
7. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pada perawatan
8. Mengetahui armamentarium dan prosedur perawatan pada kasus
9. Mengetahui tahap pemilihan antibiotik dan jenis antibiotik yangs esuai pada kasus
10 Mengetahui pasien masih merasa nyeri walau sudah minum obat
11. Mengetahui evaluasi perawatan pada kasus
12. Mengatahui prognosis pada kasus
13. Mengetahui dampak jika tidak dilakukan perawatan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
kondisi steril atau bersih dari mikroorganisme, misalnya lebam pada pipi karena
benturan yang tidak ada luka terbuka.2
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam suatu kantung yang terbentuk
dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit, atau
benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan tubuh yang bertujuan untuk
mencegah agen – agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya.3
8
abses submukosa, abses subkutan, dan abses fascial atau migratory – abses
cervicofacial.
1) Abses Intraalveolar : akumulasi pus berada di dalam tulang alveolar.
2) Abses Subperiosteal : akumulasi pus menyebar keluar setelah menembus tulang
alveolar menuju ke spasium subperiosteal, menyebabkan pus terakumulasi di
antara tulang alveolar dan periosteum sehingga disebut abses subperiosteal.
3) Abses Submukosa : setelah menembus periosteum, akumulasi pus akan
menyebar ke berbagai arah menuju jaringan lunak, biasanya di bawah mukosa
sehingga disebut abses submukosa.
4) Abses Subkutan : setelah menembus periosteum, akumulasi pus dapat juga
menyebar melalui jaringan ikat longgar dan menuju ke jalur penyebaran di
bawah kulit sehingga disebut abses subkutan.
5) Abses facial atau cervicofacial : pus yang menyebar melalui jaringan ikat
longgar dapat pula menyebar ke arah fascial space membentuk fascial space
abscess yang dapat dibagi menjadi :
a) Abses fosa kanina
Sumber infeksi berasal dari gigi anterior rahang atas. Gejala klinis
ditandai dengan pembengkakan pada wajah, kehilangan sulkus nasolabialis
dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas
bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang menegang berwarna
merah.
b) Abses spasium bukal
Spasium bukal berada diantara m. masseter, m. pterigoidus interna dan
m. Businator, berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara
otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal.
Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke
dalam spasium bukal. Gejala klinis: abses terbentuk di bawah mukosa bukal
dan menonjol ke arah rongga mulut. Pada palpasi tidak jelas ada proses
supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas.
Massa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada
pemeriksaan ekstraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada
palpasi.
c) Abses spasium infratemporal
9
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di
bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi
oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian
atas dibatasi oleh m. pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a. maksilaris
interna dan n. mandibula, milohioid, lingual, businator dan n. chorda
timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus
faringeal.
d) Abses spasium submasseter
Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi
otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa
suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo
m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang
antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah
belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular.
Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan
melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini. Gejala klinis dapat
berupa sakit berdenyut di regio ramus mansibula bagian dalam,
pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,
toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan
besar dan sakit pada penekanan.
e) Abses spasium submandibula
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang
memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial
bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus
dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah
submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi
kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial
yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna. Infeksi pada
spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan
perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.
f) Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal, terletak
diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan
10
lateral oleh permukaan lingual mandibula. Gejala klinis ditandai dengan
pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat, bergerser ke sisi yang
normal. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol karena terdesak oleh
akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelan
dan terasa sakit.
g) Abses spasium submental
Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima, di depannya
melintang m.digastrikus, berisi kelenjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat
berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior
atau premolar. Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental.
Tahap akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada
pemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-
kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya.
Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga ke arah spasium yang
terdekat terutama ke arah belakang.
h) Abses spasium parafaringeal
Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus
pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor, sebelah
belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus
stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari
spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus
vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan
kelenjar limfe. Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui
berbagai foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat
menimbulkan abses otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi
berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinuim.
Infeksi orofasial odontogenik dapat pula dibedakan berdasarkan tahapan
infeksinya, yaitu tahap akut dan tahap kronis.
a. Tahap akut (Acute stage)
Pada tahap akut, infeksi yang menyebar ke jaringan lunak dapat
menjadi beberapa kondisi, yaitu: abses, selulitis, dan fulminating infections.
1) Abses
11
Abses merupakan akumulasi pus yang berbatas pada ruangan jaringan
patologis. Abses yang sesungguhnya yaitu ruangan berdinding tebal berisi pus.
Infeksi supuratif adalah karakteristik dari staphylococcus, sering dengan
anaerob, seperti bacteroides, dan biasanya diasosiasikan dengan akumulasi
pus dalam jumlah besar, yang membutuhkan drainase secepatnya.
Mikroorganisme ini memproduksi koagulasi, sejenis enzim yang dapat
menyebabkan deposisi fibrin pada citrated atau oxalated blood. Abses
odontogenik dapat timbul dalam beberapa bentuk :
1) Abses apikalis akut: abses odontogenik biasanya timbul dan menetap dalam
batas tulang alveolar.
2) Abses dentoalveolar akut: infeksi telah melewati batas tulang alveolar dan
menuju ke jaringan lunak yang berdekatan.
3) Abses periodontal akut
4) Abses pericoronal akut
2) Selulitis
Selulitis merupakan infeksi yang menyebar pada jaringan ikat longgar.
Penyakit ini adalah infeksi mukosa atau kutaneus yang diffuse dan
eritematous. Hal ini merupakan karakteristik dari infeksi streptococci; dan
biasanya tidak menghasilkan akumulasi pus yang besar. Streptococci
memproduksi enzim seperti streptokinase (fibrinolysin), hyaluronidase, dan
streptodornase. Enzim ini memecah fibrin dan substansi dasar jaringan ikat
dan debris seluler lyse, sehingga memfasilitasi penyebaran bakteri dengan
cepat pada jaringan lainnya. Antibiotik dapat menahan penyebaran infeksi,
dapat juga memberikan resolusi sepenuhnya pada kondisi tersebut. Namun,
dalam kasus resistensi antibiotik, kantung pus harus diperhatikan dan dalam
kasus tersebut, eksplorasi dan drainase harus dilakukan.
3) Fulminating infections
Fulminating infections merupakan infeksi yang dapat terjadi pada
berbagai spasium pada daerah orofasial. Infeksi melibatkan spasium sekunder
termasuk struktur vital, seiring dengan jalur yang memiliki resistensi terendah.
b. Tahap kronis (Chronic stage)
Tahap kronis ditandai dengan pembentukan fistulous tract atau sinus
trac. Abses yang dibiarkan dalam waktu lama akan mengeluarkan akumulasi
pus secara intraoral maupun ekstraoral. Ketika abses keluar melalui lapisan
12
kulit, sinus dapat muncul pada daerah yang tidak menguntungkan untuk
drainase, luka yang dihasilkan selalu menebal, mengerut, tertekan dan lebih
tampak secara estetik.
Contoh infeksi kronis yaitu: Osteomyelitis kronis, Cervicofacial
actinomycosis.
13
pembengkakan jaringan lunak di dasar mulut, vestibulum, pipi, palatum dan
daerah orofaring.
c. Pemeriksaan radiografik
Pada sebagian besar infeksi jenis ini perlu dilakukan pemeriksaan
radiografik dalam hal ini foto panoramik, untuk mengetahui gigi penyebab dan
mengevaluasi perluasan dan intensitas kerusakan tulang. Apabila infeksi sudah
lebih lanjut perlu pula dilakukan foto toraks.
d. Pemeriksaan laboratorik
Pada kasus infeksi yang berat atau yang berpotensi berat, perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorik (darah dan urin) serta identifikasi kuman penyebab dan
test resistensi kuman.
2.4 Diagnosis
Berdasarkan tanda dan gejala klinis yang dituliskan pada skenario yaitu
pembengkakan pada pipi kiri bawah, bengkak disertai demam dan nyeri, adanya
cairan apabila ditekan, adanya gigi berlubang dan sakit, pipi mengkilap dan keras,
maka suspect diagnosis kasus adalah infeksi odontogenik berupa abses
dentoalveolar spasium bukal. Ketika dipalpasi, abses akan fluktuaktif serta
permukaan abses terlihat mengkilap. Abses bisa saja terasa nyeri ketika ditekan,
hal ini disebabkan karena adanya akumulasi cairan pada ruang abses sehingga
tekanan di dalam ruang akan meningkat dan volume abses bisa saja bertambah,
akibatnya ruang abses yang bertambah volumenya ini dapat menekan saraf-saraf
perifer yang ada di sekitarnya sehingga timbul rasa nyeri.6
Adapun tanda dan gejala klinis dari abses dentoalveolar spasium bukal
adalah sebagai berikut.4,7
a. Tanda klinis
- Bengkak pada pipi yang meluas dari arkus zygomaticus sepanjang batas inferior
mandibula, dan dari batas anterior ramus hingga ke ujung mulut;
- Kulit tampak merah dan tegang, dengan fluktuasi abses;
- Infeksi berasal dari gigi posterior maxilla dan mandibula.
b. Gejala klinis
- Rasa sakit, dengan nyeri tekan regional yang tidak mempan diobati dengan
analgesic biasa;
- Gangguan pengecapan;
14
- Bau mulut;
- Mengganggu waktu makan, tidur, dan prosedur hygiene mulut.
2.6 Patomekanisme
15
Mikoorganisme yang tersering dijumpai pada infeksi oromaksilofasial
adalah bakteri gram positif aerob (cocci), gram positif anaerob (cocci), serta gram
negatif anaerob (roods). Infeksi oromaksilofasial umumnya berasal dari infeksi
odontogenik yang berasal dari daerah periapeks dan periodontium. Dari kedua
penyebab ini, yang berasal dari periapeks adalah yang paling sering. Pulpa gigi
yang nekrosis akibat karies profunda memberi jalan bagi bakteri, untuk masuk ke
dalam jaringan periapeks. Bila jaringan periapeks telah mengalami inokulasi
dengan bakteri, terjadilah suatu infeksi yang aktif yang akan menyebar ke berbagai
arah terutama ke daerah yang mempunyai resistensi minimal. Infeksi akan
menyebar ke tulang cancellous menuju plat kortikal. Bila plat kortikal ini tipis,
infeksi akan mengerosi tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak, selanjutnya
pada jaringan lunak penyebaran tergantung pada potensial space dari origo serta
insersio otot-otot pada daerah maksila dan mandibular.5
Skema
Gigi Karies Perikoronitis
Periodontitis apikalis
Absesperiapeks/absesdento-alveolar
Akut Kronis
Abses Osteomeilitis
16
c. Hematogen, yaitu melalui pembuluh darah. Penyebaran melalui cara ini relative
jarang.
Lokasi infeksi pada gigi tertentu ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu
ketebalan tulang yang menutupi apeks gigi dan hubungan dari tempat tulang yang
mengalami perforasi dengan perlekatan otot pada maksila dan mandibular.
Telah dijelaskan bahwa bila infeksi telah menembus tulang, lokasi infeksi
pada jaringan lunak ditentukan oleh posisi dari sisi yang perforasi terhadap perlekatan
otot. Infeksi yang menembus melalui aspek labial gigi rahang atas dan dibawah
perlekatan otot buccinators sehingga menghasilkan abses vestibular. Infeksi yang
menembus tulang melalui bagian atas perlekatan otot buccinators dan menghasilkan
infeksi pada ruang bukal.5
2.9 Tahap pemilihan antibiotik dan jenis antibiotik yang sesuai untuk
kasus
2.9.1 Tahap pemilihan antibiotik6
a. Memastikan kebutuhan antibiotik
Tidak semua infeksi membutuhkan antibiotik, pada beberapa situasi
antibiotik bisa saja kontraindikasi.
Indikasi
- Pembengkakan yang berkembang cepat
- Pembengkakan difus (fase cellulitis)
- Compromised patient
- Perikoronitis parah
- Osteomyelitis
Kontraindikasi
- Abses minor kronis yang terlokalisir
- Abses minor vestibular dengan sedikit atau tanpa pembengkakan wajah
- Dry socket
- Perikoronitis ringan
19
b. Memilih antibiotik yang tepat
Dengan tersedianya data empiris mengenai sensitifitas antibiotik dan
mikrobiologi, maka pemberian antibiotik disesuaikan dengan penyakit pasien.
Drug of choice biasanya penicillin. Obat alternatif untuk pasien alergi penisilin
adalah klaritromisin dan clindamycin. Sefalosporin sefadroksil berguna untuk
antibakteri dengan spektrum lebih luas. Doxycline juga bisa menjadi alternatif
walau beberapa bakteri resisten terhadap tetrasiklin. Metronidazole hanya efektif
untuk bakteri anaerob.
c. Gunakan antibiotik berspektrum sempit
Antibiotik dengan spektrum sempit hanya menargetkan pada organisme
causative dan sama efektifnya dengan antibiotik spektrum luas tanpa
mengganggu mikroflora host dan meningkatkan risiko resistensi bakteri.
d. Gunakan antibiotik dengan insiden toksisitas dan efek samping terendah
Efek samping terbesar penisilin adalah alergi. Rata-rata 2% atau 3% dari
total populasi alergi dengan penisilin. Sedangkan clarithromycin, erithromycin,
dan klindamisin memiliki insiden toksisitas dan efek sampingnya rendah. Namun
klindamisin dapat menyebabkan diare parah (pseudomembranous colitis).
e. Gunakan antibiotik bakterisidal Jika memungkinkan
Cara kerja antibiotik bakteriostatik membutuhkan intact dengan sel host
untuk membantu memfagositosis bakteri. Tipe antibiotik ini tidak dapat
digunakan pada compromised patient.
f. Pertimbangkan harga antibiotik
Obat generik cenderung lebih murah dibandingkan obat keluaran terbaru,
maka harga antibiotik perlu disesuaikan dengan kondisi ekonomi pasien.
2.9.2 Jenis antibiotik yang sesuai untuk kasus
Adapun golongan antibiotik yang dapat diresepkan untuk kasus abses
odontogenik adalah sebagai berikut : Penisilin , Eritromisin, Cephalosporin,
Metronidazole, Lincosamide, Tetracyclin, dan Aminoglycosida.7
2.10 Penyebab rasa nyeri masih terasa walau sudah minum obat
Nyeri yang dirasakan pasien merupakan akibat dari infeksi kronis yang
dialami oleh pasien tersebut. Pada nyeri yang parah atau kronis, medikasi bukanlah
suatu kebutuhan utama karena nyeri tidak akan sembuh tanpa menghilangkan
penyebabnya (akumulasi pus dalam rongga abses). Selain itu, sebaiknya dilakukan
20
tes kultur bakteri untuk mengetahui antibotik yang bersifat resisten dan yang bersifat
sensitif terhadap bakteri yang terkandung dalam abses.12
2.12 Prognosis
Jika dirawat dengan cepat dan tepat, maka prognosisnya akan baik. Adapun
yang perlu diperhatikan adalah pus yang terdrainase dengan baik dan menghilangkan
sumber pus agar tidak terjadi infeksi yg lebih lanjut. Jika tidak dilakukan perawatan
maka abses tersebut akan mencari jalan keluar melalui kulit wajah, atau ke dalam
mulut. Hal ini dapat meninggalkan sinus tract, yang menghubungkan infeksi yang
persisten tersebut dengan kulit wajah ataupun mulut, yang dimana ini akan
mengeluarkan pus dari waktu ke waktu. Komplikasi lain biasa juga terjadi, namun
dapat menjadi masalah yang serius bahkan fatal pada situasi yg jarang.5
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24