Anda di halaman 1dari 31

i

TUGAS KULIAH M4
TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

MAKALAH
Studi Kasus Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah
dan Langkah-Langkah Teknis Penganggulangannya

Disusun Oleh:
Kelompok 6

Ariq Hibatullah 185040200111064


Syakilla Eka Putri Lestari Trimus 185040200111205
Ahmad Fatoni 185040201111048
Alyanda Permatasari 185040207111048

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, MS.

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2020
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Dampak Permasalahan Terhadap Produksi & Kesehatan Lingkungan.....3
II. ANALISA PERMASALAHAN..........................................................................5
2.1 Macam Kerusakan Lahan Akibat Erosi......................................................5
2.2 Analisis Alur Pikir Terjadi Masalah..........................................................17
2.3 Analisis Akar Permasalahan....................................................................19
2.4 Solusi Akar Permasalahan......................................................................19
III. REKOMENDASI STARTEGI KONSERVASI TANAH dan AIR.....................21
3.1 Konservasi Vegetatif...............................................................................22
3.2 Konservasi Mekanik................................................................................23
3.3 Konservasi Kimiawi.................................................................................24
3.4 Konservasi Air.........................................................................................24
IV.PENUTUP......................................................................................................26
4.1 Kesimpulan.............................................................................................26
4.2 Saran.......................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

ii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Penurunan Kemampuan Infiltrasi Tanah...........................................................4
2. Kerusakan Lahan Kekeringan...........................................................................5
3. Pegunungan Kendeng, Pati..............................................................................7
4. Banjir Bandang di Sukolilo................................................................................8
5. Pendangkalan DAS Kayen-Sukolilo..................................................................9
6. Lahan Hutan Monokultur Jati..........................................................................10
7. Penambangan Kapur di Pegunungan Kendeng, Pati......................................10
8. Teras pada lereng di Pegunungan Kendeng...................................................12
9. Penggunaan Rumput Gajah...........................................................................12
10. Kerusakan Lahan di Mojokerto.....................................................................14
11. Lahan Kritis di Kabupaten Mojokerto............................................................15
12. Alur Pikir Penyebab Permasalahan..............................................................16

I.

iii
1

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Permaslahan kerusakan lahan disebabkan oleh kegiatan alih fungsi lahan
menjadi beberapa penggunaan lahan baik di bidang pertanian maupun non
pertanian. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat
Indonesia yang semakin lama semakin meningkat. Pembukaan hutan untuk
kegiatan budidaya pertanian dirasa tidak terlalu menjadi faktor utama terjadinya
kerusakan lahan jika dalam setiap kegiatan budidaya diimbangi dengan
penerapan teknik konservasi untuk menjaga lingkungan. Namun hal tersebut
tidak menjadi perhatian penuh bagi pemerintah, masayarakat, dan khususnya
pelaku budidaya yaitu petani. Petani merasa bahwa adanya penerapan teknik
konservasi membutuhkan biaya yang mahal dan sulit dilakukan. Oleh karena itu
dalam penerapan budidaya pertanian petani mengedepankan aspek ekonomi
untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan mengesampingkan
aspek lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan sumberdaya alam dalam
jangka waktu yang lama.
Kegiatan budidaya pertanian yang sampai saat ini masih terjadi dan
mengesampingkan aspek lingkungan yaitu penerapan letak bedengan pada
lahan miring. Banyak ditemui pada daerah pegunungan atau perbukitan dimana
hutan telah diubah menjadi lahan pertanian semusim lahan kering yang berupa
tegalan atau ladang dengan letak bedengan yang searah dengan lereng. Hal
tersebut akan menyebabkan kerusakan lahan yang berupa erosi. Saat air hujan
turun tidak adanya kemampuan lahan dalam menyerap air ke dalam tanah dan
tidak adanya penahan air sehingga pada lahan yang miring laju erosi akan
semakin besar. Petani menganggap penerapan bedengan searah lereng
memudahkan dalam bidang pengolahan tanah dibandingkan bedengan yang
memotong lereng. Selain itu, petani menganggap jika dilakukannya bedengan
memotong lereng akan mempersulit perawatan lahan dan tanaman serta akan
terjadinya genangan air yang tertampung pada sisi bedengan. Pertimbangan
itulah yang membuat petani membuat bedengan searah lereng.
Kegiatan selanjutnya yaitu adanya sistem pertanian yang terbuka di lereng
pegunungan dan perbukitan. Hal tersebut dilakukan bukan tanpa alasan, hal
tersebut dilakukan untuk pengoptimalan penggunaan lahan. Petani menganggap
bahwa semakin luas area yang ditanami, semakin banyak jumlah tanamannya
maka akan semakin banyak pula hasil produksi yang dihasilkan. Banyak dijumpai
pertanian pada lahan miring pegunungan atau perbukitan tidak terdapat tanaman
tegakan atau tutupan lahan untuk memperkecil resiko terjadinya erosi. Kegiatan
tersebut secara tidak langsung akan membuat resiko kerusakan lahan yang
semakin tinggi. Selain itu, banyak sekali kita temukan petani yang menggunakan
input dari bahan kimia seperti penggunaan pestisida dan pupuk. Petani
melakukan hal tersebut dikarenakan bahan-bahan kimia memberikan perubahan
yang cepat dibandingkan bahan organik. Jumlah yang diberikan melalui bahan-
bahan kimia dinilai lebih sedikit dibandingkan dengan bahan organik sehingga
petani lebih banyak menerapkan hal tersebut.
Pertanian di lahan miring atau dikawasan pegunungan dan perbukitan terjadi
di daerah hulu yang mempengaruhi segala sesuatu di daerah hilir. Adanya
kerusakan-kerusakan lahan di daerah hulu tersebut akan berakibat pada segala
aktivitas di daerah hilir. Sebagai contoh dengan fakta permasalahan yang ada
seperti kerusakan lahan akibat erosi dan pencemaran bahan-bahan kimia
pertanian yang terjadi di daerah hulu akan merusak dan menganggu
sumberdaya alam yang terjadi di daerah hilir. Adanya erosi di daerah hulu
menyebabkan tergerusnya tanah oleh air hujan yang terbawa sampai ke dataran
rendah atau daerah hilir sehingga terjadi penumpukan sedimen. Penumpukan
sedimen akan menyebabkan kedangkalan sungai sehingga tinggi air permukaan
mengalami peningkatan. Jika terjadi hujan secara terus menerus di daerah
tersebut maka akan terjadi bencana banjir dikarenakan sungai di daerah hilir
tidak dapat menampung air tersebut. Selain itu adanya sedimen akan
menyebabkan penurunan kualitas air dan kuantitas air bersih. Adanya
pencemaraan bahan-bahan kimia akan mempengaruhi ekosistem di daerah hilir
seperti air, udara dan tanahnya yang secara tidak langsung akan membunuh
makhluk hidup lainnya yang terdapat di ekosistem tersebut.
Menurut Arsyad (2010), Erosi adalah peristiwa terdispersinya agregat tanah
kemudian terangkut ke tempat lain oleh aliran permukaan. Faktor yang
mempercepat proses terjadinya erosi adalah kegiatan manusia dalam usaha
produksi pertanian maupun kegiatan kehidupan lainnya yang memanfaatkan
sumberdaya alam secara tidak bertanggung jawab. Laju erosi akan menjadi lebih
berbahaya apabila didukung oleh hilangnya tutupan tanah, lahan berlereng dan
panjang ketebalan olahan tanah sehingga terangkutnya bahan organik yang ada
di atas permukaan tanah oleh aliran permukaan. Supirin (2002) menyatakan
bahwa laju erosi yang terjadi disebabkan dan dipengaruhi oleh lima faktor
diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor
pengelolaan tanah. Faktor iklim yang paling menentukan laju erosi adalah hujan
yang dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan. Curah hujan yang jatuh
secara langsung atau tidak langsung dapat mengikis permukaan tanah secara
perlahan dengan pertambahan waktu dan akumulasi intensitas hujan tersebut
akan mendatangkan erosi (Kironoto, 2003 )
Salah satu penyebab terjadinya erosi akibat perbuatan manusia yaitu
dengan menebang pohon secara sembarangan sehingga kandungan unsur hara
dan bahan organik dalam tanah berkurang. Selain itu erosi menyebabkan
degradasi tanah. Di alam terdapat dua penyebab utama yang aktif dalam proses
ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropik basah seperti Indonesia, air
merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin tidak mempunyai
pengaruh berarti (Arsyad 2010). Terdapat beberapa jenis erosi yang pertama
yaitu erosi permukaan (sheet erosion) terjadi pada lapisan tipis permukaan tanah
yang terkikis oleh kombinasi air hujan dan limpasan permukaan (run-off). Erosi
jenis ini akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi
kapasitas infiltrasi dan kapasitas simpan air tanah. Yang kedua ada erosi tanah,
Erosi tanah (soil erosion) terjadi melalui dua proses yakni proses penghancuran
partikel-partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan (transport)
partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat
hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan),
karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng,
panjang lereng dan sebagainya (Banuwa, 2008).
Akibat dari erosi menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah
sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan
seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang normal sehingga
produktivitas tanah menjadi rendah dan kemerosotan produktivitas tanah atau
bahkan menjadi tidak dapat digunakan untuk produksi, kerusakan bangunan
konservasi dan bangunan lainnya serta dapat menurnkan perekonomian petani
penggarap atau pemilik tanah. Untuk kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat
erosi tanah dapat dibagi atas kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh dampak
langsung di tempat kejadian erosi (on-site) maupun dampak di luar tempat

2
kejadian erosi (off-site). Dampak langsung yang utama adalah penurunan
produktivitas tanaman yang diakibatkan oleh kemerosotan produktivitas tanah,
kehilangan unsur hara tanah dan kehilangan lapisan tanah yang baik atau subur
bagi berjangkarnya akar tanaman, sedangkan dampak tidak langsung adalah
pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, dll, kerusakan ekosistem
pertanian, memburuknya kualitas air, meningkatnya frekuensi dan masa
kekeringan, serta tertimbunnya lahan-lahan pertanian.adapaun dampak yang
disebabkan oleh erosi menurut Juita et al. (2018) adalah air sungai menjadi
sangat keruh, pendangkalan di sungai dan waduk, pencucian hara tanah,
menipisnya solum tanah, dan menurunnya produktivitas lahan yang merupakan
sebagian dari dampak terjadinya erosi
I.2 Dampak Permasalahan Terhadap Produksi & Kesehatan Lingkungan
Lahan yang terdegradasi akan berpotensi terjadi erosi. Erosi mampu
menghilangkan hara yang seharusnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
tanaman. Menurut pendapat Sutono (2014) bahwa Dampak dari erosi adalah
degradasi lahan yang mengakibatkan (1) produktivitas tanah mengalami
penurunan (2) pemberian pupuk menjadi tidak efisien. Efisiensi penggunaan
pupuk dinyatakan dalam kg hasil tanaman setiap kg pupuk yang diberikan dalam
usaha tani tersebut, artinya setiap peningkatan jumlah pemberian pupuk
seharusnya diikuti oleh peningkatan hasil tanaman. Namun demikian, karena
terdapat hara yang terbawa oleh erosi menyebabkan terjadi ketidakefisienan
(inefisiensi) panggunaan pupuk. Ketika struktur tanah menjadi lebih padat
sebagai akibat hilangnya lapisan permukaan oleh erosi maka pupuk yang
diberikan lebih banyak terbawa oleh erosi. dan (3) Menurunkan pendapatan
petani. Santoso et al. (2001) mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh
dari usaha tani jagung pada tanah terdegradasi tanpa upaya rehabilitasi lahan
seperti pemberian pupuk P. Keuntungan yang diperoleh pada musim tanam 1
sebesar US$ 32.04 dan pada 29 MT 7 sebesar US $ -374,51. Keuntungan makin
menurun dan menyebabkan usaha tani mengalami kerugian yang makin besar
dari musim ke musim. Lahan yang telah terdegradasi tidak memberikan
keuntungan usaha tani yang menjanjikan kalau tidak direhabilitasi terlebih
dahulu.
Dinamika sosial ekonomi yang berorientasi pada peningkatan pendapatan
secara cepat menyebabkan pemanfaatan sumber daya lahan secara intensif
melebihi daya dukungnya, sehingga mengakibatkan peningkatan laju degradasi
lahan(Stringer, 2008). dari aspek sosial-ekonomi degradasi lahan sangat
berkaitan erat dengan lahan, penduduk, ekonomi masyarakat dan demikian pula
sebaliknya. Dari sosial Perilaku masyarakat dalam bercocok tanam mempunyai
peran yang signifikan dalam menyumbang proses degradasi lahan yang terjadi.
Rekayasa lingkungan seringkali dianggap sebagai langkah alternatif untuk
menjawab permasalahan tersebut, namun tidak jarang konsep ini bedampak
pada terjadinya degradasi lahan itu sendiri. Peningkatan jumlah penduduk yang
terus meningkat diikuti dengan ketersediaan lahan yang semakin terbatas
sehingga mengakibatkan kekurangan lahan. Hal ini juga diperburuk dengan
praktek pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi
sehingga menyebabkan degradasi lahan tersebut dapat berpengaruh pada
ekonomi masyarakat yang akan mengakibatkan meningkatnya angka
kemiskinan. Demikian pula sebaliknya, kemiskinan juga dapat mendorong
terjadinya degradasi lahan. Dengan demikian kemiskinan merupakan penyebab
dan akibat dari degradasi lahan. Menurut pendapat Rifardi (2008) menyebutkan
bahwa aktivitas sosial ekonomi baik dalam skala kecil (masyarakat) maupun
skala besar (industri) telah menyebabkan terjadinya tekanan ekologis berupa

3
degradasi hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan karena hutan
tersebut dibuka untuk lahan-lahan pertanian. Pertambahan jumlah penduduk dan
peningkatan aktivitas sosial ekonomi mengakibatkan peningkatan
ketergantungan terhadap hutan/lahan.

4
II. ANALISA PERMASALAHAN
II.1 Macam Kerusakan Lahan Akibat Erosi
Erosi merupakan suatu proses pengikisan lapisan atas tanah karena adanya
penghancuran partikel tanah dan diangkut oleh air hujan berupa limpasan air
permukaan yang mengalami pengendapan di daerah hilir. Erosi tanah di
kawasan Indonesia yang memiliki iklim tropis yaitu dengan adanya tingkat curah
hujan yang tinggi menjadi penyebab tertinggi adanya erosi tanah dibandingkan
dengan angin. Mekanisme terjadinya erosi tanah oleh air hujan yaitu air hujan
yang turun memiliki energi kinetis yang tinggi yang dapat menghancurkan
agregrat tanah sehingga agregrat tanah akan mengurai yang menyebabkan pori-
pori tanah akan tersumbat. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kemampuan
infiltrasi dan perkolasi tanah sehingga terjadi pengangkutan partikel tanah oleh
air hujan yang berbentuk limpasan air permukaan. Setelah terangkut partikel
tanah tersebut akan diendapkan menjadi sedimen di daerah hilir yang
memberikan dampak kurang baik bagi sumber daya lingkungan. Dampak
kerusakan lahan akibat erosi dapat merugikan secara insitu dan eksitu yang
mempengaruhi hasil produksi tanaman serta kesehatan lingkungan. Berikut
dampak kerusakan lahan baik dampak insitu maupun dampak eksitu yang terjadi
di daerah masing-masing anggota kelompok:

Gambar 1. Penurunan Kemampuan Infiltrasi Tanah


(Sumber: Radar Pekalongan, 2019)
Kerusakan lahan yang tertera pada gambar 1 diambil di Desa
Donoewangun, Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan pada daerah Ariq
Hibatullah (185040200111064). Daerah tersebut merupakan daerah bekas
pertambangan pasir. Aktivitas penambangan mengakibatkan terkikisnya lapisan
tanah. Salah satu akibat yang dtimbulkan dari erosi yaitu menurunnya
kemampuan infiltrasi tanah. Istilah infilrasi secara spesifik merujuk pada peristiwa
masuknya air ke dalam permukaan tanah. Infiltrasi merupakan satu-satunya
sumber kelembaban tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman dan untuk
memasok air tanah. Melalui infiltrasi, permukaan tanah membagi air hujan
menjadi aliran permukaan, kelembaban tanah dan air tanah (Schwab, 1996).
Menurut Arsyad (2010), erosi mengakibatkan lapisan tanah atas (top soil) yang
penting bagi pertumbuhan tanaman akan hilang, dan akibatnya akan terjadi
kemunduran sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kemunduran sifat fisik tanah
seperti menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air,
meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi dan berkurangnya
kemantapan struktur tanah yang pada akhirnya menyebabkan memburuknya
pertumbuhan tanaman dan menurunnya produktivitas. Kemunduran sifat kimia
tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik dan sifat biologi tanah

5
seperti terangkut atau hilangnya mikroba-mikroba yang baik untuk menghasilkan
humus bagi kesuburan tanah.

Gambar 2. Kerusakan Lahan Kekeringan


(Sumber: Handayani, 2019)
Kerusakan lahan akibat erosi yang terjadi di Desa Pagak, Kabupaten Malang
pada daerah Syakilla Eka Putri Lestari Trimus (185040200111205). Kerusakan
lahan yang terdapat pada gambar 2 yaitu kerusakan lahan kekeringan yang
diakibatkan oleh adanya erosi oleh air hujan. Kekeringan merupakan salah satu
dampak in situ yaitu dampak yang terjadi di lokasi erosi tersebut. Kekeringan
dapat terjadi di daerah tersebut dikarenakan rendahnya vegetasi yang menutupi
pada lahan tersebut sehingga serapan air hujan dan simpanan air tanah menjadi
berkurang, hal tersebut lama-kelamaan akan mengakibatkan kekurangan
pasokan air di daerah hulu pada saat musim kemarau.
Kondisi fisik pada lahan tersebut yaitu terdapat di daerah pegunungan yang
memiliki nilai kemiringan lereng yang cukup curam. Kelerengan merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan adanya erosi dimana semakin curam nilai
kelerengannya maka semakin besar potensi terjadinya erosi. Tidak hanya nilai
kelerengan, panjang kelerengan juga mempengaruhi adanya proses erosi
dimana semakin panjang lereng maka semakin banyak volume air yang
ditampung sehingga resiko adanya erosi akan semakin besar. Selain kelerengan,
kondisi tanah yang terdapat di daerah Pagak lebih terdominasi dengan tekstur
tanah lempung berdebu dikarenakan lokasi yang dekat dengan daerah
pegunungan. Hal tersebut akan meningkatkan potensi erosi dikarenakan
kemampuan tanah dalam menahan air hujan cukup rendah, tekstur tanah yang
relatif halus akan lebih mudah terangkut oleh air hujan atau limpasan air
permukaan sehingga tanah mudah mengalami erosi. Menurut Fuady et al. (2014)
erosi akan lebih mudah terjadi pada lahan yang memiliki tekstur tanah lebih halus
dibandingkan dengan tekstur tanah yang kasar karena massa tekstur tanah yang
halus lebih ringan sehingga mudah terangkut oleh air hujan.
Penggunaan lahan sangat mempengaruhi resiko adanya erosi tanah oleh air
hujan. Pada lokasi tersebut penggunaan lahan lebih didominasi oleh lahan
pertanian dengan komoditas tanaman semusim. Pengolahan tanah yang
dilakukan pada lahan pertanian komoditas tanaman semusim tanpa
menggunakan teknik konservasi tanah dan air sehingga menyebabkan terjadinya
erosi tanah oleh air hujan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan atau daya dukung lahan dan tanpa adanya usaha pengelolaan dan
perbaikan lahan yang berupa penerapan teknik konservasi lahan akan
menyebabkan besarnya resiko erosi oleh tanah. Pada umumnya, tanaman
semusim kurang memiliki kemampuan dalam menahan dan menyimpan air
dibandingkan dengan tanaman tahunan. Selain itu, perakaran tanaman semusim

6
lebih pendek dan kurang kokoh dalam menahan tanah sehingga limpasan air
permukaan dengan mudah mengikis dan membawa lapisan atas tanah yang
relatif subur. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan suatu
lahan akan mengakibatkan mudahnya mengalami kerusakan lahan yang
disebabkan oleh erosi air hujan akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dan
kondisi lahan yang memungkinkan terjadi erosi tanah oleh air hujan (Wahyunto
dan Dariah, 2014).
Mekanisme terjadinya kekeringan akibat adanya erosi tanah oleh air hujan
merupakan dampak yang terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Hal tersebut
terjadi dikarenakan penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan suatu
lahan terutama pada lahan yang memiliki nilai kelerengan curam dimana potensi
terjadinya erosi akan semakin tinggi. Erosi tanah oleh air hujan akan terjadi
akibat rendahnya vegetasi atau tutupan lahan pada daerah tersebut sehingga
energi kinetik dari air hujan akan langsung mengenai permukaan tanah sehingga
mengahancurkan agregrat tanah sehingga partikel-partikel tanah akan terangkut
oleh air hujan berupa limpasan air permukaan dan menjadi sedimen atau
endapan di daerah hilir. Akibat hancurnya agregrat tanah akan menutupi pori-pori
tanah sehingga pori tanah menjadi kecil dan tidak stabil. Pori tanah yang kecil
akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air hujan yaitu
kemampuan infiltrasi dan permeabilitas tanah. Infiltrasi tanah dan permeabilitas
tanah sangat mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyimpan air menjadi
air tanah, rendahnya kemampuan infiltrasi dan permeabilitas akan menurunkan
simpanan air dalam tanah karena tidak ada ruang pori yang dapat menampung
air hujan yang masuk kedalam tanah dan lebih banyak air yang berupa limpasan
permukaan.
Rendahnya kemampuan tanah dalam menyimpan dan meneruskan air ke
dalam tanah menyebabkan simpanan air tanah semakin sedikit. Pada saat
musim kemarau tiba air tanah akan mudah sekali mengalami penguapan
dikarenakan tidak adanya tutupan lahan dan ketersediaan air tanah sangat
sedikit. Hal tersebut yang akan mengakibatkan terjadinya kekeringan pada area
hulu dikarenakan ketersediaan air tanah sangat terbatas atau kurang terutama
pada saat musim kemarau. Erosi akan menyebabkan kehilangan lapisan tanah
yang subur sehingga tanah sulit ditanami dengan tanaman komersial maka untuk
memenuhi kebutuhan tanaman memerlukan input pupuk berbahan kimia yang
akan memadatkan tanah sehingga porositas menjadi lebih sedikit. Selain bahan
kimia tidak adanya vegetasi juga secara langsung mempengaruhi porositas
tanah sehingga kemampuan tanah dalam infiltrasi akan semakin menurun.
Kemampuan infiltrasi yang menurun dapat mengakibatkan kemampuan tanah
menyediakan dan menyimpan air semakin sedikit sehingga pada musim kemarau
tanah akan dengan mudah mengalami kekeringan (Juita et al., 2018). Dampak
erosi merupakan dampak yang saling berkaitan antara dampak satu dengan
dampak lainnya. Hal tersebut dijelaskan dengan keterkaitan kerusakan lahan
berupa kekeringan dengan kerusakan lahan berupa menipisnya lapisan atas
atau lapisan olah tanah serta menurunnya kemampuan infiltrasi tanah.
Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa erosi tanah oleh air hujan
merupakan permasalahan yang sangat serius dan merugikan bagi aspek
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat terutama pada lahan yang miring
dengan potensi kerusakan lahan yang sangat tinggi (Rusdi et al., 2013).
Permasalahan kerusakan lingkungan akibat erosi tanah oleh air hujan pada
daerah Mojokerto berupa pencemaran sumber daya lingkungan dan sedimentasi
di daerah aliran sungai pada daerah Ahmad Fatoni (185040201111048). Secara
geografis Kabupaten Pati terletak diantara 110 0 50’ – 111 0 15’BT dan 6 0 25’ -7

7
0 00 LS, Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa
Tengah dan memiliki kawasan karst yang cukup luas ± 11.802 Ha (± 7,85 % dari
luas Kabupaten Pati). Kawasan karst di Kabupaten Pati berada di sekitar
kompleks Pegunungan Kendeng Kecamatan Sukolilo. Morfologi Kawasan Karst
Sukolilo Pati secara regional merupakan komplek perbukitan karst yang teletak
pada struktur perbukitan lipatan, Perbukitan lipatan ini selanjutnya mengalami
proses pelarutan. Kabupaten Pati memiliki luas hutan 22.573,16 Ha terdiri dari
2.681,60 Ha hutan lindung dan 19.891,56 Ha hutan produksi. Kabupaten Pati
juga mempunyai wilayah hutan pada DAS yang tidak luput dari perhatian
pemerintah untuk meneruskan RHL di daerah ini. Pegunungan Kendeng dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 3. Pegunungan Kendeng, Pati


(Sumber: Radar Kudus, 2013)
Dalam permasalahan kali ini adalah membahas dampak erosi yang terjadi di
daerah pegunungan Kendeng. Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai
proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya
material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan
pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain (Suripin, 2002). Pada
dasarnya erosi yang paling sering terjadi dengan tingkat produksi sedimen
(sediment yield) paling besar adalah erosi permukaan (sheet erosion) jika
dibandingkan dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur (rill erosion),
erosi parit (gully erosion) dan erosi tebing sungai (stream bank erosion). Secara
keseluruhan laju erosi yang terjadi disebabkan dan dipengaruhi oleh lima faktor
diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor
pengelolaan tanah.
Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang
memadai untuk berlangsungnya kehidupan tanaman. Sedangkan erosi karena
kegiatan manusia biasanya disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian
atas akibat bercocok tanam yang tidak sesuai kaidah-kaidah konservasi tanah
atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah antara
lain pembuatan jalan di daerah dengan kemiringan lereng yang besar (Alie,
2015). Dampak dari erosi ini apabila terbawa air hujan dari hulu dan
terdekomposisi di sungai adalah pendangkalan sungai dan menyebabkan
berubahnya warna air sungai yang cenderung keruh akibat dekomposisi hasil
erosi.
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap
dan menahan air. Tanah yang terangkut akibat erosi akan diendapkan ketempat

8
lain dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi dan sebagainya. Apabila
pepohonan di lereng-lereng bukit digunduli, maka hujan deras akan segera
menghanyutkan lapisan tanah atas yang subur akibat erosi. Hal ini tidak hanya
akan mengurangi produktivitas lahan di perbukitan itu sendiri, namun juga akan
mengakibatkan banjir yang melanda tanah-tanah pertanian di lembah-lembah
dibawahnya. Beberapa faktor yang menjadi penyebab masalah banjir yaitu
adanya interaksi antara faktor penyebab yang bersifat alamiah, serta campur
tangan manusia yang beraktivitas pada daerah pengaliran. Masyarakat
mengeksploitasi sumber daya alam melalui pembalakan hutan (forest logging),
pengurangan areal tegakan hutan (deforestasi), dan pembukaan lahan pertanian
baru yang intensif pada kawasan hulu DAS tanpa menggunakan kaidah
konservasi yang mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi dan tanah longsor
yang berperan mempercepat proses terjadinya banjir di kawasan hilir DAS
Akibat nyata yang ditumbulkan dari endapan erosi ke sungai adalah
terjadinya luapan air ketika banjir dan apabila intensitasnya lebih besar
mengakibatkan banjir bandang. Daerah sekitar pegunungan Kendeng yang
sering terjadi yaitu kecamatan Sukolilo dan Kayen yang memiliki sungai yang
memiliki hulu di Pegunungan Kendeng. Intensitas banjir bandang tinggi ketika
memasuki musim penghujan sehingga mengakibatkan beberapa kerusakan baik
rumah penduduk dan lahan pertanian yang berada di sepanjang bibir sungai.
Gambar banjir bandang dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Banjir Bandang di Sukolilo


(Sumber: Radar Kudus, 2015)
Banjir bandang ini disebabkan akibat tertumpuknya atau sedimentasi hasil
erosi yang terjadi di Pegunungan Kendeng terbawa ketika hujan. Penumpukan
sedimen yang semakin tinggi berpotensi mengurangi kapasitas tampung sungai
terhadap air hujan yang berintensitas besar terutama di musim hujan. Hal ini
dapat memicu terjadinya banjir pada waktu musim hujan di bagian hilir DAS
(Ardiyansyah et al., 2013). Perubahan peruntukan lahan hutan menjadi lahan-
lahan pertanian dan perkebunan di sepanjang DAS Sukolilo-Kayen
mengakibatkan terjadi perubahan keseimbangan di dalam tanah khususnya
kualitas tanah. Akibat alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian
menyebabkan air presipitasi tidak dapat ditahan oleh tanah secara optimal. Air
mengalir dan membawa massa tanah di permukaan lahan menuju aliran air ke
sungai. Erosi yang terjadi terus menerus mengikis lapisan bahan organik di
permukaan tanah. Endapan yang semakin tinggi mengurangi kapasitas sungai
menampung curah hujan yang lebat sehingga air sungai meluap dan
menyebabkan banjir. Pendangkalan sungai dapat dilihat pada gambar 5.

9
Gambar 5. Pendangkalan DAS Kayen-Sukolilo
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020)
Penumpukan sedimen yang semakin tinggi berpotensi mengurangi kapasitas
tampung sungai terhadap air hujan yang berintensitas besar terutama di musim
hujan. Hal ini dapat memicu terjadinya banjir pada waktu musim hujan di bagian
hilir DAS. Terdegradasinya lahan akan mengakibatkan meluasnya kerusakan
lahan terutama kerusakan lahan hutan. Pengurangan luas hutan yang masih
berlangsung sampai saat ini disebabkan antara lain oleh penebangan liar,
pembukaan hutan, dan lain sebagainya akan mengakibatkan terganggunya
hutan. Kerusakan ini akan berakibat semakin meluasnya lahan kritis, terutama
lahan kritis dalam Daerah Aliran Sungai (DAS). Kerusakan lahan di DAS akan
mengakibatkan kerusakan pada banyak hal seperti, air sungai yang sangat
keruh, pendangkalan di sungai dan waduk, penggerusan tebing sungai,
pencucian hara tanah, menipisnya solum tanah, dan menurunnya produktivitas
lahan yang merupakan sebahagian dari dampak terjadinya erosi (Juita et al.,
2018).
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit,
atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian bawah
kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk.
Sedimentasi adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di
daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu
(Rahmawati, 2018). Selain itu, erosi tebing yang terjadi di daerah DAS Sukolilo-
Kayen menambah besarnya sedimentasi hasil erosi di hilir. Erosi yang terjadi
yaitu erosi permukaan yang terjadi di daerah Pegunungan Kendeng diperparah
adanya erosi tebing sungai ketika debit sungai naik memperparah sedimentasi
yang ada di daerah hilir DAS.
Tingginya sedimentasi di daerah hilir diperparah yaitu penerapan cara
budidaya yang salah di daerah hulu yaitu di Pegunungan Kendeng dan
disepanjang bibir DAS Sukolilo-Kayen. Di daerah hulu, para warga meski ada
beberapa yang sudah menerapkan konsep agroforestri di lahannya. Namun,
masih banyak yang melakukan budidaya dengan cara yang salah. Pada daerah
bekas tambang ditanami tanaman sayuran dan hanya dilakukan pembuatan
guludan saja. Selain itu, kawasan hutan yang gundul hanya ditanami pohon Jati
yang tentunya beberapa tahun kemudian akan dilakukan penebangan sehingga
lahan tersebut kosong kembali. Hal ini akan memperbesar tingat erosi karena
tidak adanya tutpan lahan. Penyalahgunaan teknik budidaya petani pada daerah
Pegunungan Kendeng dapat dilihat pada gambar 6.

10
Gambar 6. Lahan Hutan Monokultur Jati
(Sumber: Radar Kudus, 2015)
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan di lapangan, didapatkan
penyebab lain yang mengakibatkan terjadinya banjir bandang akibat
pendangkalan sungai yang terjadi pada DAS Sukolilo-Kayen, yaitu konversi
lahan di Pegunungan Kendeng yaitu digunakan sebagai lahan tambang kapur
untuk bahan baku semen dan kesalahan budidaya oleh petani yang ada disekitar
DAS. Pertama yang akan dibahas yaitu alih fungsi lahan. Beberapa tahun
belakang penambangan liar semakin gencar dilakukan di daerah Pati terutama di
daerah Pegunungan Kendeng serta penanaman atau budidaya petani yang tidak
menerapkan konsep konservasi. Banyak petani yang ada di daerah Pegunungan
Kendeng memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah sehingga tidak
menhgetahui bahaya yang terjadi dengan cara budidaya mereka. Kebanyakan
petani Kendeng memiliki sekitar 1 ha milik pribadi yang diolah secara
konvensional tanpa memperhatikan konsep konservasi ditambah permasalahan
pembukaan tambang kapur yang awalnya ditolak warga sekitar Kendeng
terutama warga Sukolilo. Gambar daerah penambangan dapat dilihat pada
gambar 7.

Gambar 7. Penambangan Kapur di Pegunungan Kendeng, Pati


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020)
Alih fungsi lahan yang telah terjadi di Pegunungan Kendeng menciptakan
ruang terbuka sehingga akan meningkatkan tingkat potensi erosi yang terjadi
baik erosi oleh angin dan air hujan. Kegiatan penambangan dan erosi yang
terjadi secara tidak langsung menyebabkan sifat-sifat tanah di kawasan karst
berubah. Selain itu, erosi yang terjadi secara terus–menerus juga dapat
mengakibat terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir bandang yang
dapat merugikan masyarakat sekitar. Pemanfaatan lahan yang berlebihan dapat
merusak fungsi karts sebagai kawasan perlindungan mata air. Sebagai daerah
hulu Pegunungan Kendeng yang terletak di Sukolilo, Kecamatan Sukolilo sendiri
merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi tambang berupa
batugamping dan batu lempung yang dibutuhkan oleh industri semen. Salah satu

11
perusahaan yang tertarik untuk memanfaatkan sumber daya bahan tambang di
Sukolilo adalah Semen Gresik. Pada tahun 2007 terjadi konflik perijinan
pemanfaatan bahan tambang di Sukolilo (Kusuma, 2018).
Penambangan ilegal sangat marak ditemukan di daerah Sukolilo sehingga
mengakibatkan kekhawatiran ketika hujan lebat yaitu potensi longsor serta aliran
permukaan yang membawa hasil kikisan tanah yang akan terbawa ke sungai.
Akibatnya, kedalam sungai semakin dangkal dan hal nyata yang dapat dilihat
ketika musim kemarau yaitu munculnya gundukan tanah yang menyerupai pulau
diungai karena hasil sedimentasi erosi. Tentunya ketika erosi terjadi ketika hujan
membawa materi erosi ke sungai sehingga membuat sungat terlihat memiliki
warna yang keruh kecoklatan dan ketika tersedimentasi menyebabkan
pendangkalan sungai dan banjir bandangpun terjadi. Hal ini tentunya merusak
tatanan konservasi air, yaitu mengganggu pasokan air dan ekosistem yang ada
di dalamnya terganggu. Tanah yang terbawa dari tambang tentunya
mengandung beberapa senyawa logam berat sehingga mungkin menjadi racun.
Beberapa tahun dulu, dahulunya DAS Sukolilo-Kayen berseih dan dimanfaatkan
untuk kebutuhan sehari hari namun sekarang untuk mendapatkan ikan saja
susah.
Pengendalian atau pencegahan erosi (tindakan konservasi tanah) berarti
menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, yang dapat dilakukan dengan cara
mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan. Beberapa usaha yang
dilakukan untuk mengendalikan erosi, yaitu ; (a) menutup tanah dengan
tumbuhtumbuhan dan tanaman atau sisa-sisa tanaman, agar tanah terlindung
dari daya rusak butir-butir hujan yang jatuh. Butir-butir hujan yang jatuh
diusahakan tidak langsung mengenai tanah sehingga tanah tidak terdispersi. Di
samping itu dengan adanya tanaman penutup tanah (sisa-sisa tanaman yang
dapat menutup tanah), akan menghindari butiran tanah untuk ikut terbawa aliran
permukaan, (b) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap
penghacuran butiran tanah dan terhadap pengangkutan butir tanah oleh aliran
permukaan serta memperbesar daya tanah untuk menyerap air di permukaan
tanah dan (c) mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang
tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah
(Arsyad, 2010). Menurut Dariah et al. (2014) kondisi lahan yang berkembang
dewasa ini secara umum penggunaan lahan mengacu pada persepsi bahwa,
apabila hutan dialih-gunakan menjadi lahan perkebunan atau lahan pertanian
lainnya, fungsi hutan dalam mengatur tata air dan mengontrol erosi akan
menurun drastis sehingga beda debit puncak dan debit dasar sungai akan
melebar dan erosi akan berlipat ganda.
Oleh karena itu, Pemerintah dan warga yang bermukim di daerah
Pegunungan Kendeng terutama Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Kayen
melakukan upaya rehabilitasi agar tingkat erosi yang dihasilkan berkurang
sehingga konservasi tanah dan air terjadi. Pertama, warga melakukan penerasan
terhadap lahan sebelum dilakukan penanaman pohon jati. Konservasi tanah
adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dan
tepat dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
persyaratan yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Teras
merupakan metode konservasi yang ditujukan untuk mengurangi panjang lereng,
menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan,
serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah. Tipe terasyang relatif
banyak dikembangkan pada lahan pertanian di Indonesia adalah teras bangku
atau teras tangga (bench terrace) dan teras gulud (ridge terrace). Teras kredit
dapat dikembangkan untuk menanggulangi tingginya biaya pembangunan teras

12
bangku. Bentuk teras lainnya, seperti teras kebun dan teras individu diterapkan
pada tanah dengan jenis tanaman tahunan, khususnya tanaman perkebunan dan
tanaman buah-buahan (Arsyad, 2010). Usaha penerasan pada wilayah
Pegunungan Kendeng dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Teras pada lereng di Pegunungan Kendeng


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020)
Pembuatan teras ini bertujuan untuk mengefisienkan penerapan teknik
konservasi tanah, memfasilitasi pengelolaan lahan (land mangement facility),
diantaranya fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam
pemeliharaan kebun. Tanaman tahunan relatif cenderung memiliki luas tajuk
yang cukup besar dan mampu menahan tetesan air hujan, sehingga dapat
menekan laju erosi. Teras yang rata-rata dilakukan oleh masyarakat daerah
Pegunungan Kendeng adalah teras baangku yang diberikan beberapa penahan
batu. Solum tanah yang ada dipegunungan Kendeng rata-rata dangkal sehingga
manajemennya yaitu penanaman cover crop yang akan menahan limpasan
permukaan tanah sehingga topsoilnya tidak ikut tererosi.
Pada teras yang ada, dalam pengamatan ditemui rumput gajah yang
digunakan sebagai penguat teras sehingga tikat efektivitasnya naik. Efektivitas
teras bangku akan meningkat bila ditanami tanaman penguat teras pada bibir
dan tampingan teras. Erosi hampir tidak terjadi dengan diaplikasikannya teras
bangku yang diperkuat dengan rumput bahia (Paspalum notatum). Jenis
tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman penguat teras adalah tanaman
legum seperti hahapaan (Flemingia congesta), gamal (Gliricidia sepium) dan
rumput seperti bahia (Paspalum notatum), bede (Brachiaria decumbens), setaria
(Setaria sphacelata), gajah (Penisetum purpureum) atau akar wangi (Vetiveria
zizanioides). Tanaman spesifik tertentu misalnya murbai (Morus alba) dapat juga
digunakan sebagai tanaman penguat teras. Penggunaan tanaman murbei
sebagai tanaman penguat teras banyak dilakukan di daerah pengembangan ulat
sutra. Teras bangku kadangkadang dapat diperkuat juga dengan menggunakan
batu (khususnya pada tampingan). Penggambungan teras dengan rumput gajah
dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Penggunaan Rumput Gajah


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020)

13
Kemudian upaya pencegahan erosi yang lainnya yang sudah dilakukan dan
terus dikembangkan adalah konsep agroforestri. Konsep agroforestri ini akan
meminimalkan erosi karena memiliki tutupan lahan sehingga mengurangi
kekuatan limpasan air hujan sehingga konservasi tanah dan air tetap terjaga.
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengintegrasikan tanaman
pangan, pepohonan (tahunan) dan atau ternak secara terus-menerus ataupun
periodik, yang secara sosial dan ekologis layak dilakukan oleh petani untuk
meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah
(Subagyono et al., 2003). Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi
erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman
semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih
besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke
tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak
menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim
mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari
butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya
diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan
maupun dari tanaman semusim.
Pengaplikasian agroforestri akan meminimalkan pengaruh erosi, menjaga
konservasi air, memelihara hara tanah. Agroforestri akan meminimalkan
pengaruh limpasan air hujan dengan pemberian tajuk tanaman tahunan
ditambah cover crop sehingga erosi akan berkurang. Selain itu, lahan yang
memiliki tutupan lahan yang beragam akan memperbaiki keadaan tanah karena
adanya seresah dan terdekomposisi. Sehingga pengaplikasian agroforesti ini
sangat disarankan untuk mencegah erosi yang terjadi di Pegunungan Kendeng
yang akan berdampak lestarinya tanah dan air.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi tersebut adalah
melakukan gerakan rehabilitasi lahan (gerhan) dengan sistem agroforestri.
Namun kegiatan tersebut kurang mendapat respon yang positif dari masyarakat,
karena kegiatan yang dilakukan lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
teknis dan administrasi. Kartodiharjo (2006) menjelaskan bahwa pengelolaan
lahan kritis dengan gerhan berhasil dengan baik apabila kegiatan tersebut
menyentuh secara langsung hajat masyarakat dan melibatkan masyarakat
setempat. Keterlibatan masyarakat khususnya petani di sekitar hutan sebagai
pelaku utama, akan menjamin keberhasilan pengelolaan lahan kritis yang
ditunjukkan dengan meningkatnya kinerja petani.
Untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola lahan kritis yang
ada di sekitarnya dibutuhkan dukungan yang kuat dari para pihak yang terlibat
terutama penyuluh, namun dukungan penyuluhan terhadap petani masih
dirasakan masih sangat kurang atau lemah. Kondisi ini disebabkan oleh
kompetensi penyuluh (kompetensi dasar maupun teknis) yang masih rendah.
Rendahnya tingkat kompetensi penyuluh tersebut disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain: (1) penyuluh jarang sekali mengikuti pelatihan; (2) pengalihtugasan
tenaga administrasi di kantor menjadi tenaga penyuluh; (3) pengangkatan
(recruitment) tenaga penyuluh baru; (4) tidak adanya penyuluh ahli, yang dapat
dijadikan tempat belajar; dan (5) masih kuatnya ego sektoral antarpenyuluh.
Akibatnya, penyuluh jarang sekali melakukan penyuluhan, sehingga petani
mengandalkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dan mencari
jawaban penyuluhan dari penyuluh swasta atau swadaya (Sumarlan et al., 2012).
Permasalahan kerusakan lingkungan akibat erosi tanah oleh air hujan pada
daerah Mojokerto berupa tanah longsor dan penurunan kesuburan tanah pada
daerah Alyanda Permatasari (185040207111048). Lahan adalah lingkungan fisik

14
yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi yang ada di atasnya
sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Termasuk didalamnya
sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam
setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah
pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang
dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Munculnya perubahan
penggunaan lahan mengakibatkan lahan menjadi kritis, lahan kritis sebagai
keadaan lahan yang terbuka sebagai akibat adanya erosi yang berat dan
menyebabkan produktivitas pada lahan tersebut menjadi rendah. Lahan kritis
adalah suatu keadaan lahan yang terbuka atau tertutupi semak belukar, sebagai
akibat dari solum tanah yang tipis dengan batuan bermunculan dipermukaan
tanah akibat tererosi berat dan produktivitasnya rendah.
Erosi adalah proses pengikisan lapisan permukaan tanah sebagai akibat dari
tumbukan butir hujan dan aliran air permukaan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi erosi antara lain adalah iklim, topografi, tanah, dan vegetasi.
Dalam hal ini tingkat erosi juga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya lahan
kritis, dimana semakin besar tingkat erosinya maka suatu lahan akan semakin
kritis. Selain itu dampak erosi adalah penurunan kesuburan tanah dan
penurunan kapasitas tanah dalam menyerap dan menyimpan air. Erosi juga
mengakibatkan pemadatan tanah akibat pukulan air hujan yang terus menerus
sehingga air hujan yang jatuh tidak dapat masuk dan tersimpan di dalarn tanah
akhirnya terjadi limpasan permukaan. Oleh karena tidak ada atau sangat sedikit
air yang tersimpan di dalam tanah sebagai air tanah (ground water) maka pada
musim kemarau akan berakibat terjadinya kekeringan dan sebaliknya pada
musim penghujan akan menyebabkan longsor dan banjir.

Gambar 10. Kerusakan Lahan di Mojokerto


(Sumber: Inilahmojokerto, 2019)
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Mojokerto tercatat sejak tahun 2000 sampai 2012 sering terjadi bencana longsor
disaat musim penghujan tiba antara lain di Kecamatan Pacet, Kecamatan
Trawas, Kecamatan Gondang, Kecamatan Jatirejo, Kecamatan Kutorejo, dan
Kecamatan Ngoro. seringnya terjadi bencana longsor dan banjir bandang
menyebabkan beberapa wilayah pertanian di Kecamatan Pacet dan Kecamatan
Trawas sering mengalami kerusakan dan penurunan kesuburan tanah, wilayah
tersebut terletak di lereng pegunungan Wlirang dan pegunungan Arjuna dengan
ketinggian antara 500-1000 m dpl, terutama wilayah pertanian yang terletak di
sekitar aliran sungai.
Di kecamatan Trawas memiliki intensitas hujan yang tergolong tinggi lebih
luas dibandingkan dengan Kecamatan Pacet yaitu 5364 ha (81.50 %) di

15
Kecamatan Trawas dan 1002,3 ha (10,20 %) di Kecamatan Pacet. Intensitas
hujan merupakan salah satu faktor penentu erosi selain kemiringan lereng dan
kepekaan tanah terhadap eros, dimana suatu wilaayah memiliki intensitas hujan
tinggi dengan kemiringan lereng dan jenis tanah yang peka terhadap erosi, maka
wilayah tersebut akan memiliki tingkat erosi yang tergolong berat. diketahui
bahwa untuk wilayah Kecamatan Pacet memiliki tingkat erosi yang tergolong
sangat berat yaitu 478,32 ha (4,9 %) sedangkan di wilayah Kecamatan Trawas
seluas 34,76 ha (0,53 %) unt uk tingkat erosi sangat berat dan 2066,62 ha (31,4
%) untuk tingkat erosi berat.
Untuk penggunaan lahan di Pacet didominasi oleh pertanian baik berupa
kebun, sawah tadah hujan, dll. Sedangkan lahan terbuka di wilayah ini terdiri dari
semak belukar dan bukit berbatu. Untuk penggunaan lahan di Trawas
penggunaan lahan pertanian didominasi oleh kebun sawah irigasi, sawah tadah
hujan, dan tanah lading. Sedangkan lahan terbuka di Trawas terdiri dari semak
belukar, padang rumput, dan bukit berbatu. Lahan terbuka merupakan lahan
yang akan lebih mudah untuk tererosi, karena lahan terbuka merupakan lahan
yang tutupan vegetasinya tergolong jarang. Hal ini dapat menyebabkan tanah
akan mudah tererosi oleh air hujan. Permukaan berbatu adalah wilayah lahan
terbuka akibat tererosi sehingga lapisan tanahnya habis dan terdapat batan yang
bermunculan ke permukaan. Hal ini merupakan salah satu parameter adanya
lahan kritis yang disebabkan akibat tingkat erosi di wilayah tersebut. Dari
peristiwa erosi tersebut telah membawa lapisan tanah permukaan yang
umumnya lebih subur, kaya bahan organik dan unsur hara sehingga
menyebabkan hilangnya unsur hara bagi tanaman. Peristiwa tersebut terjadi
karena fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi
yang lebih kasar, Hal ini terkait dengan daya angkut aliran permukaan terhadap
butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Pemindahan partikel halus oleh
erosi menyebabkan peningkatan persentase pasir dan kerikil di permukaan
tanah, dan pada waktu yang sama mengurangi persentase debu dan klei (Blanco
dan Lal, 2008). Dengan demikian tanah yang telah mengalami erosi bertekstur
lebih kasar dibandingkan dengan sebelum tererosi. Lebih lanjut erosi berakibat
terhadap penurunan kesuburan tanah melalui hilangnya unsur hara yang penting
dan bahan organik tanah.

Gambar 11. Lahan Kritis di Kabupaten Mojokerto


(Sumber: Inilahmojokerto, 2019)
Berdasarkan uraian diatas jika tidak ada pengendalian konservasi yang tepat
terhadap lahan kritis maka ancaman erosi juga sangat besar. Beberapa dampak
yang ditimbulkan erosi diantaranya yakni kerusakan dan menurunnya kesuburan
tanah. Penurunan kesuburan tanah mengakibatkan tanah menjadi tidak mampu
menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung

16
pertumbuhan tanaman yang normal. Jumlah hara yang dihilangkan akibat erosi
sangat penting karena kehilangan ini akan lebih besar dari jumlah yang
diperkirakan karena tekstur tanah halus yang mempunyai tingkat kesuburan lebih
tinggi dari keseluruhan tanah yang terangkut oleh erosi. Ini berarti kehilangan
yang dipercepat dari unsur kesuburan akibat erosi terjadi pada lapisan atas
tanah yang subur.
II.2 Analisis Alur Pikir Terjadi Masalah

EROSI TANAH
OLEH AIR HUJAN

Kesuburan
Tanah Menurun

Kemampuan
Infiltrasi
Menurun

Insitu: Eksitu:
Kekeringan Pencemaran Air

Gambar 12. Alur Pikir Penyebab Permasalahan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Permasalahan yang telah diuraikan secara individu berdasarkan kerusakan
lahan yang terjadi di daerah masing-masing anggota kelompok dilatar belakangi
oleh adanya erosi tanah oleh air hujan. Terjadinya erosi tanah oleh air hujan
didukung oleh beberapa faktor penyebab erosi yaitu volume air hujan, kondisi
tanah, keadaan kemiringan dan panjang lereng, adanya vegetasi, dan
pengolahan tanah. Erosi yang terjadi banyak dipengaruhi akibat adanya alih
fungsi lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan sehingga menyebabkan
adanya erosi dipercepat. Erosi dipercepat merupakan keadaan erosi yang terjadi
akibat adanya campur tangan manusia yang menyebabkan hancurnya agregrat
tanah sehingga perpindahan partikel dan material tanah sebagai akibat dari
pengolahan tanah yang tidak sesuai dan adanya pengaruh hilangnya vegetasi
alami (Osok et al., 2018). Erosi yang dipercepat akan menyebabkan kerusakan
lahan yang akan berdampak pada proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaan sehingga mempengaruhi hasil produksi tanaman dan kelestarian sumber
daya lingkungan.
Erosi tanah oleh air hujan akan mengikis lapisan tanah bagian atas sehingga
solum tanah terbawa oleh air hujan dan tanah menjadi dangkal. Pada lapisan
atas tanah terdapat bahan-bahan organik tanah yang sangat mempengaruhi sifat
tanah terutama sifat kimia tanah. Peran bahan organik sangatlah tinggi pada
kualitas dan sifat tanah sehingga adanya erosi akan mempengaruhi kualitas
tanah dimana tanah tidak memiliki kandungan bahan organik. Tanah yang

17
tererosi memiliki keadaan yang kurang subur atau turunnya kesuburan tanah
yang disebabkan terbawanya material tanah seperti mineral dan unsur hara
tersedia bagi tanaman yang pada umumnya berbentuk sebagai larutan tanah
sehingga kemungkinan untuk tercuci dan terangkut menjadi lebih besar. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Didjajani (2012) bahwa adanya peningkatan
volume limpasan air permukaan akan meningkatkan kapasitas pengangkutan
tanah serta mineral tanah yang mengakibatkan kehilangan hara sehingga lahan
menjadi tidak produktif.
Kesuburan tanah erat kaitannya dengan kondisi bahan organik yang
terdapat pada lapisan tanah atas. Hilangnya bahan organik tanah akan
mengakibatkan sifat fisik tanah yaitu struktur tanah menjadi mudah hancur,
kemantapan tanah berkurang, dan stabilitas porositas tanah akan terganggu. Hal
tersebut akan mempengaruhi daya infiltrasi tanah terhadap air menurun
sehingga laju limpasan air permukaan akan semakin tinggi. Sifat biologi tanah
juga akan ikut terganggu dimana biota tanah yang berperan dalam proses
dekomposisi bahan organik menjadi unsur yang tersedia akan ikut terangkut dan
hilang. Sehingga aktivasi biota tanah akan menurun yang menyebabkan tanah
menjadi padat dan unsur hara menjadi tidak tersedia. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Fuady et al. (2014) bahwa tingkat erosi akan mempengaruhi sifat
kimia tanah yaitu kandungan C-organik pada tanah dan kandungan unsur
hara tanah lainnya dan menurunkan kesuburan tanah, menyebabkan
penurunan produktivitas lahan. Perakaran tanaman pun tidak mendapatkan
tempat untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal tersebut dikarenakan
sifat fisik tanah yang menurun seperti tanah menjadi padat sehingga akar sulit
menembus tanah dan kedalaman tanah yang dangkal sehingga akar tanaman
tidak dapat menyerap air dengan baik. Hal tersebut akan meningkatkan potensi
terjadinya kegagalan panen karena tanah sebagai media tanam tidak dapat
menyuplai kebutuhan tanaman dengan baik.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
lahan yang bersifat insitu yaitu terjadi di lokasi erosi tanah oleh air hujan dengan
kerusakan lahan kekeringan. Kekeringan merupakan salah satu kerusakan lahan
akibat erosi dimana sangat dipengaruhi oleh permasalahan yaitu hilangnya
kesuburan tanah dan rendahnya kemampuan infiltrasi oleh tanah. Adanya erosi
akan menyebabkan kondisi pori tanah tidak stabil sehingga ruang atau tempat
penyimpanan dan penyerapan air tanah tidak tersedia. Hal tersebut
menyebabkan air tidak dapat masuk ke dalam tanah yang menyebabkan
serapan air tanah menjadi berkurang. Rendahnya ketersediaan air tanah sangat
mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyediakan air terutama pada musim
kemarau. Pada musim hujan air hujan banyak yang mengalir di permukaan tanah
yang berupa limpasan air permukaan dibandingkan air yang masuk ke dalam
tanah dan tersimpan di dalam tanah. Menurut Firmansyah dan Gunawan (2007)
menyatakan bahwa keruskaan lahan akibat erosi akan mengganggu sumber
daya lingkungan dimana ketersediaan aiar akan menurun dan sangat
mempengaruhi kondisi lingkungan terutama pada musim kemarau karena air
tanah lebih banyak menguap dan ketersediaan air untuk tanaman berkurang
Permasalahn tersebut tidak hanya terjadi secara insitu melainkan juga terjadi
secara eksitu yang dapat diartikan dengan terjadinya kerusakan lahan diluar
lokasi erosi. Kerusakan lahan yang terjadi akan beresiko pula terhadap kualitas
dan kuantitas air. Hal tersebut tidak hanya terjadi pada bagian hulu namun juga
akan berdampak pada bagian hilir. Rendahnya kuantitas air terjadi dibagian hulu
dikarenakan tanah tidak memiliki kemampuan dalam menyerap air sehingga
tidak ada simpanan air pada bagian hulu karena air langsung mengalir ke arah

18
hilir. Pada saat musim kemarau bagian hulu akan mengalami kekeringan karena
kesulitan mendapatkan air bersih dan tanaman tidak dapat memanfaatkan air
tanah. Pada bagian hilir kualitas air akan menurun dikarenakan saat terjadi erosi
air akan bercampur dengan tanah yang menyebabkan air menjadi keruh. Tidak
hanya itu, menurunnya kesuburan tanah akan menyebabkan maksimalisasi
penggunaan pupuk kimia yang akan meninggalkan residu dan mencemari air.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Subagyono et al. (2003) bahwa erosi
akan mencemari air pada bagian hilir yang menurunkan kualitas dan kuantitas
dari air tersebut. Menurunnya kualitas dan kuantitas air akan mempengaruhi hasil
produksi tanaman dikarenakan air merupakan komponen penting dalam seluruh
kegiatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta kegiatan kehidupan
sehari-hari.
II.3 Analisis Akar Permasalahan
II.4 Solusi Akar Permasalahan
Faktor yang dapat diubah manusia adalah jenis dan tipe vegetasi
(tumbuhan), sebagian dari sifat tanah (kesuburan tanah, ketahanan agregat, dan
kapasitas infiltrasi), serta panjang lereng. Menurut Manik (2003) bahwa, faktor-
faktor yang mempengaruhi laju erosi adalah faktor yang dapat diubah manusia
dan faktor yang tidak dapat (sulit) diubah manusia Faktor yang tidak dapat atau
sulit diubah manusia adalah iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng. Erosi tanah
memberikan dampak di dua tempat, yaitu di tempat terjadinya erosi (internal) dan
di luar terjadinya erosi (external). Dampak internal berupa penurunan kesuburan
dan produktivitas lahan, sedangkan dampak eksternal adalah terjadinya
pencemaran perairan dan sedimentasi, yang menyebabkan pendangkalan
sungai, waduk, danau atau pantai. Untuk menanggulangi erosi yang sudah
terjadi dengan melakukan penanaman pohon kembali (reboisasi ), akan tetapi
masih banyak manusia yang tetap melakukan penebangan secara liar yang
mengakibatkan erosi masih saja tetap terjadi. Erosi akan terjadi dimanapun dan
kapanpun, terutama di areal pertanian yang menyebabkan kerugian secara
ekonomis bagi para petani.
Solusi untuk mengurangi tingginya tingkat erosi yakni dengan rehabilitasi
yang menerapkan teknik konservasi tanah dan air, kegiatan rehabilitasi
difokuskan pada sekitar tanah yang terkikis. Konservasi tanah adalah masalah
menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan
jumlah aliran permukaan. Setiap macam penggunaan tanah mempunyai
pengaruh terhadap kerusakan tanah oleh erosi. Penggunaan tanah pertanian
ditentukan oleh jenis tanaman dan vegetasi cara bercocok dan intensitas
penggunaan tanah. Teknologi yan diterapkan pada setiap macam penggunaan
tanah akan menentukan apakah akan didapat penggunaan dan produksi yang
lestari dari sebidang tanah. Arsyad (1989) menyebutkan metode konservasi
tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu :
1) Metode vegetative
Metoda vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa–
sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan
daya rusak aliran permukaan dan erosi. Dalam konservasi tanah dan air metoda
vegetatif mempunyai fungsi : melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir
hujan yang jatuh, melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas
permukaan tanah, memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air
yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Berbagai jenis
tanaman atau vegetasi dan penggunaan tanah mempunyai efisiensi yang
berlainan dalam konservasi tanah. Efisiensi relatif tertinggi diberikan oleh
vegetasi permanen kemudian berkurang berturut-turut pada padang rumput

19
campuran antara rumput dengan leguminosa, leguminosa berbiji halus dan
seterusnya.
2) Metode mekanik
Metode makanik adalah semua perlakuan fisik mekani yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan
dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam
metode mekanik adalah pengolahan tanah (tillage), pengolahan tanah menurut
contur (contour cultivation), guludan dan guludan bersaluran menurut kontur,
terras,,dan penghambat (check dam), waduk (balong) (farm ponds), rorak,
tanggul, dan perbaikan drainase dan irigasi.
Berdasarkan segala upaya perbaikan dan peneparan konservasi yang tepat
diharapakan bisa efektif dalam menekan aliran permukaan, erosi, dan kehilangan
unsur hara serta, serta adanya kebijakan-kebijakan yang perlu diambil
pemerintah bagi petani sehingga kerugian ekonomi petani dapat ditekan
seminimal mungkin.

20
III. REKOMENDASI STARTEGI KONSERVASI TANAH dan AIR
Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi tanah dan keadaan
vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap
penggunaan lahan. Arsyad (1989) mengemukakan bahwa konservasi tanah
diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang
sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik
dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan tanah
untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Sistem penilaian tanah
untuk maksud tersebut dirumuskan dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan
yang ditujukan untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi, memperbaiki tanah
yang rusak dan memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah agar dapat
dipergunakan secara lestari. Studi kelerengan bisa menjadi parameter seberapa
besar tingkat erosi yang terjadi. Jika lereng permukaan menjadi dua kali lebih
curam maka banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2,0-2,5 lebih banyak
dengan kata lain erosi semakin besar dengan makin curamnya lereng.
Sementara besarnya erosi menjadi lebih dari dua kali lebih curam, jumlah aliran
permukaan tidak banyak bertambah bahkan cenderung mendatar. Hal ini
disebabkan jumlah aliran permukaan dibatasi oleh jumlah air hujan yang jatuh
(Arsyad, 1989).
Kerusakan sifat fisik tanah, baik yang diakibatkan oleh proses erosi maupun
pengolahan tanah yang tidak intensif, juga seringkali menjadi penyebab
penurunan produktivitas lahan. Oleh sebab itu berbagai tindakan yang dapat
menekan erosi, sedimentasi dan kekeringan dapat meningkatkan kadar bahan
organik tanah, dan mengurangi dampak negatif dari pengolahan tanah, yang
merupakan usaha yang diperlukan dalam pelestarian tanah sebagai salah satu
sumberdaya lahan pangan. Pencegahan dengan strategi konservasi yang tepat
sangat diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi.
Secara garis besar, metode konservasi tanah dan air dibagi menjadi 3 yaitu:
metode vegetatif, mekanik, dan kimia. Teknik konservasi tanah di Indonesia
diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap
pukulan butir-butir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti
pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan
mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan
hara terhanyut.
Konservasi air pada prinsipnya yaitu penggunaan air hujan yang jatuh ke
tanah untuk proses pertanian seefisien mungkin, serta mengatur waktu aliran
agar tidak terjadi banjir yang dapat merusak dan menerima cukup air pada
musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air memiliki hubungan yang
erat. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan memengaruhi
tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh sebab itu, konservasi
tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat.
Setiap tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air.
Konservasi tanah dan air mengarah kepada terciptanya sistem pertanian
berkelanjutan yang didukung oleh teknologi dan kelembagaan serta mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan sumber daya lahan
serta lingkungan. kemiringan lereng yang curam tanpa dilakukannya tindakan
konservasi akan menurunkan kapasitas infiltrasi tanah, memperbesar jumlah
aliran permukaan serta kecepatan aliran permukaan, dengan demikian
memperbesar energi angkut aliran permukaan dan erosi menjadi berat.

21
Aspek penting dalam konservasi tanah dan air pada lahan kering
terdegradasi di daerah tropis ialah penutup tanah organik karena dapat
memengaruhi neraca air tanah, aktivitas biologi tanah, serta peningkatan bahan
organik dan kesuburan tanah (Lahmaret al. 2011). Residu tanaman dapat
menahan partikel tanah dan memelihara kandungan hara dalam tanah dari
bahaya erosi. Dalam jangka panjang, konservasi tanah dan air bermanfaat dalam
upaya mitigasi perubahan iklim dan degradasi lahan. Erosi menimbulkan dampak
yang luas berupa penurunan produktivitas tanah di tempat terjadi erosi, dan
penurunan ekosistem pada bagian hilir akibat banjir, kekeringan,
sertapendangkalan sungai dan danau. Laju erosi tanah pada lahan pertanian
dengan lereng antara 33% tergolong tinggi, berkisar Antara 60-625 t/ha/tahun.
Menurut Hardjowigeno (2007), konservasi tanah adalah usaha-usaha untuk
menjaga agar tanah tetap produktif atau memperbaiki tanah yang rusak Karena
erosi agar menjadi lebih produktif. Konservasi tanah adalah sebagai usaha
manusia yang tidak hanya terbatas sebagai usaha pengendalian erosi, tapi juga
mencakup segala usaha atau kegiatan untuk melakukan koreksi (pemeliharaan,
perbaikan) tanah-tanah yang mengalami kekurangan kandungan unsur hara,
yang mengalami penurunan daya produksinya, dengan maksud agar segalanya
dapat dipulihkan kembali atau memperoleh peningkatan. Tujuan utama
konservasi tanah adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi
lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap di bawah ambang batas yang
diperkenankan, yang secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju erosi harus lebih
kecil atau sama dengan laju pertumbuhan tanah. Menurut Arsyad (2010), metode
konservasi tanah dan air terbagi menjadi 3 golongan utama, yaitu metode
vegetatif, metode mekanik, dan metode kimia.
III.1 Konservasi Vegetatif
Konservasi vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan atau
bagian tanaman atau sisa tanaman untuk mengurangi terpaan hujan,
mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan, dan mengurangi erosi
tanah. Pada konservasi tanah dan air metode vegetatif berfungsi sebagai
pelindung tanah dari daya perusak butir hujan, melindungi tanah dari daya
perusak air yang mengalir di permukaan tanah, dan memperbaiki kapasitas
infiltrasi tanah dan penahan air. Berikut ini adalah metode vegetatif dalam
konservasi tanah, yaitu:
a. Penggunaan sisa atau bagian tanaman dan tumbuhan
Penggunaan sisa-sisa tanaman atau tumbuhan untuk konservasi tanah dan
air berbentuk mulsa dan pupuk hijau. Sisa tanaman yang masih segar
dibenamkan ke dalam tanah. Sisa tanaman tersebut juga dapat ditumpuk terlebih
dahulu pada tempat tertentu dan dijaga kelembabanya sampai terjadi proses
humifikasi hingga terbentuklah kompos sebelum digunakan sebagai pupuk
organik. Mulsa selain dari sisa tumbuhan juga berbahan dasar plastik, batu, dan
pasir. Mulsa dapat mengurangi erosi dan merendam energi hujan yang jatuh
sehingga tidak merusak struktur tanah, dan mengurangi aliran permukaan.
Sedangkan mulsa organik berasal dari sisa tumbuhan yang merupakan sumber
energi yang akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses
perombakannya akan terbentuk senyawa senyawa organik. Sedangkan
penggunaan sisa tumbuhan sebagai pupuk hijau yaitu dengan cara memasukkan
sisa tumbuhan pada lubang-lubang yang memotong lereng.
b. Tanaman penutup tanah
Penggiliran tanaman adalah suatu sistem pada bidang tanah yang terdiri dari
beberapa macam tanaman yang ditanam secara berturut-turut pada waktu

22
tertentu. Penggiliran tanaman berfungsi untuk mengurangi erosi, dapat pula
meningkatkan produksi pertanian, memeratakan pemanfaatan tanah yang
kosong, dan memperbaiki kesuburan tanah. Metode konservasi secara vegetatif
lebih efektif dan sederhana, serta tidak membutuhkan biaya yang besar. Metode
ini paling banyak dilakukan oleh petani, karena selain membantu mengembalikan
kesuburan tanah, konservasi, vegetatif juga meningkatkan produktifitas pertanian
yang ramah lingkungan. Tanaman penutup tanah dan mulsa sangat efektif dalam
mengurangi erosi dan kecepatan aliran permukaan pada tanah, sehingga tanah
yang terangkut akibat hujan dapat berkurang.
c. Penanaman dalam strip (strip cropping)
Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis
tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah
dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistem ini
semua pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur
dandikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa
tanaman. Cara ini pada umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 sampai 15
%. Terdapat tiga tipe penanaman dalam strip, yaitu: (1) penanaman dalam strip
menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang tepat menurut garis kontur
dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat, (2) penanaman dalam strip
lapangan, berupa strip-strip tanaman yang lebarnya seragam dan disusun
melintang arah lereng, dan (3) penanaman strip yang berpenyangga berupa
stripstrip rumput atau leguminosa yang dibuat diantara strip -strip tanaman pokok
menurut kontur.
d. Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilirdalam
urutan tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran
efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan
keuntungan untuk membrantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat-sifat
dan kesuburan selain mampu mencegah erosi.
III.2 Konservasi Mekanik
Dalam penerapannya di lapangan, biasanya suatu teknik konservasi
vegetatif dikombinasikan dengan teknik konservasi vegetatif yang lain ataupun
dengan konservasi mekanis/sipil teknis. Misalnya untuk teras bangku
dikombinasikan dengan tanaman penguat teras dari jenis rumput-rumputan.
Menurut Arsyad (2010), Konservasi mekanik adalah semua perlakuan fisik
mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk
mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan
penggunaan tanah. Metode ini bermanfaat untuk menghambat aliran permukaan
dan menghindari pengikisan tanah, memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah,
dan penyedia air bagi tanaman. Terdapat beberapa metode mekanik dalam
konservasi tanah dan air di antaranya.
a. Pengelolaan Tanah Konservasi
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk
menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan
pokok pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tumbuh bagi bibit,
menciptakan daerah perakaran yang baik, dan memberantas gulma. Namun
dalam konservasi tanah, peranan pengolahan tanah hampir tidak ada, bahkan
dapat merugikan. Tanah yang diolah menjadi longgar sehinga lebih mudah
tererosi. Tindakan pengolahan tanah konservasi diantaranya tanah diolah
seperlunya, menggunakan herbisida ramah lingkungan, dan pengolahan
dilakukan menurut kontur.

23
b. Pengolahan Tanah Menurut Kontur
Pada pengolahan tanah menurut kontur, pembajakan dilakukan menurut
kontur, sehingga terbentuk jalur tumpukan tanah dan alur diantara tumpukan
tanah. Pengolahan tanah yang mengikuti kontur akan lebih efektif bila diimbangi
dengan penanaman menurut kontur. Keuntungan dari sistem pengolahan tanah
ini adalah menghambat aliran permukaan dan menghindari pengangkutan tanah
c. Guludan
Guludan adalah tumbukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah
kontur. Pada tanah dengan kepekaan erosi rendah, guludan dapat diterapkan
pada tanah dengan kemiringan sampai 8%, sedangkan guludan bersaluran
dapat diterapkan pada lereng kemiringan lebih dari 8%. Pada guludan
bersaluran, di bagian atas guludan dapat dibuatkan saluran. Baik guludan
maupun guludan bersaluran dapat ditanami rumput dan perdu.
d. Teras
Teras adalah timbunan tanah yang dibuat melintang atau memotong
kemiringan lahan, yang berfungsi untuk menangkap aliran permukaan serta
mengarahkannya ke outlet yang stabil dengan kecepatan yang tidak erosif. Teras
berfungsi mengurangi panjang lereng, menahan air sehingga mengurangi
kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan air
oleh tanah. Untuk pertanian lahan kering yang berada pada daerah dengan
kemiringan lebih dari 8% bias dilakukan dengan pembuatan teras. Teras ini
dibuat untuk tanaman-tanaman pertanian produktif karena pembuatan teras
memerlukan teknik yang sulit dan memerlukan waktu.lama bila dilakukan untuk
tanaman semusim akan sangat tidak ekonomis. Jenis-jenis teras untuk
konservasi air juga merupakan teras untuk konservasi tanah, antara lain: teras
gulud, teras buntu (rorak), teras kredit, teras individu, teras datar, teras batu,
teras bangku.
III.3 Konservasi Kimiawi
Konservasi kimia dalam konservai tanah dan air adalah penggunaan
preparat kimia baik berupa senyawa sintetik maupun bahan alami yang telah
diolah, dalam jumlah relatif sedikit, meningkatkan stabilitas agregat tanah dan
mencegah erosi. Tanah yang telah dibersihkan dari vegetasi penutupnya dan
diolah untuk usaha produksi tanaman, maka bahan organik tanah akan menurun
dan berdampak pada produktivitas tanah yang menurun. Oleh karena itu
penggunaan preparat kimia sangat diperlukan dalam jumlah yang tidak banyak
sehingga mampu memperbaiki struktur tanah. Preparat kimia (soil
conditioner),yaitu bahan yang ditambahkan ke tanah untuk memperbaiki sifat
fisik tanah (kapasitas infiltrasi, daya olah tanah, dan drainase). Pengaruh soil
contioner bertahan dalam jangka lama karena senyawa ini tahan terhadap
serangan mikroba tanah, erosi berkurang, dan memperbaiki pertumbuhan
tanaman semusim pada tanah liat yang berat. Konservasi kimia perlu
dipertimbangkan dalam upaya konservasi tanah, karena untuk meningkatkan
bahan organik tanah tidaklah mudah, sehingga penambahan bahan kimia
berperan dalam memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan tanah.
III.4 Konservasi Air
Konservasi air dapat dilakukan dengan pemanfaatan dua komponen
hidrologi, yaitu air permukaan dan air tanah, serta meningkatkan efisiensi
pemakaian air irigasi. Dapat dikatakan konservasi air jika upaya pelestarian
sumber daya air agar dapat digunakan secara optimal dengan menjaga siklus air.
a. Pengelolaan Air Permukaan (Surfce water management)

24
Pengelolaan air permukaan yaitu air yang berada pada permukaan tanah
meliputi pengendalian aliran permukaan, penyadapan air, dan meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah. diantaranya yaitu pengendalian aliran permukaan,
pemanenan air atau water harvesting, dan meningkatkan kapasitas infiltrasi
tanah.
b. Pengelolaan Air Tanah (soil water management)
Pengelolaan air tanah adalah mengelola air di dalam tanah dengan
memperbiki drainase dan pengendalian air bawah permukaan tanah berupa
drainase dan pengendalian aliran bawah permukaan.

25
IV.PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya butiran tanah dari
induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air
atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di
tempat yang lain. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan
media yang memadai untuk berlangsungnya kehidupan tanaman. Sedangkan
erosi karena kegiatan manusia biasanya disebabkan oleh terkelupasnya lapisan
tanah bagian atas akibat bercocok tanam yang tidak sesuai kaidah-kaidah
konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan
fisik tanah antara lain pembuatan jalan di daerah dengan kemiringan lereng yang
besar.
Pengendalian atau pencegahan erosi (tindakan konservasi tanah) berarti
menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, yang dapat dilakukan dengan cara
mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan. Beberapa usaha yang
dilakukan untuk mengendalikan erosi, yaitu; (a) menutup tanah dengan
tumbuhtumbuhan dan tanaman atau sisa-sisa tanaman, agar tanah terlindung
dari daya rusak butir-butir hujan yang jatuh. Butir-butir hujan yang jatuh
diusahakan tidak langsung mengenai tanah sehingga tanah tidak terdispersi. Di
samping itu dengan adanya tanaman penutup tanah (sisa-sisa tanaman yang
dapat menutup tanah), akan menghindari butiran tanah untuk ikut terbawa aliran
permukaan, (b) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap
penghacuran butiran tanah dan terhadap pengangkutan butir tanah oleh aliran
permukaan serta memperbesar daya tanah untuk menyerap air di permukaan
tanah dan (c) mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang
tidak merusak
IV.2 Saran
Berdasarkan makalah ini, penulis menyarankan untuk menangani erosi
dapat dilakukan dengan cara mekanis dan vegetatif. Konservasi secara vegetatif
melalui penerapan agroforestri yang dapat mengurani laju erosi dan dapat
menambah income petani. Selain itu, secara mekanis dapat dilakukan
pembuatan teras.

26
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Arsyad, Sitanala.1989.Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Banuwa, I.S. 2008. Pengembangan Alternatif Usahatani Berbasis Kopi Untuk
Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan Di DAS Sekampung
Hulu. Bogor. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB.
Blanco, H. & Lal, R. 2008. Principles of soil conservation and management.
Springer. USA.
Didjajani, B. W. 2012. Kehilangan Hara Akibat Erosi. Agrovigor. 5 (1): 58-64.
Fuady, Z., H. Satriawan, N. Mayani. 2014. Aliran Permukaan, Erosi, dan
Hara Sedimen Akibat Tindakan Konservasi Tanah Vegetatif Pada Kelapa
Sawit. J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 11 (2): 95-93.
Handayani, D. Y. 2019. Empat Kecamatan di Malang Alami Kekeringan (online).
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2019/Empat-Kecamatan-di-
Malang-Alami-Kekeringan/. Diakses 19 Oktober 2020.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Inilahmojokerto. 2019. Lahan Kritis di Mojokerto (online).
https://inilahmojokerto.com/. Dikases pada 18 Oktober 2020.
Juita, E., A. Z. P. Ulni, dan Dasrizal. 2018. Analisis Erosi Tebing dan Konservasi
Lahan Berbasis Kearifan Lokal di Nagari Sungai Sariak. J. Spasial. 1 (5):
18-24.
Kironoto, B.A. 2003, Diktat Kuliah Hidraulika Transpor Sedimen. Yogyakarta.
PPS-Teknik Sipil. Manik, K.E.S., 2003. Pengelolaan
Lahmaret, R., B.A. Bationo, N. Lamso, Y. Guéro, dan P. Tittonell. 2011. Tailoring
conservation agriculture technologies to WestAfrica Semi-Arid Zones:
Building on traditional local practicesfor soil restoration. Field Crops
Research. http://dx.doi.org/10.1016/j.fcr.2011.09.013.
Manik, K.E.S., 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, Penerbit
Djambatan.
Radar pekalongan. 2020. Pertambangan Pasir di Pekalongan (online).
https://radarpekalongan.co.id/. Diakses pada 17 Oktober 2020
Rusdi, M. R. Alibansyah, dan A. Karim. 2013. Degradasi Lahan Akibat Erosi
Pada Areal Pertanian di Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh
Besar. J. Manajemen Sumberdaya Lahan. 2 (3): 240-249.
Schwab.1996.Soil Water and Management System. John wiley & sons, Inc: New
York.
Subagyono, K., S. Marwanto, U. Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara
Vegetatif. Balai Penelitian Tanah.
Suripin. 2004. Pengembangan Sistem Drainase yang Berkelanjutan. Yogyakarta,
Andi Offset.

27
Wahyunto dan Dariah, A. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing,
Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju
Satu Peta. J. Sumberdaya Lahan. 8 (2): 81-93.

28

Anda mungkin juga menyukai