PADA KASUS INFEKSI AV SHUNT PASIEN CKD DI BANGSAL DAHLIA II RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA
Tugas Mandiri
Stase Praktik Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
Khairiyah Fajriati
22/511319/KU/24582
B. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi
GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga
dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropatirefluks) dan
penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni
uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. Penyebab gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi
etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan
18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan
13,65%.
C. Patofisiologi
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis matriks
ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen tubulointerstitiel yang
berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosistubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan
menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus
progresi penyakit olehhiperfiltrasi dan hipertrofi nefron. Kerusakan struktur ginjal tersebut
akan menyebabkan kerusakanfungsi ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan
fungsiekskretorik ginjal antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunanreabsorbsi Na
pada tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresifosfat, penurunan ekskresi
hidrogen. Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalanmengubah bentuk
inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi insulin,
meningkatkan produksi lipid, gangguansistem imun, dan sistem reproduksi. Angiotensin II
memiliki peran pentingdalam pengaturan tekanan intraglomerular. Angiotensin II diproduksi
secara sistemik dan secara lokal di ginjal dan merupakan vasokonstriktor kuat yangakan
mengatur tekanan intraglomerular dengan cara meningkatkan iramaarteriole efferent.
Angiotensin II akan memicu stres oksidatif yang padaakhirnya akan meningkatkan ekspresi
sitokin, molekul adesi, dankemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki peran penting
dalam patofisiologi CKD.Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir
disebabkankarena banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-
dihydroxyvitamin D atau kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalanmengubah bentuk
inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi Ca.Penurunan absorbsi Ca ini akan
menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme
sekunder yang terjadi karenahipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadapPTH.
Kalsium dankalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan hiperfosfatemiaakan
menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal
tidak mampuuntuk mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga
timbulhiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan
menyebabkan inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan dalamsintesis kalsitriol. Karena
inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol punakan menurun. Akan terjadi resistensi
terhadap vitamin D. Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi
peningkatan hormon parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder.
Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum tulangsehingga akan
menurunkan pembentukan eritropoetin yang pada akhirnyaakan menyebabkan anemia. Selain
itu hiperparatiroidisme sekunder juga akanmenyebkan osteodistrofi yang diklasifikasikan
menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia, adinamik bone disorder, dan mixed osteodistrofi.
Penurunanekskresi Na akan menyebabkan retensi air sehingga pada akhirnya
dapatmenyebabkan oedem, hipertensi. Penurunan ekskresi kalium juga terjaditerutama bila
GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5. Penuruanekskresi ini akan menyebabkan
hiperkalemia sehingga meningkatkan resikoterjadinya kardiak arrest pada pasien. Asidosis
metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasiadanya anion gap yang normal
maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal tidak mampu membuat ammonia yang
cukup pada tubulus proksimaluntuk mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam
bentuk ammonium. Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap
terjadi karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lainyang tidak terekskresi dengan
baik. Asidosis metabolik pada CKD dapatmenyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain
itu asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan osteodistrofi
ginjal. Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresisisa nitrogen dalam
tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basalurea nitrogen akan meningkat, begitu
juga dengan ureum, kreatinin, sertaasam urat. Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke
seluruh tubuh dandapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu
sindromuremia ini akan menyebabkan trombositopati dan memperpendek usia seldarah merah.
Trombositopati akan meningkatkan resiko perdarahan spontanterutama pada GIT, dan dapat
berkembang menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit
akan menyebabkan pasien merasa gatal – gatal. Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi
insulin, peningkatan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena
fungsi insulin menurun, maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan
memicu timbulnya aterosklerosis, yang pada akhirnyadapat menyebabkan gagal jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang padahiperparatiroidisme sekunder
yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain ituanemia dapat terjadi juga karena masa hidup
eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi
karena malnutrisi.
D. Manifestasi Klinis
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,
bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan
kehilangan protein)
Pruritus
“kristal” uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Neuromuskular Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi
parapleg
E. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah :
o Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukandiit berlebih.
o Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampahuremik dan dialisis yang tidak adekuat.
o Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensinaldosteron.
o Anemia akibat penurunan eritropoitin.
o Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serumyang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadaralumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
o Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
o Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
o Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
o Hiperparatiroid dan Hiperfosfatemia
F. Tatalaksana
Pengaturan minum : pemberian cairan
Pengendalian hipertensi=<intake garam
Pengendalian K+ darah
Penanggualan anemia: transfusi.
Penanggualan asidosisf.
Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pengaturan protein dalam makan
Pengobatan neuropatii.
Dialisis
G. Terapi Hemodialisa
Hemodialisis adalah proses yang melibatkan difusi dan ultrafiltrasi dengan tujuan
pembuangan unsur tertentu dari darah dengan memanfaatkan perbedaan laju difusi darah ketika
melewati membran semipermeabel. Hemodialisis dilakukan dengan cara memompa darah
pasien dan mengalirkannya menuju kompartemen darah yang dibatasi membran semi
permeabel buatan dengan kompartemen dialisat. Cairan dialisat yang memiliki komposisi
elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolik dan tidak mengandung
pirogen dialirkan ke kompartemen dialisat. Cairan darah dan dialisat akan berubah konsentrasi
karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai konsentrasi
zat terlarut sama. Proses ini disebut dengan difusi. Sedangkan ultrafiltrasi adalah proses
perpindahan air dari kompartemen darah menuju kompartemen dialisat dengan menaikkan
tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen dialisat.
Jumlah dan tekanan darah yang mengalir ke mesin dialisis haruslah adekuat. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu akses khusus untuk hemodialisis, terutama untuk hemodialisis
rutin. Pada umumnya, akses ini dibentuk pada lengan dengan menyambungkan vena lengan
dengan arteri radialis atau ulnaris. Hal ini akan menimbulkan shunt aliran darah dari arteri ke
vena sehingga vena akan membesar dan mengalami epitelialisasi. (Rahardjo, et al., 2009)
Akses yang digunakan dalam hemodialisis cukup beragam. D/T Femoral dan D/T Jugular
dipakai pada 1% kasus hemodialisis di Indonesia. D/T Subclavia dipakai pada 3% kasus,
sedangkan Femoral dipakai cukup banyak, yaitu pada 22% kasus. Akses vaskular yang paling
sering dipakai adalah menggunakan A-V Shunt yaitu pada 71% pasien.
H. Definisi AV-Shunt
A-V Shunt merupakan tindakan operasi menyambungkan arteri dan vena pada lengan
ataupun bagian tubuh lain dengan tujuan menjadikan sambungan tersebut menjadi akses untuk
hemodialisis. A-V Shunt adalah baku emas untuk menciptakan akses vaskular untuk
hemodialisis dengan penurunan fungsi ginjal dan ESRD. A-V Shunt diciptakan untuk
meningkatkan efektivitas dari dialisis dan mengurangi resiko dan komplikasi daripada akses
vaskular lain.
Umur : 33 tahun
Alamat : Yogyakarta
Agama : Islam
Lama Bekerja :-
No. RM : 00.60.04.31
Dx Medis :
b. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama masuk rumah sakit
9 hari SMRS pasien mengalami KLL yang mengakibatkan benturan pada bahu kiri. Setelah
beberapa hari pasien mengeluhkan av shunt bengkak , terdapat nanah, dan teraba hangat. Pasien
menerima HD rutin setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada Rabu, 19 April 2023 dilakukan HD di
bracialis kiri namun tidak lancar sehingga dilakukan direct puncture di brachalis kanan.
Demam (-), batuk (-), pilek (-), muntah (-)
Riwayat penyakit saat ini
CKD Stage V
Infeksi av shunt di brachialis sinistra
Riwayat penyakit dahulu
Memiliki riwayat hipertensi sejak 2016 rutin terapi candesartan 1x16 mg, DM (-).
Rutin HD sejak awal 2022.
Diagnosa medis pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah
dilakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/ Poli), sampai diambil kasus kelolaah:
Dx Medis:
- CKD stage V on HD rutin dengan awal edema pulmo
- Site infection AV shunt brachialis sinistra
Tindakan yang sudah dilakukan:
- Anamnesa
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang
- Insersi HD cath jugularis sinistra (24 April 2023)
- Repair av shunt
- Hemodialisa
Catatan Penanganan Kasus (dimulai saat pasien dirawat di ruang rawat sampai
pengambilan kasus kelolaan)
Hari, Tanggal Implementasi
Minggu, 23 April 2023 Pukul 12.45
- Anamnesa, foto thorax adanya gambaran awal edema
pulmo dan cardiomegaly
- Cek lab darah Hb 8.7 gr/dL;
Pukul 18.45
- Koreksi kalium Rl 10 iu+D40% 2 fl
- Injeksi furosemide 1A/8jam
- PO natrium bicarbonat 500 mg
- Injeksi ketorolac
- Pemasangan catheter urin
Pukul 22.45
- Monitoring vital sign
- Melakukan monitor status nutrisi
- Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
cairan
- Mengelola terapi oksigen nasal kanul 3 lpm
c. Pengkajian Keperawatan
5. Pola Tidur dan Istirahat (Lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur)
Pasien menyampaikan dikarenakan rasa nyeri, terkadang suka terbangun dari tidur di tengah
malam, namun semenjak 2 hari terakhir disampaikan pasien dapat tidur tanpa ada keluhan
terbangun saat tidur
Kesulitan memulai tidur (-)
Lama tidur pasien 8-10 jam per hari, pasien menyampaikan terkadang tidur siang
Pengkajian nyeri
P: apabila lengan kiri digerakkan atau tersentuh
Q: rasa sakit menusuk dan menetap
R: nyeri menyebar sampai dengan leher dan lengan bawah
S: nyeri skala 3 sampai 4
T: 5-10 menit
6. Pola Perseptual (Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, Sensasi)
Compos mentis, GCS score 15
7. Pola Persepsi Diri (Pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Pasien mengatakan tidak mengalami kecemasan karena sudah mampu menerima akan kondisi
fisiknya.
8. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Tidak terkaji
9. Pola Peran-Hubungan (Komunikasi, Hubungan dengan orang lain, kemampuan
keuangan)
Pasien mendapatkan dukungan yang sangat baik dari keluarga khususnya dari suami pasien yang
selalu menunggu saat dirawat di rumah sakit serta saat dilakukannya cuci darah. Terdapat
komunikasi yang baik antar pasien dan suami.
10. Pola managemen koping-stress
Pasien dalam beberapa hari terakhir mengalihkan kesuntukan dengan bermain telepon seluler,
beristirahat, serta bermain sosial media serta mengobrol dengan suaminya.
11. Sistem nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
Pasien memiliki nilai pemahaman terhadap pengobatan yang cukup modern sehingga pasen
patuh terhadap pengobatan dan percaya terhadap tindakan-tindakan yang diberikan oleh rumah
sakit.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
CA-/-
SI -/-
JVP 5+2 cm H2O
2. Thorax
- Inspeksi: Simetris kanan-kiri, luka (-), memar (-), laserasi (-), eskoriasi (-), bekas
operasioperasi lengan kiri, warna kulit homogen, pernafasan dada, frekuensi nafas
20x/menit, pergerakan dinding dada simetris (tidak ada ketertinggalan gerak dada kiri dan
kanan)
- Palpasi: nyeri tekan (-), krepitasi (-), pergerakan simetris (+), pulsasi iktus cordis (+) vokal
premitus normal.
- Perkusi: suara sonor, kardiomegali (+) , edema paru (+)
- Auskultasi: vesikuler, suara jantung s1 s2 reguler, murmur (-), gallop (-)
3. Abdomen
- Inspeksi: lesi (-), perdarahan (-), memar (-), asites (-)
- Palpasi: nyeri tekan (-), nyeri viseral (-)
- Perkusi: suara timpani pada 4 kuadran perut, perut bawah teraba penuh
- Auskultasi: terdengar bising usus di 4 kuadran
4. Ekstremitas
edema (-), akral hangat (-), memar brachialis sinistra, CRT < 2 detik.
HASIL PEMERIKSAAN LABORATRIUM DAN DATA PENUNJANG
Keterangan
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang-kadang menunjukkan
4: sering menunjukkan
5: secara konsisten menunjukkan
2. Kelebihan Volume Cairan Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan
Kondisi terkait Setelah dilakukan intervensi selama Aktivitas:
- Penyimpangan yang 3x24 jam, keseimbangan cairan akan Pertahankan catatan intake dan
mempengaruhi elimnasi meningkat output yang akurat
cairan Dengan kriteria hasil: Pasang urin kateter jika diperlukan
Batasan karakterstik: Indikator A T Monitor hasil lAb yang sesuai
- Edema Keseimbangan intake 3 5 dengan retensi cairan (BUN , Hmt)
dan output dalam 24 Monitor vital sign
jam Monitor indikasi retensi /
Kelembaban membran 3 5 kelebihan cairan (cracles, CVP ,
mukosa edema, distensi vena leher, asites)
Serum elektrolit 3 5 Berikan diuretik sesuai interuksi
Turgor kulit 3 5 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
Edema 3 5 berlebih muncul memburuk
Pola nafas 3 5 Monitor berat badan
Monitor serum dan elektrolit urine
Keterangan: Monitor tekanan darah orthostatik
1: sangat terganggu dan perubahan irama jantung
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu
3. Resiko Ketidakseimbangan Keseimbangan Elektrolit dan Manajemen Elektrolit:
Elektrolit Asam Basa Hiperkalemia
Kondisi terkait: Setelah dilakukan intervensi selama
- Disfungsi ginjal 3x24 jam, keseimbangan elektrolit Pemantauan Elektrolit
- Program pengobatan dan asam basa akan meningkat
Faktor resiko: Dengan kriteria hasil: Terapi Hemodialisa
- Kelebihan volume cairan Indikator A T
Blood urea nitrogen 3 4
(BUN)
Kreatinin urin 2 4
Elektrolit dalam darah 3 5
Keterangan:
1: deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi cukup berat dari kisaran
normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran
normal
Indikator A T C
Mengenali kapan 3 5 3
nyeri terjadi
Menggambarkan 3 5 3
faktor penyebab
nyeri
Melakukan teknik 3 5 3
relaksasi efektif
Menggunakan 3 5 3
tindakan
pengurangan nyeri
tanpa analgesik
Permasalahan Nyeri Akut belum
teratasi
P:
- Mengajarkan teknik relaksasi
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi terkait pemberian
analgesik
Selasa, 25 April - Mengajarkan teknik nafas dalam S:
2023 untuk mengurangi nyeri apabila - Pasien mengatakan lebih rileks saat
Pukul 10.00 nyeri timbul diberikan intervensi teknik nafas
- Mengedukasi terkait mobilisasi dalam
ringan yang dapat dilakukan serta - Pasien mengatakan nyeri sudah
berkurang menjadi skala 2
tidak memprovokasi timbulnya - Pasien mengatakan mampu tidur
nyeri tanpa ada gangguan nyeri dan
- Mengkaji apakah nyeri terkadang melakukan tidur siang
mengganggu jam istirahat pasen O:
- Ekspresi wajah pasien
menunjukkan lebih rileks dan
santai
A:
Indikator A T C
Ekspresi nyeri 3 5 4
wajah
Nyeri yang 3 5 5
dilaporkan
Frekuensi nyeri 3 5 3
Tidak bisa 4 5 5
beristirahat
Indikator A T C
Mengenali kapan 3 5 5
nyeri terjadi
Menggambarkan 3 5 5
faktor penyebab
nyeri
Melakukan teknik 3 5 4
relaksasi efektif
Menggunakan 3 5 4
tindakan
pengurangan nyeri
tanpa analgesik
Permasalahan Nyeri Akut teratasi
sebagian
P:
- Evaluasi frekuensi nyeri pada
pasien
- Evaluasi kemampuan pasien dalam
melakukan teknik nafas dalam
untuk mengurangi rasa nyeri
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Kolaborasikan pemberian
analgesik
Rabu, 26 April - Mengkaji nyeri post operasi S:
2023 (debribement av shunt) - Pasien mengatakan tidak berasa
Pukul 11.30 - Menciptakan lingkungan yang nyeri pasca tindakan operasi
nyaman untuk mengurangi - Pasien mengatakan dapat tidur
pemicu timbulnya rasa nyeri atau siang setelah tindakan operasi
tidak nyaman O:
- Mengkaji pola istirahat pasien - Pasien menunjukkan wajah rileks
- Tidak menunjukkan sikap protektif
terhadap area pembedahan
A:
Indikator A T C
Ekspresi nyeri 3 5 5
wajah
Nyeri yang 3 5 5
dilaporkan
Frekuensi nyeri 3 5 5
Tidak bisa 4 5 5
beristirahat
Indikator A T C
Mengenali kapan 3 5 5
nyeri terjadi
Menggambarkan 3 5 5
faktor penyebab
nyeri
Melakukan teknik 3 5 5
relaksasi efektif
Menggunakan 3 5 5
tindakan
pengurangan nyeri
tanpa analgesik
Permasalahan Nyeri Akut teratasi
sepenuhnya
P:
- Monitor adanya nyeri
- Mengelola pemberian analgesik
apabila diperlukan
Kelebihan Volume Senin, 24 April - Melakukan monitor tanda vital S:
Cairan 2023 pasien - Pasien mengatakan sedikit sesak
- Monitor terkait adanya edema nafas
- Melakukan monitor intake cairan O:
dan output cairan - Sebelum hemodialisa:
- Mengelola persiapan pasien untuk TD 127/76 mmHg
hemodialisa Nadi 65x/ menit
- Melakukan monitoring tanda vital RR 20x/ menit
pasien setelah dilakukan SpO2 98%
hemodialisa - Edema paru (+), edema
- Memberikan terapi oksigen (nasal ekstremitas (-)
canul 3 lpm) - Intake cairan 1000 cc, output
cairan 1100 cc (balance cairan
negatif 100 cc)
- Telah dilakukan hemodialisa 4 jam
UF goal 3000 cc, Qb 200 cc/menit,
Qd 500 cc/ menit, heparin mini
- Setelah hemodialisa
TD 137/81 mmHg
Nadi 79x/ menit
RR 24x/ menit
A:
Indikator A T C
Keseimbangan intake 3 5 5
dan output dalam 24
jam
Kelembaban 3 5 4
membran mukosa
Turgor kulit 3 5 5
Edema 3 5 3
Pola nafas 4 5 4
Permasalahan Kelebihan Volume
Cairan sudah teratasi sebagian
P:
- Monitor vital sign
- Catat dan monitor intake serta
output cairan
- Mengelola pemberian diuretik
P:
- Monitor vital sign
- Catat dan monitor intake serta
output cairan
- Mengelola pemberian diuretik
P:
- Monitor vital sign
- Catat dan monitor intake serta
output cairan
- Mengelola pemberian diuretik
P:
- Melanjutkan intervensi
Rabu, 26 April - Melakuan monitor tanda gejala S:
2023 hiperkalemia (mual, muntah, - Pasien mengatakan tidak ada mual
takikardi)
- Melakukan pemantauan hasil lab O:
BUN, serum kreatinin pasien - BUN 10
setelah dilakukan hemodialisa Creatinin 3.0
Na 139
- Mengelola pemberian obat PO
K4
bicnat 3x500 mg
Cl 101
A:
Indikator A T C
Blood urea nitrogen 3 4 4
(BUN)
Kreatinin urin 2 4 4
Elektrolit dalam 3 5 5
darah
Permasalahan Resiko
Ketidakseimbangan Elektrolit teratasi
sepenuhnya
P:
- Melanjutkan intervensi
Resiko Infeksi Senin, 24 April - Mengkaji terkait tanda gejala S:
2023 infeksi pada luka pemasangan av- - Pasien mengatakan adanya nyeri
shunt di lengan kiri dan sedikit rembesan pada lengan
- Melakukan monitor kadar leukosit kiri, nyeri, dan bengkak
- Monitor resiko perdarahan O:
perdarahan - Terpsang HD cath di jugularis
sinistra
- Mengelola pemberian antibiotik
- Sedikit rembesan, perdarahan (-),
infus moxifloxacin 400 mg/250 ml pus (-)
- Patologi klinik
Hb 8.7 gr/dL
Leukosit 6.1x103
Trombosit 248
A:
Indikator A T C
Kemerahan 3 5 4
Nyeri 3 5 3
Cairan luka 4 5 4
Bengkak 3 5 3
Permasalahan resiko infeksi teratasi
sebagian
P:
- Monitor tanda gejala infeksi
- Kelola pemberian antibiotika
- Rencanakan rawat luka dan ganti
balutan
P:
- Monitor tanda gejala infeksi
- Kelola pemberian antibiotika
P:
- Monitor tanda gejala infeksi
- Kelola pemberian antibiotika
- Rencanakan rawat luka dan ganti
balutan
Mual Rabu, 26 April - Mengkaji terkait adanya rasa S:
2023 mual setelah operasi - Pasen mengatakan ada rasa ingin
- Mengedukasi terkait teknik nafas muntah sesaat setelah operasi
dalam untuk mendistraksi mual O:
- Mengedukasi pasien makan - Pasien belum mau untuk makan
sedikit tetapi berulang untuk A:
mengurangi mual dan Indikator A T C
menghindari muntah Kehilangan selera 3 5 3
- Mengelola pemberian anti makan
emetik Hasrat untuk makan 3 5 3
Energi untuk makan 3 5 3
P:
- Melakukan monitor adanya mual
dan muntah
P:
- Intervensi selesai